ANALISIS PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK DALAM USAHA MENGEFISIENSIKAN BEBAN PAJAK PADA BADAN USAHA KOPERASI (Studi Kasus pada Koperasi Pegawai B2TKS KOSUPALUK) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Elen Setiyaning Berliyanti NIM: 107082003393
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432H/2011M
i
ANALISIS PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK DALAM USAHA MENGEFISIENSIKAN BEBAN PAJAK PADA BADAN USAHA KOPERASI (Studi Kasus pada Koperasi Pegawai B2TKS KOSUPALUK) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Elen Setiyaning Berliyanti NIM: 107082003393
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Afif Sulfa SE, M.Si, Ak.
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS NIP.19570617 198503 1 002
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432H/2011
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF Hari ini Rabu, 27 April 2011 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa: 1. Nama : Elen Setiyaning Berliyanti 2. NIM : 107082003393 3. Jurusan : Akuntansi Pajak 4. Judul Skripsi : Analisis Penerapan Perencanaan Pajak dalam Usaha Mengefisiensikan Beban Pajak pada Badan Usaha Koperasi (Studi Kasus pada Koperasi Pegawai B2TKS KOSUPALUK) Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 27 April 2011 1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS NIP.19570617 198503 1 002
(
2. Afif Sulfa SE, M.Si, Ak.
(
) Ketua
) Sekretaris
3. Wilda Farah, SE, M.Si NIP. 19830326 200912 2 005
(
) Penguji Ahli
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI Hari ini Rabu, 1 Juni 2011 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa: 1. Nama : Elen Setiyaning Berliyanti 2. NIM : 107082003393 3. Jurusan : Akuntansi 4. Judul Skripsi : Analisis Penerapan Perencanaan Pajak dalam Usaha Mengefisiensikan Beban Pajak pada Badan Usaha Koperasi (Studi Kasus pada Koperasi Pegawai B2TKS KOSUPALUK) Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 1 Juni 2011
1. Prof. Dr. Ahmad Rodoni NIP.19690203 200112 1 003
(
) Ketua
2. Rahmawati, SE., MM NIP.19770814 200604 2 003
(
3. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS NIP. 19570617 198503 1 002
(
4. Afif Sulfa SE, Ak, M.Si
(
) Sekretaris
) Pembimbing I
) Pembimbing II
5. Yessi Fitri SE., Ak, M.Si NIP.19760924 200604 2 002
(
) Penguji Ahli
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Elen Setiyaning Berliyanti
No. Induk Mahasiswa : 107082003393 Fakultas
: Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
: Akuntansi
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya: 1. tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan 2. tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain 3. tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin pemilik karya 4. mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung-jawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Tangerang, 9 Mei 2011 Yang Menyatakan,
(Elen Setiyaning Berliyanti)
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI 1. Nama
: Elen Setiyaning Berliyanti
2. Tempat & Tanggal Lahir
: Jakarta, 27 November 1988
3. Alamat
: Perumahan Dasana Indah Blok UC 5/8 Jl. Merpati VI Rt 004/025 Bonang Kelapa Dua Tangerang 15821
4. Telepon
: 08569827928 / 021-5469457
II. PENDIDIKAN 1. TK Islam Cut Nyak Dhin Bonang
Tahun 1993-1995
2. SD Islamic Village Tangerang
Tahun 1995-2001
3. SLTP Negeri 9 Tangerang
Tahun 2001-2004
4. SMA Negeri 7 Tangerang
Tahun 2004-2007
5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2007-2011
III. LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah
: Totot Subiyanto
2. Ibu
: Ipah Holipah
3. Alamat
: Perumahan Dasana Indah Blok UC 5/8 Jl. Merpati VI Rt 004/025 Bonang Kelapa Dua Tangerang 15821
4. Telepon
: 021-5469457
vi
ABSTRACT
This is a case study research at Koperasi Pegawai B2TKS KOSUPALUK located in Puspiptek Tangerang. The title of the research is “The Analysis of Tax Planning Application as an Effort to Process the Tax Burden Efficiently in Cooperative Enterpries.” The purpose of the research is to know how the tax planning application done by the cooperative enterprises can make the tax burden processed efficiently. This research used descriptive analysis method within the case study research design. The type of the research is the quantitative descriptive. The data was obtained by analyzing the financial report year 2008 and 2009 of the cooperative enterprises, and by interviewing the competent parties in the income tax calculation field. The data analysis was done by doing fiscal reconciliation and by transferring undeductible expenses become deductible expenses, then also by comparing the tax burden before and after processing tax planning. From the analysis, it is proven that processing tax planning will make the tax burden of the income tax efficient within about Rp 5.791.500 or 11,78% for year 2008 and Rp. 3.548.790 or 4,5% for year 2009. It can be concluded that a proper tax planning will save the income tax of the corporate tax payers. Based on the above conclusion, the writer suggests that it is better for the corporate enterprises to apply a tax planning properly to efficient the tax burden payable.
Keywords: Tax planning, income tax expense cooperative
vii
ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang dilakukan pada Koperasi Pegawai B2TKS KOSUPALUK yang berada di kawasan Puspiptek Tangerang. Judul penelitian ini adalah “Analisis Penerapan Perencanaan Pajak dalam Usaha Mengefisiensikan Beban Pajak pada Badan Usaha Koperasi.” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa penerapan perencanaan pajak yang dilakukan koperasi terbukti dapat mengefisiensikan beban pajak. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan rancangan penelitian studi kasus. Jenis penelitiannya adalah deskriptif kuantitatif. Data diperoleh dengan cara menganalisis laporan keuangan koperasi tahun 2008 dan 2009 dan wawancara kepada pihak-pihak yang berkompeten dari bagian yang terkait dengan perhitungan PPh badan. Analisis data diperoleh dengan melakukan rekonsiliasi fiskal dan mengalihkan biaya yang tidak dapat dikurangkan menjadi biaya yang dapat dikurangkan, kemudian membandingkan beban pajak sebelum dan sesudah melakukan perencanaan pajak. Dari analisis yang dilakukan terbukti bahwa dengan adanya perencanaan pajak akan terjadi efisiensi atas beban PPh koperasi sebesar Rp 5.791.500 atau 11,78% untuk tahun 2008 dan Rp. 3.548.790 atau 4,5% untuk tahun 2009. Dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya perencanaan pajak yang tepat, maka dapat menghemat pajak penghasilan yang terutang pada wajib pajak badan. Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis menyarankan sebaiknya koperasi menerapkan perencanaan pajak yang tepat sehingga dapat mengefisiensikan beban pajak terutang. Kata kunci: Perencanaan pajak, beban PPh koperasi
viii
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Analisis
Penerapan
Perencanaan
Pajak
dalam
Usaha
Mengefisiensikan Beban Pajak pada Badan Usaha Koperasi (Studi Kasus pada Koperasi Pegawai B2TKS KOSUPALUK)”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada: 1. Ayah dan Ibu (Totot Subiyanto dan Ipah Holipah), yang telah memberikan semangat dan dukungan baik material maupun non material serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. 3. Ibu Rahmawati, SE., MM, selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si, selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. 5. Ibu Yessi Fitri SE., Ak., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Seluruh staf pengajar dan karyawan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis. 7. Keluargaku, khususnya adikku Dewo Septiyan Laksana yang telah menyemangati dan memberikan banyak inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
ix
8. Bapak Milirman, selaku Ketua Koperasi Pegawai B2TKS KOSUPALUK yang telah membantu dan memberikan izin untuk melakukan penelitian di koperasi. 9. Bapak Agus Okasa Rahardja, SE, MM, selaku Bendahara Koperasi Pegawai B2TKS KOSUPALUK yang telah membantu dan memberikan data-data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. 10. Ibu Dra. Gita Puspita, MM, selaku Sekretaris Koperasi Pegawai B2TKS KOSUPALUK yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. 11. Bapak RM. Heru PS. Puspokusumo, selaku Manajer Adm. dan Umum serta KA Unit Waserda yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. 12. Ibu Aat Adminiyenti, yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. 13. Segenap Pengurus dan Pengelola Koperasi Pegawai B2TKS KOSUPALUK. 14. Segenap Staf dan Karyawan B2TKS. 15. Sahabatku Bella Novitasari yang telah menyemangati dan memberikan banyak inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 16. Sahabat-sahabatku di kampus tercinta yang selalu menemani dalam susah dan senang, Suryani Taher, Silvy Ramalia, Dinar Khomsah, Dina Kartika, Alumni Akuntansi C 2007, dan Alumni Akuntansi Pajak C 2007 mudah-mudahan kita bisa kumpul bareng lagi dan tidak terputus silaturahminya. 17. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Tangerang, 9 Mei 2011
(Elen Setiyaning Berliyanti )
x
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL....................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ......................... iii LEMBAR PENGESAHAN UJI SKRIPSI................................................. iv LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAAN KARYA ILMIAH ..............
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP....................................................................
vi
ABSTRACT ................................................................................................. vii ABSTRAK ................................................................................................... viii KATA PENGANTAR ................................................................................
ix
DAFTAR ISI ...............................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvi BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ..............................................................
1
B. Perumusan Masalah......................................................................
6
C. Tujuan Penelitian .........................................................................
6
D. Manfaat Penelitian .......................................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................
8
A. Dasar-Dasar Perpajakan..............................................................
8
1. Pengertian Pajak ....................................................................
8
2. Fungsi Pajak ..........................................................................
9
3. Jenis Pajak ............................................................................. 10 4. Perlawanan Terhadap Pajak .................................................. 11 5. Sistem Pemungutan Pajak ..................................................... 12 B. Pajak Penghasilan ....................................................................... 13 1. Pengertian Pajak Penghasilan ............................................... 13 2. Subjek Pajak Penghasilan ..................................................... 14 3. Bukan Subjek Pajak Penghasilan .......................................... 16
xi
4. Objek Pajak Penghasilan ....................................................... 16 5. Pajak Penghasilan Final ........................................................ 19 6. Bukan Objek Pajak ............................................................... 19 C. Penyesuaian Fiskal ...................................................................... 22 1. Deductible Expense ............................................................... 23 2. Non Deductible Expense ....................................................... 25 3. Beda Tetap ............................................................................. 28 4. Beda Waktu ........................................................................... 28 D. Perencanaan Pajak ...................................................................... 29 1. Pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) ..................... 29 2. Tujuan dan Manfaat Tax Planning ....................................... 30 3. Strategi dalam Tax Planning ................................................
31
4. Aspek-Aspek dalam Tax Planning ....................................... 34 5. Tahapan Tax Planning .......................................................... 35 E. Efisiensi ....................................................................................... 36 1. Efisiensi Secara Umum ......................................................... 36 2. Efisiensi Beban Pajak ........................................................... 37 F. Koperasi ...................................................................................... 37 1. Pengertian Koperasi ............................................................... 37 2. Fungsi dan Peran Koperasi .................................................... 38 3. Prinsip Koperasi .................................................................... 39 4. Bentuk dan Jenis Koperasi .................................................... 39 5. Sumber Modal Koperasi ....................................................... 42 6. Perangkat Organisasi Koperasi ............................................. 44 G. Penelitian Terdahulu.................................................................... 45 H. Skema Kerangka Pemikiran........................................................
