Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak Jalanan Oleh Yayasan Pesantren Islam Boarding School of Cipete (YPI BSC) Al-Futuwwah, Cipete Utara, Jakarta Selatan
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh Mursalih NIM 101054022778
Dibawah Bimbingan
Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si. NIP 150 275 288
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008
Pendidikan Non Formal Sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak Jalanan Oleh Yayasan Pesantren Islam (YPI) BSC Al-Futuwwah, Cipete, Jakarta Selatan
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh MURSALIH NIM 101054022778
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul Pendidikan Non Formal Sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak Jalanan Oleh Yayasan Pesantren Islam Boarding School of Cipete ( YPI BSC ) AlFutuwwah, Cipete Utara, Jakarta Selatan telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 01 Desember 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam. Jakarta, 01 Desember 2008 Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. H. Mahmud Jalal, MA NIP 150 202 342
Wati Nilamsari, M. Si NIP 150 293 223
Anggota, Penguji I
Penguji II
Dr. Ilyas Ismail, MA NIP 150 286 373
Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M. Pd NIP 150 282 125 Pembimbing,
Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si NIP 150 275 288
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................
i
DAFTAR ISI ..................................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
vii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B.
Pembatasan dan Rumusan Masalah ........................................
7
C.
Tujuan Penelitian....................................................................
8
D.
Manfaat Penelitian..................................................................
8
E.
Sistematika Penulisan .............................................................
9
KERANGKA TEORI A.
B.
C.
Pemberdayaan Masyarakat .....................................................
11
1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat ..............................
11
2. Proses Pemberdayaan .......................................................
13
3. Strategi Pemberdayaan .....................................................
14
4. Tujuan-tujuan Pemberdayaan ...........................................
17
Pendidikan Non Formal..........................................................
19
1. Azas Pendidikan Non Formal ...........................................
19
2. Tugas – tugas Pendidikan Non Formal .............................
21
3. Sifat – sifat Pendidikan Non Formal .................................
21
4. Syarat – syarat Pendidikan Non Formal ............................
22
Lembaga Swadaya Masyarakat...............................................
23
1. Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat........................
23
D.
2. Sejarah Lahirnya Lembaga Swadaya Masyarakat..............
26
3. Karakteristik dan Ciri-ciri Lembaga Swadaya Masyarakat
28
4. Klasifikasi Lembaga Swadaya Masyarakat .......................
29
Ekonomi.................................................................................
32
1. Pengertian Ekonomi .........................................................
32
2. Masalah Pokok Dalam Perekonomian...............................
33
3. Penanggulangan Kemiskinan ............................................
34
4. Mengembangkan Perekonomian Berbasis Kemasyarakatan 36 E.
BAB III
BAB IV
Anak Jalanan ..........................................................................
38
1. Pengertian Anak Jalanan...................................................
38
2. Kategori Anak Jalanan......................................................
39
3. Faktor dan Sebab-sebab Lahirnya Anak Jalanan ...............
41
METODOLOGI PENELITIAN A.
Lokasi Penelitian ....................................................................
43
B.
Model dan Desain Penelitian...................................................
44
C.
Penetapan Subyek Penelitian ..................................................
44
D.
Tehnik Pengambilan Data .......................................................
45
E.
Sumber Data...........................................................................
46
F.
Fokus Penelitian .....................................................................
46
G.
Analisa Data ...........................................................................
47
TEMUAN LAPANGAN A.
Temuan Lapangan atau Gambaran Umum YPI BCS Al-Futuwwah ...............................................................................................
49
1. Latar Belakang berdirinya YPI BCS Al-Futuwwah...........
49
B.
2. Letak Geografis ................................................................
56
3. Visi dan Misi YPI BCS Al-Futuwwah ..............................
57
4. Program Pendidikan Non Formal......................................
58
5. Struktur Organisasi YPI BCS Al-Futuwwah .....................
62
Analisa Data Lapangan ...........................................................
65
1. Pelaksanaan Program Pendidikan Non Formal oleh YPI BCS AlFutuwwah .........................................................................
65
2. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Program Pendidikan Non Formal.......................................................................
BAB V
80
KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan ............................................................................
85
B.
Saran ......................................................................................
87
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I
A. Latar Belakang Masalah Perubahan-perubahan sosial yang serba cepat sebagai dampak kensekuensi modernisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mempunyai dampak
pada
kehidupan
masyarakat.
Perubahan
sosial
tersebut
telah
mempengaruhi masyarakat. Tidak semua anggota masyarakat mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan tersebut yang pada gilirannya menimbulkan masalah-masalah sosial. Diantara masalah–masalah sosial yang terjadi sebagai dampak dari perubahan sosial yaitu kehadiran anak jalanan yang pada umumnya tidak terdidik dan tanpa keahlian tertentu. Pusat-pusat keramaian tidak luput dari anak jalanan, mereka menjamur memenuhi jalan atau tempat-tempat strategis yang banyak dikunjungi masyarakat seperti mal, swalayan, perempatan jalan, tempat ibadah dan lain-lain. Fenomena anak jalanan, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta hampir sama dengan fenomena pelacuran, pengangguran dan pengemis yang tumbuh subur bak jamur dimusim hujan terutama setelah Negara kita dilanda krisis ekonomi sejak penghujung 1998. Terkait dengan masalah kemiskinan, terlepas kemiskinan kultural maupun kemiskinan struktural, yaitu masalah keterbelakangan dalam pendidikan terutama di Negara-negara berkembang seperti Indonesia. Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum
lainnya.1 Anak jalanan cenderung lepas dari pembinaan keluarga, sekolah dan pemerintah sebagai lembaga yang bertanggung jawab penuh terhadap pertumbuhan dan perkembangan mereka. Tanpa disadari munculnya anak jalanan menimbulkan berbagai masalah seperti: 1.
Mengganggu ketertiban dan keamanan orang lain.
2.
Dapat membahayakan keselamatan diri anak itu sendiri.
3.
Memberi peluang untuk terjadinya tindak kekerasan.
4.
Memberikan kesan yang kurang menguntungkan pada keberhasilan usaha
pembangunan
khususnya
pembangunan
dibidang
pada
kesejahteraan sosial.2 Di jalanan mereka berinteraksi dengan nilai dan norma yang jauh berbeda dengan apa yang ada di lingkungan keluarga dan sekolah. Keberadaan yang tidak menentu tersebut pada akhirnya sangat potensial untuk melakukan tindakan kriminal, mengganggu lalu lintas, membuat bising penumpang, mengganggu pemandangan dan keindahan taman. Mereka berkerja apa saja asal menghasilkan uang, seperti pengamen jalanan, tukang koran, semir sepatu, ojek payung sampai pada pemulung. Dengan penghasilan jauh dari standar umum minimal, keberadaan mereka telah menimbulkan persoalan lain dalam bentuk tidak adanya tempat tinggal karena biaya kost rumah yang tidak mungkin mereka dapat untuk membayarnya, ini dikarenakan mereka tidak mempunyai skill atau keterampilan serta
1
J. Soetomo, Petunjuk Teknis: (Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan untuk Pembinaan Kesejahteraan Anak Jalanandi 12 Provinsi, (Jakarta: Dep Sos RI, 1999), h. iii 2 Makmur Sanusi, Anak Jalanan, Permasalahan dan Rencana Penanganannya, Dalam Majalah Penyuluhan Sosial, (Jakarta: Edisi Khusus Hari Anak Jalanan, 23 Juli 1997), h. 24
produktivitas kerja yang tinggi yang dapat diharapkan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Oleh karenanya harus ada keinginan yang kuat untuk mengembangkan sisi positifnya yaitu mereka mempunyai semangat kerja yang tinggi untuk berkerja tetapi produktivitas mereka rendah, maka dengan berbagai pembinaan mental, spiritual dan skill atau keterampilan yang pada akhirnya mereka dapat hidup layak walaupun dengan tingkat pendidikan yang rendah tetapi mereka mempunyai motivasi dan produktivitas yang tinggi. Sesuai dengan firman Allah yang dijelaskan dalam Al-qur’an bahwa nasib seseorang pada hakikatnya adalah tergantung pada orang itu sendiri (sesuai dengan do’a dan usahanya).
! " #%&'()*"+ Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Q. S. Ar – Ra’du: 11).3 Dalam rangka memenuhi kabutuhan hidup dan merbah nasib atau keadaan maka setiap manusia diwajibkan untuk berusaha atau bekerja. Allah SWT telah memerintahkan kepada setiap hamba-Nya untuk selalu berusaha dan berdo’a, karena perubahan nasib seseorang tergantung dengan apa yang mereka usahakan. Motivasi kerja yang tinggi pada kahirnya akan menimbulkan produktivitas kerja yang tinggi adalah merupakan hal yang fitrah dalam diri manusia yang telah diputuskan oleh kebutuhan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam mempertajam, mempersiapkan dan mendorong kemauan manusia ini agar tercapai kebutuhan yang ingin dicapai oleh manusia.
3
Al – Qur’an dan Terjemah (Ayat pojok bergaris), Departemen Agama RI, Th. 1998 h. 199
9 40 5678 ! .1☺3 ,-./0" ?@.B0C0" :;10<⌧> J"KL0 :MB0" ! DEFG☺HI 0" 1HRHI P1Q N;O :X YZR8 STQU%VWI 0" D.1☺G. G:[E:\ ☺ Artinya: Dan katakanlah: “ Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta oran-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dankamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (Q. S. At – Taubah: 105).4 Dari ayat di atas dapat dijadikan sebagai salah satu dasar dalam motivasi kerja kepada seluruh umat manusia, agar manusia dapat menghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkannya karena hanya dengan produktivitas yang tinggi semua keinginan dapat diraih dan menghindari dari sifat bermalas-malasan dan berpangku tangan kepada uluran orang lain. Dalam rangka merealisasikan keinginan di atas perlu adanya lembaga yang menangani dan mempunyai perhatian terhadap masalah tersebut. Dalam hal ini adanya lembaga-lembaga yang dapat menanganinya adalah lembaga swadaya masyarakat atau lebih dikenal dengan nama LSM. Pada umumnya LSM mempunyai konsep dalam hal pemberdayaan anak jalanan. Konsep tersebut secara tidak langsung adalah merupakan konsep pengembangan masyarakat yang pada prinsipnya adalah merupakan suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf
hidup
keseluruhan
komunitas
melalui
partisipasi
aktif
dan
jika
memungkinkan berdasarkan inisiatif masyarakat. Hal ini meliputi berbagai kegiatan pembangunan ditingkat distrik, baik dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga non pemerintah, pengembangan masyarakat harus dilakukan
4
Ibid, h. 162
melalui gerakan-gerakan yang kooperatif dan harus berhubungan dengan pemerintah lokal terdekat.5 Dalam upaya pemberdayaan masyarakat dalam hal ini anak jalanan yang diarahkan pada produktivitas kerja Didik J Rachbini mengemukakan bahwa “dalam pandangan mengenai sumber daya manusia, konteks yang diberdayakan bukan soal kuantitatifnya, melainkan kualitatifnya. Setiap usaha untuk membangun sumber daya manusia juga akan selalu dikaitkan dengan pengembangan kualitatifnya”.6 Senada dengan hal tersebut, Horison dan Myers mengemukakan bahwa, pemberdayaan adalah suatu proses peningkatan pengetahuan manusia, keahlian dan keterampilan dan semua orang
yang berada dalam lingkungan
masyarakat.7 Berbicara masalah pemberdayaan anak jalanan, Yayasan Pesantren Islam Boarding School of Cipete (YPI BSC) Al-Futuwwah) adalah salah satu dari sekian banyak LSM atau lembaga sosial yang mempunyai konsep atau orientasi program dalam hal pemberdayaan anak jalanan yang dikemas dalam pendidikan non formal, khususnya untuk meningkatkan produkivitas kerja
yang mengarah pada
peningkatan taraf ekonomi mereka. Hal tersebut dapat meringankan beban hidup mereka dan dapat hidup mandiri. Hal ini sejalan dengan GBHN 1988 yang menjelaskan bahwa pembangunan di daerah perlu didorong peningkatan partisipasi msyarakat, termasuk peranan LSM.8
5
Isbandi Rukminto Adi, Pembangunan Masyarakat dan Intervensi Komunitas Pengantar Pada Pemikiran dan Pendidikan Praktis. (Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 2001), Cet ke I, h. 135 6 Didik J. Rachbini, Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT. Grafindo, 2001), Cet ke I h. 131. 7 Soekidjo Noto Atmojo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998) cet ke 2 h.1 8 Drs. Sudjatmo, Semangat Kerjasama dan Keterbukaan Itu Perlu, (LP3S: Prisma no. 4, 1998), h. 57
Ada beberapa hal yang menjadi alasan pengambilan YPI BSC Al– Futuwwah sebagai objek penelitian adalah.
Pertama, untuk menjawab
permasalahan–permasalahan di atas diantaranya yaitu rendahnya produktivitas kerja anak jalanan. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik dengan pola pemberdayaan anak jalanan yang diprioritaskan untuk meningkatkan taraf ekonomi anak jalanan yang dikemas dalam program pendidikan non formal yang dilakukan oleh YPI BSC Al-Futuwwah. Adapun program-programnya seperti pembelajaran komputer, pemberantasan buta huruf, menyablon, berwira usaha dan keterampilan– keterampilan lainnya. Jika dipandang bahwa anak didik mereka sudah siap untuk bekerja maka YPI BSC Al-Futuwwah siap untuk menyalurkan ke berbagai bidang pekerjaan, ini dikarenakan sudah terjalinnya hubungan kerja sama antara YPI BSC Al-Futuwwah dengan beberapa perusahaa dan juga memberikan modal usaha bagi anak didik yang ingin berwirausaha. Kedua, selain itu YPI BSC Al–Futuwwah adalah lembaga yang menerima bantuan tetapi menolak adanya intervensi dari pihak donatur dalam pengambilan kebijakan mengenai pelaksanaan program pemberdayaan anak jalanan. Ketiga, YPI BSC Al-Futuwwah dalam upaya peningkatan kadar keimanan anak jalanan, YPI BSC Al-Futuwwah mempunyai beberapa program religi, diantaranya majlis dzikir yang dilaksanakan setiap malam minggu, pengajian malam kamis yaitu pengajian al-qur’an dan tajwid serta qiyamul lail dan muhasabah.9 Berdasarkan pada ajaran agama Islam yang mengajarkan bahwa manusia harus berusaha dengan tangan sendiri dan tidak selalu bergantung pada pemberian
9 Wawancara pribadi dengan M. Sanwani Naim (Pimpinan Yayasan Pesantren Islam BSC Al – Futuwwah), Jakarta Januari 2006
orang lain, maka lembaga ini cukup berhasil dalam membina anak jalanan menjadi tenaga terampil yang terdidik dengan menciptakan unit–unit usaha mandiri sebagai profesi, karena anak–anak tidak mungkin terus - menerus hidup di jalanan. Berangkat dari permasalahan di atas, penulis tertarik untuk meneliti lembaga tersebut dengan berbagai program pendidikan non formal yang ada di lembaga tersebut, maka dalam penelitian ini mengambil judul “Pendidikan Non Formal Sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak Jalanan Oleh Yayasan Pesantren Islam Boarding School of Cipete (YPI BSC) Al-Futuwwah, Cipete, Jakarta Selatan”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah Pembatasan program YPI BSC Al-Futuwwah sangatlah luas, maka peneliti membatasi masalah ini pada peraan yang dilakukan oleh YPI BSC Al – Futuwwah dalam menjalankan program pendidikan non formal dalam meningkatkan ekonomi anak jalanan. Adapun perumusan masalah penelitian ini adalah: 1.
Bagaimanakah pelaksanaan program pendidikan non formal dalam upaya peningkatan taraf ekonomi anak jalanan yang dilaksanakan oleh YPI BSC AlFutuwwah?
2.
Faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dan kegagalan dalam pelaksanaan program yang dilakukan oleh YPI BSC Al–Futuwwah?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pembatasan dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan program pendidikan non formal bagi anak jalanan sebagai upaya peningkatan taraf ekonomi anak jalanan yang dilaksanakan oleh YPI BSC Al -Futuwwah.
