STIE Putra Perdana Indonesia Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 13
PENGEMBANGAN ADMINISTRASI DAN BIROKRASI SEHAT DALAM PEMERINTAHAN DAERAH Oleh Desmaniar Dosen STIA Yappann Jakarta
Abstrak
STIE Putra Perdana Indonesia Otonomi daerah di era reformasi membawa implikasinya sendiri. Di bidang pemerintahan, sistem tatakelola pemerintah daerah diarahkan lebih transparan dan akuntabel. Namun demikian, setiap pejabat daerah dalam menjalankan administrasi pemerintahan ditanggapi dan dilaksanakan dengan cara yang berbeda-beda. Gaya kepemimpinan setiap pejabat dalam memimpin tatakelola pemerintahan diperankan dengan gayanya sendiri-sendiri. Pejabat/pemimpin daerah cenderung lebih menekankan birokrasi dan kurang memiliki kepedulian terhadap rakyat. Gaya kepemimpinan pejabat di daerah seperti I Gede Winasa di Jembrana dan Jokowi di DKI Jakarta turut mewarnai model pengembangan system administrasi dan birokrasi yang cair dan efektif. Kedua pejabat/pemimpin daerah ini merupakan contoh yang mana pejabat/pemeimpin daerah lebih mengutamakan rakyat (people first).
STIE Putra Perdana Indonesia Administrasi Pemerintahan Otonomi Daerah
Era reformasi membawa implikasinya sendiri. Tidak terkecuali di bidang
pemerintahan. Dalam era reformasi dua hal terpenting yang terkait dengan
pemerintahan daerah adalah otonomi dan demokrasi. Otonomi daerah adalah suatu
pelimpahan sebagian wewenang dari pusat ke daerah. Demokrasi merujuk pada system penentuan siapa yang menjadi gubernur, bupati atau walikota. Dua hal ini pada waktu bersamaan di era reformasi memunculkan berbagai kisruh. Sejumlah kisruh yang dapat diringkas seperti adanya perbedaan antara buruh dan pengusaha yang menyebabkan demonstrasi buruh, perbedaan antara eksekutif
STIE Putra Perdana Indonesia dengan legislative yang menyebabkan buntunya kegiatan pemerintahan, perbedaan misi guru dengan harapan murid menyebabkan adanya tawuran pelajar, perbedaan
misi pusat pelayanan kesehatan dengan penderita sakit menyebabkan adanya
InoVasi Volume 8; Nopember 2013
Page 151
STIE Putra Perdana Indonesia Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 13
kematian yang tidak tertangani, banyaknya kecelakaan lalulintas akibat sarana dan prasarana transportasi yang buruk, menurunnya produksi lokal akibat lemahnya
pembangunan pertanian dan manufaktur menyebabkan adanya inflasi yang tidak terkendali.
Adanya berbagai kekisruhan itu seakan mengindikasikan bahwa era reformasi memiliki masa yang suram dan tidak menjanjikan. Otonomi ditanggapi oleh sejumlah pihak sebagai era memberi ruang bagi sejumlah orang atau seklompok orang untuk ‘berkuasa’ bagaikan raja-raja di jaman feodal. Demokrasi ditanggapi
STIE Putra Perdana Indonesia sebagai ruang untuk memobilisasi rakyat untuk memuluskan menjadi ‘penguasa’ lewat jalan pintas seperti politik uang, manipulasi suara dan pengaturan hasil pilkada. Boleh jadi kesalahan mengartikan ini menyebabkan sejumlah pejabat di daerah khususnya menerabas aturan main dalam sistem administrasi pemerintahan
yang justru menjadi terperangkap ke ranah korupsi. Hingga kini terdata dua pertiga pejabat pemerintah daerah terkait dengan permasalahan hukum.
Tulisan ini memfokuskan pada sistem administrasi pemerintahan dan birokrasi serta peranannya di dalam pemerintahan daerah di era reformasi yang menekankan transparansi
dan
akuntabilitas.
Pentingnya
pengembangan
administrasi
pemerintahan dan pemutakhiran birokrasi di satu pihak untuk mengeliminasi sistem
STIE Putra Perdana Indonesia pemerintahan dan birokrasi yang lama yang masih digunakan di era reformasi dan di
pihak lain untuk mencegah munculnya penyalahgunaan kekuasaan, penyuapan dan korupsi yang berdampak pada penderitaan rakyat.
