PENGARUH PROFESIONALISME, FAKTOR ORGANISASIONAL DAN FAKTOR SITUASIONAL TERHADAP INTENSI INTERNAL AUDITOR MELAKUKAN WHISTLEBLOWING (Studi Empiris pada Beberapa Inspektorat Jenderal Kementerian)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh : Annisa Herdiyany NIM (1112082000044)
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2016 M
PENGARUH PROFESIONALISME, FAKTOR ORGANISASIONAL DAN FAKTOR SITUASIONAL TERHADAP INTENSI INTERNAL AUDITOR MELAKUKAN WHISTLEBLOWING (Studi Empiris pada Beberapa Inspektorat Jenderal Kementerian)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh : Annisa Herdiyany NIM (1112082000044)
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2016 M
i
ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP I.
IDENTITAS PRIBADI 1. Nama
: Annisa Herdiyany
2. Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 28 November 1994
3. Alamat
: KH Mas Mansyur 25A Blok 34/4/2, Tanah Abang, Jakarta Pusat
4. Telepon
: 08975883841
5. Email
:
[email protected]
II. PENDIDIKAN 1. SD Negeri Lerep 06
Tahun 2000-2006
2. SMP Negeri 3 Ungaran
Tahun 2006-2009
3. SMK Negeri 2 Jakarta
Tahun 2009-2012
4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2012-2016
III. PENGALAMAN BERORGANISASI
IV.
1. Anggota Purna Paskibraka Indonesia Jakarta Pusat
Tahun 2010
2. Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi
Tahun 2013
SEMINAR DAN WORKSHOP 1. Sebagai peserta dalam “Seminar Motivasi dan Kewirausahaan”, 6 September 2012 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
2. Sebagai peserta dalam “Seminar Dialog Jurusan dan Seminar Konsentrasi Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi’ 3 Oktober 2012, Teater Lt.2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
V.
LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah
: Alm. Herman Ali
2. Ibu
: Deni Kusumawardani
3. Anak ke
: 1 dari 1 bersaudara
vii
THE INFLUENCE OF PROFESIONALISM, ORGANIZATIONAL FACTOR AND SITUATIONAL FACTORS TO INTERNAL AUDITOR’S WHISTLEBLOWING INTENTIONS
ABSTRACT This research is to examine empirically the influence of professionalism, organizational factor (managerial status) and situational factors (seriousness of wrongdoing and status of wrongdoer) on internal auditor’s whistleblowing intentions. Based on purposive sampling method, this research used a sample of 101 respondents who work as internal auditors in ministry that use whistleblowing system. Data was analyzed multiple regression analysis with SPSS 22 processing. The result of this research indicates that situational factor (seriouness of wrongdoing) has an influence on whistleblowin intentions. While the professionalism, organizational factor (managerial status) and situational factor (status of wrongdoer) do not have an influence on whistleblowin intentions.
Keywords: professionalism, managerial status, seriousness of wrongdoing, status of wrongdoer, whistleblowing intentions.
viii
PENGARUH PROFESIONALISME, FAKTOR ORGANISASIONAL DAN FAKTOR SITUASIONAL TERHADAP INTENSI INTERNAL AUDITOR MELAKUKAN WHISTLEBLOWING ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menilai secara empiris pengaruh profesionalisme, faktor organisasional (status manajerial) dan faktor situasional (tingkat keseriusan kecurangan dan status pelanggar) terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing. Berdasarkan metode purposive sampling, penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 101 responden yang bekerja sebagai internal auditor di kementerian yang menerapkan whistleblowing system. Data dianalisis menggunakan analisis regresi berganda yang pengolahannya melalui SPSS 22. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor situasional (tingkat keseriusan kecurangan) berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing. Sedangkan profesionalisme, faktor organisasional (status manajerial) dan faktor situasional (status pelanggar) tidak berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing.
Kata kunci : profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan kecurangan, status pelanggar, intensi whistleblowing
ix
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim Assalamualaikum Wr. Wb. Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga kemudahan dan kelancaran selalu penulis rasakan, serta sholawat yang senantiasa penulis junjung kepada Rasullah SAW, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana (S1) Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, banyak hambatan yang dialami penulis sehingga penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, semangat, bimbingan, bantuan, serta doa tulus yang tiada henti-hentinya. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Mama dan Alm. Papa, terimakasih atas segala dukungan, doa dan kasih sayang yang tidak pernah putus sampai saat ini. 2. Keluarga besar, terutama Eyang, terimakasih atas doa dan dukungannya. 3. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, LC, MA selaku dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Yessi Fitri, SE, M.Si., Ak selaku ketua Jurusan Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM., Ak., CA selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Bapak Prof. Dr. Azzam Jazin, MBA selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk berdiskusi, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas ilmu yang telah Bapak berikan selama ini.
x
7. Ibu Fitri Yani Jalil, SE., M.Sc., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih banyak Ibu atas segala bantuan, dukungan, perhatian, bimbingan, saran, dan waktu yang selalu Ibu luangkan selama proses penulisan skripsi sampai terlaksananya sidang skripsi. 8. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmunya dan karyawan dan staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan bantuan kepada penulis. 9. Keluarga AKUNTANSI B 2012 Galih, Fai, Ajay, Dara, Dina, Dita, Dwi, Fadil, Farid, Fitri, Hery, Ilman, Ida, Jian, Kia, Latul, Mayeda, Rita, Randi, Revan, Seren, Vivi, Yudhi, terima kasih atas dukungan dan bantuannya kepada penulis, terutama untuk yang masuk grup “KITA” terimakasih semangat yang tidak pernah berhenti dari kalian. 10. Ahmad Nauval Firaki, S.Kom., terimakasih atas waktu, semangat, bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis. 11. Sahabat-sahabat tercinta, Rafi, Suhardi, Heni, Tanti, Titi, Nindya, Tya, Hesti, Bu Lolo, Bu Susi, 20 PC, terimakasih atas dukungan yang telah diberikan. 12. Teman-teman AKUNTANSI 2012 yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 13. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, tanpa mengurangi rasa hormat, dan terima kasih penulis atas masukan dan bantuannya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan maish jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengatahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk perbaikan penelitian selanjutnya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb Jakarta, 10 Juni 2016
Annisa Herdiyany
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................ iii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................. iv LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ..................... v DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... vi ABSTRACT ..................................................................................................... viii ABSTRAK ...................................................................................................... ix KATA PENGANTAR .................................................................................... x DAFTAR ISI ................................................................................................... xii DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xviii BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................ 1 A. Latar Belakang Penelitian ...................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................... 10 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 10 1. Tujuan Penelitian ............................................................ 10 2. Manfaat Penelitian .......................................................... 11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 13 A. Tinjauan Literatur................................................................... 13
xii
1. Teori Perilaku Terencana ................................................ 13 2. Profesionalisme .............................................................. 14 3. Faktor Organisasional ..................................................... 15 4. Faktor Situasional ........................................................... 15 5. Intensi .............................................................................. 18 6. InternalAuditor ................................................................ 20 7. Whistleblowing .............................................................. .23 B. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ........................................... 25 C. Kerangka Pemikiran ............................................................... 30 D. Perumusan Hipotesis .............................................................. 31 1. Profesionalisme terhadap Intensi Internal Auditor Melakukan Whistleblowing ........................................... 31 2. Status Manajerial terhadap Intensi Internal Auditor Melakukan Whistleblowing ............................................ 33 3. Tingkat Keseriusan Kecurangan terhadap Intensi Internal Auditor Melakukan Whistleblowing ................. 34 4. Status Pelanggar terhadap Intensi Internal Auditor Melakukan Whistleblowing ............................................ 35 5. Profesionalisme, Status Manajerial, Tingkat Keseriusan Kecurangan, Status Pelanggar terhadap Intensi Internal Auditor Melakukan Whistleblowing .............................. 36 BAB III
METODE PENELITIAN ........................................................... 38 A. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................... 38
xiii
B. Metode Penentuan Sampel ..................................................... 38 C. Metode Pengumpulan Data .................................................... 38 D. Operasionalisasi Variabel Penelitian...................................... 39 1. Profesionalisme ................................................................ 40 2. Status Manajerial ............................................................. 40 3. Tingkat Keseriusan Kecurangan dan Status Manajerial .. 40 E. Metode Analisis Data ............................................................. 42 1. Statistik Deskriptif .......................................................... 43 2. Uji Kualitas Data ............................................................ 43 a. Uji Reliabilitas .......................................................... 43 b. Uji Validitas .............................................................. 44 3. Uji Asumsi Klasik ........................................................... 44 a. Uji Multikolonieritas ................................................ 44 b. Uji Normalitas ......................................................... 45 c. Uji Heterokedastisitas .............................................. 46 4. Koefissien Determinasi ................................................... 47 5. Uji Hipotesis ................................................................... 48 a. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uj Statistik t).......................................................... 48 b. Uji Signifikansi Parameter Simultan (Uji Statistik F) ........................................................ 49 BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................................. 50 A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ........................... 50
xiv
1. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................... 50 2. Karakteristik Profil Responden ....................................... 52 B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ............................................... 54 1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ........................................... 54 2. Uji Kualitas Data ............................................................ 55 a. Uji Reliabilitas ......................................................... 55 b. Uji Validitas ............................................................. 56 3. Hasil Uji Asumsi Klasik ................................................. 58 a. Uji Multikolonieritas ................................................ 58 b. Uji Normalitas .......................................................... 59 c. Uji Heterokedastisitas .............................................. 63 4. Koefisien Determinasi..................................................... 64 5. Hasil Uji Hipotesis .......................................................... 65 a. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uj Statistik t).......................................................... 65 b. Uji Signifikan Parameter Simultan (Uji Statistik F) ........................................................ 71 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 74 A. Kesimpulan ............................................................................ 74 B. Saran ....................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 77 LAMPIRAN .................................................................................................... 81
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu di Indonesia.............................. 26 Tabel 2.2 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu di Luar Negeri .......................... 28 Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian ............................................. 41 Tabel 4.1 Data Sampel Penelitian ................................................................. 51 Tabel 4.2 Data Distribusi Sampel Penelitian................................................. 51 Tabel 4.3 Deskripsi Responden ..................................................................... 52 Tabel 4.4 Hasil Uji Statistik Deskriptif ......................................................... 54 Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas ..................................................................... 56 Tabel 4.6 HasilUji Validitas Variabel Profesionalisme ................................ 57 Tabel 4.7 HasilUji Validitas Variabel Tingkat Keseriusan Kecurangan ....... 57 Tabel 4.8 HasilUji Validitas Variabel Status Pelanggar ............................... 58 Tabel 4.9 HasilUji Validitas Variabel Intensi Whistleblowing ..................... 58 Tabel 4.10 HasilUji Multikolonieritas............................................................. 59 Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnocv ................................ 60 Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnocv ................................ 61 Tabel 4.13 Hasil Uji Glejser ............................................................................ 64 Tabel 4.14 Hasil Uji Koefisien Determinasi ................................................... 65 Tabel 4.15 Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) ........ 66 Tabel 4.16 Hasil Uji Signifikansi Parameter Simultan (Uji Statistik F) ......... 71
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pemikiran ..................................................... 30
Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-P Plot ............... 62
Gambar 4.2
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik Histogram............ 62
Gambar 4.3
Hasil Uji Scatterplot ................................................................. 63
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Keterangan Penelitian ..................................................... 81
Lampiran 2
Surat Keterangan dari Kementerian ......................................... 86
Lampiran 3
Kuesioner Penelitian ................................................................. 92
Lampiran 4
Jawaban Responden.................................................................. 99
Lampiran 5
Hasil Output SPSS.................................................................... 115
xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skandal akuntansi yang terjadi selama ini baik di Indonesia maupun di luar negeri banyak melibatkan pihak yang berwenang dalam perusahaan. Untuk dapat mengungkap skandal ini, perlu ditumbuhkan kesediaan masyarakat agar bersedia melaporkan jika mengetahui telah terjadi tindak pidana korupsi. Sebagian besar kasus ditemukannya tindak pidana korupsi karena adanya informasi yang berasal dari aduan atau laporan dari masyarakat atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), laporan pegawai/orang dalam, temuan audit atau hasil investigasi intel. Laporan ini sangat membantu pihak berwenang untuk proses penyelidikan selanjutnya karena biasanya pelapor (whsitleblower) mempunyai informasi atau data yang dapat dijadikan bukti. Keinginan dari seseorang untuk melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh orang lain kepada pihak yang berwenang merupakan suatu hal yang penting bagi suatu organisasi untuk mencegah kerugian yang mungkin timbul. Sejalan dengan hal tersebut akan timbul suatu pertanyaan faktorfaktor apakah yang mempengaruhi seorang individu untuk berkeinginan melaporkan pelanggaran etik yang dilakukan orang lain yang berada dalam lingkup tanggung jawabnya. Di Indonesia sendiri istilah whistleblower sempat menjadi trending topic pemberitaan di media massa. Susno Duadji yang melaporkan dan mengungkap tentang adanya mafia pajak dan skandal di tubuh kepolisian.
1
Kasus Mufran Imron yang diancam akan dibunuh dan dibakar rumahnya karena menjadi whistleblower kasus suap 27 orang dari 30 orang anggota DPRD Seluma. Kemudian kasus whistleblower Simulator SIM, Sukotjo S. Bambang, whistleblower kasus manipulasi pajak trilyunan rupiah PT. Asian Agri oleh Vincentius Amin Sutanto dan whistleblower Khairiansyah seorang auditor BPK yang mengaudit Komisi Pemilihan Umum (KPU) sehingga akhirnya beberapa anggota KPU dipidana dengan kasus korupsi. Pada kasus Agus Condro yang merupakan mantan anggota DPR RI periode 1999 – 2004 dari partai PDI Perjuangan, ia mengungkapkan kepada publik bahwa dia dan beberapa rekannya menerima cek perjalanan sebagai suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2000an awal. Agus Condro secara terbuka mengakui dia termasuk sebagai penerima cek dari seorang pengusaha untuk memenangkan calon deputi yaitu Miranda Goeltom. Ada juga kasus Hambalang yang diungkap oleh Nazaruddin mantan bendahara umum Partai Demokrat. Nazaruddin menjelaskan lebih rinci tentang aliran dana fee proyek Hambalang yang diterima oleh sejumlah orang dan beberapa nama muncul yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. Di luar negeri ada Chintya Cooper, seorang internal audit yang mengungkap kasus Worldcom. Chintya Cooper melaporkan kepada kepala komite audit Max Hobbit kemudian meminta KPMG selaku eksternal audit untuk melakukan investigasi. Chintya telah menyelamatkan perusahaan dari kemungkinan lebih buruk bersama dengan whistleblower lainnya. Pada kasus Enron, beberapa internal auditor yang mengetahui ketidaketisan tersebut tidak
2
melapor karena takut karir dan keselamatan mereka terancam. Namun Sherron Watkins selaku wakil presiden Enron mengungkapkan ketidaketisan tersebut. Ada juga Jeffrey Wigand adalah seorang whistleblower yang sangat terkenal di Amerika Serikat sebagai pengungkap skandal perusahaan The Big Tobbacoh. Perusahaan ini tahu bahwa rokok adalah produk yang addictive dan perusahaan ini menambahkan bahan carcinogenic di dalam ramuan rokok tersebut, dimana carcinogenic adalah bahan berbahaya yang dapat menimbulkan kanker. Dari kasus-kasus yang terjadi di Indonesia maupun di luar negeri tersebut menimbulkan pertanyaan besar, mengapa internal auditor tidak dapat mendeteksi fraud yang dilakukan oleh manajemen. Hal tersebut bisa terjadi apabila manajemen memanipulasi tugas dan fungsi internal auditor. Pihak manajemen berupaya agar fraud yang dilakukan tidak tersentuh atau bahkan mustahil untuk ditemukan. Selain itu pihak manajemen juga dapat meminta internal auditor untuk mengubah laporan dari penugasan audit internal yang telah dilakukannya. Internal auditor dituntut untuk memiliki sikap profesionalisme. Internal auditor dengan profesionalismenya diharapkan dapat mendeteksi segala bentuk fraud. Walaupun dapat mendeteksi fraud, tetapi tidak semua internal auditor berani untuk mengungkapkan segala fraud tersebut. Tindakan diam terhadap segala bentuk fraud seperti itu bertentangan dengan profesionalisme internal auditor. Karena menurut Standar Profesi Internal Auditor yang dikeluarkan oleh The Institute of the Internal Auditors (IIA),
3
bahwa internal auditor harus bersifat independen dan objektif terhadap performa pekerjaan mereka (Sagara, 2013). Peran internal auditor sangat penting bagi perusahaan, baik sektor swasta maupun sektor pemerintah. Internal auditor bertindak sebagai penilai independen untuk menelaah operasional perusahaan dengan mengukur dan mengevaluasi kecukupan kontrol serta efisiensi dan efektifitas kinerja perusahaan (Sawyer, 2005). Ketika seorang internal auditor mengaudit dan mengindikasi bahwa pihak manajemen melakukan tindak kecurangan yang material, maka akan menjadi suatu dilema etik bagi internal auditor tersebut untuk mengungkap tindak kecurangan yang mungkin dilakukan oleh auditee. Berbeda dengan auditor eksternal, whistleblowing yang dilakukan oleh internal auditor akan menjadi pertimbangan yang lebih sulit. Apalagi jika pelaku kecurangan adalah seseorang yang memiliki jabatan tinggi dalam perusahaan. Secara kultural tidak jarang orang-orang yang bekerja di satu organisasi tertentu dituntut untuk memiliki rasa keterikatan sosial baik dengan organisasi atau orang di sekitar yang menjadi rekan kerjanya. Alasan tersebut menjadi kebiasaan organisasi yang sebenarnya bisa berpengaruh buruk terhadap kesehatan organisasi yang berwujud pada loyalitas buta. Sedangkan yang akan dihadapi sang whistleblower tidaklah kecil. Pernyataan kebenaran kepada publik umum justru bisa menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Karena realita seringkali terjadi sebaliknya, sang pengungkap justru malah dihukum oleh instansi, ada penurunan pangkat, bahkan pengucilan dari rekan-rekannya yang tiba-tiba berubah menjadi musuh. Risiko yang harus
4
ditanggung para whistleblower amat berat, mulai dari ancaman kehilangan pekerjaan sampai kemungkinan munculnya intimidasi tidak hanya terhadap mereka tetapi juga terhadap anggota keluarganya. Dilema etika antara loyalitas terhadap organisasi tempat seorang bekerja atau loyalitas terhadap dirinya sebagai seseorang yang memiliki idealisme kuat yang ingin membongkar permasalahan yang dirahasiakan. Sistem
hukum
yang
melindungi
whistleblower
merupakan
pertimbangan bagi individu untuk melaporkan perbuatan tidak etis di dalam suatu organisasi. Peraturan yang secara khusus mengatur mengenai whistleblowing sampai sekarang belum ada di Indonesia. Secara implisit, hal ini diatur dalam Undang-undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan terhadap Pelapor Tindak Pidana (whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama (LPSK, 2011). Penerapan whistleblowing di Indonesia telah dilakukan di sektor swasta dan sektor publik. Namun, whistleblowing system akan menjadi tidak efektif jika tidak ada peraturan yang mengatur secara jelas mekanisme whistleblowing dan perlindungan hukum terhadap whistleblower. Dampak dari ketidakjelasan sistem hukum ini akan mengakibatkan whistleblower dapat dipindahkan atau diturunkan posisinya, bahkan sampai pemutusan hubungan kerja. Namun, hal yang demikian tidak selamanya dihadapi oleh whistleblower. Misalnya saja, pemberian Integrity Award oleh Transparency International (TI) terhadap whistleblower. Pemberian award
5
dianggap perlu karena peran whistleblower yang cukup besar untuk membongkar
sebuah
kasus.