2.
Untuk mengetahui dan menganalisis tingkat keberhasilan dan kegagalan dalam pelaksanaan program yang dilaksanakan oleh YPI BSC Al-Futuwwah.
D. Manfaat Penelitian 1.
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi dan peningkatan wawasan akademis dalam bidang pengembangan masyarakat Islam serta kersejahteraan sosial khususnya yang terkait dengan pemberdayaan anak jalanan.
2.
Penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan masukan bagi LSM-LSM atau Yayasan, khususnya YPI BSC Al-Futuwwah dalam merancang dan memperbaiki program pemberdayaan anak jalanan yang sedang berjalan untuk kedepan yang lebih baik.
3.
Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat diketahui masyarakat umum, baik masyarakat yang ada disekitar YPI BSC Al-Futuwwah ataupun berbagai kalangan yang tertarik dan peduli terhadap anak jalanan guna memberikan kontribusi baik moriil maupun materil guna terlaksananya program tersebut.
E. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : Kerangka teori yang menjelaskan tentang pemberdayaan masyarakat, pendidikan non formal, lembaga swadaya masyarakat dan anak jalanan. Penjelasan
tentang pemberdayaan meliputi pengertian
pemberdayaan
masyarakat, proses pemberdayaan, strategi pemberdayaan dan tujuan-tujuan pemberdayaan. Penjelasan tentang pendidikan non formal meliputi azas pendidikan non formal,
tugas-tugas pendidikan non formal, sifat-sifat
pendidikan non formal dan syarat-syarat pendidikan non formal. Sementara penjelasan tentang lembaga swadaya masyarakat meliputi pengertian lembaga swadaya masyarakat, sejarah lahirnya LSM, karakteristik dan cirri-ciri LSM dan klasifikasi lembaga swadaya masyarakat. Penjelasan tentang ekonomi meliputi pengertian ekonomi,
masalah
pokok dalam
perekonomian,
penanggulangan kemiskinan dan mengembangkan perekonomian berbasis kemasyarakatan Dan tentang anak jalanan meliputi pengertian anak jalanan, kategori anak jalanan dan faktor dan sebab-sebab lahirnya anak jalanan. BAB III : Metodologi penelitian yang meliputi lokasi penelitian, model dan desain penelitian, penetapan subyek penelitian, teknik pengambilan data, sumber data, definisi operasional, fokus penelitian dan analisa data. BAB IV : Temuan lapangan dan analisa data. Temuan lapangan meliputi gambaran umum YPI BCS Al-Futuwwah, latar belakang berdirinya, visi dan misi, letak geografis dan struktur organisasi YPI BCS Al-Futuwwah. Analisa data lapangan meliputi pelaksanaan program pendidikan non hormal oleh YPI BCS Al-Futuwwah dan faktor-faktor pendukung dan penghambat program pendidikan non formal. BAB V : Penutup yang meliputi : Kesimpulan dan Saran
BAB II TINJAUAN TEORI A. Pemberdayaan Masyarakat 1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Sebelum penulis memaparkan pengertian tentang pemberdayaan, penulis terlebih dahulu menjelaskan tentang penggunaan kata pengembangan dan pemberdayaan. Kata pengembangan adalah terjemahan dari istilah asing yaitu development, sedangkan kata pemberdayaan yaitu empowerment. Secara teknis istilah pemberdayaan dapat disamakan atau setidaknya diserupakan, bahkan dua istilah ini dalam batas-batas tertentu bersifat interchangeable atau dapat dipertukarkan.10 Pemberdayaan (empowerment) berasal dari bahasa Inggris dengan kata dasar power yang berarti kemampuan berbuat, mencapai, melakukan atau memungkinkan. Awalan “em” berasal dari bahasa Latin dan Yunani yang berarti didalamnya, oleh karena itu pemberdayaan dapat berarti kekuatan dalam diri manusia, suatu sumber kreativitas yang ada didalam setiap manusia yang secara luas tidak ditentukan oleh orang lain. Secara terminology pemberdayaan adalah mengembangkan diri dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi berdaya, guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dengan
10 Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Syafe’I, Pengembangan Masyarakat Islam Dari Ideologi Strategi Sampai Tradisi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001), h. 41
keinginan mereka. Pemberdayaan juga dapat diartikan suatu proses yang relativ terus berjalan untuk terus meningkat kepada perubahan.11 Pemberdayaan bisa diartikan sebagai perubahan kepada arah yang lebih baik, dari yang tidak berdaya menjadi berdaya. Pemberdayaan terkait dengan upaya meningkatkan hidup ketingkat yang lebih baik. Pemberdayaan adalah meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki tentunya dalam menentukan tingkatan kearah yang lebih baik lagi.12 Istilah pemberdayaan yang dipakai oleh T. Hani Handoko adalah “Pengembangan” yaitu usaha jangka panjang untuk memperbaiki pemecahan masalah dan melakukan pembaharuan.13 Dalam Ensiklopedi Indonesia, daya adalah kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan untuk bertindak.14 Dalam pengertian lain, pemberdayaan atau pengembangan atau tepatnya pengembangan sumber daya manusia adalah upaya horizon pilihan bagi masyarakat. Ini berarti masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih sesuatu yang bermanfa’at bagi dirinya. Dengan memakai logika ini, dapat dikatakan bahwa masyarakat yang berdaya adalah yang dapat memilih dan mempunyai kesempatan untuk mengadakan pilihan-pilihan.15
11
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Jakarta, Fakultas UI, 2000), Cet ke 1, h 12 Gunawan Sumadiningrat, Pengembangan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta, Bina Rena Pariwara, 1997), Cet ke 1, edisi II, h. 165 13 T. Hani Handoko, Manajemen, edisi II, (Yogyakarta, 1997), Cet ke XI, h. 337 14 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1997), Cet ke 1, h. 667 15 Ibid, h. 42
Dengan paparan diatas, jelaslah bahwa proses pemberdayaan pada akhirnya akan menyediakan sebuah ruang kepada masyarakat untuk mengadakan pilihanpilihan. Sebab manusia atau masyarakat yang dapat memajukan pilihan-pilihan dan memilih dengan jelas adalah masyarakat yang mempunyai kualitas. Amrullah Ahmad mengatakan bahwa “pengembangan masyarakat Islam adalah system tindakan nyata yang menawarkan alternatif model pemecahan masalah ummah dalam bidang ekonomi, sosial dan lingkungan dalam perspektif Islam”. 16 2. Proses Pemberdayaan Pemberdayaan tidak terjalin secara tiba-tiba, tetapi diawali dengan proses. Pemberdayaan seseorang atau masyarakat dapat dilakukan melalui 3 tahap: 1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi seseorang atau masyarakat berkembang.17 Hal ini dapat dilakukan melalui membangun kepercayaan melalui sharing, membantu orang memahami bidang yang ia tekuni.18 2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat. Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif dan nyata, penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat diri semakin berdaya memanfa’atkan peluang.19
16
Amrullah Ahmad, Strategi Dakwah di Tengah Era Reformasi Menuju Indonesia Baru dalam Memasuki Abad 21, (Bandung, 1999), h. 9 17 Gunawan Sumadiningrat, Op Cit, h. 165 18 Ken Blanchad, Pemberdayaan: Bukan Perubahan Sekejap, Edisi II, (Yogyakarta : Amara Book’s, 2002), Cet ke 1, h. 124 19 Gunawan Sumadiningrat, Op Cit, h. 165
Hal ini dilakukan dengan cara memberikan pelatihan yang diperlukan.20 3) Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Pemberdayaan secara pasti dapat diwujudkan, tetapi perjalanan tersebut tidaklah berlaku bagi mereka yang lemah semangat. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah.21 Contohnya dengan memberikan dorongan dan semangat untuk berubah.22 3. Strategi Pemberdayaan Pada hakikatnya strategi pemberdayaan masyarakat bukan merupakan hal baru. Usaha pengembangan masyarakat terutama dilandasi oleh ajaran keagaman, nilai-nilai kebangsaan dan kebudayaan tradisional seperti semangat gotong royong. Pengembanganan
masyarakat
dimasa
lalu
berkaitan
dengan
konteks
memperjuangkan kemerdekaan, sedangkan pada masa sekarang kegiatan pemberdayaan masyarakat berorientasi pada partisipasi pembangunan dalam konteks transformasi sosial. Elliot mengemukakan bahwa 3 strategi pendekatan yang dipakai dalam proses pemberdayaan masyarakat. 1) The Walfare Approach, yaitu bentuk memberikan bantuan kepada kelompok-kelompok tertentu, misalnya mereka yang terkena musibah bencana
alam
dan
pendekatan
ini
tidak
dimaksudkan
untuk
memberdayakan rakyat dalam menghadapi proses politik dan kemiskinan rakyat.
20
Ken Blanchad, Op Cit, h. 124 Gunawan Sumadiningrat, Op Cit, h. 165 22 Ken Blanchad, Op Cit, h. 124 21
2) The Development Approach, terutama memusatkan pada pembangunan peningkatan kemandirian, kemampuan dan keswadayaan masyarakat. 3) The Empowerment Approach, yan melihat kemiskinan sebagai akibat proses politik dan berusha memberdayakan atau melatih rakyat mengatasi ketidakberdayaannya.23 Ketiga pendekatan ini kemudian diadopsi oleh kebanyakan LSM di Indonesia dalam proses pemberdayaan masyarakat. Dalam hal ini Kartasasmita mengemukakan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat harus dilakukan melalui tiga tahap: 1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang, kondisi ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap individu dan masyarakat memiliki potensi untuk mengorganisasikan dirinya sendiri dan potensi kemandirian tiap individu perlu diberdayakan. 2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh rakyat dengan menetapkan langkah-langkah nyata, menampung berbagai masukan dan menyediakan prasarana dan fasilitas yang dapat diakses oleh lapisan masyarakat yang paling bawah. 3) Memberdayakan rakyat dalam arti melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah jangan sampai lemah bertambah lemah atau makin terpinggirkan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan rakyat, melindungi dan membela harus dilihat sebagai upaya untuk
23
Ibid, h. 150
mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang lemah.24 Dalam
hal
itu
Ismawan
Prijono
mengemukakan
lima
strategi
harkat
lapisan
pengembangan dalam rangka pemberdayaan rakyat sebagai berikut: 1) Program pengembangan sumber daya manusia 2) Program pengembangan kelembagaan kelompok 3) Program pengembangan modal swasta 4) Program pengembangan usaha produktif 5) Program pengembangan informasi tepat guna.25
4. Tujuan-tujuan Pemberdayaan Pemberdayaan
merupakan
uapaya
meningkatkan
masyarakat dan pribadi manusia, upaya ini meliputi: Pertama,
mendorong,
memotivasi,
meningkatkan
kesadaran
akan
potensinya dan menciptakan iklim atau suasana untuk berkembang. Kedua, memperkuat daya, potensi yang dimiliki dengan langkah-langkah positif memperkembangkannya. Ketiga, penyediaan berbagai masukan dan pembukaan akses peluangpeluang. Upaya yang dilakukan adalah peningkatan taraf pendidikan,
24
Ibid, h. 151 Prijono Onny S dan Pranarka A. M. W., pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi, CSIS, (Jakarta: 19960, h. 106 25
derajat kesehatan, akses kepada modal, teknologi tetap guna, informasi lapangan kerja dan pasar dengan fasilitas-fasilitasnya.26 Pemberdayaan bukanlah penguatan individu (orang-perorangan), tetapi juga pranata (system dan strukturnya), pembaharuan kelembagaan, penanaman nilai, peranan masyarakat didalamnya, khususnya dalam pengambilan keputusan dan perencanaan, sekaligus merupakan pembudayaan demokrasi, demikian pula advokasi atau pembelaan yang lemah terhadap yang kuat dan persaingan yang tidak sehat. Pemberdayaan tidak boleh membuat masyarakat menjadi tergantung pada pemberian, apa yang dinikmati harus dihasilkan oleh usaha sendiri, dengan demikian manusia menjadi semakin mandiri dan tumbuh harga diri. Adapun tujuan pemberdayaan masyarakat pada dasarnya sebagai berikut: 1) Membantu mengembangkan manusia yang otentik dan integral dari masyarakat lemah, rentan, miskin, marjinal dan kaum kecil, seperti petani, buruh tani, masyarkat miskin perkotaan, masyarakat ada yang terbelakang, kaum muda pencari kerja, kaum cacat dan kelompok wanita yang didiskriminasikan. 2) Memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat secara rasional ekonomis sehingga mereka dapat lebih mandiri dan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka, namun sanggup berperan serta dalam pengembangan masyarakat.27
B. Pendidikan Non formal
26
I. Nyoman Sumaryadi, Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan masyarakat, (Jakarta: Citra Utama, 2005), h. 114 27
Ibid, h. 115
Jenis kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam Pendidikan Luar Sekolah sebagai suatu sub system pendidikan disamping pendidikan informal juga pendidikan non formal yang akhir-akhir ini berkembang pesat. Yang dimaksud pendidikan non formal adalah pendidikan yang teratur dengan sadar dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat.28 Dalam pendidikan non formal ini dibicarakan beberapa hal yaitu: 1. Asas pendidikan non formal Seperti pendidikan formal, pendidikan non formal mempunyai asas-asas yang menjadi pedoman bagi siapa saja yang terlibat dalam kegiatan pendidikan ini. 1) Asas Inovasi Asas ini merupakan asas penting dalam penyelenggaraan pendidikan non formal, sebab setiap penyelenggaraan pendidikan non formal harus merupakan kegiatan bagi si terdidik dan merupakan hal yang diperlukan atau dibutuhkan. Dalam inovasi ini, maka dapat dikemukakan norma nilai, metode, teknik-teknik kerja, cara-cara berorganisasi, cara-cara berpikir dan lainlain yang merupakan kebutuhan bagi anak didik. 2) Asas Penentuan dan Perumusan Tujuan Pendidikan Non Formal
28
Ke 1, h. 79
Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet.
Berbicara tentang perumusan tujuan, berarti mempersoalkan tuntutan minimal apa yang harus dipenuhi agar si terdidik dapat melaksanakan hak dan kewajiban sebagai manusia sehingga memiliki kehidupan yang layak. Penentuan dan perumusan tujuan, tidak bisa dilepaskan dari: jenis dan tingkatan pengetahuan, sikap serta jenis dan tingkat keterampilan yang harus dikuasai oleh seorang anggota masyarakat. 3) Asas Perencanaan dan Pengembangan Program Pendidikan non formal a. Perencanaan harus bersifat komprehensif. Hal ini berarti bahwa program atau kegiatan yang dikerjakan dapat memenuhi kebutuhan individu atau masyarakat karena tujuan-tujuan tersebut telah mencerminkan dan mencakup semua jenis kebutuhan individu, masyarakat dan nasional. b. Perencanaan harus bersifat integral, yang berarti perencanaan yang memuat jenis program pendidikan formal dan non formal yang terkoordinasi dan termotivasi, sehingga sehingga jenis program pendidikan masing-masing tidak bertentangan satu sama lain. c. Perencanaan harus memperhitungkan aspek-aspek kuantitatif dan kualitatif. Pada umumnya sementara orang beranggapan bahwa dalam penyelenggaraan
pendidikan
non
formal
cenderung
untuk
memperoleh anak didik yang sebanyak-bayaknya. Anggapan diatas tentunya lebih baik dan lebih dapat diterima bila didalam lapangan pendidikan non formal pun harus mampu meningkatkan kualitas perlajar serta kualitas kerja seseorang. 2. Tugas-tugas pendidikan non formal
Tugas pendidikan non formal adalah membantu kualitas dan martabat sebagai individu dan warga Negara yang dengan kemampuan dan kepercayaan pada diri sendiri harus dapat mengendalikan perubahan dan kemajuan. Tugas ini tentunya sejalan dengan tugas yang telah digariskan dalam GBHN dan Pendidikan Nasional kita sehingga masing-masing tugas pendidikan akan saling menunjang satu sama lain. 3. Sifat-sifat pendidikan non formal Sifat-sifat yang dimaksud adalah: 1)
Pendidikan non formal lebih fleksibel
2)
Pendidikan non formal lebih efektif dan efisien untuk bidang-bidang pelajaran tertentu.