48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................
49
A. Ruang Lingkup Penelitian ..........................................................
49
B. Metode Penentuan Sampel .........................................................
49
C. Metode Pengumpulan Data.........................................................
49
D. Metode Analisis Data..................................................................
50
xii
E. Definisi Operasional Variabel ....................................................
51
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .............................................. 53 A. Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................. 53 1. Sejarah Singkat ...................................................................... 53 2. Visi, Misi dan Komitmen Utama ........................................... 54 3. Struktur Organisasi ................................................................ 55 4. Kebijakan Akuntansi Koperasi .............................................. 57 B. Hasil Analisis Data ...................................................................... 58 1. Perhitungan Pajak Penghasilan Sebelum Perencanaan Pajak ...................................................................................... 58 2. Perhitungan Pajak Penghasilan Setelah Perencanaan Pajak ...................................................................................... 63 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI .............................................. 69 A. Kesimpulan .................................................................................. 69 B. Implikasi ...................................................................................... 69 C. Saran ............................................................................................ 69 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 71 LAMPIRAN .................................................................................................. 74
xiii
DAFTAR TABEL No.
Keterangan
Halaman
1.1
Perbedaan Koperasi dengan Badan Usaha Lainnya ..................... 4
2.1
Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Selanjutnya .................................................................. 46
4.1
Masa Manfaat Aktiva Tetap ......................................................... 57
4.2
Rekonsiliasi Fiskal Tahun 2008.................................................... 60
4.3
Rekonsiliasi Fiskal Tahun 2009.................................................... 62
4.4
Koreksi Fiskal yang Dapat Dihindari............................................ 64
4.5
Perbandingan Besarnya PPh Terutang........................................... 66
4.6
Perhitungan Pajak Tangguhan ...................................................... 67
xiv
DAFTAR GAMBAR No.
Keterangan
2.1
Strategi-Strategi dalam Meminimalkan Jumlah
Halaman
Pajak yang Harus Dibayar .......................................... 2.2
4.1
34
Penerapan Perencanaan Pajak dalam Mengefisiensikan Beban Pajak Koperasi ..........................................................
48
Struktur Organisasi KOSUPALUK .....................................
56
xv
DAFTAR LAMPIRAN No.
Keterangan
Halaman
1.
Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 ...................................
74
2.
Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 ...................................
84
3.
Laporan Rugi Laba KOSUPALUK Tahun 2008 ................... 87
4.
Laporan Rugi Laba KOSUPALUK Tahun 2009 ................... 88
5.
Rincian Biaya Koperasi Tahun 2008 ..................................... 89
6.
Rincian Biaya Koperasi Tahun 2009 ..................................... 90
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari masyarakat guna membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan nasional dan ekonomi masyarakat. Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah self assessment system, yang menuntut Wajib Pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakan (tax compliance) dengan secara proaktif mengelola administrasi perpajakannya. Self assessment system memberikan wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang mulai dari menghitung, melapor dan menyetor jumlah pajak terutang, sedangkan sistem pembayaran (payment) yang berlaku dapat dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak maupun melalui pemotongan pihak ketiga (withholding system). Bagi negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara baik rutin maupun pembangunan. Sedangkan bagi suatu badan usaha, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih. Untuk itu diperlukan usaha semaksimal mungkin
untuk
meminimalisasi
beban
pajak
yang
ditanggungnya.
Meminimalisasi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara legal yaitu masih dalam bingkai undang-undang perpajakan maupun dengan cara melanggar undang-undang perpajakan. Meminimalisasi beban
1
pajak dengan tidak melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan dikenal dengan perencanaan pajak (tax planning). Perencanaan pajak dapat diartikan
sebagai
usaha
yang dilakukan
oleh
Wajib
Pajak
untuk
meminimalkan besarnnya jumlah pajak terutang sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Manajemen pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation) dan pengendalian pajak (tax control). Pada tahap perencanaan pajak ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan. Tujuannya agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Pada dasarnya, perencanaan pajak harus memenuhi syarat-syarat, diantaranya tidak melanggar ketentuan perpajakan, secara bisnis dapat diterima dan bukti-bukti pendukungnya memadai. Sesuai dengan prinsip ekonomi untuk mencari keuntungan semaksimal mungkin dengan biaya seminimal mungkin, maka pelaksanaan perancanaan pajak pada suatu badan usaha sangat diperlukan dalam mengurangi beban pajak yang dapat mengurangi laba bersih yang akan diperoleh. Salah satu bentuk badan usaha yang perlu menerapkan perencanaan pajak adalah koperasi. Walaupun koperasi tidak semata-mata mencari keuntungan, namun
2
sebagai badan usaha yang berbadan hukum, koperasi juga memerlukan perencanaan pajak yang baik agar semua kegiatan yang dilakukan oleh koperasi dapat berjalan dengan lancar dan dapat mencapai tujuan yang dicitacitakan oleh koperasi. Koperasi adalah lembaga usaha yang berbadan hukum yang dalam operasionalnya dijalankan dengan berdasarkan manajemen koperasi yang terdiri dari rapat anggota, pengurus, dan badan pengawas. Koperasi memiliki peran sebagai gerakan ekonomi dan badan usaha. Dengan dua peran tersebut, koperasi diharapkan mampu menghadapi distorsi pasar serta menciptakan keseimbangan sebagai akibat berlakunya prinsip bisnis yang semata-mata bermotif ekonomi. Selain itu koperasi juga diharapkan dapat menjadi wadah ekonomi yang mampu menciptakan efektifitas dan efisiensi yang tinggi, karena selain bertumpu dengan kekuatan manusia (anggota) sebagai pemilik sekaligus pelanggan bisnis, koperasi juga ditopang oleh kekuatan sumbersumber ekonomi lainnya, seperti pasar, mesin, modal, dan sebagainya. Dalam menjalankan usahanya, status hukum koperasi sama dengan badan usaha lainnya, yaitu tunduk pada peraturan-peraturan yang mengatur tentang kewajiban sebagai badan usaha, seperti kewajiban memiliki status hukum seperti akta pendirian dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Secara umum perbedaan antara koperasi dengan badan usaha lainnya terletak pada kepemilikan, permodalan, pengawasan, pengambilan keputusan, tujuan dan balas jasa.
3
Tabel.1.1 Perbedaan Koperasi dengan Badan Usaha Lainnya INDIKATOR Kepemilikan
Permodalan
Pengambilan Keputusan
Pengawasan
KOPERASI Kepemilikan oleh anggota dengan tidak membedakan kepada jumlah modal yang disetor. Modal diperoleh dari anggota dalam bentuk simpanan pokok dan simpanan wajib. Keputusan tertinggi diambil dalam rapat anggota dengan tidak membedakan antara satu anggota dengan anggota lainnya.
Pengawasan dalam koperasi dilakukan oleh anggota melalui rapat anggota dan pelaksanaan dilakukan oleh badan pengawasan. Tujuan Ditujukan untuk tujuan sosial sekaligus tujuan ekonomi. Balas Jasa Didasarkan oleh partisipasi anggota dalam bentuk sisa hasil usaha (SHU). Sumber: Materi Perkuliahan Ekonomi Koperasi.
BUKAN KOPERASI Kepemilikan perorangan yang ditentukan oleh setoran modal atau penyertaan modal dalam bentuk saham. Modal disetor oleh pemilik atau orang atau kelompok yang menyertakan saham. Keputusan tertinggi diambil berdasarkan kepemilikan modal atau saham. Orang atau kelompok yang memiliki modal atau saham terbesar, maka ia yang memiliki suara lebih besar dari orang atau kelompok lainnya. Pengawasan dilakukan oleh pemilik saham melalui komisaris yang merupakan representasi dari pemilik modal atau saham. Lebih kepada keuntungan.
Didasarkan oleh kepemilikan modal atau saham dalam bentuk deviden.
Perbedaan yang ada antara koperasi dengan badan usaha lainnya sesungguhnya menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat prinsip antara koperasi dengan badan usaha lainnya. Dengan karakter perbedaan tersebut, maka sesungguhnya menjadikan koperasi sebagai bentuk lembaga yang
4
dijadikan bagi usaha perorangan yang umumnya berskala mikro dan kecil akan lebih efektif guna mewujudkan demokrasi ekonomi. Gloritho (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh penerapan pajak untuk meminimalkan beban pajak pada PT. XYZ dan hasilnya dengan melakukan perencanaan pajak, terjadi efisiensi pajak perusahaan sebesar 22,50%. Gusvita dan Cut Dien Dwianna Ade (2010) melakukan penelitian mengenai perencanaan pajak atas skema penagihan jasa outsourcing dan hasilnya adalah perencanaan pajak yang dapat dilakukan atas skema penagihan jasa PT. Z adalah surat Keterangan Bebas PPh 23, perencanaan dalam menghadapi pemeriksaan, dan perencanaan pajak secara keseluruhan. Penulis memilih koperasi sebagai objek penelitian karena penelitian mengenai perencanaan pajak yang pernah dilakukan sebelumnya lebih banyak dilakukan pada badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Selain itu, koperasi merupakan badan usaha yang tidak hanya bertujuan untuk mencari keuntungan, tetapi juga memiliki tujuan untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Studi Kasus dilakukan di Koperasi Pegawai B2TKS KOSUPALUK karena koperasi tersebut memiliki penghasilan bruto dan penghasilan kena pajak yang cukup besar sehingga penulis beranggapan perlunya penerapan perencanaan pajak pada koperasi. Penelitian yang dilakukan sebelumnya hanya meneliti penerapan pajak dalam satu tahun, sedangkan penelitian selanjutnya akan dilakukan dalam dua tahun, yaitu untuk tahun pajak 2008 dan 2009.
5
Berdasarkan uraian-uraian tersebut penelitian ini diberi judul “Analisis Penerapan Perencanaan Pajak dalam Usaha Mengefisiensikan Beban Pajak pada Badan Usaha Koperasi (Studi Kasus pada Koperasi Pegawai B2TKS KOSUPALUK).”
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah penerapan perencanaan pajak yang dilakukan pada koperasi terbukti dapat mengefisiensikan beban pajak?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan dari perumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa penerapan perencanaan pajak yang dilakukan pada koperasi sehingga dapat mengefisiensikan beban pajak.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Bagi Koperasi Memberikan masukan dan pertimbangan pada koperasi tentang usaha meminimalkan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang (tax planning).