Pengembangan Administrasi dan Birokrasi Sehat
Perbaikan administrasi pemerintahan dan birokrasi yang radikal di era
reformasi sesuatu yang mendesak. Adanya kisruh, pembangunan daerah yang stagnan, rakyat yang semakin terpuruk dan korupsi merajalela memunculnya kritik keras yang ditujukan kepada pemerintah di daerah yang menjalankan sektor publik yang telah menimbulkan gerakan untuk melakukan reformasi manajemen. Salah satu gerakan reformasi sektor publik adalah munculnya konsep pengembangan
STIE Putra Perdana Indonesia administrasi dan birokrasi yang transparan dan akuntabel. Untuk efektifnya hal itu,
administasi dalam hal ini haruslah dokombinasikan dengan fungsi manajemen.
Page 152
InoVasi Volume 8 ; Nopember 2013
STIE Putra Perdana Indonesia Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 13
Administrasi publik di satu sisi berorientasi pada pemenuhan tujuan jangka pendek,
yaitu kelancaran tugas sehari-hari, sedangkan manajemen publik lebih berorientasi
jangka panjang. Dengan kata lain, tidak sekedar terselesaikannya tugas-tugas jangka pendek, akan tetapi pencapaian tujuan, visi, dan misi organisasi yang bersifat jangka panjang. Sebaliknya meski debirokratisasi sudah mulai digulirkan pada tahun 1983 yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi birokrasi namun dalam kenyataannya, kinerja birokrasi pada era reformasi ini masih lemah, Hal ini dapat dilihat dari
STIE Putra Perdana Indonesia maraknya korupsi, kelesuan dalam diri pegawai yang dapat dilihat semakin banyaknya
komplein
dari
masysrakat
dan
di
sana
sini
beberapa
gubernur/bupati/walikota mencak-mencak dengan etos kerja pegawai yang buruk. Tekait
dengan
permasalahan
birokrasi
ini,
benar
apa
yang
dinyatakan
Reksopoetranto (1995) sebelum era reformasi telah mengingatkan bahwa birokrasi akan menghadapi tantangan yang hebat di masa dekat (setelah tahun 2000an) khususnya semakin menguatnya rejim liberalisasi (internasional/global). Menurut Reksopoetranto birokrasi sebagai proses administrasi pemerintahan, maka
peranan aparatur pemerintah tidak hanya tunduk pada aturan perundang-undangan yang berlaku tetapi juga pada individunya yang memiliki karakter yang kuat sebagai
STIE Putra Perdana Indonesia pengemban fungsi mewakili rakyat di dalam pembangunan daerah.
Ini berarti
birokrasi harus sehat. Reksopoetranto mengidentifikasi syarat-syarat birokrasi sehat adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan birokrasi adalah formal dan berkesinambungan
b. Pelaksanaan kegiatan mengikuti suatu tatacara tertentu, yaitu: 1. Kegiatan diberikan sebagai tanggung jawab
2. Pejabat yang diberikan tanggung jawa tersebut diberikan kewenangan untuk melakukannya. 3. Alat-alat untuk melaksanakan tanggung jawabnya diberikan secara terbatas dengan instruksi-instruksi yang jelas bilamana dan dalam keadaan apa dapat dimilikinya.
STIE Putra Perdana Indonesia 4. Alat-alat tersebut bukan merupakan miliknya
InoVasi Volume 8; Nopember 2013
Page 153
STIE Putra Perdana Indonesia Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 13
c. Berbagai macam kegiatan disusun menurut suatu system spesialisasi, dimana satu jabatan dengan jabatan lainnya saling mengisi,
d. Kegiatan-kegiatan tersebut disusun dalam jabatan-jabatan dengan urutan hirarkis, sehingga jabatan yang lebih tinggi bertugas mengawasi jabatan yang rendah. e. Jabatan tidak bisa dikomersialisasikan (diperjualbelikan). f. Pelayanan diberikan tanpa membeda-bedakan orang karena warna kulitnya, jenis kelaminnya, agamanya dan kedudukan sosialnya.
STIE Putra Perdana Indonesia g. Penetapan dan pengangkatan sebagai pegawai/pejabat didasarkan kepada pengetahuan dan keterampilan teknis yang dimiliknya serta sesuai dengan apa yang diperlukan.
h. Tidak ada paksaan untuk menjadi pegawai/pejabat (misalnya untuk masuk kelompok/partai tertentu).
i. Kegitan-kegiatan dilaksanakan dengan penuh waktu. Untuk itu ia mendapatkan balas jasa berupa gaji tertentu yang pasti termasuk pension.
j. Seorang pegawai/pejabat dapat merencanakan karir, dalam arti dapat mengharapkan kenaikan jenjang kepangkatan sesuai dengan prestasi yang diberikan beradasarkan peraturan personalia tempat ia bekerja.
