ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN KOSAKATA PADA KARANGAN NARASI SISWA YANG BERLATAR BELAKANG BAHASA BETAWI KELAS VII MTS NEGERI PARUNG SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Disusun oleh Ikawati 109013000031
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
ABSTRAK Ikawati, Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul Skripsi “ Analisis Penggunaan Kosakata Pada Karangan Narasi Siswa yang Berlatar Belakang Bahasa Betawi Kelas VII MTs Negeri Parung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan penggunaan kosakata pada karangan narasi siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi kelas VII semeser genap tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian ini di lakukan di MTs Negeri Parung pada bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2013. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Instrumen dalam penelitian ini adalah tes tertulis dengan cara memberikan siswa tugas untuk membuat karangan sebanyak satu halaman. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data yakni, karangan dianalisis dengan memperhatikan tiap-tiap kata. Kata yang menunjukkan adanya kesalahan penggunaan kosakata digaris bawahi dan dicatat, selanjutnya kata-kata tersebut dikategorikan ke dalam jenis kesalahan penggunaan kosakata. Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian siswa yang dijadikan objek penelitian melakukan kesalahan penggunaan kosakata dalam menulis karangannya. Berdasarkan perhitungan dari tabel jumlah kesalahan penggunaan kosakata pada karangan narasi siswa, dapat dilihat bahwa karangan dari siswa Putri Dewi paling banyak terdapat penggunaan kosakata berbahasa Betawi yaitu sebanyak dua puluh enam kali atau 14,15%. Siswa tersebut bersuku Sunda, tetapi bahasa sehari-hari dan bahasa keduanya adalah bahasa Betawi. Berdasarkan data siswa tersebut, latar belakang bahasa siswa tersebut adalah bahasa Betawi. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan agar guru hendaknya dalam proses pembelajaran menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain itu, seorang guru juga hendaknya memperhatikan situasi kebahasaan tempat guru mengajar dan situasi kebahasaan anak didiknya. Seorang guru juga harus dapat menciptakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang menyenangkan bagi siswa, dapat memotivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran dengan baik, serta dapat melakukan pendekatan kepada siswa agar terlihat keakraban. Kata kunci: analisis kesalahan, kedwibahasaan, bahasa Betawi, karangan narasi
i
ABSTRACT
Ikawati, Program Study Indonesian Language and Literature Faculty of Tarbiya and Teacher Learning UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Skripsi, title "On the Authorship Analysis Using Narrative Vocabulary Students Set Rear Betawi Parung Class VII MTsN Semester Academic Year 2012/2013". This study aims to determine the use of vocabulary errors on narrative essay students whose background Betawi class VII semeser even the school year 2012/2013. The research was done at MTsN Parung on February to August 2013. The method used is descriptive qualitative. Instrument in this study is a written test with a vara give students assignments to make as much as one-page essay. This study uses data analysis techniques namely, essay analyzed by considering each word. Word indicating an error underlined vocabulary usage and recorded, then the words are categorized into types of errors the use of vocabulary. The study states that most students who were subjected to experiments made a mistake in writing the essay vocabulary usage. Based on the calculation of the table the number of errors in the use of vocabulary student narrative essay, it can be seen that the essays of students Dewi Putri most numerous Betawi language vocabulary use as many as twenty-six times or 14,15%. The students Sunda tribes, but everyday language and second language is Betawi. Based on data from the student, the student's language background is the Betawi language. based on the results of the study, the authors suggest that teachers should be in the process of learning the Indonesian language is good and true. In addition, a teacher should also pay attention to the situation where teachers teach language and linguistic situation of the students. A teacher should also be able to create the Teaching and Learning Activities is fun for students, to motivate students to participate in learning well, and can appeal to the students to look intimacy. Keywords: error analysis, bilingualism, Betawi language, narrative essay
ii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, Tuhan semesta alam, karena dengan karunia-Nya skripsi yang berjudul “Analisis Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Siswa yang Berlatar Belakang Bahasa Betawi Kelas VII MTs Negeri Parung Tahun Pelajaran 2012/2013” ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam juga penulis sampaikan kepada Nabi Muhamad Saw yang telah memberikan bimbingan kebaikan kepada seluruh umat. Banyak hambatan dan rintangan yang penulis hadapi selama penulisan skripsi. Tetapi, berkat doa, usaha, dan perjuangan, serta dorongan dari berbagai pihak, akhirnya segala hambatan dan rintangan dapat diatasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Nurlena Rifa’i, M.A., Ph.D., selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan pengetahuan dan bimbingan yang dapat memotivasi penulis. 2. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., selaku ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, karena dengan perhatian dan kesabaran dalam membimbing mahasiswanya penulis termotivasi untuk mengerjakan penulisan skripsi hingga selesai; 3. Dra. Hindun, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan sampai selesainya penulisan skripsi ini; 4. Seluruh dosen di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, terima kasih telah memberikan bimbingan kepada penulis dari awal sampai dengan akhir perkuliahan; 5. Hj. Eti Munyati, S.Ag., selaku Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri Parung yang telah membimbing penulis selama penelitian skripsi berlangsung;
iii
6. Seluruh siswa MTs Negeri Parung, khususnya kelas VII, terima kasih atas partisipasinya selama penelitian skripsi berlangsung; 7. Orang tuaku, yang tak henti-hentinya memberikan doa dan motivasi selama proses penyelesaian skripsi ; 8. Teman-teman seperjuanganku di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta,
khususnya Ety Fitriyah, Ulfiana Permata, Wawah Marwatul Hasanah, dan Nurfadillah, juga pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas partisipasinya dalam penyelesaian skripsi ini; dan 9. Temanku mahasiswa seperjuangan PPKT selama di MTs Negeri Parung: Yayah Fauziah, Ernawati, Yayan Afriani, Selli Mauludani, Aulia Nursyifa, Hammam Nasrudin, Aa Saprudin, Ajami Solichin, dan Solehudin. Semoga semua bantuan, bimbingan, ilmu,
dan doa yang telah
diberikan mendapat balasan dari Allah Swt. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi masukan yang positif dalam rangka meningkatkan mutu pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di negeri ini.
Jakarta, Agustus 2013
Penulis
Ikawati
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i ABSTRACK ................................................................................................... ii KATA PENGANTAR .................................................................................... iii DAFTAR ISI ................................................................................................... v DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 5 C. Batasan Masalah.................................................................................. 5 D. Perumusan Masalah ............................................................................. 5 E. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5 F. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6 BAB II KAJIAN TEORETIS A. Landasan Teori ..................................................................................... 7 1. Pengertian Menulis .......................................................................... 7 2. Pengertian Karangan........................................................................ 8 3. Karangan Narasi .............................................................................. 13 4. Kedwibahasaan ............................................................................... 17 5. Analisis Kesalahan Berbahasa ......................................................... 18 6. Analisis Kesalahan Kosakata ......................................................... 20 7. Bahasa Betawi ................................................................................. 23 B. Penelitian yang Relevan ....................................................................... 27
v
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 30 B. Populasi dan Sampel ........................................................................... 30 C. Metode Penelitian................................................................................. 31 D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 32 E. Instrumen Pengumpulan Data .............................................................. 33 F. Teknik Analisis Data ............................................................................ 33 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ..................................................................................... 36 B. Interpretasi Data ................................................................................... 84 BAB V PENUTUP A. Simpulan ............................................................................................. 87 B. Saran ..................................................................................................... 87 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 88 LAMPIRAN-LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Bella Safitri
Tabel 4.2
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Dini Hulia
Tabel 4.3
53
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Nurruba Rahayu
Tabel 4.11
51
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Citra Jendagia
Tabel 4.10
50
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Lailatul Qadariyah
Tabel 4.9
48
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Wafha Fauziah
Tabel 4.8
45
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Hany Hapita
Tabel 4.7
43
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Nurul Aini
Tabel 4.6
40
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Syah Reza
Tabel 4.5
39
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Syifa Dwi
Tabel 4.4
37
55
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Alfira Faila
vii
56
Tabel 4.12
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Julian Ramayanti
Tabel 4.13
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Peri Irawan
Tabel 4.14
74
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Dinda Humairah
Tabel 4.23
70
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Windi Anggraini
Tabel 4.22
67
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Ida Laela
Tabel 4.21
64
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Putri Dewi
Tabel 4.20
62
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Nisfi Fadilah
Tabel 4.19
62
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Nurkamala
Tabel 4.18
59
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Shipa Pauziah
Tabel 4.17
59
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Alvira Damayanti
Tabel 4.16
58
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Mega Citra
Tabel 4.15
57
76
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Amelia Agustin
viii
78
Tabel 4.24
Jumlah Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Siswa
Tabel 4.25
79
Persentase Jumlah Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Siswa
ix
84
DAFTAR LAMPIRAN
1. Karangan Narasi Siswa 2. Angket Awal 3. Uji Referensi 4. Surat Bimbingan Skripsi 5. Surat Izin Penelitian 6. Surat Keterangan Sekolah
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi sebagai sarana pendukung ilmu dan teknologi yang berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi tersebut. Perkembangan bahasa itu akan terus berlanjut dengan perkembangan budaya bangsa yang memilikinya karena bahasa sebagai sarana pendukungnya. Bahasa juga merupakan bagian dari kehidupan masyarakat penutur. Bagi masyarakat Indonesia bahasa mempunyai kedudukan dan fungsi di dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Secara umum sudah diketahui
bahwa
bahasa
berfungsi
sebagai
alat
berkomunikasi,
alat
mengidentifikasi diri, ataupun sebagai alat berinteraksi dalam masyarakat. Mengingat pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi dan memperhatikan wujud bahasa itu, pengertian bahasa dapat dibatasi sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Indonesia sebagai bangsa yang multilingual, selain bahasa Indonesia yang digunakan secara nasional, terdapat pula ratusan bahasa daerah yang tersebar di seluruh kepulauan, besar maupun kecil, yang digunakan oleh para anggota masyarakat
bahasa
daerah
itu
untuk
keperluan
berkomunikasi
antarmasyarakatnya. Dalam masyarakat multilingual yang gerakan mobilitasnya tinggi, maka anggota masyarakatnya akan cenderung untuk menggunakan dua bahasa atau lebih, baik sepenuhnya maupun sebagian, sesuai dengan kebutuhannya. Pelajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar pada hakikatnya sudah diajarkan sejak peserta didik berada pada jenjang pendidikaan usia dini, sekarang lazim disebut dengan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai ke jenjang Perguruan Tinggi. Walaupun demikian, tetap saja kekeliruan bahasa masih sering terjadi bahkan berulang-ulang. Ketidakpahaman terhadap tata bahasa Indonesia yang mengakibatkan orang-orang selalu melanggar aturan resmi yang telah
1
2
ditentukan oleh pemerintah. Selain itu, yang mengakibatkan terjadinya kesalahan bahasa adalah acuhnya masyarakat Indonesia terhadap aturan pemerintah tentang tata bahasa. Keacuhan masyarakat terhadap peraturan pemerintah tersebut sangat dikhawatirkan dan disayangkan sekali, sebagai pengguna dan penutur asli bahasa Indonesia dengan sengaja tidak memperhatikan kaidah bahasanya sendiri. Kekhawatiran tersebut akan dianggap lazim bagi generasi penerus, dan ini merupakan salah satu dampak negatif yang akan tersalur dalam pemikiran anakcucu bangsa. Siswa sebagai insan terpelajar telah mendapatkan kesempatan seluasluasnya untuk mempelajari penggunaan bahasa yang baik dan benar. Hal ini memiliki konsekuensi, bahwa mereka harus mampu menggunakan bahasa dalam berbagai kepentingan yang bersifat resmi baik tulis maupun lisan. Penggunaan ragam bahasa dalam bentuk lisan secara resmi atau formal dapat kita temukan dalam kegiatan-kegiatan akademik, misalnya seminar pendidikan, presentasi, pidato kenegaraan, dan lain-lain. Sementara penggunaan ragam bahasa tulis dapat kita temukan pada tulisan-tulisan yang bersifat akademik, misalnya karya tulis, skripsi, desertasi dan tesis. Contoh-contoh tersebut dapat ditulis dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah bahasa apabila penulisnya sudah terlatih dengan baik. Pelatihan-pelatihan dapat dilakukan dengan cara membuat tulisan yang ringan terlebih dahulu, misalnya menulis sebuah karangan. Pengajaran bahasa Indonesia mempunyai ruang lingkup dan tujuan yang menumbuhkan kemampuan mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Tujuan akhir pengajaran bahasa adalah kemampuan komunikatif, yaitu kemampuan penggunaan bahasa sesuai dengan aturan penggunaan bahasa dan keadaan sosiolinguistik. Kemampuan berbahasa memerlukan kosakata yang cukup. Dengan kata lain, kosakata seseorang yang cukup kaya akan membantu keterampilan berbahasanya. Seseorang tidak mungkin dapat berbicara dengan lancar tanpa mengetahui kosakata bahasa yang cukup. Penguasaan terhadap kosakata sangat diperlukan oleh setiap pemakai bahasa, selain merupakan alat penyalur gagasan, penguasaan terhadap sejumlah kosakata dan memperlancar informasi yang
3
diperlukan melalui komunikasi lisan maupun tulisan. Misalnya, seseorang yang memiliki kemampuan dalam menggunakan bahasa, baik lisan maupun tulisan setidaknya ia telah memiliki tingkat penguasaan kebahasaan yang cukup memadai. Jika tidak, komunikasi yang dilakukan tidak akan berjalan lancar dan sempurna. Untuk
mencapai
tujuan
itu,
perhatian
terhadap
kosakata
perlu
ditingkatkan. Namun demikian, harus disadari bahwa bangsa Indonesia terdiri atas beratus-ratus suku bangsa yang masing-masing memiliki perbendaharaan kosakata bahasanya masing-masing. Setiap bahasa memiliki kehalusan, kepelikan, keunikan, serta nuansanuansa sendiri, maka wajarlah telaah kosakata yang dilakukan tidak hanya memikirkan kata baru saja atau kata terkenal saja, tetapi yang terpenting justru kata yang tepat. Namun, laju pengembangan bahasa Indonesia tidak terlepas dari berbagai pengaruh, salah satunya dari bahasa daerah. Adakalanya pengaruh bahasa daerah itu menimbulkan salah kaprah. Kesalahan itu bila dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan kekacauan pemakai bahasa. Oleh karena itu, kesalahan-kesalahan itu perlu dianalisis. Analisis kesalahan berbahasa merupakan suatu pengkajian terhadap kesalahan yang dilakukan oleh pemakai bahasa (siswa) dalam berbahasa kedua (B2). Dengan demikian, analisis kesalahan merupakan suatu alternatif praktis. Analisis kesalahan memusatkan perhatian pada kesukaran-kesukaran yang paling sering dihadapi oleh dwibahasawan. Dalam menggunakan bahasa secara lisan maupun tertulis diharapkan bahasa itu digunakan dengan terpilih dan tersusun. Jika penggunaan bahasa itu terpilih dan tersusun, penggunaan bahasa itu dapat disebut “karangan”. Dalam hal ini penulis akan membahas mengenai karangan narasi. Karangan narasi adalah karangan atau wacana yang mengisahkan atau menceritakan suatu peristiwa atau kejadian dalam suatu rangkaian waktu. Menulis merupakan kegiatan berbahasa yang sangat penting. Kegiatan menulis, menuangkan konsep-konsep atau ide-ide ke dalam suatu tulisan yang menggunakan kaidah-kaidah penulisan yang tepat sesuai dengan bentuk tulisan
4
yang akan dibuat. Kegiatan menulis menuntut siswa untuk dapat melahirkan segala yang dirasakan, dikehendaki, dan dipikirkan penulis untuk dikemukakan kepada orang lain. Selain itu, menulis merupakan proses keterampilan yang bersifat kompleks karena kegiatan ini melibatkan seluruh tatanan bahasa, baik tatanan fonologi, morfologi, semantik, sintaksis, paragraf maupun wacana. Dengan menguasai seluruh tatanan bahasa itu maka diharapkan akan diperoleh hubungan yang logis antara penguasaan kebahasaan dan kemampuan mengarang. Dalam hubungannya dengan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah, mengarang merupakan salah satu materi yang diberikan dalam pelajaran menulis, khususnya tentang menulis karangan. Banyak orang menganggap bahwa menulis itu mudah dan tidak perlu dipelajari. Namun pada kenyataannya menulis itu tidak mudah dan banyak hal yang harus diperhatikan dalam menulis, terutama menulis karangan. Di Provinsi Jawa Barat, tepatnya di daerah Bogor sebagian besar masyarakatnya ber-B1 bahasa Sunda dan ber-B2 bahasa Indonesia. Namun, lain halnya di daerah Parung. Karena letaknya yang berbatasan dengan Kota Depok, masyarakatnya pun banyak yang menggunakan bahasa Betawi sebagai bahasa sehari-hari. Mereka menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Betawi secara bergantian meskipun lawan bicara mereka tidak mengerti atau tidak berlatar belakang bahasa Betawi. Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dalam kaitannya dengan kesalahan berbahasa dalam pengajaran bahasa Indonesia yang mungkin dilakukan oleh siswa yang berlatarbelakang bahasa Betawi dalam berkomunikasi sehari-hari. Penulis berasumsi bahwa siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi akan banyak melakukan kesalahan berbahasa ketika ia membuat karangan dalam bahasa Indonesia. Kesalahan itu dapat terjadi pada kategori linguistik seperti ejaan, kosakata, morfologi, dan sintaksis. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengambil judul penelitian Analisis Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Siswa yang Berlatar Belakang Bahasa Betawi Kelas VII MTs Negeri Parung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013.
5
B. Identifikasi Masalah 1. Dwibahasawan menggunakan B-1 dan B-2 secara bergantian dalam percakapan sehari-hari. 2. Kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan siswa
karena faktor
penggunaan dua bahasa secara bergantian. 3. Kesalahan dalam menulis karangan siswa terpengaruh oleh kesalahan berbicaranya. C. Batasan Masalah Agar pembahasan lebih terarah dan tidak melebar, maka penulis membatasi masalah penelitian yaitu pengklasifikasian tipe kesalahan dilakukan berdasarkan kategori linguistik. Kategori linguistik yang diamati hanya kategori kosakata. Dalam hal ini penulis akan membicarakan masalah kesalahan penggunaan kosakata hanya pada karangan narasi yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung yang berlatar belakang bahasa Betawi
semester genap tahun
pelajaran 2012/2013. D. Perumusan Masalah Setelah melihat latar belakang yang ada dan agar dalam penelitian ini tidak terjadi kerancuan, maka penulis dapat merumuskan permasalahan yang akan di angkat dalam penelitian ini. Masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana kesalahan penggunaan kosakata pada karangan narasi yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung
semester genap tahun
pelajaran 2012/2013 sebagai dwibahasawan?”. E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan hal yang penting dalam kegiatan penelitian ini. Sesuai dengan rumusan masalah yang diteliti, maka dalam penelitian ini penulis bertujuan menjelaskan data tentang kesalahan penggunaan kosakata pada karangan khususnya karangan narasi oleh siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi.
6
F. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoretis Manfaat teoretis adalah manfaat yang berhubungan dengan pengembangan ilmu. Dengan adanya penelitian ini, manfaat bagi peneliti di antaranya dapat meningkatkan kualitas ilmu pendidikan bahasa Indonesia dan mampu mengaplikasikannya. Selain itu, peneliti dapat memahami berbagai problematika yang terjadi dalam penggunaan kosakata pada karangan narasi siswa dan dapat menemukan solusi yang berkaitan dengan kesalahan penggunaan kosakata, serta dapat memberikan rekomendasi atas hasil temuan yang kiranya dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah. b. Manfaat Praktis 1) Siswa,
diharapkan
mendapat
pengetahuan
tentang
kesalahan
menggunakan bahasa (kosakata) akibat pengaruh bahasa Betawi serta dapat
memperbaiki
kesalahannya
dalam
menggunakan
bahasa
(kosakata). 2) Guru, mampu membantu mengatasi kesalahan berbahasa siswa yang ditimbulkan oleh pengaruh bahasa Betawi. 3) Peneliti, dapat menambah wawasan dalam penggunaan bahasa yang baik dan benar, dan memperoleh gambaran tentang kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi dalam berbahasa Indonesia.
