STUDI ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB RISALATUL MU’AWANAH KARYA AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI BIN MUHAMMAD AL-HADDAD (1634 - 1720 H / 1044 - 1132 H) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh: ARIF HIDAYATULOH NIM: 111 08 128 FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA TAHUN 1436 H/ 2015 M
i
ii
iii
iv
v
MOTTO
،ُ ال تزلزلٌُ الشّلوك،ِإذا تقوَّى يقنيُ الشَّخصِ كالطّودِ الشَّامخ ُ و ال يستطيع،ّ ويصريُعميٌِ اَلِغَيِبُ شًََادَة،ُوال تزعزعٌُ األويام .ِ بنِ يفرُّ مهٌُ ويفرقُ مو ظمٌِّ ويقهعُ بالسّالمة،ٌِالشيطاى الدّنوَ إلي Apabila keyakinan seseorang telah menjadi kuat bagaikan gunung yang menjulang tinggi, maka segala keragu-raguan tidak akan mampu menggoyahkannya, tidak diombang-ambingkan oleh segala prasangka, dan hal-hal yang ghoib terlihat nyata baginya, serta syaitan pun tidak mampu mendekatinya, bahkan mereka lari terbirit-birit dan menjauh dari bayangannya, serta menerimanya dengan pasrah.
()العارف باهلل عبداهلل بن علوى احلداد
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi yang sederhana ini penulis persembahkan kepada: Bapak-ibuku tercinta yang senantiasa tak pernah berhenti memberikan kasih sayang, semangat serta do’anya sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan. Semua umat manusia, yang selalu senang belajar dan berlatih untuk memahami makna hidup serta mencari ridlo dari Sang Penciptanya. Semua instansi yang membutuhkan pengajaran tentang akhlak para penghuni surga. Semua santri Al-Manar, yang sedang mempelajari dan memperdalam ilmu agama.
vii
KATA PENGANTAR
الريمم ّ الرمح ن ّ بسم اهلل ِ ِ ِ وبصَر احلمد هللِ الّ ِذي ُ َ السعادة للمتق َ ِيق للطالب ّ ،ني ّ ،ني َ أوضح الطار َ وسه َل َ ّ منهج ِ ِ ِ اإلميان وأنو َار ومنحهم أسر َار َ بصائر ادلصدق َ ،ني بسائ ِر احلك ِم واأليكام يف الدِّي ِ ن َ ِ ِ اإليسان والمق ،ادلبني َ ُأشهد أ ْن آل إله ّإل اهلل ُ و،ني ُ ُيَ له َ ويد ل شر ُ ادللَ احلق القائل َم ْ ن يُِرِد اهللُ بِِه ،المني الوعد ُ الص ُ ادق ُ حممدا ً أشهد أ ّن سمّ َدنا ُ و ُ ّ عبد ورسولُه ُ ِ ِ ِ ٍ بإيسان َإَل ذلم،ني َ صلّى اهللُ علمه وعلَى آله وأصحابِه والتّابع،َخْم ًرا يُ َف ِّق ْههُ ِيف الدِّيْ ِ ن ِ .يوم ال ّدي ِ ن Puji syukur penulis panjatkan kepada Sang Raja alam semesta (Allah „Azza wa Jalla). atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana dan jauh dari sempurna. Sholawat dan salam Allah SWT, semoga senantiasa terlimpahkan kepada Sang Pemimpin hidup manusia dan yang menjadi cakrawala rindu para umatnya (nabi Muhammad SAW). Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat diselesaika tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak, Ibuku dan seluruh keluargaku yang telah mendo‟akan dan membantuku dalam menyelesaikan studi di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. 2. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
viii
3. Bapak Dr. Muh Saerozi, M.Ag. Selaku pembimbing yang telah membimbing dalam penulisan skripsi ini.
ix
ABSTRAK
Arif Hidayatuloh. 2015. Studi Analisis Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Risalatul Mu’awanah Karya Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Muh Saerozi, M.Ag. Kata kunci: Nilai-nilai Pendidikan Akhlak. Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad adalah seorang tokoh tasawuf yang terkenal. Salah satu kitabnya adalah Risalatul Mu’awanah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendidikan akhlak menurut Al-Habib Abdullah Bin Alwi Bin Muhammad Al-Haddad dalam kitab Risalatul Mu’awanah. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Bagaimana latar belakang sosial dari kitab Risalatul Mu’awanah, (2) Bagaimana pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab Risalatul Mu’awanah, dan (3) Bagaimana relevansi model pendidikan akhlak kitab Risalatul Mu’awanah dalam konteks kehidupan pelajar sekarang. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research). Sumber data primer adalah kitab Risalatul Mu’awanah, sumber sekundernya adalah terjemahannya dan sumber tersiernya adalah kitab-kitab dan buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian. Adapun teknis analisis data menggunakan metode deskriptif analitis, content analysis dan reflektif thinking. Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam kitab Risalatul Mu’awanah karya Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad sangat relevan dengan pendidikan sekarang, dan sangat dibutuhkan untuk merubah para pelajar yang saat ini masih berakhlak madhmumah (jelek), menjadi pribadi yang berakhlakul karimah (baik). Model pendidikan akhlak dalam kitab Risalatul Mu’awanah bisa dibilang sangat praktis dan tetap berpegang teguh dengan AlQur‟an dan Hadis. Di setiap babnya terdapat uraian-uraian tentang kewajiban, kesunahan dan anjuran yang harus dilakukan oleh seseorang yang cinta bersikap menuju jalan akhirat, yang dari setiap uraiannya disertakan dasar-dasar (dalildalilnya). Dengan demikian, bagi siapa saja yang mempelajarinya pasti akan menjadi lebih yakin, mantap dan termotivasi untuk melaksanakannya.
x
DAFTAR ISI
1. JUDUL ..................................................................................................
i
2. LOGO IAIN .........................................................................................
ii
3. NOTA PEMBIMBING .......................................................................
iii
4. PENGESAHAN KELULUSAN .........................................................
iv
5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...........................................
v
6. MOTTO................................................................................................
vi
7. PERSEMBAHAN................................................................................
vii
8. KATA PENGANTAR.........................................................................
viii
9. ABSTRAK ...........................................................................................
x
10. DAFTAR ISI .......................................................................................
xi
BAB I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................
5
C. Tujuan Penelilitian ...........................................................
5
D. Kegunaan Penelitian ........................................................
5
E. Penegasan Istilah .............................................................. 6 F. Metode Penelitian ............................................................
7
G. Sistematika Penulisan ....................................................... 9 BAB II. BIOGRAFI AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI BIN MUHAMMAD AL-HADDAD
xi
A. Riwayat
Hidup
Al-Habib
Abdullah
bin
Alwi
bin
Muhammad Al-Haddad .................................................
11
B. Pemerintahan Masa Kehidupan Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad .................................
18
C. Madzhab Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad AlHaddad ………….............…………………..…...…….
19
D. Guru-guru Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad AlHaddad …….....……......................................................
20
E. Karya-karya Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad ......................................................................
24
F. Bidang Ilmu kitab Risalatul Mu’awanah .......…...........
30
BAB III. DESKRIPSI PEMIKIRAN AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI BIN MUHAMMAD AL-HADDAD A. Pemikiran Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad AlHaddad Tentang Nilai Pendidikan Akhlak dalam kitab Risalatul Mu’awanah .....................................................
34
1.
Akhlak kepada Allah SWT......................................
35
2.
Akhlak terhadap diri sendiri ...................................
37
3.
Akhlak terhadap lingkungan ...................................
41
B. Pengertian Nilai-Nilai Pendidikan .................................
45
C. Pengertian Pendidikan Akhlak ......................................
49
xii
BAB IV. ANALISIS RELEVANSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK KITAB RISALATUL MU’AWANAH DALAM PENDIDIKAN AKHLAK SEKARANG A. Latar Belakang Penulisan Kitab Risalatul Mu’awanah .. 54 B. Metode yang Digunakan dalam Pendidikan Akhlak .....
57
C. Relevansi Pendidikan Akhlak Kitab Risalatul Mu’awanah dalam Konteks Kehidupan Pelajar Sekarang .................. 61 1.
Akhlak kepada Allah SWT......................................
61
2.
Akhlak terhadap diri sendiri ...................................
66
3.
Akhlak terhadap lingkungan ...................................
79
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................
89
B. Saran ..............................................................................
91
C. Implikasi Penelitian .......................................................
92
D. Kata Penutup ..................................................................
93
11. DAFTAR ISI 12. LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Saat ini lingkungan pergaulan sudah sangat mengkhawatirkan, karena sudah sangat banyak hal-hal yang buruk yang dilakukan oleh remaja. Lingkungan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam kehidupan, dan dapat membentuk suatu kebiasaan terhadap seseorang. (AlJaza‟iri, tt: 223). Terlebih pada pertumbuhan anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah. Baik buruknya lingkungan sedikit banyak akan diikuti oleh mereka. Padahal semua orang telah menyaksikan bagaimana perilaku orang-orang yang berada di sekelilingnya sangat memprihatinkan. Kemerosotan akhlak pada anak-anak saat ini dapat dilihat dengan banyaknya tawuran, mabuk, membolos, berani dan durhaka kepada orang tua, bahkan sampai membunuh. (Jawa Pos, 2014: 1). Hal ini menjadi keprihatinan bersama. Apabila tidak ada cara untuk membentengi anakanak (pelajar) dari terjangan lingkungan yang buruk, maka bisa dipastikan mereka akan terpengaruh oleh lingkungan yang buruk, dan bukan tidak mungkin mereka juga akan menjadi terbiasa untuk melakukan perbuatan yang buruk. Sesungguhnya manusia mereka yang masih janin, bayi, kanakkanak, remaja dan lain-lain. Itu nantinya sudah tentu mereka akan menjadi dewasa, menjadi manusia besar yang akan merupakan generasi baru untuk menggantikan para orangtua sekarang yang sudah tua-tua. Orangtua pun 1
secara pasti akan meninggalkan hidup mereka di alam fana ini, melanjudkan perjuangan dan pengkhidmatan pendahulunya terhadap bangsa, negara, juga agama. (Al-Ghalayaini, 2000: 313). Oleh karena itu, orangtua harus lebih memperhatikan anak-anaknya dalam soal pendidikan, terutama pendidikan tentang akhlak. Supaya mereka tidak mudah terpengaruh dengan keadaan lingkungan yang buruk seperti saat ini. Pada masa yang akan datang kelak, mereka akan menjadi pilar-pilar penerus perjuangan yang memiliki tingkah laku (akhlak) yang baik, menjadi penerus bangsa negara, dan juga agama. Pendidikan akhlak merupakan bagian besar dari isi pendidikan Islam, posisi ini terlihat dari kedudukan al-qur‟an sebagai referensi paling penting tentang akhlak bagi kaum muslimin: individu, keluarga, masyarakat, dan umat. Akhlak merupakan buah Islam yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan serta membuat hidup dan kehidupan menjadi baik. Akhlak merupakan alat kontrol psihis dan sosial bagi individu dan masyarakat. Tanpa akhlak, masyarakat manusia tidak akan berbeda dari kumpulan binatang. (Munzier, 2008: 89). Dengan bekal pendidikan akhlak, seseorang dapat mengetahui batas mana yang baik dan mana yang buruk. Juga dapat menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Orang yang berakhlak dapat memperoleh irsyad, taufik, dan hidayah sehingga dapat bahagia di dunia dan di akhirat. Kebahagian hidup oleh setiap orang selalu didambakan kehadirannya di dalam lubuk hati. Hidup bahagia merupakan hidup
2
sejahtera dan mendapat ridha dari Allah SWT dan selalu disenangi oleh sesama makhluk. (FIP-UPI, 2007: 18). Salah seorang ulama‟ yang mengkaji dan memberikan pendidikan akhlak secara mendalam adalah Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad. Dia adalah seorang guru besar dalam bidang pendidikan akhlak, baik akhlak dhahir (lahir) maupun bathin (batin). Sejarah menyebutkan bahwa Al-Habib Abdullah Al-Haddad tidak tidur di waktu malam untuk beribadah kecuali sedikit saja. Yang demikian itu adalah untuk meneladani amalan Rasulullah SAW yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk tidak tidur di waktu malam kecuali sedikit saja. Firman Allah SWT :
Artinya: “Hai orang yang berselimut (Muhammad)!, bangunlah (untuk sholat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)”. (Q.S. Al-Muzammil: 1-2). (http//www.al-quran-digital.com). Allah SWT juga telah memuji mereka yang menghidupkan malam dengan ibadah kepadaNya. Firman Allah SWT :
Artinya: “Adalah mereka itu sedikit tidur pada malam hari. Dan ketika waktu sahur mereka meminta ampun”. (Q.S. Adz-Dzariyat: 17). (http//www.al-quran-digital.com). Al-Habib Abdullah Al-Haddad berkata: "Kami telah melaksanakan segala sunnah Nabi SAW, dan tiada satu sunnah yang kami tinggalkan”. Sebagai membenarkan akan ucapannya itu, Al-Habib Abdullah Al-Haddad
3
pada akhir umurnya memanjangkan rambutnya hingga bahunya, karena rambut Rasulullah SAW adalah demikian. (http://www.darulmurtadza.com/2011/12/riwayat-hidup-imam-abdullahbin-alwi-al.html). Selain dikenal sebagai seorang yang ahli dalam mendidik akhlak, Al-Habib Abdullah Al-Haddad juga dikenal sebagai seorang yang produktif dalam karya tulis. (Musthofa, 1994: 163). Karya-karyanya banyak sekali, salah satu karyanya yang ada di Indonesia, yang banyak dikaji oleh majlis-majlis pengkajian ilmu adalah kitab Risalatul Mu’awanah. Kitab ini tergolong praktis, di dalamnya terdapat berbagai ulasan-ulasan yang berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan akhlak beserta dalil-dalilnya (dasar-dasarnya), yang bisa dijadikan acuan untuk mempengaruhi dan memformulasikan nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kehidupan sehari-hari para siswa (pelajar). Dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menggali nilainilai pendidikan Akhlak yang terdapat dalam kitab Risalatul Mu’awanah, yang memuat ulasan-ulasan pemikiran dari Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad tentang tata cara dan langkah-langkah seseorang menempuh jalan kehidupan menuju kebahagiaan dunia akhirat. Untuk itu, maka dalam penelitian ini penulis memberi judul: STUDI ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB RISALATUL MU’AWANAH KARYA AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI BIN MUHAMMAD AL-HADDAD. Penulis akan berusaha mengulas nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam kitab Risalatul
4
Mu’awanah. Diharapkan nantinya dapat dijadikan referensi dalam pembimbingan akhlak para pelajar dan juga masyarakat umum. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana latar belakang sosial dari kitab Risalatul Mu’awanah?
2.
Bagaimanakah model Pendidikan Akhlak yang terdapat dalam kitab Risalatul Mu’awanah?
3.
Bagaimanakah relevansi model Pendidikan Akhlak kitab Risalatul Mu’awanah dalam konteks kehidupan pelajar sekarang?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1.
Mengetahui latar belakang sosial dari kitab Risalatul Mu’awanah.
2.
Mengetahui bagaimanakah model Pendidikan Akhlak yang terdapat dalam kitab Risalatul Mu’awanah.
3.
Mengetahui relevansi model Pendidikan Akhlak kitab Risalatul Mu’awanah dalam konteks kehidupan pelajar sekarang.
D. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua bagian, yaitu: 1.
Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi teoritis bagi dunia pendidikan akhlak.
5
2.
Kegunaan Praktis Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas lembaga pendidikan terutama pendidikan Islam. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Indonesia.
E. Penegasan Istilah Untuk menghindari penafsiran dan kesalah pahaman, maka penulis kemukakan pengertian dan penegasan judul skripsi ini sebagai berikut: 1.
Nilai Pendidikan Akhlak Nilai adalah sesuatu yang dianggap baik, disukai, dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga prefrensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatanperbuatannya. (Ensiklopedia Pendidikan, 2009: 106). Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan, bagi peranannya di masa yang akan datang. (Hamalik, 2010: 14). Akhlak adalah suatu bentuk yang kuat di dalam jiwa sebagai sumber perbuatan otomatis dengan suka rela, baik atau buruk, indah atau jelek, sesuai pembawaanya, ia menerima pengaruh pendidikan kepadanya, baik maupun jelek kepadanya. (Al-Jaza‟iri, tt: 223). Dengan demikian Nilai Pendidikan Akhlak adalah adalah sesuatu yang dianggap baik untuk diusahakan dalam membimbing dan mengarahkan seseorang supaya mencapai suatu tingkah laku (akhlak)
6
yang terpuji, serta menjadikannya sebagai suatu kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. 2.
Risalatul Mu’awanah Ini adalah kitab yang ditulis oleh Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad pada abad ke-12 Hijriyah. Ketika ia masih berumur 26 tahun. Arti kitab ini mempunyai pengertian ringkasan pertolongan bagi orang-orang mukmin yang cinta bersikap menuju jalan akhirat. Sebagaimana judulnya, kitab ini membahas penjelasan berbagai mau’idloh (nasehat) tentang tata cara dan langkah-langkah yang harus ditempuh oleh setiap orang mukmin yang mengharapkan kebahagian di dunia dan akhirat. Kitab ini terdiri 38 bab pembahasan, dimulai dari pengenalan terhadap pengarang (ta’rif al-muallif), kemudian khutbah kitab dilanjutkan dengan bab satu, dua, tiga sampai 38. Pada bagian akhir ditulis beberapa wasiat al-rohaniah (wasiat yang bersifat kerohaniahan) dari Allah SWT. Yang diturunkan melalui beberapa hadis qudsi dengan periwayatan yang shahih, yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, dan fahrasat (daftar isi).
F. Metode Penelitian 1.
Pendekatan Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif Literer. Yaitu pendekatan yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka secara langsung. Dalam hal ini hendak diuraikan nilai-nilai
7
pendidikan
akhlak
dalam
Kitab
Risalatul
Mu’awanah
dan
relevansinya dengan kehidupan kontemporer. 2.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode library research (penelitian kepustakaan). Maka peneliti menggunakan teknik yang diperoleh dari perpustakaan dan dikumpulkan dari kitab-kitab dan buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian. Yang terdiri dari tiga sumber: a.
Sumber Primer, adalah sumber yang langsung berkaitan dengan permasalahan yang didapat yaitu: kitab Risalatul Mu’awanah.
b.
Sumber Skunder, adalah data yang diperoleh dari sumber pendukung untuk memperjelas data primer. Yaitu terjemahan kitab Risalatul Mu’awanah.
c.
Sumber Tersier, dalam penelitian ini, data tersiernya penulis ambil dari kitab-kitab, buku-buku, dan media elektronik seperti internet, yang mendunkung objek penelitian.
3.
Teknik Analisis Data Dalam menganalisis data yang ada, penulis menggunakan dua metode yaitu: a.
Metode Content Analysis Metode Content Analysis (analisis isi) menurut Weber sebagaimana dikutip oleh Soejono dalam bukunya yang berjudul:
8
Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, adalah: “metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen”. (Soejono, 2005: 13). Dengan teknik analisis ini penulis akan menganalisis terhadap makna atau pun isi yang terkandung dalam ulasan-ulsan kitab Risalatul Mu’awanah dan kaiatanya dengan nilai-nilai pendidikan akhlak. b.