STIE Putra Perdana Indonesia Namun demikian, pengembangan administrasi dan birokrasi sehat ditanggapi oleh
para pejabat pemimpin daerah dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut karena koridor dalam pemerintahan daerah sudah masuk pada dimensi otonomi
daerah. Dalam fase otonomi daerah ini, garis komando pusat-daerah dibatasi, dan system pemerintahan justru berpusat di daerah. Dari model keseragaman di era
sebelumnya beralih menjadi model keberagaman di era reformasi yang bertumpu
pada daerah. Akibatnya, setiap pemimpin daerah memunculkan gayanya sendirisendiri dalam mengoptimalkan daerahnya. Dalam diri para pemimpin daerah inilah bagaimana pengembangan adminstrasi dan birokrasi ini difungsikan. Setiap pemimpin daerah/pejabat memiliki gaya memimpin yang berbeda, dan setiap gaya memerankan administrasi dan birokrasi daerah
STIE Putra Perdana Indonesia dengan caranya sendiri-sendiri. Ada yang tetap dengan gaya lama (sebelum era
reformasi) dan ada juga yang dengan gaya yang berbeda dan bahkan dipandang
Page 154
InoVasi Volume 8 ; Nopember 2013
STIE Putra Perdana Indonesia Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 13
ekstrim. Dalam menerapkan gaya memimpin ini, sejumlah pejabat/pemimpin daerah
umumnya lebih mengikuti system birokrasi yang ada dan hanya beberapa
pejabat/pemimpin daerah yang mengedepankan keutamaan masyarakat (people first).Osborne and Gaebler (1996) sudah lama memberi pandangan bahwa masyarakat (yang juga kini lebih popular disebut sebagai konstituen) haruslah dianggap sebagai ‘pelanggan’ layaknya di dalam suatu organisasi bisnis. Lebih lanjut mereka tuding bahwa kebanyakan organisasi pemerintah bahkan tidak tahu siapa pelanggannya. Pejabat/pemimpin daerah justru sebaliknya yang hanya
STIE Putra Perdana Indonesia memenuhi biriokrasi dan bukan ‘pelanggan’. Hal ini sudah tentu sesuai dengan
kondisi yang dihadapi oleh rakyat Indonesia di berbagai daerah yang mana sering ‘bersembunyi’ dibalik birokrasi dan tidak pernah menemui rakyatnya. Ini sangat memprihatinkan memang tetapi bukan berarti tidak ada yang menyadarinya.
Model Serupa Tetapi Tidak Sama
Sistem pemerintahan daerah sesungguhnya sudah lama terbentuk dan diterapkan dengan cara yang seragam (sebelum otonomi daerah). Namun karena model pemerinatah yang lama sudah baku, maka setiap pejabat baru seakan tak kreatif dalam memimpin daerah dan masing-masing pejabat tampak serba kaku.
STIE Putra Perdana Indonesia Kini, di era reformasi dan otonomi daerah, sosok pemimpin daerah justru menjadi penting dan memainkan peran penting. Berikut dua gaya kepemimpinan pejabat
daerah dalam menjalankan administrasi dan birokrasi pemerintahan di daerah yang sangat
dekat
dengan
masyarakat
dan
mengutamakan
masyarakat
dan
memperlakukan rakyatnya bagaikan ‘pelanggan’.
I GedeWinasa adalah seorang Bupati yang peduli dengan pembangunan masyarakat
terutama masyarakat kalangan bawah. Dia berhasil mengintroduksi berbagai program yang tidak popular di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi masyarakat. Dia berpendapat bahwa sekolah sudah disiapkan pemerintah, ada anggarannya. Guru sudah dibayar sebagai PNS, operasional dikasih Pemda, terus dasarnya membayar itu apa? Karena itu ia berpendapat sekolah bagi anak-anak
STIE Putra Perdana Indonesia sudah tidak usah bayar. Bagi dia pendidikan itu hak masyarakat yang harus
dipenuhi. Untuk mencerdaskan kan perlu akses dan akses ini yang dibuka Bupati
InoVasi Volume 8; Nopember 2013
Page 155
STIE Putra Perdana Indonesia Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 13
seluas-luasnya. Dalam hal ini dia juga beranggapan bahwa jangan pernah berpikir sistem subsidi silang di pendidikan. Kaya miskin itu bukan urusan sekolah, itu urusan pajak. Biar mereka yang urus. Ini pendidikan, hak setiap warga negara, tak
peduli kaya atau miskin. Di dalam UU sudah jelas anggaran pendidikanm harus dianggarankan 20%.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta adalah salah satu model manajemen pemerintahan yang drastic. Dalam waktu singkat Jokowi telah melakukan berbagai gebrakan yang belum pernah ditemukan ditempat lain. Manajemen Jokowi ini
STIE Putra Perdana Indonesia sering dikenal sebagai sidak (singkatan dari Inspeksi Mendadak). Semua dilakukan serbadadakan, tanpa pemberitahuan, tanpa persiapan dari pihak yang akan disidak.