BAB II KAJIAN TEORETIS
A. Landasan Teori 1. Pengertian Menulis Menulis merupakan kegiatan mengekspresikan informasi yang diterima dari proses menyimak dan membaca. Jadi semakin banyak seseorang menyimak atau membaca semakin banyak pula informasi yang diterimanya untuk diekspresikan secara tertulis. Menurut Wallace dalam Hindun menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk tujuan, misalnya, memberi tahu, meyakinkan, menghibur. Menulis sebagai sebuah keterampilan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam mengemukakan gagasan, perasaan, dan pikiran-pemikirannya kepada orang atau pihak lain dengan menggunakan media tulisan. Hasil dari proses kreatif menulis ini biasa disebut dengan istilah tulisan atau karangan.1 Tarigan mengemukakan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif.2 Pendapat lain diungkapkan oleh Nurudin bahwa menulis adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang dalam rangka mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada orang lain agar mudah dipahami. 3 Definisi di atas mengungkapkan bahwa menulis yang baik adalah menulis yang bisa dipahami oleh orang lain. Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Tidaklah terlalu berlebihan bila kita mengatakan bahwa keterampilan menulis merupakan 1
Hindun, Pembelajaran Bahasa Indonesia Berkarakter di Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar, (Depok: Nufa Citra Mandiri, 2013), hlm.203 2 Henry Guntur Tarigan, Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa Bandung, 2008), hlm. 3 3 Nurudin, Dasar-dasar Penulisan, (Malang: UMM Press, 2010), hlm.4
7
8
suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar. Keterampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur.
2. Pengertian Karangan Untuk memulai mengembangkan diri agar dapat mengarang suatu tulisan apapun, seorang penulis perlu terlebih dahulu mengerti dan memahami pengertian karangan. Sebelum merumuskan pengertian karangan, perlu diketahui terlebih dahulu makna kata mengarang. Mengarang berarti „menyusun‟ atau „merangkai‟. Pada awalnya kata merangkai tidak berkaitan dengan kegiatan menulis. Cakupan makna kata merangkai mula-mula terbatas pada pekerjaan yang berhubungan dengan benda konkret seperti merangkai bunga atau merangkai benda lain. Sejalan dengan kemajuan komunikasi dan bahasa, lama-kelamaan timbul istilah merangkai kata. Lalu berlanjut dengan merangkai kalimat, kemudian jadilah dengan apa yang disebut pekerjaan mengarang. Orang yang merangkai atau menyusun kata, kalimat, dan alinea tidak disebut perangkai, tetapi penyusun atau pengarang untuk membedakannya misalnya dengan perangkai bunga. Mengingat karangan tertulis juga disebut tulisan, kemudian sebutan penulis untuk orang yang menulis karangan.4 Mengarang adalah pekerjaan merangkai atau menyusun kata, frasa, kalimat, dan alinea yang dipadukan dengan topik dan tema tertentu untuk memperoleh hasil akhir berupa (bandingkan dengan pekerjaan merangkai bunga dengan hasil akhir berupa rangkaian bunga).5 Karangan berarti merupakan hasil dari proses mengarang, baik dalam menyusun ataupun merangkai. Sesuai pembahasan mengarang di sini dapat diartikan menyusun atau merangkai kata-kata hingga menjadi suatu kalimat, paragraf, bahkan menjadi sebuah cerita. Wibowo menyebutkan bahwa karangmengarang adalah suatu penyampaian pikiran secara resmi atau teratur dalam tulisan, karena disampaikan secara resmi atau teratur, berarti karang-mengarang 4
Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2010), hlm.233 5 Ibid, hlm.234
9
memiliki mekanisme yang mau tak mau, mesti kita pahami secara sungguhsungguh.6 Karang - mengarang di sini merupakan proses penyampaian ide pikiran dari pengarang. Proses penyampaian ide tersebut dilakukan dalam bentuk tulisan secara teratur hingga menjadi sebuah karangan. Karangan itulah yang dapat mewakili ide pikiran dan perasaan dari pengarang. Menurut Lado dalam Wibowo, mengarang adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut asalkan mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu.7 Selain karangan dapat menerangkan ide pikiran pengarang, karangan juga dapat menggambarkan suatu hal yang ingin disampaikan pengarang, baik itu berupa gambar, grafik, dll, sehingga karangan juga dapat mewakili pengarang dalam hal apapun. Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa karangan adalah seluruh rangkaian perbuatan seseorang dalam mengolah gagasan, pikiran, dan perasaan yang dituangkan melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami.
Jenis-jenis Karangan Bentuk penyampaian pikiran dan perasaan kepada orang lain dengan melalui dua bentuk komunikasi yaitu secara lisan dan tulisan. Mengarang adalah pengungkapan pikiran dan perasaan melalui tulisan. Karangan dapat dibedakan melalui berbagai sudut pandang. Tentang jenis karangan berdasarkan isinya, karangan dapat digolongkan atas karangan bahasan, karangan lukisan, dan karangan drama. Berdasarkan penyajian dan tujuan penyampaiannya karangan dapat digolongkan atas lima jenis, yaitu: a) Karangan Deskripsi (lukisan) 6
Wahyu Wibowo, Manajemen Bahasa Pengorganisasian Karangan pragmatik dalam Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa dan Praktisi Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003),hlm.56 7 Ibid, hlm.56
10
Karangan deskripsi adalah karangan yang lebih menonjolkan aspek pelukisan sebuah benda sebagaimana adanya. Hal ini sesuai dengan asal katanya, yaitu describere (bahasa Latin) yang berarti menulis tentang, membeberkan sesuatu hal, melukiskan sesuatu hal.8
Suparno dan Yunus
mengemukakan bahwa karangan deskripsi adalah suatu bentuk karangan yang melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya, sehingga pembaca dapat mencitrai (melihat, mendengar, mencium, dan merasakan) apa yang dilukiskan itu sesuai dengan citra penulisnya.9 Menulis deskripsi juga bisa dilakukan untuk melukiskan perasaan, seperti bahagia, takut, sepi, sedih, dan sebagainya.penggambaran itu mengandalkan pancaindera dalam proses penguraiannya. Deskripsi yang baik harus didasarkan pada pengamatan yang cermat dan penyusunan yang tepat. 10 Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan karangan deskripsi adalah karangan yang isinya melukiskan tentang suatu hal secara objektif dengan menggunakan kata-kata yang dapat membangkitkan khayalan, dan pengarang harus bisa melukiskan apa yang diindra dan dirasakan dalam wujud kalimatkalimat. b) Karangan Narasi (kisahan) Istilah narasi (berasal dari narration = bercerita). Karangan narasi adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung dalam satu kesatuan waktu.11 Narasi adalah suatu bentuk karangan atau wacana yang mengisahkan atau menceritakan suatu peristiwa atau kejadian dalam suatu rangkaian waktu. Dengan pengisahan peristiwa ini penulis berharap dapat membawa pembaca
8
Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2010), hlm.244 9 Suparno dan Muhamad Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2006), hlm.4.6 10 Nurudin, Dasar-dasar Penulisan, (Malang: UMM Press, 2010), hlm.60 11 Op cit. hlm.95
11
kepada suatu suasana yang memungkinkannya seperti menyaksikan atau mengalami sendiri peristiwa itu.12 Dari kedua pendapat di atas, penulis simpulkan bahwa karangan narasi adalah karangan yang isinya menggambarkan suatu peristiwa yang telah terjadi dengan sejelas-jelasnya. c) Karangan Eksposisi (paparan) Kata eksposisi yang dipungut dari kata bahasa Inggris exposition sebenarnya berasala dari kata bahasa Latin yang berarti membuka atau memulai. Memang karangan eksposisi merupakan wahana yang bertujuan untuk memberi tahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu.13 Pendapat lain yang diungkapkan oleh Sudarno dan Rahman bahwa eksposisi adalah karangan yang memberikan informasi, penjelasan, atau laporan kepada pembaca. Termasuk ke dalamnya tulisan yang menerangkan proses.14 Pada dasarnya, eksposisi berusaha menjelaskan suatu prosedur atau proses, memberikan definisi, menerangkan, menjelaskan menafsirkan gagasan, menerangkan bagan atau tabel, atau mengulas sesuatu.15 Dari kedua pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud
karangan
eksposisi
adalah
karangan
yang
menguraikan,
menerangkan dan bertujuan memaparkan suatu objek dengan tujuan memperluas pandangan dan pengetahuan seseorang. d) Karangan Argumentasi (alasan) Karangan argumentasi adalah karangan yang bertujuan untuk meyakinkan pembaca agar menerima atau mengambil doktrin, sikap, dan tingkah laku tertentu.16
Sedangkan menurut Nurudin karangan argumentasi biasanya
bertujuan untuk meyakinkan pembaca, termasuk membuktikan pendapat atau
12
Sabarti Akhadiah, Menulis I, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm.7.3 Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa,, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2008), hlm.246 14 Sudarno dan Eman A. Rahman, Kemampuan Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT. Hikmat Syahid Indah, 1986), hlm.174 15 Nurudin, Dasar-dasar Penulisan, (Malang: UMM Press, 2010), hlm.67 16 Op cit, hlm.250 13
12
pendirian dirinya. Bisa juga untuk membujuk pembaca agar pendapat penulis dapat diterima. Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa karangan argumentasi adalah karangan yang isinya terdiri dari alasan-alasan untuk membuktikan dan meyakinkan tentang sesuatu hal agar pembaca berbuat atau mengambil suatu sikap, sehingga nantinya pembaca sependapat dengan pengarang. e) Karangan Persuasi (membujuk) Menurut Suparno dan Yunus karangan persuasi adalah karangan yang berisi paparan berdaya -bujuk, berdaya –ajuk, ataupun berdaya himbau yang dapat membangkitkan ketergiuran pembaca untuk meyakini dan menuruti himbauan implisit maupun eksplisit yang dilontarkan oleh penulis.17 Dengan kata lain, persuasi berurusan dengan masalah mempengaruhi orang lain lewat bahasa. Senada dengan pendapat di atas, Finoza juga mengemukakan bahwa karangan persuasi adalah karangan yang bertujuan membuat pembaca percaya, yakin, dan terbujuk akan hal-hal yang dikomnikasikan yang mungkin berupa fakta, suatu pendidrian umum, suatu pendapat/gagasan ataupun perasaan seseorang.18 Karena persuasi bertujuan agar pendengar atau pembaca melakukan sesuatu maka persuasi termasuk ke dalam cara-cara
untuk mengambil
keputusan. Orang yang menerima persuasi harus yakin bahwa keputusan yang diambilnya merupakan keputusan yang benar dan bijaksana yang dilakukan tanpa paksaan. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karangan persuasi bertujuan untuk mempengaruhi dan meyakinkan orang lain serta para pembaca agar melakukan sesuatu hal yang dikehendaki oleh orang yang melakukan persuasi.
17
Suparno dan Muhamad Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2006), hlm.5.47 18 Op cit, hlm.253
13
3. Karangan Narasi 1) Pengertian Karangan Narasi Narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai suatu peristiwa yang terjadi. Pengertian tersebut menegaskan bahwa narasi berusaha untuk menjawab apa yang terjadi. Narasi merupakan bentuk karya tulis yang umum dijumpai. Menarasikan berarti menceritakan atau mengisahkan. Menurut Keraf, narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang terjadi.19 Jadi, narasi berusaha menjawab pertanyaan “apa yang terjadi?”. Pertanyaan tersebut digambarkan secara lengkap dengan urutan peristiwa berdasarkan waktu dan tempat.
Sedangkan
menurut Nurudin narasi adalah
bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung dalam suatu kesatuan waktu tertentu.20 Narasi biasanya ditulis berdasarkan rekaan atau imajinasi. Namun, narasi juga bisa ditulis berdasarkan pengalaman pribadi penulis, pengamatan, dan wawancara. Narasi pada umumnya merupakan himpunan peristiwa yang disusun berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian. Dalam tulisan narasi selalu ada tokoh-tokoh yang terlibat dalam suatu atau berbagai peristiwa yang diceritakan. Dengan kata lain, narasi adalah bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak-tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung urut dalam suatu kesatuan waktu.
Karakteristik Karangan Narasi Karangan narasi berusaha menyampaikan serangkaian kejadian menurut urutan terjadinya (kronologis), dengan maksud memberi arti kepada sebuah atau serentetan kejadian, sehingga pembaca dapat memetik hikmah dari cerita itu. 19
Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi Komposisi Lanjutan III, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm.136 20 Nurudin, Dasar-dasar Penulisan, (Malang: UMM Press, 2010), hlm. 71
14
Dengan kata lain, karangan semacam ini hendak memenuhi keingintahuan pembaca yang selalu bertanya, “Apa yang terjadi?” Unsur penting yang membedakannya dengan dari deskripsi, karangan narasi mengandung unsur utama berupa unsur perbuatan dan waktu. Keduanya dalam tata keutuhan tempat dan waktu. Jika ingin menulis karangan narasi, maka peristiwa atau kejadian yang sudah dikumpulkan disusun beruntun sehingga menjadi serangkaian peristiwa yang menarik. Hal
terpenting yang harus diingat dalam mengarang narasi ialah: (1)
walaupun khayal atau berimajinasi, kita tidak boleh sesuka hati menciptakan cerita. Tokoh harus bertindak wajar sesuai dengan watak dan kepribadian yang diberikan, (2) harus berlogika, kalau tidak cerita akan kacau atau sukar dimengerti.21 Contoh karangan narasi: S menuturkan, siang itu tanggal 26 Mei 1985, ia sedang bersembahyang di dalam bloknya. Tiba-tiba ia mendengar suara gaduh. Puluhan orang berhamburan keluar lewat pintu gerbang Rutan Salemba. Laki-laki yang belum menerima vonis itu ikut keluar. Belum sampai satu kilometer dari Rutan, ia singgah di sebuah warung kecil karena melihat dua buronan lainnya ada di situ. Salah seorang temannya itu memberinya uang Rp. 2000,00 dan menyuruhnya segera pergi. Dengan bekal tersebut, S naik bajaj ke rumah seorang kenalannya di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Harapannya untuk mendapat perlindungan di rumah kenalannya menjadi sirna, ketika kenalannya itu mengetahui bahwa seharusnya S masih mendekam di dalam tahanan. S disuruh pergi dari rumah itu. Buronan ini kemudian berkeliaran di kawasan pelacuran Bongkaran Tanah Abang. “Tiga hari pertama saya selalu merasa diawasi dan curiga kepada siapa saja,” ujarnya. S sempat ditanyai oleh seorang warga Bongkaran yang merasa curiga. S mengaku bernama N, dan menceritakan bahwa ia sedang terlantar di Jakarta. Kemudian ia berhasil berkenalan dengan salah seorang warga Bongkaran itu dan menetap di sana selama lebih kurang dua minggu. Tetapi rasa takut terus melecutnya, Suwardi ingin lari ke luar Jakarta. Lewat kenalannya di Bongkaran, S menitipkan surat kepada seorang teman dekatnya di Jatinegara. Teman dekatnya ini memberinya uang Rp. 5000,00. Dengan bekal ini S pulang ke kampung halamannya di Sukakilo, Pati, Jawa Tengah. Beruntung tidak ada keluarga atau tetangga yang mengetahui pelariannya. S tinggal di kampungnya selama sembilan bulan. 21
Suparno dan Muhamad Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2006), hlm.4.31
15
Tiba-tiba ada seorang tetangganya pulang dari daerah transmigrasi di Kecamatan Ipuh, Bengkulu Utara. Tetangganya akan kembali lagi ke Bengkulu Utara. S yang sudah merasa aman di desanya ini, mencium peluang emas untuk ikut pergi ke daerah transmigrasi, sekaligus mengubur masa lalunya dan masa depan yang baru. Selang beberapa waktu kemudian, S memang mendarat di Bengkulu dan menuju kawasan transmigrasi di bagian Utara. Ia mulai menghirup udara kebebasan di sebuah daerah terpencil dan mulai bergulat dengan sebuah babak baru kehidupan. Ia ingin hidup sebagai petani. Tetapi hukum dan kebebasan kadang-kadang nampak paradoks. Sementara itu, satu tim reserse Polres Jakarta Pusat yang dipimpin Capa D meluncur dalam sebuah tugas perburuan ke Jawa Tengah, menangkap seorang tersangka pencuri emas. Hamba hukum ini juga mengetahui alamat S di Sukakilo. Petugas memburu ke Sukakilo, tetapi S sudah berangkat ke Bengkulu Utara. Dari bengkulu, hamba hukum ini melanjutkan perburuannya ke Kecamatan Ketahun Ipuh, 160 kilometer dari Bengkulu. Mereka sampai di sana pukul 02.00 Minggu, dini hari. Paginya mereka menuju ke tempat yang diperkirakan S bersembunyi. Namun hasilnya nihil. Diperoleh keterangan S bekerja di sebuah ladang di desa Karangpulo, sekitar 47 kilometer dari Ketahun Ipuh. Kedua hamba hukum ini pun melanjutkan perburuannya ke desa Karangpulo, dengan membawa seseorang yang kenal betul dengan S. Sekitar pukul 09.00 pagi hari Minggu, kendaraan yang ditumpangi reserse ini memperlambat jalannya, ketika tiga orang laki-laki melangkah dari arah yang berlawanan. Salah seorang di antaranya dikenal sebagai S. Dua anggota reserse itu langsung meloncat ke luar dari dalam mobilnya. “Jangan bergerak”, ancam Capa D sambil mengacungkan pistolnya. Bumi tempat S berpijak serasa runtuh. Buronan yang masih memanggul cangkul sepulang dari ladang itu, menyerah. Dengan mobil, S dibawa kembali ke Jakarta dan tentu kembali menjadi penghuni Rutan Salemba. (Diedit dari Kompas, 2 April 1986)22 2) Jenis-jenis Karangan Narasi Karangan narasi dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu narasi ekspositoris dan narasi sugestif. a.
Narasi Ekspositoris Narasi ekspositoris bertujuan memberi informasi pada pembaca agar
pengetahuannya bertambah luas. Artinya, narasi ini berusaha menggugah pembaca agar mengetahuai apa yang dikisahkan. Narasi ini mempersoalkan tahaptahap kejadian dan rangkaian-rangkaian perbuatan kepada para pembaca. Contoh
22
Sabarti Akhadiah, Menulis I, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm.7.5
16
narasi ekspositoris antara lain kisah perjalanan, otobiografi, kisah perampokan, dan cerita tentang pembunuhan. Narasi ekspositoris bisa dibagi menjadi dua yakni bersifat generalisasi dan khusus. Narasi ekspositoris yang bersifat generalisasi adalah narasi yang menyampaikan suatu proses umum dan dapat dilakukan oleh siapa saja dan dapat dilakukan berulang-ulang. Kemahiran menjadi tujuan utama narasi sifat ini. Misalnya adalah narasi yang menceritakan bagaimana membuat pisang goreng. Narasi ini memberikan tahap-tahap pembuatan pisang goreng sampai menjadi pisang goreng siap makan. Semua orang bisa melakukannya asal dilakukan sesuai petunjuk dan berulang-ulang dipraktikkan. Sementara itu, narasi ekpositoris yang bersifat khusus adalah narasi yang berusaha menceritakan suatu peristiwa yang kha, yang hanya terjadi satu kali saja. Peristiwa tersebut tentu saja tidak bisa diulang-ulang, karena merupakan pengalaman atau kejadian pada suatu waktu tertentu saja. Misalnya, pengalaman seseorang yang baru saja pergi ke luar negeri, yang tidak mungkin diulang karena dikisahkan dalam sebuah narasi yang bersifat khusus
b.
Narasi Sugestif Narasi ini berkaitan dengan tindakan atau perbuatan yang dirangkaikan dalam
suatu kejadian. Seluruh rangkaian peristiwanya berlangsung dalam suatu kesatuan waktu. Tujuannya bukan utuk memperluas pengetahuan pembaca tetapi usaha memberi makna atas kejadian yang disampaikan. Maka, narasi sugestif bertujuan untuk menimbulkan daya khayal atau mampu menyampaikan makna kepada pembaca melalui daya khayalnya. Pembaca diharapkan mampu menarik suatu makna baru di luar apa yang diungkapkan secara ekplisist (sesuatu yang tersurat mengenai objek atau subjek yang bergerak dan bertindak), sementara itu makna baru adalah sesuatu yang tersirat.
Semua objek dipaparkanm sebagai suatu
rangkaian gerak yang dinamis, bagaimana kehidupan itu berubah dari waktu ke waktu. Makna yang baru akan jelas dipahami sesudah narasi itu selesai dibaca, karena ia tersirat dalam seluruh narasi itu. Contoh tulisan narasi sugestif adalah novel dan cerpen.
17
4.