Namun,
pemberian
award
harus
mempertimbangkan motif individu dalam melakukan whistleblowing. True whistleblower harus dilihat dari motif pengungkapan kasus, terutama sejauh apa keterlibatannya dalam kasus tersebut. Tindakan individu untuk melakukan whistleblowing dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Internal auditor berfungsi untuk memberikan nilai tambah bagi organisasi, terutama dalam hal pengendalian internal. Demikian juga jika dikaitkan dengan whistleblowing, internal auditor diharapkan menjadi pihak pertama yang dapat mendeteksi jika terdapat red flag bahwa telah terjadi tindakan yang tidak etis atau fraud. Internal auditor memiliki kewenangan formal untuk melaporkan adanya ketidakberesan dalam organisasi. Ketika internal auditor menemukan bukti bahwa informasi laporan keuangan telah menyesatkan publik, internal auditor harus memutuskan apakah melaporkan peristiwa tersebut dan kepada siapa dia harus melaporkan (Miceli et al., 1991). Namun pada kenyataannya, praktik tidak berjalan sesuai dengan teori. Profesionalisme internal auditor masih dipertanyakan, salah satu contohnya adalah kasus di Bank BTN yang melibatkan Guntur Dwi S sebagai internal auditor yang menyalahgunakan jabatannya dengan menyelewengkan audit yang tidak sesuai PSAK dalam menutupi kerugian Bank BTN akibat terjadinya kredit macet, tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa. Guntur telah melanggar kode etik internal auditor yaitu integritas, yang
6
menyatakan bahwa internal auditor harus 1) melakukan pekerjaan mereka dengan kejujuran, ketekunan, dan tanggung jawab, 2) mentaati hukum dan membuat pengungkapan yang diharuskan oleh ketentuan perundangundangan dan profesi, 3) sadar tidak boleh terlibat dalam aktivitas ilegal apapun, atau terlibat dalam tindakan yang memalukan untuk profesi audit internal atau pun organisasi, 4) menghormati dan berkontribusi pada tujuan yang sah dan etis dari organisasi. Kesenjangan antara penelitian dengan penelitian juga terjadi. Antara penelitian Sagara (2013) dan Sari dan Laksito (2014) yang sama-sama menggunakan variabel profesionalisme internal auditor, namun hasil penelitiannya berbeda. Penelitian Sari dan Laksito (2014) mengatakan bahwa afiliasi komunitas berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap intensitas melakukan whistleblowing sedangkan aspek kewajiban sosial, dedikasi terhadap pekerjaan, keyakinan terhadap peraturan profesi, dan tuntutan untuk mandiri berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensitas melakukan whistleblowing. Penelitian Sagara (2013) mengatakan bahwa hanya dimensi tuntutan untuk mandiri yang berpengaruh positif terhadap intensi melakukan whistleblowing, sedangkan dimensi afiliasi komunitas, aspek kewajiban sosial, dedikasi terhadap pekerjaan, keyakinan terhadap peraturan
profesi
berpengaruh
negatif
terhadap
intensi
melakukan
whistleblowing. Faktor-faktor organisasional, individual, situasional, dan demografis sangat penting untuk diteliti karena diyakini dapat mendorong partisipasi
7
aktif pimpinan, pegawai, dan pemangku kepentingan dalam upaya mencegah dan mengungkap praktik atau tindakan yang bertentangan dengan good governance melalui budaya keterbukaan, kejujuran, dan keadilan merupakan faktor-faktor penting yang dapat memotivasi pimpinan, pegawai, dan pemangku kepentingan untuk memberikan kontribusi bagi kepentingan organisasi (Septianti, 2013). Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan minat whistleblowing yang dilakukan oleh Park dan Blenkinsopp (2008) dan Winardi (2013) menggunakan kerangka theory of planned behavior dari Ajzen untuk menjelaskan faktor-faktor individual yang membentuk minat whistleblowing. Salah satu faktor individual tersebut adalah sikap terhadap whistleblowing (attitude towards whistle-blowing) yang menurut dua penelitian tersebut memiliki pengaruh positif terhadap minat whistleblowing. Selain faktor individual, beberapa penelitian juga mengaitkan faktor situasional seperti tingkat keseriusan kecurangan dan status pelanggar (Winardi, 2013) dan faktor demografi seperti gender, usia, dan tenure (Ahmad dkk., 2011) dan suku bangsa (Septianti, 2013) sebagai faktor yang turut mempengaruhi minat whistle-blowing. Berdasarkan uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian ini karena pertama, internal auditor sering dilanda dilema etika untuk melakukan whistleblowing atas kecurangan yang dilakukan oleh pihak manajemen dan terancam akan dikucilkan bahkan dipecat. Ditambah dengan belum adanya peraturan jelas yang mengatur tentang perlindungan hukum
8
bagi whistleblower di Indonesia. Namun jika internal auditor memegang teguh profesionalismenya, dan tidak terpengaruh oleh pihak-pihak yang melakukan kecurangan maka internal auditor tidak akan takut untuk melakukan whistleblowing. Kedua, penelitian tentang whistleblowing di Indonesia masih relatif sedikit dan hasilnya masih menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Profesionalisme, Faktor Organisasional dan Faktor Situasional terhadap Intensi Internal Auditor melakukan Whistleblowing”. Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Septianti (2013) dan Sagara (2013). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut: a. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini hanya berfokus pada faktor organisasional dan faktor situasional. Karena pada peneliti terdahulu faktor individual seperti locus of control, komitmen organisasional dan personal cost tidak berpengaruh signifikan terhadap niat whistleblowing internal, sehingga peneliti menjadikan variabel profesionalisme sebagai penggantinya yang mengacu pada penelitian Sagara (2013). b. Populasi dalam penelitian ini adalah internal auditor yang bekerja pada sektor publik maupun swasta yang sudah menerapkan whistleblowing system. Sedangkan pada peneliti sebelumnya populasinya adalah pegawai PPATK.
9
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah profesionalisme berpengaruh terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing? 2. Apakah faktor organisasional berpengaruh terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing? 3. a. Apakah faktor situasional seperti tingkat keseriusan kecurangan berpengaruh
terhadap
intensi
internal
auditor
melakukan
whistleblowing? b. Apakah faktor situasional seperti status pelanggar berpengaruh terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing? 4. Apakah profesionalisme, faktor organisasional dan faktor situasional berpengaruh
terhadap
intensi
internal
auditor
melakukan
whistleblowing? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut : 1. Pengaruh profesionalisme terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing. 2. Pengaruh faktor organisasional terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing.
10
3. a. Pengaruh faktor situasional seperti tingkat keseriusan kecurangan terhadap
intensi
internal
auditor melakukan
whistleblowing. b. Pengaruh faktor situasional seperti status pelanggar terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing. 4. Pengaruh
profesionalisme,
faktor
situasional
dan
faktor
organisasional terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing. 2. Manfaat Penelitian a. Kontribusi Teoritis 1) Mahasiswa Jurusan Akuntansi, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan dapat dijadikan referensi tentang whistleblowing. 2) Masyarakat, sebagai sarana informasi tentang whistleblowing dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjadi whistleblower. 3) Peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi dan pembanding untuk
melakukan
penelitian
selanjutnya
tentang
whistleblowing. 4) Penulis, sebagai sarana untuk menambah wawasan mengenai intensi internal auditor melakukan whistleblowing dan faktorfaktor yang mempengaruhinya, sehingga diharapkan dapat bermanfaat di masa yang akan datang.
11
b. Kontribusi Praktis 1) Internal auditor, diharapkan dapat dijadikan informasi untuk meningkatkan
profesionalisme
internal
auditor
dan
mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi internal auditor untuk melakukan whistleblowing. 2) Kementerian, diharapkan dapat bermanfaat untuk menilai profesionalisme internal auditor serta faktor-faktor yang mempengaruhi
internal
auditor
untuk
melakukan
whistleblowing.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Literatur 1. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behaviour) Teori perilaku terencana merupakan perluasan dari teori tindakan beralasan (theory of reasoned action) dibuat perlu oleh keterbatasan model asli dalam menangani perilaku di mana orang tidak memiliki kendali penuh atas kehendak. Theory of reasoned action menyatakan bahwa intensi untuk melakukan suatu perilaku memiliki dua prediktor utama, yaitu attitude toward the behavior dan subjective norm. Pengembangan dari teori ini, planned behavior theory, menemukan prediktor lain yang juga memengaruhi intensi untuk melakukan suatu perilaku dengan memasukkan konsep perceived behavioral control. Sehingga terdapat tiga prediktor utama yang memengaruhi intensi individu untuk melakukan suatu perilaku, yaitu sikap terhadap suatu perilaku (attitude toward the behavior), norma subyektif tentang suatu perilaku (subjective norm), dan persepsi tentang kontrol perilaku (perceived behavioral control) (Ajzen, 2005). a. Sikap terhadap perilaku. Keyakinan-keyakinan perilaku (behavioral beliefs) yang kemudian menghasilkan sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior) adalah keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan evaluasi
13
atas hasil tersebut (beliefs strength and outcome evaluation), apakah perilaku tersebut positif atau negatif. b. Norma Subjektif Keyakinan normatif (normative beliefs) adalah keyakinan tentang harapan normatif orang lain yang memotivasi seseorang untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs and motivation to comply). Keyakinan normatif merupakan indikator yang kemudian menghasilkan norma subjektif (subjective norms). Jadi norma subjektif adalah persepsi seseorang tentang pengaruh sosial dalam membentuk perilaku tertentu. Seseorang bisa terpengaruh atau tidak terpengaruh oleh tekanan sosial. c. Kontrol perilaku yang dipersepsikan Keyakinan kontrol (control beliefs) yang kemudian melahirkan kontrol perilaku yang dipersepsikan adalah keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power). 2. Profesionalisme Menurut Arens et al. (2008) profesionalisme adalah tanggung jawab individu untuk berperilaku lebih baik dari sekedar mematuhi undangundang dan peraturan masyarakat yang ada. Menurut Tjiptohadi (1996) dalam Khikmah (2005) profesionalisme bisa mempunyai beberapa makna. Pertama, profesionalisme berarti suatu
14
keahlian, mempunyai kualifikasi tertentu, berpengalaman sesuai bidang keahliannya, atau memperoleh imbalan karena keahliannya. Seseorang bisa dikatakan profesional apabila telah mengikuti pendidikan tertentu yang menyebabkan mempunyai keahlian atau kualifikasi khusus. Kedua, pengertian profesionalisme merujuk pada suatu standar pekerjaan yaitu prinsip-prinsip moral dan etika profesi. Prinsip-prinsip moral seperti halnya norma umum masyarakat, mengarahkan akuntan agar berperilaku sesuai dengan tatanan kehidupan seorang profesional. Ketiga, profesional berarti moral. Kadar moral seseorang yang membedakan antara internal auditor satu dengan yang lainnya. Moral seseorang dan sikap menjunjung tinggi etika profesi bersifat sangat individual. 3. Faktor Organisasional 1. Status Manajerial Kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain untuk mengikuti perintahnya atau berbagai bentuk norma yang dia dukung yang digunakan untuk mempengaruhi anggota-anggota organisasional lainnya (Greenberger, dkk. 1987). Dengan demikian, pemegang status manajerial yang tinggi dalam organisasi mempengaruhi aktivitas whistleblowing. 4. Faktor Situasional 1. Tingkat Keseriusan Kecurangan (Seriousness of Wrongdoing) Setiap anggota organisasi mempunyai persepsi yang berbeda terhadap tingkat keseriusan kecurangan. Semakin tinggi tingkat
15
keseriusan kecurangan maka semakin tinggi pula kemungkinan untuk melakukan whistleblowing. Miceli, Near dan Schwenk (1991) mengatakan bahwa anggota organisasi mungkin memiliki reaksi yang berbeda terhadap berbagai jenis kecurangan. Zhuang (2003) mendefinisikan keseriusan perbuatan sebagai sejauh mana masalah etis dianggap serius yang merupakan sebuah fungsi dari karakteristik-karakteristik objektif situasi, penilaian nyata dari orang lain mengenai masalah keseriusan, dan kecenderungan individual untuk membesar-besarkan atau meminimalkan kepelikan suatu masalah. Ukuran keseriusan kecurangan dapat bervariasi. Beberapa penelitian terdahulu menggunakan perspektif kuantitatif untuk mengukur keseriusan kecurangan seperti yang dilakukan oleh Schultz et al. (1993) dan Menk (2011) yang menerapkan konsep materialitas dalam konteks akuntansi sehingga keseriusan kecurangan diukur berdasarkan variasi besarnya nilai kecurangan/kerugian akibat kecurangan. Perspektif kuantitatif tersebut merupakan pendekatan yang paling mudah dilakukan karena indikatornya yang jelas, terukur dan mudah diamati. Penelitian yang dilakukan oleh Curtis (2006) menggunakan pendekatan kualitatif seperti kemungkinan wrongdoing dapat
merugikan
pihak
lain,
tingkat
kepastian
wrongdoing
menimbulkan dampak negatif dan tingkat keterjadian wrongdoing.
16
Miceli, Near and Schwenk (1991) menambahkan bahwa jika kecurangan dilakukan hanya untuk keuntungan pribadi belaka, seperti pencurian, maka akan menimbulkan keinginan anggota organisasi untuk melaporkan. Hal ini dikarenakan aksi pencurian hanya memperkaya si pelaku sendiri, sama saja dengan merusak garis bawah organisasi.
Bagaimanapun,
jika
kecurangan
dilakukan
untuk
kepentingan perusahaan, maka kecil kemungkinan bagi anggota organisasi untuk melaporkan. Misalnya, perusahaan menerbitkan laporan keuangan yang sudah dimanipulasi, untuk menaikkan citra perusahaan atau menaikkan laba untuk meningkatkan bonus karyawan. 2. Status Pelanggar (Status of Wrongdoer) Status dari anggota organisasi yang melakukan kecurangan atau tindakan ilegal juga mempengaruhi kecenderungan untuk melakukan whistleblowing. Kecurangan yang dilakukan oleh anggota organisasi yang pangkatnya lebih tinggi, seperti top manajemen, tidak mudah untuk dihentikan melalui pemecatan (Near & Miceli, 1990). Jika si pembuat kecurangan berada pada level yang tinggi dalam organisasi, dia mempunyai kekuasaan untuk menindas atau menekan si whistleblower. Kecil kemungkinan bagi seseorang untuk melaporkan kecurangan yang dibuat oleh atasannya karena beberapa alasan: 1) takut akan pembalasan dendam dari si pembuat kecurangan, 2) kelangsungan
17
perusahaan bergantung pada si pembuat kecurangan, 3) akibat negatif yang siginifikan karena melaporkan si pembuat kecurangan. Hal lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah kecurangan yang dipimpin oleh seseorang yang levelnya tinggi mungkin dilakukan hanya untuk tujuan strategis belaka (Rehg, Miceli, Near, & Van Scotter,
2008).