Metode Reflektif Thinking Metode Reflektif thinking yaitu berfikir yang prosesnya mondar-mandir antara yang emperi dengan yang abstrak. Emperi yang khusus dapat saja menstimulasi berkembangnya yang abstrak yang luas, dan menjadikan mampu melihat relevansi emperi pertama dengan emperi-emperi yang lain yang termuat dalam abstrak baru yang dibangunnya. (Muhadjir, 1991: 66-67). Metode ini digunakan untuk melihat relevansi antara kitab Risalatul
Mu’awanah
dan
nilai-nilai
pendidikan
akhlak
kontemporer. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang penulis maksud di sini adalah sistematika penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud
9
penulisan skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut: Bab Pertama. Pendahuluan, menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian, Penegasan Istilah, dan sistematika Penulisan sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini. Bab Kedua. Biografi dan pemikiran Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad, menguraikan tentang: Biografi Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad, yang meliputi riwayat kelahiran, kehidupan intelektual, dan perjalanan karirnya. Selain itu dalam bab ini juga membahas perkembangan intelektual dan karya-karyanya. Bab Ketiga. Deskripsi pemikiran Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad. Bab Keempat. Pembahasan, menguraikan signifikansi pemikiran, relevansi pemikiran, dan implikasi. Bab Lima. Penutup, menguraikan kesimpulan, saran, implikasi penelitian, dan kata penutup.
10
BAB II BIOGRAFI AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI BIN MUHAMMAD ALHADDAD
A. Riwayat Hidup Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad AlHaddad 1.
Kelahiran, Keturunan dan Tempat Tinggal Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad dilahirkan pada malam senin tanggal 5 Shafar tahun 1044 H/ 30 Juli tahun 1634 M. di Subair (sebuah perkampungan di pinggiran kota Tarim, Hadlramaut, Yaman). Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah Keturunan dari Sayyid Alwi bin Muhammad Al-Haddad, yang dikenal sebagai seorang yang shaleh, serta diyakini sudah mencapai derajad Al-Arifin (ma‟rifat) dan Syarifah Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi, yang juga dikenal sebagai wanita yang shalehah. (Al-Badawi, 1994: 39-40). Nasab Al-Habib Abdullah Al-Haddad bersambung kepada kekasih Allah SWT, Nabi Muhammad SAW melalui jalur Sayyiduna Al-Husein RA, putra dari Amirul Mukminin Sayyiduna Ali bin Abi Thalib RA, dan Sayyidatuna Fathimah Az-Zahro RA, putri dari Rasulullah SAW. Urutan nasab Al-Habib Abdullah Al-Haddad sampai Nabi Muhammad SAW dapat dilihat pada bagan sebagai berikut:
11
Sayyiduna Muhammad SAW
Sayyidatuna Khatijah AlKubro RA
Sayyidatuna Fathimah Az-Zahro RA Sayyiduna Ali bin Abi Tholib RA Al-Imam Al-Husein
Ali Zainal „Abidin
Ja‟far As-Shodiq
Muhammad Al-Baqir
Ali Al-Uraydhi
Muhammad An-Naqib
Ahmad Al-Muhajir
Isa Ar-Rumiy
Ubaidillah
Alwi Ba‟lawi Shohib Saml
Alwi
Muhammad
Ali Kholi‟ Qosam
Muhammad Sohib Mirbath
Abdurrahman
Alwi Al-Faqih Al-Muqaddam
Ahmad Al-Faqih
Abdullah
Ahmad
Muhammad
Abu Bakar
Ahmad Al-Haddad
Muhammad
Alwi
Abdullah
Ahmad
Sayyid Alwi
Muhammad Al-Haddad
Syarifah Salma binti Idrus Al-Imam Al-„Alamaah, Al-Habib Abdullah Al-Haddad, AlHadlromiy, Asy-Syafi‟i, Al-Asy‟ari.
12
Demikianlah runtunan nasab Al-Habib Abdullah Al-Haddad yang sampai pada baginda Nabi Muhammad SAW melalui jalur Sayyiduna Al-Husain RA. (http://darulmurtadza.com/imam-abdullahbin-alwi-al-haddad/). Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad tinggal disebuah tempat bernama Al-Hawi. Al-Hawi adalah sebuah kawasan yang berdekatan dengan Tarim, ia menetap disana (Al-Hawi) pada tahun 1099 H. Sayyid Muhammad bin Ahmad Al-Syathiri (Sejarawan dari Hadlramaut) berkata: ”Sesungguhnya Al-Habib Abdullah Al-Haddad mendirikan Al-Hawi semata-mata untuk mempunyai tapak yang berdiri sendiri untuknya dan ahli keluarganya serta para pengikutnya, dan tidak tertakluk kepada pentadbiran (pemikiran) Qadli Tarim pada masa itu. Ia merupakan tempat yang strategi untuk mendapatkan segala yang baik daripada Tarim, dan kawasan yang terlindung dari segala fitnah dan kejahatan dari tempat itu”. Dengan demikian Al-Hawi menjadi kawasan yang selamat lagi dihormati. Al-Habib Abdullah Al-Haddad membangun rumahnya di AlHawi pada tahun 1074 H, lalu berpindah dari Subair kesana pada tahun 1099 H. Ia membangun masjidnya berhampiran dengan rumahnya, dan mengajar di sana selepas salat asar setiap hari, dan pagi hari kamis dan senin, serta hadlrah (rebana) pada setiap malam Jum‟at selepas salat isya‟. Maka dengan berbagai aktivititas, Al-Hawi
13
menjadi tumpuan kepada para ulama‟, dan orang-orang shaleh, serta tempat perlindungan bagi kaum fakir miskin, dan merupakan zona selamat, aman, dan tenteram. 2.
Ketekunan Ibadahnya Pada tahun 1079 H, Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad telah berangkat untuk menunaikan ibadah haji. Setelah sampai di Makkah, ramai penduduk Makkah yang menyambut kedatangannya, dan di sana ia tinggal di rumah Sheikh Husain Ba Fadal. Al-Habib Abdullah Al-Haddad menceritakan keberadaannya dirumah Sheikh Husain Ba Fadlal, Al-Habib Abdullah berkata: “Sesungguhnya Sheikh Husain berkata: Aku mempunyai dua lautan di mana aku mengambil dari keduanya, yang pertama: adalah lautan dzahir, yaitu Sheikh Ahmad Al-Qusyasyi, yang kedua: lautan batin, yaitu Sayyid Muhammad bin Alwi As-Seggaf, dan Allah SWT telah
mengumpulkan
kedua
lautan
itu
padamu
untukku”.
(http://darulmurtadza.com/imam-abdullah-bin-alwi-al-haddad/). Pada tahun itu, wuquf di Arafah jatuh pada hari jum‟at, ramai penduduk Makkah pada ketika itu yang datang kepadanya. Ketika AlHabib Abdullah Al-Haddad sedang duduk di sebelah Hijir Isma‟il, ia didatangi oleh Syarif Barakaat bin Muhammad, lalu meminta do‟a kepadanya agar permintaanya di kabulkan oleh Allah SWT (tanpa memberitahu apakah hajatnya itu), maka Al-Habib Abdullah AlHaddad mendo‟akan untuknya. Ketika Syarif Barakaat pergi, Al-
14
Habib Abdullah Al-Haddad bertanya: Siapakah dia itu? ia diberitahu kalau dia adalah salah seorang yang besar di Makkah. Lalu Al-Habib Abdullah berkata: “Dia meminta untuk menjadi raja di Makkah, dan Allah SWT telah mengabulkan permintaanya”. Syarif Barakaat di lantik
menjadi
pemimpin
di
Hijaz
pada
tahun
1082
H.
(http://darulmurtadza.com/imam-abdullah-bin-alwi-al-haddad/). Pada hari Jum‟at 1 Muharram 1080 H, bertepatan dengan masuknya waktu salat fajar, Al-Habib Abdullah Al-Haddad telah di pelawa untuk menjadi imam pada salat subuh di Masjidil Haram di Makkah. Ia membaca surah As-Sajdah dan surah Al-Insan. Al-Habib Abdullah Al-Haddad melangsungkan perjalanannya menuju kota Madinah Al-Munawwarah. Telah diceritakan bahwa, ia tidak tidur dalam perjalanannya menuju kota Madinah kecuali sedikit sekali, di sebabkan kerinduan yang mendalam di dalam hatinya. Dia mengungkapkan akan kerinduannya itu dalam syairnya:
ب ْ اح ِم ْ ن َخالِص َ يَل ّذ لَناَ أ ْن لَ يل ّذ لنا ال َكَرى * دلا َخال ِّ ُاحل ْ ط َ األرَو
Artinya:”Sungguh kami merasakan kenikmatan dimana kami tidak meraza nikmat dengan tidur, Ketika kemurnian cinta telah menyatu dengan ruh”.
Ketika Al-Habib Abdullah Al-Haddad menghampiri kota Madinah, ia dapat mencium bau wangi serta merasakan adanya cahaya yang bersinar. Ia mengungkapkan dalam syairnya:
فلما بلغ نا طم بةً ورب وعه ا * مشمنا شذى يزري بعرف العن ِب كل ادلقاب ِر ْ و ّ كل جان ب * ولح السنا م ن خري ّ أشرقت األنو ُار م ن 15
بالسعادةِ سافر ٍ * مع الفجر وصلنا وافمنا ادلدينة طاب م ن ّ صباح علمنا
Artinya:”Ketika kami sampai di Thaibah (Madinah), kami mencium bau sangat wangi, mengalahkan wangian-wangian anbar. Cahaya menyinari segala penjuru, cahaya itu bersinar melalui kubur sebaikbaik manusia. Bersamaan dengan waktu fajar, kami sampai ke Madinah, sungguh indah pagi itu bagi kami dengan kebahagiaan”. Sejarah menyebutkan bahwa Al-Habib Abdullah Al-Haddad tidak tidur di waktu malam untuk beribadah kecuali sedikit saja. Yang
demikian itu adalah untuk meneladani amalan Rasulullah SAW yang di perintahkan oleh Allah SWT untuk tidak tidur di waktu malam kecuali sedikit saja. Firman Allah SWT:
Artinya: “Hai orang yang berselimut (Muhammad)!, bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)”. (Q.S. AlMuzammil: 1-2). (http//www.al-quran-digital.com). Allah SWT juga telah memuji mereka yang menghidupkan malam dengan ibadah kepadaNya. Firman Allah SWT:
Artinya: “Adalah mereka itu sedikit tidur pada malam hari. Dan ketika waktu sahur mereka meminta ampun (kepada Allah).” (Q.S. AdzDzariyat: 17). (http//www.al-quran-digital.com). Al-Habib
Abdullah
Al-Haddad
berkata:
"Kami
telah
melaksanakan segala sunah Nabi SAW, dan tiada satu sunah yang kami tinggalkan”. Sebagai membenarkan akan ucapannya itu, beliau pada akhir umurnya memanjangkan rambutnya sehingga bahunya, Karena rambut Rasulullah SAW adalah demikian.
16
(http://www.darulmurtadza.com/2011/12/riwayat-hidup-imamabdullah-bin-alwi-al.html) 3.
Peristiwa Wafatnya Al-Habib Abdullah Al-Haddad menghabiskan umurnya untuk menuntut ilmu dan mengajar, berdakwah dan mencontohkannya dalam kehidupan. Hari kamis 27 Ramadhan 1132 H, dia sakit tidak ikut salat asar berjama‟ah di masjid dan pengajian rutin sore. Ia memerintahkan orang-orang untuk tetap melangsungkan pengajian seperti biasa dan ikut mendengarkan dari dalam rumah. Malam harinya, ia salat isa‟ berjama‟ah dan tarawih. Keesokan harinya ia tidak bisa menghadiri salat jum'at. Sejak hari itu, penyakitnya semakin parah. Ia sakit selama 40 hari sampai akhirnya pada malam selasa, 7 Dzul-qo‟dah 1132 H / 10 September 1712 M, ia kembali menghadap Yang Kuasa di Al-Hawi, disaksikan anaknya, Hasan. Ia wafat dalam usia 89 tahun. Ia meninggalkan banyak murid, karya dan nama harum di dunia. Di kota tarim, di pemakaman Zanbal ia dimakamkan. (AlBadawi, 1994: 171-172). Putranya yang bernama Hasan yang merawatnya ketika sakit. Habib Hasan menceritakan bahwa: Sesungguhnya Al-Habib Abdullah Al-Haddad dalam sakitnya banyak mengulangi hadis yang terakhir dalam Shahih Al-Bukhari, yaitu:
ِ َ يبِمبت،ان ِيف الْ ِممز ِان ِ َ ثَِقملَت،ان ِ ان علَى اللِّس ِ ِ ِ ِ ُُهَا،الر ْمحَ ِ ن َّ ان إِ ََل َ ََكل َمتَان َخفم َفت َ َ َ َ . ُسْب َحا َن اللَّ ِه الْ َع ِظم ِم،ِ ُسْب َحا َن اللَّ ِه َوِِبَ ْم ِد 17
Artinya: Dua kalimat ringan dilisan, berat di timbangan, di senangi ِِ ِ ِ oleh Yang maha Pengasih yaitu: حا َن اللَّ ِه الْ َع ِظم ِم َ ُسْب, سْب َحا َن اللَّه َوِبَ ْمد. ُ Al-Habib Abdullah Al-Haddad meninggal dunia pada 1/3 malam yang pertama, tak seorang pun yang mengetahui berita kewafatannya kecuali di waktu pagi. Keadaan menjadi sangat memilukan ramai pengikutnya. Berduyun-duyun manusia datang untuk menghadiri pemakamannya. Al-Habib Hasan (putranya) dan Al-Habib Umar bin Hamid adalah orang yang menangani pemandiannya. Shalat jenazah diimamkan oleh Al-Habib Alwi (putranya), dan di hadiri oleh lebih kurang dua puluh ribu (20.000) orang. Al-Habib Abdullah Al-Haddad di makamkan bersamaan dengan terbenamnya matahari, oleh karena terlalu ramai manusia yang mengahdiri jenazahnya. (Al-Badawi, 1994: 173). B. Pemerintahan Masa Kehidupan Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad (1044-1132 H/ 1634-1720 M) Al-Habib Abdullah Al-Haddad lahir pada masa Dinasti Turki Usmani, yang dipimpin oleh Sultan Murad IV (1623-1640 M). Yaman yang pada waktu itu di bawah kekuasaan Turki Usmani. Al-Habib Abdullah Al-Haddad melewati tujuh periode kepemimpinan kerajaan, mereka adalah: 1.
Sultan Murad IV (1623-1640 M).
2.
Sultan Ibrahim (1640-1648 M).
3.
Sultan Muhammad IV (1648-1678 M). 18
4.
Sultan Sulaiman II (1678-1691 M).
5.
Sultan Ahmad II (1691-1695 M).
6.
Sultan Musthofa II (1695-1703 M).
7.
Sultan Ahmad III (1703-1730 M). Pergantian pemimpin yang cepat dalam beberapa periode ini,
menunjukkan bahwa pada masa itu Islam sedang dalam periode kemunduran, keperkasaan pasukan Islam waktu itu sedang mengalami masa stagnan. Pada masanya, Inggris sudah terbiasa berdagang di Yaman, sedang Portugis telah menguasai pulau Socotra, 350 km lepas pantai. Ekspansi Islam pun sudah berhenti. Selain itu, kawasan Hadramaut mengalami periode kehancuran. Ketika Al-Habib Abdullah Al-Haddad berusia 25 tahun, Hadramaut ditaklukkan oleh kelompok Qasimi Zaydiyah dari Yaman Utara. Kaum Hadrami mendapatkan kembali kemerdekaannya pada tahun 1715 Hijriyyah, saat Al-Habib Abdullah berusia 81 tahun. (http://anneahira.com/sejarah-kerajaan-turki -usmani.html). C. Madzhab Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad Al-Habib Abdullah Al-Haddad dalam sejarah Islam, ia dikenal sebagai salah satu mursyid tarekat (toriqoh ba‟lawi), ia adalah penganut aqidah Sunni Asy‟ariyah, dan pengikut madzhab Syafi‟i. Al-Habib Abdullah sangat memahami kitab-kitab madzhab Imam Syafi‟i. Sampaisampai yang dahulu adalah gurunya, kemudian menjadi muridnya. Salah satunya yaitu Sheikh Bajubair, dimana Al-Habib Abdullah Al-Haddad dulunya telah berguru kepada Sheikh Bajubair dalam ilmu Fiqh, dan ia
19
telah belajar kitab Al Minhaj (kitab Fiqh madzhab Imam Syafi‟i) dari Sheikh Bajubair. Sheikh Bajubair merantau ke negeri India, setelah beberapa lama berada di sana, lalu kemudian ia kembali ke Hadlramaut. Setelah di Hadlramaut ia belajar kitab Ihya ‘Ulumuddin Karya Imam Al-Ghozali kepada Al-Habib Abdullah Al-Haddad. Hal ini menunjukkan akan keluasan ilmu Al-Habib Abdullah yang di berikan oleh Allah SWT kepadanya. D. Guru-guru Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad tumbuh besar dalam lingkungan keluarga yang baik, ia mendapat didikan awal dari ayahandanya Al-Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad dan ibundanya Syarifah Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi. Di masa kecilnya, ia menyibukkan diri untuk menghafal Al-Qur‟an, dan bermujahadah untuk mencari ilmu, sehingga berjaya mendahului rekanrekannya. Al-Habib Abdullah Al-Haddad sangat gemar menuntut ilmu. Kegemarannya
ini
membuatnya
seringkali
melakukan
perjalanan
berkeliling ke berbagai kota di Hadlromaut, menjumpai kaum sholihin (orang-orang yang saleh) untuk menuntut ilmu dan mengambil berkah dari mereka. Telah dicatatkan bahwa, jumlah bilangan guru-guru Al-Habib Abdullah melebihi 140 guru, ia telah mengambil ilmu dan berkah dari para
20
guru-gurunya itu. Di antara guru-guru dari Al Habib Abdullah Al-Haddad adalah sebagai berikut: 1.
Al-Quthb Anfas Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-„Athos bin „Aqil bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman Asseqaf (wafat: 1072 H),
2.
Al-„Allamah Al-Habib Abdurrahman bin Syekh Maula „Aidid Ba'Alawy (wafat: 1068 H),
3.
Al-„Allamah Al-Habib Sahl bin Ahmad BaHasan Al-Hudaily Ba'Alawy,
4.
Al-„Allamah Al-Habib „Aqil bin Abdurrahman bin Muhammad bin Ali bin „Aqil bin Syaikh Ahmad bin Abu Bakar bin Syaikh bin Abdurrahman Asseqaf,
5.
Al-Mukarromah Al-Habib Muhammad bin Alwi bin Abu Bakar bin Ahmad bin Abu Bakar bin Abdurrahman Asseqaf yang tinggal di Mekkah (1002–1071 H).
6.
Syaikh Al-Habib Abu Bakar bin Imam Abdurrahman bin Ali bin Abu Bakar bin Syaikh Abdurrahman Asseqaf,
7.
Sayyid Syaikhon bin Imam Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim,
8.
Al-Habib Syihabuddin Ahmad bin Syaikh Nashir bin Ahmad bin Syaikh Abu Bakar bin Salim,
9.