Pengertian Kedwibahasaan Dilihat dari jumlah bahasa yang digunakan dalam suatu masyarakat
bahasa, ada masyarakat bahasa yang menggunakan satu bahasa dan ada masyarakat bahasa yang menggunakan dua bahasa atau lebih. Zaman yang terus maju, ilmu pengetahuan tentang masalah kebahasaan pun turut berkembang. Pengertian
kedwibahasaan sebagai salah satu gejala
kebahasaan turut pula berkembang. Kedwibahasaan adalah istilah yang pengertiannya bersifat nisbi (relatif). Kenisbian tersebut terjadi karena batas seseorang untuk dapat disebut dwibahasawan itu bersifat arbitrer. Pada mulanya kedwibahasaan diartikan sebagai penguasaan yang sama baik terhadap dua buah bahasa oleh seseorang seperti halnya penguasaan oleh pembicara asli.23 Kedwibahasaan merupakan kenyataan dalam masyarakat Indonesia, pada masa lalu, masa sekarang, dan lebih-lebih pada masa mendatang. Hal itu merupakan bagian dan sekaligus pencerminan dari keadaan kebudayaan kita yaitu kebudayaan bhineka tunggal ika. Istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia di sebut juga kedwibahasaan. Dalam sosiolinguistik, secara umum bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.24 Senada dengan pendapat yang dikemukakan sebelumnya,
Ohoiwutun
mengemukakan bahwa penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang atau suatu masyarakat dinamai bilingualisme atau kedwibahasaan.25 Kedwibahasaan adalah kebiasaan penggunaan dua bahasa atau lebih dalam suatu masyarakat bahasa.
23
26
According to Dornyei bilingualism that defines the term as the ability
Yus Rusyana, Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, (Bandung: CV Diponegoro, 1984), hlm.26 24 Abdul Chaer, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 84 25 Paul Ohoiwutun, Sosiolinguistik Memahami Bahasa dalam Konteks Masyarakat dan Kebudayaan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 1997), hlm.66 26 Abdul Syukur Ibrahim dan Suparno, Sosiolinguistik, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm.3.9
18
to produce complete meaningful utterances in two language.27 yang artinya kemampuan menghasilkan keseluruhan makna dalam dua bahasa. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan merupakan penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang atau masyarakat secara bergantian. Untuk dapat menggunakan dua bahasa, tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa tersebut terlebih dahulu.
5. Analisis Kesalahan Berbahasa a.
Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa Manusia sebagai makhluk Tuhan tidak akan lepas dari kesalahan. Setiap
kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara kelompok maupun individu selalu mengandung dua risiko. Pertama, risiko kebenaran dan kedua resiko kesalahan. Namun, pada hakikatnya kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan itu harus dikurangi bahkan dihilangkan sama sekali. Setiap manusia baik itu anak-anak, remaja, ataupun dewasa, dalam kegiatan berkomunikasi baik lisan maupun tulis setiap hari menggunakan bahasa. Dalam berkomunikasi, siswa terkadang atau sering melakukan kesalahan. Istilah “kesalahan” yang dipergunakan dalam buku ini adalah padanan dari kata “errors” dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris sendiri kata errors mempunyai sinonim, antara lain: mistakes dan goofs. Demikian pula halnya dalam bahasa Indonesia, di samping kata kesalahan kita pun mengenal kata kekeliruan dan kata kegalatan.28 Dalam kegiatan berbahasa yang terdiri dari empat kegiatan berbahasa yaitu menyimak, membaca, menulis, dan berbicara tidak lepas dari kesalahankesalahan. Kesalahan yang ditimbulkan tentu berhubungan dengan masalahmasalah kebahasaan pula. Di dalam kegiatan berbahasa, khususnya menulis, kesalahan-kesalahan mengenai penggunaan kosakata, tanda baca, ejaan, dan pilihan kata banyak dilakukan oleh penulis.
27
Zoltan Dornyei, The Psychology of Second Language Acquisition, (New York: Oxford , 2009), hlm.15 28 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1988), hlm.142
19
Seseorang melakukan
kesalahan berbahasa
disebabkan oleh dua
kemungkinan. Pertama pengarang benar-benar tidak tahu bahwa yang ditulisnya itu salah, kedua melakukan kesalahan berbahasa, walaupun sebenarnya pengarang tahu bahwa hal itu salah, tetap saja ia melakukannya. Pada sebab kesalahan pertama harus diberitahu mengenai kesalahan yang dilakukan oleh pengarang, mana yang benar dan salah, sedangkan pada sebab kesalahan kedua pengarang harus diberi tahu dan diperbaiki agar mendapatkan bahasa Indonesia yang baku. Banyak pakar kebahasaan yang tertarik pada analisis kesalahan dan mereka mengkhususkan diri pada bidang ini. Ada di antara mereka yang telah memberi batasan dan pengertian mengenai analisis kesalahan yaitu antara lain: Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur yang digunakan oleh para peneliti dan para guru, yang mencakup pengumpulan sampel bahasa pelajar, pengenalan
kesalahan-kesalahan
yang
terdapat
dalam
sampel
tersebut,
pendeskripsian kesalahan-kesalahan itu, pengklasifikasiannya berdasarkan sebabsebabnya yang telah dihipotesiskan, serta pengevaluasian keseriusannya.29 Pendapat lain juga dikemukakan oleh Yulianto dan Mintowati bahwa analisis kesalahan merupakan suatu prosedur. Sebagai suatu prosedur terdapat langkahlangkah yang harus ditempuh oleh peneliti dan guru bahasa saat menghadapi sejumlah contoh kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa.30 Telah berulang-ulang dijelaskan bahwa analisis kesalahan pada mulanya hanya untuk menganalisis penyimpangan penggunaan bahasa Inggris, terutama dalam kedudukan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing. Namun ide, teknik dan teori yang mendasari analisis kesalahan kiranya dapat diterapkan untuk pengembangan bahasa Indonesia, khususnya dalam kaitannya dengan pengajaran bahasa Indonesia.31 Dari batasan yang dikemukakan oleh dua ahli di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai analisis kesalahan yaitu:
29
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa Bandung, 1988),hlm. 170 30 Bambang Yulianto dan Maria Mintowati, Analisis Kesalahan Berbahasa, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), hlm.2.5 31 Mansoer Pateda, Analisis Kesalahan, (Flores: Nusa Indah, 1989), hlm.108
20
Suatu prosedur yang digunakan peneliti untuk pengumpulan sampel, pendeskripsian, pengklasifikasian, pengevaluasian, serta merupakan bentuk penyimpangan wujud bahasa yang menghambat kelancaran komunikasi. b. Jenis-jenis Kesalahan Berbahasa Kesalahan berbahasa atau “language errors” memang beraneka ragam jenisnya dan dapat dikelompok-kelompokkan dengan berbagai cara sesuai dengan cara seseorang memandangnya. Dengan perkataan lain, setiap sudut pandang menghasilkan pengelompokkan tertentu. Ada pakar yang membedakan jenis-jenis kesalahan berbahasa atas dua jenis, yaitu: 1). Kesalahan yang disebabkan oleh faktor-faktor kelelahan, keletihan, dan kekurangan perhatian, yang oleh Chomsky disebut faktor performansi. Faktor performansi ini, merupakan kesalahan penampilan, dalam beberapa kepustakaan disebut mistake. 2). Kesalahan yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai kaidahkaidah bahasa, yang disebut oleh Chomsky sebagai faktor kompetensi, merupakan penyimpangan-penyimpangan sistematis yang disebabkan oleh pengetahuan pelajar yang sedang berkembang mengenai sistem B2 (bahasa kedua) disebut “errors”32 Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis kesalahan berbahasa disebabkan oleh faktor-faktor kelelahan, keletihan, dan kekurangan perhatian serta kurangnya pengetahuan mengenai kaidah-kaidah bahasa. Selain itu, kesalahan berbahasa dapat ditinjau dari segi penyebab dan dari segi kebahasaan.
6. Analisis Kesalahan Kosakata a. Pengertian Kosakata Setiap penutur bahasa memiliki sejumlah kosakata.
Dengan sejumlah
kosakata yang dimilikinya, penutur bahasa tersebut dapat menunjukkan 32
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa Bandung, 1988),hlm.143
21
kemahiran berbahasanya karena kemahiran berbahasa seseorang ditentukan oleh sejumlah kosakata yang dikuasainya. Semakin besar jumlah kosakata yang dikuasainya semakin leluasa pula dia menetukan kata-kata yang tepat pada saat berbahasa. Untuk memberikan gambaran lebih jelas berikut ini penulis kemukakan beberapa pendapat para ahli tentang pengertian kosakata. Kosakata adalah perbendaharaan kata.33 Pendapat lain tentang kosakata yang dikemukakan Keraf yaitu kesatuan-kesatuan arus ujaran yang mengandung suatu makna.34 Pendapat lain juga dikemukakan oleh Zainuddin bahwa kosakata adalah sebuah kata atau kelompok kata untuk mewakili suatu nama, sifat, bentuk dan jenis benda.35 Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kosakata merupakan perbendaharaan kata atau kumpulan kata yang dimiliki oleh suatu bahasa yang mengandung suatu makna. Jadi seseorang yang perbendaharaannya sedikit akan memiliki wawasan yang sempit dalam berkomunikasi dan tidak akan terampil menggunakan bahasanya. Artinya, apa yang terlintas dalam pikirannya itu tidak bisa diungkapkan dengan bahasa yang tepat seperti yang diinginkan, karena ia tidak memiliki wawasan yang cukup untuk mengungkapkan apa yang dipikikannya itu. Dengan demikian, penguasaan kosakata yang banyak sangat menguntungkan kita dalam belajar, bahkan dalam kehidupan sehari-hari dalam berkomunikasi. b. Analisis Kesalahan Kosakata Pemakai
bahasa
sudah
sepatutnya
menggunakan
kosakata
yang
dikuasainya dengan tepat. Penggunaan kosakata yang tepat akan menghasilkan tulisan yang enak dibaca. Sebaliknya, jika penggunaan kosakata tidak tepat, tulisan atau pembicaraan tidak mustahil akan membingungkan pembaca atau pendengarnya, akibat pemilihan kata yang kurang tepat, kalimat menjadi samar-
33
Pusat Pembinaan dan Pengembangna Bahasa, KBBI, (DP & K: Balai Pustaka, 2008), hlm.736. 34 Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 1999), hlm.15 35 Zainuddin, Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia, (Jakarta: PT. Melton Putra, 1992), hlm.86
22
samar atau bahkan menggelikan. Ada juga pemilihan kata yang tidak tepat yanag masih dapat dipahami oleh orang lain, tetapi dari segi kaidah bahasa kata yang dipilihnya tidak termasuk kata yang baku. Dalam kaitan inilah, pemilihan kata itu dilakukan dengan cermat, agar kalimat yang disusun dapat dicerna dan dipahami pembaca atau pendengar. Pada umumnya bangsa Indonesia dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang berbahasa daerah. Oleh karena itu, janganlah heran apabila bahasa daerah sebagai bahasa pertama besar pengaruhnya terhadap bahasa Indonesia. Bahasa daerah itu telah memperkaya bahasa Indonesia, bahkan telah menyerap ke dalam berbagai unsur kebahasaan, seperti: fonologi, morfologi, sintaksis, serta kosakata yang tidak sedikit jumlahnya. Kontak bahasa Indonesia dengan bahasa derah tentu tidak terhindar dari kesalahan. Tidak semua kosakata bahasa daerah dapat secara langsung digunakan dalam bahasa Indonesia. Sering tidak disadari bahwa bahasa Indonesia yang kita gunakan bukanlah bahasa Indonesia yang murni, melainkan bahasa Indonesia yang sudah dipengaruhi oleh bahasa daerah. Pengaruh itu bermacam-macam, ada pengaruh makna kata, pengaruh bentukan kata, dan ada pula pengaruh struktur kalimat. Kesalahan kosakata termasuk ke dalam kesalahan leksikon, yaitu kesalahan memakai kata yang tidak atau kurang tepat.36 Berdasarkan pendapat kedua ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kesalahan kosakata dapat dikelompokkan atas: pengaruh kata, pengaruh struktur kata, pengaruh struktur frase dan pengaruh struktur klausa dan kalimat, serta kesalahan memakai kata yang tidak atau kurang tepat. c. Evaluasi Kesalahan Kosakata Evaluasi pendidikan dan pengajaran dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang kesalahan-kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa. Hal itu dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Evaluasi dilakukan secara langsung pada objek penelitian melalui karangan narasi siswa. 36
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa Bandung, 1988),hlm.198
23
Dalam penelitian yang penulis lakukan ini adalah ingin mengetahui kesalahan berbahasa dalam bidang kosakata siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi pada karangan narasi melalui beberapa teknik, yaitu tes dan angket. 1) Tes Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh indovidu atau kelompok.37 Teknik tes digunakan pada siswa secara langsung. Teknik tersebut dilakukan setelah kegiatan belajar mengajar dilakukan. Bentuk tes yang digunakan adalah tes essai yang dilakukan secara langsung oleh siswa dengan membuat karangan narasi.
2) Angket Pengumpulan data melalui angket dilakukan oleh penulis kepada siswa secara langsung untuk mengetahui gambaran tentang kesulitan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung sebagai dwibahasawan. Hal tersebut akan mempermudah penulis dalam pengumpulan data. Dalam penelitian ini angket dibuat dengan bentuk campuran. Maksudnya, responden diberikan pilihan untuk menjawab setiap pertanyaan sesuai alternatif jawaban yang telah disediakan atau dapat menuliskan jawaban lain yang sesuai pada alternatif jawaban yang telah dikosongkan. Pertanyaan dalam angket berjumlah 13 pertanyaan.
7. Bahasa Betawi Pembicaraan mengenai bahasa Betawi, sama halnya seperti pembicaraan mengenai bahasa Indonesia. Bahasa Betawi dan bahasa Indonesia lahir dari bahasa Melayu. Pembicaraan mengenai bahasa Indonesia sama halnya dengan membicarakan bahasa Melayu. Muhadjir mengungkapkan bahwa bahasa 37
Burhan Nurgiyantoro, Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2001),hlm.5
24
Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 28 Oktober 1928 diangkat dari bahasa Melayu.
38
Pada hakikatnya, bahasa Indonesia bersumber dari bahasa
Melayu yang telah dipakai bertahun-tahun lamanya. Bahasa Melayu pada saat itu telah dipakai sebagai lingua-franca oleh antarsuku baik dalam lisan maupun dalam tulisan. Bahasa Melayu tidak jauh berbeda dengan bahasa Indonesia. Masyarakat yang mula-mula memakai bahasa Melayu sebagai lingua-franca, kemudian dibebani tugas yang tak mudah yaitu mengganti bahasanya dengan bahasa Indonesia. Perubahan bahasa seperti ini membuat bahasa Melayu masih tetap dipakai oleh sekelompok masyarakat sebagai percakapan sehari-hari, khususnya di daerah Jakarta. a. Wilayah Bahasa dan Budaya Betawi Dari segi sejarah kependudukan kota ini, masyarakat asli Jakarta terbentuk dari berbagai macam suku yang datang dari luar Jakarta, yang bersama-sama meninggalkan identitas asalnya dan bersama-sama membentuk etnis baru, Kaum Betawi, kurang lebih sama halnya seperti masyarakat Betawi tersebut, penghuni kota metropolitan Jakarta dewasa ini juga terbentuk oleh masyarakat pendatang dari berbagai wilayah di luar Jakarta, dan bersama anak Betawi membentuk masyarakat Jakarta modern dengan menggunakan bahasa yang berakar pada bahasa Betawi. Lengkapnya wilayah persebaran bahasa Melayu Betawi menurut Muhadjir adalah sebagai berikut:39 a)
Di seluruh wilayah administratif DKI Jakarta yang tersebar dalam 30 Kecamatan.
b) Di luar wilayah DKI Jakarta, terdapat di: Kabupaten Tangerang, yakni di kecamatan-kecamatan: Mauk, Sepatan, Teluk Naga, Batu Ceper, Ciledug, Cipondoh, Pondok Aren, Ciputat, dan Serpong.
38
Muhadjir, Bahasa Betawi: Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000), hlm.102 39 Ibid , hlm.56
25
Kabupaten Bogor, yakni di kecamatan-kecamatan: Gunung Sindur, Parung Sawangan, Bojong Gede, Semplak, Cibinong, Pancoran Emas Sukma Jaya, Beji, dan Cimanggis. Kabupaten Bekasi, yakni di kecamatan-kecamatan: Pondok Gede, Jati Asih, Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Utara, Bekasi Timur, Bantar Gedang, Setu, Tambun, Cibitung, Cikarang, Sukatani, Tambelang, Pabayuran, Cabang Bungin, Muara Gembong, Taruna Jaya, dan Babelan.
b. Ciri Khas Bahasa Betawi 1. Ciri Tata Ucap Untuk memudahkan pembahasan tentang ciri-ciri khas bahasa Betawi, yaitu membandingkannya dengan ciri-ciri tata ucap bahasa Indonesia. Ciri 1: Kata-kata apè, anè, ayè, gilè bila diucapkan dalam bahasa Indonesia sama dengan apa, ana, aya, gila. Selain itu bahasa Betawi tidak mengenal vokal rangkap atau diftong ai, au. Dengan demikian kata-kata yang dalam bahasa Indonesia diucapkan dengan diftong dalam bahasa Betawi diucapkan dengan è dan o. Kata-kata seperti pantai, cerai, atau pulau dan tembakau, diucapkan sebagai pantè, cerè, pulo dan tembako. Ciri 2: Kaidah kedua adalah kata-kata yang berakhir dengan konsonan h dalam bahasa Indonesia, dalam bahasa Betawi diucapkan tanpa h.demikian misalnya kata-kata seperti darah, merah, sebelah, salah, tengah, dalam bahasa Betawi menjadi darè, merè, salè, tengè. Ciri 3: Seperti dapat dilihat pada beberapa contoh yang sudah disebut, salah satu ciri bahasa Betawi adalah terjadinya pemenggalan kata atau bunyi awal. Seperti terjadi pada beberapa contoh, sayè diucapkan ayè, samè sering diucapkan amè.
2. Ciri Morfologis Ciri yang menonjol dalam bidang pembentukan kata adalah: (1) Awalan kata kerja prenasal
26
Kata-kata kerja yang dalam bahasa Indonesia berbentuk me- dalam bahasa Betawi hanya berupa nasal yang mengawali bentuk dasar. Kata kerja seperti pukul, bakar, kunyè „kunyah‟, ganggu menjadi kata kerja mukul, mbakar, ngunyè, dan nganggu, yang sejajar dalam bahasa Indonesia memukul, membakar, mengunyah, dan mengganggu. (2) Awalan berBentuk awalan itu pun mempunyai ciri khas. Hampir dalam semua bentuk dasar tidak pernah muncul utuh ber-, melainkan selalu hanya berbentuk be- seperti bebisik untuk „berbisik‟, bejalan „berjalan‟, bejanji „berjanji‟, betemen „berteman‟, dan sebagainya. (3) Akhiran –in Dalam bahasa Indonesia terdapat dua akhiran –i dan –kan yang sama artinya dengan akhiran dalam bahasa Betawi yaitu –in. Kata-kata Indonesia mendatangi, menyembunyikan, mengambilkan, menjahitkan, dalam bahasa Betawi adala: ndatangin, ngumpetin, ngambilin, dan ngejaitin. (4) Akhiran –an Akhiran
sama
bentuknya
dengan
bahasa
Indonesia,
tetapi
penggunaannya di Jakarta cukup khas. Dalam bahasa Betawi akhiran itu bisa menyatakan „lebih‟ bila dihubungkan dengan bentuk dasar adjektiva, seperti cepetan, tinggian, baikan, „lebih cepat‟, „lebih tinggi‟, „lebih baik‟. (5) Bentuk kata ulang Dalam bahasa Indonesia terdapat dua bentuk ulangan kata: ulangan kata penuh, seperti laki-laki, beramai-ramai dan ulangan suku awal seperti lelaki atau tetangga. Dalam bahasa Indonesia kehadiran bentuk ulang yang kedua sangat terbatas. Tetapi dalam bahasa Betawi, sekalipun tidak seproduktif seperti dalam bahasa Sunda, jumlah contoh bentuk ulang yang kedua tampak lebih banyak, seperti tetamu „tamu‟, gegares „makan‟, bebenah „memberesbereskan‟, gegaruk „garuk-garuk‟, sesenggukan „tersengguk-sengguk‟. (6) Awalan maen dan kejè
27
Frasa kata kerja dengan maen tampaknya juga khas Betawi seperti terdapat dalam maen pukul, maen ambil, maen tubruk, yang berarti „melakukan pekerjaan secara sembarangan, semaunya sendiri‟. Model pembentukan kata itu juga terdapat dengan awalan kejè atau kerja (pinggiran) seperti terdapat dalam kejè ketawa, „membuat orang tertawa‟ kejè mare „menyebabkan marah.