Seperti
kecurangan
yang
dibutuhkan
untuk
memungkinkan organisasi menjadi kompetitif. Hal ini konsisten dengan pendapat Brief dan Motowidlo (1986) bahwa keyakinan anggota organisasi tentang apakah organisasi sebagai penerima manfaat atau sebagai korban dari kecurangan akan mempengaruhi reaksi mereka terhadap whistleblower. 5. Intensi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) intensi diartikan sebagai maksud atau tujuan. Oxford Dictionary of Psychology (Coleman dalam Chritstanti, 2008) mendefinisikan intensi sebagai suatu kecenderungan perilaku yang dilakukan dengan sengaja dan bukan tanpa tujuan. Sedangkan menurut Engel et al. (1993) (dikutip dalam Sukirno & Sutarmanto, 2007), intensi adalah kompetensi diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan suatu perilaku tertentu. Fishbein
dan
Ajzen
(2005)
menjelaskan
intensi
sebagai
representasi kognitif dan konatif dari kesiapan individu untuk menampilkan suatu perilaku. Intensi merupakan penentu dan disposisi
18
dari perilaku, hingga individu memiliki kesempatan dan waktu yang tepat untuk menampilkan perilaku tersebut secara nyata. Secara spesifik, dalam planned behavior theory, dijelaskan bahwa intensi untuk melakukan suatu perilaku adalah indikasi kecenderungan individu untuk melakukan suatu perilaku dan merupakan anteseden langsung dari perilaku tersebut. Intensi untuk melakukan suatu perilaku dapat diukur melalui tiga prediktor utama yang memengaruhi intensi tersebut, yaitu attitude toward the behavior, subjective norm, dan perceived behavioral control (Ajzen, 2006). Secara umum, jika individu memiliki intensi untuk melakukan suatu perilaku maka individu cenderung akan melakukan perilaku tersebut; sebaliknya, jika individu tidak memiliki intensi untuk melakukan suatu perilaku maka individu cenderung tidak akan melakukan perilaku tersebut (Fishbein & Ajzen, 2005). Namun intensi individu untuk melakukan suatu perilaku memiliki keterbatasan waktu dalam perwujudannya ke arah perilaku nyata, maka dalam melakukan pengukuran intensi untuk melakukan suatu perilaku perlu untuk diperhatikan empat elemen utama dari intensi, yaitu target dari perilaku yang dituju (target), tindakan (action), situasi saat perilaku ditampilkan (contex), dan waktu saat perilaku ditampilkan (time) (Fishbein & Ajzen 2005).
19
6. Internal Auditor Menurut Sukrisno Agoes (2004:221), internal audit (pemeriksaan intern) adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku. Peraturan pemerintah misalnya peraturan di bidang perpajakan, pasar modal, lingkungan hidup, perbankan, perindustrian, investasi dan lain-lain. Ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi misalnya standar akuntansi keuangan. Menurut IIA (Institute of Internal Auditor) yang dikutip oleh Boynton (2001:980) yakni: ”Internal auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization’s operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes”. Audit internal adalah aktivitas independen, keyakinan objektif, dan konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Audit internal ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan melakukan pendekatan sistematis dan disiplin untuk
20
mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen resiko, pengendalian dan proses tata kelola. Menurut Hiro Tugiman (2006:11), internal
auditing atau
pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan. Menurut Mulyadi (2002:29), audit intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi. IIA (Institute of Internal auditor) memperkenalkan Standards for the professional Practice of Internal Auditing (SPPIA) dikutip dari Sawyer (2005:8), audit internal adalah fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam perusahaan untuk memeriksa dan mengevaluasi aktivitas-aktivitasnya sebagai jasa yang diberikan kepada perusahaan. Definisi audit intern yang dikemukakan oleh Sawyer adalah “audit internal adalah sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah (1)
21
informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan; (2) risiko
yang
dihadapi
perusahaan
telah
diidentifikasi
dan
diminimalisasi; (3) peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur internal yang bisa diterima telah diikuti; (4) kriteria operasi yang memuaskan telah terpenuhi; (5) sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis; dan (6) tujuan organisasi telah dicapai secara efektif – semua dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan manajemen dan membantu anggota organisasi dalam menjalankan tanggung jawabnya secara efektif (Sawyer, 2005:10). Marcia Miceli berargumen bahwa ada tiga alasan mengapa auditor internal juga dapat dianggap sebagai whistleblower. Pertama, memiliki mandat formal meski bukan satu-satunya organ dalam perusahaan untuk melaporkan bila terjadi kesalahan. Setiap pegawai perusahaan juga memiliki hak untuk melakukannya juga, meski pada umumnya auditor internal yang lebih paham mengenai kesalahan yang terjadi dalam
perusahaan.
Kedua,
laporan
auditor
internal
mungkin
bertentangan dengan pernyataan top managers. Jika para manager cenderung menutupi kesalahan guna memoles kondisi perusahaan, maka laporan auditor internal mengenai kesalahan justru sebaliknya, membuat para stakeholder menjadi kecil hati. Ketiga, perbuatan mengungkap kesalahan merupakan tindakan yang jarang ditegaskan dalam aturan perusahaan. Hanya beberapa asosiasi profesi saja yang menekankan bolehnya pelaporan kesalahan yang telah ditentukan
22
melalui jalur-jalur tertentu di internal perusahaan. (Semendawai, 2011:3-4). 7. Whistleblowing Whistleblowing adalah pengungkapan tindakan pelanggaran atau pengungkapan perbuatan melawan hukum, perbuatan tidak etis / tidak bermoral atau perbuatan lain yang dapat merugikan organisasi maupun pemangku kepentingan, yang dilakukan oleh karyawan atau pimpinan organisasi atau lembaga lain yang dapat mengambil tindakan atas pelanggaran tersebut. Pengungkapan ini umumnya dilakukan secara rahasia (confidential). (Tuanakotta, 2012). Near dan Miceli (1985), mengartikan whistleblowing sebagai suatu pengungkapan yang dilakukan anggota organisasi atas suatu praktik illegal atau tanpa legitimasi hukum di bawah kendali pimpinan mereka kepada individu atau organisasi yang dapat menimbulkan efek tindakan perbaikan. Menurut melaporkan
Dozier suatu
(1985) tindakan
whistleblowing atau
keputusan
adalah
tindakan
organisasi
yang
menyimpang dari peraturan dan undang-undang yang dilakukan oleh seseorang anggota organisasi itu kepada pihak lain seperti pemerintah, media masa, atau pihak-pihak yang berkaitan. Menurut King (1998) whistleblowing adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang pekerja untuk
23
melaporkan kekurangan yang dilakukan oleh pegawai atasan atau majikannya kepada pihak lain. Pada dasarnya pelapor pelanggaran (whistleblower) adalah karyawan dari organisasi itu sendiri (pihak internal), akan tetapi tidak tertutup adanya pelapor berasal dari pihak eksternal (pelanggan, pemasok, masyarakat). Pelapor seyogyanya memberikan bukti, informasi, atau indikasi yang jelas atas terjadinya pelanggaran yang dilaporkan, sehingga dapat ditelusuri atau ditindaklanjuti. Tanpa informasi yang memadai laporan akan sulit untuk ditindaklanjuti. (Tuanakotta, 2012). Menurut PP No.71 Tahun 2000 pelapor adalah orang yang memberi suatu informasi kepada penegak hukum atau komisi mengenai terjadinya suatu tindak pidana korupsi dan bukan pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Adapun istilah pengungkap fakta (whistleblower) dalam UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pelindungan Saksi dan Korban tidak memberikan pengertian tentang “pengungkap fakta”, dan berkaitan dengan itu hanya memberikan pengertian tentang saksi. Adapun yang disebut dengan saksi menurut UU No. 13 Tahun 2006 adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu
24
perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan / atau ia alami sendiri. Whistleblower memiliki dua mekanisma pelaporan pelanggaran organisasional, yaitu mekanisma pelaporan internal dan eksternal. Eaton dan Akers (2007) mengemukakan bahwa whistleblowing internal melibatkan pelaporan informasi kepada sumber yang berada di dalam organisasi, sedangkan whistleblowing eksternal melibatkan pelaporan informasi kepada sumber yang berada di luar organisasi, misalnya media atau regulator. B. Hasil – Hasil Penelitian Terdahulu Adapun hasil-hasil sebelumnya dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai topik yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 2.1 dan tabel 2.2.
25
Tabel 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu di Indonesia No 1.
2.
Peneliti (Tahun) Rizki Bagustianto, Nurkholis (2015) Devi Novita Sari, Herry Laksito (2014)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk melakukan tindakan Whistle-blowing
Metode Penelitian Persamaan Perbedaan Variabel Tingkat Sikap terhadap Keseriusan Whistleblowing, Kecurangan Komitmen Organisasi, Dan Whistleblowing Personal Cost Sampling PNS di BPK
Profesionalisme Internal Auditor dan Intensi Melakukan Whistleblowing
Variabel Profesionalisme dan Whistleblowing
Judul Penelitian
Sample pada perusahaan perbankan nasional
Hasil Penelitian Sikap terhadap whistleblowing, komitmen organisasi, tingkat keseriusan kecurangan berpengaruh positif terhadap minat PNS melakukan tindakan whistleblowing kecuali personal cost. Afiliasi Komunitas berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap intensitas melakukan whistleblowing Kewajiban Sosial, Dedikasi terhadap Pekerjaan, Keyakinan terhadap Peraturan Profesi, dan Tuntutan untuk Mandiri berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensitas melakukan whistleblowing
Bersambung pada halaman selanjutnya
26
Tabel (lanjutan) No 3.
Peneliti (Tahun) Windy Septianti (2013)
Judul Penelitian Pengaruh Faktor Organisasional, Individual, Situasional, Dan Demografis Terhadap Niat Melakukan Whistleblowing Internal
Metode Penelitian Persamaan Perbedaan Faktor Faktor Individual, dan Organisasional, Demografis Situasional, dan niat Sample pegawai whistleblowing PPATK
4.
Yusar Sagara (2013)
Profesionalisme Internal Auditor dan Intensi Melakukan Whistleblowing
Variabel Profesionalisme dan Whistleblowing Metode Analisis Regresi Berganda
Variabel status manajerial, tingkat keseriusan kecurangan, status pelanggar
5.
Rijadh Djatu Winardi (2013)
The Influence of Individual and Situational Factors on Lower Level Civil Servants’ Whistle-Blowing Intention in Indonesia
Variabel Situational: Tingkat Keseriusan Kecurangan, Status Pelaku Kecurangan,
Variabel Individual: Sikap terhadap Whistle-blowing, Norma Subjektif, Perceived Behavioural Control Personal Cost of Reporting
Hasil Penelitian Status manajerial, locus of control, komitmen organisasional, personal cost, status pelanggar tidak berpengaruh signifikan Keseriusan pelanggaran, suku bangsa berpengaruh signifikan terhadap niat whistleblowing internal Hanya dimensi Tuntutan untuk Mandiri yang berpengaruh positif, sedangkan dimensi Afiliasi Komunitas, Kewajiban Sosial, Dedikasi terhadap Pekerjaan, Keyakinan terhadap Peraturan Profesi berpengaruh negatif terhadap intensi melakukan whistleblowing. Sikap terhadap Whistleblowing, Norma Subjektif, Tingkat Keseriusan Kecurangan, Status Pelaku Kecurangan berpengaruh positif dan siginifikan terhadap intensi whistleblowing
27
Tabel 2.2 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu di Luar Negeri
No 1.
2.
Peneliti (Tahun) Zakaria, Razak & Noor (2015)
Metode Penelitian Persamaan Perbedaan Judul Penelitian Antecedent Factors of Variabel Intensi Variabel Budaya etis Whistleblowing Whistleblowing organisasional, Penilaian Deontological, Penilaian Teleological Whistleblowing Intentions of Variabel Intensi Variabel Saluran Lower-Level Employees: Whistleblowing dan Pelaporan, Bystanders The Effect Status Pelanggar of Reporting Channel, Bystanders, and Wrongdoer Power Status
Jingyu Gao, Robert Greenberg, Bernard Wong-OnWing (2014) 3. The Influence of Subjective Pailin Trongmateerut Norms on Whistle-Blowing: A Cross-Cultural , John T. Investigation Sweeney (2012) Bersambung pada halaman selanjutnya
Variabel Intensi Whistleblowing
Norma Subjektif, Sikap terhadap Whistleblowing
Hasil Penelitian Budaya etis organisasional, Penilaian deontological dan Penilaian Teleological berpengaruh positif terhadap intensi whistleblowing Intensi whistleblowing lebih tinggi ketika saluran pelaporan dikelola oleh pihak di luar perusahaan dibandingkan pihak internal, Status pelanggar berpengaruh terhadap intensi whistleblowing Norma Subjektif dan Sikap terhadap Whistleblowing berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi Whistleblowing
28
Tabel (lanjutan) No 4.
Peneliti (Tahun) Syahrul Ahmar Ahmad, Professor Malcolm Smith, Dr Zubaidah Ismail (2011)
Judul Penelitian Internal Auditors and Internal Whistleblowing Intentions: A study of Organisational, Individual, Situational and Demographic Factors
Metode Penelitian Persamaan Perbedaan Variabel Variabel Status Organisational: Manajerial Variabel Situational: Ethical Climate, Ukuran Perusahaan Seriousness of Variabel Individual: Wrongdoing dan Pertimbangan Etis, Status of Locus of Control dan Wrongdoers dan Komitmen Organisasi Variabel Demografis: Jenis Kelamin, Umur, dan Jabatan Sampling pada internal audit yang terdaftar di Institute of Internal Auditor of Malaysia (IIAM)
Hasil Penelitian Iklim etis, Locus of Control dan Komitmen Organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat melakukan whistleblowing internal Auditor Internal perempuan lebih etis dalam pertimbangan dan perilaku mereka daripada laki-laki Auditor internal berusia diatas 36 lebih intensi untuk whistleblowing daripada yang berusia dibawah 36
Sumber: Data yang diolah, 2016.
29
C. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam gambar 2.1. Gambar 2.1
Skema Kerangka Pemikiran Internal Auditor harusnya melaporkan jika terjadi pelanggaran
Banyak internal auditor yang takut melaporkan pelanggaran
Kesenjangan antara teori dan praktik
Basis Teori : Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior)
Variabel Independen
Variabel Dependen
Profesionalisme (X1) Faktor Organisasional : Status Manajerial (X2) Faktor Situasional : Tingkat Keseriusan Kecurangan (X3) - Status Pelanggar (X4) -
Intensi Internal Auditor melakukan Whistleblowing (Y1)
Bersambung pada halaman selanjutnya
30
Gambar 2.1 (lanjutan)
Metode Analisis : Regresi Berganda
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
D. Perumusan Hipotesis Hubungan atau Keterkaitan antara variabel independen dan dependen dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Profesionalisme
terhadap
intensi
auditor
internal
melakukan
whistleblowing Hall (1968) dalam Kalbers dan Fogarty (1995) mengembangkan konsep profesionalisme dari level individual yang digunakan untuk profesionalisme auditor, meliputi lima dimensi:
Pengabdian pada profesi (dedication), yang tercermin dalam dedikasi profesional melalui penggunaan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Sikap ini adalah ekspresi dari penyerahan diri secara total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan hidup dan bukan sekedar sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penyerahan diri secara total merupakan komitmen pribadi, dan sebagai kompensasi utama yang
31
diharapkan adalah kepuasan rohaniah dan kemudian kepuasan material.
Kewajiban sosial (social obligation), yaitu pandangan tentang pentingnya peran profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat ataupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.
Kemandirian (autonomy demands), yaitu suatu pandangan bahwa seorang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak yang lain.
Keyakinan terhadap peraturan profesi (belief in self regulation), yaitu suatu keyakinan bahwa yang berwenang untuk menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, dan bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.
Hubungan dengan sesama profesi (proffesional community affiliation), berarti menggunakan ikatan profesi sebagai acuan termasuk organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega informal sebagai sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesinya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Laksito (2014)
adalah dimensi Afiliasi Komunitas berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap intensitas melakukan whistleblowing, sedangkan dimensi Kewajiban Sosial, Dedikasi terhadap Pekerjaan, Keyakinan terhadap Peraturan Profesi, dan Tuntutan untuk Mandiri berpengaruh
32
positif dan signifikan terhadap intensitas melakukan whistleblowing. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Sagara (2013) yang menunjukkan bahwa hanya dimensi Tuntutan untuk Mandiri yang berpengaruh positif terhadap intensi melakukan whistleblowing, sedangkan dimensi Afiliasi Komunitas, Aspek Kewajiban Sosial, Dedikasi terhadap Pekerjaan, Keyakinan terhadap Peraturan Profesi berpengaruh negatif terhadap intensi melakukan whistleblowing. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Laksito (2014), Sagara (2013) dapat dinyatakan bahwa belum adanya hasil yang konsisten tentang pengaruh profesionalisme terhadap intensi melakukan whistleblowing. Penelitian ini akan menguji kembali keterkaitan antara variabel
profesionalisme
dan
intensi
internal
auditor
melakukan
whistleblowing. Oleh karena itu, hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: H1: Profesionalisme berpengaruh terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing. 2. Status manajerial terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing Hasil penelitian Keenan (2002) menunjukkan bahwa manajer level atas lebih memiliki persepsi yang positif mengenai whistleblowing dan lebih
mungkin
melakukan
whistleblowing
dalam
berbagai
jenis
pelanggaran dibandingkan dengan manajer level pertama dan manajer level menengah karena manajer level atas berada pada posisi puncak
33
organisasi, memiliki diskresi dan kekuasaan yang lebih besar, dan mendapat sedikit tekanan, sehingga merasa lebih bebas melakukan whistleblowing. Perbedaan status manajerial dalam organisasi diharapkan akan mempengaruhi persepsi individu terhadap pelanggaran. Pegawai yang memegang posisi manajerial yang lebih tinggi diharapkan akan lebih bertanggungjawab untuk melaporkan dugaan pelanggaran karena mereka dapat menghentikan potensi terjadinya pelanggaran dengan kekuasaan yang dimiliki. Dengan demikian, status manajerial dalam organisasi diharapkan akan mempengaruhi niat individu terhadap niat melakukan whistleblowing internal (Septianti, 2013). Berdasarkan uraian sebelumnya maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H2: Status manajerial berpengaruh terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing. 3. Tingkat keseriusan kecurangan terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing Kaplan dan Shultz (2007) memberikan bukti bahwa intensi individu untuk melaporkan dipengaruhi oleh sifat dari kasus. Penelitian mereka berfokus pada karakteristik kecurangan dan memeriksa perilaku pelaporan yang menjelaskan tiga kasus berbeda, meliputi kecurangan keuangan, pencurian, dan kualitas kerja yang buruk. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa faktor ekonomi dan non ekonomi terlihat dari hasil perbedaan yang signifikan dalam intensi pelaporan.