Sayyidi Syaikh Al-Habib Jamaluddin Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Syaikh Al-‟Arif Billah Ahmad bin Quthbil
21
Aqthob Husein bin Syaikh Al-Quthb Al-Robbani Abu Bakar bin Abdullah Al-Idrus (1035-1112 H), 10. Syaikh Al-Faqih Al-Sufi Abdullah bin Ahmad Ba Alawy Al- Asqo, 11. Sayyidi Syaikh Al-Imam Ahmad bin Muhammad Al-Qusyasyi (wafat 1071 H). 12. Al-„Arif billah Syaikh Muhammad bin „Alawi as-Saqqaf al-Makki Dari guru-gurunya itulah Al-Habib Abdullah Al-Haddad menerima banyak ilmu hingga menekuni tasawwuf, dan dari guru-gurunya tersebut dengan
kajiannya
yang
mendalam
di
berbagai
ilmu
keislaman
menjadikannya benar-benar menjadi orang yang `alim, menguasai selukbeluk syari`at dan hakikat, memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi dalam bidang tasawwuf, sampai ia menyusun sebuah Ratib (wirid-wirid perisai diri, keluarga dan harta) yang kini dikenal di seluruh penjuru dunia. Hingga diakhiri memperoleh tingkat Al-Qutub Al-Ghauts (Wali tertinggi yang bisa menjadi wasilah pertolongan). (http://darulmurtadza.com/imamabdullah-bin-alwi-al-haddad/). Sanad keilmuan Al-Habib Abdullah Al-Haddad dengan gurugurunya di atas, bersambung sampai Rasulullah SAW, dan Rasul sendiri menerimanya dari Allah SWT. Di sini penulis akan menerakan salah satu mata rantai keilmuan Al-Habib Abdullah yang hingga sampai kepada Allah SWT. Penulis akan menerakan urutan keilmuannya, yang melalui Al-Quthb Anfas Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-„Athos. Mata rantai keilmuannya adalah sebagai berikut:
22
Allah ‘Azza wa Jalla
Sayyiduna Muhammad SAW Sayyiduna Ali bin Abi Tholib RA
Al-Imam Al-Husein
Ali Zainal „Abidin
Ja‟far As-Shodiq
Muhammad Al-Baqir
Ali Al-Uraydhi
Muhammad An-Naqib
Ahmad Al-Muhajir
Isa Ar-Rumiy
Ubaidillah
Alwi Shohib Saml
Alwi
Muhammad
Ali Kholi‟ Qosam
Muhammad Sohib Mirbath
Muhammad al Faqih al Muqaddam Alwi al Ghoyur
Ali Ali
Syeikh Abdurrahman As-Seggaf
Muhammad Maulah Dawilah
Abdullah
Abdurrahman
Salim
Ubaidullah
Aqil
Abdurrahman
Al-Quthb Anfas Al-Habib Umar Al-„Athos Al-Imam Al-„Alamaah, Al-Habib Abdullah Al-Haddad, AlHadlromiy Asy-Syafi‟i Al-Asy‟ari
23
Al-Habib
Abdullah Al-Haddad
adalah seorang da‟i
yang
menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan sangat mengesankan dan sebagai seorang penulis yang produktif, yang karya-karyanya tetap dipelajari orang sampai saat ini. Banyak dari para penuntut ilmu yang datang untuk berguru kepadanya. Keaktifannya dalam berdakwah menjadikannya digelari Quthbid Dakwah wal Irsyad ( Wali Tertinggi yang memimpin dakwah). Berkat ketekunan dan akhlakul karimah yang Al-Habib Abdullah Al-Haddad miliki pada saat usia yang sangat dini, ia dinobatkan oleh Allah SWT dan guru-gurunya sebagai da‟i, yang menjadikan namanya harum di seluruh penjuru wilayah Hadlramaut dan mengundang datangnya para murid yang berminat besar dalam mencari ilmu. Mereka ini tidak datang hanya dari Hadlramaut tetapi juga datang dari luar Hadlramaut. Mereka datang dengan tujuan menimba ilmu, mendengar nasihat dan wejangan serta
tabarrukan
(mencari
berkah),
memohon
do‟a
darinya.
(http://darulmurtadza.com/imam-abdullah-bin-alwi-al-haddad/). E. Karya-karya Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad AlHaddad Selain dikenal sebagai seorang yang ahli dalam berdakwah, AlHabib Abdullah Al-Haddad juga dikenal sebagai salah seorang penulis yang produktif. Ia mulai menulis ketika berumur 25 tahun dan karya terakhirnya ditulis pada ketika usianya 86 tahun. Keindahan susunan bahasa serta mutiara-mutiara nasehat yang terdapat dalam karya-karyanya,
24
menunjukkan akan keahliannya dalam berbagai ilmu agama. Bukan hanya kaum awam saja yang membaca dan menggemarinya, akan tetapi sebagian ulama‟ pun menjadikannya sebagai pegangan dalam berdakwah. (AlBadawi, 1994: 163). Keistimewaan dari karya-karya Al-Habib Abdullah adalah mudah difahami oleh semua kalangan, mengikut kefahaman masing-masing. Sehingga buku-bukunya telah dicetak beberapa kali dan sudah diterjemahkan kedalam beberapa bahasa. Adapun karya-karya Al-Habib Abdullah Al-Haddad diantaranya adalah sebagai berikut: 1.
Risalah Al-Mudzaakarah Ma’a Al-Ikhwan Al-Muhibbin Min Ahl AlKhair Wa Ad-Din (ٍِّ)رساىح اىَذامزج ٍع اإلخىاُ واىَحثٍِّ ٍِ أهو اىخٍز واى Berisi tentang definisi takwa, cinta menuju jalan akhirat, zuhud dari dunia, kitab ini sangat cocok untuk menerangkan hati. Kitab ini selesai ditulis oleh Al-Habib Abdullah pada hari ahad sebelum waktu dhuhur, akhir bulan Jumadil Awwal tahun 1069 H. (Al-Badawi, 1994: 163).
2.
Risalah al-Mu’aawanah wa al-Mudzaaharah wa al-Mu`aazirah li arRaghibin minal Mu’minin fi Suluki Thoriqil Akhirah ( رساىح اىَعاوّح )واىَظاهزج واىَؤاسرج واىَؤسرج ىيزاغثٍِ ٍِ اىَؤٍٍِْ فى سيل طزٌك األخزج Kitab ini selesai ditulis pada tahun 1069 H, sewaktu Al-Habib Abdullah berusia 26 tahun. Dan ditulis atas permintaan Habib Ahmad bin Hasyim Al-Habsyi. (Al-Badawi, 1994: 165-166).
25
3.
Risalah Aadab Suluk al-Murid ()رساىح آداب سيىك اىَزٌذ Tentang kewajiban bagi seorang murid (orang yang mencari Allah dan kehidupan akhirat) meliputi adab dan amal lahir dan batin. Kitab ini selesai penulisannya pada tanggal 7 atau 8 Ramadhan, tahun 1071 H. (Al-Badawi, 1994: 164).
4.
Ithaf as-Saail bi Jawaab al-Masaail ()اذّحاف اىسائو تأجىتح اىَسائو Kitab ini selesai ditulis pada hari Jum‟at, 15 Muharram 1072 H, Ketika itu Al-Habib Abdullah berumur 28 tahun. Kitab ini adalah merupakan kumpulan jawaban atas berbagai persoalan yang diajukan kepadanya oleh Syaikh „Abdurrahman Ba‟Abbad Asy-Syibaami. Kitab itu ditulis sewaktu ia berkunjung ke Dau‟an pada tahun 1072 H. Kitab ini mengandung 15 pertanyaan dengan jawaban dan ulasan yang mendalam darinya. Selesai ditulis pada hari Jum‟at, 15 Muharram 1072 H. (Al-Badawi, 1994: 165).
5.
An-Nashoih ad-Diniyah wa al-Washoya al-Imaniyah ( اىْصائح اى ّذٌٍْح )واىىصاٌا اإلٌَاٍّّح Kitab ini Al-Habib Abdullah tulis pada usia 45 tahun. Selesai ditulis pada hari Ahad, 22 Sya‟ban tahun 1089 H. Kitab ini mendapat pujian dari para ulama‟ karena isinya merupakan suatu ringkasan daripada kitab Ihya‟. Kata-kata di dalam kitab ini mudah, kalimatnya jelas, pembahasannya sederhana dan disertai dengan dalil yang kukuh. Sesuai dibaca oleh orang awam dan juga khawas (khusus). (AlBadawi, 1994: 165).
26
6.
Sabil al-Iddikar wa al-I’tibaar bima Yamurru bi al-Insan wa Yanqadhi lahu min al-’A’maar ( ٍِ ُسثٍو اال ّدمار واالعرثار تَا ٌَ ّز تاإلّسا )األعَار Terdapat perbedaan pendapat mengenai usia Imam Al-Haddad pada saat menulis kitab ini. Ada yang mengatakan pada ketika ia berusia 67 tahun (1110 H). dan ada yang mengatakan kitab ini diselesaikan pada hari Ahad 29 Sya‟ban 1110 H. Kitab ini membahaskan mengenai fasa-fasa hidup manusia. (Al-Badawi, 1994: 166).
7.
Ad-Da’wah at-Tammah wa at-Tadzkirah al-‘Ammah ( اىذعىج اىراٍح )واىرذمزج اىعاٍح Kitab ini diselesaikan oleh Al-Habib Abdullah pada saat usianya 70 tahun. Selesai ditulis pada jum‟at pagi 27 atau 28 Muharram tahun 1114 H. (Al-Badawi, 1994: 166).
8.
An-Nafais al-‘Uluwiyyah fi al-Masaail as-Shufiyyah ( ًاىّْفائس اىعيىٌّح ف )اىَسائو اىصّىفٍّح Kitab ini selesai ditulis pada hari kamis, bulan Dzulqo‟dah tahun 1125 H. Usia Al-Habib Abdullah pada waktu itu adalah 81 tahun. Kitab ini membahaskan masalah yang berkaitan dengan sufi.
9.
Al-Fushul al-‘Ilmiyyah wa al-Ushul al-Hikamiyah ( اىفصىه اىعيٍَّح )واألصىه اىحنٍَّح
27
Terdiri dari 40 fasal. Kitab ini selesai ditulis pada 12 Shafar tahun 1130 H, ketika Al-Habib Abdullah berusia 86 tahun, yaitu 2 tahun sebelum kewafatannya. (Al-Badawi, 1994: 167). Selain itu, terdapat pula ucapan-ucapan dan ajaran-ajaran yang sempat dicatat oleh murid-muridnya dan para pecintanya, diantaranya adalah : 1.
Kitab al-Hikam (ٌ)مراب اىحن
2.
Al-Mukhatabat wa Washoya ()اىَناذثاخ ووصاٌا
3.
Wasilah al-‘Ibaad ila Zaad al-Ma’aad ()وسٍيح اىعثاد إىى ساد اىَعاد Kitab ini dikumpulkan oleh As-Sayyid Alwi bin Muhammad bin Thohir Al-Haddad.
4.
Ad-Durr al-Mundzum li Dzaawil ‘Uqul wa al-Fuhuum ( اى ّذر اىَْظىً ىذوي ً)اىعقىه واىفهى Kitab ini dikumpulkan oleh muridnya Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Abdillah Al-Haddad.
5.
Tastbit al- Fuad bi adz-Dzikri Majaalisi al-Quthbi Abdillah AlHaddad ()ذثثٍد اىفؤاد تذمز ٍجاىس اىقطة عثذ هللا اىح ّذاد Dikumpul oleh muridnya Syaikh Ahmad bin Abdul Karim alHasawi asy-Syajjar tahun 1981 M. (Al-Badawi, 1994: 169).
6.
Ghoyah al-Qosod wa al-Murod ()غاٌح اىقصذ واىَزاد Diakui oleh para sufi, bahwa ada ketinggian dan keindahan
spiritualitas yang tinggi pada kesufian Al-Habib Abdullah. Dapat dilihat dari karya-karyanya tersebut betapa sejuk dan indahnya bertasawwuf.
28
Tasawwuf bagi Al-Habib Abdullah adalah ibadah, zuhud, akhlak, dan dzikir, suatu jalan membina dan memperkuat kemandirian menuju kepada Allah SWT. Selain karya tulis, Al-Habib Abdullah juga meninggalkan banyak do‟a-do‟a serta dzkir-dzikir susunannya. Di antara do‟a dan dzikir-dzikir yang disusun, Ratib Al-Haddad inilah yang paling masyhur di kalangan ummat Islam, khususnya di Indonesia. Ratib ini disusun oleh Al-Habib Abdullah pada salah satu malam di bulan Ramadhan tahun 1071 H, untuk memenuhi permintaan salah seorang muridnya yang bernama `Amir dari keluarga Bani Sa`ad yang tinggal di kota Syibam (salah satu kota di propinsi Hadlramaut). Tujuan `Amir meminta Al-Habib Abdullah untuk menyusun ratib ini adalah, agar diadakan suatu wirid dan dzikir di kampungnya, supaya mereka dapat mempertahankan dan menyelamatkan diri dari ajaran sesat yang ketika itu sedang melanda Hadlramaut. Mulanya ratib ini hanya dibaca di kampung `Amir sendiri, yaitu kota Syibam. Setelah mendapat izin dan ijazah dari Al-Habib Abdullah Al-Haddad, ratib ini pun kemudian mulai dibaca di masjid-masjid di kota Tarim. Pada kebiasaannya, ratib ini dibaca secara berjama‟ah setelah salat Isya`, dan pada bulan Ramadhan, ratib ini dibaca sebelum salat Isya` untuk mengisi kesempitan waktu menunaikan salat tarawih, dan ini adalah waktu yang telah ditartibkan Al-Habib Abdullah untuk kawasan-kawasan yang mengamalkan ratib ini. Dengan izin Allah SWT, kawasan-kawasan
29
yang mengamalkan ratib ini pun selamat dan tidak terpengaruh dari ajaran sesat tersebut. Setelah Al-Habib Abdullah Al-Haddad berangkat menunaikan ibadah haji, Ratib Al-Haddad pun mulai dibaca, diamalkan di Makkah dan Madinah. al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi berkata, “Barangsiapa yang membaca Ratib Al-Haddad dengan penuh keyakinan dan keikhlasan, niscaya dia akan mendapatkan sesuatu yang diluar dugaannya”. (http://majlismajlas.blogspot.com/2006/08/hikam-al-haddad-3.html) Ketahuilah bahwa setiap ayat, do‟a, dan nama Allah SWT yang disebutkan dalam ratib ini dipetik dari Al-Qur`an dan Hadis Nabi SAW. Bilangan bacaan di setiap do‟a dibuat sebanyak tiga kali, karena itu adalah bilangan ganjil (witir). Semua ini berdasarkan petunjuk Al-Habib Abdullah Al-Haddad sendiri. Ia menyusun dzikir-dzikir yang pendek dan dibaca berulang kali, agar memudahkan pembacanya. Dzikir yang pendek ini jika selalu dibaca secara istiqamah, maka lebih utama dari pada dzikir yang panjang namun tidak dibaca secara istiqamah. (http://www.darulmurtadza.com/2011/12/riwayat-hidup-imam-abdullahbin-alwi-al.html). F. Bidang Ilmu yang Ada dalam Kitab Risalatul Mu’awanah Kitab ini berisi tentang kewajiban bagi seorang muslim, untuk memenuhi semua kewajiban, kesunahaan, melakukan amalan-amalan yang memiliki keutamaan, berakhlak, menjaga diri dari hal-hal yang bisa merusak ibadah dan keharmonisan dalam bermasyarakat. Serta berisi tentang hal-hal yang ada di akhirat. (Al-Badawi, 1994: 166).
30
Al-Habib Abdullah Al-Haddad, dalam menyusun kitab ini, lebih menekankan pada ke-Tasawuf-an. Segala amal perbuatan yang dilakukan ditujukan untuk menambah keimanan dan ketaqwaan kepadaNya. Agar semakin dekat kepada Allah SWT. Lebih utamanya, beliau membahas tentang peribadatan yang ditujukan untuk menggapai esensi ma’rifatullah. Pokok isi kitab Risalatul Mu‟awanah terdiri dari 38 pembahasan diantaranya yaitu: 1.
Yakin.
2.
Niat.
3.
Muroqobah (mawas diri).
4.
Memanfaatkan Waktu.
5.
Membaca Al Qur‟an.
6.
Menelaah Ilmu.
7.
Dzikir Kepada Allah SWT.
8.
Memelihara Dzikir dan Do‟a-do‟a.
9.
Bersegera.
10. Perpegang Teguh Pada Al Qur‟an Dan Sunnah. 11. Akidah. 12. Menunaikan Fardlu. 13. Mencari Ilmu. 14. Wajib Menjaga Kebersihan. 15. Menjaga Kesucian. 16. Kegiatan Sehari-hari.
31
17. I‟tikaf. 18. Adzan dan Iqomah. 19. Menunaikan Salat. 20. Menjadi Makmum. 21. Mengeluarkan Zakat. 22. Memperbanyak Amal Baik Di Bulan Ramadhan. 23. Haji Dan Adabnya. 24. Salat Istikharoh, Nadzar, Sumpah Dan Saksi. 25. Wira‟i. 26. Amar Ma‟ruf Nahi Munkar. 27. Adil. 28. Berbakti Kepada Orang Tua Dan Mengikat Persaudaraan. 29. Suka Dan Benci Karena Allah SWT. 30. Nasihat. 31. Menjaga Pergaulan. 32. Taubat. 33. Sabar. 34. Bersyukur. 35. Zuhud. 36. Tawakkal. 37. Cinta Kepada Allah SWT. 38. Wasiat Rohaniah.
32
Ke-38 bab di atas adalah pokok isi yang ada di dalam kitab Risalatul Mu’awanah Karya Al-Habib Abdullah Al-Haddad. Dilihat dari isin-isinya di atas dapat disimpulkan bahwa bidang ilmu yang ada dalam kitab Risalatul Mu’awanah adalah bidang ilmu tasawwuf. Karena dari ke38 bab di atas semuanya berhubungan dengan amaliah yang bersifat lahir dan diatur dengan kekuatan batin.
33
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI BIN MUHAMMAD AL-HADDAD TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB RISALATUL MU’AWANAH
A. Pemikiran Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad tentang Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Risalatul Mu’awanah Salah satu karya monumental Al-Habib Abdullah Al-Haddad yang berbicara tentang pendidikan akhlak secara mendalam adalah kitab Risalatul Mu’awanah. Karakteristik pemikiran pendidikan akhlak AlHabib Abdullah dalam kitab tersebut dapat digolongkan dalam corak praktis yang tetap berpegang teguh pada Al-Qur‟an dan Hadis. Kecenderungan pemikiran yang menonjol dari Al-Habib Abdullah dalam kitab Risalatul Mu’awanah adalah mengetengahkan nilai-nilai etis yang bernafaskan sufistik. Kecenderungan ini dapat terbaca dalam gagasan-gagasannya,
misalnya
keutamaan
menguatkan
keyakinan.
Menurut Al-Habib Abdullah, menguatkan keyakinan hukumnya adalah wajib, karena akhlak yang mulia dapat terwujud jika seseorang itu keyakinannya kuat. Pendapatnya ini juga senada dengan pendapat seorang tokoh akhlak yang dibicarakan di dalam Al-Qur‟an, yaitu Luqman AS. Luqman AS, berkata:
34
ِ ِ ِ يقصر عملُه ُ يعمل ُل يستطاع ُ ول،العبد ّإل بقدر يقمنه ُ ول،العمل ّإل بالمقني ُ .ينقص يقمنُه ّ َ يّت Artinya: ”Suatu amal tidak mampu diwujudkan, kecuali dengan yaqin. Tidaklah seorang hamba mampu mengerjakan apapun, kecuali sesuai dengan kadar yakinnya dan tidaklah amalnya terkurangi hingga keyakinannya berkurang”. (Al-Haddad, 2010: 18). Pemikiran Al-Habib Abdullah tentang akhlak di dalam kitab Risalatul Mu’awanah memang sangat luas. Di dalam kitab ini terdapat banyak sekali nilai-nilai pendidikan akhlak yang bisa ditanamkan dan diterapkan kepada para pelajar, agar mereka mengetahui dan bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan. Pendidikan akhlak yang ada pada kitab Risalatul Mu’awanah dapat penulis kelompokkan menjadi tiga skala besar. Pertama: Akhlak kepada Allah SWT. Kedua: Akhlak terhadap diri sendiri. Ketiga: Akhlak terhadap lingkungan. 1.
Akhlak kepada Allah SWT Allah adalah kholiq (Pencipta) dan manusia adalah makhluq (makhluk). Sebagai makhluk tentu saja manusia sangat tergantung kepadaNya. Sebagaimana firmanNya:
Artinya: “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu”. (Q.S. Al-Ikhlas: 2). (http//www.al-quran-digital.com). Sebagai yang Maha Agung dan yang Maha Tinggi Dialah yang wajib disembah dan ditaati oleh segenap manusia. Dalam diri manusia
35
hanya ada kewajiban beribadah kepada Allah SWT, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (Q.S. Adz-Dzaariyaat: 56). (http//www.al-quran-digital.com). Dalam hubungannya dengan pendidikan akhlak pada para pelajar tentang akhlak kepada Allah SWT, sikap yang harus ditanamkan antara lain: a.