3. Ciri Sintaksis Ciri yang bersifat tata kalimat khususnya menonjol dengan munculnya berbagai kata partikel kalimat seperti si(h), kek, dong, deh, dan sebagainya. a. Lu udè nggak kenal langgar sih „Kau tidak lagi mengenal musalla‟ b. Tapinyè bilang dulu amè si Miun dong yè „Tetapi bicarakan dulu dengan si Miun, ya‟ c. Nyai kek perawan sini kek „(Tidak peduli), apakah Nyai atau gadis dari sini‟ d. Belon pulang kok delmannyè ada di blakang „Dia belum pulang, mengapa delmannya sudah ada di belakang‟
B. Penelitian yang Relevan Sebelum melakukan penelitian ini, penulis
telah menelusuri beberapa
hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan ini. Penelitian terdahulu akan dipaparkan sebagai berikut: Maidatussalamiyah mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul skripsi “Analisis Kesalahan Diksi dalam Paragraf Deskripsi Siswa Kelas X Semester Ganjil di MAN 12 Jakarta Barat Tahun Pelajaran 2011/2012”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat dikemukakan beberapa simpulan yaitu kesalahan yang dilakukan siswa dalam paragraf deskripsi pada penggunaan kata tidak baku, kesalahan diksi pada penggunaan kata ciptaan
28
sendiri, penggunaan kata yang bersinonim, penggunaan idiomatik, penggunaan kata asing, penggunaan kata yang bermakna denotasi atau konotasi, dan penggunaan kata yang berhubungan dengan panca indra. Kesalahan yang paling banyak dilakukan siswa Kelas X Semester Ganjil di MAN 12 Jakarta Barat adalah kesalahan yang disebabkan oleh penggunaan kata ciptaan sendiri. Adapun perbedaan penelitian Maidatussalamiyah dengan skripsi ini yaitu kesalahan yang diteliti adalah kesalahan diksi di dalam karangan deskripsi siswa, sedangkan kesalahan yang penulis teliti adalah kesalahan pada penggunaan kosakata dalam karangan narasi siswa. Lieza Yanti mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Interferensi Bahasa Betawi Pada Karangan Narasi Siswa Kelas XI Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Miftahul Falah Cipulir-Kebayoran Lama Jakarta Selatan”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bentuk-bentuk interferensi pada karangan narasi siswa terjadi pada bentuk kata, afiks kategori prefiks, sufiks, dan konfiks. Sedangkan pada afiks kategori infiks dan pengulangan tidak terjadi. Bentuk yang paling sering terinferensi adalah bentuk kata, sedangkan pada bentuk afiks paling sering terinferensi adalah konfiks. Dari 45 karangan Siswa Kelas XI Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Miftahul Falah Cipulir-Kebayoran Lama Jakarta Selatan karangan yang terinterferensi bahasa Betawi sebanyak 33 atau 73,30%, karangan yang tidak terinterferensi bahasa betawi sebanyak 12 atau 26,70%. Jadi sebagian besar siswa melakukan interferensi bahasa Betawi dalam karangan narasinya. Adapun perbedaan penelitian Lieza Yanti dengan skripsi ini yaitu terletak pada masalah yang diteliti.
Masalah yang diteliti oleh Lieza yanti
adalah
interferensi bahasa Betawi bukan hanya pada kosakata saja, tetapi juga pada proses morfologis seperti imbuhan dan kata ulang. Sedangkan masalah yang penulis teliti hanya kesalahan pada penggunaan kosakata. Lili Sholihah mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “ Interferensi
29
Morfologi dan Sintaksis Bahasa Jawa Dialek Cirebon Terhadap Bahasa Indonesia dalam Karangan Narasi Siswa Kelas V Semester Ganjil di SD Negeri 1 Babakan Ciwaringin Cirebon Tahun Pelajaran 2011/2012”. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk interferensi pada tataran morfologi dan sintaksis dalam karangan narasi siswa terdapat penyimpangan pada pembentukan prefiks nasal /N/ menjadi /m-, ñ-, n-, ŋ-/, pembentukan prefiks /kǝ-/ dalam bahasa Jawa Cirebon menyatakan makna ketidaksengajaan berpadanan dengan prefiks /tǝr-/ dan /bǝr/, pembentukan morfem zero dalam hal ini tidak munculnya prefiks /bǝr-/, /mǝN-/, dan /tǝr-/, konfiks /mǝ-kan/, dan tidak terdapat afiks karena dalam bahasa Jawa tidak memiliki afiks tersebut, pembentukan sufiks /-akǝn/ dalam bahasa Indonesia berpadanan dengan sufiks /-kan/ yang menyatakan‟melakukan untuk orang lain‟ dan memasukan kata bahasa Jawa Cirebon ke dalam Bahasa Indonesia. Bentuk interferensi sintaksis dalam penggunaan bahasa Indonesia dalam karangan narasi yaitu pola penggunaan klitika /-ña/, pola pembentukan frasa, dan pola pembentukan klausa (pengulangan subjek ganda). Adapun perbedaan penelitian Lili Sholihah dengan skripsi ini yaitu pada masalah yang diteliti. Lili Sholihah meneliti tentang interferensi morfologi dan sintaksis bahasa Jawa Dialek Cirebon dalam karangan narasi, sedangkan masalah yang penulis teliti yaitu kesalahan penggunaan kosakata dalam karangan narasi siswa yang berlatar belakan bahasa Betawi. Berdasarkan tinjauan pustaka yang didapat, penulis
belum mendapati
kesalahan penggunaan kosakata pada karangan narasi siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi. Maka dari itu penulis ingin mengetahui atau melihat tipe-tipe kesalahan kosakata yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung. Penelitian ini merupakan penelitian terkini yang berusaha memperkaya khazanah penelitian tentang kesalahan berbahasa khususnya dalam kategori kosakata. Dengan demikian hasilnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Indonesia.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan, beserta jalan dan kotanya. Dalam penelitian terhadap kesalahan kosakata pada karangan narasi siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi dalam berbahasa Indonesia, lokasi yang di ambil untuk melakukakan penelitian yaitu di Madrasah Tsanawiyah Negeri Parung. MTs Negeri Parung terletak di Lebak Wangi, Jalan Raya Parung, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Di provinsi Jawa Barat, tepatnya di daerah Parung, banyak ditemukan masyarakat yang dwibahasawan. Salah satu di antaranya masyarakat yang ber-B1 bahasa Betawi dan ber-B2 bahasa Indonesia. Waktu yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yaitu selama tujuh bulan yaitu dimulai dari bulan Februari 2013 sampai dengan bulan Agustus 2013. Pengambilan data penelitian dilakukan di sekolah ini, khususnya pada siswa kelas VII semester genap tahun pelajaran 2012/2013.
B. Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.40 Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek atau subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek itu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MTs Negeri Parung kelas VII berjumlah sembilan kelas yang terdiri dari 423 siswa.
40
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 80.
30
31
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.41 Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Dalam penelitian ini, penulis memilih satu kelas yang diambil secara acak dari sembilan kelas. Kelas VII-1 menjadi kelas terpilih sebagai kelas sampel dengan jumlah 30 siswa. Peserta dengan jumlah tersebut adalah benar-benar dapat mewakili seluruh peserta didik. Pengambilan sampel tersebut berdasarkan pertimbangan, yaitu bahasa yang digunakan siswa kelas VII-1 dalam percakapan sehari-hari di sekolah adalah bahasa Betawi.
C. Metode Penelitian Metode penelitian ialah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang dipergunakan, guna menjawab persoalan yang dihadapi. Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode deskriptif. Penelitian deskriptif tidak diperlukan administrasi dan pengontrolan terhadap perlakuan. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya meggambarkan “apa adanya” tentang satu variabel, gejala atau keadaan. Penelitian
deskriptif
merupakan
penelitian
yang
dimaksudkan
untuk
mengumpulkan informasi mangenai status suatu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.42 Metode deskriptif adalah metode yang di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis, dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang terjadi atau ada. Dalam hal ini penulis akan mendeskripsikan tipe-tipe kesalahan berbahasa tulis yang dilakukan oleh siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi dalam berbahasa Indonesia. Pengklasifikasian dilakukan berdasarkan kesalahan pada kategori kosakata. 41
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 81 42 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatam Praktik, (Rineka Cipta: Jakarta, 2006), hlm.309
32
D. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Dalam penelitian yang penulis lakukan ini adalah ingin mengetahui kesalahan berbahasa dalam bidang kosakata siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi pada karangan narasi melalui beberapa teknik, yaitu observasi, tes, dan angket. 1) Observasi Cara yang pertama dilakukan peneliti untuk mendapatkan data penelitian yaitu dengan melakukan observasi. Peneliti datang ke sekolah dengan menyertakan surat izin observasi dan proposal penelitian. Setelah mendapatkan izin, barulah melakukan observasi yang berkaitan dengan penelitian yaitu mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang latar belakang bahasa yang digunakan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung. 2) Tes Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh indovidu atau kelompok.43 Teknik tes digunakan pada siswa secara langsung. Teknik tersebut dilakukan setelah kegiatan belajar mengajar dilakukan. Bentuk tes yang digunakan adalah tes essai yang dilakukan secara langsung oleh siswa dengan membuat karangan narasi. 3) Angket Pengumpulan data melalui angket dilakukan oleh penulis kepada siswa secara langsung untuk mengetahui gambaran tentang kesulitan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung sebagai
43
Burhan Nurgiyantoro, Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2001),hlm.5
33
dwibahasawan. Hal tersebut akan mempermudah penulis dalam pengumpulan data. Dalam penelitian ini angket dibuat dengan bentuk campuran. Maksudnya, responden diberikan pilihan untuk menjawab setiap pertanyaan sesuai alternatif jawaban yang telah disediakan atau dapat menuliskan jawaban lain yang sesuai pada alternatif jawaban yang telah dikosongkan. Pertanyaan dalam angket berjumlah 13 pertanyaan. E. Instrumen Penelitian Instrumen adalah alat untuk memperoleh informasi dan sumber data.44 Keberhasilan penelitian ditentukan oleh instrumen yang digunakan, karena data yang diperoleh melalui instrumen. Alat pengambilan harus dirancang dan dibuat sedemikian rupa, sehingga menghasilkan data empiris. Instrumen penelitian ini dibantu dengan timbal (observasi) atau nontes. Dibuat oleh peneliti sendiri untuk mencatat data berupa kalimat yang terdapat pada karangan narasi dalam penggunaan kosakata yang salah, seperti contoh: Tabel 3.1 Tabel Analisis Kesalahan Kosakata Nama Siswa (judul karangan) No
Kalimat
Kosakata Berbahasa Betawi
Seharusnya
Perbaikan Kata dalam Kalimat
F. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi dan mengelompokkan data. Pada tahap ini dilakukan upaya mengelompokkan, 44
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 136.
34
menyamakan data yang sama dan membedakan data yang memang berbeda, serta menyisihkan pada kelompok lain data yang serupa, tetapi tidak sama. Dalam rangka pengklasifikasian dan pengelompokkan data tentu harus didasarkan pada apa yang menjadi tujuan penelitian.45 Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis jalinan atau mengalir (flow model of analysis) model Miles dan Hubermen, yang meliputi tiga langkah, antara lain: (1) reduksi data, (2) display/penyajian data, (3) mengambil kesimpulan kemudian diverifikasi. Berikut penjelasannya. 1.
Reduksi data Reduksi data merupakan menajamkan untuk mengorganisasikan data. Pada tahap ini peneliti merekam data lapangan dalam bentuk catatancatatan lapangan, lalu ditafsirkan masing-masing data yang relevan dengan fokus
masalah
yang
diteliti.
Pada
tahap
ini
peneliti
mulai
mempertimbangkan apakah data yang dihasilkan dari penelitian sesuai dengan tujuan penelitian. 2.
Display/penyajian data Pada langkah ini peneliti menyusun data secara teratur dan terperinci sehingga mudah dipahami. Data-data yang digunakan, dianalisis secara teliti untuk menunjukkan jawaban yang diharapkan. Kegiatan analisis dapat dilakukan sebagai berikut: (1) membaca karangan narasi siswa, (2) mencatat kata-kata yang bukan bahasa Indonesia, (3) menganalisis kata-kata yang merupakan bahasa Betawi dan menganalisis siswa yang paling banyak melakukan kesalahan penggunaan kosakata.
45
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.253
35
3.
Mengambil kesimpulan/verifikasi Pada langkah ini peneliti sudah memasuki tahap membuat simpulan dari data yang sudah diperoleh sejak awal penelitian. Simpulan ini masih bersifat sementara, untuk itu perlu adanya verifikasi selama penelitian berlangsung. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan dan dilakukan secara terus menerus mulai dari awal, saat penelitian berlangsung, sampai akhir.
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Sebelum meminta siswa untuk membuat karangan narasi, mereka terlebih dahulu diingatkan tentang pengertian karangan narasi. Setelah itu siswa diminta untuk membuat sebuah karangan narasi sebanyak satu halaman yang masing-masing siswa berbeda-beda jumlah paragrafnya. Ada siswa yang membuat sebanyak tiga paragraf, ada juga yang membuat dua paragraf, bahkan ada juga siswa yang membuat satu paragraf dalam satu halaman. Hasil karangan tersebut dikumpulkan menjadi satu dan dianalisis untuk mengetahui ada atau tidaknya kesalahan penggunaan kosakata yang dibuat oleh siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi. Cara mengetahui siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi adalah dengan melihat angket, yakni asal suku siswa, suku yang paling dominan di tempat tinggal siswa, dan bahasa yang digunakan siswa dalam kehidupan seharihari. Jika siswa berasal dari suku Betawi, dan bahasa yang digunakan juga bahasa Betawi, bahasa sehari-hari dan bahasa pertamanya juga bahasa Betawi, maka siswa tersebut berlatar belakang bahasa Betawi. Berdasarkan hasil penelitian, banyak siswa yang belum mengerti dan paham tentang karangan narasi. Banyak dari siswa yang membuat karangan narasi seperti halnya menulis buku harian. Selain itu banyak karangan siswa yang tidak memiliki rangkaian peristiwa seperti halnya konflik di dalam cerita. Pada bagian deskripsi data ini, penulis akan menguraikan tentang frekuensi kesalahan penggunaan kosakata dalam karangan narasi masing-masing siswa pada tiap-tiap kalimat. Setelah diketahui frekuensi kesalahannya, data-data tersebut kemuadian dianalisis. Hasil analisis disajikan dalam bentuk wacana deskripsi. Untuk lebih jelas mengenai data hasil karangan siswa dimaksud, dapat diuraikan satu persatu di bawah ini:
36
37
Tabel 4.1 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi “Pengalaman di MTs Negeri Parung” Siswa Bella Safitri No
Kalimat
Kosakata Berbahasa Betawi 1 Lama-lama aku Bareng dan temantemanku di SDN Jampang 5 sudah tidak main bareng lagi. (kalimat ke5) 2 Aku ketemu teman aku di kantin langsung aku panggil tapi dia gak ngejawab padahal Bella manggilnya di kuping dia. (kalimat ke-8) 3 Langsung aku panggil namanya dan aku senyum tetapi dia gak ngejawab hanya senyum saja tetapi buatku itu sudah cukup daripada gak senyum juga gak ngejawab. (kalimat ke-10)
Seharusnya Bersama
Perbaikan Kata dalam Kalimat Lama-lama aku dan temantemanku di SDN Jampang 5 sudah tidak main bersama lagi.
-ketemu -tapi -gak -ngejawab -manggilnya
-bertemu -tetapi -tidak -menjawab -memanggilnya
Aku bertemu temanku di kantin langsung aku panggil tetapi dia tidak menjawab padahal Bella memanggilnya di telinganya.
-gak -ngejawab
-tidak -menjawab
Langsung aku panggil namanya dan aku senyum tetapi dia tidak menjawab hanya senyum saja tetapi buatku itu sudah cukup daripada tidak senyum juga tidak menjawab
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Bella Safitri sebanyak delapan kali. Kesalahan terletak pada kalimat lima, delapan, dan sepuluh.
38
1. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-5 Kalimat ke-5 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-5 “Lama-lama aku dan teman-temanku di SDN Jampang 5 sudah tidak main bareng lagi”. Penggunaan kata „bareng‟ pada kalimat di atas tidak tepat, karena kata „bareng‟ bukan kata baku di dalam bahasa Indonesia. Kata yang seharusnya digunakan dalam kalimat tersebut yaitu kata „bersama‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Semakin lama saya dan teman-teman di SDN Jampang V sudah tidak bermain bersama lagi”. 2. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-8 Kalimat ke-8 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak lima kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-5 “Aku ketemu teman aku di kantin langsung aku panggil tapi dia gak ngejawab padahal Bella manggilnya di kuping dia”. Penggunaan kata „ketemu‟, „tapi‟, „gak‟, „ngejawab‟, dan „manggilnya‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata „ketemu‟,‟ngejawab‟, „manggilnya‟ adalah bahasa Betawi yang masuk ke dalam susunan kalimat bahasa Indonesia. Bentuk kata dasar dari kata-kata tersebut adalah „temu‟, „jawab‟, dan „panggil‟. Seharusnya
bahasa
Indonesianya
adalah
„bertemu‟,
„menjawab‟,
dan
„memanggil‟. Kata „gak‟ merupakan bahasa Betawi yang di dalam bahasa Indonesia berarti „tidak‟. Kata „tapi‟ merupakan bahasa Betawi yang sejajar artinya dengan kata „tetapi‟ dalam bahasa Indonesia sebagai kata penghubung yang menunjukkan ketidaksejajaran. Kata „tapi‟ pada kalimat di atas seharusnya diganti dengan kata „tetapi‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saya bertemu teman di kantin. Saya panggil tetapi dia tidak menjawab padahal saya memanggil di telinganya”. 3.
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-10 Kalimat ke-10 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata. Kutipan yang
terdapat pada kalimat ke-10 “Langsung aku panggil namanya dan aku senyum
39
tetapi dia gak ngejawab hanya senyum saja tetapi buatku itu sudah cukup daripada gak senyum juga gak ngejawab”. Penggunaan kata „gak‟ dan „ngejawab‟ pada kalimat tersebut tidak tepat. Kata „gak‟ merupakan kata dalam bahasa Betawi yang sama artinya dengan „tidak‟ di dalam bahasa Indonesia. Kata „ngejawab‟ adalah bahasa Betawi yang masuk ke dalam susunan kalimat bahasa Indonesia. Bentuk kata dasar „ngejawab‟ adalah „jawab‟. Kata yang seharusnya digunakan yaitu „menjawab‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saya panggil namanya dan tersenyum kepadanya, tetapi dia tidak menjawab hanya tersenyum. Bagi saya itu sudah cukup dari pada tidak senyum dan juga tidak menjawab”. Tabel 4.2 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi Siswa Dini Hulia No
Kalimat
Kosakata Berbahasa Betawi ia Banget
4 Hmm... membawa anaknya yang masih kecil, iiiiihhh lucu banget namanya Amel, dan pukul 20.00 aku tidak bisa tidur dan akhirnya kira-kira jam 22.00 aku bisa tidur. (kalimat ke4)
Seharusnya Sangat
Perbaikan Kata dalam Kalimat Hmm...ia membawa anaknya yang masih kecil,iiiiiihhhh sangat lucu, namanya Amel. Pukul 20.00 aku tidak bisa tidur dan akhirnya sekitar pukul 22.00 aku bisa tidur.
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Dini Hulia Kesalahan tersebut
sebanyak satu kali.
terletak pada kalimat ke-4. Kutipan yang terdapat pada
kalimat tersebut “Hmm... ia membawa anaknya yang masih kecil, iiiiihhh lucu banget namanya Amel, dan pukul 20.00 aku tidak bisa tidur dan akhirnya kirakira jam 22.00 aku bisa tidur”.
40
Penggunaan kata „banget‟ pada kalimat di atas tidak tepat, karena kata „banget‟ bukan kata baku di dalam bahasa Indonesia. Kata yang seharusnya digunakan yaitu „sangat‟. Dengan demikian, kalimat yang benar sebagai berikut. “Ia membawa anaknya yang masih kecil dan sangat lucu, namanya Amel. Pukul 20.00 saya tidak bisa tidur dan akhirnya sekitar pukul 22.00 saya baru bisa tidur”. Tabel 4.3 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi “Taman Bunga Nusantara” Siswa Syifa Dwi No
Kalimat
Kosakata Berbahasa Betawi 5 Disana aku cuma Temen-temen jalan-jalan dan naik mobil-mobilan sama temen-temen. (kalimat ke-3) 6 Gak cuma itu ajah Gak aku sama temen- Ajah temen aku mau ke Temen-temen taman bunga tapi Tapi karena Taman Dulu Bunganya jauh aku masuk dulu ke rumah Jepang. (kalimat ke-4) 7 Kayanya sih dia Kayanya sekeluarga terus Sih ngomongnya pake Terus bahasa Arab lagi Ngomongnya kan aku sama Pake temen-temen gak Kan ngerti apa yang Temene-temen mereka lagi Gak omongin. (kalimat Ngerti ke-6) Omongin
Seharusnya
Perbaikan Kata dalam Kalimat Teman-teman Di sana aku cuma jalan-jalan dan naik mobil-mobilan dengan teman-teman.