34
Hasil yang serupa juga ditemukan dalam penelitian Ayers dan Kaplan (2005). Menggunakan pendekatan percobaan (melalui hipotesis skenario kasus) ditemukan bahwa persepsi tentang tingkat keseriusan kecurangan berhubungan dengan melaporkan kecurangan baik laporan tanpa nama maupun menggunakan nama. Penelitian etika lainnya yang menggunakan skenario kasus secara konsisten menunjukkan bahwa tingkat keseriusan kecurangan secara signifikan berhubungan dengan pelaporan individu atau intensi whistleblowing (Curtis, 2006; E.Z. Taylor & Curtis, 2010). Oleh karena itu hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: H3: Tingkat keseriusan kecurangan berpengaruh terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing. 4. Status Pelanggar terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing Temuan awal menunjukkan bahwa kemungkinan mengungkap kecurangan organisasi menurun ketika status pelaku kecurangan berada pada level atas (Miceli, Near, & Schwenk, 1991). Karena pelaku kecurangan yang berada di level atas mempunyai kekuasaan dalam organisasi, whistleblower mungkin akan mendapat pembalasan ketika mereka mengejar pelaku kecurangan (Cortina & Magley, 2003). Oleh karena itu hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: H4: Status pelanggar berpengaruh terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing. 35
5. Profesionalisme, Status Manajerial, Tingkat Keseriusan Kecurangan, Status Pelanggar terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sagara (2013) yang menggunakan lima dimensi profesional menunjukkan bahwa hanya dimensi tuntutan untuk mandiri yang berpengaruh positif, sedangkan dimensi afiliasi komunitas, kewajiban sosial, dedikasi terhadap pekerjaan, keyakinan terhadap peraturan profesi berpengaruh negatif terhadap intensi melakukan whistleblowing. Pada penelitian Keenan (2002) menunjukkan bahwa manajer level atas lebih memiliki persepsi yang positif mengenai whistleblowing dan lebih mungkin melakukan whistleblowing dibandingkan dengan manajer level pertama dan manajer level menengah. Kaplan dan Schultz (2007) menguji karakteristik pelanggaran dan menginvestigasi perilaku pelaporan dalam tiga kasus yang melibatkan fraud keuangan, pencurian, dan kualitas kerja yang buruk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor ekonomik dan non-ekonomik yang muncul dalam ketiga kasus tersebut merupakan faktor yang signifikan untuk membedakan subjek niat melaporkan whistleblowing. Kecenderungan seseorang melaporkan pelanggaran tergantung pada persepsi bahwa pelaporan akan menghasilkan tindakan korektif dan terkait dengan jabatan pelanggar dalam hierarki organisasional. Semakin jauh rentang kekuasaan antara pelanggar dan observer pelanggaran, 36
semakin mungkin observer pelanggaran akan mendapatkan perlakuan retaliasi. Jika pelanggar menduduki jabatan yang tinggi dalam hierarki organisasi, maka pelanggar tersebut memiliki kekuatan untuk menekan perilaku whistleblowing, sehingga menyebabkan semakin rendahnya niat pegawai melakukan whistleblowing. Berdasarkan uraian sebelumnya maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H5: Profesionalisme, Status Manajerial, Tingkat Keseriusan Kecurangan, Status Pelanggar berpengaruh terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing.
37
BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris pengaruh variabel independen, yaitu profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan kecurangan, dan status pelaku kecurangan terhadap variabel dependen, yaitu intensi internal auditor melakukan whistleblowing. B. Metode Penentuan Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan teknik berdasarkan pertimbangan (judgement sampling) yang merupakan tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu dengan kriteria sebagai berikut: a.
Sampel merupakan internal auditor yang bekerja di Inspektorat Jenderal Kementerian.
b.
Kementerian yang sudah menerapkan whistleblowing system.
C. Metode Pengumpulan Data Peneliti
memperoleh
data
dalam
penelitian
ini
dengan
menggunakan penelitian lapangan. 1. Penelitian Lapangan Data utama dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan, peneliti memperoleh data langsung dari pihak pertama (data
38
primer). Pada penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah internal auditor yang bekerja di Inspektorat Jenderal Kementerian di wilayah DKI Jakarta. whistleblowing system Kementerian
Kementerian
Kementerian
Aparatur Agama,
yang sudah menerapkan
antara lain Kementerian Perhubungan,
Keuangan,
Pendayagunaan Kementerian
Kementerian
Negara
Kementerian
Komunikasi
dan
Kesehatan,
dan
Reformasi
Kelautan Informatika,
dan
Kementerian Birokrasi, Perikanan, Kementerian
Ketenagakerjaan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Hukum dan HAM. Peneliti memperoleh data dengan mengirimkan kuesioner kepada Inspektorat Jenderal Kementerian secara langsung. Data primer diperoleh dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah terstruktur dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dari internal auditor yang berkerja pada Inspektorat Jenderal Kementerian sebagai responden dalam penelitian. Sumber data dalam penelitian ini adalah skor masingmasing indikator variabel yang diperoleh dari pengisian kuesioner yang telah dibagikan kepada internal auditor yang berkerja di Inspektorat Jenderal Kementerian sebagai responden. D. Operasionalisasi Variabel Penelitian Pada bagian ini akan diuraikan masing-masing variabel yang digunakan berikut dengan operasional dan cara pengukurannya.
39
1. Profesionalisme (X1) Menurut Arens et al. (2008) profesionalisme adalah tanggung jawab individu untuk berperilaku lebih baik dari sekedar mematuhi undang-undang dan peraturan masyarakat yang ada. Variabel ini diukur dengan mengadopsi instrumen yang digunakan Sagara (2013). Variabel ini diukur menggunakan skala likert 5 poin dari sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), kurang setuju (3), setuju (4) dan sangat setuju (5). 2. Status Manajerial (X2) Status
manajerial
diukur
berdasarkan
jawaban
dari
responden mengenai jabatan yang sedang diduduki. Variabel status manajerial diubah menjadi variabel dummy. Status manajerial yang diberi kode 1 mewakili status manajerial yang lebih tinggi yaitu Auditor Ahli, sedangkan status manajerial yang diberi kode 0 mewakili status manajerial yang lebih rendah yaitu Auditor Terampil. 3. Tingkat Keseriusan Kecurangan (X3) dan Status Pelanggar (X4) Tingkat keseriusan pelanggaran dan status pelanggar diukur menggunakan tiga jenis kasus hipotetis occupational fraud yang dikembangkan oleh peneliti yang sebelumnya. Kasus pertama berkaitan dengan penyalahgunaan aset. Kasus kedua berkaitan
40
dengan korupsi. Kasus ketiga berkaitan dengan fraud laporan keuangan. Gundlach dkk. (2008) menyatakan bahwa pendekatan dengan penggunaan kasus hipotetis dianggap cukup memadai dan efektif untuk memperoleh data dalam penelitian whistleblowing. Kasus occupational fraud yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Responden diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut menggunakan 5 poin skala Likert. Untuk lebih jelasnya mengenai variabel, sub variabel, dan indikator dapat dilihat pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian Variabel
Profesionalisme (X1) (Sagara, 2013)
Status Manajerial (X2) (Permen PAN No: PER/220/M.PA
Indikator Profesionalisme auditor dimensi afiliasi komunitas Profesionalisme auditor dimensi dedikasi terhadap pekerjaan Profesionalisme auditor dimensi keyakinan terhadap peraturan sendiri atau profesi Profesionalisme auditor dimensi tuntutan untuk mandiri Auditor Ahli Auditor Terampil
No. Butir Pertanyaan 1,2,3,4
Skala Pengukuran
5,7,11
6,8
Interval
9,10
Nominal
41
Variabel
Indikator
No. Butir Pertanyaan
Skala Pengukuran
N/7/2008) Kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan aset Status Pelanggar Kasus yang (X3) (Septianti, berkaitan dengan 2013) korupsi Kasus yang berkaitan dengan fraud laporan keuangan Kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan aset Tingkat Keseriusan Kasus yang Pelanggaran berkaitan dengan (X4) (Septianti, korupsi 2013) Kasus yang berkaitan dengan fraud laporan keuangan Kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan aset Intensi melakukan Kasus yang Whistleblowing berkaitan dengan (X5) (Septianti, korupsi 2013) Kasus yang berkaitan dengan fraud laporan keuangan Sumber: Data yang diolah, 2016.
1.b
2.b Interval 3.b
1.a
2.a Interval 3.a
1.c
2.c Interval 3.c
E. Metode Analisis Data 1. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi,
42
varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (kemencengan distribusi) (Imam Ghozali, 2013:19). 2. Uji Kualitas Data Pengujian kualitas data terdapat dua macam pengujian, yaitu sebagai berikut: a.
Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan tersebut konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan 2 cara yaitu: 1) Repeated measure atau pengukuran ulang. Disini seseorang akan diberikan pertanyaan yang sama pada waktu
yang
berbeda,
kemudian
dilihat
apakah
jawabannya tetap konsisten dengan jawabannya. 2) One
shot
atau
pengukuran
sekali
saja,
disini
pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pernyataan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pernyataan. Untuk mengukur reliabilitas digunakan uji statistik Cronbach Alfa (α). Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach’s Alfa > 0,60. Sedangkan jika sebaliknya,
43
data tersebut dikatakan tidak reliabel
(Ghozali,
2013:47-48). b. Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian validitas ini menggunakan nilai signifikan di bawah 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa masing-masing indikator pertanyaan pada kuesioner valid ketika nilai signifikansinya di bawah 0,05 (Ghozali, 2013:52-55). 3. Uji Asumsi Klasik Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data primer ini, maka peneliti melakukan uji multikolonieritas, uji normalitas, dan uji heteroskedastisitas. a. Uji Multikolonieritas Pengujian multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang
44
nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol (Ghozali, 2013:105). Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan nilai Tolerance. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jika nilai tolerance <0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10, maka dalam model regresi tersebut terdapat multikolonieritas yang tidak dapat ditoleransi dan variabel tersebut harus dikeluarkan dari model regresi agar hasil yang diperoleh tidak bias (Ghozali, 2013:106). b. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2013:160).
45
Analisis grafik menggunakan grafik histogram dan probability plot. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Namun analisis grafik dapat menyesatkan jika tidak hati-hati secara visual terlihat normal padahal secara statistik bisa sebaliknya. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini selain menggunakan analisis grafik juga dilengkapi dengan uji statistik menggunakan non-parametik KolmogorovSmirnov (K-S). Dalam uji K-S dilihat dari angka probabilitas signifikansi data residual. Jika angka probabilitas kurang dari 0,05 maka variabel ini tidak berdistribusi secara normal (Ghozali, 2011:164). c. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari residual satu pengamatan
ke
pengamatan
lain
tetap,
maka
disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilihat jika ada pola tertentu pada grafik scatterplot, seperti titik yang
46
membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit). Analsis dengan grafik plots memiliki kelemahan yang cukup signifikan karena jumlah pemgamatan mempengaruhi hasil ploting. Oleh karena itu diperlukan uji statistik yaitu uji Glejser. Uji Glejser mengusulkan untuk meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen. Jika variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansi di bawah tingkat kepercayaan 5%. (Ghozali, 2013:139-143). 4. Uji Koefisien Determinan (R2) Koefisien determinan (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinan adalah antara nol sampai satu. Apabila hanya terdapat satu variabel independen maka R2 yang dipakai. Tetapi apabila terdapat dua atau lebih variabel independen maka yang dipakai adalah Adjusted R2. Setiap tambahan variabel independen, R2 akan meningkat tidak peduli variabel tersebut berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Sedangkan nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali, 2013:97).
47
5. Uji Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model regresi berganda. Model regresi berganda umumnya digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen dengan skala pengukuran interval atau rasio dalam persamaan linier. Variabel independen terdiri dari profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan kecurangan dan status pelaku kecurangan. Sedangkan variabel dependennya
adalah
intensi
internal
auditor
melakukan
whistleblowing. Persamaan regresi berganda dirumuskan sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e Keterangan : Y
= Intensi Internal Auditor melakukan Whistleblowing
a
= Konstanta
b
= Koefeisien Regresi
X1
= Profesionalisme
X2
= Status Manajerial
X3
= Tingkat Keseriusan Kecurangan
X4
= Status Pelaku Kecurangan
E
= Error
Pengujian hipotesis ini melalui beberapa pengujian, yaitu: a. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
48
Uji Statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas dan independen secara individu dalam menerangkan variansi variabel dependen. Apakah variabel independen berpengaruh secara nyata atau tidak (Ghozali,
2013:98).
Pengambilan
keputusan
dapat
dilakukan dengan melihat probabilitasnya, yaitu: Jika probabilitas > 0,05, maka model ditolak. Jika probabilitas < 0,05 maka model diterima. b. Uji Signifikan Simultan (Uji Statistik F) Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terkait (Ghozali, 2013:98). Dalam membandingkan probabilitas dengan taraf nyata kurang dari 0,05. Jika probabilitas > 0,05, maka model ditolak. Jika probabilitas < 0,05 maka model diterima.
49
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah internal auditor yang bekerja pada Inspektorat Jenderal Kementerian. Auditor yang berpartisipasi dalam penelitian ini meliputi auditor ahli dan auditor terampil yang melaksanakan pekerjaan di bidang auditing. Pengumpulan data dilaksanakan melalui penyebaran kuesioner penelitian secara langsung dengan cara mendatangi responden yang bekerja pada Inspektorat Jenderal Kementerian yang sudah menerapkan whistleblowing system. Penyebaran serta pengembalian kuesioner dilaksanakan mulai tanggal 11 Februari 2016 hingga 8 April 2016. Penelitian dilakukan pada 13 Kementerian dari keseluruhan kementerian yang ada. Kuesioner yang disebarkan berjumlah 155 buah dimana jumlah kuesioner yang disebarkan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia merupakan jumlah yang paling banyak karena peneliti melakukan trial kuesioner di kementerian tersebut. Dan jumlah kuesioner yang kembali sebanyak 136 kuesioner atau 87,74%, sedangkan sisanya sebanyak 19 kuesioner atau 12,26% tidak kembali dengan alasan banyak auditor yang sedang tugas keluar kota. Kuesioner yang dapat diolah berjumlah 101 atau 74,26%, sedangkan sisanya sebanyak 35 kuesioner atau 25,74% tidak dapat diolah dengan alasan tidak memenuhi
50
kriteria sebagai sampel dan tidak diisi secara lengkap oleh responden. Gambaran mengenai data sampel disajikan pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Data Sampel Penelitian No. Keterangan Jumlah 1. Jumlah kuesioner yang disebar 155 2. Jumlah kuesioner yang kembali 136 3. Jumlah kuesioner yang tidak 19 kembali 4. Jumlah kuesioner yang dapat diolah 101 5. Jumlah kuesioner yang tid ak dapat 35 diolah Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
Persentase 100% 87,74% 12,26% 74,26% 25,74%
Data distribusi penyebaran kuesioner penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 4.2. Tabel 4.2 Data Distribusi Sampel Penelitian No. Inspektorat Jenderal Kementerian Kuesioner dikirim 1. Kementerian Keuangan 10 2. Kementerian Luar Negeri 10 3. Kementerian Kelautan dan Perikanan 10 4. Kementerian Perhubungan 10 5. Kementerian Komunikasi dan 10 Informatika 6. Kementerian Ketenagakerjaan 10 7. Kementerian Perindustrian 10 8. Kementerian Hukum dan HAM 35 9. Kementerian Kesehatan 10 10. Kementerian Energi dan Sumber 10 Daya Mineral (ESDM) 11. Kementerian Agama 10 12. Kementerian Pendayagunaan 10 Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 13. Kementerian Pertanian 10 Total 155 Sumber: Data Primer yang diolah, 2016.
Kuesioner dikembalikan 10 5 10 9 10 10 10 30 10 10 6 10
6 136
51
2.