Cinta kepada Allah SWT Penanaman rasa cinta kepada Allah SWT adalah prinsip yang harus ditanamkan kepada para pelajar. Mereka harus dibiasakan untuk mencintai Allah SWT dengan diwujudkan dalam bentuk sikap selalu mengikuti perintah-perintahNya, dan menjauhi larangan-laranganNya. Dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ بل َوعلم َّ ُيصري سبحانَه ِّ َ أيب َ ّ باحلب ِِف اهلل َ يّت ْ ،ُ سوا َ إلمَ ممَّا َل َّ َ يصري ٌ ُ حمبوب ّإل إيّا َ يّت ل
Artinya: “Dan wajib bagimu cinta kepada Allah, sehingga Allah SWT menjadi lebih kamu cintai daripada yang lain. Bahkan kamu tidak mencintai sesuatu apapun, kecuali cinta kepadaNya”. (AlHaddad, 2010: 146). b.
Rela dengan keputusan Allah SWT Para pelajar harus dibiasakan untuk selalu rela terhadap apa saja yang menjadi keputusan Allah, karena rela dengan
36
keputusan Allah SWT adalah merupakan buah dari rasa cinta dan ma‟rifat kepadaNya. Dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ ِ ِ ِ أشرف مثر ات احملبّ ِة بالقضاء م ن ضا ِ بقضاء ضا َ َ فالر َ بالر ّ ،اهلل ّ َوعلم ِ ِ ِ وم ن ِ يرضى مرا ِّ شأن ًّ يلوا كان أو َ احملب أ ْن ْ ،وادلعرفة ً لفعل حمبوبِه
Artinya: “Dan wajib bagimu rela dengan ketetapan Allah, karena rela dengan keputusan Allah merupakan buah rasa cinta dan ma‟rifat. Sedangkan diantara sikap orang yang cinta itu sendiri adalah rela terhadap perilaku yang ia cintai (Allah)”. (Al-Haddad, 2010: 148). c.
Berharap dan takut kepada Allah SWT Para pelajar harus diajari untuk selalu berharap dan takut kepada Allah SWT. Karena kedua sikap itu adalah merupakan buah yakin yang paling mulia. Dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ وعلمَ باإلكثا ِر ِم ن ِ فإّنما ِم ن أشر ِ ِ اف ِ مثرت المق ني َ ْ ّ ،الرجاء واخلوف ّ َ
Artinya: “dan wajib bagimu memperbanyak berharap dan takut (kepada Allah) karena sesungguhnya keduanya adalah buah yakin yang paling mulia ”. (Al-Haddad, 2010: 129). 2.
Akhlak terhadap diri sendiri Manusia adalah ciptaan Allah SWT yang paling sempurna, ia diberi akal dan juga nafsu. Apabila dia mampu menggunakan akalnya dengan baik, maka derajadnya bisa melebihi makhluk Allah yang tidak pernah membangkang atau bermaksiat padaNya yaitu malikat. Sebaliknya, apabila akalnya kalah dengan nafsunya, maka derajadnya bisa turun di bawah hewan. Oleh sebab itu, setiap individu harus
37
dibekali dengan pendidikan yang berhubungan dengan dirinya, meliputi hal-hal yang harus dimiliki dan yang harus dilakukan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam hubungannya dengan pendidikan akhlak pada para pelajar tentang akhlak kepada diri sendiri, sikap yang harus ditanamkan antara lain: a.
Selalu memperkuat keyakinan Dengan bekal keyakinan yang kuat, maka seseorang akan merasa tenang, dan selalu bercita-cita untuk taat kepadaNya, serta memaksimalkan segala kemampuannya untuk mendapatkan ridlaNya. Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
َّ ،احلبمب بتقويِّة يقمنَِ وحتسمنِه المقني إذا مت ّك َ ن األخ َ ُ وعلمَ أيّ َها َ فإن ُ ِ ِ ِ ٌالغمب كأنّه شهادة َ م َ ن القلب واستوَل علمه ُ صار
Artinya: “Wahai saudaraku tercinta, wajib bagimu untuk menguatkan dan memperbaiki keyakinanmu! Karena, jika keyakinan telah kukuh dalam hati, dan ia menguasainya, maka hal yang ghoib menjadi seperti tampak”. (Al-Haddad, 2010: 16). b.
Selalu bersikap mawas diri Sikap ini harus ditanamkan pada para pelajar, karena dengan selalu mawas diri, maka seseorang akan bisa taat kepada Allah SWT. sebab ia selalu merasa diawasi olehNya, dan sikap inilah yang dinamakan maqom (derajad) ihsan.
38
Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ أخي مبر ِ وعلمَ يا َِاقبة اهللِ تعاَل يف يركاتَِ وسكناتَِ وحلظات َ َ واستشعر قربَه من،َِوطرفاتَِ وخطراتَِ وإراداتَِ وسائ ِر يالت
Artinya: “Dan wajib bagimu, wahai saudaraku, yaitu mawas diri kepada Allah SWT, baik dalam setiap gerak atau diammu, dalam serentang waktu atau beberapa rentang waktu. Dalam getaran rasa hatimu atau kehendakmu, dan seluruh keberadaanmu senantiasa merasakan kedekatanmu dengan Allah SWT”. (Al-Haddad, 2010: 22). c.
Selalu bersikap wira‟i. Sikap ini harus ditanamkan pada para pelajar. Karena dengan selalu bersikap wira‟i, maka berarti mereka tetap dalam naungan para ulama‟. Mereka akan selalu berhati-hati dalam setiap langkahnya. Karena wira‟i adalah merupakan sebagian inti dari agama. Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ ّ مات و ِ وعلمَ بالورِع ع ن احملر مالك ال ّدي ِ ن والّذي ُ ع َ َ فإ ّن الور،الشبهات ّ ِ ِ .العاملني العلماء ادلدار عند َ ُ علمه
Artinya: “Dan wajib bagimu wira‟i (menjauhi) dari hal-hal yang haram dan syubhat. Karena wira‟i merupakan inti agama, dan orang-orang yang berada di kawasan itu, adalah orang yang di antara bimbingan ulama‟”. (Al-Haddad, 2010: 90). d.
Selalu bertobat atas segala dosa. Para pelajar harus diajari untuk selalu bertobat dari segala dosa baik besar maupun kecil. Dengan selalu bertobat dari segala dosa walaupun itu dosa yang kecil, maka orang itu kelak akan
39
menjadi orang yang baik. Karena inti dari taubat adalah memperbaiki diri. Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ ّوعلمَ بالت ٍ كل ظاهرا أو سواءٌ كا َن،ذنب ِّ وبة ِم ْ ن َ ً صغريا أو ً ً ،كبريا ِ ِ أساس مجم ِع ُ فإ ّن التّوبةَ ّأو ُل قَ َدٍم يضعُها،باطنًا ُ وهي،العبد ِف طريق اهلل ِ .ابني َ واهللُ حيب التّ ّو،ادلقامات
Artinya: “Dan wajib bagimu bertaubat dari semua dosa, yaitu bertaubat baik dari dosa kecil maupun besar, baik dhohir ataupun bathin, karena taubat merupakan langkah pertama seorang hamba yang hendak menapakkan kakinya di jalan Allah. Taubat pun merupakan pondasi dari seluruh maqom (tingkatan) karena Allah mencintai orang-orang yang bertaubat”. (Al-Haddad, 2010: 127). e.
Selalu bersabar dalam menghadapi segala masalah Para pelajar harus ditekankan untuk selalu bersabar dalam menghadapi segala masalah. Karena dengan itu mereka akan mendapatkan ilmu yang banyak, dan pengetahuan yang memadai. Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
َّ ،مالك األم ِر ،مادمت ِف هذ ِ ال ّدا ِر ُ فإنّه،بالص ِب َ ولبد َ ْ ُلَ منه ّ َوعلم ِ ِ األخالق الكر ِ ِ .العظممة الفضائل مية و وهو م ن Artinya: “Dan wajib bagimu bersabar, karena sabar itu merupakan pusat penentu segala permasalahan, dan hal itu harus kamu lakukan sepanjang hidup di dunia ini, ia pun termasuk dari akhlakul karimah serta terdapat beberapa keutamaan”. (AlHaddad, 2010: 133). f.
Selalu bertawakkal kepada Allah SWT Sikap selalu bertawakal kepada Allah SWT adalah obat dari segala masalah. Karena ia sadar bahwa semua itu adalah dariNya, baik hal itu yang ia rasa enak maupun yang tidak enak
40
untuknya. Sikap seperti ini adalah menunjukkan eksistensi dari seorang hamba kepada Tuhannya. Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
فإ ّن َم ْ ن توّك َل على اهللِ ك َفا ُ وأعانَه،وعلمَ بالتّوّك ِل على اهللِ تعاَل َ . أول ّ َ وتول و
Artinya: “Dan wajib bagimu (berserah diri) kepada Allah SWT, karena sesungguhnya orang yang berserah diri kepada Allah, maka ia akan diberi kecukupan, ditolong , dilindungi serta diutamakan oleh Allah”. (Al-Haddad, 2010: 143). 3.
Akhlak terhadap lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar tempat hidup dan sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup. Di lingkunganlah tempat mereka melakukan segala aktifitasnya, di dalam lingkungan ini ada berbagai macam kalangan. Di sini penulis akan membahas tentang kalangan keluarga, kalangan sekolah dan kalangan masyarakat. Adapun dalam hubungannya dengan pendidikan akhlak pada para pelajar tentang akhlak terhadap lingkungannya, sikap yang harus ditanamkan dapat diuraikan sebagai berikut: a.
Akhlak di lingkungan keluarga Sikap utama yang harus dikembangkan pada anak atau para pelajar dalam lingkungan keluarga, yang utama yaitu: 1) Berbakti kepada kedua orangtua Berbakti kepada ibu dan bapak yang telah bersusah payah merawat dan mendidik dengan penuh kasih sayang, adalah termasuk suatu kewajiban bagi setiap anak. Jangan
41
sampai seorang anak durhaka kepada keduanya, karena itu termasuk dosa yang sangat besar. Dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ أوجب الو ِ ،اك وعقوقِهم فإنّهُ ِم ْ ن،بب الوالدي ِ ن َ ّاجبات؛ وإي ِّ َوعلم َ م ن أك ِب الكبائ ِر ْ ُفإنّه
Artinya: “Dan wajib bagimu berbakti kepada kedua orang tua, karena hal itu merupakan yang paling wajib diantara perkara wajib yang lain, takutlah kamu durhaka kepada keduannya, karena hal itu merupakan dosa yang paling besar diantara dosa-dosa besar yang lainnya”. (Al-Haddad, 2010: 103). Allah SWT memerintahkan manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya dan berlaku lemah lembut kepada keduanya, serta menaati keduanya, selain dalam kemaksiatan kepadaNya, dan menjalin hubungan dengan keduanya, bahkan sekalipun keduanya kafir. (Al-Ghomidi, 2011: 138). 2) Menyayangi saudara Pendidikan untuk selalu berbicara baik dengan anggota keluarga. Para pelajar harus diajari untuk selalu berbicara baik dengan anggota keluarga. Karena hal itu yang akan menjadikan suasana rumah menjadi damai dan tentram. Dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ ّكالم ل حيل الن ٍ كل حيرم َّ و،تنطق ّإل خب ٍري َ ُ ُ وعلمَ أن ل ُ طق به ِ ،َُ َورت ِّْبه َ كالم َ َ وإذا تكلّ ْم،علمَ اإلستماعُ إلمه َ ت فرتّ ْل
Artinya: “Dan wajib bagimu, agar tidak mengucapkan sesuatu apapun, kecuali dengan baik, jangan pula mengucapkan perkataan yang tidak dihalalkan (dilarang)
42
serta mendengarkan perkataan yang haram didengarkan. Jika kamu ingin mengucapkan suatu perkataan, maka hendaklah ditata terlebih dahulu dan susunlah dengan kalimat yang benar”. (Al-Haddad, 2010: 63). b.
Akhlak di lingkungan sekolah Untuk terciptanya suasana yang khidmat di lingkungan sekolah, para pelajar harus di tanamkan sikap-sikap seperti: 1) Adil pada dirinya dan dan pada orang lain Bersikap adil pada diri sendiri dan pada orang lain ini, harus ditanamkan pada para pelajar. Supaya mereka tidak mudah berbuat curang, dan semena-mena pada temannya yang lain. Dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ ِ بالعدل ِف رعمتَِ اخلاص ِة و ِ ِ العامة و احلفظ والتف ّق ِد كمل َوعلم َ ّ َّ ،ذلَا مسؤل ع ن رعمّتِ ِه ٌ وكل ر ٍاع،عنها َ َُفإن اهللَ سائل
Artinya: “Dan wajib bagimu berbuat adil di dalam pengembalaanmu, baik yang khusus maupun yang umum, di samping tetap dengan sempurna menjaga dan mengawasinya, Karena Allah akan meminta pertanggung jawaban kepada kamu atasnya. sebab setiap pengembala pasti akan dimintai pertanggung jawaban atas gembalaannya”. (Al-Haddad, 2010: 101). 2) Amar ma‟ruf nahi munkar Penanaman Amar ma‟ruf nahi munkar ini harus ada pada para pelajar. Supaya mereka dapat mengingatkan antara satu sama lainnya dalam menjalani aktifitas di sekolah.
43
Dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ القطب الّذي َ ُ فإنّه،وعلمَ باألم ِر بادلعروف والنّه ِي ع ن ادلنك ِر ُ ِ ادلرسلني أرسل َ وألجلِه،مدار أم ِر ال ّدي ِ ن َ ُأنزل اهلل ُ علمه َ َ الكتب و
Artinya: “Dan wajib bagimu menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran, karena ini merupakan pusat perputaran sendi-sendi agama. Karena itu pula Allah menurunkan Al-Qur‟an dan mengutus para Rasul”. (AlHaddad, 2010: 97). c.
Akhlak di lingkungan masyarakat 1) Mengikat tali persaudaraan dengan tetangga Mengikat tali persaudaraan dengan tetangga adalah termasuk hal yang diperintahkan oleh Allah SWT, dan hal yang menjadikan hubungan antara sesama berjalan dengan harmonis. Dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ َوعلم ِ ِ ِ ،وباإليسان إَل اجلري ِان فاألقرب؛ األقرب ،األريام بصلة َ ُ َ َاألدَن بابًا فاألدَن
Artinya: “Dan wajib bagimu menyambung tali silaturrahhim, dengan handai taulan yang paling dekat, berbuat baik kepada tetangga, khususnya pintu tetangga yang paling dekat”. (AlHaddad, 2010: 104). Selain itu diperintahkan oleh Allah mengikat tali persaudaraan juga sebagai tanda bagi orang yang beriman kepada Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
)(روا البخاري
.م ن كان يؤم ن باهلل والموم الخري فايصل رمحه
Artinya: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka sebaiknya dia menyambung tali persaudaraannya”. (H.R. Bukhori). (Al Haddad, 2010: 105).
44
2) Selalu bersikap tawadlu‟ Tawadlu‟ adalah termasuk perilaku seorang mukmin yang sejati, dan seseorang yang tidak memiliki perilaku ini sangatlah dibenci oleh Allah SWT. Dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ أخالق م ن َ ّ وإي،ادلؤمنني َ َ ّ ّاك والت َ فإ ّن اهلل،كب ْ ُ فإنّه،وعلمَ بالتّواض ِع .ُوضعهُ اهلل ّ لحيب َ وم ْ ن تكبّ َر َ اضع ر َ ،ُفعهُ اهلل َ ي ن؛ َ وم ْ ن تو َ ادلتكب Artinya: “Dan wajib bagimu bersikap tawadlu‟, karena sikap ini adalah perilaku orang-orang mukmin, dan takutlah kamu berbuat takabbur (sombong), karena sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang sombong. Sebab, barangsiapa bersikap merendahkan diri, Allah SWT akan mengangkatnya, barangsiapa bersikap sombong, Allah akan merendahkannya”. (Al-Haddad, 2010: 122).
B. Pengertian Nilai-nilai Pendidikan 1.
Pengertian Nilai dalam pendidikan Di antara definisi nilai yang dikemukakan para ahli, maka definisi oleh spranger (Asrori, 2008: 153), termasuk yang dikenal secara luas. Menurut Spranger nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi sosial tertentu. Dalam perspektif Spanger, kepribadian manusia itu terbentuk dan berakar pada tatanan nilai-nilai dan kesejahteraan. Meskipun penempatan konteks sosial sebagai dimensi nilai dalam kepribadian manusia, tetapi spranger tetap mengakui kekuatan individual yang dikenal dengan “roh subjektif” (subjective spirit). Sementara itu, kekuatan nilai-nilai budaya
45
merupakan “roh subjektif” (objective spirit). Dalam kacamata Spranger, kekuatan individual atau roh subjektif didudukkan dalam posisi primer karena nilai nilai budaya hanya akan berkembang dan bertahan apabila didukung dan dihayati oleh individu. (Asrori, 2008: 153). Penerimaan nilai oleh manusia tidak dilakukan secara pasif melainkan secara aktif dan kreatif. Dalam proses penerimaan nilai oleh manusia ini, terjadi hubungan dialektis antara roh objektif dengan roh subjektif. Artinya roh objektif akan berkembang manakala roh didukung oleh roh subjektif, sebaliknya roh subjektif terbentuk dan berkembang dengan berpedoman pada roh objektif yang diposisikan sebagai cita-cita yang harus dicapai. (Asrori, 2008: 153). Dengan demikian, nilai merupakan sesuatu yang diyakini kebenarannya dan mendorong orang untuk mewujudkannya. Nilai merupakan sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial untuk membuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sebagai sesuatu yang ingin dicapai. Secara dinamis, nilai dipelajari dari produk sosial dan secara perlahan diinternalisasikan oleh individu ke dalam dirinya serta diterima sebagai milik bersama dengan kelompoknnya. Nilai merupakan standar konseptual yang relatif stabil yang secara eksplisit atau implisit membimbing individu dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai serta aktivitas dalam memenuhi kebutuhan psikologisnnya. (Asrori, 2008: 153).
46
2.
Bentuk-bentuk Nilai Pendidikan Ada dua pembagian besar
tentang bentuk-bentuk nilai.
Pertama, nilai dipandang sebagai konsep, dalam arti memberi nilai atau timbangan (to value). Kedua, nilai dipandang sebagai proses penetapan hukum atau penilaian (to evaluate). Bentuk-bentuk nilai pendidikan dapat juga dibedakan dengan mendefinisikan apa “yang diingini” dan apa “yang disukai”. Artinya, tidak setiap yang diingini seseorang mesti disukai atau diterima olehnya. Sebagaimana diketahui, keinginan merupakan ungkapan tentang kebutuhan biologis atau diri atau tuntutan fisik. Keinginan tidak mesti selalu berada pada taraf hal yang diterima atau diingini secara sosial. Untuk mencapai taraf tersebut, keinginan harus diukur dengan norma-norma lain yang lebih tinggi daripada sekedar kesenangan fisik. Artinya, nilai pendidikan dalam hubungannya dengan keinginan bisa berbentuk “apa yang diingini” pada taraf individu dan “apa yang disukai” atau “apa yang dicintai” pada taraf sosial. Keduanya mengekspresikan keinginan yang didasarkan atas indra dan emosi pada satu sisi dan keinginan yang didasarkan atas akal pada sisi yang lain. (Munzier, 2008: 137). Pembahasan tentang perbandingan nilai-nilai berdasarkan keinginan membawa dua pembagian lain tentang nilai pendidikan, yaitu nilai instrumental (instrumental value) dan nilai intrinsik (intrinsic value). Nilai
yang pertama ada
ketika seseorang
mengutamakannya karena kebaikan yang ada padanya. Dengan kata
47
lain, sesuatu itu bernilai karena berguna bagi hal tertentu atau bermanfaat untuk tujuan tertentu. Umpamanya, seseorang menetapkan isi program latihan atau kurikulum sekolah bagi sekelompok guru karena ia memandangnya berguna untuk mencapai tujuan langsung yang mereka dipersiapkan untuk itu. Yang kedua, sesuatu itu baik bukan hanya karena sesuatu itu baikuntuk mencapai tujuan tertentu, melainkan karena sesuatu itu sendiri baik. Dengan kata lain, nilai baik sesuatu itu tidak tergantung pada selainnya, tetapi lahir dari karakteristik asli yang ada di dalam dirinya. Nilai intrinsik ini dapat dirumuskan dalam perspektiftabiat dan fungsi asli. Ambillah contoh bangku dan laci siswa di dalam kelas. Nilai laci itu lahir dari fungsi aslinya bagi siswa, yang tidak dapat diganti oleh sesuatu yang lain. Dengan kata lain, nilai laci itu berada pada taraf objektif, bukan penghargaan subjektif. (Munzier, 2008: 138). Sebagian pendidik memandang nilai pendidikan dapat diperoleh dengan menghimpun dua bentuk nilai di atas secara simultan; artinya, nilai intrinsik bisa sekaligus merupakan nilai instrumental pada waktu yang bersamaan sesuai dengan taraf keinginan dan jenis situasi. Akan tetapi, sekelompok kaum pragmatis, terutama pendukung mazhab instrumentalisme, menolak sama sekali dualisme tersebut, karena dua bentuk nilai tersebut benar-benar kontradiktif. (Munzier, 2008: 138).