3)
Pendidikan non formal bersifat quick yielding artinya dalam waktu yang singkat dapat digunakan untuk melatih tenaga kerja yang dibutuhkan, terutama untuk memperoleh tenaga yang memiliki kecakapan.
4)
Pendidikan non formal sangat instrumental artinya pendidikan yang bersangkutan bersifat luwes, mudah dan murah serta dapat menghasilkan dalam waktu yang relatif singkat.
4. Syarat-syarat pendidikan non formal Bila diingat sifat-sifat pendidikan non formal diatas, tampaknya sangat mudah pendidikan non formal tersebut dilaksanakan dan dapat mencapai hasil seperti yang diharapkan. Akan tetapi tidak demikian prakteknya,
karena dalam pelaksanaan pendidikan non formal harus memenuhi syaratsyarat dalam pelaksanaan sebagai berikut: 1)
Pendidikan non formal harus jelas tujuannya
2)
Ditinjau dari segi masyarakat, program pendidikan non formal harus menarik
baik
hal
yang
akan
dicapai
maupun
cara-cara
melaksanakannya. 3)
Adanya integrasi pendidikan non formal dengan program-program pembangunan masyarakat.29
C. Lembaga Swadaya Masyarakat 1. Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat Definisi NGO (Non Government Organization) didapat dari pemikiran praktisi pembangunan dan konsep para akademisi. Sedangkan istilah NGO muncul dipelopori oleh PBB pada pertengahan tahun 1970-an. Di Indonesia NGO dikenal dengan istilah LSM atau Lembaga Swadaya Masyarakat yang merupakan pengganti dari ORNOP atau Organisasi Non Pemerintah atau terjemahan dari NGO. Penggantian istilah dari ORNOP ke LSM dilakukan pada suatu lokakarya diselenggarakan oleh Bina Desa, April 1978.30 Istilah ORNOP yang kemudian diganti menjadi LSM sebagai terjemahan NGO itu mulai dapat kritikan dari beberapa aktivis LSM. Menurut mereka istilah LSM sudah merupakan bentuk penjinakan terhadap NGO dan oleh karenanya mereka lebih menghendaki menyebut kembali nama lembaganya sebagai organisasi non pemerintah atau ORNOP. Sedangkan pemerintah tetap menyebut
29
Ibid, h. 85 Zaim Saidi, Secangkir Kopi Max Havelar , LSM dan Kebangnkitan Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995), cet ke 1, h. 9 30
LSM sebagai terjemahan dari NGO karena didalamnya terkandung nilai swadaya atau adanya prinsip “Self Determination” yang pada intinya mendorong LSM untuk menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan dalam kaitannya dalam mengatasi persoalan yang dihadapi, sehingga LSM mempunyai kesadaran penuh dalam membentuk masa depan mereka. Dibandingkan dengan istilah ORNOP yang diterjemahkan oleh pemerintah sebagai organisasi yang anti pemerintah. Definisi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menurut Intruksi Mentri Dalam Negeri No. 8 tahun 1990 tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat adalah sebagai berikut: Lembaga Masyarakat dalam intruksi ini adalah organisasi / lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga Negara Republik Indonesia secara suka rela atas kehendak sendiri dan berniat serta bergerak dibidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat yang menitik beratkan pada pengabdian secara swadaya.31 Dari pengertian diatas dapat diuraikan bahwa Lembaga Swadaya Masyarakat ini bersifat secara swadaya, jadi tidak dibayar dan bekerja sesuai dengan keinginannya sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain. Karena bergerak dibiang sosial, anggota masyarakat tersebut benar-benar menginginkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang membutuhkan. Selain pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat yang terdapat dalam Intruksi Mentri Dalam Negeri sebagaimana yang tertera diatas, almarhum Surino Mangun Pranoto seorang tokoh Taman Siswa yang semasa hidupnya beliau banyak berkecimpung dalam organisasi kemasyarakatan menyatakan bahwa:
31
Intruksi Mentri Dalam Negeri no. 8 tahun 1990, Tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat.
Lembaga Swadaya Masyarakat bukan hanya sebuah organisasi, melainkan lebih bercermin pada gerakan kemanusiaan yang membina swadaya masyarakat dengan pola dasar membangun sumber daya manusianya.32 Kalau Surino Mangun Pranoto berpendapat bahwa Lembaga Swadaya Masyarakat bukan hanya sebuah organisasi sosial, melainkan lebh bercermin pada gerakan kemanusiaan, lain halnya dengan pendapat Soetjipto Wirosarjono tentang defines Lembaga Swadaya Masyarakat. Beliau menyatakan sebagai berikut: Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai organisasi kemasyarakatan yang bergerak atas motivasi dan swadaya yang bangkit dari solidaritas sosial.33 Menurut Arief Budiman seperti yang dikutip David Korten mendefinisikan LSM secara umum yaitu: Organisasi non pemerintah dapat didefinisikan dalam pengertian segala macam organisasi yang bukan milik pemerintah dan bertujuan bukan mencari keuntungan.34 Dari pengertian-pengetian Lembaga Swadaya Masyarakat diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa LSM merupakan: 1) Lembaga yang bergerak menangani masalah-masalah sosial yang berkembang di masyarakat dan mendapat perhatian khusus. 2) Lembaga ini bersifat sosial, tidak mencari keuntungan, jadi tanpa ada pemungutan biaya, oleh karena itu diharapkan keterlibatan masyarakat untuk berperan secara aktif turut serta ambil bagian dalam rangka memajukan kehidupannya. 2. Sejarah Lahirnya LSM Indonesia
32
Abdullah Syarwani, LSM, Partisipasi Rakyat dan Usaha Menumbuhkan Keswadayaan, (Jakarta: LP3S, 1992), Cet ke 1, h. 69 33 Soejipto Wirosarjono, Apa Yang Dapat Dilakukan LSM dibidang Kependudukan, (Jakarta, LP3S, 1990), Cet ke 1, h. 139 34 David Korten, Menuju abad 21, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2001), Cet ke 1, h. vvii
Di Indonesia pergerakan NGO atau LSM dapat dilihat dari kemunculan Boedi Oetomo yang merupakan organisasi pertama, yang lahir dari tangan-tangan terpelajaran khususnya kaum terpelajar muda dari rantau, memberikan sumbangan yang penting dalam merumuskan cita-cita kemauan bangsa.35 Perkembangan LSM yang begitu pesat terlihat dalam kurun waktu 1970-an terdapat perhatian yang meningkat dalam usaha pengembangan masyarakat (Community Development) olah NGO, sebagai bagian dari kritik terhadap ketidakmeratan pembangunan dan mencari strategi alternatif atau kebutuhan pokok yang dapat menguntungkan secara lebih langsung mayoritas kaum miskin.36 LSM atau NGO Indonesia juga mengalami perkembangan yang pesat sejak era 1970-an, hal ini dapat dijelaskan seiring dengan dijalankannya pembangunan berencana oleh pemerintah orde baru dengan maksud ikut serta melaksanakan pembangunan diluar sektor Negara. Pada era tersebut LSM lebih memilih untuk bekerja menggunakan teori pertumbuhan ekonomi sesuai dengan kebijakan pemerintah orde baru yang pada saat itu menjadikan ekonomi sebagai “panglima” dan tidak satupun LSM ditahun 1970-an tersebut yang benar-benar menolak konsep dasar dan gagasan pembangunan yang diterapkan orde baru, karena anggapan atau persepsi dasar LSM yang lebih berorientasi menjaga keberlangsungan organisasinya dengan berlindung terhadap penguasa orde baru dari pada benar-benar sebagai organisasi sukarela yang berpihak pada masyarakat.
35
Zamroni, Pendidikan Untuk Demokrasi Masyarakat, (Yogyakarta, Tiara acana Yogya, 1995), Cet
ke 1, h. 37 36
Jhon Clark, NGO dan Pengembangan Masyarakat, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1995), Cet ke 1, h. 37
Perkembangan LSM yang begitu pesat terlihat pada tahun 1985 yakni jumlah LSM masih sekitar 3.225 organisasi. Tahun 1990 jumlah LSM meningkat menjadi 8.720 organisasi yang tercatat sebagai LSM, itu baru yang tercatat dan terdaftar, sementara LSM yag tidak mau mendaftarkan dirinya juga tidak sedikit.37 Tumbuh menjamurnya puluhan ribu LSM di era reformasi merupakan fenomena yang menarik untuk dicermati. Pertumbuhan LSM itu disatu sisi dianggap simbol kebangkitan masyarakat didalam memperjuangkan hak-haknya. Masyarakat mulai kritis dan mampu menampilkan wacana tandingan terhadap kebijakan yang disodorkan pemerintah.38 Dari segi kuantitas, LSM berkembang begitu pesat dan sangat mengesankan, namun dari segi kualitas perlu dipertanyakan peranan mereka sebagai salah satu bentuk organisasi masyarakat sipil. Hal ini senada dengan pendapat Mansour Fakih sebagai berikut: Jika dalam masa tahun 1970-an kebanyakan kegiatan LSM lebih difokuskan sebagaimana bekerja dengan rakyat ditingkat akar rumput dengan melakukan kerja pengembangan masyarakat (Community Development), maka dalam tahun 1980-an bentuk perjuangannya menjadi lebih beragam, dari perjuangan lokal hingga jenis advokasi baik tingkat nasional maupun tingkat internasional. Sejumlah aktivis LSM bahkan mulai mengkhususkan diri melakukan kerja advokasi politik untuk perubahan kebijakan yang dalam banyak manifestasinya dilakukan dengan membuat pelbagai statement politik, lobi, petisi, protes dan demonstrasi.39 3. Karakteristik dan Ciri-ciri LSM LSM memiliki beberapa karakteristik yang penting seperti yang dikemukakan oleh Williams: 37
Info Bisnis, Bisnis Miliaran LSM, Edisi 96, September 2001 Hamid Abidin, kritik dan Otokritik LSM (Membongkar Kejujuran dan Keterbukaan LSM Indonesia, (Jakarta: Piramedia, 2004), Cet ke 1, h. 3 39 Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial (Pergolakan Ideologi LSM Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), Cet ke III, h. 5 38
1) Organisasi dibentuk bukan atas inisiatif pemerintah (terkecuali LSM Merah seperti yang akan dijelaskan nanti) dan berorientasi non profit 2) Bebas dari pemerintah dan organisasi lainnya dalam menyusun prioritas kegiatannya. 3) Membatasi kegiatannya terutama pada kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan dan pembangunan masyarakat.40 Meskipun kemudian Elbridge membagi LSM di Indonesia pada dua kategori: Pertama yang dilabeli “Development”. Tipe ini mengacu pada organisasi-organisasi yang dianggap konsentrasi pada program pengembangan masyarakat. Sedang yang kedua disebut sebagai “Mobilication”, adalah kegiatan LSM yang terpusat pada pendidikan dan mobilisasi rakyat miskin sekitar human rights.41 Hal lain yang menjadi ciri LSM adalah bahwa mereka bergerak erat kaitannya dengan masalah pembangunan. Apakah reaksi terhadap pembangunan ataupun dalam rangka menyempurnakan pendekatan pembangunan, sebagai kritik bahkan dalam mencari alternatif dari pemberdayaan pembangunan dan keterkaitannya dengan pemerintah sangat penting. Hal ini untuk menghindari penggunaan istilah tersebut kepada organisasi lain seperti lembaga riset, kepramukaan, PKK, organisasi keagamaan, organisasi dagang, organisasi olah raga maupun partai politik, meskipun mereka ini juga memiliki karakter non pemerintah.42 4. Klasifikasi LSM 40
Glen William, Community Participation and the Roe of Voluntary Agencies in Indonesia, (LP3S: Prisma No. 4, 1998), h. 59 41 Mansour Faqih, Studi Lapangan LSM di Indonesia, (Bandung: Indecode De Unie,1993),h.1 42 Mansour Faqih, Op Cit, h. 1
Mengenai klasifikasi LSM menurut Jhon Clark, seperti tercermin dari perkembangan sejarah mereka secara umum dapat dibedakan kedalam enam aliran pemikiran yaitu: 1) Agen Penyantun dan Kesejahteraan, misalnya seperti Catholik Relief Service ataupun berbagai masyarakat misionaris lainnya. 2) Organisasi Pengembangan teknologi, NGO yang melaksanakan program mereka untuk mempelopori pendekatan baru atau perbaiki pendekatanpendekatan yang sudah ada dan cenderung untuk tetap mengkhususkan diri pada bidang yang mereka pilih. 3) Kontraktor Pelayanan Umum, NGO yang sebagian besar didanai pemerintah dan agen pemberi bantuan resmi, NGO ini dikontrak untuk melaksanakan komponen dari program resmi karena dirasakan bahwa ukuran dan fleksibelitas mereka akan membantu melaksanakan tugas secara lebih efektif daripada departemen pemerintah. 4) Agen Pengembangan Masyarakat, NGO ini menaruh perhatian pada kemandirian, pembangunan sosial dan demokrasi lapisan bawah. 5) Organisasi Pengembangan Masyarakat bawah, NGO yang anggotanya adalah masyarakat miskin dan tertindas dan yang berupaya membentuk suatu proses pembangunan masyarakat. 6) Kelompok Jaringan Advokasi. Organisasi yang tergabung dengan aliran ini biasanya tidak memiliki proyek tetapi keberadaan mereka terutama untuk melakukan pendidikan dan lobi.43
43
Jhon Clark, Op Cit, h. 43
Sedangkan menurut David Korten, identitas LSM tersebut dapat dilihat melalui pengelompokan LSM yakni sebagai berikut: 1) Organisasi Sukarela (Voluntary Organzation atau VO) yang melakukan misi sosial, terdorong oleh suatu komitmen kepada nilai-nilai yang sama. 2) Organisasi Rakyat (People’s Service atau PO) yang mewakili kepentingan anggotanya, mempunyai pimpinan yang bertanggung jawab kepada anggota dan cukup mandiri. 3) Kontraktor Pelayanan Umum (Public Service Contractor atau PSC) yang berfungsi sebagai usaha tanpa laba berorientasi pasar untuk melayani kepantingan umum. 4) Lembaga Swadaya Masyarakat Pemerintah (Government Non Government atau NGO) dibentuk oleh pemerintah dan berfungsi sebagai alat kebijakan pemerintah.44 Pendapat lain yang dikemukakan oleh DR. Kartorus Sinaga dalam Info Bisnis, bahwa di Indonesia ada tiga bentuk LSM, yaitu: 1) LSM Plat Merah. LSM yang dibentuk pemerintah untuk menyerap dana dari funding lalu dikantongi mereka sendiri, untuk mendukung atau melegitimasi kegiatan dari pemerintah itu sendiri, tanpa mengembangkan suatu kritik terhadap
pemerintah,
LSM
ini
idealismenya
sangat
rendah
tidak
mengekspresikan kegiatan yang sesungguhnya, tapi manajemen mereka yang sangat rapi. 2) LSM Plat Kuning. LSM ini terlihat menjai kontraktor dari sosial development, misalnya menjadi subkontraktornya Bank Dunia, ADB, UNDP dan lain
44
David Korten, Op Cit, h. 5
sebagainya. Biasanya mereka pintar berpikir dan mengembangankan proposal bagus, tetapi tidak berakar di masyarakat. Ketika diimplementasikan kegiatannya, mereka bingung mau kemana. Dipihak lain mereka harus berkolaborasi dengan pemerintah untuk mendapatkan dana atau memenangkan tender. 3) LSM Plat Hitam. LSM ini kita katakan murni swasta seperti YLBHI, PHBI, LP3S, Cides. Mereka mempunyai idealisme dalam pengalaman di LSM. Hanya saja jumlah orang seperti ini sangat kecil dan dalam prakteknya mereka dijauhi bahkan dicaci maki oleh pemerintah karena berseberangan terus dengan politik pemerintah.45
D. Ekonomi 1.
Pengertian Ilmu Ekonomi Ilmu ekonomi adalah suatu bidang ilmu pengetahuan yang sangat luas liputannya. Dalam usaha memberikan gambaran ringkas mengenai bidang studi ilmu ekonomi, define ilmu tersebut selalu dihubungkan kepada keadaan ketidakseimbangan di antara (i) kemampuan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa, dan (ii) keinginan masyarakat mendapatkan barang dan jasa. Oleh sebab itu setiap individu, perusahaan atau masyarakat harus selalu membuat pilihan-pilihan. Berbagai
ahli ekonomi selalu
mendefinisikan
ilmu
ekonomi
berdasarkan kepada kenyataan tersebut. Sebagai contoh. Professor P. A. Samuelson, salah seorang ahli ekonomi terkemuka di dunia – yang menerima
45
Info Bisnis, Op Cit, h. 21
Nobel untuk ilmu ekonomi pada tahun 1970 – memberikan definisi ilmu ekonomi sebagai berikut: Ilmu ekonomi adalah suatu studi mengenai individu-individu dan masyarakat membuat pilihan, dengan atau tanpa uang, dengan menggunakan sumber-sumber daya yang terbatas – tetapi dapat digunakan dalam berbagi cara- untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa dan mendistribusikannya untuk kebutuhan konsumsi, sekarang dan di masa datang, kepada berbagai individu dan golongan masyarakat.46 2.