Karakteristik Profil Responden Responden dalam penelitian ini adalah internal auditor yang bekerja pada Inspektorat Jenderal Kementerian di Jakarta. Dari seluruh Kementerian yang ada, hanya 13 Kementerian yang sudah menerapkan whistleblowing system. Berikut tabel 4.3 menjelaskan deskripsi mengenai identitas responden penelitian yang terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, lama bekerja, dan jabatan fungsional auditor. Tabel 4.3 Deskripsi Responden Deskriptif Jenis Kelamin
Usia
Pendidikan Terakhir
Lama Bekerja
Jabatan Fungsional Auditor
Keterangan Laki-laki Perempuan <20 tahun 20-30 tahun 31 – 40 tahun >40 tahun SLTA D3 S1 S2 S3 <5 tahun 5 - 10 tahun >10 tahun Pelaksana Auditor Pelaksana Terampil Lanjutan Penyelia Pertama Auditor Ahli
Jumlah 66 35 0 25 42 34 3 6 60 32 0 16 40 45 8
Presentase 65,3% 34,7% 0% 24,7% 41,6% 33,7% 3% 5,9% 59,4% 31,7% 0% 15,8% 39,6% 44,6% 7,9%
4
4%
5 45
4,9% 44,6%
Muda
21
20,8%%
Madya
18
17,8%
Utama
0
0%
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
52
Berdasarka tabel 4.3 dapat diketahui bahwa jumlah responden berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh laki-laki, yaitu sebanyak 66 orang atau 65,3% sedangkan sisanya sejumlah 35 orang atau 34,7% responden berjenis kelamin perempuan. Jumlah responden berdasarkan usia didominasi oleh responden yang berusia 31-40 tahun yaitu sebanyak 42 orang atau 41,6%, kemudian responden yang berusia >40 tahun sebanyak 34 orang atau 33,7%, responden yang berusia 20 – 30 tahun sebanyak 25 orang atau 24,7% dan terakhir tidak ada responden yang berusia <20 tahun atau 0%. Berdasarkan pendidikan terakhir, responden didominasi dengan latar belakang pendidikan S1 yaitu sebanyak 60 orang atau 59,4%. Responden dengan pendidikan SLTA berjumlah 3 orang atau 3%, responden dengan pendidikan D3 berjumlah 6 orang atau 5,9%, responden dengan pendidikan S2 berjumlah 32 orang atau 31,7%, dan yang terakhir tidak ada responden dengan pendidikan S3 atau 0%. Jumlah responden berdasarkan lama bekerja didominasi oleh responden yang lama bekerjanya lebih dari 10 tahun yaitu sebanyak 45 orang atau 44,6%. Kemudian disusul dengan responden yang lama bekerjanya 5-10 tahun sebanyak 40 orang atau 39,6% dan responden yang lama bekerjanya <5 tahun sebanyak 16 orang atau 15,8%. Berdasarkan jabatan fungsional auditor, menunjukkan bahwa responden didominasi oleh responden yang mempunyai jabatan fungsional sebagai auditor ahli yaitu sebanyak 84 orang atau 83,2% yang
53
terdiri dari 45 auditor pertama, 21 auditor muda, dan 18 auditor madya. Sedangkan sisanya sebanyak 17 orang atau 17,8% adalah auditor terampil yang terdiri dari 8 auditor pelaksana, 4 auditor pelaksana lanjutan dan 5 auditor penyelia. B. Hasil Uji Instrumen Penelitian 1. Hasil Uji Statistik Deskriptif Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang meliputi profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan kecurangan, status pelanggar dan intensi whistleblowing akan diuji secara deskriptif seperti yang terlihat dalam tabel 4.4 Tabel 4.4 Hasil Uji Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
TP
101
30
50
41,64
4,312
SM
101
0
1
,83
,376
TTKK
101
6
15
13,35
2,002
TSP
101
5
15
11,71
2,617
TIW
101
8
15
13,48
1,671
Valid N (listwise)
101
Sumber: Data primer yang diolah, 2016. Tabel 4.4 menjelaskan bahwa pada variabel profesionalisme jawaban minimum responden sebesar 30 dan maksimum sebesar 50, dengan rata-rata total jawaban 41,64 dan standar deviasi 4,312, maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata jawaban responden untuk variabel profesionalisme adalah setuju. Variabel status manajerial jawaban minimum responden sebesar 0 dan jawaban maksimum sebesar 1, dengan
54
rata-rata total jawaban 0,83 dan standar deviasi 0,376, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah auditor ahli. Pada variabel tingkat keseriusan kecurangan jawaban minimum responden sebesar 6, jawaban maksimum sebesar 15, rata-rata total jawaban 13,35 dan standar deviasi 2,002, maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata responden menganggap bahwa ketiga kasus dalam kuesioner adalah serius. Variabel status pelanggar memiliki jawaban minimum sebesar 5 dan maksimum sebesar 15, dengan rata-rata total jawaban sebesar 11,71 dan standar deviasi sebesar 2,617, , maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata responden menganggap bahwa status pelanggar dalam kasus tersebut adalah cukup berkuasa. Sedangkan pada variabel intensi whistleblowing jawaban minimum responden sebesar 8, jawaban maksimum sebesar 15, rata-rata total jawaban 13,48 dan standar deviasi 1,671, maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata tingkat kemungkinan responden melaporkan kasus tersebut adalah tinggi. 2. Hasil Uji Kualitas Data a. Hasil Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan untuk menilai konsistensi dari instrumen penelitian. Suatu instrumen penelitian dapat dikatakan reliabel jika nilai Cronbach Alpha berada diatas 0,6 (Ghozali, 2011). Tabel 4.5 menunjukkan hasil uji reliabilitas untuk variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.
55
Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas Cronbach’s Alpha Profesionalisme 0,677 Tingkat Keseriusan Kecurangan 0,846 Status Pelanggar 0,778 Intensi Whistleblowing 0,782 Sumber: Data primer yang diolah, 2016. Variabel
Keterangan Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Tabel 4.5 menunjukkan nilai cronbach’s alpha atas variabel profesionalisme sebesar 0,677, tingkat keseriusan kecurangan sebesar 0,846, status pelanggar sebesar 0,778 dan intensi whistleblowing sebesar 0,782. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pertanyaan dalam kuesioner ini reliabel karena mempunyai nilai cronbach’s alpha lebih besar dari 0,6. Hal ini menunjukkan bahwa setiap item pertanyaan yang digunakan akan mampu memperoleh data yang konsisten yang berarti bila pertanyaan itu diajukan kembali akan diperoleh jawaban yang relatif sama dengan jawaban sebelumnya. b. Hasil Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu pertanyaan pada kuesioner dikatakan valid jika tingkat signifikansinya dibawah 0,05 (Ghozali, 2013). Tabel berikut menunjukkan hasil uji validitas dari lima variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu profesionalisme (P), status manajerial (SM), tingkat keseriusan kecurangan (TKK), status
56
pelanggar (SP), dan intensi whistleblowing (IW), dengan 101 sampel responden. Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Profesionalisme Nomor Butir Pearson Sig Pertanyaan Correlation (2-Tailed) P1 0,541** 0,000 P2 0,549** 0,000 P3 0,488** 0,000 P4 0,601** 0,000 P5 0,491** 0,000 P6 0,427** 0,000 P7 0,482** 0,000 P8 0,532** 0,000 P9 0,438** 0,000 P10 0,290** 0,003 P11 0,445** 0,000 Sumber: Data primer yang diolah, 2016. Tabel
4.6
menunjukkan
variabel
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
profesionalisme
mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas Tingkat Keseriusan Kecurangan Nomor Butir Pearson Sig Pertanyaan Correlation (2-Tailed) TKK1 0,877** 0,000 TKK2 0,870** 0,000 TKK3 0,874** 0,000 Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
Keterangan Valid Valid Valid
Tabel 4.7 menunjukkan variabel tingkat keseriusan kecurangan mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.
57
Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas Status Pelanggar Nomor Butir Pearson Sig Pertanyaan Correlation (2-Tailed) SP1 0,895** 0,000 SP2 0,819** 0,000 SP3 0,779** 0,000 Sumber: Data primer yang diolah, 2016. Tabel
4.8
menunjukkan
variabel
Keterangan Valid Valid Valid
status
pelanggar
mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas Intensi Whistleblowing Nomor Butir Pearson Sig Pertanyaan Correlation (2-Tailed) IW1 0,827** 0,000 IW2 0,867** 0,000 IW3 0,808** 0,000 Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
Keterangan Valid Valid Valid
Tabel 4.9 menunjukkan variabel intensi whistleblowing mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. 3. Hasil Uji Asumsi Klasik a. Hasil Uji Multikolonieritas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah adanya korelasi antar variabel bebas (independen) dalam model regresi. Untuk mendeteksi adanya masalah multikolonieritas dalam penelitian ini dengan menggunakan Nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Tabel berikut ini menyajikan hasil uji
58
multikolonieritas dengan menggunakan Nilai Tolerance dan VIF, yaitu: Tabel 4.10 Hasil Uji Multikolonieritas Coefficientsa
Model 1
Unstandardized
Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
B
(Constant)
Std. Error
,966
,822
TP
-,017
,018
SM
,113
TTKKsqrt TSPsqrt
Beta
T
Sig.
Tolerance
VIF
1,176
,242
-,088
-,972
,333
,886 1,129
,196
,050
,578
,565
,964 1,037
,426
,087
,454
4,900
,000
,852 1,173
,110
,083
,120
1,332
,186
,908 1,101
a. Dependent Variable: TIWsqrt
Sumber: Data primer yang diolah, 2016 Berdasarkan tabel 4.10 diatas terlihat bahwa nilai tolerance mendekati angka 1 dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) disekitar angka 1 untuk setiap variabel, yang ditunjukkan dengan nilai tolerance dan VIF untuk profesionalisme adalah 0,886 dan 1,129. Variabel status manajerial memiliki nilai tolerance 0,964 serta VIF 1,037. Kemudian variabel tingkat keseriusan kecurangan dengan nilai tolerance 0,852 dan VIF 1,173. Dan untuk variabel status pelanggar memiliki nilai tolerance 0,908 dan VIF 1,101. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
model persamaan
regresi tidak terdapat problem multiko dan dapat digunakan dalam penelitian ini. b. Hasil Uji Normalitas
59
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel dependen dan variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Dalam penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan menggunakan analisis grafik (histogram dan probability plot) dan uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Dasar pengambilan keputusan pada uji grafik histogram dan grafik normal p-plot adalah dengan melihat bentuk grafik dan persebaran titik-titik residual. Sedangkan pengambilan keputusan dalam uji K-S adalah dengan melihat nilai probabilitas signifikansi data residual. Apabila angka probabilitas lebih dari 0,05 berarti data terdistribusi secara normal. Adapun hasil uji normalitas menggunakan KolmogorovSmirnov (K-S) dapat dilihat dalam tabel 4.11 Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual N Normal
101 Parametersa,b
Mean
Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute Positive Negative Test Statistic Asymp. Sig. (2-tailed)
,0000000 1,42501229 ,120 ,076 -,120 ,120 ,001c
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
60
Pada
tabel
4.11
terlihat
bahwa
variabel
memiliki
probabilitas signifikansi 0,001 dan nilainya jauh dibawah 0,05. Hal ini berarti variabel profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan kecurangan, status pelanggar dan intensi whistleblowing tidak terdistribusi secara normal. Untuk mendapatkan hasil pengujian yang lebih baik dan valid maka dilakukan transformasi variabel penelitian yang tidak terdistribusi secara normal ke dalam bentuk akar kuadrat (sqrt). Hasil uji normalitas setelah transformasi variabel dapat dilihat dalam tabel 4.12. Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parametersa,b
101 Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
,0000000 ,70758413
Absolute
,058
Positive
,048
Negative
-,058
Test Statistic Asymp. Sig. (2-tailed)
,058 ,200c,d
Sumber: Data primer yang diolah, 2016. Menurut tabel 4.12 diatas, hasil uji (K-S) menunjukkan bahwa data terdistribusi normal setelah dilakukan transformasi variabel tingkat keseriusan kecurangan, status pelanggar dan intensi whistleblowing ke dalam bentuk akar kuadrat (sqrt). Hal ini terlihat dari nilai probabilitas sebesar 0,200 lebih besar dari 0,05. Sehingga model penelitian ini memenuhi uji asumsi klasik normalitas. Hasil
61
yang sama juga ditunjukkan oleh pengujian menggunakan grafik normal p-plot pada gambar 4.1 dan histogram pada gambar 4.2.
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot
Sumber: Data primer yang diolah, 2016 Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik Histogram
Sumber: Data primer yang diolah, 2016. Gambar 4.1 dan 4.2 memperlihatkan penyebaran data yang berada di sekitar garis diagonal dan bentuk grafik yang simetris 62
tidak condong ke kiri atau ke kanan. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi telah memenuhi asumsi normalitas. c. Hasil Uji Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Dalam penelitian ini uji heteroskedastisitas menggunakan analisis grafik scatterplot dan uji statistik
menggunakan
uji
Glejser.
Berikut
hasil
uji
heteroskedastisitas menggunakan grafik scatterplot. Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Grafik Scatterplot
Sumber: Data primer yang diolah, 2016. Berdasarkan gambar 4.3, grafik scatterplot menunjukkan bahwa data tersebat di atas dan di bawah angka 0 (nol) pada sumbu
63
Y dan tidak terdapat suatu pola yang jelas pada penyebaran data tersebut. Berikut hasil uji heteroskedastisitas menggunakan uji Glejser. Tabel 4.13 Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Uji Glejser Coefficientsa
Model 1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
(Constant)
1,192
,478
TP
-,015
,010
SM
-,023
TTKKsqrt TSPsqrt
Beta
T
Sig.
2,496
,014
-,158
-1,482
,142
,114
-,021
-,202
,840
-,049
,051
-,105
-,968
,336
,049
,048
,108
1,031
,305
a. Dependent Variable: ABS_RES
Sumber: Data primer yang diolah, 2016. Berdasarkan tabel 4.13 di atas, semua variabel independen memiliki angka signifikan di atas 0,05. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi profesionalisme sebesar 0,142, status manajerial sebesar 0,840, tingkat keseriusan kecurangan sebesar 0,336 dan status pelanggar sebesar 0,305. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model persamaan regresi, sehingga model regresi layak digunakan untuk memprediksi intensi melakukan tindakan whistleblowing. 4. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel dependen dapat dijelaskan oleh
64
variabel independen. Adapun hasil uji koefisien determinasi untuk variabel profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan kecurangan, status pelanggar dan intensi whistleblowing disajikan dalam tabel 4.14 di bawah ini: Tabel 4.14 Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Summaryb
Model 1
R
R Square ,545a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
,297
,268
,72218
a. Predictors: (Constant), TSPsqrt, SM, TP, TTKKsqrt b. Dependent Variable: TIWsqrt
Sumber: Data primer yang diolah, 2016. Tabel 4.14 menunjukkan bahwa nilai Adjusted R Square sebesar 0,268. Hal ini menandakan bahwa variasi variabel profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan kecurangan, dan status pelanggar hanya bisa menjelaskan 26,8% variasi variabel intensi whistleblowing. Sedangkan sisanya, yaitu 73,2% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model baik yang berasal dari faktor internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi intensi internal auditor melakukan whistleblowing seperti komitmen organisasi, personal cost, pertimbangan etis, faktor demografi dan lainnya. 5. Hasil Uji Hipotesis a. Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji statistik t digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual
65
terhadap variabel dependen. Tabel berikut ini menyajikan hasil uji statistik t dalam penelitian ini: Tabel 4.15 Hasil Uji Statistik t Coefficientsa
Model 1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant)
Std. Error
,966
,822
TP
-,017
,018
SM
,113
TTKKsqrt TSPsqrt
Beta
T
Sig.
1,176
,242
-,088
-,972
,333
,196
,050
,578
,565
,426
,087
,454
4,900
,000
,110
,083
,120
1,332
,186
a. Dependent Variable: TIWsqrt
Sumber: Data primer yang diolah, 2016. Berdasarkan tabel 4.15 dapat dilihat bahwa satu variabel independen yaitu tingkat keseriusan kecurangan (TTKKsqrt) yang berpengaruh terhadap variabel dependen intensi whistleblowing (TIWsqrt). Sedangkan tiga variabel independen lainnya yaitu profesionalisme (TP), status manajerial (SM), status pelanggar (TSPsqrt) tidak berpengaruh terhadap variabel dependen intensi whistleblowing (TIWsqrt). Adapun penjelasannya sebagai berikut: Hipotesis 1: Profesionalisme berpengaruh terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing Hasil pengujian variabel profesionalisme mempunyai signifikansi sebesar 0,333 lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa profesionalisme tidak memiliki pengaruh yang signifikan, dengan demikian H1 ditolak. Hasil penelitian ini
66
tidak konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sagara (2013) dan Sari dan Laksito (2014). Tidak adanya pengaruh profesionalisme terhadap intensi melakukan whistleblowing dapat dikarenakan dilema etika yang besar dalam diri seorang internal auditor dalam memilih antara loyalitas terhadap organisasi atau loyalitas terhadap dirinya yang memiliki idealisme kuat. Hal ini berkaitan pula dengan faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja auditor yang dapat berasal dari rekan kerja atau pimpinan organisasi secara umum. Hasil ini dapat memberikan gambaran bahwa seorang internal auditor yang mempunya profesionalisme tinggi tidak mempengaruhi niatnya untuk melakukan whistleblowing. Adanya rutinitas dalam berlangganan publikasi atau jurnal tentang internal auditor, adanya partisipasi dalam pertemuan internal auditor, dan berdiskusi dengan internal auditor dari organisasi lain tidak akan meningkatkan intensi melakukan whistleblowing. Hal itu dapat saja meningkatkan pengetahuan dan profesionalisme seorang internal auditor, tetapi kalau tidak ada kesadaran dari dalam diri sendiri tidak akan menumbuhkan niat seorang internal auditor untuk mengungkapkan sebuah kecurangan meskipun ia mengetahui bahwa itu merupakan kerugian bagi organisasi (Sagara, 2013).
67
Hipotesis 2: Status manajerial berpengaruh terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing Hasil pengujian variabel status manajerial mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,565 lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa status manajerial tidak memiliki pengaruh yang signifikan, dengan demikian H2 ditolak. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Septianti (2013). Sedangkan dalam penelitian Ahmad (2011) mengatakan bahwa internal auditor yang mempunyai status manajerial yang lebih tinggi akan memiliki intensi whistleblowing yang tinggi pula dibandingkan dengan internal auditor dengan status manajerial yang rendah. Dalam penelitian ini diharapkan posisi manajerial internal auditor dapat lebih berhasil untuk menghentikan potensi terjadinya pelanggaran, namun status manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap niat melakukan whistleblowing mungkin disebabkan oleh kekuasaan pelanggar. Kekuasaan yang dimiliki oleh posisi manajerial yang lebih tinggi hanya terbatas pada para staf yang berada dalam kendalinya, sehingga para whistleblower yang memiliki posisi manajerial yang lebih tinggi lebih berniat melaporkan dugaan pelanggaran bila posisi manajerial pelanggar berada di bawah posisi manajerialnya. Demikian pula dengan whistleblower yang memiliki posisi manajerial yang lebih rendah merasa tidak nyaman untuk melaporkan dugaan pelanggaran
68
karena merasa tidak memiliki kekuasaan yang cukup untuk membuat perubahan dan melakukan whistleblowing. Hipotesis 3: Tingkat keseriusan kecurangan berpengaruh terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing. Hasil pengujian variabel tingkat keseriusan kecurangan mempunyai angka signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keseriusan kecurangan berpengaruh secara signifikan terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing, dengan demikian H3 diterima. Nilai beta yang dihasilkan bernilai positif sebesar 0,492. Arah positif pada koefisien variabel tingkat keseriusan kecurangan menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat keseriusan kecurangan maka semakin tinggi pula intensi untuk melakukan whistleblowing. Hasil penelitian
ini
konsisten
dengan
hasil
penelitian-penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Septianti (2013), Ahmad (2011), Winardi (2013) dan Bagustianto (2015). Tingkat keseriusan kecurangan berpengaruh signifikan terhadap intensi melakukan whistleblowing mungkin disebabkan oleh para internal auditor yang mempunyai persepsi bahwa semua jenis kecurangan yang terjadi adalah jenis kecurangan yang relatif serius dan mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi organisasi. Dengan demikian, para internal auditor dalam penelitian ini terdorong untuk melakukan whistleblowing.