8 Setelah lama mereka Ngobrol-ngobrol pada ngobrol- Temen-temen ngobrol, aku sama temen-temen diusir sama mereka dari
Mengobrol Setelah lama mereka Teman-teman mengobrol, aku dan teman-teman diusir oleh mereka dari rumah Jepang itu.
Tidak Saja Teman-teman Tetapi Dahulu
Tidak hanya itu saja, aku dan temantemanku mau ke Taman Bunga tetapi karena Taman Bunganya jauh, aku masuk dahulu ke rumah Jepang.
Sepertinya
Sepertinya dia sekeluarga. Lalu Lalu bicaranya pakai Bicaranya bahasa Arab, aku dan Pakai teman-teman tidak mengerti apa yang Teman-teman sedang mereka Tidak bicarakan. Mengerti Bicarakan
41
rumah Jepang itu. (kalimat ke-7) 9 Yaudah setelah itu Ketemu aku jalan ke taman bunga disana aku foto-foto dan disana juga aku ketemu orang arab itu. (kalimat ke-8)
Bertemu
Setelah itu aku jalan ke Taman Bunga, di sana aku berfoto-foto dan di sana juga aku bertemu orang Arab itu.
Berdasarkan tabel 4.3 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Syifa Dwi sebanyak sembilan belas kali. Kesalahan terletak pada kalimat tiga, empat, enam, tujuh, dan delapan. 1.
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-3 Kalimat ke-3 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak
satu kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-3 “Disana aku cuma jalan-jalan dan naik mobil-mobilan sama temen-temen. ”. Penggunaan kata „temen-temen‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata „temen-temen‟ merupakan kata dalam bahasa Indonesia yang terpengaruh oleh bahasa Betawi. Kata dalam bahasa Indonesia yang benar adalah „teman-teman‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Di sana saya hanya jalan-jalan dan naik mobil-mobilan bersama temanteman.” 2.
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-4 Kalimat ke-4 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak
empat kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-4 “Gak cuma itu ajah aku sama temen-temen aku mau ke taman bunga tapi karena Taman Bunganya jauh aku masuk dulu ke rumah Jepang.” Penggunaan kata „gak‟, „ajah‟, „temen-temen‟, „tapi‟, dan „dulu‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata yang seharusnya digunakan yaitu „tidak‟, „saja‟, „teman-teman‟, „tetapi‟, dan „dahulu‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut.
42
“Tidak hanya itu saja, saya dan teman-teman ingin ke Taman Bunga, tetapi karena Taman Bunganya jauh, saya masuk terlebih dahulu ke rumah Jepang.” 3.
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-6 Kalimat ke-6 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak
sepuluh kali. pada pemilihan kata baku dan struktur kata. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-6 “Kayanya sih dia sekeluarga terus ngomongnya pake bahasa Arab lagi kan aku sama temen-temen gak ngerti apa yang mereka lagi omongin.” Penggunaan kata „kayanya‟, „ sih‟, „terus‟, „ngomongnya‟, „pake‟, „kan‟, „temen-temen‟, „gak‟, „ngerti‟, dan „omongin‟ pada kalimat tersebut tidak tepat. Kata „kayanya‟, „terus‟, „ngomongnya‟, „temen-temen‟, gak‟, „ngerti‟ dan „omongin‟ merupakan kata-kata di dalam bahasa Betawi. Seharusnya kata-kata tersebut diganti menjadi „sepertinya‟, „lalu‟, bicaranya‟, „teman-teman‟, „tidak‟, „mengerti‟, dan „bicarakan‟. Kata „sih‟ dan „kan‟ merupakan kata partikel di dalam bahasa Betawi, sehingga tidak perlu ditulis ke dalam kalimat bahasa Indonesia. Kata ‟pake‟ juga merupakan bahasa Betawi. Bahasa Betawi tidak mengenal vokal rangkap atau diftong ai, au. Kata-kata yang dalam bahasa Indonesia diucapkan dengan diftong dalam bahasa Betawi diucapkan dengan è dan o. Kata „pake‟ dalam bahasa Indonesia yaitu „pakai‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Sepertinya dia sekeluarga. Bicaranya menggunakan bahasa Arab, saya dan teman-teman tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan.” 4. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-7 Kalimat ke-7 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak dua kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-7 “Setelah lama mereka pada ngobrol-ngobrol, aku sama temen-temen diusir sama mereka dari rumah Jepang itu.” Penggunaan kata „ngobrol-ngobrol‟, dan „temen-temen‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata „ngobrol‟ merupakan kata dalam bahasa Betawi dengan ciri nasal yang mengawali bentuk kata kerja dasar „obrol‟. Kata „temen-temen‟ merupakan kata bahasa Indonesia yang terpengaruh tata ucap dalam bahasa
43
Betawi yang menggunakan è di setiap akhir kata. Kata yang tepat digunakan pada kalimat tersebut yaitu „mengobrol‟, „dan‟, teman-teman‟. Dengan demikian, kalimat yang benar adalah sebagai berikut. “setelah lama mereka mengobrol, saya dan teman-teman diusir oleh mereka dari rumah Jepang itu.” 5. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-8 Kalimat ke-8 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak satu kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-8 ” Yaudah setelah itu aku jalan ke taman bunga disana aku foto-foto dan disana juga aku ketemu orang arab itu.” Penggunaan kata „ketemu‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata yang seharusnya digunakan pada kalimat tersebut
„bertemu‟. Dengan demikian,
kalimat yang tepat sebagai berikut. “Setelah itu saya jalan ke Taman Bunga. Di sana saya berfoto-foto dan di sana juga saya bertemu dengan orang Arab itu.” Tabel 4.4 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi “Nonton Pertandingan Sepak Bola Persikabo Vs Persikad “ Siswa Syah Reza No
Kalimat
Kosakata Berbahasa Betawi 11 Saya pengen Pengen cepet-cepet liat Liat pertandingan Cepet-cepet sepak bola, Banget rasanya lama banget hari minggu. (kalimat ke-1) 12 Saya menabung Buat uang sehari 5ribu Liat buat bayar liat pertandingan sepak bola. (kalimat ke-2) 13 Pada saat jam 2 Temen-temen siang saya dan
Seharusnya Ingin Lihat Cepat-cepat Sangat
Perbaikan Kata dalam Kalimat Saya ingin cepatcepat melihat pertandingan sepak bola. Rasanya lama sekali hari minggu.
Untuk Lihat
Saya menabung uang sehari 5ribu untuk melihat pertandingan sepak bola.
Teman-teman
Saat jam 2 siang saya dan teman-
44
temen-temen saya berkumpul di depan. (kalimat ke-4).
teman berkumpul di depan.
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Syah Reza sebanyak tujuh
kali.
Kesalahan terletak pada kalimat satu, dua, dan empat. 1.
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-1 Kalimat ke-1 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak
empat kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-3 “Saya pengen cepet-cepet liat pertandingan sepak bola, rasanya lama banget hari minggu.” Penggunaan kata „pengen‟, „cepet-cepet‟, „liat‟, dan „banget‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata-kata tersebut merupakan kosakata dalam bahasa Betawi. Kata-kata tersebut dalam bahasa Indonesia yaitu menggunakan kata „ingin‟, „cepat-cepat‟, „lihat‟, dan „sangat‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saya ingin cepat-cepat melihat pertandingan sepak bola. Hari minggu terasa sangat lama.” 2.
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-2 Kalimat ke-2 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak dua
kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-2 “Saya menabung uang sehari 5ribu buat bayar liat pertandingan sepak bola.” Penggunaan kata „buat‟ dan „liat‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata yang seharusnya digunakan yaitu „untuk‟ dan „lihat‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saya menabung uang sehari lima ribu rupiah
untuk melihat
pertandingan sepak bola.” 3.
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-4 Kalimat ke-4 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak satu
kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-4 “Pada saat jam 2 siang saya dan temen-temen saya berkumpul di depan.”
45
Penggunaan kata „temen-temen‟ pada kalimat tersebut tidak tepat, karena kata tersebut bukan merupakan kata baku dalam bahasa Indonesia. Kata yang seharusnya digunakan yaitu „teman-teman‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saat pukul dua siang, saya dan teman-teman berkumpul di depan.”
Tabel 4.5 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi “Latihan Paskibra” Siswa Nurul Aini No
Kalimat
Kosakata Seharusnya Berbahasa Betawi 14 Pas salah satu teman Pas Saat saya datang, tiba-tiba dia Terus lalu langsung menangis, terus dia cerita sama kakak kelas dan temantemannya katanya kaki dia dilindas motor. (kalimat ke-3)
Perbaikan Kata dalam Kalimat Saat salah satu teman saya datang, tiba-tiba dia langsung menangis, lalu dia bercerita kapada kakak kelas dan teman-temannya bahwa kakinya dilindas motor.
15 Pas itu ada kakak kelas yang baru datang, pas mereka kita kasih tau kalau teman kita kakinya habis dilindas motor, mereka berdua langsung panik terus kita semua jadi ikutan panik deh. (kalimat ke-4) 16 Teman saya terusnya dibawa pulang sama satpam sekolah. (kalimat ke-6) 17 Pas pelatih kita datang kita diajari formasi untuk lomba nanti, formasinya agak ribet tapi keren loh. (kalimat ke- 9)
Pas Kasih tau Terus Deh
Saat Beri tahu Lalu
Saat itu ada kakak kelas yang datang, saat mereka kita beri tahu kalau teman kita kakinya habis dilindas motor, mereka berdua langsung panik lalu kita semua jadi ikut panik.
Terusnya
Kemudian
Teman saya kemudian dibawa pulang oleh satpam sekolah.
Pas Ribet Loh Tapi
Saat Sulit
Saat pelatih kita datang, kita diajari formasi untuk lomba nanti. Formasinya agak sulit tetapi keren.
46
Berdasarkan tabel 4.5 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Nurul Aini
sebanyak sebelas kali.
Kesalahan terletak pada kalimat tiga, empat, enam, dan sembilan. 1. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-3 Kalimat ke-3 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak dua kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-3 “ Pas salah satu teman saya datang, tiba-tiba dia langsung menangis, terus dia cerita sama kakak kelas dan teman-temannya katanya kaki dia dilindas motor.” Penggunaan kata „pas‟, dan „terus‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Katakata tersebut seharusnya menggunakan kata „saat‟, dan „lalu‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saat salah satu teman saya datang, tiba-tiba dia langsung menangis. Dia bercerita kapada kakak kelas dan teman-temannya bahwa kakinya terlindas motor.” 2. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-4 Kalimat ke-4 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak empat kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-4 “Pas itu ada kakak kelas yang baru datang, pas mereka kita kasih tau kalau teman kita kakinya habis dilindas motor, mereka berdua langsung panik terus kita semua jadi ikutan panik deh.” Penggunaan kata „pas‟, „kasih tau‟, „terus‟ dan „deh‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata „pas‟, „kasih tau‟, dan „terus‟ dalam bahasa Indonesia seharusnya menggunakan kata „saat‟, „beri tahu‟, dan „lalu‟. Sedangkan kata „deh‟ merupakan kata partikel dalam bahasa Betawi yang seharusnya tidak ditulis dalam kalimat tersebut. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saat itu ada kakak kelas yang datang. Mereka kami beri tahu bahwa teman kami kakinya terlindas motor. Mereka berdua langsung panik, lalu kami semua pun ikut panik.”
47
3. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-6 Kalimat ke-6 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak satu kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-6 “Teman saya terusnya dibawa pulang sama satpam sekolah.” Penggunaan kata „terusnya‟ pada kalimat tersebut tidak tepat, karena kata tersebut bukan merupakan kata baku dalam bahasa Indonesia. Kata yang seharusnya digunakan yaitu „kemudian‟.
Dengan demikian, kalimat di atas
dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Kemudian teman saya dibawa pulang oleh satpam sekolah.” 4. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-9 Kalimat ke-9 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak empat kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-9 “Pas pelatih kita datang kita diajari formasi untuk lomba nanti, formasinya agak ribet tapi keren loh.” Penggunaan kata „pas‟, „ribet‟, „tapi‟, dan „loh‟ pada kalimat tersebut tidak tepat. Karena kata tersebut bukan merupakan kata baku dalam bahasa Indonesia. Kata „pas‟ dan „ribet‟ merupakan kata dalam bahasa Betawi yang sama artinya dengan kata „saat‟ dan „sulit‟ dalam bahasa Indonesia. Kata „tapi‟ merupakan bahasa Betawi yang sejajar artinya dengan kata „tetapi‟ dalam bahasa Indonesia sebagai kata penghubung yang menunjukkan ketidaksejajaran. Kalimat tersebut merupakan struktur kalimat bahasa Indonesia yang terpengaruh bahasa Betawi. Kata „tapi‟ pada kalimat di atas seharusnya diganti dengan kata „tetapi‟. Kata yang seharusnya digunakan yaitu „kemudian‟.
Kata „loh‟
merupakan kata partikel dalam bahasa Betawi. Serharusnya tidak perlu ditulis dalam kalimat tersebut. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saat pelatih kami datang, kami diajari formasi untuk lomba nanti. Formasinya agak sulit, tetapi keren.”
48
Tabel 4.6 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi “Pengalaman yang Berbeda” Siswa Hanny Hapita No
Kalimat
Kosakata Berbahasa Betawi
Seharusnya
Perbaikan Kata dalam Kalimat
18 Pengalaman saya Bareng pada saat di sd sangat mengasyikan dengan teman-teman, bercanda bersama, senang bareng, sedih bareng, dan pada saat suka maupun duka tetap bersama. (kalimat ke-1)
Bersama
Pengalaman saya pada saat di SD sangat mengasyikan dengan teman-teman, bercanda bersama, senang bersama, sedih bersama, dan pada saat suka maupun duka tetap bersama.
19 Pada saat saya sd Ketemu kalau ketemu antara 1 Menegor dengan yang lain kita Tapi sering menegor tapi kenapa pada saat berpisah semuanya berubah. (kalimat ke3)
Bertemu Menegur Tetapi
Saat saya SD kalau bertemu antara satu dengan yang lain kita saling menegur, tetapi kenapa pada saat berpisah semuanya berubah.
20 Dulu kita saling menyapa tapi skarang mah udah pada berubah semua. (kalimat ke-5) 21 Temanku yang di sdnya pendiem skarang jadi berubah jadi sombong sok cantik, sok pinter pokoknya berubah drastis deh. (kalimat ke-6)
Dulu Tapi Mah Udah
Dahulu Tetapi
Dahulu kita menyapa sekarang berubah semua
Pendiem Pinter Deh
Pendiam Pintar
Sudah
Temanku yang di SD nya pendiam sekarang jadi berubah, jadi sombong sok cantik, sok pintar pokoknya berubah drastis
Berdasarkan tabel 4.6 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Hany Hapita sebanyak sebelas kali. Kesalahan terletak pada kalimat satu, tiga, lima, dan enam.
saling tetapi sudah
49
1. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-1 Kalimat ke-1 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak satu kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-1 “Pengalaman saya pada saat di sd sangat mengasyikan dengan teman-teman, bercanda bersama, senang bareng, sedih bareng, dan pada saat suka maupun duka tetap bersama.” Penggunaan kata „bareng‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata „bareng merupakan kata dalam bahasa Betawi yang sama artinya dengan kata „bersama‟ di dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Pengalaman saya pada saat di SD sangat menyenangkan. Selalu bersama dengan teman-teman, bercanda bersama, senang bersama, sedih bersama, dan saat suka maupun duka tetap bersama.” 2. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-3 Kalimat ke-3 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak tiga kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-3 “Pada saat saya sd kalau ketemu antara 1 dengan yang lain kita sering menegor tapi kenapa pada saat berpisah semuanya berubah. “ Penggunaan kata „ketemu‟, „menegor‟ dan „tapi‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata „ketemu‟ bentuk dasarnya adalah‟ temu‟ jika ditambahkan awalan menjadi „bertemu‟. Kata „menegor‟ bentuk kata dasarnya adalah „tegur‟ dan jika diberikan awalan me-, maka menjadi „menegur‟. Kata „tapi‟ merupakan kata dalam bahasa Betawi yang sejajar artinya dengan kata „tetapi‟ dalam bahasa Indonesia sebagai kata penghubung yang menunjukkan ketidaksejajaran. Kalimat tersebut merupakan struktur kalimat bahasa Indonesia yang terpengaruh bahasa Betawi. Kata „tapi‟ pada kalimat di atas seharusnya diganti dengan kata „tetapi‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saat saya SD jika bertemu antara satu dan yang lain kami menegur, tetapi saat berpisah semuanya berubah.”
saling
50
3. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-5 Kalimat ke-5 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak empat kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-5 “Dulu kita saling menyapa tapi skarang mah udah pada berubah semua.” Penggunaan kata „dulu‟, „tapi‟, „mah‟, „udah‟ pada kalimat tersebut tidak tepat. Penulisan kata „dulu ‟ seharusnya „dahulu‟ dan kata „udah‟ seharusnya „sudah‟. Kata „tapi‟ merupakan bahasa Betawi yang sejajar artinya dengan kata „tetapi‟ dalam bahasa Indonesia sebagai kata penghubung yang menunjukkan ketidaksejajaran. Kata „tapi‟ pada kalimat di atas seharusnya diganti dengan kata „tetapi‟. Sedangkan kata „mah‟ bukan merupakan kata yang ada di dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Dahulu kita saling menyapa, tetapi sekarang semua sudah berubah.”
Tabel 4.7 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi “Pengalaman Liburan” Siswa Wafha Fauziyah No
Kalimat
Kosakata Seharusnya Berbahasa Betawi 22 Saya dipanggil sama Terus Lalu mamah saya kata mamah saya, saya akan pergi berenang ke Jungle, terus saya langsung pulang dan siap-siap untuk berangkat. (kalimat ke-3)
Perbaikan Kata dalam Kalimat Saya dipanggil oleh mamah saya. Saya akan pergi berenang ke Jungle, lalu saya langsung pulang dan siap-siap untuk berangkat.
Berdasarkan tabel 4.7 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Wafha Pauziah sebanyak satu kali. Kesalahan terletak pada kalimat ketiga. Kalimat ke-3 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-3 “Saya dipanggil sama mamah saya kata mamah saya,
51
saya akan pergi berenang ke Jungle, terus saya langsung pulang dan siap-siap untuk berangkat..” Penggunaan „terus‟ pada kalimat di atas tidak tepat. seharusnya menggunakan kata
Kata tersebut
„lalu‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat
dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saya dipanggil oleh ibu. Saya akan pergi berenang ke Jungle, lalu saya langsung pulang dan bersiap-siap untuk berangkat.” Tabel 4.8 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi Siswa Lailatul Qadariyah No
Kalimat
Kosakata Seharusnya Berbahasa Betawi 23 Pada hari rabu aku mau Dulu Dahulu berangkat sekolah aku Terus Lalu mandi dulu, sesudah mandi aku memakai baju, terus aku sarapan. (kalimat ke-1) 24 Sesudah di sekolah aku Terus belajar penjaskes, Gak olahraga terus gurunya gak ada, akhirnya aku jalan-jalan sama temanteman ke duren seribu. (kalimat ke-3)
Lalu Tidak
25 Kita jalan-jalan kekali, kesawah terus kita ke sasar deh akhirnya kita nanya-nanya jalan kekali kemana. (kalimat ke-4)
Kali Terus Kesasar Nanya-nanya
Sungai Lalu Tersesat Bertanya
26 Akhirnya kita tau dan sampai dikali eh kita mau nyebrang kali tautau jembatannya gak ada, akhirnya kita tanya lagi alhamdulillah
Tau Kali Eh Nyebrang Gak
Tahu Sungai Menyebrang Tidak
Perbaikan Kata dalam Kalimat Pada hari Rabu aku mau berangkat ke sekolah, aku mandi terlebih dahulu. Sesudah mandi aku memakai baju, lalu aku sarapan. Sesudah di sekolah aku belajar penjaskes lalu gurunya tidak ada, akhirnya aku jalanjalan bersama teman-teman ke Duren Seribu. Kita jalan-jalan ke sungai dan ke sawah, lalu kita tersesat. Akhirnya kita bertanya kemana arah jalan ke sungai. Akhirnya kita tahu dan sampai di sungai. Saat kita mau menyebrang sungai ternyata jembatannya tidak
52
jembatannya (kalimat ke-6)
ada.
ada. Akhirnya kita tanya lagi alhamdulillah jembatannya ada.