48
Implikasinya, nilai-nilai yang didasarkan atas keinginan yang berhubungan dengan akal menempati kedudukan lebih tinggi dibanding nilai yang didasarkan atas keinginan yang berhubungan dengan indra atau emosi. Demikian pula nilai yang memiliki banyak aspek dan berlangsung terus-menerus lebih utama ketimbang nilai yang memiliki aspek terbatas dan berlangsung sementara. (Munzier, 2008: 138). C. Pengertian Pendidikan Akhlak 1.
Pengertian Pendidikan Dalam buku kapita selekta pendidikan islam, bahwa untuk memahami pengertian pendidikan dengan benar, pendidikan dapat dibedakan dari dua pengertian, pengertian yang bersifat filosofis, dan pengertian yang bersifat pendidikan dalam arti praktis. (Nata, 2003: 210). Pengertian pendidikan dalam arti teoritik filosofis adalah pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan mendasarkan pada pemikiran normatif, spekulatif, rasional empirik, nasional filosofis, maupun historis filosofik. (Nata, 2003: 210). Pendidikan dalam arti praktis adalah suatu proses pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan-pengembangan potensi-potensi yang dimiliki subyek didik untuk mencapai perkembangan secara
49
optimal serta membudayakan manusia melalui proses transformasi nilai-nilai utama. (Nata, 2003: 211). Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan tidak hanya memanusiakan manusia tetapi juga agar manusia menyadari posisinya sebagai khalifatullah fil ardhi, yang pada gilirannya akan semakin meningkatkan dirinya untuk menjadi manusia yang bertakwa, beriman, berilmu dan beramal saleh. (TPIP FIP-UPI, 2007: ix). Dikatakan dalam kitab ‘Idhatun Nasyi’in, bahwa anak-anak itu dikemudian hari akan menjadi generasi, jadi ketika telah terbiasa berprilaku baik yang bisa meningkatkan derajatnya, dan menghasilkan ilmu yang manfaat bagi negaranya. (Al-Ghalayaini, 2009: 69). Anak-anak itu akan menjadi pondasi kokoh yang akan menjadi landasan umat, ketika membiasakan budi pekerti yang baik, dan meninggalkan ilmu yang dapat merusak negara yang ditempati umat itu sendiri. (Al-Ghalayaini, 2009: 69). Pendidikan bagi kaum muslimin itu merupakan hal yang wajib, sebagaimana dikatakan Imam Ghozali bahwa, mendidik anak adalah suatu kewajiban bagi kedua orang tuanya, sebab anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya, hati anak yang bersih itu merupakan hal yang paling berharga dibanding berlian, karena anak yang dididik dan terbiasa berbudi baik dan ia menjadi ahli kebaikan, maka orang yang
50
mendidik dan kedua orang tuanya dapat pahala dari amal yang akan dikerjakan oleh anak tersebut. (Al-Ghalayaini, 2009: 70). Mendidik anak itu adalah menanamkan pekerti yang baik dihatinya para pemuda, sehingga dapat menciptakan generasi yang ikhlas beramal, lebih mementingkan maslahah umat, dan akan menjadikan negara yang makmur dan diridhai Allah SWT. (AlGhalayaini, 2009: 70). Jadi, pendidikan itu merupakan sesuatu yang mendasar bagi manusia yang harus diberikan, karena pendidikan kunci kesuksesan dalam menjalankan kehidupan ini, baik berkeluarga, bermasyarakat, maupun berbangsa dan bernegara. Seseorang yang dididik akan menimbulkan suatu talenta tersendiri yang dapat dilihat dalam perilaku atau akhlaknya setiap memberikan keputusan, setiap bertindak, dan bersosialisasi dengan masyarakat. 2.
Pengertian Akhlak Akhlak secara bahasa berasal dari Bahasa Arab ()اخالق, jamak dari kata “Khuluqun”
( )خيكyang artinya kejadian. Akhlak
berhubungan juga dengan “Khaliq” ( )خاىكyang berarti pencipta dan kata “makhluk” ( )ٍخيىقyang memiliki arti yang diciptakan. Akhlak juga bisa berarti perangai, watak, tingkah laku, dan budi pekerti. (Siroj, 2009: 1).
51
Adapun pengertian akhlak secara istilah dapat disimak dari beberapa pendapat atau pengertian sebagai berikut: Menurut Imam Al-Ghozali dalam kitabnya Ihya ‘Ulumuddin mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
ِ اخللق عبارةٌ ع ن ِ ّهمئة الن الفعال بسهو ٍلة ويس ٍر م ن تصدر فس راسخةٌ عنها َ ُ ُ ٍ ياجة اَل فك ٍر ٍ .ورؤية غ ِري “Al-Khuluk ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. (Al-Ghozali, tt: 52). Menurut Syaikh Muhammad Jamaluddin Al-Qosimi dalam kitabnya Mau’idlotul Mu’minin mendefinisikan Akhlak sebagai berikut:
ِ ّاألخالق همئةٌ يف الن األفعال بسهو ٍلة ويُ ْس ٍر م ن غ ِري تصدر َ ُ ُ فس راسخةٌ عنها ٍ .ياجة إَل فك ٍر َوُرْؤ ٍية
"Akhlak adalah Keadaan yang tertanam di dalam jiwa, yang mewujudkan/ melahirkan perpuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa butuh berfikir atau diangan-angan terlebih dahulu”. (Al-Qosimi, 2005: 4). Dari beberapa definisi di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa Akhlak adalah satu bentuk yang kuat di dalam jiwa sebagai sumber perbuatan otomatis dengan suka rela, baik atau buruk, indah atau jelek, sesuai pembawaannya, ia menerima pengaruh pendidikan kepadanya, baik maupun jelek kepadanya. Bila bentuk di dalam jiwa ini dididik tegas mengutamakan kemuliaan dan kebenaran, cinta kebajikan, gemar berbuat baik, dilatih mencintai keindahan, membenci keburukan sehingga menjadi
52
wataknya, maka keluarlah darinya perbuatan-perbuatan yang indah denganmudah tanpa keterpaksaan, inilah yang dimaksud dengan akhlak yang baik. (Al-Jaza‟iri, tt: 223). Perbuatan indah yang keluar dari kekuatan jiwa tanpa keterpaksaan itu disebut Akhlak yang baik, seperti kemurahan hati, lemah lembut, sabar, teguh, mulia, berani, adil, ihsan dan akhlakakhlak mulia serta kesempurnaan jiwa lainnya. (Al-Jaza‟iri, tt: 223). Begitu juga jika diterlantarkan, tidak disentuh oleh pendidikan yang memadai atau tidak dibantu untuk menumbuhkan unsur-unsur kebaikannya yang tersembunyi di dalam jiwanya atau bahkan dididik oleh
pendidikan
yang
buruk
sehingga
kejelekan
menjadi
kegemarannya, kebaikan menjadi kebenciannya, dan omongan serta perbuatan tercela mengalir tanpa terpaksa, maka jiwa yang demikian disebut Akhlak buruk, perkataan dan perbuatan tercela yang keluar darinya disebut akhlak tercela, seperti ingkar janji, khianat, dusta, putus asa, tamak, kasar, kemarahan, kekejian, berkata kotor dan pendorongnya. (Al-Jaza‟iri, tt: 223). Jadi, pendidikan akhlak adalah suatu usaha mengembangkan diri sesuai kebutuhan yang diyakini benar oleh seseorang atau kelompok sehingga menjadi kebiasaan yang terbentuk dengan sendirinya tanpa dipikirkan dan tanpa direncanakan terlebih dahulu.
53
BAB IV ANALISIS RELEVANSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK KITAB RISALATUL MU’AWANAH DALAM PENDIDIKAN AKHLAK SEKARANG
A. Latar Belakang Penulisan Kitab Risalatul Mu’awanah Al-Habib Abdullah Al-Haddad, dalam menyusun kitab ini memiliki berbagai alasan, tujuan, dan latar belakang. Ia mengatakan bahwa alasan yang mendorongnya untuk menulis risalah ini adalah untuk melaksanakan perintah agung, perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, dan berusaha meraih janji yang mulia yaitu untuk memperoleh janji yang benar (al Wa’ddu al Shaadiqu) yang dijanjikan bagi mereka yang menyeru kepada jalan kebaikan dan menyebarkan ilmu, disamping juga permintaan dari AlHabib Ahmad bin Hasyim al-Habsyi. (Al-Haddad, 2010: 13). Selain dengan alasan itu semua, memang juga karena masyarakat yang hidup pada masa itu, sedang dalam kondisi minus akhlak, banyak kerajaan-kerajaan yang melancarkan peperangan, berebut kekuasaan, dan masyarakatnya kurang mendapat perhatian dari penguasanya, yang menyebabkan satu sama lain dari mereka berbuat hal-hal yang diluar tuntunan syari‟at islam. Akibat kurangnya tuntunan dari pemimpinnya. (http://anneahira.com/sejarah-kerajaan-turki-usmani.html). Al-Habib Abdullah Al-Haddad juga memohon ampun kepada Allah SWT, karena sebenarnya dia tidak hendak mengatakan bahwa yang
54
mendorongnya menyusun risalah ini semata-mata karena tujuan-tujuan keagamaan yang baik. Sebab ia mengetahui, masih adanya keinginankeinginan tersembunyi, nafsu yang merajalela, dan cinta dunia di dalam hatinya, dan ia tidak membebaskan diri dari kesalahan, karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Haddad, 2010: 13). Dengan kearifannya, ia mengatakan pula bahwa hamba yang fakir, hamba yang mengaku akan kekurangan dan kelalaian, yang berharap akan ampunan Tuhannya Yang Kuasa. (Al-Haddad, 2010: 13). Pendidikan akhlak merupakan suatu proses mendidik, memelihara, membentuk, dan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan berfikir baik yang bersifat formal maupun informal yang didasarkan pada ajaran ajaran islam. Pada sistem pendidikan Islam ini khusus memberikan pendidikan tentang akhlak dan moral yang bagaimana yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim agar dapat mencerminkan kepribadian seorang muslim. (FIP-UPI, 2007: 39). Beberapa hikmah yang dapat diraih apabila pendidikan akhlak ditanamkan pada anak antara lain: Pertama, pendidikan akhlak mewujudkan kemajuan rohani. Kedua, pendidikan akhlak menuntun kebaikan. Ketiga, pendidikan akhlak mewujudkan kesempurnaan iman. Keempat, pendidikan akhlak memberikan keutamaan hidup di dunia dan kebahagiaan di hari kemudian. Kelima, pendidikan akhlak akan membawa
55
kepada kerukunan rumah tangga, pergaulan di masyarakat dan pergaulan umum. Ada banyak cara yang dapat dilakukan dalam menanamkan nilainilai akhlakul karimah pada anak, tentunya dengan konsep pembelajaran yang tepat dan penanaman yang sesuai. keterangan dalam kitab Risalatul Mu’awanah memberikan beberapa pendidikan akhlak yang dapat dijadikan pedoman bagi orang tua, sekolah dan masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan akhlak. Karena pada dasarnya materi yang terkandung dalam kitab Risalatul Mu’awanah memang membahas tentang berbagai macam persoalan yang ada pada kehidupan yang berhubungan dengan akhlak-akhlak seorang yang tinggi derajatnya di sisi Sang Penciptanya. Dalam mendidik akhlak yang luhur setiap mursyid (guru) mempunyai berbagai ragam model yang berbeda-beda. Model dasar yang digunakan oleh Al-Habib Abdullah Al-Haddad dalam kitab Risalatul Mu’awanah dalam mendidik akhlak meliputi dua aspek. Pertama: Aspek perbuatan yang dilakukan oleh bathin. Kedua: Aspek perbuatan yang dilakukan oleh dhohir. Adapun dalam kaitannya dengan akhlak, bahwa yang dimaksud tujuan pendidikan akhlak dalam pembahasan ini adalah tujuan yang ingin dicapai dengan diadakannya suatu pendidikan, pembinaan dan penanaman akhlak. Apa yang akan dicapai dalam pendidikan akhlak tidak berbeda dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri. Tujuan tertinggi agama dan
56
akhlak ialah menciptakan kebahagiaan dua kampung (dunia dan akhirat), kesempurnaan jiwa bagi individu dan menciptakan kebahagiaan, kemajuan, kekuatan dan keteguhan bagi masyarakat. Tujuan dari pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk mewujudkan orang-orang yang baik akhlaknya, keras kemauannya, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas dan suci, dan yang paling inti sebagaimana dikatakan oleh Al-Habib Abdullah Al-Haddad muqoddimah (pembukaan) kitab Risalatul Mu’awanah adalah bersikap menuju jalan akhirat, yaitu taat kepada Allah SWT atas segala apa yang diperintahkan olehNya. (AlHaddad, 2010: 15). Dengan gambaran uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah untuk terbinanya akhlak terpuji dan mulia sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW dan karenanya dapat tercapai keselamatan dunia dan akhirat. B. Metode yang Digunakan dalam Pendidikan Akhlak Metode yang digunakan dalam kitab Risalatul Mu’awanah untuk mendidik akhlak seseorang supaya terbiasa berbuat baik, adalah dengan metode motivasi, pemberian pengetahuan cara dan sebuah pelatihan. Pelatihan ini berupa usaha-usaha yang dilakukan oleh bathin (jiwa) agar tercipta suatu kondisi yang kuat yang tertanam dalam bathin, untuk selalu cenderung/condong kepada hal-hal yang baik dan mulia dimata manusia
57
dan Tuhan. Dan juga dengan melalui amalan-amalan yang yang dilakukan oleh dhohiriyyah (jasad). Diantara contoh pelatihan-pelatihan yang diajarkan atau diberikan oleh Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad dalam kitab Risalatul Mu’awanah antara lain:
ٍ :بأسباب وحيس ن المقني ُ ويقوى ُ استماع العبد بقلبِه وأذنِه إَل وهو:منها ِ ُ أن يصغَي،ادلدار ُ األصل والذي علمه ُ ِ ِ اآليات واألخبا ِر الد ِ َّالة على جالل اهللِ تعاَل وكمالِه وعظمتِه وكبيَائِه وانفر ِاد ِ ِ ِ ِ وما أيّ ُدوا ِبه ِم َ ن َ والسلطان والقه ِر وعلى صدق الر ُس ِل وكماذلم،باخللق واألم ِر ِ العقوبات وما ورد يف ِ يل ِ ِ ِ الموم اآلخ ِر ِم ن إثابة مبعانديهم ِم ْ ن أنو ِاع َّ وما َ َ ْ َ ادلعجزات ِ ِ ِ ومعاقبة ادلسمئِني؛ وإَل ِ كون ه َذا األم ِر كافماً يف إفادةِ المق ني ُني اإلشارة َْ َ ْ احملسن .) اآلية ( :بقولِه تعاَل ِ السماو ِ ِ السبب الثّاين أن ينظر بع ِ ات و بث ني العتبا ِر يف َّ وما َّ ملكوت َ ،األرض ُ ّ َ ِ ِ ِ ِ اهللُ فمهما ِم ْ ن ُالمقني اإلشارة َ وبدائ ِع ادلكونات؛ وإَل إفادته،عجائب ادلصنوعات ( :بقولِه تعاَل .)
َذل ًآم ن ِبه ظاهراً وباطنا َّ ُ ّبب الث َ ويشمر يف َ يعمل على َ مقتضى َما ُ الس ّ َ الث أن ِ ( :َ؛ وإَل إفادتِه اإلشارةُ بقولِه تعاَل ُ ُوي َ فمما هنَال َ َبذل الستطاعة
.)
Artinya: “Dan yakin akan menjadi kuat dengan beberapa sebab diantaranya: 1) Hendaknya hamba Allah mencurahkan segala perhatiannya dan hatinya dan memperhatikan dengan telinganya untuk mendengarkan ayat dan hadis yang menunjukkan kebesaran Allah „Azza wa Jalla dan kesempurnaanNya, dan keagunganNya, dan kekuasaanNya dan
58
kesendirianNya dalam mengatur urusan semua makhluk, dan kekuasanNya, serta memperhatikan akan kebenaran para Rasul As. Dan kesempurnaan mereka, dan terhadap apa-apa yang menguatakan risalah mereka dari beberpapa mukjizat, demikian juga memperhatikan mereka yang mendustakan Rasul hingga mereka mendapat siksa dari Allah, dan memperhatikan dengan segenap hatinya apa yang akan datang kelak di hari akhirat berupa pahala yang bagus dari Allah yang dijanjikan bagi hambanya yang beriman dan berbuat kebajikan, demikian juga siksa yang akan dihadapi orangorang yang berbuat maksiat. Firman Allah: “Apakah belum cukup sesungguhnya Kami turunkan kepada kamu Al-Kitab yang dibacakan kepada mereka”. 2) Hendaklah engkau melihat dengan i‟tibar pada kerajaan langit dan bumi dan apa yang diciptakan Allah dari ciptan-ciptaan yang sangat ajaib. Dan memperhatikan permulaan adanya segala yang diciptakan. Firman Allah: “Dan akan Aku perlihatkan kepada mereka ayat-ayatKu di alam raya dan juga pada diri mereka hingga tampak jelas bahwasanya Allah Maha Benar”. 3) Hendaklah mengamalkan apa saja yang sesuai dengan keimanannya lahir bathin dan memperlihatkan ketaatan kepada Allah Azza Wa Jalla. Firman Allah: “Dan bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh mencariKu niscaya akan Aku tunjukkan jalanKu”. (Al-Haddad, 2010: 16-17). Pendidikan ke arah pemilik akhlak yang luhur untuk para siswa (pelajar) adalah merupakan tanggung jawab semua guru. Oleh karena itu, pembinaannya pun harus oleh semua guru. Dengan demikian, kurang tepat kalau dikatakan bahwa mendidik para siswa agar memiliki akhlak luhur hanya tanggung jawab guru mata pelajaran tertentu, misalnya guru PPKn atau guru pendidikan agama. Walaupun dapat dimengerti bahwa porsi yang dominan untuk mengajarkan (pelajaran akhlak) adalah para guru yang relevan dengan pelajaran tersebut. (Rahmat, tt: 3). (TPIP, FIP-UPI, 2007: 35). Guru sangat berperan penting dalam mendidik akhlak para pelajar, karena mereka menganggap guru adalah sumber dari segala ilmu, mereka
59
beranggapan bahwa guru itu mengetahui segalanya tentang ilmu, mereka juga selalu mempercayai apa saja yang dikatakan oleh seorang guru. Dan mereka menjadikan guru sebagai panutan dan teladan untuk mereka. Peran guru dalam mendidik akhlak, yang terdapat pada uraian kitab Risalatul Mu’awanah adalah: 1.