69
Hipotesis 4: Status pelanggar berpengaruh terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing. Hasil pengujian variabel status pelanggar mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,186 lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa status pelanggar tidak memiliki pengaruh yang signifikan, dengan demikian H4 ditolak. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Septianti (2013) dan Ahmad (2011), dimana status pelanggar tidak berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cortina dan Magley (2003) dan Miceli dkk (1991). Penelitian mereka menemukan terdapat pengaruh status pelanggar terhadap intensi melakukan whistleblowing. Berdasarkan penelitian ini status pelanggar terbukti belum dapat mempengaruhi intensi whistleblowing walaupun status pelanggar diyakini sebagai variabel yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap intensi whistleblowing internal auditor. Hal ini mungkin disebabkan oleh para whistleblowers yang menganggap bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang yang berada di level atas akan lebih sulit untuk diberikan sanksi. Dan kemungkinan para whistleblowers untuk mendapatkan konsekuensi berupa pengucilan sampai pemecatan juga merupakan faktor yang menjadi pertimbangan untuk melakukan whistleblowing. Namun
70
seharusnya internal auditor dalam penelitian ini dapat melakukan tindakan whistleblowing tanpa melihat jabatan pelanggar tinggi atau rendah, karena objek dalam penelitian ini sudah menyediakan whistleblowing system. Berdasarkan hasil uji t pada tabel 4.15 maka dapat diperoleh model persamaan regresi sebagai berikut: Y = 0,966 – 0,17X1 + 0,113X2 + 0,426X3 + 0,110 X4 + 0,822 Keterangan: Y
= Intensi Whistleblowing
X1
= Profesionalisme
X2
= Status Manajerial
X3
= Tingkat Keseriusan Kecurangan
X4
= Status Pelaku Kecurangan
e
= Error
b. Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Tabel berikut ini menyajikan hasil uji statistik F untuk variabel Y, X1, X2, X3 dan X4. Tabel 4.16 Hasil Uji Statistik F ANOVAa Sum of Model 1
Squares
Df
Mean Square
Regression
21,143
4
5,286
Residual
50,068
96
,522
Total
71,211
100
F 10,135
Sig. ,000b
a. Dependent Variable: TIWsqrt b. Predictors: (Constant), TSPsqrt, SM, TP, TTKKsqrt
71
Sumber: Data primer yang diolah, 2016. Hipotesis 5: Profesionalisme, Status Manajerial, Tingkat Keseriusan Kecurangan, dan Status Pelanggar berpengaruh terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing. Tabel 4.16 menunjukkan nilai F hitung sebesar 10,135 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena probabilitas signifikansi jauh lebih kecil dari 0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan kecurangan, dan status pelanggar secara bersama-sama
berpengaruh
terhadap
intensi
melakukan
whistleblowing. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sagara (2013) dan Sari dan Laksito (2014) yang menyatakan bahwa auditor yang memiliki profesionalisme tinggi lebih cenderung melaporkan kecurangan yang terjadi. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Ahmad (2011) yang mengatakan bahwa internal auditor yang mempunyai status manajerial yang lebih tinggi akan memiliki intensi whistleblowing yang tinggi pula dibandingkan dengan internal auditor dengan status manajerial yang rendah. Demikian pula hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Septianti (2013), Ahmad (2011), Winardi (2013) dan Bagustianto (2015)
72
tentang tingkat keseriusan kecurangan dimana internal auditor menganggap bahwa semua jenis kecurangan yang terjadi adalah jenis kecurangan yang relatif serius dan merugikan organisasi sehingga mendorong mereka untuk melakukan whistleblowing. Penelitian selanjutnya mengenai status pelanggar yang dilakukan oleh Cortina dan Magley (2003) dan Miceli dkk (1991), mereka menemukan terdapat pengaruh status pelanggar terhadap intensi melakukan whistleblowing.
73
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
pengaruh
profesionalisme, faktor organisasional dan faktor situasional terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing. Responden dalam penelitian ini berjumlah 101 internal auditor yang bekerja di Inspektorat Jenderal Kementerian yang sudah menerapkan whistleblowing system di wilayah Jakarta. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Profesionalisme tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intensi melakukan whistleblowing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yaitu 0,333. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sagara (2013) dan Sari dan Laksito (2014). 2. Status manajerial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intensi melakukan whistleblowing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yaitu 0,565. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Septianti (2013). Sedangkan dalam penelitian Ahmad (2011) mengatakan bahwa internal auditor yang mempunyai status
manajerial
yang
lebih
74
tinggi
akan
memiliki
intensi
whistleblowing yang tinggi pula dibandingkan dengan internal auditor dengan status manajerial yang rendah. 3. Tingkat keseriusan kecurangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi melakukan whistleblowing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,000. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Septianti (2013), Ahmad (2011), Winardi (2013) dan Bagustianto (2015). 4. Status pelanggar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intensi melakukan whistleblowing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yaitu 0,186. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cortina dan Magley (2003) dan Miceli dkk (1991). Namun hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Septianti (2013) dan Ahmad (2011). 5. Profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan kecurangan, dan status pelanggar berpengaruh terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing. B. Saran Penelitian
mengenai
whistleblowing
di
masa
mendatang
diharapkan mampu memberikan hasil penelitian yang lebih berkualitas, dengan mempertimbangkan saran di bawah ini:
75
1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah variabelvariabel independen lainnya yang mempengaruhi intensi melakukan whistleblowing,
seperti
komitmen
organisasi,
personal
cost,
pertimbangan etis, faktor demografi dan lainnya. 2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan variabel moderating atau intervening untuk mengetahui variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi dan memperkuat atau memperlemah variabel dependen. 3. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk mendapatkan data berupa wawancara dengan responden agar bisa mendapatkan data yang lebih nyata dan bisa keluar dari pertanyaan-pertanyaan kuesioner yang mungkin terlalu sempit atau kurang menggambarkan keadaan yang sesungguhnya.
76
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, S. A., M. Smith, dan Z. Ismail, dan R. M. Yunos. “Internal Whistleblowing Intentions: Influence of Internal Auditors’ Demographic and Individual Factors”. Annual Summit on Business and Entrepreneurial Studies. Malaysia, 2011. Ahmad, S. A., M. Smith, dan Z. Ismail. “Internal Auditors and Internal Whistleblowing Intentions: A Study of Organisational, Individual, Situational and Demographic Factors”. Edith Cowan University. Western Australia, 2011. Ajzen, I. “From intentions to actions: A theory of planned behavior. In J. Kuhl & Beckman (Eds.), Actioncontrol:From cognition to behavior”. (pp. 11– 39). Heidelberg, Germany: Springer, 1985. Ajzen, I., & Fishbein, M. “The Influence of Attitudes on Behavior.” The handbook of attitudes (pp. 173-221). New Jersey: Erlbaum., 2005. Ajzen, I. “Constructing a TpB Questionnaire: Conceptual and Methodological Considerations”, Occasional paper, 2006. Diakses pada 5 Desember 2015 dari Http://people.umass.edu/aizen. Arens, Alvin A, Randal J Elder, dan Mark S Beasley. Auditing dan Jasa Assurance, Edisi Keduabelas, Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta, 2008. Ayers, S. dan S. E. Kaplan. “Wrongdoing by Consultants: An Examination of Employees' Reporting Intentions”. Journal of Business Ethics 57(2): 121137, 2005. Boynton, William C. Johnson., Raymond N. Dan Kell, Water G. Modern Auditing. Edisi Ketujuh, Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2001. Chiu, R. K.. “Ethical Judgment and Whistleblowing Intention: Examining the Moderating Role of Locus of Control”. Journal of Business Ethics 43(1/2): 65-74, 2004. Christanti, D. “Sikap Ataukah Significant Others Yang Dapat Mempengaruhi Intensi Membuang Sampah Sesuai Jenisnya”. Jurnal Ilmiah Psikologi Manasa, 2(2), 129-145, 2008. Cortina, L. M. dan V. J. Magley. “Raising Voice, Risking Retaliation: Events Following Interpersonal Mistreatment in the Workplace”. Journal of Occupational Health Psychology 8(4): 247-265, 2003.
77
Curtis, Mary B. “Whistleblower Mechanisms: A Study of the Perceptions of Users and Responders”. The IIA Research Foundation, 2006. Dozier, Janelle Brinker and Marcia P. Miceli. “Potential Predictors of WhistleBlowing: A Prosocial Behavior Perspective”, The Academy of Management Review, Vol. 10, No. 4, pp. 823-836, 1985. Eaton, T. V. dan M. D. Akers. “Whistleblowing and Good Governance”. The CPA Journal 77(6): 66-71, 2007. Fitri Yani Jalil. “Pengaruh Komitmen Profesional Auditor terhadap Intensi Melakukan Whistleblowing: Locus of Control Sebagai Variabel Pemoderaasi”, Simposium Nasional Akuntansi XVI, Manado, 2013. Gao, Jingyu., Greenberg R., dan Bernard W.”Whistleblowing Intentions of LowerLevel Employees: The Effect of Reporting Channel, Bystanders, and Wrongdoer Power Status”. Journal of Business Ethics 126: 85-99, 2015. Greenberger, D. B., M. P. Miceli, dan D. J. Cohen. “Oppositionists and Group Norms: The Reciprocal Influence of Whistle-Blowers and Co-Workers”. Journal of Business Ethics 6(7): 527-542, 1987. Gundlach, M. J., M. J. Martinko, dan S. C. Douglas. “A New Approach to Examining Whistle-Blowing: The Influence of Cognitions and Anger‟, S.A.M. Advanced Management Journal 73(4), 40-50, 2008. Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 21 Update PLS Regresi, Badan Penrebit Universitas Diponegoro, Semarang.2013. Kalbers, L.P., and T.J. Fogarty. “Professionalism and Its Consequences: A Study of Internal Auditors”. Auditing : A Journal of Practice & Theory 14 (Spring) : 64-86, 1995. Kaplan, S. E. dan J. J. Schultz. “Intentions to Report Questionable Acts: An Examination of the Influence of Anonymous Reporting Channel, Internal Audit Quality, and Setting”. Journal of Business Ethics 71(2): 109-124, 2007. Keenan, J. P. “Whistleblowing: A Study of Managerial Differences”. Employee Responsibilities and Rights Journal 14(1): 17-32, 2002. Khikmah, Siti Noor. “Pengaruh Profesionalisme terhadap Keinginan Berpindah dengan Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intervening”. Jurnal Maksi Vol. 5 No. 2 (Agustus 2005): h. 140-160.
78
King, Granville. “The Implication of an Organization’s Structure on Whistleblowing”. Journal of Business Ethics: 315-326, 1999. Menk, Karl Bryan. “The Impact of Materiality, Personality Traits, and Ethical Position on Whistle-Blowing Intentions”. VCU Scholars Compass, 2011. Miceli, M. P., J. P. Near, dan J. B. Dozier. “Blowing the Whistle on Data Fudging: A Controlled Field Experiment”. Journal of Applied Social Psychology 21(4): 271-295, 1991. Miceli, M. P., J. P. Near, dan C. R. Schwenk. “Who Blows the Whistle and Why?”. Industrial & Labor Relations Review 45(1): 113-130, 1991. Mulyadi. Auditing. Buku I, Jilid 3, Edisi Keenam. Salemba Empat. Jakarta. 2002. Near, J. P. dan M. P. Miceli. “Organizational Dissidence: The Case of WhistleBlowing.” Journal of Business Ethics 4(1): 1-16, 1985. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya. Rehg, M. T., Miceli, M. P., J. P. Near dan J. R. Van Scotter. “Antecedents and Outcomes of Retaliation Against Whistleblowers: Gender Differences and Power Relationships”. Organization Science 19(2): 221-240, 2008. Rizky Bagustianto dan Nurkholis. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk melakukan tindakan WhistleBlowing”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, 2015. Sagara, Yusar. “Profesionalisme Internal Auditor dan Intensi Melakukan Whistleblowing”, Jurnal Liquidity, Vol. 2 No. 1, Januari-Juni Hal 34-44, STIE Ahmad Dahlan Jakarta, 2013. Sawyer. Audit Internal Sawyer, Edisi Kelima, Jakarta: Salemba Empat, 2005. Sari, Devi Novita dan Laksito, Herry. “Profesionalisme Internal Auditor dan Intensi Melakukan Whistleblowing”, Diponegoro Journal of Accounting V. 03 No. 3 Tahun 2014, h.1 ISSN (Online): 2337-3806. Schultz, J. J., et al.,“An Investigation of The Reporting of Questionable Acts in An International Setting”. Journal of Accounting Research, 31, 75-103, 1993. Sukirno, R. S. H., & Sutarmanto, H. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Membeli Produk Wayang Kulit Pada Masyarakat Suku Jawa”. Psikologika, 24, 119-131, 2007.
79
Sukrisno Agoes, “Auditing (Pemeriksaan Akuntan) Oleh Kantor Akuntan Publik”, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2004. Semendawai, A. H., F. Santoso, W. Wagiman, B. I. Omas, Susilaningtias, dan S. M. Wiryawan. Mengenal Whistleblowing. Jakarta: Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, 2011. Taylor, Eileen Z dan Mary B Curtis, “An Examination of The Layers of Workplace Influence in Ethical Judgments: Whistleblowing Liklihood and Preseverance in Public Accounting”, Journal of Business Ethics, 2010. Trongmateerut, P., Sweeney, John T. “The Influence of Subjective Norms on Whistle-blowing: A Cross-Cultural Investigation”. Journal of Business Ethics 112: 437-451, 2013. Tuanakotta, Theodorus M. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta: Salemba Empat, 2012. Tugiman, Hiro. Standar Profesional Audit Internal, Edisi Kelima. Kanisius. Yogyakarta, 2006. Windy Septianti. “Pengaruh Faktor Organisasional, Individual, Situasional dan Demografis terhadap Niat Melakukan Whistleblowing Internal”. Simposium Nasional Akuntansi XVI. Manado, 2013. Winardi, Rijadh Djatu. “The Influence of Individual and Situational Factors on Lower-Level Civic Servants’ Whistle-blowing Intention In Indonesia”. Journal of Indonesian Economy and Business. Vol. 28. No. 3. 361-376., 2013. Zakaria, M., Razak, S.N.A.A., dan Noor, W.N.B.W.M. “Antecedent Factors of Whistleblowing”. International Review of Social Sciences. Vol. 3 Issue. 6, 2015. Zhuang, J. “Whistleblowing & Peer Reporting: A Cross-Cultural Comparison of Canadians and Chinese”. Tesis Magister Sains, University of Lethbridge, Canada, 2003.
80
LAMPIRAN 1 SURAT PENELITIAN SKRIPSI
81
82
83
84
85
LAMPIRAN 2 SURAT KETERANGAN DARI KEMENTERIAN
86
87
88
89
90
91
LAMPIRAN 3 KUESIONER PENELITIAN
92
KUESIONER
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2016 M
93
Hal: Permohonan Pengisian Kuesioner
Jakarta,
Februari 2016
Kepada Yth. Bapak/Ibu/Sdr/i Responden Di Tempat Dengan hormat, Sehubungan dengan penyelesaian tugas akhir sebagai mahasiswi Program Strata Satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, saya: Nama : Annisa Herdiyany NIM : 112082000044 Fak/Jur/Smtr : Ekonomi dan Bisnis/Akuntansi/VIII bermaksud melakukan penelitian ilmiah untuk penyusunan skripsi.Untuk itu, saya sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/i untuk menjadi responden dengan mengisi lembar kuesioner ini secara lengkap dan sebelumnya saya mohon maaf telah menggangu waktu bekerja Bapak/Ibu/Sdr/i. Data yang diperoleh hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan tidak digunakan sebagai penilaian kinerja di tempat Bapak/Ibu/Sdr/i bekerja, sehingga kerahasiaannya akan saya jaga sesuai dengan etika penelitian. Tidak ada jawaban yang salah atau benar dalam pilihan anda, yang penting memilih jawaban yang sesuai dengan pendapat anda. Apabila diantara Bapak/Ibu/Sdr/i ada yang membutuhkan hasil penelitian ini atau saran/masukan/kritik, maka Bapak/Ibu/Sdr/i dapat menghubungi saya di nomor 08975883841 atau email
[email protected]. Atas kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/i meluangkan waktu untuk mengisi dan menjawab semua pertanyaan dalam eksperimen ini, saya sampaikan terima kasih.
Dosen Pembimbing
Hormat saya, Peneliti
(Prof. Dr. Azzam Jassin, MBA)
(Annisa Herdiyany)
94
Silakan memberi tanda silang (X) atau (√) pada kolom untuk setiap pernyataan yang menggambarkan persepsi Anda. 1 = Sangat Tidak Setuju (STS) 2 = Tidak Setuju (TS) 3 = Kurang Setuju (KS) No. 1.