Berdasarkan tabel 4.8 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Laelatul Qadariyah sebanyak tiga belas kali. Kesalahan terletak pada kalimat satu, tiga, empat, dan enam. 1. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-1 Kalimat ke-1 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak dua Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-1 “Pada hari rabu aku mau berangkat sekolah aku mandi dulu, sesudah mandi aku memakai baju, terus aku sarapan.” Penggunaan kata „dulu‟ dan „terus‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata tersebut seharusnya menggunakan kata „dahulu‟ dan „lalu‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Ketika hari Rabu, saat ingin berangkat ke sekolah, saya mandi terlebih dahulu. Sesudah mandi saya memakai baju lalu sarapan.” 2. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-3 Kalimat ke-3 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak dua kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-3 “Sesudah di sekolah aku belajar penjaskes, olahraga terus gurunya gak
ada, akhirnya aku jalan-jalan sama
teman-teman ke duren seribu.“ Penggunaan kata „terus‟ dan „gak‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata yang seharusnya digunakan yaitu „lalu‟ dan „tidak‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Sesudah di sekolah saya belajar penjaskes, tetapi gurunya tidak ada. Akhirnya, saya dan teman-teman pergi jalan-jalan ke Duren Seribu.” 3. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-4 Kalimat ke-4 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata pada pemilihan kata, pemilihan kata baku, dan struktur kata. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-4 “Kita jalan-jalan kekali, kesawah terus kita ke sasar deh akhirnya kita nanya-nanya jalan kekali kemana.”
53
Penggunaan kata „kali‟, „terus‟, „kesasar‟, „nanya-nanya‟ dan „deh‟ pada kalimat tersebut tidak tepat. Kata „kali ‟ seharusnya diganti menjadi „sungai‟. Kata „nanya-nanya‟ di sini merupakan bentuk kata ulang. Namun penggunaan kata ulang pada kalimat tersebut tidak tepat. Seharusnya menggunakan kata „bertanya‟. Sedangkan kata „deh‟ merupakan kata partikel dalam bahasa Betawi. Seharusnya tidak perlu ditulis dalam kalimat tersebut.
Dengan demikian,
kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Kami jalan-jalan ke sungai dan ke sawah, lalu kita tersesat. Akhirnya kami bertanya arah jalan ke sungai .” 4. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-6 Kalimat ke-6 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak lima kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-4 “Akhirnya kita tau dan sampai dikali eh kita mau nyebrang kali tau-tau jembatannya gak ada, akhirnya kita tanya lagi alhamdulillah jembatannya ada.” Penggunaan kata „tau‟, „kali‟, „eh‟, „nyebrang‟, dan „gak‟ pada kalimat tersebut tidak tepat. Kata-kata tersebut seharusnya diganti menjadi „tahu‟, „sungai‟, „menyebrang‟, „tahu-tahu‟, dan „tidak‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Akhirnya kami tahu dan sampai di sungai. Saat kami mau menyebrang sungai ternyata
jembatannya tidak ada. Akhirnya kami bertanya lagi dan
alhamdulillah jembatannya ada.”
Tabel 4.9 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi “Kenangan Teman-teman Sewaktu SD” Siswa Citra Jendagia No
Kalimat
Kosakata Seharusnya Berbahasa Betawi 27 Dulu waktu SD, Dulu Dahulu setiap anak Ngumpul berkumpul perempuan sama anak laki-laki selalu berebutan tempat ngumpul. (kalimat ke1)
Perbaikan Kata dalam Kalimat Dahulu ketika SD, setiap anak perempuan dan anak laki-laki selalu berebutan tempat berkumpul.
54
28 Dan akhirnya anak Dapetin perempuan yang dapetin tempat itu setiap pagi. (kalimat ke-2) 29 Jadi kita semua Ketemu jarang-jarang ketemu lagi, kadang hanya beberapa saja yang sering bertemu. (kalimat ke-8)
Mendapatkan
Dan akhirnya anak perempuan yang mendapatkan tempat itu setiap pagi.
Bertemu
Jadi kita semua jarang-jarang bertemu lagi, kadang hanya beberapa saja yang sering bertemu.
Berdasarkan tabel 4.9 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Citra Jendagia sebanyak empat kali. Kesalahan terletak pada kalimat satu, dua, dan delapan. 1.
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-1 Kalimat ke-1 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak
dua kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-1 “Dulu waktu SD, setiap anak perempuan sama anak laki-laki selalu berebutan tempat ngumpul.” Penggunaan kata „dulu‟ dan „ngumpul‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata „dulu‟ seharusnya menggunakan kata „dahulu‟. Kata „ngumpul‟ merupakan
bahasa Betawi
Indonesia. Bentuk kata dasar
yang masuk ke dalam susunan kata bahasa dari ngumpul „kumpul‟. Seharusnya dalam
dalam bahasa Indonesia ditambahkan awalan
ber-
menjadi „berkumpul‟.
Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Dahulu ketika SD, setiap anak perempuan dan anak laki-laki selalu berebutan tempat berkumpul.” 2.
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-2 Kalimat ke-2 ditemukan kesalahan sebanyak satu kali. Kutipan yang
terdapat pada kalimat ke-2 “Dan akhirnya anak perempuan yang dapetin tempat itu setiap pagi.” Penggunaan kata „dapetin‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Bahasa Indonesia tidak mengenal adanya akhiran–in. Kata „dapetin‟ sejajar dengan
55
kata „mendapatkan‟ dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Dan akhirnya anak perempuan yang mendapatkan tempat itu setiap pagi.” 3.
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-8 Kalimat ke-8 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak
satu kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-8 “Jadi kita semua jarangjarang ketemu lagi, kadang hanya beberapa saja yang sering bertemu” Penggunaan kata „ketemu‟ pada kalimat tersebut tidak tepat. Kata tersebut seharusnya diganti menjadi „bertemu‟ Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Jadi, kami semua jarang bertemu lagi, kadang hanya beberapa orang saja yang sering bertemu.”
Tabel 4.10 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi Siswa Nurruba Rahayu (Kenangan di Waktu SD) No
Kalimat
Kosakata Seharusnya Berbahasa Betawi 30 Bercanda bareng, Bareng Bersama sarapan bareng Deh pokoknya selalu bareng deh.(kalimat ke-2) 31 Kalau kekamar mandi Terus Lalu berebutan, terus harus Berantem Bertengkar berantem dulu. Dulu Dahulu (kalimat ke-4)
Perbaikan Kata dalam Kalimat Bercanda bersama, sarapan bersama pokoknya selalu bersama. Kalau ke kamar mandi berebutan, lalu harus bertengkar dahulu.
Berdasarkan tabel 4.10 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Nurruba Rahayu sebanyak lima kali. Kesalahan terletak pada kalimat dua dan empat.
56
1.
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-2 Kalimat ke-2 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak dua
kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-2 “Bercanda bareng, sarapan bareng pokoknya selalu bareng deh.” Penggunaan kata „bareng „ dan „deh‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata „bareng‟ merupakan kata dalam bahasa Betawi yang sama artinya dengan „bersama‟ dalam bahasa Indonesia. Kata
„deh‟
merupakan
kata partikel
bahasa Betawi, sehingga tidak perlu ditulis di dalam kalimat tersebut. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Bercanda bersama, sarapan bersama, pokoknya selalu bersama.” 2.
Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-4 Kalimat ke-4 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata pada pemilihan
kata dan pemilihan kata baku. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-4 “Kalau kekamar mandi berebutan, terus harus berantem dulu.” Penggunaan kata „terus‟, „berantem‟, dan „dulu‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata yang seharusnya digunakan yaitu „lalu‟, „bertengkar‟, dan „dahulu‟. Kalimat yang benar adalah: “Kalau ingin ke kamar mandi haru berebutan dan bertengkar terlebih dahulu.
Tabel 4.11 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi “Tentang Teman Sebangku ku yang Baik tetapi Selalu Buat Usil” Siswa Alfira Faila Kosakata Seharusnya No Kalimat Berbahasa Betawi 32 Terus waktu Farel Terus Lalu sakit, Helen tidak Pas Saat bisa ngejenguk Farel Ngejenguk Menjenguk waktu sakit karena waktu itu Helen ada ekskul, lalu pas ke esokan harinya Helen bicara dia itu menyesal karena tiak
Perbaikan Kata dalam Kalimat Lalu waktu Farel sakit, Helen tidak bisa menjenguk Farel waktu sakit karena waktu itu Helen ada ekskul, lalu saat keesokan harinya Helen bicara dia
57
bisa ngejenguk Farel waktu Farel sakit. (kalimat ke-6)
itu menyesal karena tiak bisa menjenguk Farel waktu Farel sakit.
Berdasarkan tabel 4.11 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Alfira Faila
sebanyak tiga kali.
Kesalahan terletak pada kalimat keenam. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-6 “Terus waktu Farel sakit, Helen tidak bisa ngejenguk Farel waktu sakit karena waktu itu Helen ada ekskul, lalu pas ke esokan harinya Helen bicara dia itu menyesal karena tiak bisa ngejenguk Farel waktu Farel sakit” Penggunaan kata „terus‟, „ngejenguk‟ dan „pas‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata tersebut seharusnya menggunakan kata „lalu‟, „menjenguk‟, dan „saat‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Lalu ketika Farel sakit, Helen tidak bisa menjenguk, karena saat itu Helen ada kegiatan ekskul, keesokan harinya,
Helen bercerita bahwa ia
menyesal karena tiak bisa menjenguk Farel ketika sedang sakit.” Tabel 4.12 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi “Pengalaman Kenaikan Kelas” Siswa Julian Ramayanti No
Kalimat
Kosakata Berbahasa Seharusnya Betawi 33 Pada jalan-jalan Kemaren Kemarin kenaikan kelas tahun kemaren saya pergi ke Taman Matahari. (kalimat ke-1)
Perbaikan Kata dalam Kalimat Saat jalan-jalan kenaikan kelas tahun kemarin saya pergi ke Taman Matahari.
Berdasarkan tabel 4.12 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Julian Ramayanti sebanyak satu kali. Kesalahan terletak pada kalimat kesatu. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-1 “Pada jalan-jalan kenaikan kelas tahun kemaren saya pergi ke Taman Matahari.”
58
Kata „kemaren‟ pada kalimat di atas tidak tepat . kata tersebut bukan merupakan kata baku dalam bahasa Indonesia karena terpengaruh oleh tata ucap dalam bahasa Betawi
yaitu setiap akhir kata diucapkan dengan è.
Kata
„kemaren‟ seharusnya ditulis „kemarin‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saat jalan-jalan kenaikan kelas tahun kemarin, saya pergi ke Taman Matahari.” Tabel 4.13 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi “Menang Bermain Sepak Bola “ Siswa Peri Irawan No
Kalimat
Kosakata Seharusnya Berbahasa Betawi 34 Setelah itu saya dan Gede Besar teman-teman istirahat sejenak dan dilanjutkan yang bermain bola orang yang gede sehingga lawan yang datang jauh-jauh kalah juga. (kalimat ke-6)
Perbaikan Kata dalam Kalimat Setelah itu saya dan teman-teman istirahat sejenak dan dilanjutkan yang bermain bola orang yang besar, sehingga lawan yang datang jauhjauh kalah juga.
Berdasarkan tabel 4.13 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Peri Irawan sebanyak satu. Kesalahan terletak pada kalimat keenam. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-6 “Setelah itu saya dan teman-teman istirahat sejenak dan dilanjutkan yang bermain bola orang yang gede sehingga lawan yang datang jauh-jauh kalah juga.” Penggunaan kata „gede‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata tersebut seharusnya diganti dengan kata „besar‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Setelah itu saya dan teman-teman beristirahat sejenak. Lalu dilanjutkan dengan permainan sepak bola orang yang berbadan besar, sehingga lawan yang datang dari jauh akhirnya kalah. ”
59
Tabel 4.14 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi “Jalanjalan ke Pantai Acara Perpisahan Kelas” Siswa Mega Citra No
Kalimat
Kosakata Seharusnya Berbahasa Betawi 35 Saya dan teman- Ngumpul Berkumpul teman ngumpul di BSI (Bukit Sawangan Indah) ternyata sudah banyak yang datang, setelah semuanya datang kita pun pergi ke pantai. (kalimat ke4)
Perbaikan Kata dalam Kalimat Saya dan temanteman berkumpul di BSI (Bukit Sawangan Indah) ternyata sudah banyak yang datang, setelah semuanya datang kita pun pergi ke pantai
Berdasarkan tabel 4.14 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Mega Citra
sebanyak satu kali,
Kesalahan terletak pada kalimat keempat. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-4 “Saya dan teman-teman ngumpul di BSI (Bukit Sawangan Indah) ternyata sudah banyak yang datang, setelah semuanya datang kita pun pergi ke pantai.” Penggunaan kata „ngumpul‟
pada kalimat di atas tidak tepat.
„ngumpul‟ ‟ merupakan kata dalam bahasa Betawi
Kata
dengan ciri nasal yang
mengawali bentuk kata kerja dasar „kumpul‟. Kata tersebut seharusnya ditambahkan awalan ber- menjadi „berkumpul‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saya dan teman-teman berkumpul di BSI (Bukit Sawangan Indah). ternyata sudah banyak orang yang datang. Setelah semuanya datang kami pun pergi ke pantai. Tabel 4.15 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi Siswa Alvira Damayanti No
Kalimat
Kosakata Seharusnya Perbaikan Kata Berbahasa Betawi dalam Kalimat 36 Dan di tengah perjalanan Ujan Hujan Dan di tengah ternyata mobilnya mogok, Geladag-geludug Petir perjalanan ternyata
60
padahal ujan, geladaggeludug. (kalimat ke-3) 37 Untung aja ada warung dan Aja mushola, tapi musholanya juga Tapi dari gubug. (kalimat ke-4)
Saja Tetapi
38 Sambil nungguin knek supir Nungguin membeli bensin aku makan Bareng mie bareng sama kakak, dan aku shalat juga di situ. (kalimat ke-5)
Menunggu Bersama
39 Karena jalannya lukak-likuk Lukak-likuk aku sampai puyeng. (kalimat Puyeng ke-11)
Berliku-liku Pusing
mobilnya mogok, padahal sedang hujan dan petir. Untung saja ada warung dan mushola, tapi musholanya juga dari gubug. Sambil menunggu kernet supir membeli bensin, aku makan mie bersama dengan kakak dan aku shalat juga di situ. Karena jalannya likaliku aku sampai pusing.
Berdasarkan tabel 4.15 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Alfira Damayanti sebanyak delapan kali. Kesalahan terletak pada kalimat tiga, empat, lima, dan sebelas. 1. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-3 Kalimat ke-3 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak dua kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-3 “Dan di tengah perjalanan ternyata mobilnya mogok, padahal ujan, geladag-geludug.” Penggunaan kata „ujan‟ dan „geladag-geludug‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata „ujan‟ bukanlah kata baku di dalam bahasa Indonesia. Penulisan yang tepat seharusnya „hujan‟, sedangkan kata „geladag;geludug‟ bukan merupakan kata di dalam bahasa Indonesia. Kata yang maknanya sama dengan kata tersebut yaitu „petir‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Dan di tengah perjalanan ternyata mobilnya mogok, padahal saat itu sedang hujan dan petir.” 2. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-4 Kalimat ke-4 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak dua kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-4 “Untung aja ada warung dan mushola, tapi musalanya juga dari gubug.”
61
Penggunaan kata „aja‟
pada kalimat di atas tidak tepat. Kata yang
seharusnya digunakan yaitu „saja‟. Kata „tapi‟ merupakan bahasa Betawi yang sejajar artinya dengan kata „tetapi‟ dalam bahasa Indonesia sebagai kata penghubung yang menunjukkan ketidaksejajaran. Kata „tapi‟ pada kalimat di atas seharusnya diganti dengan kata „tetapi‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Untung saja ada warung dan musala, meskipun musalanya dari gubuk.” 3. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-5 Kalimat ke-5 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak dua kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-5 “Sambil nungguin knek supir membeli bensin aku makan mie bareng sama kakak, dan aku shalat juga di situ” Penggunaan kata „nungguin‟, ‟bareng‟, dan „sama‟ pada kalimat tersebut tidak tepat. Kata „nungguin‟ mengunakan akhiran–in yang merupakan akhiran dalam bahasa Betawi. Bahasa Indonesia tidak mengenal adanya akhiran –in. Kata „nungguin‟ sejajar dengan kata „menunggu‟ dalam bahasa Indonesia. Kata „bareng‟ seharusnya diganti menjadi „bersama‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Sambil menunggu kernet supir membeli bensin, saya makan mie bersama dengan kakak dan saya shalat juga di sana.” 4. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-11 Kalimat ke-11 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak dua kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-11 “Karena jalannya lukak-likuk aku sampai puyeng” Penggunaan kata „lukak-likuk‟ dan ‟puyeng‟ pada kalimat tersebut tidak tepat. Kata-kata tersebut seharusnya diganti menjadi „berliku-liku‟ dan „pusing‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Karena jalannya yang berliku-liku, saya jadi pusing.
62
Tabel 4.16 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi Siswa Shipa Pauziah No
Kalimat
Kosakata Seharusnya Berbahasa Betawi 40 Dan sesudah naik Banget Sangat kereta gantung aku dan keluargaku memasuki area berenang disitu airnya dingin banget bibirku pun sampai bergetar, dingin banget. (kalimat ke-6)
Perbaikan Kata dalam Kalimat Dan sesudah naik kereta gantung aku dan keluargaku memasuki area berenang di situ airnya sangat dingin bibirku pun sampai bergetar, dingin sekali.
Berdasarkan tabel 4.16 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Sipa Pauziah sebanyak satu kali. Kesalahan terletak pada kalimat enam. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-6
“Dan sesudah naik kereta
gantung aku dan keluargaku memasuki area berenang disitu airnya dingin banget bibirku pun sampai bergetar, dingin banget.” Penggunaan kata „banget ‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata tersebut sama artinya dengan kata „sangat‟ dalam bahasa Indonesia. Kalimat yang benar adalah: “Sesudah naik kereta gantung, saya dan keluarga
memasuki area
berenang. Airnya sangat dingin, hingga bibir saya bergetar.”
Tabel 4.17 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi Siswa Nurkamala No
Kalimat
Kosakata Seharusnya Berbahasa Betawi 41 Ada sodaraku yang Sodaraku Saudaraku nginep dia tidurnya di Nginep Menginap lantai engga mau di Engga Tidak kasur. (kalimat ke-2) 42 Tetapi waktu di Mabok Mabuk
Perbaikan Kata dalam Kalimat Ada saudaraku yang menginap, dia tidurnya di lantai tidak mau di kasur. Tetapi waktu di
63
perjalanan ada yang mabok alhamdulillah saya tidak mabok. (kalimat ke-8) 43 Kita pun pulang ke Ketemu rumah masing-masing sampai sekarang aku tidak ketemu temanteman lagi karna sudah perpisahan di sekolah. (kalimat ke-9)
perjalanan ada yang mabuk alhamdulillah saya tidak mabuk. Bertemu
Kita pun pulang ke rumah masing-masing sampai sekarang aku tidak bertemu temanteman lagi karena sudah perpisahan di sekolah.
Berdasarkan tabel 4.17 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Nurkamala
sebanyak lima kali.
Kesalahan terletak pada kalimat dua, delapan, dan sembilan. 1. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-2 Kalimat ke-2 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak tiga kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-2 “Ada sodaraku yang nginep dia tidurnya di lantai engga mau di kasur.” Penggunaan kata „sodaraku‟, „nginep‟, dan „engga‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata „sodaraku ‟ merupakan bahasa Betawi yang tidak mengenal vokal rangkap atau diftong ai, au. Kata-kata yang dalam bahasa Indonesia diucapkan dengan diftong dalam bahasa Betawi diucapkan dengan è dan o. Kata „sodaraku‟ sehaarusnya
ditulis „saudaraku‟ di dalam bahasa Indonesia..
Sedangkan penggunaan kata „nginep‟ dan „engga‟ juga merupakan bahasa Betawi. Kedua kata tersebut seharusnya diganti menjadi „menginap‟ dan „tidak‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Ada saudara saya yang menginap, tidurnya di lantai tidak mau di kasur.” 2. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-8 Kalimat ke-8 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata pada pemilihan kata baku. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-8 “Tetapi waktu di perjalanan ada yang mabok alhamdulillah saya tidak mabok.” Penggunaan kata „mabok‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata yang tepat yaitu kata „mabuk‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut.