Masalah Pokok Dalam Perekomian: Masalah Kekurangan Mengapa individu-individu, perusahaan-perusahaan dan masyarakat secara keseluruhannya perlu memikirkan cara yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan ekonomi? Ahli-ahli ekonomi menjawab pertanyaan seperti itu dengan menerangkan tentang maslah scarity, yaitu masalah kelangkaan atau kekurangan. Kelangkaan atau kekurangan tersebut berlaku sebagai akibat dari ketidakseimbangan diantara kebutuhan masyarakat dengan faktor-faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat. Kebutuhan masyarakat yang dimaksud adalah keinginan masyarakat untuk memperoleh dan mengkonsumsi barang dan jasa. Keinginan ini dapat dibedakan kepada dua bentuk, yaitu keinginan yang disertai oleh kemampuan untuk membeli barang dan jasa yang diingini dan keinginan yang tidak disertai oleh kemampuan membeli.47 Masalah kekurangan Didalam masyarakat faktor-faktor produksi yang tersedia adalah relative terbatas. Kemampuannya untuk memproduksikan barang dan jasa adalah jauh lebih rendah daripada jumlah keinginan di masyarakat tersebut.48
46
Sadono Soekirno, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet ke 16 h. 9 47 Ibid, h. 5 48 Ibid, h. 7
3.
Penanggulangan Masalah Ekonomi Upaya penanggulangan penanggulangan masalah ekonomi telah lama menjadi perhatian dalam proses pembangunan. Beberapa kebijakan yang secara tidak langsung dalam upaya memerangi kemiskinan antara lain adalah, (1) merangsang pertumbuhan ekonomi daerah, terutam pedesaan dengan dana bantuan INPRES dan BANPRES, (2) penyebaran sarana sosial, seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, keluarga berencana, perbaikan lingkungan dan lain-lain, (3) memperluas jangkuan sarana keuangan dengan mendirikan beberapa institusi kredit, seperti KUPEDES, KURK, BKK, KCK, (4) peningkatan sarana produksi pertanian, khususnya insfrastruktur (irigasi), (5) pengembangan beberapa program pengembangan wilayah.49 Dibalik itu masih ada beberapa persoalan yang masih perlu mendapat perhatian. Pengangguran, anak jalanan, dan rendahnya kualitas hidup belum mengalami perubahan yang berarti. Tanpa mengurangi arti penting upaya penanggulangan kemiskinan telah dans sedang dilakukan adalah penting untuk memikirkan alternatif pendekatan tang mungkin dapat membantu keberhasilan penerapan kabijakan yang telah ada selama ini. Upaya
yang perlu
dipikirkan pertama-tama
adalah
berusaha
merumuskan kebijakan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi mereka dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia disekitar mereka. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat kemampuan masyarakat
dan
individu
(self-consciousness)
dengan
meningkatkan
49 Tadjuddin Noer Effendi, Sumber Daya Manusia Peluang Kerja dan Kemiskinan, (Yagyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya), Cet. ke II, h. 265
kemampuan ekonomi juga diikuti upaya meningkatkan kesadaran politik, sosial dan hokum lewat menimbulkan kesadaran tentang hak-hak mereka.50 Selain itu perlu ada kebijakan realokasi dana yang dapat merangsang pertumbuhan ekonomi regional, merangsang peningkatan pendapatan dan perluas peluang kerja (aktivitas kerja). Untuk mencapai sasaran itu perlu ada upaya mendekatkan penduduk miskin pada akses pasar dan pelayanan sarana keuangan. Hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan yang lebih menekankan pada peningkatan akses dan kemudahan pada pasar. Artinya, kendala-kendala yang dapat menghalangi perluasan pasar, seperti sistem monopoli perlu dihapuskan. Promosi pembangunan dipusatkan pada pengembangan ekonomi rakyat.
4.
Mengembangkan Perekonomian Berbasis Kerakyatan Salah satu persoalan serius yang dihadapi bangsa ini adalah tingkat kesenjangan ekonomi yang terlampau lebar, serta tingkat kemiskinan yang semakin tinggi. Krisis ekonomi yang berkepanjangan saat ini telah dengan sukses mengantar bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa miskin di dunia. Untuk itu, upaya-upaya pengembangan dan pemberdayaan ekonomi rakyat menjadi hal yang mendesak dan tidak bisa ditunda-tunda lagi. Menurut Goenawan Sumodiningrat (Membangun Perekonomian Rakyat, 1998), kalau dilihat dari segi penyebabnya, kesenjangan dan kemiskinan dapat dibedakan menjadi kesenjangan dan kemiskinan natural,
50
Ibid, h.266
kesenjangan dan kemiskinan kultural serta kesenjangan dan kemiskinan struktural. Dengan
demikian,
upaya
pengembangan
dan
pemberdayaan
perekonomian rakyat, perlu diarahkan untuk mendorong terjadinya perubahan stuktural. Hal itu bisa dilakukan dengan cara memperkuat kedudukan dan peran ekonomi rakyat dalam konstelasi perekonomian nasional. Perubahan structural ini bisa meliputi proses perubahan dari pola ekonomi tradisional ke arah ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi tangguh, dari ekonomi subtansial ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada kemandirian, dari konglongmerat ke rakyat.51 Bekaitan dengan langkah-langkah di atas maka pilihan kebijakan hendaklah dilaksanakan dalam beberapa langkah strategis berikut: 1) Pemberian peluang atau akses yang lebih besar kepada asset produksi. Di antara asset produksi yang paling mendasar adalah akses kepada sumber dana. 2) Memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha ekonomi rakyat. 3) Meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan dan dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang kuat dan tangguh. 4) Kebijakan ketenagakerjaan yang mendorong munculnya tenaga kerja yang terampil, menguasai keterampilan dan keahlian hidup, serta tenaga kerja mandiri dengan bekal keahlian wirausaha.
51 Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Syafe’i, Pengembangan Masyarakat Islam dari Ideologi, Strategi sapai Tradisi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001), Cet ke 1, h. 70.
5) Pemerataan pembangunan antar daerah. Untuk itu pemerintah haus secara pro aktif memberikan sejumlah kemudahan, seperti bantuan kredit lunak untuk pengusaha kecil, mengadakan penyuluhan dan pelatihan.52
E. Anak Jalanan 1.
Pengertian Anak Jalanan Batasan mengenai pengertian anak jalanan bermacam-macam, tergantung
siapa yang memberi batasan dan untuk apa. Menurut Direktorat Bina Sosial DKI yang termasuk anak jalanan adalah: anak yang berkeliaran di jalan raya sambil bekerja, mengemis atau menganggur. Usianya berkisar dari bayi (dibawa orang tuanya mengemis) sampai batas usia remaja. Tidak semuanya merupakan anak jalanan yang terlantar, meskipun sebagian besar adalah anak yang mempunyai tempat tinggal tetap dan orang tua yang tidak ada di Jakarta.53 Sedangkan menurut A. Soedijar Z. A. anak jalanan adalah anak usia 7 tahun samapi 15 tahun, yang bekerja di jalan raya dan tempat-tempat umum lainnya yang dapat mengganggu ketentraman dan keselamatan orang lain serta membahayakan dirinya sendiri.54 Demikian pula batas yang digunakan oleh Departemen Sosial dan United Nations Development Programme (UNDP) merumuskan definisi anak jalanan
52
Ibid, h. 71 Dirjen Bina Sosial, Diskusi Badan Koordinasi Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: Dep Sos, 1989) 54 A. Soedijar. Z. A. Profil Anak Jalanan di DKI, (Jakarta: media Informatika, 1989), h. 33 53
sebagai anak-anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berkeliaran dan mencari nafkah di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya.55 Dari kutipan diatas, penulis menyimpulkan bahwa anak jalanan adalah anak yang berusia 7 samapi 15 tahun yang bekerja di jalanan dan hidup terlantar karena tidak memiliki tempat tinggal tetap dan orang tuanya tidak berada atau bertempat tinggal di Jakarta sehingga mengganggu ketertiban umum dan keselamatan orang lain dan dirinya sendiri. 2.
Kategori dan Ciri-ciri Anak Jalanan Mengenai
kategori
anak
jalanan,
Departemen
Sosial
RI
mengklasifikasikan berdasarkan frekuensi hubungan sosial dengan orang tua atau keluarga, yaitu: 1) Anak yang hidup atau tinggal di jalanan, sudah putus sekolah dan tidak ada hubungan dengan keluarganya (Children of the Street). 2) Anak yang bekerja di jalanan, sudah putus sekolah dan berhubungan tidak teratur dengan keluarganya, yakni pulang kerumahnya secara periodic (children on the Street). 3) Anak yang rentan menjadi anak jalanan, masih sekolah maupun sudah putus sekolah dan masih berhungan teratur atau tinggal dengan orang tuanya (Vurnerable to be Street Children).56 Sedangkan kriteria anak yang rentan di jalanan, berdasarkan Pedoman Penyelenggaraan Pembinaan Anak Jalanan melalui Rumah Singgah (Departemen Sosial 1998) adalah sebagai berikut:
55 56
Tata Sudrajat, Hasil Lokakarya Nasional Anak Jalanan, (Jakarta: YKAI, 1995) Hasil Penelitian Dep Sos dan UNDP, (Jakarta: YKAI, 1996)
1) Setiap hari bertemu dengan orang tuanya 2) Berada di jalanan sekitar empat jam sampai enam jam untu bekerja 3) Tinggal atau tidur bersama orang tua atau wali 4) Masih sekolah 5) Pekerjaan anak adalah menjual koran, majalah, alat tulis, kantong plastik, menyemir sepatu, mengamen dan lain sebagainya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri dan kebutuhan orang tua.57 Adapun cirri-ciri fisik dan psikis anak jalanan pada umumnya yang mudah dikenali sebagai berikut: 1) Ciri-ciri fisik: a. Warna kulit kusam b. Rambut kemerah-merahan c. Kebanyakan berbadan kurus d. Pakaian tidak terurus 2) Ciri-ciri Psikis: a. Mobilitas tinggi b. Acuh tak acuh c. Penuh curiga d. Sangat sensitif e. Berwatak keras f. Kreatif g. Semangat hidup tinggi h. Berani menanggung resiko
57
Arnetty Utsman, Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Anak Jalanan, Semi Lokakarya penanganan anak Jalanan, (Jakarta: 20 April 2000)
i. 3.
Mandiri58
Faktor atau Sebab-sebab Lahirnya Anak Jalanan Menurut Alva Handayani, sebab munculnya anak jalanan berkaitan dengan
tiga hal penyebab yaitu: 1) Tingkat Mikro (Immediate Cause) adalah faktor yang berhubungan secara langsung antara anak dan keluarga. Pada anak jalanan murni (Children of the Street), faktor ekonomi bukan merupakan hal yang utama. Anak biasanya sengaja lari dari keluarganya, keinginan berpetualang atau karena diajak teman. Mereka datang dari keluarga yang memiliki masalah psikologis seperti tidak diterima keluarga atau orang tua, konflik dan perpecahan rumah tangga, salah asuh atau kekerasan di keluarga, kesulitan berhubungan dengan kelurga atau tetangga atau juga terpisah dari orang tua. 2) Tingkat Meso (underlying Cause) adalah faktor yang ada di masyarakat. Pada tingkat masyarakat, sebab yang dapat diidentifikasi adalah bahwa pada masyarkat miskin anak-anak adalah asset untuk meningkatkan ekonomi kelurga. Oleh karena itu anak-anak diajarkan bekerja dan jika diperlukan anak terpaksa meninggalkan bangku sekolah. 3) Tingkat Makro (Basic Cause) adalah faktor yang berhubungan dengan struktur makro. Pada tingkat struktur masyarakat, sebab yang dapat diidentifikasi secara ekonomi adalah adanya peluang pekerjaan sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal dan keahlian yang besar.
58
Depsos RI, Modul Pelatihan Pelatih Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Rumah Singgah, (Kerjasama Depsos RI dengan YKAI dalam PKS Anak Jalanan, 1999), h. 16
Untuk memperoleh uang yang lebih banyak mereka harus lebih lama berada di jalanan dan karenanya harus meninggalkan bangku sekolah.59
59
Alva handayani, Melonjak Jumlah Anak Jalanan, (Jakarta: Pikiran Rakyat 10 Januari, 1999), h. 4
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Yayasan Pesantren Islam Boarding School of Cipete (YPI BSC) Al-futuwwah di kelurahan Cipete Utara, Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan. YPI BSC AL-Futuwwah adalah salah satu lembaga yang fokus pada pemberdayaan anak jalanan, adapun alasan pemilihan lokasi itu didasari oleh pertimbangan sebagai berikut: 1. Lokasi penelitian mudah dijangkau 2. YPI BSC Al-Futuwwah, adalah lembaga independen yang mempunyai hubungan kerjasama dengan beberapa perusahaan dan instansi. Yayasan ini dapat dengan mudah penyaluran tenaga kerja untuk anak jalanan yang dengan sebelumnya diberi pendidikan non formal. 3. Orientasi program menitikberatkan pada pengembangan dan pemberdayaan potensi anak jalanan yang ada disekitar yayasan. 4. Dalam rangka melaksanakan program, selain melakukan pemberdayaan anak jalanan dalam bentuk pendidikan non formal, juga fokus dalam pembinaan keagamaan (dakwah Islam).
B. Model dan Desain Penelitian Model penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun desain penelitian yang penulis gunakan adalah desain deskriptif analisis.
Pendekatan kualitatif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis mengenai faktor-faktor yang terkait dalam pelaksanaan program di lapangan dan hubungan atau keterkaitan antar faktor tersebut. Baik yang mendukung atau menjadi penghalang terhadap pelaksanaan program. Dalam studi ini, peneliti berusaha untuk melihat dan menilai bagaimana tingkat efektifitas atau keberhasilan, bagaimana prosesnya sejak awal pelaksanaan sampai terlaksananya program. Penelitian ini juga ingin melihat faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan program serta keterkaitan faktor-faktor tersebut. Dengan demikian akan terlihat bagaimana sebenarnya program tersebut dilaksanakan dan bagaimana tanggapan anak jalanan terhadap program tersebut serta bagaimana tingkat keberhasilan dan kegagalannya.