6
2. Manfaat Bagi Penulis Menambah dan mengembangkan wawasan peneliti, khususnya dalam hal perencanaan pajak, dengan cara membandingkan teori yang diperoleh dengan kenyataan atau kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan. 3. Manfaat Bagi Pembaca Memberikan informasi mengenai penerapan perencanaan pajak dalam usaha mengefisiensikan beban pajak pada badan usaha koperasi dan diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya, bagi siapa saja yang berminat untuk melakukan penelitian dalam tema yang sama dengan peneliti ini.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar-Dasar Perpajakan 1. Pengertian Pajak Beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli yang dikutip oleh Erly Suandy (2008:9-10) antara lain: a. NJ. Feldmann “Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.” b. MJH. Smeets “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.” c. Soeparman Soemahamidjaja “Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.” d. Rochmat Sumitro “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur berikut:
8
a. yang berhak memungut pajak hanyalah negara dengan iuran berupa uang atau barang; b. pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya; c. tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah; dan d. digunakan untuk membiayai keperluan rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2. Fungsi Pajak Menurut Waluyo (2008:6) pajak memiliki dua fungsi, yaitu fungsi penerimaan dan mengatur. a. Fungsi Penerimaan (Budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. b. Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenaknnya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, sehingga konsumsi terhadap minuman keras tersebut dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah.
9
3. Jenis Pajak Menurut Waluyo (2008:12) pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu menurut golongan, sifat, pemungut dan pengelolanya. a. Pajak menurut golongan terdiri dari pajak langsung dan tidak langsung. 1) Pajak Langsung Pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Contoh: Pajak Penghasilan. 2) Pajak Tidak Langsung Pajak yang dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai. b. Pajak menurut sifat terdiri dari pajak subjektif dan objektif. 1) Pajak Subjektif Pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. Contohnya: Pajak Penghasilan. 2) Pajak Objektif Pajak yang pengenaanya memperhatikan pada objeknya baik pada berupa
benda,
keadaan,
perbuatan,
atau
peristiwa
yang
mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan subjek pajak maupun tempat tinggal.
10
Contohnya: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. c.
Pajak menurut pemungut dan pengelola terdiri dari pajak pusat dan daerah. 1) Pajak Pusat Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contohnya: Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan. 2) Pajak Daerah Pajak yang dipungut oleh Pemerintah daerah baik Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Contoh: Pajak Reklame, Pajak Hiburan.
4. Perlawanan Terhadap Pajak Menurut Waluyo (2008:13) perlawanan terhadap pajak dapat dibagi menjadi perlawanan pasif dan perlawanan aktif. a. Perlawanan Pasif Perlawanan pasif berupa hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan mempunyai hubungan erat dengan struktur ekonomi. b. Perlawanan Aktif Perlawanan aktif secara nyata terlihat pada semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada pemerintah (fiskus) dengan tujuan untuk menghindari pajak.
11
5. Sistem Pemungutan Pajak Menurut Waluyo (2008:17) sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi Official Assessment System, Self Assessment System, dan Withholding System. a. Official Assessment System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri Official Assessment System adalah: 1) wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus; 2) Wajib Pajak bersifat pasif; dan 3) utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. b. Self Assessment System Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. c. Withholding System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
12
B. Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 23 (revisi 2009) Penghasilan didefinisikan dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan sebagai peningkatan manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus masuk atau peningkatan aset atau penurunan liabilitas yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Suandy (2008:45) menyatakan pendapatnya tentang pajak penghasilan, yaitu: “Pajak Penghasilan (PPh) termasuk dalam kategori sebagai pajak subjektif, artinya pajak yang dikenakan karena ada subjeknya yakni telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam peraturan perpajakan. Sehingga terdapat ketegasan bahwa apabila tidak ada subjek pajaknya, maka jelas tidak dapat dikenakan PPh.” Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 pengertian pajak penghasilan yaitu: “Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.” Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pajak penghasilan adalah pajak subjektif yang dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh Wajib Pajak dalam tahun pajak baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dapat digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan.
13
2. Subjek Pajak Penghasilan Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan, yang menjadi subjek pajak penghasilan adalah: a. orang pribadi; b. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; c. badan; dan d. bentuk usaha tetap (BUT). Subjek pajak penghasilan terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak dalam negeri. a. Subjek pajak dalam negeri adalah: 1) subjek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. 2) subjek pajak badan yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: (a)
pembentukannya
berdasarkan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan;
14
(b)
pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
(c)
penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
(d)
pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
3) warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. b. Subjek pajak luar negeri adalah: 1) orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia; 2) orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
15
3. Bukan Subjek Pajak Penghasilan Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan, yang tidak termasuk subjek pajak adalah sebagai berikut: a. kantor perwakilan negara asing; b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabatpejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersamasama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan
memberikan
perlakuan timbal balik; c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat: 1) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan 2) tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. 4. Objek Pajak Penghasilan Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (1) yang menjadi objek pajak penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
16
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk : a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan; b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan; c. laba usaha; d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: 1) keuntungan
karena
pengalihan
harta
kepada
perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 2) keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; 3) keuntungan
karena
likuidasi,
penggabungan,
peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun; 4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan, badan
17
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi
yang
menjalankan
usaha
mikro
dan
kecil
yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan
atau
penguasaan
antara
pihak
pihak
yang
bersangkutan; 5) keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f. bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; g. dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak; i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing; m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
18
n. premi asuransi; o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; q. penghasilan dari usaha berbasis syariah; r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s. surplus Bank Indonesia. 5. Pajak Penghasilan Final Penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final menurut UndangUndang No. 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (2) adalah: a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya; b. penghasilan berupa hadiah undian; c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya; d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan; e. penghasilan tertentu lainnya. 6. Bukan Objek Pajak Yang dikecualikan dari objek pajak menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (3) adalah:
19
a. Bantuan sumbangan dan harta hibah: 1) bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya
diatur
dengan
atau
berdasarkan
Peraturan
Pemerintah; dan 2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; b. warisan; c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan; d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final;
20
e. pembayaran
dari
perusahaan
asuransi
kepada
orang
pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan 2) bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya
tidak
terbagi
atas
saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
21
j. dihapus; k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia; l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan; dan n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
C. Penyesuaian Fiskal Penyesuain fiskal diperlukan karena terdapat perbedaan antara laporan keuangan secara fiskal dengan laporan keuangan secara komersial. Penyesuaian fiskal dikelompokkan menjadi dua, yaitu penyesuaian fiskal positif dan penyesuaian fiskal negatif. Penyesuaian fiskal positif akan mengakibatkan jumlah penghasilan menjadi lebih besar, sehingga menaikkan jumlah pajak terutang. Sedangkan penyesuaian fiskal negatif mengakibatkan jumlah penghasilan menjadi lebih kecil sehingga menurunkan jumlah pajak terutang.
22
1. Deductible Expense Deductible Expense merupakan pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya yaitu pengeluaran yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang pembebannya dapat dilakukan selama tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut. Biaya-biaya dapat dijadikan pengurang penghasilan dalam koreksi fiskal diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1), yaitu: a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: 1) biaya pembelian bahan; 2) biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; 3) bunga, sewa, dan royalti; 4) biaya perjalanan; 5) biaya pengolahan limbah; 6) premi asuransi; 7) biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 8) biaya administrasi; dan 9) pajak kecuali Pajak Penghasilan;
23
b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; e. kerugian selisih kurs mata uang asing; f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 3) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya
perjanjian
tertulis
mengenai
penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum
24
atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 4) syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2. Non Deductible Expense Non Deductible Expense merupakan pengeluaran yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya, yaitu pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak atau pengeluaran yang dilakukan tidak dalam batas-batas yang wajar
25
sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik. Biaya-biaya yang tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan dalam koreksi fiskal diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 pasal 9 ayat (1), yaitu: a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota; c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali: 1) cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; 2) cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; 3) cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; 4) cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; 5) cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan 6) cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri; yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
26
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan; g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; h. Pajak Penghasilan; i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
27
j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan. 3. Beda Tetap Yang dimaksud dengan beda tetap (permanen) dalam penyesuaian fiskal menurut Paryan (2009:12) adalah perbedaan pengakuan menurut komersial dan fiskal, seperti: a. menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh bukan penghasilan; b. menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final; dan c. menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya), sedangkan menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto. 4. Beda Waktu Menurut Paryan (2009:12) beda waktu (temporer) merupakan perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal. Perbedaan waktu dalam penyesuaian fiskal ini dapat menimbulkan pajak tangguhan. Aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan yang disebabkan oleh perbedaan temporer akan terpulihkan di masa datang karena jumlah yang akan diakui sebagai biaya
28
atau pendapatan akan sama antara akuntansi dan pajak, hanya berbeda alokasi waktunya saja. Sedangkan Aktiva pajak tangguhan yang timbul dari kompensasi rugi akan terpulihkan bila perusahaan menggunakan kompensasi rugi tersebut pada tahun di mana perusahaan memperoleh laba fiskal. Bila kompensasi rugi tersebut tidak terpakai dan menjadi hangus, maka Aktiva pajak tangguhan yang timbul harus disesuaikan. Beda waktu tersebut seperti: a. metode penyusutan; b. metode penilaian persediaan; c. penyisihan piutang tak tertagih; d. rugi-laba selisih kurs.
D. Perencanaan Pajak 1. Pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) Perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak supaya utang pajak berada dalam jumlah yang minimal tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun demikian, perencanaan pajak juga dapat berkonotasi positif sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar dan tepat waktu sehingga dapat menghindari pemborosan sumber daya secara optimal.
29
Zain (2005:67) memberikan rumusan tentang perencanaan pajak, yaitu: “Perencanaan pajak adalah merupakan tindakan perstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisiensikan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut dengan penghindaran pajak (Tax Avoidance) dan bukan penyelundupan pajak (Tax Evasion) yang merupakan tindak pidana fiskal yang tidak akan ditoleransi.” Tjahjono dan Husein yang dikutip dari Umaimah (2005:45) juga memberikan pendapat mengenai perencanaan pajak, yaitu: “Perencanaan pajak (tax planning) adalah proses mengorganisasi usaha Wajib Pajak atau kelompok Wajib Pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajakpajak lainnya berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan perundang-undangan perpajakan.” Dari dua definisi yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan pajak adalah tindakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk mengefisiensikan jumlah pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajakpajak lainnya dengan cara penghindaran pajak (Tax Avoidance) yang tidak melanggar ketentuan perundang-undangan perpajakan. 2. Tujuan dan Manfaat Tax Planning Menurut Yenni Mangonting (1999:45) tujuan dan manfaat tax planning adalah sebagai berikut: a. Tujuan tax planning secara lebih khusus ditujukan untuk memenuhi hal-hal sebagai berikut : 1) menghilangkan/menghapus pajak sama sekali;
30
2) menghilangkan/menghapus pajak dalam tahun berjalan; 3) menunda pengakuan penghasilan; 4) mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain; 5) memperluas bisnis atau melakukan ekspansi usaha dengan membentuk badan usaha baru; 6) menghindari pengenaan pajak ganda; dan 7) menghindari bentuk penghasilan yang bersifat rutin atau teratur atau membentuk, memperbanyak atau mempercepat pengurangan pajak. b. Manfaat tax planning adalah: 1) penghematan kas keluar, karena pajak merupakan unsur biaya yang dapat dikurangi; dan 2) mengatur aliran kas, karena dengan perencanaan pajak yang matang dapat diestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan
saat
pembayaran
sehingga
perusahaan
dapat
menyusun anggaran kas secara lebih akurat. 3. Strategi dalam Tax Planning Strategi-strategi yang dapat dilakukan dalam tax planning menurut Aviantara (2008) antara lain: a. Tax saving Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, perusahaan yang memiliki penghasilan kena
31
pajak lebih dari Rp. 100 juta dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang. b. Tax avoidance Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak. Misalnya, perusahaan yang masih mengalami kerugian, perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura karena natura bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 21. c. Menunda pembayaran kewajiban pajak Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang. d. Menghindari pelanggaran atas peraturan perpajakan Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari timbulnya sanksi perpajakan misalnya berupa sanksi administrasi: denda, bunga, atau kenaikan.