64
“tetapi saat di perjalanan ada yang mabuk. Alhamdulillah saya tidak ikut mabuk.” 3. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-9 Kalimat ke-9 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata pada pemilihan kata baku dan struktur kata. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-9 “Kita pun pulang ke rumah masing-masing sampai sekarang aku tidak ketemu teman-teman lagi karena sudah perpisahan di sekolah.” Penggunaan kata „ketemu‟ pada kalimat tersebut tidak tepat. Kata „ketemu‟, adalah bahasa Betawi yang masuk ke dalam susunan kalimat bahasa Indonesia. Bentuk kata dasar dari kata
tersebut adalah „temu‟. Seharusnya
bahasa Indonesianya adalah „bertemu‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Kami pun pulang ke rumah masing-masing. Sampai sekarang saya sudah tidak bertemu lagi dengan teman-teman, karena sudah perpisahan di sekolah.”
Tabel 4.18 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi “Kerja Kelompok Bersama Teman “ Siswa Nisfi Fadilah No
Kalimat
Kosakata Seharusnya Berbahasa Betawi 44 Waktu kita belajar Ketawa Tertawa kelompok kita ketawa Diem Diam terus, malah paling heboh sendiri, yang lain pada diem. (kalimat ke-4) 45 Kita cuma main-main Ajah Saja ajah, kita di sana Deh foto-foto dan Sampe-sampe Sampai-sampai karokean, pokoknya seru deh sampesampe lupa waktu. (kalimat ke-9) 46 Waktu di jalan kita Ketemu Bertemu ketemu ibu Lilis dan Sempet Sempat akhirnya kita sempet Ngobrol Mengobrol ngobrol dulu deh ga Dulu Dahulu
Perbaikan Kata dalam Kalimat Waktu kita belajar kelompok kita tertawa terus, malah paling heboh sendiri, yang lain diam. Kita cuma mainmain saja, kita di sana foto-foto dan karokean, pokoknya seru sampai-sampai lupa waktu Waktu di jalan kita bertemu ibu Lilis dan akhirnya kita sempat mengobrol
65
nyangka bisa ketemu Deh ibu Lilis. (kalimat ke- Ga 11) nyangka 47 Katanya sih abis Sih pulang dari rumah Abis kepala sekolah yang dulu karna kepala sekolah yang dulu sudah meninggal. (kalimat ke-12)
Tidak Menyangka
Habis
dahulu tidak menyangka bisa bertemu ibu Lilis. Katanya habis pulang dari rumah kepala sekolah yang dahulu karena kepala sekolah yang dahulu sudah meninggal.
Berdasarkan tabel 4.18 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Nisfi Fadilah sebanyak empat belas kali. Kesalahan terletak pada kalimat empat, sembilan, sebelas dan dua belas. 1. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-4 Kalimat ke-4 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak dua kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-4 “Waktu kita belajar kelompok kita ketawa terus, malah paling heboh sendiri, yang lain pada diem.” Penggunaan kata „ketawa‟ dan „diem‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kedua kata tersebut merupakan kata bahasa Betawi, seharusnya diganti menjadi „tertawa‟ dan „diam‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saat kami belajar kelompok, kami tertawa-tawa dan sendiri, yang lain hanya diam.”
paling heboh
2. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-9 Kalimat ke-9 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak tiga kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-9 “Kita cuma main-main ajah, kita di sana foto-foto dan karokean, pokoknya seru deh sampe-sampe lupa waktu” Penggunaan kata „ajah‟, „deh‟, dan „sampe-sampe‟ pada kalimat tersebut tidak tepat. Kata „ajah‟
bukan merupakan kata baku bahasa Indonesia.
Seharusnya diganti menjadi „saja‟. Kata „sampe-sampe‟ merupakan kata dalam bahasa Betawi. Bahasa Betawi tidak mengenal vokal rangkap atau diftong ai, au. Kata-kata yang dalam bahasa Indonesia diucapkan dengan diftong dalam bahasa Betawi diucapkan dengan è dan o. Kata „sampe-sampe‟ menjadi „sampai-
66
sampai‟ dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Kami hanya bermain-main, foto-foto, dan karokean. Pokoknya sangat menyenangkan hingga lupa waktu.” 3. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-11 Kalimat ke-11 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak tujuh kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-11 “Waktu di jalan kita ketemu ibu Lilis dan akhirnya kita sempet ngobrol dulu deh ga nyangka bisa ketemu ibu Lilis.” Penggunaan kata „ketemu‟, „sempet‟, „ngobrol‟, „deh‟, „ga‟, dan „nyangka‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata-kata „ketemu‟, „sempet‟, „ngobrol‟, „ga‟, dan „nyangka‟
seharusnya diganti menjadi „bertemu‟, „sempat‟, „mengobrol‟,
tidak‟, dan „menyangka‟. Sedangkan „deh‟ merupakan kata partikel dalam bahasa Betawi. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saat di jalan, kami
bertemu ibu Lilis dan akhirnya kami sempat
mengobrol. Tidak disangka dapat bertemu ibu Lilis.” 4. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-12 Kalimat ke-12 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata pada pemilihan kata dan pemilihan kata baku. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-12 “Katanya sih abis pulang dari rumah kepala sekolah yang dulu karna kepala sekolah yang dulu sudah meninggal.” Penggunaan kata „sih‟ , „abis‟, dan „dulu‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata „sih‟ merupakan kata partikel dalam bahasa Betawi. Sedangkan kata „abis‟ dan „dulu‟ bukan kata baku dalam bahasa indonesia. Kata yang benar adalah „habis‟ dan „dahulu‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Katanya mereka dari rumah kepala sekolah yang dahulu, karena kepala sekolah yang dahulu baru saja meninggal.”
67
Tabel 4.19 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi Siswa Putri Dewi No
Kalimat
48 Padahal kan gunung kapur itu jauh Banget tapi nggak kerasa kalau kita bercanda, ketawa-ketawa, ngak ada rasa capek ataupun ngeluh dari mulut kita. (kalimat ke-6) 59 Sesampainya di gunung kapur kita semua bermain bombom kar resep banget sampe nabraknabrak. (kalimat ke7) 50 Pas udah bosen kita semua langsung kegunungnya kita mendaki kaya orang mendaki beneran. (kalimat ke-8) 51 Setelah waktu udah menjelang siang di sana ada dangdut kita semua ngeliat trus joget-joget dah. (kalimat ke-9) 52 Stelah waktu udah jam 13.30 kita semua pulang. (kalimat ke10) 53 Coba ajah sahabatsahabatku bisa maen seperti ini lagi pasti seru deh jangan bosen-bosen deh kalau berteman denganku. (kalimat ke-13)
Kosakata Berbahasa Betawi Kan Banget Tapi Nggak Kerasa Ketawa-ketawa Ngeluh
Seharusnya
Sangat Tetapi Tidak Terasa Tertawa Mengeluh
Resep Banget Sampe Nabrak-nabrak
Senang Sangat Sampai Menabrak
Pas Udah Bosen Kaya Beneran
Saat Sudah Bosan Seperti Sebenarnya
Perbaikan Kata dalam Kalimat Padahal Gunung Kapur itu sangat jauh tetapi tidak terasa kalau kita bercanda, tertawa, tidak ada rasa capek ataupun mengeluh dari mulut kita. Sesampainya di Gunung Kapur kita semua bermain bombomkar, sangat senang sampai menabrak.
Udah Ngeliat Trus Joget-joget Dah
Saat sudah bosan kita semua langsung ke gunungnya, kita mendaki seperti orang mendaki sebenarnya. Sudah Setelah waktu sudah Melihat menjelang siang, di Goyang-goyang sana ada dangdut kita semua melihat lalu goyang-goyang.
Udah
Sudah
Setelah waktu sudah pukul 13.30 kita semua pulang.
Ajah Maen Deh Bosen-bosen
Saja Main
Coba saja sahabatsahabatku bisa main seperti ini lagi pasti seru, jangan bosanbosan kalau berteman denganku.
Bosan-bosan
68
Berdasarkan tabel 4.19 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Putri Dewi sebanyak dua puluh enam kali. Kesalahan terletak pada kalimat enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, dan tiga belas. 1. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-6 Kalimat ke-6 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak tujuh kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-6 “Padahal kan gunung kapur itu jauh Banget tapi ngak kerasa kalau kita bercanda, ketawa-ketawa, ngak ada rasa capek ataupun ngeluh dari mulut kita.” Penggunaan kata „kan‟, „banget‟, „tapi‟,
„ngak‟, „kerasa‟, „ketawa-
ketawa‟, dan „ngeluh‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata „kan‟ bukan kata dalam bahasa Indonesia. Seharusnya tidak perlu ditulis pada kalimat tersebut. Kata-kata tersebut seharusnya diganti menjadi „ sangat‟, „tetapi‟, „tidak‟, „terasa‟, „tertawa‟, dan „mengeluh‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Padahal Gunung Kapur itu sangat jauh, tetapi tidak terasa jika sambil bercanda dan tertawa. Tidak ada rasa capek ataupun mengeluh dari mulut kami.” 2. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-7 Kalimat ke-7 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak empat kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-7 “Sesampainya di gunung kapur kita semua bermain bom- bom kar resep banget sampe nabrak-nabrak.” Penggunaan kata „resep‟, „banget‟, „sampe‟, dan „nabrak-nabrak‟ pada kalimat tersebut tidak tepat. Kata-kata tersebut seharusnya diganti menjadi „senang‟, „sangat‟, „sampai‟, dan „menabrak‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Sesampainya di Gunung Kapur, kami semua bermain bom- bomkar, sangat senang hingga menabrak.”
69
3. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-8 Kalimat ke-8 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak lima kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-8 “Pas udah bosen kita semua langsung kegunungnya kita mendaki kaya orang mendaki beneran.” Penggunaan kata „pas‟, „udah‟, „bosen‟, „kaya‟, dan „beneran‟
pada
kalimat di atas tidak tepat. Kata „pas‟ sama artinya dengan kata „saat‟ dalam bahasa Indonesia. Kata „udah‟ dan „bosen‟bukan kata baku bahasa Indonesia, kata tersebut terpengaruh oleh bahasa Betawi. Seharusnya kata yang digunakan adalah „sudah‟ dan „bosan‟. Kata „kaya‟ dalam bahasa Betawi sama artinya dengan‟seperti‟ dalam bahasa Indonesia. Kata „beneran‟ menggunakan akhiranan. Akhiran tersebut sama bentuknya dengan akhiran bahasa Indonesia, tetapi penggunaannya dalam bahasa Betawi cukup khas. Dalam bahasa Betawi akhiran itu bisa menyatakan „lebih‟ bila dihubungkan dengan bentuk dasar adjektiva. Sedangkan dalam bahasa Indonesia akhiran-an menyatakan hasil. Jadi, kata yang tepat digunakan untuk kalimat tersebut yaitu „sebenarnya‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saat sudah bosan, kami semua langsung ke gunung. Kami mendaki seperti pendaki gunung sebenarnya.” 4. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-9 Kalimat ke-9 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak lima kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-9 “Setelah waktu udah menjelang siang di sana ada dangdut kita semua ngeliat trus joget-joget dah.” Penggunaan kata „udah‟, „ngeliat‟, „trus‟, joget-jeget‟, dan „dah‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata-kata tersebut merupakan bahasa Betawi yang dalam bahasa Indonesia menjadi „sudah‟, „lalu‟, „melihat‟, dan „goyang-goyang‟. Sedangkan „dah‟ bukan kata dalam bahasa Indonesia melainkan kata partikel dalam bahasa Betawi. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Setelah waktu menjelang siang, di sana ada dangdut. Kami semua melihat lalu ikut bergoyang.”
70
5. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-10 Kalimat ke-10 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak satu kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-10 “Stelah waktu udah jam 13.30 kita semua pulang.” Penulisan kata „udah‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata „udah‟ seharusnya diganti „sudah‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Setelah waktu menunjukkan pukul 13.30, kami semua pulang.” 6. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-13 Kalimat ke-13 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak enam kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-13 “Coba ajah sahabat-sahabatku bisa maen seperti ini lagi pasti seru deh jangan bosen-bosen deh kalau berteman denganku” Penggunaan kata „ajah‟, „maen‟, „bosen-bosen‟, dan „deh‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata „ajah‟ tersebut seharusnya diganti menjadi „saja‟. Kata „maen‟ dan „bosen-bosen‟ merupakan kata bahasa Indonesia yang terpengaruh tata ucap bahasa Betawi yang setiap akhir katanya dilafalkan è.
Kata „maen‟
dan „bosen-bosen‟ dalam bahasa Indonesia yang benar adalah „main‟ dan „bosan-bosan‟. Sedangkan „deh‟ bukan kata dalam bahasa Indonesia melainkan kata partikel dalam bahasa Betawi, seharusnya tidak perlu ditulis dalam kalimat tersebut. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Jika saja sahabat-sahabat saya
bisa main seperti ini lagi,
pasti
menyenangkan. Jangan bosan-bosan kalau berteman dengan saya.”
Tabel 4.20 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi “Maaf untuk Ummi “Siswa Ida Laela No
Kalimat
Kosakata Seharusnya Perbaikan Kata Berbahasa Betawi dalam Kalimat 54 Ummi: “sini dulu Beliin Belikan Ummi: “sini dulu sebentar, beliin umi sebentar, belikan umi
71
55
56
57
58
gula ke warung 2kg”.(kalimat ke-5) Aku gak dengerin umi, terus umi marah-marah. (kalimat ke-8) Aku dinasehatin sama nenek, kata nenek “neng Fa‟ud gak boleh ngebantah, bantuin umi”. (kalimat ke-10) Terutama umi, umi yang udah ngelahirin kamu, ngerawat kamu sampe sekarang kamu inget surga ada di telapak kaki ibu, kalau kamu ngelawan emang kamu mau dosa terus masuk neraka?. (kalimat ke-13) Terus gak tau kenapa hati aku jadi tunduk karena perkataan nenek tadi, aku langsung lari ke dalam rumah, sampai-sampai HP aku jatuh, enggak aku hiraukan, di dalam rumah aku menemui ummi sedang ngiris bawang, aku masih takut deketin ummi, tapi aku berusaha, aku berkata:”ummi...” (kalimat ke-14)
gula ke warung 2kg.” Gak Dengerin
Dinasehatin Gak Ngebantah Bantuin
Tidak Aku tidak mendengarkan mendengarkan umi, lalu umi marahmarah. Dinasihati Aku dinasihati oleh Tidak nenek, kata nenek Membantah “neng Fa‟ud tidak Bantu boleh membantah, bantu umi.”
Udah Ngelahirin Ngerawat Sampe Inget Ngelawan Emang Terus
Sudah Melahirkan Merawat Sampai Ingat Melawan Memang Lalu
Terus Gak Tau Enggak Ngiris Deketin Tapi
Lalu Tidak Tahu Tidak Mengiris Mendekati tetapi
Terutama umi, umi yang sudah melahirkan kamu, merawat kamu sampai sekarang kamu ingat surga ada di telapak kaki ibu, kalau kamu melawan memang kamu mau dosa lalu masuk neraka? Lalu tidak tahu kenapa hati aku jadi tunduk karena perkataan nenek tadi, aku langsung lari ke dalam rumah, sampaisampai HP aku jatuh, tidak aku hiraukan, di dalam rumah aku menemui ummi sedang mengiris bawang, aku masih takut mendekati ummi, tetapi aku berusaha, aku berkata:”ummi...”
Berdasarkan tabel 4.20 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Ida Laela sebanyak dua puluh dua
72
kali. Kesalahan terletak pada kalimat lima, delapan, sepuluh, tiga belas, dan empat belas. 1. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-5 Kalimat ke-5 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak satu kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-5 “Ummi: “sini dulu sebentar, beliin umi gula ke warung 2kg.” Penggunaan kata „beliin‟ pada kalimat tersebut tidak tepat. Kata „beliin‟ menggunakan akhiran -in. Akhiran –in merupakan akhiran dalam bahasa Betawi yang di dalam bahasa Indonesia sama artinya dengan akhiran –i dan –kan. Kata „beliin‟ adalah kata bahasa Betawi yang dalam bahasa Indonesianya „belikan‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Ummi: “sini dulu sebentar, belikan umi gula ke warung 2 kg.” 2. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-8 Kalimat ke-8 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak tiga kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-8 “Aku gak dengerin umi, terus umi marah-marah.” Penggunaan kata „gak‟, „dengerin‟, dan „terus‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata „gak‟ seharusnya diganti menjadi „tidak‟. Kata „dengerin‟ merupakan kata bahasa Betawi dengan akhiran –in. Akhiran –in merupakan akhiran dalam bahasa Betawi yang di dalam bahasa Indonesia sama artinya dengan akhiran –i dan –kan.
Kata „dengerin‟ dalam bahasa Indonesia adalah „mendengarkan‟.
Kata „terus‟ seharusnya diganti dengan „lalu‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saya tidak mendengarkan umi, lalu umi marah-marah.” 3. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-10 Kalimat ke-10 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak empat kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-10 “Aku dinasehatin sama nenek, kata nenek “neng Fa‟ud gak boleh ngebantah, bantuin umi.” Penggunaan kata „dinasehatin‟, „gak‟, ngebantah‟, dan „bantuin‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata-kata tersebut adalah kata dalam bahasa Betawi.
73
Dalam bahasa Indonesianya adalah
„tidak‟, „dinasihati‟, „membantah‟ dan
„bantu‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saya dinasihati oleh nenek. Kata nenek “neng Fa‟ud tidak
boleh
membantah, bantu umi.” 4. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-13 Kalimat ke-13 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak delapan. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-13 “Terutama umi, umi yang udah ngelahirin kamu, ngerawat kamu sampe sekarang kamu inget surga ada di telapak kaki ibu, kalau kamu ngelawan emang kamu mau dosa terus masuk neraka?.” Penggunaan kata „udah‟, „ngelahirin‟, ngerawat‟, „sampe‟, „inget‟, „ngelawan‟, „emang‟, dan „terus‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata-kata tersebut merupakan kata-kata dalam bahasa Betawi. Dalam bahasa Indonesianya adalah „sudah‟, „melahirkan‟, „merawat‟, „sampai‟, „ingat‟, „melawan‟, „memang‟, dan „lalu‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Terutama umi, umi yang sudah melahirkan kamu, merawat kamu sampai sekarang, kamu harus ingat surga ada di telapak kaki ibu, kalau kamu melawan memang kamu mau dosa lalu masuk neraka?.” 5. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-14 Kalimat ke-14 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak tujuh kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-14 “Terus gak tau kenapa hati aku jadi tunduk karena perkataan nenek tadi, aku langsung lari ke dalam rumah, sampai-sampai HP aku jatuh, enggak aku hiraukan, di dalam rumah aku menemui ummi sedang ngiris bawang, aku masih takut deketin ummi, tapi aku berusaha, aku berkata:”ummi...” Penggunaan kata „terus‟, „gak‟, „tau‟, „enggak‟ „ngiris‟dan „deketin‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata-kata tersebut merupakan bahasa Betawi yang bahasa Indonesianya adalah „lalu‟, „tidak‟, „tahu‟, „tidak‟, „mengiris‟, dan
74
„mendekati‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Lalu tidak tahu kenapa hati saya menjadi tunduk karena perkataan nenek tadi, saya berlarilari ke dalam rumah hingga hand phone saya terjatuh, namun tidak saya hiraukan. Di dalam rumah saya menemui ummi yang sedang mengiris bawang. Saya masih takut untuk mendekati ummi, tetapi saya terus berusaha. Saya berkata:”ummi....”
Tabel 4.21 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi Siswa Windi Anggraini No
Kalimat
Kosakata Seharusnya Perbaikan Kata Berbahasa Betawi dalam Kalimat 59 Pada hari itu aku Banget Sangat Pada hari itu aku sedih banget nyari- Nyari-nyari nyari
Hp
Mencari-cari sangat
aku.
sedih
mencari-cari Hp aku
(kalimat ke-3) 60 Tapi pas aku mau Tapi
Tetapi
Tetapi saat aku mau
pake Hpnya malah Pas
Saat
pakai, Hpnya justru
dibawa
Pakai
dibawa
Justru
kerja.
Lalu
Lalu aku menunggu
kakak aku pulang tapi Nungguin
Menunggu
kakak aku pulang
dia
Tetapi
tetapi
Tahu
pulang juga hingga
Menginap
aku tertidur di ruang
Teman
tamu, tahunya kakak
kakak
aku pake
kerja. (kalimat ke-11) Malah 61 Trus aku nungguin Trus
belum
juga
pulang Tapi
hingga
aku Tau
di
ruang Nginep
tertidur
tamu, taunya kakak Temen
kakak
dia
belum
ku nginep di kosan
ku
temennya.
kosan temannya.
ke-12)
(kalimat
ku
menginap
di
75
Berdasarkan tabel 4.21 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Windi Anggraini
sebanyak dua
belas kali. Kesalahan terletak pada kalimat tiga, sebelas, dan dua belas. 1. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-3 Kalimat ke-3 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak dua kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-3 “Pada hari itu aku sedih banget nyari-nyari Hp aku.” Penggunaan kata „banget‟ dan „nyari-nyari‟ pada kalimat di atas tidak tepat.