Memotivasi mereka supaya mereka mau melakukan suatu kegiatan yang menjadikan mereka beranggapan bahwa pendidikan akhlak itu sangat penting bagi mereka karena akhlak yang baik itu merupakan pusat dari segala aktivitas yang ada di dunia ini
2.
Memberikan pengetahuan kepada mereka bahwa orang yang berakhlak mulia, hidupnya akan bahagia, baik itu kehidupan dunia maupun kehidupan di akhirat. Dengan cara menunjukkan dalil-dalil naqli (dalil yang diambil dari Al-Qur‟an ataupun dari Al-Hadits) dan ‘aqli (dalil dari keadaan yang bisa diterima oleh akal), yang berisi tuntutan, hikmah dan balasan bagi orang yang berakhlak mulia. Supaya mereka merasa mantap dan antusias dalam menjalankannya.
3.
Mengarahkan dan memberikan contoh kepada mereka (para pelajar) di dalam menjalankan segala aktivitas yang ada pada kehidupan seharihari, berupa kewajiban-kewajiban, kesunahan-kesunahan, anjurananjuran, dan segala sesuatu yang dituntut oleh syara‟, yang meliputi tentang ibadah dan muamalah.
60
C. Relevansi Pendidikan Akhlak Kitab Risalatul Mu’awanah dalam Konteks Kehidupan Pelajar Sekarang Dari keterangan di atas begitu banyak nilai-nilai akhlak yang dapat kita ambil dari kitab Risalatul Mu’awanah dan dapat diterapkan kepada para pelajar sekarang, untuk menata kehidupan mereka yang saat ini sedang dalam kemerosotan moral. Pendidikan akhlak yang ada pada kitab Risalatul Mu’awanah sangatlah relevan jika di terapkan untuk pelajar sekarang, karena dalam pembahasannya tentang pendidikan akhlak sangat komplit disertai dengan contoh dan dalil-dalilnya. Di dalam kitab tersebut dijelaskan bagaimana menuntun dan mengarahkan diri kepada bersikap yang sesuai dengan nilainilai kehidupan. Sehingga apabila diterapkan pada para pelajar, mereka akan menjadi orang yang cerdas hati dan fikirannya serta menjadi lebih kuat dalam mengarungi dan menghadapi tantangan kehidupan yang akan datang. Diantara nilai-nilai pendidikan akhlak yang dapat diambil dan diterapkan terhadap para pelajar dari dalam Kitab Risalatul Mu’awanah yang berhubungan dengan tiga subtansi besar yaitu akhlak terhadap Allah SWT, akhlak terhadap diri sendiri dan akhlak terhadap lingkungan, antara lain dapat penulis uraikan sebagai berikut: 1.
Pendidikan berakhlak terhadap Allah SWT. a.
Pendidikan untuk selalu Cinta kepada Allah SWT
61
Cinta kepada Allah SWT hukumnya adalah wajib. Karena hal ini adalah termasuk tingkatan cinta yang paling tinggi serta yang akan menghantarkan seseorang ke derajad yang tertinggi dalam kehidupan. Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
بل َوعلم َّ ِباحلب ِف اهلل َّ ُيصري سبحانَه ِّ َ أيب َ َ يّت ْ ،ُ سوا َ إلمَ ممّا .ُ حمبوب ّإل إيّا َيصري ل َّ ً َ يّت ل
Artinya: “Dan wajib bagimu cinta kepada Allah, sehingga Allah SWT menjadi lebih kamu cintai daripada yang lain. Bahkan kamu tidak mencintai sesuatu apapun, kecuali cinta kepadaNya”. (AlHaddad, 2010: 146). Allah SWT berfirman:
Artinya: “Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah”. (Q.S. Al-Baqarah: 165). Rasulullah SAW bersabda:
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ب اهللِ َوأَ ِيب ْوا أَ ْه َل بَْم ِ ْت ِّ ُاين ِِب ْ أَيب ْوا اهللَ ل َما يَ ْغ ُد ْوُك ْم به م ْ ن ن َعمه َوأَيب ْو ِ )التمذى واحلاكم ع ن إب ن عبّاس ّ (روا.ّب ْ ِّ ُِب
Artinya: “Mencintailah kamu sekalian kepada Allah, karena dia (Allah) yang telah memberikan makan kepada kamu sekalian dengan kenikmatan-Nya, mencintailah kamu sekalian pada diriku, sebab mencintai Allah, dan mencintailah kamu sekalian pada keluargaku sebab mencintai aku”. (H.R. Tirmidzi dan Hakim dari Ibni Abbas). (Al-Haddad, 2010: 147).
Penddikan untuk selalu cinta kepada Allah SWT sangat relevan dengan konteks pelajar sekarang. Para pelajar saat ini seringkali menerjang aturan-aturan yang ada, baik itu aturan yang dibuat manusia maupun aturan yang dibuat oleh Sang Pembuat
62
manusia (Allah SWT), seperti membolos sekolah, tidak mendirikan salat, mabuk, tawuran, membangkang terhadap orang tua dan sikap-sikap buruk lainnya yang sering dilakukan oleh para pelajar saat ini, yang dapat dilihat disetiap lingkungan sekitar. itu semua dikarenakan kurangnya rasa cinta kepada Allah SWT. Sebab rasa cinta yang dalam kepada Allah, itu akan membuat manusia mau melakukan hal-hal yang baik. Walaupun hal itu berat dan susah, mereka akan tetap rela melakukannya, karena bukti rasa cinta adalah mau melakukan hal-hal yang disukai oleh yang cintai (Allah). Dan Allah sangat mencintai orang orang yang berbuat kebaiakan/ orang yang baik. b.
Pendidikan untuk selalu ridlo (rela) dengan keputusan Allah SWT Para pelajar harus dibiasakan untuk selalu rela terhadap apa saja yang menjadi keputusan Allah, karena rela dengan keputusan Allah SWT adalah merupakan buah dari rasa cinta dan ma‟rifat kepadaNya. Dengan itu pula seseorang akan selalu memiliki sikap husnudhon (selalu memiliki perasangka baik). Dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ ِ ِ ِ أشرف مثر ات احملبّ ِة بالقضاء م ن ضا ِ بقضاء ضا َ َ فالر َ بالر ّ ،اهلل ّ َوعلم ِ ِ ِ وم ن ِ يرضى مرا ِّ شأن ًّ يلوا كان أو َ احملب أ ْن ْ ،وادلعرفة ً لفعل حمبوبِه
Artinya: “Dan wajib bagimu rela dengan ketetapan Allah, karena rela dengan keputusan Allah merupakan buah rasa cinta dan ma‟rifat. Sedangkan diantara sikap orang yang cinta itu sendiri adalah rela terhadap perilaku yang ia cintai (Allah)”. (Al-Haddad, 2010: 148).
63
Allah SWT berfirman di dalam hadis qudsi:
(روا
ِ ِ ِ ْ ضائِي وَلْ ي ِ َ م ن َلْ ي ر .س َربًّا ِس َوائِ ْي َ َ ْ َ ض ب َق َْ ْ َ ْ فَ ْلمَ ْلتَم،ص ْب َعلَى بََالئ ْي )اب ن يبّان والطباَن وابو داود واب ن عساكر
Artinya: “Barangsiapa yang tidak rela dengan keputusan-Ku dan tidak bersabar dengan ujian-Ku, maka sebaiknya ia mencari Tuhan selain Aku”. (H.R. Ibnu Hibban, Thabrani, Abu Dawud dan Ibnu Asakir). (Al-Haddad, 2010: 148).
Rela dengan keputusan Allah adalah beri’tiqod (meyakini) bahwa seluruh perbuatan Allah terjadi pada pihak yang paling tepat, paling adil, paling baik dan paling sempurna. (Al-Haddad, 2010: 149). Selalu rela dengan keputusan Allah SWT ini, relevan sekali dengan para pelajar sekarang. pendidikan ini harus diberikan kepada para pelajar saat ini. Karena kebanyakan mereka saat ini belum seperti itu. Mereka masih memiliki prasangka buruk terhadap tuhannya ataupu orang lain apabila ada suatu kejelekan menimpanya. Dengan pendidikan ini mereka akan tertuntut menjadi manusia yang bijaksana dan arif dalam segala hal yang menimpa padanya, karena mereka sadar semuanya itu adalah memang sudah keputusan dari Allah SWT, dan itulah yang memang terbaik untuknya. c.
Pendidikan untuk selalu berharap dan takut Kepada Allah SWT Berharap dan takut kepada Allah SWT adalah merupakan buah yakin yang paling mulia,dengan keduanya itu pula Allah
64
SWT memberikan ciri-ciri tersendiri kepada hamba-hambanya terdahulu. Dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ وعلمَ باإلكثا ِر ِم ن ِ فإّنما ِم ن أشر ِ ِ اف ِ مثرت المق ني َ ْ ّ ،الرجاء واخلوف ّ َ
Artinya: “dan wajib bagimu memperbanyak berharap dan takut (kepada Allah) karena sesungguhnya keduanya adalah buah yakin yang paling mulia ”. (Al-Haddad, 2010: 129). Allah SWT berfirman:
Artinya: “Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti”. (Q.S. Al-Isra‟: 57). (http//www.al-qurandigital.com). Roja’ (berharap) adalah pemahaman hati terhadap keleluasaan rahmat Allah, kedermawaan, keagungan karunia dan kebaikanNya, serta kebaikan janjiNya terhadap orang yang menjalankan taat kepadaNya. Dari pemahaman hati seperti ini, maka akan lahir sikap bahagia, yang disebut roja’ (harapan). (AlHaddad, 2010: 129-130). Khauf (takut) adalah pemahaman hati terhadap keagungan Allah, kekuatan dan kekayaan Allah di atas semua hambaNya dan pemahaman terhadap kepedihan ancaman Allah. Sakitnya siksaan
65
Allah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bermaksiat kepadaNya serta menentang perintahNya. Pemahaman hati seperti ini akan melahirkan sikap takut yang disebut khauf dan buah yang mengandung maksud di dalamnya antara lain meninggalkan maksiat, sangat menjaga diri dari maksiat, karen maksiat merupakan jalan yang mengantarkan mendapat siksaan dan ancamanNya. (Al-Haddad, 2010: 130). Pendidikan untuk selalu berharap dan takut Kepada Allah SWT, haruslah ditekankan kepada para pelajar. Apalagi para pelajar sekarang, pendidikan ini sangat relevan untuk diterapkan pada mereka. Melihat kehidupan mereka saat ini, mereka tidak segan-segan menerjang larangan yang jelasjelas diharamkan oleh syariat, seperti mabuk, judi dan perbuatan-perbuatan buruk lainnya. Dengan pendidikan ini maka mereka akan lebih taat terhadap tuntunan syari‟at. Karena mereka akan takut dengan sang penciptanya, yang apabila mereka melanggar laranganNya mereka bisa dibenci dan di adzab olehNya kelak di akhirat. 2.
Pendidikan berakhlak terhadap diri sendiri a.
Pendidikan untuk selalu memperkuat keyakinan Sebagai seorang pelajar mereka harus dibekali keyakinan yang kuat. Karena dengan itu mereka akan selalu bersikap optimis dan mau untuk melakukan hal-hal atau sesuatu yang berguna baginya dan menjadikannya kelak hidup bahagia.
66
Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
َّ ،احلبمب بتقويِّة يقمنَِ وحتسمنِه المقني إذا مت ّك َ ن األخ َ ُ وعلمَ أيّ َها َ فإن ُ ِ ِ ِ ٌالغمب كأنّه شهادة َ م َ ن القلب واستوَل علمه ُ صار
Artinya: “Wahai saudaraku tercinta, wajib bagimu untuk menguatkan dan memperbaiki keyakinanmu! Karena, jika keyakinan telah kukuh dalam hati, dan ia menguasainya, maka hal yang ghoib menjadi seperti tampak”. (Al-Haddad, 2010: 16). Lebih lanjut dapat peneliti jabarkan tentang apa itu yakin yang terdapat dalam kitab Risalatul Mu’awanah. Menurut Al-Habib Abdullah Al-Haddad yakin adalah istilah lain dari kekuatan iman dengan kemantapan dan kekukuhannya, sehingga menjadi gunung yang besar dan tinggi,
yang tidak tergoyahkan oleh keragu-raguan dan tidak terombangambing oleh prasangka, hingga tidak tersisa sedikitpun darinya. Jika keragu-raguan itu datang dari luar, maka telinganya tidak memperdulikannya, setan pun tidak mampu mendekati orang yang mempunyai keyakinan seperti ini, bahkan ia lari meninggalkannnya dengan hina. (Al-Haddad, 2010: 16). Rasulullah SAW bersabda:
ِ َ ُ إِ َّن الشَّْمطَا َن لَمَ ْف َ ََ عُ َم ُر فَ ًّجا اَّل َسل َ َرق ِم ْ ن ِظ ِّل عُ َمَر َوَما َسل ) (روا أمحد والتمذى واب ن يبان ع ن بريدة.آخر َ َ الشَّْمطَا ُن فَ ًّجا
Artinya: “Sesungguhnya setan itu lari jika melihat bayangan umar. Ia pun tidak berani melangkah selangkah pun pada jalan yang dilewati Umar, kecuali setan telah melangkah di jalan yang lain.” (H.R. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Hibban dari Buraidah). (Al-Haddad, 2010: 16).
67
Rasulullah SAW juga bersabda:
) (روا البمهقى.ُكله ُ اَِْإلْميَا ُن
ِ ني ُ ْ اَلْمَق
Artinya: “Yakin itu adalah sepenuh iman”. (H.R. Baihaqi). (AlHaddad, 2010: 17). Buah dari keyakinan adalah dapat melahirkan ketenangan janji Allah SWT, tetap berpegang teguh terhadap jaminan Allah
serta tetap bertumpu pada satu arah mata panah cita-cita menuju Allah SWT, karena segala sesuatu kembali kepada Allah dan memaksimalkan seluruh kekuatan untuk memperoleh keridlaan Allah SWT. Pendidikan untuk memperkuat keyakinan ini, sangatlah relevan jika di terapkan dengan konteks pelajar sekarang. Dikarenakan para pelajar sekarang masih banyak yang belum memiliki keyakinan yang kuat, sehingga mereka masih mudah digoyahkan oleh prasangka-prasangka dan keragu-raguan yang datang. Mereka masih gampang meninggalkan kewajibankewajiban yang di berikan oleh Tuhan dan RasulNya. Seperti meninggalkan sholat, berbakti kepada kedua orang tuanya, saling mengasihi dan menyayangi antara satu dengan yang lainnya, dan masih banyak lagi hal-hal lainnya yang mereka tinggalkan. b.
Pendidikan untuk selalu bersikap muraqabah (mawas diri) Salah satu sikap yang harus ditanamkan pada para pelajar adalah selalu bersikap muraqabah. Karena sikap ini merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang muslim. Dengan
68
muraqabah inilah, seseorang dapat menjalankan ketaatan kepada Allah dimanapun ia berada, hingga mampu mengantarkannya pada derajat seorang mu‟min sejati. Demikian pula sebaliknya, tanpa adanya sikap seperti ini, akan membawa seseorang pada jurang kemaksiatan kepada Allah kendatipun ilmu dan kedudukan yang dimilikinya. Inilah urgensi sikap muraqabah dalam kehidupan muslim. Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ أخي مبر ِ وعلمَ يا َِاقبة اهللِ تعاَل يف يركاتَِ وسكناتَِ وحلظات َ َمن و،َِوطرفاتَِ وخطراتَِ وإراداتَِ وسائ ِر يالت َ استشعر قربَه َ
Artinya: “Dan wajib bagimu, wahai saudaraku, yaitu mawas diri kepada Allah SWT, baik dalam setiap gerak atau diammu, dalam serentang waktu atau beberapa rentang waktu. Dalam getaran rasa hatimu atau kehendakmu, dan seluruh keberadaanmu senantiasa merasakan kedekatanmu dengan Allah SWT”. (Al-Haddad, 2010: 22).
Muraqabah adalah selalu merasa diawasi oleh Allah SWT disetiap gerak atau diam, dalam serentang waktu atau beberapa rentang waktu. Dalam getaran rasa hati atau kehendak, dan seluruh keberadaan senantiasa merasakan kedekatan dengan Allah SWT. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit”. (Q.S. Ali „Imran: 5). (http//www.al-quran-digital.com).
69
Allah SWT juga berfirman:
Artinya: “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy, Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya, dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al-Hadiid: 4). (http//www.al-quran-digital.com). Muraqabah termasuk dalam kedudukan terpuji, pangkat yang paling mulia dan derajat yang paling tinggi. Muraqabah juga termasuk maqam ihsan seperti yang disabdakan Rasulullah SAW:
) (روا مسلم.اك َ تَرا ُ فَِإنَّهُ يَر
ِ َ أَ ْن تَ ْعبُ َد اهللَ َكأَن َ ََّ تَ َرا ُ فَإ ْن َلْ تَ ُك ْ ن
َ
Artinya: ”Pengabdian kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Walaupun engkau tidak melihatNya, maka sesungguhnya Dia (Allah SWT) melihatmu”. (H.R. Muslim). (http//www.maktabahsamilah.com) Pedidikan untuk mawas diri ini sangat relevan jika diterapkan pada generasi muda atau pelajar sekarang, karena sekarang ini dari mereka sangat minim yang memiliki sikap mawas diri, sehingga banyak dari mereka yang masih berbuat dengan sesuka hati, asalkan mereka senang semua akan dilakukan, walaupun hal itu adalah sesuatu yang dilarang oleh
70
syari‟at agama dan juga negara. Seperti berbohong kepada orang tua, guru maupun teman-temannya. c.
Pendidikan untuk selalu bersikap wira‟i Salah satu inti dari agama adalah sikap wira‟i. karena dengan sikap ini seseorang dapat digolongkan sebagai orang yang berada dalam bimbingan ulama‟ dan termasuk orang yang muttaqiin (orang-orang yang bertaqwa). Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ ّ مات و ِ وعلمَ بالورِع ع ن احملر مالك ال ّدي ِ ن والّذي ُ ع َ َ فإ ّن الور،الشبهات ّ ِ ِ العاملني العلماء عند َ ادلدار َ ُ علمه
Artinya: “Dan wajib bagimu wira‟i (menjauhi) dari hal-hal yang haram dan syubhat. Karena wira‟i merupakan inti agama, dan orang-orang yang berada di kawasan itu, adalah orang yang di antara bimbingan ulama‟”. (Al-Haddad, 2010: 90). Wira‟i adalah menjauhkan diri dari dosa, maksiat, dan syubhat (perkara yang tidak diketahui halal dan haramnya). Wira‟i merupakan senjata sakti penjunjung agama. Wira‟i inilah yang menjadi ciri ulama yang mengamalkan ilmunya. Ketahuilah bahwa orang yang memperoleh sesuatu yang haram atau syubhat, maka sedikitlah ia mendapatkan taufiq, pertolongan Allah SWT untuk beramal shaleh. Jika ia beramal shaleh, ia tidak terlepas dari penyakit batin, dalam setiap amaliyah seperti sombong (ujub) dan pamer (riya’).