2. 3.
4.
5.
6.
7. 8.
9.
10.
11.
4 = Setuju (S) 5 = Sangat Setuju (SS)
Pernyataan
STS TS 1 2
Menjadi seorang anggota asosiasi internal auditor sangat menginspirasi saya untuk melaksanakan pekerjaan dengan sebaikbaiknya Saya selalu datang dan berpastisipasi dalam pertemuan asosiasi profesi internal auditor. Saya berlangganan dan membaca secara rutin majalah dan jurnal tentang audit internal dan mengenai profesi internal auditor. Saya sering bertukar pikiran dengan internal auditor dari organisasi lain untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan saya Saya menggunakan segenap pengetahuan dan kemampuan saya dalam melaksanakan kegiatan audit internal Standar perilaku profesional untuk internal auditor tidak dapat diterapkan di semua organisasi. Saya tetap menekuni profesi internal auditor meskipun memperoleh gaji yang sedikit. Seorang internal auditor lebih baik dinilai oleh internal auditor lainnya daripada dinilai oleh bukan auditor. Saya merencanakan dan memutuskan hasil audit saya berdasarkan fakta yang saya temui dalam proses pemeriksaan. Staf Internal Auditor sebaiknya diijinkan membuat keputusan penting terhadap pekerjaan auditnya tanpa adanya intervensi dari divisi lainnya. Saya menggunakan segenap pengalaman saya dalam melaksanakan kegiatan audit internal
95
KS 3
S 4
SS 5
Kasus 1 Wanda adalah seorang staf auditor internal pada sebuah kementerian/lembaga di Indonesia. Salah satu pekerjaan rutin Wanda ialah mereview akun biaya perjalanan dinas. Saat Raffi meminta penggantian atas biaya penginapan perjalanan dinas atas suatu projek pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Tahun Anggaran 2012, Wanda mendengar kabar mengenai reputasi Raffi sebagai Direktur Sumber Daya Manusia yang merupakan seorang pemboros besar. Dugaan Wanda berubah menjadi sebuah kekhawatiran ketika dia menemukan permintaan penggantian biaya hotel sebesar Rp 4.410.000,00 atas nama keluarga Raffi tanpa pembenaran yang jelas. Dia mengetahui bahwa biaya hotel atas nama keluarga Raffi ini tidak termasuk dalam kebijakan penggantian atas biaya penginapan perjalanan dinas. Untuk meminta penjelasan atas permasalahan ini, Wanda pergi menemui Raffi untuk menanyakan hal ini. Raffi marah besar dan merespon pertanyaan Wanda, “Saya yang bertanggung jawab akan kesuksesan projek ini. Selain itu, saya adalah Direktur Sumber Daya Manusia di kantor ini”. Raffi juga mengatakan bahwa dia tidak ingin membicarakan permasalahan ini lebih lanjut dan meminta Wanda untuk tidak mengurusi permasalahan ini lagi. a. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat keseriusan kasus tersebut? 1 2 3 4 5 Sangat tidak serius Sangat serius b. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kekuasaan Direktur Sumber Daya Manusia dalam kasus tersebut? 1 2 3 4 5 Sangat tidak berkuasa Sangat berkuasa c. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan melaporkan kasus tersebut kepada pihak internal dalam kantor Anda? 1 2 3 4 5 Sangat rendah Sangat tinggi Kasus 2 Aryo adalah seorang staf auditor internal pada suatu kementerian/lembaga di Indonesia. Kantor Aryo sedang melakukan suatu projek pengadaan infrastruktur teknologi informasi yang bernilai Rp5.000.000.000,00. Projek tersebut ternyata banyak diminati dan diikuti oleh berbagai perusahaan teknologi informasi di Indonesia. Selama proses pengadaan berlangsung, secara tidak sengaja, Aryo melihat pertemuan rahasia di salah satu hotel mewah antara kepala unit layanan pengadaan dengan direktur salah satu perusahaan yang sedang mengikuti proses pengadaan tersebut. Aryo mengetahui ternyata dalam pertemuan rahasia tersebut, direktur salah satu perusahaan yang sedang mengikuti proses pengadaan tersebut memberikan cek senilai Rp100.000.000,00 kepada kepala unit layanan pengadaan dengan tujuan agar perusahaannya dapat memenangkan projek pengadaan. Cek tersebut ternyata diterima oleh kepala unit layanan pengadaan. Untuk meminta 96
penjelasan atas permasalahan ini, Aryo pergi menemui kepala unit layanan pengadaan untuk berdiskusi. Kepala unit layanan pengadaan mengatakan bahwa dia tidak ingin membicarakan permasalahan ini lebih lanjut dan meminta Aryo untuk tidak mengurusi permasalahan ini lagi. a. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat keseriusan kasus tersebut? 1 2 3 4 5 Sangat tidak serius Sangat serius b. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kekuasaan Kepala Unit Layanan Pengadaan dalam kasus tersebut? 1 2 3 4 5 Sangat tidak berkuasa Sangat berkuasa c. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan melaporkan kasus tersebut kepada pihak internal dalam kantor Anda? 1 2 3 4 5 Sangat rendah Sangat tinggi Kasus 3 Farhat adalah seorang staf senior auditor internal pada suatu kementerian/lembaga di Indonesia. Ketika sedang melakukan audit terhadap laporan keuangan tahun 2012, Farhat menemukan bukti bahwa terdapat beberapa transaksi pembelian barang/jasa yang telah dipotong pajak, tetapi bendahara tidak menyetorkan pajak tersebut ke kas negara. Setelah Farhat melakukan perhitungan, ternyata jumlah pajak yang tidak disetorkan ke kas negara dan menyebabkan penundaan penerimaan negara adalah sebesar Rp 95.948.500,00. Farhat menduga uang pajak tersebut masuk ke rekening pribadi milik bendahara. Untuk meminta penjelasan atas permasalahan ini, Farhat pergi menemui bendahara untuk berdiskusi. Bendahara mengatakan bahwa dia tidak ingin membicarakan permasalahan ini lebih lanjut dan meminta Farhat untuk tidak mengurusi permasalahan ini lagi atau dia mengancam akan melaporkan kepada atasan Farhat bahwa sebenarnya dia mengetahui bahwa dulu, ketika Farhat menjadi staf unit layanan pengadaan, Farhat pernah menerima travel cheque senilai Rp50.000.000,00 dari salah satu rekanan. Farhat menyadari bahwa jika atasannya sampai mengetahui perbuatannya dulu, kemungkinan dirinya akan terancam dipecat dan dimasukkan ke dalam penjara. a. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat keseriusan kasus tersebut? 1 2 3 4 5 Sangat tidak serius Sangat serius b. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kekuasaan Bendahara dalam kasus tersebut? 1 2 3 4 5 Sangat tidak berkuasa Sangat berkuasa c. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan melaporkan kasus tersebut kepada pihak internal dalam kantor Anda? 1 2 3 4 5 Sangat rendah Sangat tinggi
97
DATA RESPONDEN
Jenis Kelamin
:
Pria
Wanita
Usia
:
< 20 thn
31-40 thn
20-30 thn
> 40 thn
Pendidikan Terakhir
:
SLTA
D3
Lama bekerja
:
< 5 thn
5-10 thn
Saya adalah auditor
:
Ya
Tidak
Jabatan Fungsional Auditor :
S1
S2
S3
> 10 thn
Auditor Terampil : (lingkari salah satu) Pelaksana / Pelaksana Lanjutan / Penyelia Auditor Ahli : (lingkari salah satu) Pertama / Muda / Madya / Utama
Mohon periksa kembali semua jawaban Anda. Jangan sampai ada pertanyaan yang terlewatkan. Terima kasih atas bantuan anda yang telah meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini.
98
LAMPIRAN 4 JAWABAN RESPONDEN
99
IDENTITAS RESPONDEN NO
GENDER
USIA
PENDIDIKAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
2 1 1 1 2 2 1 2 1 2 2 1 2 2 1 1 1 2 2 1 2 1 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2
2 4 3 4 3 3 4 3 2 3 3 3 3 4 3 4 4 2 4 3 3 2 3 3 2 4 3 2 2 2 3 4 3 3 4 4 2
3 4 4 4 2 4 1 3 4 3 4 3 3 1 4 4 3 2 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Bersambung pada halaman selanjutnya 100
LAMA BEKERJA 2 1 2 3 2 3 3 2 3 2 3 2 1 3 2 3 2 1 2 2 2 2 2 3 1 3 2 1 1 1 3 3 2 2 3 3 1
JABATAN 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
IDENTITAS RESPONDEN (Lanjutan) NO
GENDER
USIA
PENDIDIKAN
38 1 4 4 39 2 3 3 40 1 3 3 41 1 3 4 42 1 3 3 43 1 4 4 44 1 4 4 45 1 3 2 46 2 3 4 47 1 3 3 48 1 3 4 49 1 2 3 50 2 2 3 51 2 2 3 52 1 2 3 53 1 3 3 54 1 4 4 55 1 3 3 56 1 4 3 57 1 4 4 58 1 4 3 59 2 4 3 60 2 3 4 61 2 3 4 62 1 4 3 63 1 3 3 64 1 4 4 65 2 4 4 66 1 4 4 67 1 4 1 68 2 4 3 69 2 2 4 70 1 3 2 71 1 3 3 72 1 3 3 73 1 2 3 74 1 2 3 Bersambung pada halaman selanjutnya
101
LAMA BEKERJA 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 1 1 1 1 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2 1 3 2 3 3 3 2 2 2 2 1 1
JABATAN 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0
IDENTITAS RESPONDEN (Lanjutan) NO
GENDER
USIA
PENDIDIKAN
75 76 77 78 79 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101
1 2 1 1 1 1 2 1 2 2 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1
2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 3 4 4 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4
3 3 3 2 2 3 3 3 3 4 3 3 4 3 4 3 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3
102
LAMA BEKERJA 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3
JABATAN 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL PROFESIONALISME NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
P1 5 5 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 5 5 4 5 3 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 4 4 4 5
P2 3 4 3 4 4 2 4 2 3 5 3 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 4 3 3 3 5 2 3 3 2 2 4 4 3 3 4 4
P3 4 4 4 4 3 3 5 2 4 4 3 4 3 4 3 4 2 3 4 4 3 4 4 3 4 5 2 3 3 3 2 4 3 3 2 4 4
P4 4 5 4 5 3 3 5 3 4 5 4 4 4 4 3 4 2 4 5 5 4 3 4 3 4 4 3 3 4 2 2 4 3 4 2 4 4
P5 5 5 4 5 4 5 5 4 4 5 4 5 4 5 3 4 4 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 5
P6 4 2 2 5 4 3 4 4 3 1 4 3 3 3 2 4 2 2 3 2 4 3 3 2 3 4 4 3 2 2 2 2 2 2 2 4 1
P7 4 2 2 3 4 5 5 2 4 5 4 4 4 4 2 3 2 2 3 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 1 3 2 4 3 4 2 3
Bersambung pada halaman selanjutnya
103
P8 5 3 3 5 3 2 5 2 5 4 4 4 4 4 5 4 4 2 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 3 1 4 5 3 3 4 5 3
P9 5 3 4 5 4 5 5 3 5 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 3 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4
P10 5 4 4 1 4 5 2 5 3 1 5 5 4 5 5 4 2 4 3 4 4 4 3 5 4 4 3 3 4 4 5 5 4 3 3 2 4
P11 5 4 4 5 4 3 5 4 4 5 5 5 4 5 5 4 4 3 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4
TP 49 41 38 47 41 41 50 35 43 43 44 46 41 46 41 43 32 36 44 46 42 45 39 42 40 46 38 38 39 31 38 46 39 37 36 44 41
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL PROFESIONALISME (Lanjutan) NO 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74
P1 5 5 4 4 4 5 4 5 5 4 3 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5
P2 4 2 2 3 3 3 3 5 4 4 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 2 3 4 4
P3 4 2 2 2 2 4 2 2 1 4 3 2 4 3 3 3 2 4 3 4 4 3 2 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4
P4 4 2 2 3 2 5 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 5 3 4 5 4 3 3 5 4 4 4 4 4 2 4 4 5
P5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 4 4 4 3 4 4 5 4 5 4 5 5 4 5 5 5 5 4 4 5 5 4 4 4 2 4 4 5
P6 2 1 1 2 2 2 2 4 1 3 1 3 3 3 3 4 3 3 4 2 4 4 3 3 2 1 3 3 2 1 3 4 3 4 1 4 1
P7 2 5 5 4 3 4 3 4 5 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 3 3 3 1 4 3 4 2 1 2 4
Bersambung pada halaman selanjutnya
104
P8 4 5 5 4 4 5 4 5 5 2 2 3 3 3 4 2 4 4 4 5 4 4 4 3 4 3 4 4 2 5 3 4 5 2 1 4 2
P9 5 4 5 4 4 5 4 5 5 4 4 4 5 4 4 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 4 4 5 5 4 4 4 5
P10 5 5 5 4 4 5 2 5 5 5 5 3 4 4 4 4 4 4 3 2 4 5 5 5 5 3 4 4 5 2 3 4 4 4 1 4 5
P11 5 5 5 4 5 5 4 5 5 4 4 2 4 4 4 4 4 5 3 4 4 5 5 4 5 5 4 4 4 5 3 4 4 4 4 4 5
TP 45 41 41 38 38 48 36 49 45 41 35 36 41 40 42 42 40 44 40 43 48 46 45 45 43 39 40 43 42 40 40 44 44 34 30 42 45
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL PROFESIONALISME (Lanjutan) NO 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101
P1 3 5 3 3 3 4 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 5 4 5 4 5 4 5 4 4 5 4
P2 3 4 2 1 2 3 3 4 3 2 3 4 4 3 4 2 4 4 4 4 5 2 1 4 4 4 4
P3 3 4 2 2 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 5 4 1 4 4 4 4
P4 3 4 2 2 2 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 2 4 4 4 4 5 4 1 4 4 4 5
P5 4 5 4 5 4 4 5 4 4 5 5 4 4 4 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 3 4 4
P6 2 3 2 3 2 4 4 3 3 3 4 3 3 3 5 2 3 4 3 4 4 2 5 5 3 4 5
105
P7 1 4 3 2 3 3 3 3 5 5 4 3 4 4 4 2 3 4 5 4 1 2 4 3 4 5 5
P8 4 5 4 4 2 4 4 5 4 5 5 3 3 3 5 4 2 4 4 4 2 2 5 4 5 4 5
P9 5 5 5 4 4 5 5 5 4 5 4 4 4 4 5 4 3 5 4 4 5 5 3 4 4 4 4
P10 4 5 5 5 4 3 5 5 3 5 5 4 5 4 5 4 4 4 4 3 5 4 3 5 4 4 4
P11 5 5 4 4 4 4 5 5 4 5 5 4 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4
TP 37 49 36 35 33 41 45 44 41 46 47 40 43 40 50 35 42 46 46 42 46 38 38 46 43 46 48
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL TINGKAT KESERIUSAN KECURANGAN NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
TKK1 5 2 5 5 5 5 5 4 5 3 5 5 4 5 3 4 4 5 5 5 2 3 5 3 4 4 4 5 4 5 5 4 3 3 2 5
TKK2 5 4 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 4 5 3 4 5 5 2 3 5 4 5 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 5
TKK3 5 4 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 2 3 5 4 5 4 4 5 4 5 5 5 4 4 4 5
TTKK 15 10 15 14 15 15 15 12 15 13 15 15 14 15 11 13 11 13 15 15 6 9 15 11 14 12 12 15 13 15 15 13 11 11 10 15
Bersambung pada halaman selanjutnya
106
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL TINGKAT KESERIUSAN KECURANGAN (Lanjutan) NO 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
TKK1 5 5 5 4 4 5 5 4 5 5 5 5 3 5 4 5 5 4 4 3 4 3 5 5 5 5 3 4 4 5 5 5 5 4 5 4
TKK2 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 2 5 3 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4
TKK3 5 5 5 4 4 5 5 4 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4 2 4 4 3 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 5 4
TTKK 15 15 15 13 12 15 15 12 15 15 15 15 11 14 13 14 15 13 11 9 13 9 15 15 15 15 13 14 11 15 15 15 15 14 14 12
Bersambung pada halaman selanjutnya
107
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL TINGKAT KESERIUSAN KECURANGAN (Lanjutan) NO 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101
TKK1 4 5 2 5 4 3 3 4 3 3 4 5 4 4 3 4 5 4 5 5 4 5 5 4 5 5 5 4 5
TKK2 5 5 3 5 5 3 4 5 5 5 4 5 4 5 3 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 4 4
108
TKK3 4 5 3 5 5 4 3 5 5 5 4 5 4 5 2 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 4
TTKK 13 15 8 15 14 10 10 14 13 13 12 15 12 14 8 13 15 14 15 15 14 15 15 12 15 13 15 13 13
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL STATUS PELANGGAR NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