Kata tersebut sama artinya dengan„ sangat‟ dan „mencari-cari‟ dalam
bahasa Indonesia. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “ Hari itu saya sangat sedih karena mencari-cari hand phone.” 2. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-11 Kalimat ke-11
ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak
empat kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-11 “Tapi pas aku mau pake Hpnya malah dibawa kakak aku kerja.” Penggunaan kata „tapi‟, „pas‟, „malah‟ dan „pake‟ pada kalimat tersebut tidak tepat. Kata „tapi‟ merupakan bahasa Betawi yang sejajar artinya dengan kata „tetapi‟ dalam bahasa Indonesia sebagai kata penghubung yang menunjukkan ketidaksejajaran. Kalimat tersebut merupakan struktur kata bahasa Indonesia yang terpengaruh bahasa Betawi. Kata „tapi‟ pada kalimat di atas seharusnya diganti dengan kata „tetapi‟. Sedangkan kata „pake‟ juga merupakan bahasa Betawi. Bahasa Betawi tidak mengenal vokal rangkap atau diftong ai, au. Dengan demikian kata-kata yang dalam bahasa Indonesia diucapkan dengan diftong dalam bahasa Betawi diucapkan dengan è dan o. Kata „pake‟ yang benar yaitu „pakai‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Tetapi saat saya ingin memakainya, ternyata hand phone itu dibawa kakak ke tempat kerja.”
76
3. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-12 Kalimat ke-12 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata pada pemilihan kata, pemilihan kata baku, dan struktur kata. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-12 “Trus aku nungguin kakak aku pulang tapi dia belum pulang juga hingga aku tertidur di ruang tamu, taunya kakak ku nginep di kosan temennya.” Penggunaan kata „trus‟, „nungguin‟, „taunya‟, „nginep‟, dan „temen‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata „trus‟ merupakan kata bahasa Betawi yang artinya sama dengan „lalu‟ dalam bahasa Indonesia. Kata „tau‟ merupakan unsur bahasa Betawi yang masuk ke dalam bahasa Indonesia. Kata „tau‟ pada kalimat di atas, seharusnya diganti dengan kata „tahu‟. Kata „nginep‟ dan „temen‟ merupakan
kata bahasa Betawi, yang seharusnya diganti dengan
„menginap‟ dan „teman‟. Sedangkan kata „nungguin‟ merupakan kata yang terpengaruh oleh unsur kata bahasa Betawi. Akhiran –in merupakan akhiran dalam bahasa Betawi. Kata „nungguin‟ seharusnya diganti menjadi „menunggu‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Lalu saya menunggu kakak pulang, tetapi dia belum pulang juga hingga saya tertidur di ruang tamu. Ternyata kakak menginap di kosan temannya.”
Tabel 4.22 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi Siswa Dinda Humairah No
Kalimat
62 Sesudah
Kosakata Seharusnya Perbaikan Kata Berbahasa Betawi dalam Kalimat membantu Abis Habis Sesudah membantu
keluarga saya mandi
keluarga,
abis mandi memakai
mandi.
baju
mandi memakai baju
dan
(kalimat ke-4)
sarapan.
dan sarapan
saya Habis
77
63
Abis
sarapan
bermain
saya Abis
Habis
Habis
sarapan
sepedah Sepedah
Sepeda
saya bermain sepeda
bersama teman-teman
bersama teman-
saya. (kalimat ke-5)
teman saya.
Berdasarkan tabel 4.22 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Dinda Humairah sebanyak tiga kali. Kesalahan terletak pada kalimat empat dan lima 1. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-4 Kalimat ke-4 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak satu kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-4 “Sesudah membantu keluarga saya mandi abis mandi memakai baju dan sarapan.” Penggunaan kata „abis‟ pada kalimat di atas tidak tepat.
Kata-tersebut
seharusnya diganti „ setelah‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Sesudah membantu keluarga, saya mandi. Setelah itu saya memakai baju dan sarapan.” 2. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-5 Kalimat ke-5 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak dua kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-5 “Abis sarapan saya bermain sepedah bersama teman-teman saya.” Penggunaan kata „abis‟, dan „sepedah‟ pada kalimat tersebut tidak tepat. Kata
tersebut seharusnya diganti menjadi „sehabis‟ dan „sepeda‟. Dengan
demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Setelah sarapan saya bermain sepeda.”
78
Tabel 4.23 Kesalahan Penggunaan Kosakata dalam Karangan Narasi Siswa Amelia Agustin No
Kalimat
64 Saya
ga
kejadian
Kosakata Seharusnya Perbaikan Kata Berbahasa Betawi dalam Kalimat nyangka Ga Tidak Saya tidak
itu
bisa Nyangka
Menyangka
terjadi. (kalimat ke-1) 65 Saya
juga
ga
tau Ga
kenapa hati ini terus Tau berkata
menyangka kejadian itu bisa terjadi.
Tidak
Saya juga tidak tahu
Tahu
kenapa hati ini terus
begitu.
berkata begitu
(kalimat ke-8) 66 Saat itu saya bingung Gimana harus
Bagaimana
gimana.
(kalimat ke-13)
Saat
itu
bingung
saya harus
bagaimana
Berdasarkan tabel 4.23 di atas, diketahui bahwa frekuensi kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan oleh Amelia Agustin sebanyak lima kali. Kesalahan terletak pada kalimat satu, delapan, dan tiga belas. 1. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-1 Kalimat ke-1 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata sebanyak dua kali. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-1 “Saya ga nyangka kejadian itu bisa terjadi.” Penggunaan kata „ga‟ dan „nyangka‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Penggunaan kata yang tepat adalah „tidak‟ dan „menyangka‟ . Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saya tidak menyangka kejadian itu bisa terjadi.” 2. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-8 Kalimat ke-8 ditemukan kesalahan penggunaan kosakata pada pemilihan kata dan pemilihan kata baku. Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-8 “Saya juga ga tau kenapa hati ini terus berkata begitu.”
79
Penggunaan kata „ga‟ dan „tau‟ pada kalimat tersebut tidak tepat. Kata „ga‟ dalam bahasa Indonesianya yaitu „tidak‟. Kata „tau‟ merupakan unsur bahasa Betawi yang masuk ke dalam bahasa Indonesia. Kata „tau‟ pada kalimat di atas, seharusnya diganti dengan „tahu‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saya juga tidak tahu kenapa hati ini terus berkata begitu.” 3. Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Kalimat ke-13 Kalimat ke-13 ditemukan kesalahan penggunaan sebanyak satu kali. “Saat itu saya bingung harus
Kutipan yang terdapat pada kalimat ke-13 gimana.”
Penggunaan kata „gimana‟ pada kalimat di atas tidak tepat. Kata yang seharusnya digunakan yaitu „bagaimana‟. Dengan demikian, kalimat di atas dapat dibetulkan menjadi kalimat berikut. “Saat itu saya bingung harus bagaimana.”
TABEL 4.24 JUMLAH KESALAHAN PENGGUNAN KOSAKATA PADA KARANGAN NARASI SISWA No
Nama Siswa
Seharusnya
Jumlah
%
Bareng Ketemu Tapi Gak Ngejawab Manggilnya Gak Ngejawab Banget
Bersama Bertemu Tetapi Tidak Menjawab Memanggilnya Tidak Menjawab Sangat
9
4,97
1
0,55
Temen-temen Gak Ajah Temen-temen Tapi Dulu Kayanya
Teman-teman Tidak Saja Teman-teman Tetapi Dahulu Sepertinya
19
10,49
Kosakata Berbahasa Betawi
1
Bella Safitri
2
Dini Hulia
3
Syifa Dwi
80
4
5
6
7
Sih Terus Ngomongnya Pake Kan Temene-temen Gak Ngerti Omongin Ngobrol-ngobrol Temen-temen Ketemu Pengen Syah Reza Liat Cepet-cepet Banget Buat Liat Temen-temen Pas Nurul Aini Terus Pas Kasih tau Terus Deh Terusnya Pas Ribet Loh Tapi Hanny Hapita Bareng Ketemu Menegor Tapi Dulu Tapi Mah Udah Pendiem Pinter Deh Terus Wafha
Lalu Bicaranya Pakai Teman-teman Tidak Mengerti Bicarakan Mengobrol Teman-teman Bertemu Ingin Lihat Cepat-cepat Sangat Untuk Lihat Teman-teman Saat Lalu Saat Beri tahu Lalu Kemudian Saat Repot Tetapi Bersama Bertemu Menegur Tetapi Dahulu Tetapi Sudah Pendiam Pintar Lalu
7
3,86
11
6,07
11
6,07
1
0,55
13
7,18
Fauziah 8
Lailatul
Dulu Terus
Dahulu Lalu
81
Qadariyah
9
Citra Jendagia
10
Nurruba Rahayu
11
Alfira Faila
12
Julian
Terus Gak Kali Terus Kesasar Nanya-nanya Tau Kali Eh Nyebrang Gak Dulu Ngumpul Dapetin Ketemu Bareng Deh Terus Berantem Dulu Terus Pas Ngejenguk Kemaren
Lalu Tidak Sungai Lalu Tersesat Bertanya Tahu Sungai Menyebrang Tidak Dahulu Berkumpul Mendapatkan Bertemu Bersama Lalu Bertengkar Dahulu Lalu Saat Menjenguk Kemarin
4
2,20
5
2,76
3
1,65
1
0,55
Ramayanti 13
Peri Irawan
Gede
Besar
1
0,55
14
Mega Citra
Ngumpul
Berkumpul
1
0,55
15
Alvira
Ujan Geladag-geludug Aja Tapi Nungguin Bareng Lukak-likuk Puyeng Banget
Hujan Petir Saja Tetapi Menunggu Bersama Berliku-liku Pusing Sangat
8
4,41
1
0,55
Sodaraku Nginep Engga Mabok Ketemu
Saudaraku Menginap Tidak Mabuk Bertemu
5
2,76
Damayanti
16
Shipa Pauziah
17
Nurkamala
82
18
Nisfi Fadilah
19
Putri Dewi
20
Ida Laela
Ketawa Diem Ajah Deh Sampe-sampe Ketemu Sempet Ngobrol Dulu Deh Ga nyangka Sih Abis Kan Banget Tapi Nggak Kerasa Ketawa-ketawa Ngeluh Resep Banget Sampe Nabrak-nabrak Pas Udah Bosen Kaya Beneran Udah Ngeliat Trus Joget-joget Dah Udah Ajah Maen Deh Bosen-bosen Beliin Gak Dengerin Dinasehatin Gak Ngebantah
Tertawa Diam Saja Sampai-sampai Bertemu Sempat Mengobrol Dahulu Tidak Menyangka Habis Sangat Tetapi Tidak Terasa Tertawa Mengeluh Senang Sangat Sampai Menabrak Saat Sudah Bosan Seperti Sebenarnya Sudah Melihat Lalu Goyang-goyang Sudah Saja Main Bosan-bosan Belikan Tidak Mendengarkan Dinasihati Tidak Membantah
14
7,73
26
14,36
22
12,15
83
21
Windi Anggraini
22
Dinda Humairah
23
Amelia Agustin
Bantuin Udah Ngelahirin Ngerawat Sampe Inget Ngelawan Emang Terus Terus Gak Tau Enggak Ngiris Deketin Tapi Banget Nyari-nyari Tapi Pas pake Malah Trus Nungguin Tapi Tau Nginep Temen Abis Abis Sepedah Ga Nyangka Ga Tau Gimana Jumlah
Bantu Sudah Melahirkan Merawat Sampai Ingat Melawan Memang Lalu Lalu Tidak Tahu Tidak Mengiris Mendekati Tetapi Sangat Mencari-cari Tetapi Saat Pakai Justru Lalu Menunggu Tetapi Tahu Menginap Teman Sehabis Sehabis Sepeda Tidak Menyangka Tidak Tahu Bagaimana
12
6,62
3
1,65
5
2,76
181
100%
84
TABEL 4.25 PERSENTASE JUMLAH KESALAHAN PENGGUNAN KOSAKATA PADA KARANGAN NARASI SISWA No
Nama Siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Dini Hulia Wafha Fauziah Julian Ramayanti Peri Irawan Mega Citra Shipa Pauziah Alfira Faila Dinda Humairah Citra Jendagia Nurruba Rahayu Nurkamala Amelia Agustin Syah Reza Alvira Damayanti Bella Safitri Nurul Aini Hanny Hapita Windi Anggraini Lailatul Qadariyah Nisfi Fadilah Syifa Dwi Ida Laela Putri Dewi
Jumlah Kosakata Berbahasa Betawi 1 1 1 1 1 1 3 3 4 5 5 5 7 8 9 11 11 12 13 14 19 22 26
% 0,55 0,55 0,55 0,55 0,55 0,55 1,65 1,65 2,20 2,76 2,76 2,76 3,86 4,41 4,97 6,07 6,07 6,62 7,18 7,73 10,49 12,15 14,15
B. Interpretasi data Berdasarkan deskripsi data di atas, diperoleh tiga puluh karangan narasi siswa kelas VII MTs Negeri Parung semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Dari tiga puluh karangan tersebut didapatkan dua puluh tiga karangan yang termasuk dalam karangan narasi dan penggunaan kosakatanya tidak tepat (kesalahan kosakata). Setelah menyelesaikan analisis pada tabel kesalahan penggunaan kosakata pada karangan narasi siswa, penulis membuat rincian jumlah penggunaan kosakata bahasa Betawi pada karangan narasi siswa yang
85
berlatar belakang bahasa Betawi. Perhitungan ditujukan untuk melihat banyaknya penggunaan bahasa Betawi pada karangan narasi siswa. Selanjutnya, jumlah yang terkumpul dihitung dengan persentase. Perhitungan persentase digunakan untuk besarnya persentase penggunaan bahasa Betawi pada tiap karangan siswa berlatar belakang bahasa Betawi menggunakan rumus sebagai berikut: P= Keterangan: P = Persentase F = Jumlah Kata Berbahasa Betawi pada Tiap Karangan N = Jumlah Kata Berbahasa Betawi pada Seluruh Karangan Berdasarkan perhitungan dari tabel jumlah kesalahan penggunaan kosakata pada karangan narasi siswa, dapat dilihat bahwa karangan dari siswa Putri Dewi paling banyak terdapat penggunaan kosakata berbahasa Betawi yaitu sebanyak dua puluh enam kali atau 14,15%. Siswa tersebut bersuku Sunda, tetapi bahasa sehari-hari dan bahasa keduanya adalah bahasa Betawi. Berdasarkan data siswa tersebut, latar belakang bahasa siswa tersebut adalah bahasa Betawi. Karangan kedua yang terdapat paling banyak penggunaan kosakata berbahasa Betawi yaitu karangan siswa Ida Laela sebanyak dua puluh dua kali atau 12,15%. Siswa tersebut bersuku asli Betawi dan bahasa yang digunakan sehari-hari juga bahasa Betawi. Berdasarkan data siswa tersebut, latar belakang bahasa siswa tersebut adalah bahasa Betawi. Karangan ketiga yang terdapat paling banyak penggunaan kosakata berbahasa Betawi yaitu karangan siswa Syifa Dwi sebanyak sembilan belas kali atau 10,49%. Siswa tersebut juga bersuku asli Betawi dan bahasa yang digunakannya sehari-hari adalah bahasa Betawi. Berdasarkan data siswa tersebut, latar belakang bahasa siswa tersebut adalah bahasa Betawi.
86
Dari data pada tabel tabel jumlah kesalahan penggunaan kosakata pada karangan narasi siswa, dapat dikatakan bahwa pemahaman siswa dalam berbahasa Indonesia masih terbatas, terutama pada penggunaan kosakata. Siswa sulit membedakan antara bahasa Betawi dan bahasa Indonesia, maka dari itu banyak sekali penggunaan bahasa Betawi dalam karangan narasi siswa.
87
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai kesalahan penggunaan kosakata pada karangan narasi siswa kelas VII MTs Negeri Parung semester genap tahun pelajaran 2012/2013, maka dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut: Dari tiga puluh karangan yang dianalisis, tedapat dua puluh tiga karangan yang penggunaan kosakatanya tidak tepat (kesalahan kosakata). Karangan yang diteliti paling banyak menggunakan kosakata berbahasa Betawi yaitu karangan siswa Putri Dewi terdapat dua puluh enam kali atau 14,15% misalnya, kata „banget‟, „ngeluh‟, „resep‟, „bosen‟, „ngeliat‟, „kerasa‟, dan „sampe‟.
Siswa
tersebut bersuku asli Sunda, tetapi bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa Betawi. Berdasarkan data siswa yang diperoleh, latar belakang bahasa siswa tersebut adalah bahasa Betawi.
B. Saran Berdasarkan simpulan di atas, penulis ingin mengungkapkan saran-saran sebagai berikut: 1) Guru bahasa dan sastra Indonesia, hendaknya dalam proses pembelajaran menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. 2) Sebagai seorang guru hendaknya memperhatikan situasi kebahasaan tempat guru mengajar dan situasi kebahasaan anak didiknya. Seorang guru juga harus dapat
menciptakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang
menyenangkan bagi siswa, dapat memotivasi siswa
untuk mengikuti
pembelajaran dengan baik, serta dapat melakukan pendekatan kepada siswa agar terlihat keakraban.
87
88
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti. Menulis I. Jakarta: Universitas Terbuka. 2007. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. 2006 Chaer, Abdul. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. 2010. Dornyei, Zoltan. The Psychology of Second Language Acquisition. New York: Oxford . 2009. Finoza, Lamuddin. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia. 2010. Hindun.
Pembelajaran Bahasa Indonesia Berkarakter di Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar. Depok: Nufa Citra Mandiri. 2013.
Ibrahim, Abdul Syukur dan Suparno. Sosiolinguistik. Jakarta: Universitas Terbuka. 2007. Keraf, Gorys. Argumentasi dan Narasi Komposisi Lanjutan III. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1997. Tata Bahasa. Jakarta: Grasindo. 1999. Mahsun. Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2007. Muhadjir. Bahasa Betawi: Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2000. Nurgiyantoro, Burhan. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. 2001. Nurudin. Dasar-dasar Penulisan. Malang: UMM Press. 2010. Ohoiwutun, Paul. Sosiolinguistik Memahami Bahasa dalam Konteks Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta: Kesaint Blanc. 1997 Pateda, Mansoer. Analisis Kesalahan. Flores: Nusa Indah. 1989. Pusat Pembinaan dan Pengembangna Bahasa. KBBI. DP & K: Balai Pustaka. 1999. Rusyana, Yus. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: CV Diponegoro. 1984. Sudarno dan Eman A. Rahman. Kemampuan Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Hikmat Syahid Indah. 1986. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2009. Suparno dan Muhamad Yunus. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka. 2006.
89
Tarigan, Henry Guntur. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Bandung. 2008. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa. 1988. Wibowo, Wahyu. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2003. Yulianto, Bambang dan Maria Mintowati. Analisis Kesalahan Berbahasa. Jakarta: Universitas Terbuka. 2009. Zainuddin. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: PT. Melton Putra. 1992.
BIOGRAFI PENULIS
Ikawati, lahir di Bogor pada tanggal 08 Agustus 1990.
Merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari
pasangan Arsyad bin Enggu dan Ida Binti Unus yang saat ini masih tinggal di daerah kelahirannya yaitu di Bogor. Penulis mempunyai seorang kakak bernama Ade Irma Suryani dan seorang Adik bernama Khairudin Nawawi. Penulis memulai pendidikannya dari SDN Kayumanis 2 kemudian melanjutkannya ke MTs Nurul Huda. Lalu dilanjutkan lagi ke Madrasah Aliyah Daarul Uluum Lido. Lulus MA tahun 2009 penulis
mencoba mendalami
linguistik dan satra Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sampai menduduki semester IX (sembilan). Menurut penulis, kesalahan berbahasa merupakan hal yang perlu diperhatikan di dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Kesalahan tersebut harus segera diperbaiki agar tidak terjadi kesalahan secara terus menerus yang dilakukan oleh peserta didik. Maka dari itu, dalam skripsi ysng berjudul “ Analisis Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Siswa yang Berlatar Belakang Bahasa Betawi Kelas VII Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013” penulis ingin membenahi kesalahan penggunaan kosakata yang disebabkan adanya pengaruh dari bahasa kedua, di antaranya bahasa Betawi.