71
Rasulullah SAW bersabda:
)التمذي ّ (روا
.َ َ َُ إِ ََل َما لَ يَِريْب َ َُد ْع َما يَِريْب
Artinya: “Tinggalkan hal yang meragukan kamu, ambillah hal yang tidak meragukan kamu”. (H.R. Tirmidzi). (Al-Haddad, 2010: 93). Rasulullah SAW juga bersabda:
ِِ ِ ِِ َْلي ب لُ ُغ الْعب ُد درجةَ الْمت َِّقني ي َّّت ي ْت رَك م َالبأ .س ٌ ْس به َي َذ ًرا ممَّا به بَأ َ َ َ ُ َ َ َ ْ ُ َ َ َ ْ َ َْ )التمذى ّ (روا
Artinya: “Seorang hamba tidak akan mencapai tingkat muttaqiin, hingga dia meninggalkan apa yang tidak bahaya baginya, karena takut terhadap hal yang bahaya baginya”. (H.R. Turmudzi). (AlHaddad, 2010: 93). Sikap wira‟i ini sangat relevan jika di tanamkan kepada para
pelajar
sekarang,
karena
kenyataan
bahwa
yang
menghantarkan mereka pada hal-hal yang tidak sesuai dengan norma-norma agama maupun kehidupan adalah tidak adanya sikap ini. Mereka kurang hati-hati dalam melangkah, mereka sering menganggap mudah hal-hal yang kecil, seperti berbaur dengan lawan jenis tanpa adanya batasan-batasan tertentu. Sehingga mereka terbiasa melakukan hal-hal yang mereka anggap itu adalah sesuatu yang remeh, akan tetapi perpotensi pada dosa besar, seperti berpegangan tangan tanpa ada alasan, berpelukan, berciuman dan lain sebagainya. Yang kesemuanya itu adalah perbuatan-perbuatan yang bisa menjatuhkan pada perzinaan.
72
d.
Pendidikan untuk selalu bertobat dari segala dosa Bertobat dari segala dosa baik besar maupun kecil hukumnya adalah wajib bagi setiap manusia. Karena dengan tobatlah kita akan dicintai oleh Allah SWT. Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ ّوعلمَ بالت ٍ كل ظاهرا أو سواءٌ كا َن،ذنب ِّ وبة ِم ْ ن َ ً صغريا أو ً ً ،كبريا ِ ِ أساس مجم ِع ُ فإ ّن التّوبةَ ّأو ُل قَ َدٍم يضعُها،باطنًا ُ وهي،العبد ِف طريق اهلل ِ .ابني َ واهللُ حيب التّ ّو،ادلقامات
Artinya: “Dan wajib bagimu bertaubat dari semua dosa, yaitu bertaubat baik dari dosa kecil maupun besar, baik dhohir ataupun bathin, karena taubat merupakan langkah pertama seorang hamba yang hendak menapakkan kakinya di jalan Allah. Taubat pun merupakan pondasi dari seluruh maqom (tingkatan) karena Allah mencintai orang-orang yang bertaubat”. (Al-Haddad, 2010: 127). Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”. (Q.S. AnNuur: 31). (http//www.al-quran-digital.com). Allah SWT juga berfirman:
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah (surga)". (Q.S. At-Tahriim: 8). (http//www.al-quran-digital.com).
73
Rasulullah SAW bersabda:
ِ ومعه ر،ٌ وبِِه مهلَ َكة،ً ِم ن رج ٍل نَزَل مْن ِزل،ِ اهلل أَفْ رح بِتَ وب ِة عب ِد ،ُايلَتُه َْ َ َْ َ ْ ُ َ ُ َ َ َُ ْ َ َََُ ت َ استَ ْم َق ْ َ َوقَ ْد َذ َهب،ظ َ َعلَْم َها طَ َع ُامهُ َو َشَرابُهُ فَ َو ْ َ ف،ً فَنَ َام نَ ْوَمة،ُض َع َرأْ َسه ِر أ َْرِج ُع إِ ََل: قَ َال،ُ أ َْو َما َشاءَ اهلل،ش ْ ايلَتُهُ َي َّّت ا ْشتَ َّد َعلَْم ِه ُ َاحلَر َوالْ َعط َ ِ فَِإ َذا ر، ُُثَّ رفَع رأْسه،ً فَنَام نَومة،م َك ِاين فَرجع (روا البخاري.ُ ايلَتُهُ ِعْن َد َُ َ َ َ َْ َ َ َ َ َ َ
)ومسلم
Artinya: “Allah lebih senang menerima tobat seorang hamba-Nya, melebihi dari gembira seorang yang turun di hutan yang berbahaya dengan kendaraan dan perbekalan makan dan minumnya, kemudian ia meletakkan kepala dan tidur, tiba-tiba ketika bangun, kendaraan yang membawa perbekalan makan minumnya telah hilang, maka ia berusaha mencari sehingga kepanasan, kelaparan dan kehausan, sehingga patah harapan lalu berkata: Aku akan kembali ke tempat tidurku tadi, lalu ia kembali dan tidur, tiba-tiba ketika bangun mendadak kendaraannya telah kembali lengkap dengan perbekalan makan minumnya”. (H.R. Bukhari, Muslim). (http//www.maktabahsamilah.com) Pendidikan untuk selalu bertobat dari segala dosa ini harus di tanamkan pada setiap pelajar. Karena tidak sedikit dari mereka yang selalu melakukan dosa setiap hari, dibanding orang tua generasi muda lebih dekat dengan perbuatan dosa. Lebih-lebih sekarang potensi yang menimbulkan dosa sangatlah penuh di setiap sudut belahan dunia, sehingga para generasi muda tidaklah sadar kalau dia melakukannya. Untuk itu, pendidikan ini mesti diberikan sejak ini, supaya generasi muda tidak kelampauan sering berbuat dosa. Relevansi pendidikan ini dengan keadaan pelajar sekarang sangat cocok. Karena para generasi pelajar saat ini sering sekali berbuat dosa, tapi mereka tidak sadar akan hal itu. Disebabkan
74
mereka terlampau menganggapnya sesuatu yang wajar atau bukan dosa. Seperti para pelajar putri yang ketika di luar sekolah mereka memakai pakaian yang minim, yang itu di luar tuntunan syari‟at. Pelajar putra yang ketika berkumpul-kumpul bersama, mereka tidak lepas dengan minuman keras, walaupun tidak semua, tapi banyak yang demikian itu. e.
Pendidikan untuk selalu bersabar dalam menghadapi segala masalah Kunci rahasia dari iman dan kebajikan, syarat yang paling utama ialah sabar, mulut bisa terbuka lebar dan untuk menyerukan iman. Beribu orang tampil ke muka menyerukan iman, tetapi hanya berpuluh orang yang dapat melanjutkan perjalanan. Sebagian besar jatuh tersungkur ditengah jalan karena tidak tahan menderita karena tiada sabar. Pembinaan sabar harus dimulai dari ketika seseorang dari proses pencarian ilmu karena dalam proses pendidikan adalah awal penanaman dan akan bertahan lebih lama. Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
َّ ،مالك األم ِر ،مادمت ِف هذ ِ ال ّدا ِر ُ فإنّه،بالص ِب َ ولبد َ ْ ُلَ منه ّ َوعلم ِ ِ األخالق الكر ِ ِ .العظممة الفضائل مية و وهو م ن Artinya: “Dan wajib bagimu bersabar, karena sabar itu merupakan pusat penentu segala permasalahan, dan hal itu harus kamu lakukan sepanjang hidup di dunia ini, ia pun termasuk dari akhlakul karimah serta terdapat beberapa keutamaan”. (AlHaddad, 2010: 133).
75
Dengan kesabaran dalam mencari ilmu akan didapatkan tujuan dari pembelajaran. karena dalam proses pembelajaran banyak kendala yang akan ditemui, banyak kendala baik dari segi pendidik, terdidik, materi, metode atau yang lainnya, maka dibutuhkan kesabaran dalam menjalani proses pembelajaran itu. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung”. (Q.S. Ali-„Imran: 200). (http//www.al-qurandigital.com). Pendidikan untuk selalu bersabar atas segala sesuatu ini, sangat relevan dengan keaadan para generasi muda sekarang (pelajar). Sebab sekarang ini agak sulit mencari seorang pemuda yang penyabar. Kebanyak dari mereka kurang sabar atas segala apa yang ada padanya, baik dalam melakukan sesuatu atau keinginan terhadap sesuatu. Seperti disaat mereka meminta kebutuhan yang bisa menunjang lancarnya sekolah mereka, akan tetapi itu bukan kebutuhan yang primer dari penunjang sekolahnya. Contohnya yang bisa dilihat disekeliling, mereka para pelajar meminta sepeda motor kepada orang tuanya untuk digunakan sebagai transport kala sekolah, akan tetapi orang tuanya belum mampu memenuhi permintaannya itu, orang tuanya
76
berkata “bapak belum bisa membelikan kamu sepeda, karena bapak belum ada uang. Nanti kalau sudah ada uang yang cukup, bapak akan belikan kamu sepeda motor”. tapi mereka malah marah dan mengancam tidak akan sekolah kalau belum dibelikan sepeda motor. Oleh karena itu, pendidikan untuk selalu bersabar atas segala sesuatu ini, sangat dibutuhkan untuk merubah sikap mereka yang sering tidak sabar atas apa yang terjadi. f.
Pendidikan untuk selalu bertawakkal kepada Allah SWT Bersikap selalu tawakkal kepada Allah adalah bukti bahwa dia menghamba kepadaNya, dan sikap inilah yang menjadi lantaran turunnya rahmat dariNya serta pertolonganNya. Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
فإ ّن َم ْ ن توّك َل على اهللِ ك َفا ُ وأعانَه،وعلمَ بالتّوّك ِل على اهللِ تعاَل َ . أول ّ َ وتول و
Artinya: “Dan wajib bagimu (berserah diri) kepada Allah SWT, karena sesungguhnya orang yang berserah diri kepada Allah, maka ia akan diberi kecukupan, ditolong , dilindungi serta diutamakan oleh Allah”. (Al-Haddad, 2010: 143). Allah SWT berfirman:
Artinya: “Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (Q.S. Ali-„Imran: 159). (http//www.al-quran-digital.com). Allah SWT juga berfirman:
77
Artinya: “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”. (Q.S. AthThalaaq: 3). (http//www.al-quran-digital.com). Inti tawakkal kepada Allah SWT adalah sadarnya hati bahwa segala sesuatu berada di tangan-Nya, baik yang bermanfaat,
bermadharat,
yang
menyusahkan
serta
yang
membahagiakan. Sangat meyakini bahwa seandainya seluruh makhluk dikumpulkan untuk memberi kemanfaatan ataupun kemudharatan, maka mereka sedikit pun tidak akan mampu melaksanakannya kecuali dengan adanya ketetapan dan ketentuan dari Allah SWT. Pendidikan untuk selalu bersikap tawakkal kepada Allah SWT, sangat dibutuhkan oleh setiap orang, dan relevan sekali dengan keadaan pelajar sekarang. karena banyak dari mereka yang bertawakkal kepada Allah. Buktinya ketika sehabis pengumuman kelulusan sekolah. Ketika mereka lulus, mereka amat senang dan mengekspresikannya dengan hal-hal yang tidak etis jika dikaitkan dengan seorang pelajar, seperti pilok-pilokan di jalan, mabuk-mabukan, berpacar-pacaran, seakan akan mereka merasa bahwa kelulusannya adalah jerih payahnya sendiri, dan bukan merupakan pertolongan dan nikmat dari Tuhannya (Allah). Bagi mereka yang tidak lulus, mereka merasa itu adalah akhir dari segalanya. Mereka mengamuk, menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi, Sampai-sampai ada yang nekat bunuh diri. Oleh
78
karena itu, pendidikan untuk selalu bersikap tawakkal kepada Allah SWT, sangat dibutuhkan para pelajar untuk mengontrol perbuatan mereka supaya lebih bijaksana dalam menanggapi segala sesuatu yang terjadi. 3.
Pendidikan berakhlak terhadap lingkungan a.
Pendidikan di lingkungan keluarga 1) Pendidikan untuk berbakti kepada kedua orang tua Berbakti kepada orang tua adalah kewajiban bagi setiap anak dan merupakan salah satu jalan untuk mendapatkan kebaikan serta keridlaan dari Allah SWT. Karena durhaka kepada mereka adalah merupakan dosa yang paling besar diantara dosa-dosa yang besar. Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ أوجب الو ِ ،اك وعقوقِهم م ن َ ّاجبات؛ وإي ِّ َوعلم َ ْ ُ فإنّه،بب الوالدي ِ ن .م ن أك ِب الكبائ ِر ْ ُفإنّه
Artinya: “Dan wajib bagimu berbakti kepada kedua orang tua, karena hal itu merupakan yang paling wajib diantara perkara wajib yang lain, takutlah kamu durhaka kepada keduannya, karena hal itu merupakan dosa yang paling besar diantara dosa-dosa besar yang lainnya”. (Al-Haddad, 2010: 103). Allah SWT berfirman:
79
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia”. (Q.S. Al-Isra‟: 23). (http//www.al-quran-digital.com). Allah SWT juga berfirman:
Artinya: “Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya“. (Q.S. Al-„Ankabuut: 8). (http//www.al-quran-digital.com). Sebagai seorang anak, hendaklah mencari keridhaan mereka dan mengerjakan perintah-perintah mereka selama tidak bernilai maksiat, menjauhi larangan mereka selama tidak melarang ketaatan yang wajib serta mementingkan kepentingan mereka di atas kepentingan pribadi. Itulah wujud ketaatan dan berbakti seorang anak kepada kedua orang tuanya. Penanaman sikap untuk selalu berbakti kepada kedua orang tua ini relevan sekali dengan keadaan pelajar sekarang. Karena mayoritas para pelajar sekarang belum melakukan itu, banyak para pelajar yang memperlakukan orang tuanya layaknya pembantu. Mereka sering menyuruh-nyuruh orang tuanya untuk ini untuk itu,tapi ketika disuruh orang tuanya mereka
tidak
lekas
80
melaksanakannya
malah
mereka
menjawab “Aku sedang lelah”. Padahal itu adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. 2) Pendidikan untuk selalu berbicara baik dengan anggota keluarga Para pelajar harus diajari untuk selalu berbicara baik dengan anggota keluarga. Karena hal itu yang akan menjadikan suasana rumah menjadi damai dan tentram. Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ ّكالم ل حيل الن ٍ كل حيرم َّ و،تنطق ّإل خب ٍري َ ُ ُ وعلمَ أن ل ُ طق به ِ ،َُ َورت ِّْبه َ كالم َ َ وإذا تكلّ ْم،علمَ اإلستماعُ إلمه َ ت فرتّ ْل
Artinya: “dan wajib bagimu, agar tidak mengucapkan sesuatu apapun, kecuali dengan baik, jangan pula mengucapkan perkataan yang tidak dihalalkan (dilarang) serta mendengarkan perkataan yang haram didengarkan. Jika kamu ingin mengucapkan suatu perkataan, maka hendaklah ditata terlebih dahulu dan susunlah dengan kalimat yang benar”. (Al-Haddad, 2010: 63). Pendidikan untuk selalu berbicara baik dengan anggota keluarga ini sangat relevan apabila diajarkan pada para pelajar sekarang. karena banyak dari para pelajar sekarang yang sudah banyak menerima pendidikan, akan tetapi mereka belum bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan, mereka masih berbicara kasar dengan kedua orang tuanya dan kepada saudaranya. Dengan ditekankannya pendidikan ini, diharapkan mereka akan menjadi lebih santun
81
dalam berbicara dengan anggota keluarganya, dan meluas kepada sesamanya. b.
Pendidikan di lingkungan sekolah 1) Pendidikan untuk selalu berperilaku adil terhadap dirinya sendiri dan orang lain Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ ِ عدل ِف رعمتَِ اخلاص ِة و ِ وعلمَ بال ِ العامة و احلفظ والتف ّق ِد كمل َ ّ َّ ،ذلَا مسؤل َع ْ ن رعمّتِ ِه ٌ وكل ر ٍاع،فإن اهللَ سائلَُ عنها
Artinya: “Dan wajib bagimu berbuat adil di dalam pengembalaanmu, baik yang khusus maupun yang umum, di samping tetap dengan sempurna menjaga dan mengawasinya, Karena Allah akan meminta pertanggung jawaban kepada kamu atasnya. sebab setiap pengembala pasti akan dimintai pertanggung jawaban atas gembalaannya”. (Al-Haddad, 2010: 101). Berlaku adil kepada gembalaan khusus disini yang dimaksudkan adalah anggota badan yang tujuh yaitu lidah, telinga, mata, perut, kemaluan, tangan dan kaki. Sedangkan gembalaan umum disini adalah orang-orang yang berada dalam kekuasaan dan tanggungjawab kita, yaitu anak, istri dan pembantu. Allah SWT berfirman:
82
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (Q.S. An-Nahl: 90). (http//www.al-quran-digital.com). Pendidikan untuk selalu berperilaku adil ini sangat relevan jika diajarkan pada pelajar sekarang. Karena banyak dari mereka yang belum mengerti apa itu adil dan bagaimana prakteknya, sehingga mereka sering sekali berperilaku tidak adil, baik pada dirinya sendiri maupun pada orang-orang di sekitarnya. Seperti menggunakan anggota tubuhnya untuk sesuatu yang dilarang oleh Allah dan RasulNya, serta sering mementingkan salah satu temannya daripada teman yang lain, sebab dia lebih membutuhkan salah satu temannya itu, untuk kepentingan pribadinya. 2) Pendidikan untuk selalu amar ma‟ruf nahi munkar. Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ القطب الّذي َ ُ فإنّه،وعلمَ باألم ِر بادلعروف والنّه ِي ع ن ادلنك ِر ُ ِ .ادلرسلني أرسل َ وألجلِه،مدار أم ِر ال ّدي ِ ن َ ُأنزل اهلل ُ علمه َ َ الكتب و
Artinya: “Dan wajib bagimu menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran, karena ini merupakan pusat perputaran sendi-sendi agama. Karena itu pula Allah menurunkan Al-Qur‟an dan mengutus para Rasul”. (AlHaddad, 2010: 97). Amar ma‟ruf nahi munkar adalah memerintah ke arah kebaikan dan mencegah diri dari kemungkaran. Karena hal itu merupakan sendi pokok agama dan karena itu pula Allah
83
SWT menurunkan Al-Qur‟an dan mengutus para RasulNya. Para ulama‟ memutuskan bahwa amar ma‟ruf nahi munkar hukumnya wajib. Hal ini didasarkan pada Al-Qur‟an. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. (Q.S. Ali-„Imran: 104). (http//www.al-quran-digital.com). Allah SWT juga berfirman:
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (Q.S. Ali-„Imran: 110). (http//www.al-quran-digital.com). Ma‟ruf adalah segala perbuatan yang baik untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, sedangkan mungkar adalah segala perbuatan yang menjauhkan diri dari Allah SWT. Hukum amar ma‟ruf nahi munkar adalah fardhu kifayah. Yaitu apabila sudah ada sebagian di suatu daerah
84
tersebut yang beramar ma‟ruf nahi munkar maka sudah gugur kewajiban penduduk daerah tersebut untuk beramar ma‟ruf nahi munkar. Namun pahala hanya diprioritaskan kepada yang menyerukan dan mengerjakannya. Amar ma‟ruf nahi munkar ini sangatlah relevan dengan keadaan para pelajar sekarang, disebabkan banyaknya para pelajar yang cuek terhadap teman-temannya, mereka sadar bahwa apabila salah satu dari temannya ada yang berbuat dholim, itu akan merugikan bagi pelaku dan juga imbasnya pada teman yang lain, akan tetapi dia tidak peduli, dia tidak berusaha bagaimana caranya agar salah satu dari temannya tadi, tidak jadi melakukan kedholiman itu, sehingga perbuatan tersebut tetap dilakukan oleh temannya. c.
Pendidikan di lingkungan masyarakat 1) Pendidikan untuk selalu mengikat tali persaudaraan dengan tetangga Mengikat tali persaudaraan adalah hal yang terpenting dalam sebuah kehidupan. Karena dengan kita mengikat persaudaraan, maka hubungan antara sesama akan terjalin indah dan jalan rezeki kita juga akan dilapangkan oleh Allah SWT.