C. Penetapan Subyek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah pengurus yayasan yang melaksanakan program pendidikan non formal. Adapun pengambilan sampel penelitian kualitatif ini adalah dengan teknik pengambilan sampel teoritis. Maksud sampel teoritis adalah pengambilan data dikendalikan oleh konsep-konsep (pemahaman teoritis) yang muncul dan berkembang sejalan dengan pengambilan data itu sendiri. Penelitian kualitatif cenderung terbuka dalam desain dan metodenya, dalam arti desain dan metode pengambilan data dapat dirubah dan disesuaikan dengan konteks dan setting saat penelitian berlangsung.60
D. Teknik Pengambilan Data
60
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta: LP3S, UI, 1998), cet ke 1, h. 54
Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Wawancara Mendalam (Dept Interview) Wawancara mendalam adalah suatu proses interaksi dan komunikasi antara interviewer (pewawancara) dengan responden (orang yang diwawancarai) dengan cara tanya jawab secara lisan dan bertatap muka langsung untuk mendapatkan suatu keterangan dan data.61 2. Observasi Observasi adalah usaha untuk memperoleh dan mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan terhadap suatu kegiatan secara akurat, serta mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.62 Observasi dilakukan pada setiap kali peneliti datang ke lokasi, yaitu sebelum dan sesudah wawancara dilakukan. Peneliti berada di lokasi 2 kali setiap satu minggu, atau sesuai dengan kesepakatan antara peneliti dengan pengurus yayasan. 3. Dokumentasi Yaitu semua dokumen yang berhubungan dengan penelitian yang bersangkutan perlu dicatat sebagai sumber informasi.63 Dalam hal ini peneliti mengumpulkan, membaca dan mempelajari berbagai macam bentuk data tertulis, termasuk gambar-gambar tentang pelaksanaan program yang terdapat disekretariat YPI BSC Al-Futuwwah, serta data-data lain di perpustakaan atau instansi terkait lainnya yang dapat dijadikan bahan analisa untuk hasil dalam penelitian.
61
Wandi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997), h. 72 E. Kristi Poerwandari, Op Cit, cet ke 1, h. 62 63 W. Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Grasindo, 2005), Cet ke 4, h. 110 62
E. Sumber Data Dalam penelitian ini, yang dijadikan sumber data adalah sebagai berikut: 1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari partisipan atau sasaran penelitian, adalah pelaksana program terdiri dari pengurus yayasan dan siswa binaan. 2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan lapangan atau dokumen yang berkaitan dengan penelitian dari lembaga yang terkait.
F. Fokus Penelitian 1. Pendidikan Non Formal a. Pendidikan non formal lebih fleksibel b. Pendidikan non formal lebih efektif dan lebih efisien untuk bidangbidang serta sasaran tertentu. c. Pendidikan non formal dalam waktu yang singkat dapat digunakan untuk melatih tenaga kerja yang dibutuhkan. d. Pendidikan non formal mudah, murah serta dapat menghasilkan yang relative singkat. 2. Pemberdayaan Anak Jalanan a. Tumbuhnya kesadaran b. Kembalinya dalam lingkungan keluarga 1) Sikap dan perilaku anak dalam mengurus kebersihan dirinya sendiri 2) Mengikuti pelatihan secara rutin 3) Mengikuti pelatihan dan keterampilan sampai selesai. c. Terbukanya peluang berusaha
G. Analisa Data Berbeda dengan kuantitatif, metode kualitatif secara khusus berorientasi pada eksplorasi, penemuan dan logika induktif. Dikatakan induktif karena peneliti tidak memaksa diri untuk hanya membatasi penelitian pada upaya menerima atau menolak dugaan-dugaannya, melainkan mencoba memahami situasi sesuai dengan bagaimana situasi tersebut menmpilkan diri. Analisis induktif dimulai dengan observasi khusus yang akan memunculkan tema-tema, kategori-kategori dan pola hubungan diantara kategori-kategori tersebut. Pendekatan induktif dapat melalui metode pengambilan data dengan wawancara terbuka. Wawancara terbuka memungkinkan munculnya data yang barangkali
tidak
dibayangkan
sebelumnya,
memungkinkan
respomden
memberikan jawaban bebas yang bermakna baginya, tanpa harus membuatnya terperangkap pada pilihan kondisi dan jawaban standar yang mungkin tidak sesuai dengan konteks kehidupannya.64
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA DATA
64
Op cit, h. 31
A. Temuan Lapangan / Gambaran Umum YPI BSC Al – Futuwwah 1. Latar Belakang Berdirinya YPI BSC Al-Futuwwah Yayasan Pesantren Islam Boarding School of Cipete (YPI BSC) AlFutuwwah Jakarta Selatan didirikan oleh sekumpulan pemuda yang tergabung dalam tim sepakbola yang berdomisili di lingkungan sekitar Cipete. Yayasan ini berdiri pada tanggal 2 Juli 2000 dan bersekretariat di rumah salah satu pengurusnya. Awal berdirinya YPI BSC Al-Futuwwah, bermula dari timbulnya kesadaran dalam diri para pemuda yang saat itu tergabung dalam tim sepakbola yang mereka beri nama BSC (Batavia Sepakbola Club). Pada saat itu mereka berpikir, kurang bermakna rasanya hidup mereka jika hanya nongkrong di suatu tempat sambil merokok dan genjrang-genjreng main gitar, di samping rutinitasnya bermain sepakbola.65 Kesadaran akan pentingnya memaknai hidup dengan hal-hal yang lebih baik dan positif, dengan menggali semua potensi yang ada di dalam diri untuk tujuan meningkatkan kualitas diri sebagai seorang pemuda penerus tongkat estafet kepemimpinan. Terlebih di dalam Islam, mereka sebagai penerus dakwah Rasulullah SAW dan sebagai khalifah di muka bumi, tentu harus sudah memiliki kesiapan untuk ke arah itu dari sejak dini. Atas dasar pemikiran dan kesadaran itulah, maka mereka mulai berbenah diri. Pertemuan mereka yang tadinya hanya sekedar nongkrong dan bermain sepakbola, setiap bulan sekali mereka sisipi dengan kegiatan pengajian dari rumah ke rumah. Tema yang diangkat dalam pengajian adalah tema yang dekat dengan
65
Wawancara Pribadi dengan M. Sanwani Na’im, (Pimpinan YPI BSC Al-Futuwwah) Cipete, Jakarta, 20 Mei 2008
kehidupan mereka sebagai pemuda dilihat dari kacamata Islam, tentunya dengan gaya penyampaian dan pembahasan ala mereka, yaitu diskusi santai, tapi esensinya tetap ada. Diluar dugaan, ternyata animo pemuda terhadap kegiatan semacam ini cukup besar. Jama’ah yang tadinya hanya mereka yang tergabung dalam Batavia Sepakbola Club saja, mulai bertambah dengan turut bergabungnya pemuda dan pemudi dari lingkungan sekitar Cipete. Kegiatan pengajian semacam ini, di lingkungan sekitar tempat tinggal mereka bisa dibilang masih jarang, bahkan belum ada. Kalaupun ada, pengajian itu umumnya dihadiri dan diperuntukkan bagi para orang tua atau majlis ta’lim ibuibu. Metode yang digunakan umumnya adalah monolog atau ceramah, di mana para jama’ah seperti didoktrin dan harus mengiyakan setiap apa yang disampaikan oleh da’i. Hal semacam ini tentunya tidak masuk untuk kalangan pemuda. Pikiran mereka saat itu belum memikirkan masalah surga-neraka. Hanya yang ada di benak mereka saat itu adalah hura-hura dan hal-hal kesenangan saja, sehingga mereka beranggapan kalau belum saatnya untuk mereka datang ke acara pengajianpengajian semacam itu. Di
YPI
BSC
Al-Futuwwah,
pengajian
yang
dibentuk
memang
diperuntukkan bagi mereka. Ini merupakan sarana bagi mereka untuk mengekspresikan dan menggali potensi yang ada di dalam diri. Di sini mereka bisa bebas berbicara dan menyampaikan apa yang ada di pikiran dan hati mereka. Tidak melulu tentang surga dan neraka, wacana yang bertemakan sosiologi, psikologi, juga antropologi pun tidak luput dari perhatian mereka, tentunya dengan tetap memasukkan nilai-nilai keislaman dalam setiap penilaian dan pembahasannya.
Pengajian yang lebih mirip dengan forum diskusi seperti ini, ternyata cukup diminati oleh para pemuda yang notabene mereka masih berada pada usia remaja. Dengan mempertimbangkan animo jama’ah yang cukup besar, maka frekuensi pengajian pun ditambah dari sebulan sekali menjadi dua minggu sekali, bahkan kini setiap minggu ada kegiatan semacam ini.66 Fakta di lapangan membuktikan bahwa frekuensi pertemuan yang diperbanyak, ternyata tidak mengurangi jumlah jama’ah yang datang. Paling tidak setiap pertemuannya ada sekitar 30 - 40 orang jama’ah yang hadir.67 Usaha yang mereka lakukan tidak sia-sia. Pengajian yang diadakan setiap minggunya ternyata membuahkan hasil. Paling tidak, mulai adanya perubahan ke arah yang positif yang mereka lakukan setelah sering kali mengikuti kegiatan ini. Kebiasaan-kebiasaan masa lalu yang kurang dan bahkan tidak bermanfaat mulai mereka kurangi dan tinggalkan. Bahkan kini, mereka tanpa ragu dan takut lagi untuk menyampaikan kebenaran dan mengingatkan yang lupa sekalipun kepada orang yang lebih tua. Kondisi ini terus berjalan stabil sampai pada terjadinya suatu peristiwa yang cukup membuat mereka geram dan seperti “kebakaran jenggot”. Adalah peristiwa kristenisasi massal yang dilakukan oleh para misionaris gereja terhadap warga sekitar terutama pada anak-anak di bawah umur. Modus para misionaris itu adalah pemberian sembako dan beasiswa bagi anak-anak usia sekolah yang mau mengikuti ajaran mereka.68
66
Wawancara Pribadi dengan Fatulloh S.Pd, Sie. Bidang Pendidikan dan Dakwah YPI BSC AlFutuwwah, Cipete, Jakarta, 22 Mei 2008. 67 Wawancara Pribadi dengan M. Sanwani Na’im, Pimpinan YPI BSC Al-Futuwwah, Cipete, Jakarta, 20 Mei 2008 68 Wawancara Pribadi dengan Umar Kamal, Sekretaris YPI BSC Al-Futuwwah, Cipete Jakarta, 18 Mei 2008.
Kondisi masyarakat di sekitar YPI BSC Al-Futuwwah ini adalah mereka yang termasuk dalam golongan menengah ke bawah. Secara sosial, mereka yang tinggal di lingkungan sekitar yayasan adalah mereka yang biasa dipandang sebelah mata oleh orang kebanyakan. Lingkungannya pun bukan lingkungan yang agamis. Misalnya banyak perjudian, mabuk-mabukkan, tindakan asusila dan perkataan kotor adalah hal yang biasa setiap hari yang kerap dijumpai bahkan peristiwa “MBA” (Married By Accident) sudah menjadi hal yang biasa. Sedangkan dari sisi ekonomi, kehidupan mereka bisa dikatakan sangat jauh dari pola kehidupan yang layak atau ideal. Tinggal di rumah petakan berukuran 3 x 4 m2 yang berdindingkan bilik dan triplek serta lantai tanpa ubin. Mata pencaharian mereka umumnya sebagai pemulung, pembantu rumah tangga, supir, buruh dan bahkan anak mereka sudah diharuskan mencari nafkah dijalanan. Setidaknya dapat dibayangkan seperti apa kondisinya, sehingga
wajar
ketika para misionaris gereja datang dengan membawa sembako dan beasiswa bagi anak-anak, langsung mereka sambut dengan hangat. Mereka dengan suka rela menuruti saja apa yang dikatakan oleh para misionaris tersebut, asalkan mereka mendapatkan imbalan. Pikiran yang ada di benak mereka pada saat itu adalah bagaimana caranya mereka bisa mencukupi kebutuhan pokok yang mereka butuhkan setiap harinya. Maka ketika ada orang yang hendak membagi-bagikan apa yang mereka butuhkan dengan cuma-cuma, mereka menganggap itu adalah hal yang luar biasa. Padahal dibalik itu semua, ada misi terselubung yang diemban oleh para misionaris, yaitu kristenisasi massa. Tapi umumnya mereka tidak memahami maksud dan tujuan itu.
Ini dapat dimaklumi karena kondisi sosial masyarakat pada saat itu, disamping miskin harta juga miskin ilmu pengetahuan dan wawasan keagamaan.69 Peristiwa kristenisasi ini ternyata mengharuskan para remaja yang saat itu sudah mulai aktif dengan kegiatan pengajiannya untuk “melek mata”. Mereka dipaksa untuk menyadari bahwa kristenisasi dengan modus pemberian sembako dan beasiswa telah hampir membuat adik-adik mereka menggadaikan imannya. Selain itu, mereka juga harus menyadari bahwa selain mereka, ada adik-adik mereka yang seharusnya dibina, diarahkan dan ditanamkan nilai-nilai keagamaan sedini mungkin, sehingga mereka tidak akan goyah bila ada ancaman datang yang mengusik akidah mereka, kelak di kemudian hari. Dari sinilah maka para remaja tersebut mulai melirik dunia anak-anak sebagai lahan dakwah mereka, dengan asumsi bila adik-adik mereka sedari kecil sudah dibekali dengan pendidikan agama yang memadai dan keterampilan atau pembekalan hidup, maka di kemudian hari, diharapkan akan tumbuh sebagai remaja yang berjiwa dan berpola pikir Islami dan dapat hidupmandiri tanpa teru mengharapkan bantuan dari orang lain. Adapun langkah konkret yang dilakukan untuk mewujudkan maksud mereka itu adalah dengan melakukan Pengkaderan Santri Shubuh. Kegiatan pembinaan bagi adik-adik usia sekolah dasar yang dilakukan setiap hari dari pukul 04.30 WIB – 05.30 WIB ini, awalnya mendapat respon yang bermacam-macam dari warga sekitar. Bukan hal yang mudah untuk bisa merealisasikan kegiatan ini, mengingat pada jam-jam tersebut belum banyak anak-anak usia sekolah dasar yang sudah bangun.
69
, Wawancara Pribadi dengan Fatulloh S.Pd, Sie. Bidang Pendidikan dan Dakwah YPI BSC AlFutuwwah, Cipete, Jakarta, 22 Mei 2008
Sekalipun mereka sudah bangun dan mau mengikuti kegiatan tersebut, adalah menjadi kendala bagi orang tuanya untuk mengantarkan mereka sampai ke tempat kegiatan, di mana tempat kegiatan tersebut berjarak sekitar 200 m dari pemukiman penduduk. Untuk bisa sampai ke tempat tersebut, mereka harus melewati lapangan yang pada jam-jam (waktu) itu masih sangat gelap. Kondisi seperti ini dapat dijadikan alasan oleh para orang tua untuk melegitimasi kemalasannya mengantarkan anak-anak mereka. Di samping itu, ini juga menjadi tantangan bagi para remaja untuk memutar otak, berpikir bagaimana caranya agar kegiatan ini bisa terlaksana. Teknik para misionaris untuk mendekati masyarakat dengan memberikan sembako dan beasiswa, hasilnya bisa dibilang hampir mendekati kata sukses. Maka tidak ada salahnya bila para remaja menggunakan teknik yang sama untuk mendekati mereka, yaitu dengan pemberian beasiswa bagi santri yang rajin dan tanpa absen datang ke kegiatan Pengkaderan Santri Shubuh dalam setiap bulannya. Hasilnya cukup efektif. Setiap bulannya selalu ada peningkatan. Imingiming beasiswa ternyata mampu memotivasi para orang tua untuk mengantarkan anak-anaknya, walaupun di shubuh hari. Alasan mereka pada saat itu adalah bukan karena anak mereka butuh akan pengetahuan agama, tetapi karena mereka butuh beasiswanya. 70 Allah lah yang telah menyadarkan manusia semua dari kesalahan berpikir. Dari yang semula hanya datang untuk mengantarkan anaknya mengaji guna mendapatkan beasiswa, lambat laun mereka mulai berpikir, kalau ternyata mereka pun membutuhkan ilmu agama seperti yang dilakukan oleh anak-anak mereka.