32
e. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan Dengan mengoptimalkan jumlah kredit pajak yang diperkenankan maka akan mengurangi beban pajak yang terutang, sehingga laba yang dihasilkan akan lebih besar. Sedangkan menurut Sophar Lumbantoruan yang dikutip oleh Yenni Mangonting (1999:47), ada beberapa cara yang dilakukan atau dipraktekkan Wajib Pajak untuk meminimalkan pajak yang harus dibayar baik secara legal maupun maupun ilegal. Untuk strategi strategi dengan cara yang legal biasanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur dalam undang-undang atau dalam hal ini memanfaatkan celah-celah yang ada dalam undangundang (loopholes). Strategi-strategi tersebut akan dijelaskan dengan gambar berikut ini.
33
Pengelakkan Pajak dalam Strategi Penghematan Pajak
Yang Tidak Merugikan Penerimaan Negara
Melalui Transaksi
Melalui Proses Produksi
Kapitalisasi
Pergeseran
Merugikan Penerimaan Negara
Cara yang Diperkenan kan oleh UndangUndang
Cara yang Tidak Diperkenankan oleh UndangUndang
Melalui UndangUndang Perjanjian Pajak Konvensi Internasional
Transformasi Pengelakan (Avoidance)
Penyelundupan (evasion)
Pengecualian
Gambar. 2.1 Strategi-Strategi dalam Meminimalkan Jumlah Pajak yang Harus Dibayar Sumber: Yeni Mangonting, Tax Planning: Sebuah Pengantar Sebagai Alternatif Meminimalkan Pajak, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Universitas Kristen Petra, Vol. 1, No. 1, Hal 43-53, 1999 4. Aspek-aspek dalam Tax Planning Menurut Aviantara (2008) aspek-aspek dalam tax planning terdiri dari aspek formal dan administratif serta aspek material.
34
a. Aspek Formal dan Administratif Aspek formal dan administratif yang harus dipenuhi suatu badan usaha untuk dapat melakukan perencanaan pajak antara lain: 1) Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP). 2) Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. 3) Memotong dan/atau memungut pajak. 4) Membayar pajak. 5) Menyampaikan Surat Pemberitahuan. b. Aspek Material Aspek material ini berhubungan dengan perhitungan pajak. Basis penghitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka optimalisasi alokasi
sumber
dana,
manajemen
akan
merencanakan
pembayaran pajak yang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk itu, objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap. 5. Tahapan Tax Planning Tahapan dalam Tax Planning menurut Aviantara (2008) antara lain adalah sebagai berikut: a. menganalisis informasi yang ada (analyzing the existing data base); b. membuat satu atau lebih model kemungkinan jumlah pajak (designing one or more possible tax plans); c. mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak (evaluating a tax plan);
35
d. mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajak (debugging the tax plans); e. memutakhirkan rencana pajak (updating the tax plan).
E. Efisiensi 1. Efisiensi Secara Umum Menurut Cendiman (2009) efisiensi merupakan perbandingan terbaik antara suatu kegiatan dengan hasilnya. Menurut definisi ini, efisiensi terdiri atas 2 unsur yaitu kegiatan dan hasil dari kegiatan tersebut. a. Unsur Kegiatan Suatu kegiatan dianggap mewujudkan efisiensi jika suatu hasil tertentu tercapai dengan kegiatan terkecil. Unsur kegiatan terdiri dari 5 subunsur, yaitu pikiran, tenaga, bahan, waktu, dan ruang. b. Unsur Hasil Suatu hasil dianggap mewujudkan efisiensi jika dengan suatu kegiatan tertentu mencapai hasil yang terbesar. Unsur hasil terdiri dari 2 subunsur, yaitu jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas). Menurut Danfar (2009) tingkat efisiensi dapat diketahui dengan cara membandingkan antara output yang dihasilkan dengan input yang digunakan. Jika hasilnya lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka akan terjadi efisiensi. Namun sebaliknya, jika hasilnya kurang dari 1 (satu), maka tidak terjadi efisiensi.
36
2. Efisiensi Beban Pajak Secara finansial, pajak dapat mengurangi laba yang diperoleh oleh seseorang atau suatu badan usaha. Pajak yang harus ditanggung oleh Wajib Pajak merupakan beban yang dapat mempengaruhi besarnya laba bersih yang diperoleh. Jika beban adalah suatu penurunan atau berkurangnya nilai modal akibat penggunaan aset, maka hal tersebut seharusnya dapat ditekan seminimal mungkin. Penurunan nilai modal karena penggunaan aset yang disebabkan oleh penggunaan yang tidak perlu merupakan suatu pemborosan yang harus dihindari karena dapat mempengaruhi laba yang akan diperoleh. Efisiensi bertujuan untuk menghindari pemborosan-pemborosan sumber daya yang dapat mempengaruhi laba usaha. Penghindaran pemborosan tersebut merupakan upaya optimalisasi alokasi sumber daya dengan melakukan aktivitas dengan benar disamping melakukan aktivitas yang seharusnya dilakukan. Salah satu cara efisiensi beban pajak yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan perencanaan pajak.
F. Koperasi 1. Pengertian Koperasi Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, yaitu: “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melaksanakan kegiatannya berdasar prinsip koperasi, sehingga sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.”
37
Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27 (Revisi 1998), disebutkan bahwa: “Karateristik utama koperasi yang membedakan dengan badan usaha lain, yaitu anggota koperasi memiliki identitas ganda. Identitas ganda maksudnya anggota koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Umumnya koperasi dikendalikan secara bersama oleh seluruh anggotanya, di mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang diambil koperasi. Pembagian keuntungan koperasi atau SHU biasanya dihitung berdasarkan andil anggota tersebut dalam koperasi, misalnya dengan melakukan pembagian dividen berdasarkan besar pembelian atau penjualan yang dilakukan oleh anggota.” Berdasarkan dua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi yang memiliki identitas ganda, yaitu sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi yang melaksanakan kegiatannya berdasar atas asas kekeluargaan. Sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan, koperasi memiliki tujuan untuk kepentingan anggotanya antara
lain meningkatkan kesejahteraan, menyediakan kebutuhan,
membantu modal, dan mengembangkan usaha. 2. Fungsi dan Peran Koperasi Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa fungsi dan peran koperasi sebagai berikut: a. membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya; b. berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat; dan
38
c. memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya; d. berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi; dan e. mengembangkan kreativitas dan membangun jiwa berorganisasi bagi para pelajar bangsa. 3. Prinsip Koperasi Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Pasal 5 disebutkan prinsip koperasi, yaitu: a. keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; b. pengelolaan dilakukan secara demokratis; c. pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota (andil anggota tersebut dalam koperasi); d. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; e. kemandirian; f. pendidikan perkoprasian; dan g. kerjasama antar koperasi. 4. Bentuk dan Jenis Koperasi Menurut Ichsan (2008) usaha koperasi disesuaikan dengan kondisi organisasi dan kepentingan anggotanya. Berdasar kondisi dan kepentingan
39
inilah muncul jenis-jenis koperasi yang terdiri dari koperasi berdasarkan jenis usahanya dan keanggotaanya. a. Koperasi Berdasarkan Jenis Usahanya Secara umum, berdasar jenis usaha, koperasi terdiri atas Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Koperasi Serba Usaha (KSU), Koperasi Konsumsi, dan Koperasi Produksi. 1) Koperasi Simpan Pinjam (KSP) KSP adalah koperasi yang memiliki usaha tunggal yaitu menampung simpanan anggota dan melayani peminjaman. Anggota yang menabung (menyimpan) akan mendapatkan imbalan jasa dan bagi peminjam dikenakan jasa. Besarnya jasa bagi penabung dan peminjam ditentukan melalui rapat anggota. Dari sinilah, kegiatan usaha koperasi dapat dikatakan “dari, oleh, dan untuk anggota.” 2) Koperasi Serba Usaha (KSU) KSU adalah koperasi yang bidang usahanya bermacam-macam. Misalnya, unit usaha simpan pinjam, unit pertokoan untuk melayani kebutuhan sehari-hari anggota juga masyarakat, unit produksi, unit wartel. 3) Koperasi Konsumsi Koperasi konsumsi adalah koperasi yang bidang usahanya menyediakan kebutuhan sehari-hari anggota. Kebutuhan yang
40
dimaksud misalnya kebutuhan bahan makanan, pakaian, perabot rumah tangga. 4) Koperasi Produksi Koperasi produksi adalah koperasi yang bidang usahanya membuat barang (memproduksi) dan menjual secara bersama-sama. Anggota koperasi ini pada umumnya sudah memiliki usaha dan melalui koperasi para anggota mendapatkan bantuan modal dan pemasaran. b. Koperasi Berdasarkan Keanggotaannya Koperasi berdasarkan keanggotaannya ini terdiri dari Koperasi Unit Desa, Koperasi Pegawai Republik Indonesia, dan koperasi sekolah. 1) Koperasi Unit Desa (KUD) Koperasi Unit Desa adalah koperasi yang beranggotakan masyarakat pedesaan. Koperasi ini melakukan kegiatan usaha ekonomi pedesaan, terutama pertanian. Untuk itu, kegiatan yang dilakukan KUD antara lain menyediakan pupuk, obat pemberantas hama tanaman, benih, alat pertanian, dan memberi penyuluhan teknis pertanian. 2) Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Koperasi ini beranggotakan para pegawai negeri. Sebelum KPRI, koperasi ini bernama Koperasi Pegawai Negeri (KPN). KPRI bertujuan terutama meningkatkan kesejateraan para pegawai negeri
41
(anggota). KPRI dapat didirikan di lingkup departemen atau instansi. 3) Koperasi Sekolah Koperasi Sekolah memiliki anggota dari warga sekolah, yaitu guru, karyawan, dan siswa. Koperasi sekolah memiliki kegiatan usaha menyediakan kebutuhan warga sekolah, seperti buku pelajaran, alat tulis, makanan, dan lain-lain. Keberadaan koperasi sekolah bukan semata-mata sebagai kegiatan ekonomi, melainkan sebagai media pendidikan bagi siswa antara lain berorganisasi, kepemimpinan, tanggung jawab, dan kejujuran. 5. Sumber Modal Koperasi Seperti halnya bentuk badan usaha yang lain, untuk menjalankan kegiatan usahanya koperasi memerlukan modal. Menurut Ichsan (2008) modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman. a. Modal sendiri meliputi sumber modal sebagai berikut: 1) Simpanan Pokok Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi. Simpanan pokok jumlahnya sama untuk setiap anggota.