SP1 5 2 4 5 3 5 1 4 5 4 5 5 4 5 3 2 4 4 5 4 5 3 4 4 3 4 4 4 4 1 5 3 2 3 3 5 5
SP2 4 3 4 4 3 5 5 4 5 3 5 5 5 5 4 3 3 4 5 4 5 4 3 4 4 4 3 3 4 2 5 3 2 3 4 5 5
SP3 3 3 4 5 3 5 1 4 5 3 5 4 5 4 3 4 3 4 4 5 5 3 4 5 4 4 3 2 4 4 5 4 2 3 3 4 5
TSP 12 8 12 14 9 15 7 12 15 10 15 14 14 14 10 9 10 12 14 13 15 10 11 13 11 12 10 9 12 7 15 10 6 9 10 14 15
Bersambung pada halaman selanjutnya
109
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL STATUS PELANGGAR (Lanjutan) NO 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74
SP1 3 5 4 4 5 5 4 4 5 1 1 4 4 3 4 1 4 5 5 5 3 5 4 5 5 3 4 4 2 3 5 1 3 5 4 4 3
SP2 3 5 4 4 5 5 4 5 5 3 3 4 3 3 3 2 5 4 5 4 4 5 5 5 4 3 5 3 3 3 5 5 3 4 4 4 4
SP3 3 3 4 3 5 5 4 5 5 4 4 4 3 3 3 2 4 3 4 4 4 1 4 5 5 3 5 3 2 3 5 1 3 5 4 4 3
TSP 9 13 12 11 15 15 12 14 15 8 8 12 10 9 10 5 13 12 14 13 11 11 13 15 14 9 14 10 7 9 15 7 9 14 12 12 10
Bersambung pada halaman selanjutnya
110
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL STATUS PELANGGAR (Lanjutan) NO 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101
SP1 5 5 4 5 3 5 2 2 4 1 4 5 4 4 5 2 4 5 5 5 5 2 5 5 5 4 4
SP2 5 5 4 4 3 4 3 3 4 1 4 4 2 4 5 3 4 5 5 5 5 4 5 5 4 4 4
111
SP3 5 5 5 4 3 4 3 3 4 5 4 5 3 3 5 3 5 5 5 4 5 4 5 4 5 5 5
TSP 15 15 13 13 9 13 8 8 12 7 12 14 9 11 15 8 13 15 15 14 15 10 15 14 14 13 13
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL INTENSI WHISTLEBLOWING NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
IW1 5 4 4 4 3 5 5 5 5 4 4 5 4 5 3 5 4 4 5 5 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 5 5 5 3 4 5 5
IW2 5 4 5 4 4 5 5 5 5 5 4 5 5 5 3 4 4 4 5 5 4 4 4 3 4 4 3 3 4 5 5 5 5 4 4 5 5
IW3 5 4 3 4 4 3 5 5 5 5 4 5 5 5 2 3 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 3 4 5 5 5 5 4 4 5 5
TIW 15 12 12 12 11 13 15 15 15 14 12 15 14 15 8 12 12 12 14 14 12 12 11 11 13 12 11 10 12 14 15 15 15 11 12 15 15
Bersambung pada halaman selanjutnya
112
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL INTENSI WHISTLEBLOWING (Lanjutan) NO 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73
IW1 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 5 3 4 3 5 5 5 5 4 4 4 5
IW2 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 4 4 5
IW3 5 4 5 4 5 5 5 5 3 5 5 4 5 5 5 5 4 3 4 5 4 5 4 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4 5 4 4
TIW 15 12 15 12 15 15 15 15 13 15 15 13 15 15 15 15 13 12 12 14 12 15 14 15 15 13 14 11 14 15 15 15 12 13 12 14
Bersambung pada halaman selanjutnya
113
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL INTENSI WHISTLEBLOWING (Lanjutan) NO 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101
IW1 5 5 5 4 5 4 5 5 5 4 5 4 4 4 3 5 4 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4
IW2 5 5 5 4 5 4 5 5 5 4 5 4 4 2 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5
114
IW3 5 5 5 4 5 3 5 3 3 4 5 4 5 3 3 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 5 5
TIW 15 15 15 12 15 11 15 13 13 12 15 12 13 9 9 15 14 15 15 14 15 15 13 15 15 15 14 14
LAMPIRAN 5 OUTPUT HASIL PENGUJIAN DATA
115
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Profesionalisme
Case Processing Summary N Cases
%
Valid
101
100,0
0
,0
101
100,0
Excludeda Total
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items ,638
N of Items ,677
11
Item Statistics Mean
Std. Deviation
N
P1
4,20
,583
101
P2
3,36
,832
101
P3
3,33
,850
101
P4
3,67
,884
101
P5
4,40
,601
101
P6
2,88
1,052
101
P7
3,40
1,030
101
P8
3,76
1,021
101
P9
4,37
,578
101
P10
3,99
1,005
101
P11
4,30
,592
101
Bersambung pada halaman selanjutnya
116
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Profesionalisme (Lanjutan) Inter-Item Correlation Matrix P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P1
1,000
,265
,191
,320
,487
,022
,201
,180
,139
,089
,349
P2
,265
1,000
,499
,663
,155
,140
,055
,077
,121
-,091
,027
P3
,191
,499
1,000
,622
,096
,212
-,058
-,048
,080
-,055
,024
P4
,320
,663
,622
1,000
,265
,184
,111
,035
,139
-,127
-,023
P5
,487
,155
,096
,265
1,000
-,067
,132
,187
,269
,106
,453
P6
,022
,140
,212
,184
-,067
1,000
,182
,206
-,026
,027
-,087
P7
,201
,055
-,058
,111
,132
,182
1,000
,375
,090
,091
,067
P8
,180
,077
-,048
,035
,187
,206
,375
1,000
,267
-,022
,448
P9
,139
,121
,080
,139
,269
-,026
,090
,267
1,000
,247
,321
P10
,089
-,091
-,055
-,127
,106
,027
,091
-,022
,247
1,000
,207
P11
,349
,027
,024
-,023
,453
-,087
,067
,448
,321
,207
1,000
Item-Total Statistics Squared
Cronbach's
Scale Mean if
Scale Variance
Corrected Item-
Multiple
Alpha if Item
Item Deleted
if Item Deleted
Total Correlation
Correlation
Deleted
P1
37,45
16,210
,435
,334
,600
P2
38,29
15,347
,392
,462
,596
P3
38,32
15,739
,316
,447
,611
P4
37,97
14,789
,444
,617
,584
P5
37,25
16,408
,374
,383
,607
P6
38,76
15,823
,199
,166
,641
P7
38,25
15,368
,268
,227
,624
P8
37,88
14,946
,330
,414
,609
P9
37,28
16,742
,320
,213
,615
P10
37,65
17,089
,059
,164
,669
P11
37,35
16,669
,325
,458
,614
Scale Statistics Mean 41,64
Variance
Std. Deviation
18,592
4,312
117
N of Items 11
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Tingkat Keseriusan Kecurangan
Case Processing Summary N Cases
Valid
% 101
100,0
0
,0
101
100,0
Excludeda Total
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items ,840
N of Items ,846
3
Item Statistics Mean
Std. Deviation
N
TKK1
4,28
,862
101
TKK2
4,54
,700
101
TKK3
4,52
,729
101
Inter-Item Correlation Matrix TKK1
TKK2
TKK3
TKK1
1,000
,626
,626
TKK2
,626
1,000
,688
TKK3
,626
,688
1,000
Bersambung pada halaman selanjutnya
118
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Tingkat Keseriusan Kecurangan (Lanjutan)
Item-Total Statistics Squared
Cronbach's
Scale Mean if
Scale Variance
Corrected Item-
Multiple
Alpha if Item
Item Deleted
if Item Deleted
Total Correlation
Correlation
Deleted
TKK1
9,07
1,725
,681
,464
,815
TKK2
8,80
2,060
,725
,536
,763
TKK3
8,82
1,988
,724
,536
,760
Scale Statistics Mean 13,35
Variance
Std. Deviation
4,009
2,002
119
N of Items 3
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Status Pelanggar
Case Processing Summary N Cases
%
Valid
101
100,0
0
,0
101
100,0
Excludeda Total
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items ,774
N of Items ,778
3
Item Statistics Mean
Std. Deviation
N
SP1
3,85
1,203
101
SP2
3,98
,916
101
SP3
3,88
1,013
101
Inter-Item Correlation Matrix SP1
SP2
SP3
SP1
1,000
,659
,527
SP2
,659
1,000
,428
SP3
,527
,428
1,000
Bersambung pada halaman selanjutnya
120
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Status Pelanggar (Lanjutan)
Item-Total Statistics Squared
Cronbach's
Scale Mean if
Scale Variance
Corrected Item-
Multiple
Alpha if Item
Item Deleted
if Item Deleted
Total Correlation
Correlation
Deleted
SP1
7,86
2,661
,698
,508
,598
SP2
7,73
3,758
,633
,444
,684
SP3
7,83
3,741
,531
,289
,777
Scale Statistics Mean 11,71
Variance
Std. Deviation
6,847
2,617
121
N of Items 3
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Intensi Whistleblowing
Case Processing Summary N Cases
Valid
% 101
100,0
0
,0
101
100,0
Excludeda Total
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items ,777
N of Items ,782
3
Item Statistics Mean
Std. Deviation
N
IW1
4,47
,641
101
IW2
4,57
,638
101
IW3
4,44
,727
101
Inter-Item Correlation Matrix IW1
IW2
IW3
IW1
1,000
,660
,440
IW2
,660
1,000
,533
IW3
,440
,533
1,000
Bersambung pada halaman selanjutnya
122
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Intensi Whistleblowing (Lanjutan)
Item-Total Statistics Squared
Cronbach's
Scale Mean if
Scale Variance
Corrected Item-
Multiple
Alpha if Item
Item Deleted
if Item Deleted
Total Correlation
Correlation
Deleted
IW1
9,01
1,430
,620
,447
,692
IW2
8,90
1,350
,698
,509
,608
IW3
9,04
1,358
,534
,298
,795
Scale Statistics Mean 13,48
Variance
Std. Deviation
2,792
1,671
123
N of Items 3
Hasil Uji Validitas Variabel Profesionalisme P1 P1
Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed) N 101 P2 Pearson Correlation ,265** Sig. (2-tailed) ,007 N 101 P3 Pearson Correlation ,191 Sig. (2-tailed) ,056 N 101 P4 Pearson Correlation ,320** Sig. (2-tailed) ,001 N 101 P5 Pearson Correlation ,487** Sig. (2-tailed) ,000 N 101 P6 Pearson Correlation ,022 Sig. (2-tailed) ,824 N 101 P7 Pearson Correlation ,201* Sig. (2-tailed) ,044 N 101 P8 Pearson Correlation ,180 Sig. (2-tailed) ,071 N 101 P9 Pearson Correlation ,139 Sig. (2-tailed) ,167 N 101 P10 Pearson Correlation ,089 Sig. (2-tailed) ,378 N 101 P11 Pearson Correlation ,349** Sig. (2-tailed) ,000 N 101 TP Pearson Correlation ,541** Sig. (2-tailed) ,000 N 101 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
P2 ,265** ,007 101 1 101 ,499** ,000 101 ,663** ,000 101 ,155 ,122 101 ,140 ,161 101 ,055 ,583 101 ,077 ,443 101 ,121 ,229 101 -,091 ,363 101 ,027 ,792 101 ,549** ,000 101
P3 ,191 ,056 101 ,499** ,000 101 1 101 ,622** ,000 101 ,096 ,337 101 ,212* ,034 101 -,058 ,565 101 -,048 ,634 101 ,080 ,429 101 -,055 ,587 101 ,024 ,813 101 ,488** ,000 101
P4 ,320** ,001 101 ,663** ,000 101 ,622** ,000 101 1 101 ,265** ,008 101 ,184 ,066 101 ,111 ,271 101 ,035 ,728 101 ,139 ,167 101 -,127 ,204 101 -,023 ,820 101 ,601** ,000 101
Correlations P5 P6 ,487** ,022 ,000 ,824 101 101 ,155 ,140 ,122 ,161 101 101 ,096 ,212* ,337 ,034 101 101 ,265** ,184 ,008 ,066 101 101 1 -,067 ,504 101 101 -,067 1 ,504 101 101 ,132 ,182 ,189 ,068 101 101 ,187 ,206* ,061 ,039 101 101 ,269** -,026 ,007 ,793 101 101 ,106 ,027 ,292 ,787 101 101 ,453** -,087 ,000 ,386 101 101 ,491** ,427** ,000 ,000 101 101
124
P7 ,201* ,044 101 ,055 ,583 101 -,058 ,565 101 ,111 ,271 101 ,132 ,189 101 ,182 ,068 101 1 101 ,375** ,000 101 ,090 ,372 101 ,091 ,367 101 ,067 ,503 101 ,482** ,000 101
P8 ,180 ,071 101 ,077 ,443 101 -,048 ,634 101 ,035 ,728 101 ,187 ,061 101 ,206* ,039 101 ,375** ,000 101 1 101 ,267** ,007 101 -,022 ,829 101 ,448** ,000 101 ,532** ,000 101
P9 ,139 ,167 101 ,121 ,229 101 ,080 ,429 101 ,139 ,167 101 ,269** ,007 101 -,026 ,793 101 ,090 ,372 101 ,267** ,007 101 1 101 ,247* ,013 101 ,321** ,001 101 ,438** ,000 101
P10 ,089 ,378 101 -,091 ,363 101 -,055 ,587 101 -,127 ,204 101 ,106 ,292 101 ,027 ,787 101 ,091 ,367 101 -,022 ,829 101 ,247* ,013 101 1 101 ,207* ,038 101 ,290** ,003 101
P11 ,349** ,000 101 ,027 ,792 101 ,024 ,813 101 -,023 ,820 101 ,453** ,000 101 -,087 ,386 101 ,067 ,503 101 ,448** ,000 101 ,321** ,001 101 ,207* ,038 101 1 101 ,445** ,000 101
TP ,541** ,000 101 ,549** ,000 101 ,488** ,000 101 ,601** ,000 101 ,491** ,000 101 ,427** ,000 101 ,482** ,000 101 ,532** ,000 101 ,438** ,000 101 ,290** ,003 101 ,445** ,000 101 1 101
Hasil Uji Validitas Variabel Tingkat Keseriusan Kecurangan
Correlations TKK1 TKK1
TKK2
,626**
,877**
,000
,000
,000
101
101
101
101
,626**
1
,688**
,870**
,000
,000
1
Sig. (2-tailed)
TKK2
TKK3
TTKK
Pearson Correlation
TTKK
,626**
Pearson Correlation
N
TKK3
Sig. (2-tailed)
,000
N
101
101
101
101
,626**
,688**
1
,874**
Sig. (2-tailed)
,000
,000
N
101
101
101
101
,877**
,870**
,874**
1
Sig. (2-tailed)
,000
,000
,000
N
101
101
101
Pearson Correlation
Pearson Correlation
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
125
,000
101
Hasil Uji Validitas Variabel Status Pelanggar
Correlations SP1 SP1
SP2
,527**
,895**
,000
,000
,000
101
101
101
101
,659**
1
,428**
,819**
,000
,000
1
Sig. (2-tailed)
SP2
SP3
TSP
Pearson Correlation
TSP
,659**
Pearson Correlation
N
SP3
Sig. (2-tailed)
,000
N
101
101
101
101
,527**
,428**
1
,779**
Sig. (2-tailed)
,000
,000
N
101
101
101
101
,895**
,819**
,779**
1
Sig. (2-tailed)
,000
,000
,000
N
101
101
101
Pearson Correlation
Pearson Correlation
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
126
,000
101
Hasil Uji Validitas Variabel Intensi Whistleblowing
Correlations IW1 IW1
IW2
,440**
,827**
,000
,000
,000
101
101
101
101
,660**
1
,533**
,867**
,000
,000
1
Sig. (2-tailed)
IW2
IW3
TIW
Pearson Correlation
TIW
,660**
Pearson Correlation
N
IW3
Sig. (2-tailed)
,000
N
101
101
101
101
,440**
,533**
1
,808**
Sig. (2-tailed)
,000
,000
N
101
101
101
101
,827**
,867**
,808**
1
Sig. (2-tailed)
,000
,000
,000
N
101
101
101
Pearson Correlation
Pearson Correlation
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
127
,000
101
HASIL UJI MULTIKOLONIERITAS
Coefficientsa Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Collinearity Statistics
Std. Model
B
Error
1 (Constant)
,966
,822
TP
-,017
,018
SM
,113
TTKKsqrt TSPsqrt
Beta
t
Sig.
Tolerance
VIF
1,176
,242
-,088
-,972
,333
,886
1,129
,196
,050
,578
,565
,964
1,037
,426
,087
,454
4,900
,000
,852
1,173
,110
,083
,120
1,332
,186
,908
1,101
a. Dependent Variable: TIWsqrt
HASIL UJI NORMALITAS SEBELUM TRANSFORMASI One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal
101 Parametersa,b
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
,0000000 1,42501229
Absolute
,120
Positive
,076
Negative
-,120
Test Statistic
,120 ,001c
Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction.
128
HASIL UJI NORMALITAS SESUDAH TRANSFORMASI One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal
101 Parametersa,b
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
,0000000 ,70758413
Absolute
,058
Positive
,048
Negative
-,058
Test Statistic
,058 ,200c,d
Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction. d. This is a lower bound of the true significance.
129
HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS
Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
1,192
,478
TP
-,015
,010
SM
-,023
TTKKsqrt
Coefficients Beta
t
Sig.
2,496
,014
-,158
-1,482
,142
,114
-,021
-,202
,840
-,049
,051
-,105
-,968
,336
,049
,048
,108
1,031
,305
TSPsqrt a. Dependent Variable: ABS_RES
130
HASIL UJI KOEFISIEN DETERMINASI
Model Summaryb
Model 1
R
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square
,545a
,297
,268
,72218
a. Predictors: (Constant), TSPsqrt, SM, TP, TTKKsqrt b. Dependent Variable: TIWsqrt
HASIL UJI STATISTIK t Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
Coefficients Beta
,966
,822
TP
-,017
,018
SM
,113
TTKKsqrt TSPsqrt
t
Sig.
1,176
,242
-,088
-,972
,333
,196
,050
,578
,565
,426
,087
,454
4,900
,000
,110
,083
,120
1,332
,186
a. Dependent Variable: TIWsqrt
HASIL UJI STATISTIK F ANOVAa Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
21,143
4
5,286
Residual
50,068
96
,522
Total
71,211
100
a. Dependent Variable: TIWsqrt b. Predictors: (Constant), TSPsqrt, SM, TP, TTKKsqrt
131
F 10,135
Sig. ,000b