Salah satu tujuan sidak adalah untuk menemukan kondisi real, kondisi tanpa
rekayasa. Manajemen ala Jokowi ini ternyata berdampak positif tidak hanya menuai hasil juga memberi contoh nyata kepada bawahannnya.
Sejumlah contoh dari gebrakan Jokowi ini antara lain, ketika Sidak ke beberapa
kelurahan di awal-awal kepemimpinannya. Jokowi memosisikan dirinya sebagai anggota masyarakat yang tengah mengurus dokumen di kantor pemerintah tersebut. Ia minta petugas kelurahan menjelaskan step by step pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Hasil sidak ini, Jokowi menjadi tahu, apakah petugas yang
STIE Putra Perdana Indonesia bersangkutan sudah memahami dengan benar prosedur melayani masyarakat dalam hal pembuatan KTP. Ini dengan sendirinya Jokowi belajar sambil berbuat, dan
memahami dengan langsung ke masalah. Waktu yang dibutuhkan Jokowi untuk
melakukan tugas menjadi lebih cepat. Dari masalah dan solusi (resolusi) ala Jokowi ini terungkap bahwa betapa tak ada sistem manajemen yang dibangun serta ditata di lingkungan Provinsi DKI Jakarta.
Penutup Adanya debirokratisasi mengisyaratkan usaha untuk mengurangi dampak birokrasi sakit. Namun demikian, ini tidak cukup dan perlu aspek etika dikedepankan. Etika kekuasaan ada hubungannya dengan kewenangan memerintah
STIE Putra Perdana Indonesia yang dapat dibenarkan atau tidak dibenarkan menurut kaidah moral. Oleh karena
itu, di dalam system pemerintahan yang sekarang sudah seharusnya bentuk-bentuk
Page 156
InoVasi Volume 8 ; Nopember 2013
STIE Putra Perdana Indonesia Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 13
manajemen baru diterapkan. Michael Barzeley (1992) menekankan pada perlunya
pergeseran dari kepentingan publik menjadi fokus pada hasil dan citizen’s value,
pergeseran dari efisiensi menjadi fokus pada kualitas dan value (efektivitas), pergeseran dari administrasi menjadi produksi pelayanan, pergeseran dari ketaatan pada aturan (norma) ke fokus pada pengendalian. Selain itu juga perlu adanya pergeseran dari penentuan fungsi, otoritas dan struktur menjadi fokus pada misi, pelayanan pelanggan, dan outcomes, pergeseran dari pertimbangan biaya menjadi fokus pada pemberian nilai (value), pergeseran dari
STIE Putra Perdana Indonesia memaksakan tanggung jawab menjadi membangun tanggung jawab, pergeseran dari
mengikuti aturan dan prosedur menjadi berfokus pada pemahaman dan penerapan norma, identifikasi dan penyelesaian masalah, serta perbaikan proses secara
berkelanjutan dan pergeseran dari pemenuhan sistem administratif menjadi fokus pada pelayanan dan pengendalian, memperluas pilihan publik, mendorong tindakan
kolektif, pemberian insentif, pengukuran dan analisis hasil kinerja serta pemberian feedback.
STIE Putra Perdana Indonesia STIE Putra Perdana Indonesia InoVasi Volume 8; Nopember 2013
Page 157
STIE Putra Perdana Indonesia Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 13
Pustaka:
Barzelay, Michael. 1992. Breaking through Bureaucracy. Berkeley, CA: University of California Press. Komunitas Kertas Budaya Jembrana. 2004. Menerjemahkan Otonomi Daerah Tanpa Basa-Basi (Pokok-pokok pikiran Prof. Dr. drg I Gede Winasa). Osborne, David and Ted Gaebler. 1996.”Pemerintahan Berorientasi Pelanggan: Memenuhi Kebutuhan Pelangganm Bukan Birokrasi” di dalam Seri Umum No. 17 Mewirausahakan Birokrasi. Penerbit Pustaka Binaman Pressindo. Pusat Pengembangan Jembrana. 2003 (ed. 2). Jabatan untuk Rakyat: Kisah Kontroversial I Gede Winasa. Reksopoetanto, Soemardi. 1995,”Aspek Birokrasi dalam Mnghadapi Tantangan Liberalisasi Tahun 2020” di dalam Alumni FEUI dan Tantangan Masa Depan: Beragam Pemikiran.
STIE Putra Perdana Indonesia STIE Putra Perdana Indonesia STIE Putra Perdana Indonesia Page 158
InoVasi Volume 8 ; Nopember 2013