42
2) Simpanan Wajib Simpanan wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang harus dibayarkan oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu, misalnya tiap bulan dengan jumlah simpanan yang sama untuk setiap bulannya. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi. 3) Simpanan khusus/lain-lain Simpanan khusus/lain-lain ini dapat berupa simpanan sukarela (simpanan yang dapat diambil kapan saja), Simpanan Qurban, dan Deposito Berjangka. 4) Dana Cadangan Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan Sisa Hasil usaha, yang dimaksudkan untuk pemupukan modal sendiri, pembagian kepada anggota yang keluar dari keanggotaan koperasi, dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan. 5) Hibah Hibah adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang diterima dari pihak lain yang bersifat hibah/pemberian dan tidak mengikat. b. Modal pinjaman koperasi berasal dari pihak-pihak sebagai berikut: 1) Anggota dan calon anggota
43
2) Koperasi lainnya dan/atau anggotanya yang didasari dengan perjanjian kerjasama antarkoperasi 3) Bank dan Lembaga keuangan bukan banklembaga keuangan lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perudangundangan yang berlaku 4) Penerbitan obligasi dan surat utang lainnya yang dilakukan berdasarkan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku 5) Sumber lain yang sah 6. Perangkat Organisasi Koperasi Perangkat organisasi koperasi menurut Ichsan (2008) terdiri dari rapat anggota, pengurus, dan pengawas. a. Rapat Anggota Rapat anggota adalah wadah aspirasi anggota dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, maka segala kebijakan yang berlaku dalam koperasi harus melewati persetujuan rapat anggota terlebih dahulu, termasuk pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian personalia pengurus dan pengawas. b. Pengurus Pengurus adalah badan yang dibentuk oleh rapat anggota dan disertai dan diserahi mandat untuk melaksanakan kepemimpinan koperasi, baik dibidang organisasi maupun usaha. Anggota pengurus dipilih dari dan
44
oleh anggota koperasi dalam rapat anggota. Dalam menjalankan tugasnya, pengurus bertanggung jawab terhadap rapat anggota. Atas persetujuan rapat anggota pengurus dapat mengangkat manajer untuk mengelola koperasi. Namun pengurus tetap bertanggung jawab pada rapat anggota. c. Pengawas Pengawas adalah suatu badan yang dibentuk untuk melaksanakan pengawasan terhadap kinerja pengurus. Anggota pengawas dipilih oleh anggota koperasi di rapat anggota. Dalam pelaksanaannya, pengawas berhak mendapatkan setiap laporan pengurus, tetapi merahasiakannya kepada pihak ketiga.
Pengawas bertanggung jawab kepada rapat
anggota.
G. Penelitian Terdahulu Penulis membandingkan penelitian yang dilakukan dengan penelitianpenelitian terdahulu dalam hal judul penelitian, jenis penelitian, variabel penelitian, dan hasil penelitiannya. Perbandingan penelitian-penelitian terdahulu
dengan
penelitian
yang
dilakukan
selanjutnya
mengenai
perencanaan pajak akan dijelaskan dalam tabel berikut ini.
45
46
47
H. Skema Kerangka Pemikiran Berdasarkan judul skripsi di atas maka kerangka pemikiran yang dapat dibuat adalah sebagai berikut
Tax Saving
Penerapan Perencanaan Pajak
Tax Avoidance
Efisiensi Beban Pajak Penghasilan
Ketaatan Perpajakan
Gambar. 2.2 Penerapan Perencanaan Pajak dalam Mengefisiensikan Beban Pajak Koperasi
48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengambil objek Koperasi Pegawai B2TKS Kosupaluk yang berada di kawasan Puspiptek Serpong Tangerang. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui penerapan perencanaan pajak dalam usaha mengefisiensikan beban pajak pada badan usaha koperasi khususnya pada Koperasi B2TKS Kosupaluk
B. Metode Penentuan Sampel Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Convenience Sampling atau pemilihan sampel yang berdasarkan kemudahan. Menurut Abdul Hamid (2007:30) convenience sampling adalah istilah umum yang mencakup variasi luasnya prosedur pemilihan responden. Convenience Sampling berarti unit sampel yang ditarik mudah dihubungi, tidak menyusahkan, mudah untuk mengukur, dan bersifat kooperatif.
C. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut Uma Sekaran (2006:77) data sekunder adalah data yang diperoleh melalui sumber yang ada yaitu, data yang telah ada dan tidak perlu dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan khususnya laporan laba rugi dan Surat Pemberitahuan (SPT) periode tahun 2008 dan 2009. Selain itu, didapatkan
49
pula data yang berhubungan dengan sejarah, struktur organisasi, dan aktivitas utama Koperasi Pegawai B2TKS KOSUPALUK. Untuk mendapatkan hasil yang lebih meyakinkan, selain menggunakan data sekunder peneliti juga menggunakan data primer. Menurut Uma Sekaran (2006:77) data primer adalah data yang dikumpulkan untuk penelitian dari tempat aktual terjadinya peristiwa. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan wawancara. Teknik wawancara dilakukan dengan melakukan tanya jawab langsung kepada pihak-pihak yang berkompeten dari bagian yang terkait dengan perhitungan PPh badan.
D. Metode Analisis Data Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan rancangan penelitian studi kasus. Menurut Santoso (2008) metode deskriptif analisis dengan rancangan penelitian studi kasus yaitu suatu metode penelitian dengan cara mengumpulkan data yang ada kemudian diolah, dianalisis, dan diteliti lebih lanjut dengan dasar-dasar yang diperoleh untuk kemudian dianalisa dan diambil kesimpulan secara kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagianbagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif
adalah
mengembangkan
dan
menggunakan
model-model
matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental antara
50
pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif. Penelitian kuantitatif dengan mengunakan format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat, yang menjadi obyek penelitian ini, berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tersebut. Pada umumnya penelitian ini menggunakan statistik induktif untuk menganalisis data penelitiannya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan alat analisis, yaitu dengan melakukan rekonsiliasi fiskal yang terdiri dari koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif pada biaya-biaya terhadap penghasilan kena pajak dan laporan laba rugi perusahaan. Untuk menghitung besarnya persentase efisiensi pajak setelah dilakukan perencanaan pajak dengan menggunakan rumus: T = P 0 – P1
x 100 %
P0 Keterangan: T
= Besarnya % efisiensi pajak.
P0
= Besarnya pajak penghasilan sebelum perencanaan pajak.
P1
= Besarnya pajak penghasilan setelah perencanaan pajak.
E. Definisi Operasional Variabel Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah beban pajak koperasi dan perencanaan pajak.
51
1. Beban pajak koperasi adalah jumlah pajak yang harus ditanggung oleh pihak koperasi atas kegiatan usaha yang dilakukan oleh koperasi tersebut yang dapat mengurangi laba usaha. Beban pajak ini diukur dengan cara: a. mengidentifikasi biaya-biaya yang diperbolehkan dalam pajak; b. penggunaan tarif pajak sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. 2. Perencanaan pajak (tax planning) adalah proses mengorganisasi usaha Wajib Pajak atau kelompok Wajib Pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial. Perencanaan pajak ini dapat dilakukan dengan cara: a. memaksimalkan penghasilan yang bukan objek pajak atau telah dikenakan PPh final; b. memaksimalkan biaya fiskal. c. pemilihan metode akuntansi; d. pemilihan bentuk kesejahteraan.
52
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Singkat Koperasi pegawai B2TKS (KOSUPALUK) didirikan di Tangerang pada tanggal 16 Juni 1997 dengan akta pendirian yang disahkan oleh Departemen koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Republik Indonesia kantor wilayah Jawa Barat dengan nomor 261/BH/KWK.10/VI-1997. Nama sesuai akta pendirian adalah Koperasi Pegawai RI UPTLaboratorium Uji Konstruksi (KOSUPALUK), Kemudian seiring dengan perkembangan yanng ada pada tahun 2008 diubah menjadi Koperasi Pegawai B2TKS (KOSUPALUK). KOSUPALUK merupakan Koperasi Pegawai Negeri dilingkungan Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS). Pada mulanya keanggotaan koperasi terbatas pada pegawai negeri yang masih aktif pada B2TKS,
namun
seiring
dengan
perkembangan
usaha
koperasi,
keanggotaan koperasi diperluas dengan diperbolehkannya pensiunan pegawai negeri sipil untuk tetap menjadi anggota. Produk dan jasa yang diberikan koperasi ditujukan untuk anggota dan bukan anggota. Kegiatan usaha yang ditujukan untuk anggota antara lain kegiatan simpan-pinjam dan warung serba ada (waserda). Kegiatan simpan pinjam dilaksanakan dengan menggunakan dana internal koperasi dan dana kerjasama dengan perbankan. Produk dan jasa yang ditujukan kepada
53
bukan anggota antara lain fotokopi, jasa umum, jasa teknologi dan prounjas. Fotokopi secara khusus diselenggarakan untuk melayani kebutuhan B2TKS dan anggota koperasi sendiri, sedangkan jasa umum, jasa teknologi dan prounjas ditujukan untuk melayani kebutuhan perusahaan-perusahaan yang membutuhkan jasa pengujian-pengujian dan analisa konstruksi. Sebagian besar customer dari KOSUPALUK merupakan perusahaan-perusahaan besar yang ada di Indonesia. Dalam operasionalnya, koperasi bekerja sama dengan B2TKS. Kerjasama ini merupakan kerjasama yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Dikarenakan sebagian besar anggota koperasi merupakan pegawai pada B2TKS, hal tersebut menjadi kunci utama suksesnya usaha koperasi. Oleh karenanya, peranan pengurus dalam menjalin kerjasama yang baik
dengan
manajemen
B2TKS
sangat
diperlukan
guna
kelangsungan usaha koperasi. 2. Visi, Misi, dan Komitmen Utama a. Visi Visi
dari
Koperasi
Pegawai
B2TKS
KOSUPALUK
adalah
meningkatkan kesejahtaraan dan taraf hidup anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta menjadi gerakan ekonomi rakyat dan ikut membangun tatanan perekonomian nasional. b. Misi Misi dari Koperasi Pegawai B2TKS KOSUPALUK adalah:
54
1) menyelenggarakan Kegiatan usaha terkait dengan kegiatan usaha anggota; 2) ekspansi layanan dengan membuka peluang usaha dengan non anggota; 3) ekspansi tempat usaha dengan membuka cabang/perwakilan ditempat lain; dan 4) kerjasama dengan koperasi dan usaha lain dalam dan luar negeri. c. Komitmen Utama Komitmen Utama dari Koperasi Pegawai B2TKS KOSUPALUK adalah: 1) sukarela dan terbuka; 2) demokratis; 3) adil proposional; 4) pendidikan; 5) kerja sama dan gotong royong; 6) musyawarah; dan 7) profesional. 3. Struktur Organisasi Struktur organisasai Koperasi Pegawai B2TKS KOSUPALUK terdiri dari Rapat Anggota,
Penasehat, Dewan Pengurus, Dewan Pengawas,
Manajer Administrasi. Dewan Pengurus membawahi seluruh unit yang ada di koperasi yang terdiri dari unit simpan pinjam, unit waserda dan fotokopi, unit jasa umum, unit jasa teknologi, dan prounjas.