70
Wawancara Pribadi dengan M. Sanwani Na’im, Pimpinan YPI BSC Al-Futuwwah Cipete, Jakarta, 20 Mei 2008
Rutinitas mengantarkan anaknya pada setiap shubuh, menimbulkan kesadaran dalam diri orang tua. Kesadaran para orang tua tersebut direspon baik oleh para pengurus YPI BSC Al-Futuwwah. Kini, selain memberikan binaan untuk anak-anak usia sekolah dasar, mereka pun mempunyai lahan dakwah baru, yaitu pada segmen orang tua. Sejak saat itu berarti yayasan telah mampu memasuki berbagai segmen dakwah dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari anak-anak, remaja sampai orang tua, yang kesemuanya bergerak di bidang pendidikan dan penggalian potensi diri. Seiring berjalannya waktu dan peningkatan kesadaran pribadi masyarakat akan pentingnya beribadah, para pengurus yayasan beserta warga sekitar berinisiatif untuk mendirikan satu tempat ibadah sebagai fasilitas bagi mereka untuk beribadah fardhu dan mengadakan berbagai kegiatan. Akhirnya, atas kerja keras dan bantuan dari berbagai pihak serta atas izin Allah SWT, pada pertengahan tahun 2003 berdirilah sebuah musholla yang sangat minim luasnya dengan kondisi geografis yang sebenarnya kurang layak untuk dijadikan sebuah tempat ibadah (karena kondisi awalnya musholla itu adalah tempat pembuangan sampah warga sekitar yang berada di pinggir kali dan bersebelahan dengan WC umum). Namun sejak berdirinya musholla, keadaannya berubah. Sejak saat itu pula lah, sekretariat yayasan yang tadinya ada di rumah salah satu pengurus, kini berpindah tempat ke musholla.
2. Letak Geografis YPI BSC Al-Futuwwah Yayasan Pesantren Islam BSC Al-Futuwwah ini berlokasi di daerah kelurahan Cipete Utara, Kecamatan Kebayoran Baru yang berjarak sekitar 3 - 4 km dari kantor Walikota Jakarta Selatan. Untuk menuju YPI BSC Al-Futuwwah
tersebut dapat menggunakan kendaraan seperti mobil umum ataupun yang lainnya, tetapi untuk masuk kelokasi masih harus berjalan kaki sekitar ± 100 meter. Yayasan Pesantren Islam BSC Al-Futuwwah ini dibangun diatas tanah wakaf yang berukuran ± 120-150 m3 dan sekarang menampung 125 orang anak asuh, dan letak yayasan ini berada diantara pemukiman penduduk.
3. Visi, Misi dan Tujuan YPI BSC Al – Futuwwah Karena yayasan ini memang konsen dalam mengupayakan perbaikan akhlak dan perilaku kehidupan sehari-hari sebagaimana yang seharusnya menurut Islam, maka visi, misi dan tujuan yang dibuat dan ditetapkannya pun tidak jauh dari hal tersebut. Adapun visi dari YPI BSC Al-Futuwwah adalah : Membentuk Generasi Ummat Yang Berwawasan dan Berakhlak Islami Sesuai nilai-nilai Al-Qur`an dan Hadist (QS. 13:11).71 Sedangkan misi dari YPI BSC Al-Futuwwah adalah : 1) Mempersiapkan remaja muslim dalam bingkai pengetahuan, wawasan dan keterampilan yang kompetitif dalam menyikapi tantangan zaman yang kian besar. 2) Membekali generasi muda Islam dengan ketangguhan mental dan spiritual. 3) Mengangkat kehidupan sosial-ekonomi masyarakat sekitar yayasan pada tingkat kemakmuran dan kesejahteraan yang merata. 4) Menanamkan nilai-nilai ukhuwah islamiyah pada konteks yang aplikatif dan implementatif sesuai al-Qur’an dan Hadits.
71
AD/ART YPI BSC Al-Futuwwah
5) Membiasakan dakwah pada tataran yang sederhana, dapat dilakukan oleh siapa saja, di mana saja, dan berorientasi pada kebutuhan hakiki.72 Dari visi-misi yang disebutkan di atas, maka dapat dirumuskan bahwasanya tujuan yang hendak dicapai oleh yayasan ini adalah : a. Memasyarakatkan persepsi dan amaliah keislaman dalam kehidupan seharihari. b. Meningkatkan SDM umat Islam dalam segala bidang, sehingga mampu memberi kontribusi terbaik bagi umat dan bangsa ini. c. Membangun sistem pendidikan dan pembinaan umat yang relevan dengan perjuangan Rasulullah SAW. d. Dapat menjadi sarana atau wadah yang mampu memberi solusi atas segala persoalan umat, menyejukkan dan memiliki semangat perubahan yang lebih baik.73
4. Program-program Pendidikan Non Formal a. Pelatihan Life Skill Adalah pelatihan untuk ketangkasan, keterampilan dan kecerdasan emosional menjadi seorang pmimpin agar dikemudian hari para santri yatim-piatu YPI BSC Al-futuwwah mampu menyikapi dinamika zaman yang sudah nampak tidak terkontrol akan maraknya krisis moral, akan tetapi pelatihan ini juga mampu membangun kreativitas santri yang berguna untuk masyarakat sekitar dengan contoh :Kaligrafi, perbengkelan, komputer dan membuat sandal bakyak yang terbuat dari kayu dan kulit ban bekas Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada : 72 73
Ibid., AD/ART YPI BSC Al-Futuwwah
Hari
: Setiap hari Rabu dan kamis
Waktu
: 13.30 – 17.00 WIB
Sifat
: Rutin
Sasaran
: anak jalanan usia 15 Tahun keatas
Tutor / Guru
: Farbanul Karim, Taufiqurrahman dan Irma
Materi Komputer : - Microsof Office -
Correl Draw
-
Photo shop
Materi Perbengkelan : - Service Motor -
Steam Motor
b. Kursus-kursus meliputi kursus bahasa Inggris, bahasa jepang, dan bahasa arab. Dan juga pelatihan-pelatihan perbengkelan, training cleaning service, administasi Yang dilaksanakan pada : Hari
: Senin – Sabtu
Waktu
: 14.30 WIB – 16.30 WIB
Sifat
: Rutin
Sasaran
: Anak jalanan usia sekolah dasar
Guru
: Wati, Ken Litahayu,Ummy Rifqiyah
c. Taman Pendidikan Al – Qur’an Adalah kegiatan belajar baca – tulis al Qur’an bagi anak usia SD – SMP. Selain belajar baca- tulis al-Qur’an, santri juga diberikan materi tambahan tentang tauhid, aqidah, akhlak dan praktek sholat.
Adapun waktu kegiatan ini dilakukan pada : Hari
: Senin – Jum’at
Waktu
: 18.30 WIB - 19.30 WIB
Sifat
: Rutin
Sasaran
: Anak jalanan usia SD – SMP
Guru
:Ust.Fahmi SQ, Iis Istianah S.H.I Fatulloh S.Pd,
d. AMT (Achievement Motivation Training) Adalah kegiatan pemberian motivasi dan pengembangan diri, khususnya bagi masyarakat sekitar yayasan yang bertujuan membentuk pribadi-pribadi yang siap menjadi pemimpin maupun seorang muslim yang berpotensi sesuai tuntunan al-Qur’an dan Hadits. Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada : Hari
: Rabu
Waktu
: 20.00 – 22.00 WIB
Sifat
: Rutin
Sasaran
: Masyarakat umum74
Guru
: M.Sanwani Na’im S.Sos
e. Majelis Ta’lim dan Tafsir Remaja Adalah salah satu bentuk ta’lim bagi para remaja yang pada setiap pertemuannya selalu mengangkat satu tema yang sedang aktual. Dibahas dengan menggunakan bahasa sehari-hari, sehingga diharapkan dapat di-
74
Wawancara Pribadi dengan Taufk Rahman, Sei. Bidang Litbang YPI BSC Al-Futuwwah, dengan Jakarta, 22 Desember 2007
mengerti oleh para jama’ahnya dengan sandaran pengkajian pada ayat-ayat alQur’an. Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada : Hari
: Kamis
Waktu
: 19.30 WIB – 22.00 WIB
Sifat
: Rutin
Sasaran
: Remaja dan Orang Tua
Guru
: KH. Fatih Naim
f. PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Adalah sebuah kegiatan belajar-mengajar seperti yang umum dilakukan di sekolah. Pelajaran yang diberikanpun sama, seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, matematika, bahasa Iandonesia, bahasa Inggris, pendidikan agama dan kewarganegaraan. Bedanya adalah, kalau sekolah diperuntukkan bagi masyarakat umum usia sekolah yang mampu bersekolah, PKBM ini di peruntukkan bagi masyarakat umum usia sekolah yang tidak bersekolah atau putus sekolah. PKBM adalah semacam kegiatan belajar kejar paket A dan B, yang pengajarnya adalah para pengurus yayasan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberantas kebodohan dan keterbelakangan ilmu pengetahuan. 75 Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada :
75
Hari
: Jum’at dan Minggu
Waktu
: 19.00 WIB – 22.00 WIB
Sifat
: Rutin
Wawancara Pribadi dengan Farhanul Karim, Sie Bid Pengkaderan & Organisasi YPI BSC AlFutuwwah, Cipete, Jakarta, 22 Desember 2007
Sasaran
: Masyarakat umum usia sekolah yang tidak bersekolah atau putus sekolah
Guru
: M. Sanwani Naim S.Sos dan Umar Kamal
g. Penyaluran kerja bagi santri berprestasi Dorongan yang kuat dalam beraktifitas rutin memberikan inspirasi mencari formula dan metode terbaik dalam penerapannya. Sejalan dengan semakin berkembangnya program ini membuat kreatifitas terbangun memenuhi tuntutan, pembenahan dan penyempurnaan masih terus dilakukan, pada gilirannya nanti akan muncul SDM anak jalanan yang kompetitif dan berkualitas lebih baik untuk berperan membangun bangsa ini. 76
5. Struktur Organisasi YPI BSC Al - Futuwwah Yayasan Pesantren Islam Boarding School of Cipete Al-Futuwwah dalam menjalankan roda keorganisasiannya, dapat dilihat dalam struktur organisasi dan dalam susunan kepengurusan periode tahun 2003-2008 dijabat oleh : Ketua Umum
: Muhammad Sanwani Na’im, S.Sos
Ketua I
: Dra. Halimatussa’diyah
Ketua II
: Hj. Maryam
Sekretaris
: Umar Kamal
Bendahara
: Fatmawati Mahfudz
1. Sie. Bidang Pendidikan dan Dakwah
76
a. Pengajian-pengajian
: Fathulloh
b. TPA dan TPQ
: Nurlaila
Wawancara Pribadi dengan Fatulloh S.P, Sie. Bidang Pendidikan dan Dakwah YPI BSC AlFutuwwah, Cipete, Jakarta, 1 Maret 2008
c. Sekolah Kejar Paket
: Rizal Pahlevi
d. Pelatihan dan Kursus
: Ken Lituhayu
2. Sie. Bidang Pengkaderan dan Organisasi : - Farhanul Karim - Adi Damin - Endang Pahlawi 3. Sie. Bidang Litbang a. Evaluasi dan Penelitian
: Taufik Rahman
b. Studi Banding
: Sidratul Muntaha
c. Program
: Mas’ud
STRUKTUR ORGANISASI YPI BSC AL-FUTUWWAH CIPETE SELATAN, JAKARTA SELATAN
PENGAWAS
PEMBINA
KETUA UMUM
KETUA I
KETUA II
BENDAHARA
SEKRETARIS
BIDANG - BIDANG
PENDIDIKAN DAN DAKWAH
LITBANG
PENGKADERAN DAN ORGANISASI
B. Analisa Data Lapangan 1. Pelaksanaan Program Pendidikan Non Formal oleh YPI BSC Al – Futuwwah Pendidikan non formal yang dilakukan YPI BSC Al-Fituwwah adalah merupakan satu program yang harus dijalankan mengingat masyarakat yang ada disekitar yayasan adalah termasuk masyarakat yang tergolong menengah kebawah terutama dalam hal pendidikan dan ekonomi. Dapat dilihat banyak sekali anakanak mereka yang putus sekolah baik ditingkat SD atau SMP sehingga mereka menjadi anak jalanan yang semata-mata hanya untuk meringankan beban ekonomi keluarga dan dalam hal ekonomi mata pencaharian masyrakat sekitar yayasan pada umumnya adalah pembantu rumah tangga, kuli bangunan dan ojek motor.