85
Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ َوعلم ِ ِ ِ ،وباإليسان إَل اجلري ِان فاألقرب؛ األقرب ،األريام بصلة َ ُ .َاألدَن بابًا فاألدَن َ
Artinya: “Dan wajib bagimu menyambung tali silaturrahhim, dengan handai taulan yang paling dekat, berbuat baik kepada tetangga, khususnya pintu tetangga yang paling dekat”. (AlHaddad, 2010: 104). Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (Q.S. An-Nisa‟: 1) (http//www.al-quran-digital.com). Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk”. (Q.S. Ar-Ra‟du: 21). (http//www.al-quran-digital.com). Rasulullah SAW bersabda:
(روا.َُرِمحَه
ِ فَ ْلم،ِ أَو ي ْنسأَ لَه ِيف أَثَِر،ط لَه ِرْزقُه ص ْل ُ َ ُ ُ ُ َ َم ْ ن َسَّرُ أَ ْن يُْب َس َ )البخارى ومسلم
Artinya: “Barangiapa yang ingin dibentangkan rizqinya, dipanjangkan umurnya, maka hubungkanlah silaturrahim”. (H.R. Bukhari dan Muslim). (http//www.maktabahsamilah.com).
86
Pendidikan untuk selalu mengikat persaudaraan, ababila di berikan pada kepada para pelajar sekarang sangat relevan sekali. Karena seperti apa keadaan mereka yang sering muncul di media massa, banyak antara satu instansi sekolah dengan instansi sekolah lainnya, para siswanya saling bertawuran, saling pukul memukul, seakan-akan tidak merasa bahwa mereka adalah saudara, satu negara, ataupun satu desa. Mereka tetap saling memukul tapa menghiraukan semua itu, bahkan ada yang sampai meninggal. 2) Pendidikan untuk selalu berperilaku tawadlu‟ (merendahkan diri) Di dalam kitab Risalatul Mu’awanah dikatakan:
ِ أخالق م ن َ ّ وإي،ادلؤمنني َ َ ّ ّاك والت َ فإ ّن اهلل،كب ْ ُ فإنّه،وعلمَ بالتّواض ِع .ُوضعهُ اهلل ّ لحيب َ وم ْ ن تكبّ َر َ اضع ر َ ،ُفعهُ اهلل َ ي ن؛ َ وم ْ ن تو َ ادلتكب Artinya: “Dan wajib bagimu bersikap tawadlu‟, karena sikap ini adalah perilaku orang-orang mukmin, dan takutlah kamu berbuat takabbur (sombong), karena sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang sombong. Sebab, barangsiapa bersikap merendahkan diri, Allah SWT akan mengangkatnya, barangsiapa bersikap sombong, Allah akan merendahkannya”. (Al-Haddad, 2010: 122). Rasulullah SAW bersabda:
َي ٍد َوَليَْبغِ ْي ََّ ِإِ َّن اهللَ أ َْو َح إ َ َل أَ ْن تَ َو َ َي ٌد َعلَى أ َ اض َع َي َّّت َليَ ْف َخ ْر أ ) (روا مسلم.َي ٍد َ َي ٌد َعلَى أ َأ
Artinya: “Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kamu sekalian saling bertawadhu‟ sehingga tidak seorang pun menyombongkan diri atas yang lain dan tidak ada seorang
87
pun yang melampaui batas yang lain”. (H.R. Muslim). (AlJaza‟iri, tt: 265). Rasulullah SAW juga bersabda:
ٍْ ِِم ْ ن ك ) (روا مسلم.ب
ٍاجلَنَّةَ َم ْ ن ِيف قَ ْلبِ ِه ِمثْ َق َال ذَ َّرة ْ َليَ ْد ُخ ُل ْ
Artinya: “Tidak akan masuk surga orang-orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kesombongan”. (H.R. Muslim). (Al-Haddad, 2010: 122). Tawadlu‟ adalah sikap orang-orang mu‟min dan muttaqin. Sikap ini sangat dibutuhkan oleh para pelajar sekarang. Dan relevan dengan keadaan mereka, bahwa pendidikan untuk selalu bersikap tawadlu‟ perlu sekali
diajarkan pada mereka. Karena seperti apa yang telah dilihat di masyarakat sekitar, para pelajar banyak sekali yang belum tawadlu‟, apabila bertemu dengan yang lebih tua bahkan gurunya yang telah memberikan ilmu, mereka tidak mau menyapa, apalagi menyapa tersenyum saja mereka enggan. Itulah realita yang ada di kehidupan para pelajar sekarang. Oleh sebab itu maka pendidikan ini sangat diperlukan untuk merubah tingkah laku mereka menjadi manusia yang baik dan sopan.
88
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dijelasakan penulis pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Bagaimana latar belakang sosial dari kitab Risalatul Mu’awanah. Latar belakang dari penulisan kitab Risalatul Mu’awanah adalah karena permintaan dari Al-Habib Ahmad bin Hasyim alHabsyi, dan juga karena keadaan pada masa itu yang sedang minus dengan akhlak. Pada masa itu banyak kerajaan-kerajaan yang melancarkan peperangan, berebut kekuasaan, dan masyarakatnya kurang mendapat perhatian dari penguasanya, yang menyebabkan satu sama lain dari mereka berbuat hal-hal yang diluar tuntunan syari‟at Islam akibat kurangnya tuntunan dari pemimpinnya. Hal ini sangat sinkron dengan kehidupan sosial sekarang.
2.
Bagaimanakah model Pendidikan Akhlak yang terdapat dalam kitab Risalatul Mu’awanah. Model dasar yang digunakan oleh Al-Habib Abdullah AlHaddad pada kitab Risalatul Mu’awanah dalam mendidik akhlak seseorang menuju kepemilikan akhlak yang luhur (akhlak para penghuni surga), meliputi dua aspek. Pertama: Aspek perbuatan yang dilakukan oleh bathin (jiwa). Kedua: Aspek perbuatan yang dilakukan
89
oleh dhohir (anggota tubuh). Dengan mengoptimalkan kekuatan batin dan diiringi dengan memaksimalkan anggota tubuh dalam melakukan perintah Allah SWT, maka seseorang akan bisa membentuk akhlak yang baik dan kuat, yang tidak mudah terpengaruh dengan akhlakakhlak buruk yang ada di sekitarnya. 3.
Bagaimanakah relevansi model Pendidikan Akhlak kitab Risalatul Mu’awanah dalam konteks kehidupan pelajar sekarang. Pendidikan akhlak yang ada dalam kitab Risalatul Mu’awanah dengan konteks kehidupan pelajar sekarang sangatlah relevan dan sesuai. Pendidikan-pendidikan akhlak yang dapat diambil dan diterapkan pada para pelajar sekarang dari kitab ini antara lain: a.
Pendidikan terhadap Allah SWT Pendidikan terhadap Allah SWT, meliputi penanaman rasa cinta padaNya, rela dengan segala keputusanNya dan pendidikan untuk selalu berharap dan takut kepadaNya.
b.
Pendidikan terhadap diri sendiri Pendidikan terhadap diri sendiri, meliputi pendidikan untuk selalu memperkuat keyakinan, mawas diri, wira‟i, bertobat dari segala dosa, bersabar dalam menghadapi segala masalah, dan pendidikan untuk selalu bertawakkal kepada Allah SWT.
c.
Pendidikan terhadap lingkungan Pendidikan terhadap lingkungan ini, penulis kelompokkan menjadi tiga. Pertama: lingkungan keluarga, kedua: lingkungan
90
sekolah, dan ketiga: lingkungan masyarakat. Pendidikan di lingkungan keluarga, meliputi penanaman sikap berbakti kepada kedua orang tua, dan pendidikan untuk selalu berinteraksi dengan baik antara anggota keluarga satu dengan yang lainnya. Di lingkungan sekolah, meliputi penanaman agar selalu adil pada dirinya juga pada orang lain (temannya), dan pendidikan untuk selalu Amar ma’ruf nahi munkar. Di lingkungan masyarakat, meliputi penanaman untuk selalu mengikat tali persaudaraan dengan tetangga, dan pendidikan untuk selalu bersikap tawadlu‟. B. Saran Perlu diketahui bahwa di Indonesia nama Al-Habib Abdullah AlHaddad sudah lama populer di kalangan Muslimin, dengan karya-karyanya yang monumental. Salah satunya yaitu kitab Risalatul Mu’awanah. Nilai yang terkandung di dalam kitab-kitab karyanya menunjukkan hal yang mulia, bahwa bagi kaum akademisi sudah tentu menjadi sebuah khazanah keislaman yang perlu direspons secara positif melalui kegiatan-kegiatan ilmiah, salah satunya yakni meneliti aspek motivasi para pengikutnya dalam mengamalkan ajaran ataupun kegiatan spiritual keagamaan. Untuk itu, ada beberapa hal dari hasil penelitian ini yang patut untuk dijadikan saran-saran sebagai berikut: 1.
Penyajian bahasa dalam Kitab Risalatul Mu’awanah yang banyak mengandung majaz (perumpamaan) yang kadangkala sulit untuk diakses
langsung
oleh
masyarakat
91
awam.
Karenanya,
perlu
disederhanakan melalui dua cara, yaitu ringkasan-ringkasan tematik (bentuk tulisan) dalam bahasa yang lugas dan singkat serta suguhan contoh yang rill sesuai dengan kodisi masyarakat. 2.
Mengembangkan pola pendidikan Akhlak bagi peserta didik dan masyarakat umum secara terpadu, sehingga terwujud suatu kondisi di mana tradisi "pengajaran" dan "pendidikan" yang integral bisa diterapkan secara nyata.
C. Implikasi Penelitian Pada taraf yang lebih operasional, kesimpulan di atas membawa beberapa implikasi ke luar dari pokok pembahasan penelitian. Dari pembahasan tentang nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Risalatul Mu’awanah karya Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad AlHaddad di atas, penulis menemukan beberapa implikasi positif dan implikasi negatif terutama untuk menjawab relevensi dengan kebutuhan pelajar sekarang dan masyarakat: 1.
Pendidikan akhlak yang berfungsi untuk memperkokoh daya-daya positif yang natural di dalam diri manusia mengharuskan ada sistem pendidikan akhlak yang didasarkan pada perkembangan jiwa manusia secara integral.
2.
Secara
implisit
diketemukan
semangat
penanaman
nilai-nilai
pendidikan akhlak yang berkiblat kepada satu arah yakni al-Qur'an dan Rasulullah sendiri sebagai kiblat akhlakul karimah.
92
3.
Usaha mentransformasikan nilai-nilai dan membina kepribadian umat Islam ditinjau dari sudut pendidikan akhlak walaupun relatif sukses, namun memerlukan tindak lanjut atau kontribusi dari berbagai kalangan, khususnya para pencinta ilmu. Penjelasan yang lebih dalam tentang nilai-nilai yang terkandung dalam kitab Risalatul Mu’awanah perlu diungkapkan sehingga para pengkajit kitab tersebut tidak hanya faham dalam dataran teknisi namun juga secara esensial nilai kitab Risalatul Mu’awanah.
4.
Dalam proses pembelajaran, aspek yang dikedepankan adalah bagaimana audiensnya dapat lebih menambah wawasan dan pemahaman terhadap ajaran agama Islam dan menambah ketaatan beragama dengan tidak mengabaikan disiplin ilmu lain. Sehubungan dengan implikasi di atas, dapat dikatakan bahwa
implikasi dari nilai-nilai pendidikan akhlak kitab Risalatul Mu’awanah tidak hanya memberikan kepuasan jiwa dalam menendangkan kata-kata yang indah, tetapi memiliki kemampuan "meneladankan" nilai-nilai positif kepada peserta didik. D. Kata Penutup Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas rahmat, taufik serta hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada penulis dalam menyusun
skripsi
yang sangat
sederhana dengan segala
keterbatasannya. Akhirnya, semoga walaupun penuh dengan kekurangan dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya, dan para pembaca
93
pada umumnya. Dan hanya kepada Allah SWT penulis memohon semoga Allah memberikan manfaat dengan skripsi ini, serta memberikan segala hal yang diangan-angankan oleh penulis.
94
DAFTAR PUSTAKA
Al-Haddad, Abdullah bin Alwi. 2010. Risalatul Mu’awanah wa AlMudhaharah wa Al-Muwazarah li Ar-Rhaghibin min Al-Mu’minin fi Suluk Thariq Al-Akhirah, Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah. ......................................................... Tt. Risalah Al-Mu’awanah wa AlMuwazhaharah wa Al-Muwazarah Li Ar-Rhaghibin min Al-Mu’minin fi Suluk Thariq Al-Akhirah. Terjemah oleh Ihsan, H. Ainul Ghoerry Suchaimi. Tt. Surabaya: Al-Hidayah. Al-Badawi, Mustofa Hasan. 1994. Al-Imam Al-Haddad Mujaddid Al-Qur’an Atsani ‘Asyaro Sirotuhu wa Manhajuhu. Dar Al-Hawi. Al-Ghalayaini, Musthafa. „Idhatun Nasyi’in. Terjemah oleh Abdai Rathomy. 2000. Semarang: PT. Karya Toha Putra. Al-Ghazali, Muhammad. Tt. Ihya’ Ulumudin. Indonesia: Al-Haromain. ......................................... Khulukul Qur’an. Terjemah oleh Anwar, Masy‟ari. 2008. Surabaya: PT. Bina Ilmu. ....................................... Tt. Al-‘Ilm. Terjemah oleh Al-Baqir, Muhammad. 1996. Bandung: Karisma. Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir. Tt. Minhajul Muslim. Terjemah oleh Mustofa aini, Amir Hamzah Fachrudin, Kholif Mutaqin. Malang: PT. Megatama Sofwa Pressindo. Al-Nawawi, Yahya bin Syarifudin. Tt. Al-Arba’in Nawawi. Semarang: Pustaka Aalawiyah. Al-Ghamidi, Abdullah. 2011. Cara Mengajar (Anak/ Murid) Ala Luqman AlHakim. Terjemah oleh Imam Khoiri. Jakarta Selatan: Sabil. Al-Qasimi, Muhammad Jamaludin. 2005. Mauidzatul Mu’minin. Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah. Al-Hasan, Yusuf Muhammad. Al-Wajiz fi at-Tarbiyah. Terjemah oleh Muhammad Yusuf Harun. 2014. Jakarta: Darul Haq. Asrori, Mohammad. 2008. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima. Az-Zarnuji. 2010. Ta’limul muta’allim. Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah.
95
..................................... Tanbihul Ghafilin. Terjemah oleh Abu Imam Taqiyuddin. 2009. Surabaya: Mutiara Ilmu. Drajat, Zakiyah. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Ensiklopedi Nasional Indonesia. 1990. Jakarta: Cipta Adi Pustaka. Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research. Yogyakarta: Ando Offset. Mardalis. 1995. METODE PENELITIAN Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara. Munzier dan Ali, Heri Noer. 2008. Watak Pendidikan Islam. Jakarta Utara: Friska Agung Insani. Muhadjir, Noeng. 1991. Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin. Nata, Abuddin. (Ed). 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa. Pusat Bahasa Departemen Pendidikana Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Samarqandi, Abu Laits. Tanbihul Ghafilin. 2010. Lebanon: Dar Al-Ghad AlJadid. Sulaiman, Abu Amr Ahmad. Minhaj ath-Thifl al-Muslim fi Dhau’ al-Kitab wa as-Sunnah. Terjemah oleh Luqman Hakim. 2014. Jakarta: Darul Haq. Siroj, Zaenuri dan Al-Arif, Adib. 2009. Hebatnya Akhlak di atas Ilmu dan Tahta Jilid 1 . Surabaya: Bintang Books. ...................................................... 2009. Hebatnya Akhlak di atas Ilmu dan Tahta Jilid 2 . Surabaya: Bintang Books. Sadly, Hasan. 1991. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Suharso dan Ana Retroningsih. 2011. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Semarang: Widya Karya. Soejono dan Abdurrahman. 2005. METODE PENELITIAN Suatu Pemikiran dan Penerapan. Jakarta: PT. Bina Adiaksara. PT. Rineka Cipta.
96
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan bagian I. Bandung. PT. Imperial Bhakti Utama. .............................................................................. 2007. Ilmu Dan Aplikasi Pendidikkan bagian III. Bandung: PT. Imperial Bhakti Utama. http//www.al-quran-digital.com http//www.maktabahsamilah.com http://anneahira.com/sejarah-kerajaan-turki-usmani.html http://majlismajlas.blogspot.com/2006/08/hikam-al-haddad-3.html http://www.alhawi.net/riwayat.htm https://id.wikipedia.org/wiki/Abdullah_bin_Alawi_al-Haddad http://nurulmusthofabintaro.blogspot.com/2011/03/manaqib-al-habib-abdullah bin-alwi-bin.html
97
98
99
DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Faks. 323433 Salatiga 50721 Website : http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail :
[email protected]
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Arif Hidayatulloh
Fakultas
:FTIK
Nim
Jurusan
:PAI
: 111 08 128
No
Nama Kegiatan
1.
OPSPEK STAIN Salatiga
2.
Lomba Cerdas Cermat Ilmu Agama 3. Ranking II Madrasah Diniyah Al-Manar 4. S.K. Madrasah Diniyah Al-Manar Tahun Ajaran 2009-2010 5. Haflah Akhirussanah Dan Haul KH. Djalal Suyuthi Ke-62 Pon-Pes Al-Manar 6. Gebyar Rebana Yang KeIII Pon-Pes Al-Manar 7. S.K. Madrasah Diniyah Al-Manar Tahun Ajaran 2010-2011 8. Haflah Akhirussanah Dan Haul KH. Djalal Suyuthi Ke-63 Pon-Pes Al-Manar 9. Gebyar Rebana Yang KeIV Pon-Pes Al-Manar 10. Haflah Akhirussanah Dan Haul KH. Djalal Suyuthi Ke-64 Pon-Pes Al-Manar
Pelaksanaan
Keterangan
Nilai
25-27 Agustus 2008 01 Juni 2009
Peserta
3
Peserta
2
29 Juni 2008
Peserta
2
02 Juli 2009
Guru
4
11 September 2009
Panitia
3
11 September 2009
Panitia
3
01 Juli 2010
Guru
4
10 Agustus 2010
Panitia
3
10 Agustus 2010
Panitia
3
28 Juli 2011
Panitia
3
100
11. Gebyar Rebana Yang KeV Pon-Pes Al-Manar 12. S.K. Madrasah Diniyah Al-Manar Tahun Ajaran 2011-2012 13. Haflah Akhirussanah Dan Haul KH. Djalal Suyuthi Ke-65 Pon-Pes Al-Manar 14. Gebyar Rebana Yang KeVI Pon-Pes Al-Manar 15. S.K. Madrasah Diniyah Al-Manar Tahun Ajaran 2012-2013 16. Seminar Nasional Kebangsaan 17. Seminar Nasional HIV /AIDS Bukan Kutukan Dari Tuhan 18. Haflah Akhirussanah Dan Haul KH. Djalal Suyuthi Ke-66 Pon-Pes Al-Manar 19. Gebyar Rebana Yang KeVII Pon-Pes Al-Manar 20. S.K. Madrasah Diniyah Al-Manar Tahun Ajaran 2013-2014 21. Lomba TPA SeKecamatan Ngluwar 22. Haflah Akhirussanah Dan Haul KH. Djalal Suyuthi Ke-67 Pon-Pes Al-Manar
28 Juli 2011
Panitia
3
02 Juli 2011
Guru
4
12 Juli 2012
Panitia
3
12 Juli 2012
Panitia
3
02 Juli 2012
Guru
4
27 Desember 2012
Peserta
8
13 Maret 2013
Peserta
2
29 Juni 2013
Panitia
3
29 Juni 2013
Panitia
3
02 Juli 2013
Guru
4
02 Juli 2014
Juri
3
25 Juni 2014
Panitia
3
23. Gebyar Rebana Yang KeVIII Pon-Pes Al-Manar
25 Juni 2014
Panitia
3
24. S.K. Madrasah Diniyah Al-Manar Tahun Ajaran 2014-2015
02 Juli 2014
Guru
4
25. Praktikum Baca Tulis AlQur‟an Program Studi PAI
22 Juli 2014
Peserta
2
101
102
103