55
RAPAT ANGGOTA
PENASEHAT
DEWAN PENGURUS
DEWAN PENGAWAS
Manajer Administrasi
Unit Simpan Pinjam
Staff
Unit Waserda dan Fotokopi
Staff
Unit Jasa Umum
Unit Jasa Teknologi
Prounjas
Staff
Staff
Staff
Gambar. 4.1 Struktur Organisasi KOSUPALUK Sumber: Laporan Keuangan KOSUPALUK
56
4. Kebijakan Akuntansi Koperasi Laporan keuangan Koperasi disusun dengan mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan Nomor 27 (Revisi 1998) tentang Akuntansi Perkoperasian. Mata uang yang digunakan dalam laporan keuangan adalah mata uang Rupiah (Rp). Laporan keuangan disusun dengan menggunakan prinsip dan karakter akuntansi yang berlaku umum di Indonesia dan berdasarkan nilai historis. Laporan arus kas disusun dengan menggunakan metode langsung dengan mengelompokkan arus kas dalam aktivitas operasi, investasi, dan keuangan. Persediaan dinilai berdasarkan harga perolehan. Harga perolehan ditetapkan berdasarkan metode masuk pertama keluar pertama (FIFO). Penyisihan persediaan usang ditentukan berdasarkan hasil ppenelaahan terhadap keadaan persediaan pada tanggal neraca. Aktiva tetap dinyatakan berdasarkan harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan. Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (straight line method) berdasarkan taksiran masa manfaat berikut: Tabel. 4.1 Masa Manfaat Aktiva Tetap Aktiva Tetap Gedung dan Bangunan Kendaraan Peralatan dan Mesin Komputer Sumber: Laporan Keuangan KOSUPALUK
Masa Manfaat 20 tahun 8 tahun 4-8 tahun 4 tahun
Pengakuan pendapatan dan beban dilakukan secara akrual. Pendapatan diakui pada saat barang atau jasa diserahkan kepada pelanggan. Apabila
57
jasa diberikan dalam jangka waktu lebih dari satu periode, pendapatan diakui berdasarkan prosentase penyelesaian jasa selesai diberikan. Sementara beban-beban koperasi diakui pada saat terjadinya. KOSUPALUK sebagai wajib pajak badan telah memiliki NPWP dan berkewajiban menghitung, mengisi, menandatangani, dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). SPT tersebut diisi dengan informasi yang sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu menurut peraturan perpajakan yang berlaku. SPT juga harus diisi dengan dasar laporan laba rugi fiskal. Beban pajak kini ditetapkan berdasarkan taksiran laba kena pajak tahun berjalan. Aktiva dan kewajiban pajak tangguhan diakui atas perbedaan waktu antara aktiva dan kewajiban untuk tujuan komersial dan untuk tujuan perpajakan disetiap tanggal pelaporan. Rekonsiliasi fiskal dilakukan untuk mengetahui besarnya penghasilan kena pajak (PKP) suatu badan. Penyesuaian yang dilakukan dalam rekonsiliasi fiskal ini dilakukan pada pos-pos penghasilan dan biaya yang menurut fiskal boleh dikurangkan atau ditambahkan.
B. Hasil Analisis Data 1. Perhitungan Pajak Penghasilan Sebelum Perencanaan Pajak Dasar dalam perhitungan pajak adalah laba usaha. Laba merupakan selisih antara total pendapatan dikurangi dengan biaya, dimana pendapatan mengukur aliran masuk aktiva bersih setelah dikurangi dengan hutang dari penjualan barang atau jasa. Untuk dapat mengetahui laba secara fiskal
58
diperlukan rekonsiliasi fiskal. Penulis menggunakan data laporan laba rugi koperasi untuk periode tahun 2008 dan 2009. a. Periode Tahun 2008 Untuk periode tahun 2008 penulis menganalisis pendapatan dan bebanbeban yang menurut fiskal tidak boleh ditambahkan dan dikurangkan. Hasil analisis tersebut adalah: 1) Beban entertain sebesar Rp. 10.342.500 tidak boleh dibiayakan karena tidak memiliki bukti-bukti rincian secara jelas. 2) Beban sumbangan sebesar Rp. 5.700.000 tidak boleh dibiayakan karena tidak termasuk dalam sumbangan yang diatur sesuai dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m. 3) Kurang pembebanan penyusutan peralatan sebesar Rp.649.635. 4) Beban umum lainnya sebesar Rp. 1.627.175 tidak boleh dibiayakan karena tidak memiliki bukti-bukti rincian yang jelas. 5) Pendapatan jasa giro sebesar Rp. 8.158.816 tidak boleh ditambahkan karena telah dikenakan pajak final. 6) Pajak bunga sebesar Rp. 1.635.231 tidak boleh dibiayakan karena termasuk ke dalam sanksi administrasi berupa bunga yang tidak boleh menjadi pengurang sesuai dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Pasal 9 ayat (1) huruf k; 7) Beban pajak PPh sebesar Rp. 184.750 tidak boleh dibiayakan karena termasuk ke dalam pajak penghasilan yang tidak boleh
59
menjadi pengurang sesuai dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Pasal 9 ayat (1) huruf h. Rekonsiliasi fiskal yang dilakukan oleh koperasi akan disajikan dalam tabel berikut ini. Tabel. 4.2 Rekonsiliasi Fiskal Tahun 2008 Laba Sebelum Pajak Koreksi Beda Tetap Beban Entertain Rp. 10.342.500 Beban Sumbangan Rp. 5.700.000 Beban Umum Lainnya Rp. 1.627.175 Pendapatan Jasa Giro (Rp. 8.158.816) Pajak Bunga Rp. 1.635.231 Beban Pajak PPh Rp. 184.750 Total Beda Tetap Koreksi Beda Waktu Beban Penyusutan (Rp. 649.635) Total Beda Waktu PKP Pembulatan Sumber: Laporan Keuangan KOSUPALUK
Rp. 211.540.479
Rp. 11.330.840
(Rp. 649.635) Rp. 222.221.684 Rp. 222.221.000
Perhitungan PPh terutang periode tahun 2008 adalah sebagai berikut: PPh terutang: 10 % x Rp. 50.000.000
Rp.
5.000.000
15 % x Rp. 50.000.000
Rp.
7.500.000
30 % x Rp. 122.221.000
Rp. 36.666.300
Jumlah PPh terutang tahun 2008
Rp. 49.166.300
b. Periode Tahun 2009 Untuk periode tahun 2009 penulis juga menganalisis pendapatan dan beban-beban yang menurut fiskal tidak boleh ditambahkan dan dikurangkan. Hasil analisis tersebut adalah:
60
1) Beban entertain sebesar Rp. 14.872.000 tidak boleh dibiayakan karena tidak memiliki bukti-bukti rincian secara jelas. 2) Beban sumbangan sebesar Rp. 2.800.000 tidak boleh dibiayakan karena tidak termasuk dalam sumbangan yang diatur sesuai dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m. 3) Kelebihan pembebanan penyusutan peralatan sebesar Rp. 968.450 4) Beban lain-lain sebesar Rp. 4.847.508 tidak boleh dibiayakan karena tidak memiliki bukti-bukti rincian yang jelas. 5) Pendapatan jasa giro sebesar Rp. 9.550.023 tidak boleh ditambahkan karena telah dikenakan pajak final. 6) Pajak bunga sebesar Rp. 1.835.813 tidak boleh dibiayakan karena termasuk ke dalam sanksi administrasi berupa bunga yang tidak boleh menjadi pengurang sesuai dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Pasal 9 ayat (1) huruf k. 7) Beban pajak PPh sebesar Rp. 600.000 tidak boleh dibiayakan karena termasuk ke dalam pajak penghasilan yang tidak boleh menjadi pengurang sesuai dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Pasal 9 ayat (1) huruf h. Rekonsiliasi fiskal yang dilakukan oleh koperasi akan disajikan dalam tabel berikut ini.
61
Tabel. 4.3 Rekonsiliasi Fiskal Tahun 2009 Laba Sebelum Pajak Koreksi Beda Tetap Beban Entertain Rp. 14.872.000 Beban Sumbangan Rp. 2.800.000 Beban Lain-Lain Rp. 4.847.508 Pendapatan Jasa Giro (Rp. 9.550.023) Pajak Bunga Rp. 1.835.813 Beban Pajak PPh Rp. 600.000 Total Beda Tetap Koreksi Beda Waktu Beban Penyusutan Rp. 968.450 Total Beda Waktu PKP Pembulatan Sumber: Laporan Keuangan KOSUPALUK
Rp. 525.309.531
Rp. 15.405.298
Rp. 968.450 Rp. 541.683.279 Rp. 541.683.000
Untuk Perhitungan PPh terutang periode tahun 2009 menggunakan tarif PPh Pasal 31 E ayat (1), yaitu: 1) Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas Rp. 4.800.000.000 x Rp. 541.683.000 Rp. 5.003.906.064
= Rp. 519.609.754
2) Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas Rp. 541.683.000 – Rp. 519.609.754
= Rp. 22.073.246
PPh terutang: ( 50% x 28% ) x Rp. 519.509.754
= Rp. 72.745.366
28% x Rp. 22.073.246
= Rp.
6.180.509
Jumlah PPh terutang 2009
= Rp.