Proses merancang dan menerapkan pendidikan non formal sebagai bentuk kepedulian YPI BSC Al-Futuwwah dalam upaya meningatkan ekonomi anak jalanan adalah suatu pilihan yang harus dilakukan, mengingat sebagai lembaga sosial yang mempunyai tujuan utama adalah pemberdayaan masyarakat baik pemberdayaan dalam hal ekonomi, sosial, budaya dan agama. Dala hal ini terutama membuka rumah singgah dan panti asuhan bagi anak jalanan dan yatim-piatu.77
Konsep yang ditawarkan kepada anak-anak jalanan dan masyarakat disekitar yayasan sebagai berikut: 1) Membuka pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya kehadiran seorang manusia dilahirkan kemuka bumi sebagai khalifah (pemimpin) seperti dalam firman Allah SWT yang artinya “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat ; “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi….”.(Al-Baqarah 2 : 30).78dan tiap-tiap diri dibekali dengan potensi yang luar biasa untuk mengembangkan pribadi-pribadi yang berhasil serta sukses. 2) “The Power Of Change” kekuatan suatu perubahan sesuai dengan AlQur’an pada surat Ar-Ra’d ayat 11 “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum mereka yang mengubah keadaan (nasib) mereka sendiri.”79 Dan yang tidak kalah penting adalah Pendekatan hati nurani merupakan pendekatan yang lebih menarik, tidak melukai perasaan dan mengutamakan sisi kelebihan positif dan memperkecil ruang kesalahan yang negatif dalam setiap pribadi anak. Memberikan pemahaman kepada mereka bahwa setiap manusia yang hidup didunia ini haruslah berusaha, karena hanya dengan usahalah nasib seseorang akan berubah ke arah yang lebih baik, artinya peningkatan tarap
77
M. Sanwani Na’im, Pimpinan YPI BSC AL-FUTUWWAH, Wawancara Pribadi, Jakarta 6 Maret
2008 78 AlQur’an dan Terjemahannya, (Madinah : Mujamma’khadim Haramain asy Syarifah al Malik Fadh I. thiba’at al Mush-af asy Syarif, 1411), h. 23 79
Ibid h. 133
ekonomi harus senantiasa dilakukan yang semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup. Adapun bentuk pendidikan non formal yang dilaksanakan oleh YPI BSC ALFutuwwah adalah meliputi ; 1) Pemberian beasiswa anak jalanan yang berprestasi, melalui perhatian secara khusus dengan memperhatikan tingkat prestasi yang dimiliki anak jalanan membuat mereka lebih merasa berarti dan mempunyai sikap optimis dalam memandang masa depan mereka yang lebih cemerlang. 2) Menyentuh kecerdasan emosional orang tua dengan memberi perhatian kepada anak mereka, sehingga memunculkan simpati yang mendalam terhadap apa yang sedang dilakukan oleh yayasan. 3) Memberikan bekal kepada mereka yang dibentuk dalam program pendidikan non formal yang dilaksanakan setiap hari. Dari beberarapa kegiatannya adalah seperti pelatihan komputer, perbengkelan, clearing service, pendidikan guru TPA/TK. Ini bertujuan agar mereka tidak lagi mempunyai pemahaman bahwa hanya dengan berada dijalanan mereka dapat makan, tetapi merubah pandangan mereka agar mereka mau bekerja ditempat-tempat dan pekerjaan yang lebih layak dan pada akhirnya mereka dapat hidup mandiri dan memenuhi kebutuhan hidup mereka. 4) Memberikan
pelatihan-pelatihan
keterampilan,
seperti
komputer,
perbengkelan, mengajar, pendidikan bahasa Inggris dan Arab. Ini semua bertujuan agar setelah mereka selesai mengikuti pendidikan non formal
mereka sudah siap untuk bersaing dalam mencari pekerjaan, selain itu mereka akan medapatkan sertifikat untuk menunjukan legalitas mereka 80 Memberi motivasi tinggi kepada anak jalanan bahwa setiap dari mereka berhak meraih cita-cita terbaik, mencapai prestasi dan hidup layak Pembekalan pengetahuan dan ketrampilan sejak usia dini melalui program beasiswa prestasi, aktivitas dimulai sejak mendirikan sholat subuh dan pembentukan karakter pribadi anak jalanan yang kreatif dan inovatif adalah wujud kongkret pengembangan sumber daya mereka. Pembiasaan yang berlangsung secara kontinue setiap hari hari, minggu, bulan dan tahun demi tahun berhasil mencerahkan pandangan hidup mereka, sehingga muncul keinginan besar menjadi orang yang dapat hidup mandiri, memiliki komitmen dan mempunyai obsesi menjadi manusia terbaik dalam berbagai bidang kehidupan. Program yang diterapkan dalam upaya peningkatan ekonomi anak jalanan di YPI BSC AL-FUTUWWAH tidak hanya diperuntukkan untuk anak didik saja tetapi juga ada pembekalan atau pendidikan untuk para tenaga pengajar yang nantinya akan menjadi pemandu atau pendamping bagi anak jalanan. Programprogramnya meliputi 1. Pemberdayaan tenaga pengurus dan pengajar menanamkan motivasi dan kesungguhan dalam memberi kontribusi terbaik kepada anak jalanan, baik berupa dukungan moril maupun materil secara prinsip ikhlas penuh rasa ketulusan dan kasih sayang. Disamping itu juga YPI BSC Al-Futuwwah memberikan beasiswa kepada guru pengajar dan pengurus yayasan ke
80
Wawancara Pribadi dengan M. Sanwani Na’im, Pimpinan YPI BSC AL-FUTUWWAH, Cipete, Jakarta 6 Mei 2008
beberapa perguruan tinggi dan lembaga pelatihan ketrampilan diantaranya : a) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta b) Bina sarana informatika (BSI) pondok labu c) Lembaga dakwah Masjid Agung Al-Azhar d) Lia, Fatmawati, Jakarta Selatan e) PGTK At Taqwa, Bangka Jakarta Selatan f) PGTK Darunnajah, Jakarta Selatan g) PGTK Al-Hikmah, Jakarta Selatan. h) Life Skill MHMMD Simpul Madani, ICMI Jakarta i) ESQ Training, Jakarta j) Dinamis Training, Jakarta k) FKMT (forum komunikasi majlis ta’lim) Tingkat Propinsi DKI Jakarta dan Walikotamadya Jakarta Selatan. l) Lembaga pengembangan kemahasiswaan (LPK) Al-Azhar, Jakarta m) Dan beberapa lembaga pendidikan dan pelatihan lainnya. 2. Membiasakan dan membudayakan pola pikir, sikap dan aktualisasi akhlakul karimah dalam keseharian, menjadikan tauladan yang dapat dicontoh oleh orang lain disekitar lingkungan yayasan .Budaya dan sikap masyarakat yang awalnya individualistis, apatis dan liar dengan bebagai macam kegiatan perjudian, mabuk-mabukan narkoba, sabung ayam, seks bebas dan moralitas akhlak yang rendah, menjadi ciri khusus dilingkungan masyarakat sekitar yayasan, jumlah penghuni mencapai ratusan kepala keluarga dan keterbatasan tempat ibadah, dan sarana dakwah melengkapi keterpurukan kondisi wilayah sekitar, ditambah lagi komunitas masyarakat
bawah dengan sanitas lingkungan yang buruk seperti tidak tersentuh peradaban kota modern (Ibukota Jakarta). Konsep yang pertama kali dimulai yayasan dalam membumikan nilai-nilai keislaman adalah melalui jalinan pendekatan ukhuwah islamiyah, menebarkan budaya salam dan saling empati, peduli kepada kepentingan dan kebutuhan yatim-piatu. Membuka mushollah sederhana untuk berjamaah serta mensyiarkan dakwah yang terus menerus tanpa kenal lelah dan bertahan dari segala tantangan dan tekanan dari sebagian kelompok masyarakat. 3. Menjembatani kepentingan antara anak jalanan yang mempunyai kemauan belajar tinggi dengan donatur yang hendak beramal sehingga terciptanya keserasian harapan yang akan diraih dan kenyataan yang diperoleh dalam bentuk bantuan beasiswa serta perlengkapan belajar lainnya. Program beasiswa kepada anak jalanan memiliki pengaruh signifikan dalam mengubah paradigma masyarakat lingkungan sekitar yayasan. Tingkat kepedulian terhadap potensi SDM generasi muda Islam menerobos masuk kepada cara pandang positif untuk meraih masa depan yang lebih baik dan sukses. Anak-anak putus sekolah dan pengangguran menjadi berkurang, keinginan melanjutkan ke jenjang pendidikan dan keterampilan tinggi menjadi kebutuhan, serta kebiasaan mengemis dibeberapa tempat dan prapatan lampu merah dihilangkan secara menyeluru. Maka muncul kompetisi meraih prestasi yang terbaik disekolah dan dilingkungan sekitar yayasan. Motivasi santri memberikan pengaruh dalam melayani donatur untuk beramal dan berbagi kepada yatim-piatu. Setiap bulan 20 anak
mendapatkan bantuan beasiswa rutin, perlengkapan belajar santri dipenuhi setiap 6 bulan sekali, termasuk keperluan kursus ketrampilan dan pengembangan wawasan. Adapun data 20 anak yang mendapatkan beasiswa sebagaimana terlampir. 4. Membekalan keterampilan dan pengetahuan, termasuk didalamnya kedisiplinan yang tinggi menjadi target sasaran dalam pencapaian prestasi santri yatim-piatu, mengingat persiapan regenerasi kepemimpinan kedepan yang lebih kompetitif, cerdas intelektual, cerdas emosional dan cedas spiritual. Proses awal yang dilakukan menemui berbagai kendala, kesungguhan dan usaha yang terus-menerus menjadi modal utama menerapkan program pembekalan kepada anak didik, perlahan namun pasti, jumlah jamaah di mulai dari sekitar 17 orang, akhirnya mencapai 80 orang santri dalam shubuh berjamaah setiap hari. Semangat spritualitas santri yatim-piatu semakin berkembang bersaman dengan program shubuh berjamaah karena mempengaruhi kalangan orang tua, remaja, anggota masyarakat dan tokoh masyarakat sekitar yayasan. Kondisi dan keadaan yang ada pada diri manusia dapat diubah lebih baik apabila ada kemauan yang besar dari tiap-tiap orang yang menginginkannya. Begitu pula nasib yang menimpa anak jalanan adalah suatu proses yang memunculkan makna dan hikmah tersendiri, bahwa kemandirian, kedewasaan serta kesuksesan mesti diraih melalui kenyataan sebagai anak jalanan, perubahan besar sudah harus dimulai dengan ikhtiar yang terus menerus, mengingat manusia diwajibkan untuk berproses dalam usaha dan orientasi hasil mutlak kepunyaan Allah SWT.
Dari hasil observasi penulis menilai bahwa telah terjadi proses pemberdayaan di daerah cipete yang dilakukan oleh YPI BSC Al – Futuwwah Jakarta. Sesuai dengan toeri yang dikemukakan oleh T. Hani Handoko adalah “Pengembangan” yaitu usaha jangka panjang untuk memperbaiki pemecahan masalah dan melakukan pembaharuan.81 Dalam pengertian lain, pemberdayaan atau pengembangan atau tepatnya pengembangan sumber daya manusia adalah upaya horizon pilihan bagi masyarakat. Ini berarti masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih sesuatu yang bermanfa’at bagi dirinya. Dengan memakai logika ini, dapat dikatakan bahwa masyarkat yang berdaya adalah yang dapat memilih dan mempunyai kesempatan untuk mengadakan pilihan-pilihan. Dengan paparan diatas, jelaslah bahwa proses pemberdayaan pada akhirnya akan menyediakan sebuah ruang kepada masyarakat untuk mengadakan pilihanpilihan. Sebab manusia atau masyarakat yang dapat memajukan pilihan-pilihan dan memilih dengan jelas adalah masyarakat yang mempunyai kualitas. Penulis menilai pemberdayaan yang dilakukan oleh YPI BSC AlFutuwwah dibuktikan dengan timbulnya kesadaran dari para pemuda untuk memilih serta melakukan kegiatan yang lebih bermanfa’at seperti mengadakan pengajian dan diskusi dari pada hanya sekedar nongkrong sambil merokok dan genjrang-genjreng main gitar. Kegiatan pengajian dan diskusi yang dilakukan oleh YPI BSC AlFutuwwah merupakan sistem tindakan nyata yang menawarkan alternatif model
81
T. Hani Handoko, Manajemen, edisi II, (Yogyakarta, 1997), Cet ke XI, h. 337
pemecahan masalah umat atau masyarakat, khususnya dalam bidang sosial dan ekonomi Kondisi masyarakat disekitar YPI BSC Al-Futuwwah yang kurang mampu memang rawan terhadap kristenisasi. Hal ini merupakan tantangan bagi para pemuda YPI BSC Al-Futuwwah untuk memberdayakan masyarakat kurang mampu khususnya dibidang ekonomi. Elliot mengemukakan bahwa 3 strategi pendekatan yang dipakai dalam proses pemberdayaan masyarakat. 1) The Walfare Approach, yaitu membentu memberikan bantuan kepada kelompok-kelompok tertentu, misalnya mereka yang terkena musibah bencana alam dan pendekatan ini tidak dimaksudkan untuk memberdayakan rakyat dalam menghadapi proses politik dan kemiskinan rakyat. 2) The Development Approach, terutama memusatkan pada pembangunan peningkatan kemandirian, kemampuan dan keswadayaan masyarakat. 3) The Empowerment Approach, yan melihat kemiskinan sebagai akibat proses politik dan berusha memberdayakan atau melatih rakyat mengatasi ketidakberdayaannya.82 Penulis menilai dalam mengatasi kristenisasi yang terjadi di daerah cipete. YPI BSC Al – Futuwwah telah melakukan salah satu dari tiga strategi pendekatan pemberdayaan masyarakat yang dikemukakan oleh Elliot. Dalam hal ini YPI BSC Al – Futuwwah memakai strategi The Walfare Approach yaitu dengan cara pemberian beasiswa bagi santri yang rajin dan tanpa absen datang mangikuti kegiatan yang dilakukan setiap hari oleh yayasan. Beberapa hal yang menjadi landasan dalam pelaksanaan pemberdayaan anak jalanan yang dikemas dalam pendidikan non formal yang dilakukan oleh YPI BSC Al – Futuwwah yaitu: 1) Tujuan – tujuan Pemberdayaan
82
Ken Blanchad, Pemberdayaan: Bukan Perubahan Sekejap, Edisi II, (Yogyakarta: Amara Book’s, 2002), Cet ke 1, h. 150
Pemberdayaan
merupakan
upaya
meningkatkan
harkat
lapisan
masyarakat dan pribadi manusia, ini berarti masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih sesuatu yang bermanfa’at bagi dirinya dan pada akhirnya proses pemberdayaan akan menyediakan sebuah ruang kepada masyarakat untuk mengadakan pilihan-pilihan. Upaya ini meliputi: Pertama, mendorong, memotivasi, meningkatkan kesadaran potensinya dan menciptakan iklim atau suasana untuk berkembang.
akan
Kedua, memperkuat daya, potensi yang dimiliki dengan langkah-langkah positif memperkembangkannya. Ketiga, penyediaan berbagai masukan dan pembukaan akses peluangpeluang. Upaya yang dilakukan adalah peningkatan taraf pendidikan, derajat kesehatan, akses kepada modal, teknologi tetap guna, informasi lapangan kerja dan pasar dengan fasilitas-fasilitasnya.83 Proses awal dalam rangka melaksankan kegiatan pendidikan non formal yang sudah dilakukan YPI BSC Al -Futuwwah pada awalnya mereka yang tadinya suka mengamen dan mengemis dijalan kita ajak ke yayasan lalu diberikan pengarahan-pengarahan, dan kita berikan motivasi-motivasi hidup yang pada akhirnya mereka merasa nyaman berada di yayasan dalam kegiatan kehidupan
sehari-hari lalu. Setelah itu mereka baru memahami akan
pentingnya masa depan yang lebih baik dibandingkan hidup dijalanan yang liar yang pada akhirnya timbul kesadaran pada diri mereka dan merasa kehidupan mereka harus ditata lebih baik lagi, akhirnya mereka punya suatu konsep bahwa hidup ini harus produktif, harus kreatif dan mereka mulai berbenah diri dengan meningkatkan kemampuan-kemampuan keterampilan dan pendidikan yang untuk menunjang masa depan mereka.
83
I. Nyoman Sumaryadi, Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan masyarakat, (Jakarta: Citra Utama, 2005), h. 114
Dalam pelaksanaan pendidikan non formal kita memberikan pelatihanpelatihan
keterampilan
dan
kursus-kursus,
seperti
kursus
komputer,
perbengkelan juga elektronik dan bagi anak jalanan yang masih usia sekolah kita berikan bea siswa supaya mereka juga dapat mengikuti pendidikan yang lebih baik dan meninggalkan kebiasaan mereka menjadi anak jalanan, yang pada akhirnya lambat laun mereka mengikuti program pendidikan wajib belajar baik yang diadakan disekolah-sekolah formal maupun program kejar paket yang kita laksanakan diyayasan. 2) Bekerja Sama Dengan Pihak Luar Dalam upaya pemberian pendidikan yang maksimal untuk anak jalanan, maka setiap lembaga harus mejalin kerjasama dengan lemaga atau instansi lain. Ini dimaksudkan apabila dalam pelaksanaan program menemui hambatanhambatan atau kendala, maka dapat terselesaikan karena mendapat bantuan dari pihak pihak lain. Seperti halnya masalah pendanaan yang merupakan persyaratan mutlak yang harus ada, karena tanpa dana semua yang sudah direncanakan akan sulit untuk direalisasikannya Pendidikan non formal bersifat quick yielding artinya dalam waktu yang singkat dapat digunakan untuk melatih tenaga kerja yang dibutuhkan, terutama untuk memperoleh tenaga yang memiliki kecakapan.84 Dalam upaya penyaluran kerja bagi anak jalanan yang sudah mengikuti program yang dilakukan yayasan, maka YPI BSC Al-Futuwwah bekerja sama dengan beberapa perusahaan, instansi dan juga perumahan-perumahan, dimana merupakan tempat penyaluran verja bagi anak didik. Diantaranya adalah RS.