78.925.875
62
2. Perhitungan Pajak Penghasilan Setelah Perencanaan Pajak Perencanaan pajak yang dapat dilakukan oleh koperasi antara lain adalah dengan cara mengidentifikasi beban yang tidak boleh dikurangkan pada penghasilan dan berupaya memanfaatkan pengecualian yang ada. Akun-akun pendapatan dan beban koperasi yang direkonsiliasi fiskal pada periode tahun 2008 dan 2009 hampir sama, oleh karena itu penulis membuat perencanaan pajak yang sama pada kedua periode tersebut. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan adalah: a. Beban entertain sebesar Rp. 10.342.500 pada tahun 2008 dan Rp. 14.872.000 pada tahun 2009 tidak dapat dikurangkan karena tidak memiliki daftar nominatif dan bukti-bukti rincian yang jelas. Agar beban-beban tersebut dapat dikurangkan maka koperasi seharusnya membuat daftar nominatif beserta dengan bukti-bukti rincian yang jelas. b. Beban lain-lain sebesar Rp. 1.627.175 pada tahun 2008 dan Rp. 4.847.500 pada tahun 2009 tidak dapat dikurangkan karena merupakan biaya
yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak. Agar dapat dikurangkan maka biaya-biaya tersebut dialihkan sebagai biaya yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. c. Sumbangan sebesar Rp. 5.700.000 pada tahun 2008 dan Rp. 2.800.000 pada tahun 2009 dialihkan kepada sumbangan yang diatur sesuai
63
dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana tercantum dalam UndangUndang No. 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m agar dapat diakui sebagai pengurang penghasilan. d. Mengikuti perkembangan peraturan perpajakan dan melaksanakan administrasi perpajakan sesuai dengan peraturan yang belaku sehingga terhindar dari sanksi, seperti pajak bunga sebesar Rp. 1.635.231 pada tahun 2008 dan Rp. 1.835.813 pada tahun 2009. Beban-beban yang dapat dialihkan koperasi agar dapat menjadi pengurang dalam penghasilan kena pajak antara lain disajikan dalam tabel berikut ini. Tabel. 4.4 Koreksi Fiskal yang Dapat Dihindari Tahun 2008
Koreksi Fiskal yang Dihindari Beban Entertain Beban Sumbangan Beban Umum Lainnya Pajak Bunga Jumlah 2009 Beban Entertain Beban Sumbangan Beban Lain-Lain Pajak Bunga Jumlah Sumber: Laporan Keuangan KOSUPALUK
Jumlah Rp. 10.342.500 Rp. 5.700.000 Rp. 1.627.175 Rp. 1.635.231 Rp. 19.304.906 Rp. 14.872.000 Rp. 2.800.000 Rp. 4.847.500 Rp. 1.835.813 Rp. 24.355.313
Perhitungan PPh terutang koperasi setelah dilakukannya perencanaan pajak pada periode tahun 2008 adalah sebagai berikut: PKP
Rp. 222.221.688
Koreksi Fiskal yang Dapat Dihindari
(Rp. 19.304.906)
Laba Kena Pajak
Rp. 202.916.782
64
Pembulatan
Rp. 202.916.000
PPh terutang: 10 % x Rp. 50.000.000
Rp. 5.000.000
15 % x Rp. 50.000.000
Rp. 7.500.000
30 % x Rp. 102.916.000
Rp. 30.874.800
Jumlah PPh terutang tahun 2008
Rp. 43.374.800
Sedangkan perhitungan PPh terutang koperasi setelah dilakukannya perencanaan pajak pada periode tahun 2009 adalah sebagai berikut: PKP
Rp. 541.683.279
Koreksi Fiskal yang Dapat Dihindari
(Rp. 24.355.313)
Laba Kena Pajak
Rp. 517.327.966
Pembulatan
Rp. 517.327.000
Untuk Perhitungan PPh terutang periode tahun 2009 menggunakan tarif PPh Pasal 31 E ayat (1), yaitu: 1) Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas Rp. 4.800.000.000 x Rp. 517.327.000 Rp. 5.003.906.064
= Rp. 496.246.246
2) Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas Rp. 517.327.000 – Rp. 496.246.246
= Rp.
21.080.754
( 50% x 28% ) x Rp. 498.007.430
= Rp.
69.474.474
28% x Rp. 21.080.754
= Rp.
5.902.611
Jumlah PPh terutang 2009
= Rp.
75.377.085
PPh terutang:
65
Besarnya efisiensi pajak koperasi pada periode tahun 2008 adalah sebagai berikut: Pajak penghasilan sebelum perencanaan pajak
Rp. 49.166.300
Pajak penghasilan setelah perencanaan pajak
(Rp. 43.374.800)
Efisiensi beban pajak penghasilan Persentase : Rp. 5.791.500 Rp. 49.166.300
x
Rp. 5.791.500 100 %
=
11,78 %
Sedangkan besarnya efisiensi pajak koperasi pada periode tahun 2009 adalah sebagai berikut: Pajak penghasilan sebelum perencanaan pajak
Rp. 78.925.875
Pajak penghasilan setelah perencanaan pajak
(Rp. 75.377.085)
Efisiensi beban pajak penghasilan Persentase : Rp 3.548.790 Rp. 78.925.875
x
Rp. 3.548.790 100 %
=
4,5 %
Hasil perhitungan PPh terutang sebelum dan setelah perencanaan pajak beserta besarnya penghematan pajak koperasi dan persentasenya akan disajikan dalam tabel berikut. Tabel. 4.5 Perbandingan Besarnya PPh Terutang (Dalam Rupiah) Sebelum Setelah Perencanaan Perencanaan Pajak Pajak 2008 49.166.300 43.374.800 2009 78.925.875 75.377.085 Sumber: Hasil Penelitian Tahun Pajak
Besarnya Penghematan Pajak 5.791.500 3.548.790
Persentase Penghematan Pajak 11,78% 4,5%
Berdasarkan data dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa dengan penerapan perencanaan pajak pada koperasi dapat menghemat pengeluaran
66
kewajiban pajak pada tahun 2008 sebesar Rp. 5.791.500 dan pada tahun 2009 sebesar Rp. 3.548.790. Dengan demikian, penerapan perencanaan pajak dapat dijadikan alternatif dalam meminimalkan beban pajak. Aktiva dan kewajiban pajak tangguhan pada koperasi diakui atas perbedaan waktu antara aktiva dan kewajiban untuk tujuan komersial dan untuk tujuan fiskal di setiap tanggal pelaporan. Manfaat pajak di masa mendatang, seperti saldo rugi fiskal yang belum digunakan, diakui sejauh besar kemungkinan manfaat pajak tersebut dapat direalisasikan. Aktiva dan kewajiban pajak tangguhan diukur pada tarif pajak yang diharapkan akan digunakan pada periode ketika aktiva direalisasi atau ketika kewajiban dilunasi berdasarkan tarif pajak (dan peraturan perpajakan) yang berlaku atau secara substansi telah diberlakukan pada tanggal neraca. Pajak tangguhan bukan merupakan kewajiban pembayaran pajak, sehingga pajak tangguhan ini tidak mempunyai dampak pada aliran kas koperasi. Perhitungan pajak tangguhan koperasi akan disajikan dalam tabel berikut. Tabel. 4.6 Perhitungan Pajak Tangguhan (Dalam Rupiah) Beda Waktu (Penyusutan) Komersial Fiskal Selisih antara komersial dan fiskal Kewajiban (aktiva) pajak tangguhan Sumber: Hasil Penelitian
2008
2009
6.754.998 7.404.633 ( 649.635) 194.891
19.466.242 18.497.792 968.450 (271.166)
Berdasarkan hasil perhitungan dalam tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada tahun 2008 penyusutan peralatan menurut fiskal lebih besar dari pada menurut komersial, maka selisih tersebut akan menyebabkan
67
beban pajak kini menjadi lebih kecil, tetapi akan mengakibatkan pengakuan beban pajak yang lebih besar secara komersial pada masa yang akan datang. Dengan demikian, selisih tersebut akan menghasilkan kewajiban pajak tangguhan. Sedangkan, pada tahun 2009 penyusutan peralatan menurut fiskal lebih kecil dari pada menurut komersial, maka selisih tersebut akan menyebabkan beban pajak kini menjadi lebih besar, tetapi akan mengakibatkan pengakuan beban pajak yang lebih kecil secara komersial pada masa yang akan datang. Dengan demikian, selisih tersebut akan menghasilkan aktiva pajak tangguhan.
68
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa penerapan perencanaan pajak yang dilakukan di koperasi pada tahun 2008 dan 2009 terbukti dapat mengefisiensikan beban pajak. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang telah dicapai bahwa koperasi dapat mengefisiensikan beban pajaknya pada tahun 2008 sebesar 11,78 % dan pada tahun 2009 sebesar 4,5 %.
B. Implikasi 1. Perencanaan pajak dapat dipergunakan sebagai sarana pengelolaan pajak yang dapat menunjang efisiensi beban pajak koperasi. Selain itu perencanaan pajak juga berdampak positif bagi koperasi, yaitu koperasi memiliki sisa hasil usaha (SHU) lebih besar sehingga dapat lebih menyejahterakan para anggotanya. 2. Penelitian mengenai perencanaan pajak ini menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang cara-cara yang bisa dilakukan dalam usaha penerapan perencanaan pajak pada koperasi sehingga dapat meminimalkan beban pajak pada koperasi tersebut.
C. Saran Berdasarkan pengamatan dan evaluasi yang telah dilakukan pada babbab sebelumnya dan dihubungkan dengan kesimpulan di atas, maka dapat
69
diajukan saran-saran yang dapat bermanfaat bagi koperasi dan dapat menjadi pertimbangan dan masukan bagi penelitian selanjutnya. Saran-saran yang dapat diajukan oleh penulis antara lain: 1. Penulis menyarankan kepada koperasi untuk melaksanakan perencanaan pajak dengan baik melalui penganalisaan informasi yang ada secara teliti, seperti mengikuti dan mengetahui perkembangan peraturan perpajakan terbaru yang berlaku, melalui surat edaran yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak, berita pajak, dan majalah atau koran yang berhubungan dengan perpajakan dalam rangka meminimalisasi PPh terutang. 2. Koperasi sebaiknya membuat daftar nominatif beserta dengan bukti-bukti rincian yang jelas agar beban-beban entertain dan beban lainnya dapat dikurangkan sehingga dapat mengurangi jumlah pajak terutang. 3. Koperasi sebaiknya melaksanakan administrasi perpajakan sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku, seperti melakukan pembayaran dan pelaporan SPT tepat waktu agar terhindar dari sanksi administrasi perpajakan, dengan begitu akan mengurangi jumlah pajak yang terutang.
70
DAFTAR PUSTAKA Ade, Cut Dien Dwianna dan Gusvita. “Perencanaan Pajak atas Skema Penagihan Jasa Outsorcing (Studi Kasus pada PT. Z Jakarta)”, 2010. http://eprints.ui.ac.id/id/eprint/24552 (diakses tanggal 28 Maret 2011). Anonim. “Undang-Undang PPh No. 36 Tahun http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=13430 tanggal 1 Oktober 2010).
2008”, (diakses
Anonim. “Proposal Evaluation Taxes Planning 21”, 2010, http://arsipbadfacefansclub.blogspot.com/2010/03/proposal-evaluation taxesplanning-21.html (diakses tanggal 26 Oktober 2010). Anonim. “Tax Planning vs Creative Accounting”, http://gemilangtrimeidhasari.wordpress.com/2010/02/20/tax-planning/ (diakses tanggal 26 Oktober 2010).
2010,
Aviantara, Aris. “Manajemen dan Perencanaan Pajak”, 2008, http://aviantara.multiply.com/journal/item/5 (diakses tanggal 14 November 2010). Cendiman. “Definisi Efisiensi”, 2009, http://cendiman.blogspot.com/2009/11/definisi-efisiensi.html (diakses tanggal 5 Februari 2011). Danfar. “Definisi / Pengertian Efisiensi”, 2009, http://dansite.wordpress.com/2009/03/28/pengertian-efisiensi/ (diakses tanggal 5 Februari 2011). Dewan Standar Akuntansi Keuangan. “Exposure Draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 23 (revisi 2009)”, Ikatan Akuntan Indonesia, Jakarta, 2009. Dewan Standar Akuntansi Keuangan. “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 27 Akuntansi Koperasi (revisi 1998)”, Ikatan Akuntan Indonesia, Jakarta, 1998. Eviyana, Dwi Wijayanti. “Penerapan Tax Planning dalam Manajemen Pajak untuk Efisiensi Pembayaran Beban Pajak Penghasilan Badan dan Pengaruhnya terhadap Laporan Arus Kas pada PT Lembah Permata Biru”, 2008, http://eprints.umm.ac.id/eprint/5699 (diakses tanggal 28 Maret 2011).
71
Fajarwati, Yuni. “Analisis Koreksi Fiskal atas Laporan Keuangan Komersial dalam Rangka Penghematan Pajak Penghasilan”, 2007, http://eprints.umm.ac.id/eprint/9522 (diakses tanggal 28 Maret 2011).
Ferdiyansyah, Nurul Cahya. “Penerapan Peencanaan Pajak (Tax Planning) sebagai Upaya Penghematan Pajak Penghasilan pada Wajib Pajak Badan (Studi Kasus pada UD Garinda Salt Engineering)”, 2010, http://eprints.umm.ac.id/1880/1/PENERAPAN_PERENCANAAN_PAJAK.pdf . (diakses tanggal 28 Maret 2011). Gloritho. “Pengaruh Penerapan Perencanaan Pajak Biaya Pegawai Pada PT XYZ Untuk Meminimalkan Beban Pajak dan Hubungannya Dengan Kinerja Perusahaan”, Skripsi : Universitas Gunadarma, Jakarta, 2008. Hamid, Abdul. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, FEIS UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2007. Ichsan. “Fungsi, Peran, dan Prinsip Koperasi”, 2008, http://tunas63.wordpress.com/2008/10/09/fungsi-peran-dan-prinsip-koperasi/ (diakses tanggal 1 November 2010). Ichsan. “Macam / Jenis Koperasi”, http://tunas63.wordpress.com/2008/11/24/macamjenis-koperasi/ tanggal 1 November 2010).
2008, (diakses
Laporan Keuangan Tahun 2008 Koperasi Pegawai B2TKS KOSUPALUK Laporan Keuangan Tahun 2009 Koperasi Pegawai B2TKS KOSUPALUK Mangoting, Yeni. “Tax Planning: Sebuah Pengantar Sebagai Alternatif Meminimalkan Pajak”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Universitas Kristen Petra, Vol. 1, No. 1, Hal 43-53, 1999. Paryan. “Modul Pajak Penghasilan Badan”, Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan, Jakarta, 2009. Santoso, Slamet. “Format Penelitian Kuantitatif (Materi III)”, 2008, http://ssantoso.blogspot.com/2008/08/format-penelitian-kuantitatif materi.html (diakses tanggal 18 Januari 2011). Sekaran, Uma. “Metodologi Penelitian Untuk Bisnis”, Buku 1, Edisi 4, Salemba Empat, Jakarta, 2006. Suandy, Erly. “Hukum Pajak”, Edisi 4, Salemba Empat, Jakarta, 2008.
72
Umaimah. “Tax Planning untuk Penghematan Pembayaran Pajak pada Koperasi Susu”X” di Jawa Timur”, Jurnal βετA: Universitas Muhammadiyah, Gresik, Vol. 3, No. 2, Hal 104-116, 2005. Waluyo. “Perpajakan Indonesia”, Buku 1, Edisi 8, Salemba Empat, Jakarta, 2008. Zain, Muhammad. “Manajemen Perpajakan”, Salemba Empat, Jakarta, 2005. Zatadini, Ksu Syariah. “Undang-Undang Koperasi No. 25 Tahun 1992”, 2007, http://ksusyariahzatadini.wordpress.com/2007/06/18/undang-undang koperasino-25-tahun-1992/ (diakses tanggal 1 November 2010).
73
DAFTAR LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya mengamankan penerimaan negara yang semakin meningkat, mewujudkan sistem perpajakan yang netral, sederhana, stabil, lebih memberikan keadilan, dan lebih dapat menciptakan kepastian hukum serta transparansi perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
74
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN. Pasal 2 (1) Yang menjadi subjek pajak adalah: a. 1. orang pribadi; 2. warisan yang belum terbagi menggantikan yang berhak;
sebagai
satu
kesatuan
b. badan; dan c. bentuk usaha tetap. (1a) Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. (2) Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. (3) Subjek pajak dalam negeri adalah: a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: 1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan
75
perundang-undangan; 2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan 4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. (4) Subjek pajak luar negeri adalah: a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. (5) Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.
tempat kedudukan manajemen; cabang perusahaan; kantor perwakilan; gedung kantor; pabrik; bengkel; gudang; ruang untuk promosi dan penjualan; pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan; proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
76
m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. (6) Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya. Pasal 4 (1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini; b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; c. laba usaha; d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: 1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; 3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; 4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
77
e. f. g.
h. i. j. k. l. m. n. o.
p. q. r. s.
dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan 5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; royalti atau imbalan atas penggunaan hak; sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; keuntungan selisih kurs mata uang asing; selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; premi asuransi; iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; penghasilan dari usaha berbasis syariah; imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan surplus Bank Indonesia.
(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final: a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; b. penghasilan berupa hadiah undian; c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
78
e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. (3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah: a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan 2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
b. c.
d.
e.
f.
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; warisan; harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan 2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah
79
25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; j. dihapus; k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 6 (1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
80
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: 1. biaya pembelian bahan; 2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; 3. bunga, sewa, dan royalti; 4. biaya perjalanan; 5. biaya pengolahan limbah; 6. premi asuransi; 7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 8. biaya administrasi; dan 9. pajak kecuali Pajak Penghasilan; b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; e. kerugian selisih kurs mata uang asing; f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
81
Peraturan Menteri Keuangan; i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9 (1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota; c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali: 1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; 2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; 3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; 4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; 5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan 6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib
82
e.
f.
g.
h. i. j. k.
Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan; harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; Pajak Penghasilan; biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya; gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan.
83
UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi; b. bahwa Koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip Koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional; c. bahwa pembangunan Koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan seluruh rakyat; d. bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut dan menyelaraskan dengan perkembangan keadaan, perlu mengatur kembali ketentuan tentang perkoperasian dalam suatu Undang-undang sebagai pengganti Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian; Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945; Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
84
2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi. 3. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orangseorang. 4. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi. 5. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi. BAB II LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN Bagian Pertama Landasan dan Asas Pasal 2 Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan. Bagian Kedua Tujuan Pasal 3 Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB III FUNGSI, PERAN, DAN PRINSIP KOPERASI Bagian Pertama Fungsi dan Peran Pasal 4 Fungsi dan peran Koperasi adalah: a. membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;
85
b. berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat; c. memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai sokogurunya; d. berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Bagian Kedua Prinsip Koperasi Pasal 5 (1) Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut: a. keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; b. pengelolaan dilakukan secara demokratis; c. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota; d. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; e. kemandirian. (2) Dalam mengembangkan Koperasi, maka Koperasi melaksanakan pula prinsip Koperasi sebagai berikut: a. pendidikan perkoperasian; b. kerja sama antarkoperasi.
86
KOPERASI PEGAWAI B2TKS (KOSUPALUK) LAPORAN RUGI LABA Untuk Tahun yang Berakhir pada Tanggal 31 Desember 2008
Pendapatan
Rp. 4.205.538.701
Biaya Pokok
Rp. 3.919.699.751
Laba Kotor
Rp. 285.838.950
Beban Usaha Beban Pemasaran
Rp.
1.000.000
Beban Umum dan Adm
Rp.
50.890.888
Beban Perkoperasian
Rp.
10.064.500
Jumlah Beban Usaha
Rp.
61.955.388
Laba Operasional Pendapatan (Beban) Lain-Lain Laba Sebelum Pajak Pajak Penghasilan Laba Bersih
Rp. 223.883.562 (Rp.
1.661.878)
Rp. 222.221.684 Rp.
49.166.300
Rp. 173.055.384
87
KOPERASI PEGAWAI B2TKS (KOSUPALUK) LAPORAN RUGI LABA Untuk Tahun yang Berakhir pada Tanggal 31 Desember 2009
Pendapatan
Rp. 5.003.906.064
Biaya Pokok
Rp. 4.637.732.895
Laba Kotor
Rp. 636.173.169
Beban Usaha Beban Pemasaran
Rp.
1.000.000
Beban Umum dan Adm
Rp.
88.993.293
Beban Perkoperasian
Rp.
10.161.000
Jumlah Beban Usaha
Rp. 100.154.293
Laba Operasional
Rp. 536.018.876
Pendapatan (Beban) Lain-Lain
Rp.
Laba Sebelum Pajak
Rp. 541.683.279
Pajak Penghasilan Laba Bersih
Rp.
5.664.403
78.925.875
Rp. 462.757.404
88
RINCIAN BIAYA KOPERASI TAHUN 2008 (Dalam Rupiah)
Beban Sponsorship Honor Lainnya Tunjangan Komunikasi Beban Telepon Beban Entertain Beban Sumbangan Beban Perijinan Beban Materai, Pos & Kurir Beban ATK Beban Fotokopi, Jilid & Press Biaya Pemeliharaan Peralatan Beban Penyusutan Peralatan Beban Penyusutan Inv Buku Beban Transport Beban Konsumsi Beban Umum Lainnya Honor, Konsumsi, Insentif Beban Dokumentasi Rapat Beban Konsumsi Rapat Adm Bank Pajak Bunga Materai Bank Beban Pajak PPh Jumlah
1.000.000 17.000.000 150.000 150.000 10.342.500 5.700.000 1.350.000 513.500 8.342.033 1.934.000 950.000 6.754.998 212.496 11.586.226 1.298.000 1.627.175 5.300.000 300.000 4.464.500 1.491.000 1.635.231 170.878 184.750 82.457.287
89
RINCIAN BIAYA KOPERASI TAHUN 2009 (Dalam Rupiah)
Beban Sponsorship Gaji, Honor, Tunjangan Beban Entertain & THR Sumbangan Beban Perijinan Beban Materai, Pos & Kurir Perlengkapan Kantor Beban Penyusutan Transportasi Konsumsi Lain-Lain Honor, Komisi, Insentif Beban Dokumentasi Rapat Beban Konsumsi Rapat Transportasi Rapat Adm Bank Pajak Bunga Materai Bank Beban Pajak PPh Jumlah
1.000.000 39.260.000 14.872.000 2.800.000 1.500.000 1.550.500 8.170.673 19.466.242 17.678.820 2.335.508 4.847.508 4.250.000 500.000 4.661.000 750.000 1.086.097 1.835.813 282.000 600.000 127.446.161
90