84
. Soelaiman Yoesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara 1992), cet
ke 1, h. 85
Brawijaya (Women & Children Hospital) di daerah Cipete Utara, perusahaan di daerah Mampang Prapatan, apartemen-apartemen dan sekolah-sekolah yang membutuhkan tenaga kerja dari YPI BSC Al-Futuwwah, mulai dari Celeaning Service, Office Boy, Perawat sampai tenaga administrasi dan bahkan ada yang menjadi sekretaris diinstansi atau perusahaan swasta. Selain itu dalam hal pendidikan, YPI BSC Al-Futuwwah kerjasama dengan suku dinas pendidikan nasional.terutama dalam pengadaan buku kurikulum dalam kelompok belajar kejar paket. 3) Masa Pendidikan Non Formal Dalam pelaksanaanya masa pendidikan non formal yang dilakukan YPI BSC AL-Futuwwah maksimal selama 3 tahun, terutama untuk anak jalanan yang sudah nenasuki usia diatas 15 tahun, ini dimaksudkan agar setelah selesai mengikuti program pendidikan non formal mereka diharapkan bisa langsung mencari bekerja dalam usia yang relatif muda Pendidikan non formal sangat instrumental artinya pendidikan yang bersangkutan bersifat luwes, mudah dan murah serta dapat menghasilkan dalam waktu yang relatif singkat.85 Dalam mengikuti pendidikan non formal yang dilaksanakan oleh YPI BSC Al – Futuwwah ada batas waktu tertentu maksimal 3 tahun. Dan bagi mereka yang sekolah formal seperti SMP setelah lulus kita sekolahkan sampai SMA dan bagi yang telah lulus SMA langsung kita salurkan kerja ke tempattempat tertentu yang memang kita sudah mengadakan kerja sama dan sesuai dengan kemampuan anak jalanan dan itu sudah sebanyak 12 anak. Dan bagi
85
Ibid, 85
mereka yang putus sekolah kita haruskan masuk program wajib belajar kejar paket A dan B. 4) Dana Operasional Untuk dana operasional tidak diambil dari kas karena dana kas yang ada kecil tapi yayasan ambil dari subsidi silang atau dari beberapa donator yang masuk, lalu semua dana itu kita salurkan yang memang diperuntukkan untuk memperkaya dan meningkatkan keterampilan anak jalanan yang mengikuti program yayasan, selain itu juga pendanaan didapat dari Diknas khususnya untuk kegiatan belajar kejar paket A dan B dan juga termasuk untuk honor guru dan mereka semua (anak jalanan) digratiskan termauk buku-buku dan subsidi yang semua itu untuk membantu kelancaran proses pendidikan mereka. Adapun anggaran yang dikeluarkan tiap bulan untuk pelaksanaan program pendidikan non formal adalah 5 juta, digunakan untuk honor volunteer/guru, konsumsi (makan), dsamping itu juga ada beberapa program bea siswa dan pemberian perlengapan sekolah. 5) Hasil Dari Program Pendidikan Non Formal Bagi mereka yang mengikuti program kejar paket A dan B akan mendapat ijazah kesetaraan dan bagi mereka yang ikut program pembinaan disini mereka mendapat sertifikat dan garansi dari kita untuk melamar pekerjaan diperusahaan, bahwa anak didik ini adalah hasil binaan dari YPI BSC AL-Futuwwah, dengan jaminan mereka mempunyai semangat, skill dan etos kerja tinggi, jujur dan dan dapat menjaga nama baik yayasan dan
perusahaan dan mereka dapat diterima dibeberapa tempat yang memang sudah bekerja sama dengan yayasan. Pada akhirnya anak jalanan yang dibina di YPI BSC AL-Futuwwah, mereka dapat perkejaan yang lebih baik dibanding sebelum mengikuti program pendidikan non formal mereka hanya mengamen, ojek payung dan mengemis tetapi setelah mengikuti pendidikan non formal mereka disalurkan ketempattempat kerja yang memang sesuai dengan keahlian atau skill mereka, diantaranya ada yang menjadi celeaning service, office boy dan perawat di RS. Brawijaya dan ada juga sebagai pelayan dibeberapa rumah makan dan beberapa dari mereka ada yang menjadi guru TK/TPA. Hasil atau out yang bagi yayasan adalah sebenarnya YPI BSC ALFutuwwah adalah bengkel atau dapur untuk pemberdayaan umat, jadi yayasan tidak mengambil untung secara materi atau selisih dari penghasilan mereka, tidak satu sen pun diambil. Yang yayasan lakukan adalah pembinaan secara terus menerus dan lillahi ta’ala tanpa mengambil keuntungan tertentu tapi pahala-pahala itulah yang diharapkan, dengan menolong mereka Insya Allh Allah akan membalasnya dengan cara yang lain dan kenyataannya yayasan ini diperluas arealnya, mudah untuk dikembangkan dan masyarakat juga lebih percaya kepada kita, secara moril masyarakat melihat yayasan lebih konkrit karena mereka melihat ada hasilnya, Alhamdulillah masyarakat sekitar juga tidak segan untuk membantu kita di yayasan dan setiap waktu mereka siap kita hubungi untuk dapat diminta bantuannya. Secara mentalitas atau budaya mereka dapat menghasilkan uang dengan mudah maka habisnya pun akan cepat setiap hari. Dan setelah mereka ikut
program yayasan, tahu bagaimana sulitnya mencari uang dengan cara yang benar dan mereka harus punya aktivitas dan harus membantu orang lain, akhirnyamereka sudah mulai bisa kreatif, bisa meberikan pelayanan-pelayanan kepada masyarakat yang nantinya mereka mendapat upah, ternyata dari cara itu mereka lebih dapat memaknai bahwa bekerja itu lebih mengasyikan dan juga ibadah. Dan merubah paradigma mereka yang tadinya hanya memikirkan bagaimana dengan instan mendapatkan uang akhirnya mereka dapat berpikir bagaimana caranya menata hidup yang lebih baik dengan cara bekerja yang yang lebih layak dibanding harus mengamen atau mengemis dipinggir jalan. 2. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan Non Formal YPI BSC Al-Futuwwah a. Faktor Pendukung ada beberapa hal yang menjadi faktor pedukung dan penghambat selama pelaksanaan program pendidikan non formal dalam rangka upaya peningkatan ekonomi anak jalanan yang dilakukan oleh YPI BSC AlFutuwwah yaitu: Implementasi yang diterapkan dalam upaya peningkatan ekonomi anak jalanan di YPI BSC AL-FUTUWWAH meliputi; 1) Pemberdayaan tenaga pengurus dan pengajar menanamkan motivasi dan kesungguhan dalam memberi kontribusi terbaik kepada santri yatim-piatu, baik berupa dukungan moril maupun materil secara prinsip ikhlas penuh rasa ketulusan dan kasih sayang. Disamping itu juga YPI BSC Al-Futuwwah memberikan beasiswa kepada guru pengajar dan pengurus yayasan ke beberapa perguruan tinggi dan lembaga pelatihan ketrampilan diantaranya :
a. Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta b. Bina sarana informatika (BSI) pondok labu c. Lembaga dakwah Masjid Agung Al-Azhar d. Lia, Fatmawati, Jakarta Selatan e. PGTK At Taqwa, Bangka Jakarta Selatan f. PGTK Darunnajah, Jakarta Selatan g. PGTK Al-Hikmah, Jakarta Selatan. h. Life Skill MHMMD Simpul Madani, ICMI Jakarta i. ESQ Training, Jakarta j. Dinamis Training, Jakarta k. FKMT (forum komunikasi majlis ta’lim) Tingkat Propinsi DKI Jakarta dan Walikotamadya Jakarta Selatan. l. Lembaga pengembangan kemahasiswaan (LPK) Al-Azhar, Jakarta 2) Secara umum respon masyarakat disekitar yayasan menerima baik adanya program ini, hanya segelintir orang saja yang kurang mendukung mungkin ini dikarenakan faktor kecemburuan sosial atau iri hati, tapi hal tersebut dapat diatasi oleh YPI BSC dan mereka menyadari bahwa disetiap perjuangan itu pasti kita menemukan dampak dari orang yang tidak suka dan juga ada sebagian orang merasa tidak siap menerima perubahan-perubahan itu diantaranya bagi anak yang biasanya gampang diatur atau dilecehkan oleh mereka dan setelah kita bina dengan baik akhirnya anak jalanan itu susah lagi diajak untuk berbuat salah seperti judi, mabuk, ini dikarenakan anak jalanan tersebut kami arahkan untuk berbuat sesuatu yang lebih baik. Secara garis besar
atau secara umum program-program ini diterima oleh masyarakat sekitar yayasan. 3) Selain itu faktor pendukung lainnya adalah YPI BSC Al-Futuwwah bekerja sama dengan Dik-Nas khususnya untuk pemberian bantuan dalam bentuk buku-buku kurikulum untuk pelaksanaan program kejar paket A dan B dan ada juga materi-meteri yang dibuat sendiri oleh yayasan untuk memberikan pembekelan atau konsep diri, ini dikarenakan mereka yang sebelumnya merupakan anak-anak tertinggal maka kita memberikan motivasi-motivasi hidup, pelatihan-pelatihan, life skill agar mereka siap menghadapi kahidupan dimasa mendatang. 4) Ada juga faktor pendukung berupa Fasilitas-fasilitas yang sudah ada di yayasan yaitu:
5 unit komputer, peralatan kebersihan (Cleaning
service), out bond, alat-alat peraga untuk mengajar, dan juga bengkel yang sudah kita sediakan untuk mereka praktik otomotif.
b. Faktor Penghambat 1) Kalau rintangan itu datangnya dari orang tua atau saudara dari anjal itu sendiri yang merasa sudah nyaman berada dilingkungan yang gampang mencari uang dijalanan, karena penghasilan mereka lumayan besar, dengan cara mengemis, mengamen atau meminta-minta mereka bias mendapatkan 30.000/hari. Masalah inilah yang menjadi rintangan terberat, tetapi kita trus mencoba menjadikan hidup mereka lebih tertata dan pada akhirnya menimbulkan perasaan yang menyenangkan dari pihak orang tua dan keluarganya karena sebelumnya belum terbuka bagaimana pentingnya seorang anak harus sekolah, produtif. Dan juga
pada awalnya rintangannya adalah harus membuka wawasan orang tua mereka juga karena kita harus bersabar memberikan pemahaman kepada orang tuanya bagaimana pentingnya belajar dan pentingnya anak-anak mereka diberikan keterampilan-keterampilan dan lambat laun kendala atau rintangan itu akhirnya bisa kita lewati dan anak mereka pun kita berikan pelajaran-pelajaran akhlaq yang menunjukan bahwa kita tidak hanya merubah mereka dalam hal mencari kerja (ekonomi) tapi juga mengenai akhlaq dan ilmu pengetahuan agama terus kita tanamkan dalam diri mereka. 2) Selain itu adalah masalah budaya karena mentalitas budaya mereka yang sudah terbiasa menganggur atau berada dijalanan, sehingga mereka memang harus kita berikan pencerahan terlebih dahulu, itu yang menjadi salah satu kendala atau penghambat dalam pelaksanaan program. Dibutuhkan waktu beberapa bulan untuk mengembalikan kepercayaan diri mereka, dan memberikan motivasi kepada mereka untuk relajar hidup yang lebih baik ini dikarenakan mereka terbiasa hidup liar, hidup dijalanan dan ketika mereka kita ajarkan untuk hidup teratut maka membutuhkan waktu yang cukup lama. 3) Selain itu juga yang menjadi penghambat pelaksanaan program hádala masalah dana, tetapi selama mereka mempunyai kemauan dan keseriusan maka yayasan akan mempresentasikan ke donator-donatur untuk membantu program pendidikan non formal ini bahwa kita punya anak didik yang mempunyai semangat untuk mengikuti program dan ada keinginan dari mereka untuk hidup yang lebih.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan dan menganalisa tingkat kerberhasilan dan kegagalan pendidikan non formal yang telah dilakukan oleh Yayasan pesantren BSC Al-Futuwah dalam upaya meningktkan ekonomi anak jalanan di daerah Cipete Utara. Sementara untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan program tersebut dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut: 1. Yayasan BSC Al-Futuwwah sudah menerapkan sistem pendidikan non formal yang cukup profesional, sebab YPI BSC Al-Futuwwah menggunakan prinsipprinsip
pengorganisasian,
melaksanakan
fungsi-fungsi
manajemen
dalam
merencanakan dan menjalankan strategi yang ditetapkan serta berusaha meningkatkan sumber daya anak jalanan melalui berbagai pelatihan, pendidikan, pembinaan dan pengembangan anak didik, dengan berbagai macam program seperti : a. Pelatihan Life Skill b. Kursus bahasa dan komputer c. Kajian intensif rutin mingguan dan bulanan d. Penyaluran kerja bagi anak yang sudah lulus atau selesai mengikuti pendidikan non formal. Pelaksanaan program penddikan non formal yang dilakukan YPI BSC AlFutuwwah pada kehidupan sehari-hari anak jalanan, akhirnya memberikan dampak yang cukup besar, yaitu Pertama mereka dapat meninggalkan kebiasaan mereka
yang sebelumnya selalu berada dijalanan untuk mencari uang yang pada akhirnya hanya digunakan untuk hal-hal yang tidak berguna bagi mereka, seperti berjudi, mabuk dan lain-lain. Kedua setelah mereka mengikuti pendidikan non formal, mereka dapat meningkatkan kemampuan mereka baik dalam keilmuwan dan beribadah. 2. Keberhasilan yang lain adalah dapat dilihat bagaimana proses yang dilakukan oleh BSC Al-Futuwwah dalam menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, baik untuk mendukung pelaksanaan pendidikan ataupun dalam hal penyaluran kerja bagi anak didik yang telah lulus. Ada beberapa perusahaan atau lembaga yang siap menampung bagi anak jalanan yang telah mengikuti pendidikan non formal BSC Al-futuwwah, diantaranya Hospital Women and Children (RS. Brawijaya), Restoran di daerah Kemang dan TPQ/TK An-Nur Cipete Utara. Disisi lain ada beberapa hal yang menjadi faktor kegagalan dari pelaksanaan pendidikan non formal yaitu antara lain: 1. Kurangnya jumlah fasilitas untuk mendukung kegiatan pendampingan bagi anak jalanan. 2. Kurangnya dana operasional yang mengakibatkan memperlambat pelaksanaan pendidikan non formal, dalam hal ini masih sedikit donatur yang memberikan bantuan dana operasional lembaga.
B. Saran-Saran
Untuk lebih meningkatkan efektifitas program pendidikan non formal di Yayasan Pesatren Islam BSC Al-Futuwwah, Cipete Utara, peneliti mempunyai beberapa saran sebagai berikut: 1. Lembaga a.
Perlu ditingkatkannya program yang suda hada sepeti Training of Trainer (TOT) bagi para tutor atau guru. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan tenaga pengajar yang lebih kompeten dibidangnya masing-masing dan digarapkan nantinya melahirkan lulusan dari dari pendidikan non formal yang diadakan oleh BSC al-Futuwwah dapat bersaing di dunia luar dalam hal ini dalam mencari pekerjaan.
b.
Fasilitas yang ada perlu ditambah jumlahnya mengingat semakin lama siswa binaan yang mengikuti program pendidikan non formal semakin bertambah.
c.
Kegiatan ini harus lebih disosialisasikan bahwa progran pendidikan non formal ini tidak hanya diperubtukkan untuk anak jalanan di sekitar yayasan saja tetapi juga untuk masyarakat umum yang kurang mampu (dhuafa) yang berada diluar yayasan.
2. Perguruan Tinggi/Fakultas/Jurusan Memperbanyak literatur serta buku referensi tentang ke PMI-an khususnya tentang pemberdayaan anak jalanan dan pendidikan non formal. Selama ini buku referensi masih sangat terbatas, akhirnya mahasiswa sulit untuk memperoleh informasi. Mengadakan praktikum jurusan / pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan setiap semester yang ditujukan untuk mahasiswa PMI. Sebagai contoh menjalin kerjasama dengan LSM yang fokus pada hal pada hal pemberdayaan masyarakat pemulung, anak jalanan, pengusaha kecil dan lain-lain. Hal ini bertujuan agar
mahasiswa langsung dapar mempraktikan teori yang mereka dapat dibangku perkuliahan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Syarwani, LSM, Partisipasi Rakyat dan Usaha Menumbuhkan Keswadayaan, (Jakarta: LP3S, 1992), Cet ke I. Al – Qur’an dan Terjemah (Ayat pojok bergaris), Departemen Agama RI). Amrullah Ahmad, Strategi Dakwah di Tengah Era Reformai Menuju Idonesia Baru Dalam Memasuki Abad 21, (Bandung, 1999). Arnetty Utsman, Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Anak Jalanan, Semi Lokakarya Penanganan Anak Jalanan, (Jakarta: 20 April 2000). David Korten, Menuju Abad 21, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001), Cet ke I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), Cet ke I. Departemen Sosial RI, Modul Pelatih Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Rumah Singgah, (Kerjasama dengan YKAI dalam PKS Anak Jalanan, 1999). Didik J. Rachbini, Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT. Grafindo, 2001), Cet ke I. Dirjen Bina Sosial, Diskusi Badan Koordinasi Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: Dep – Sos, 1989). Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta: LP3S, UI, 1998), Cet ke 1. Glen William, Community Participation and the Roe of Voluntary Agencies In Indonesia, (Jakarta: LP3S Prisma No. 4, 1998). Gunawan Sumadiningrat, Pengembangan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta, Bina Rena Pariwara, 1997), Cet ke 1. Hamid Abidin, Kritik dan Otokritik LSM (Membongkar Kejujuran dan Keterbukaan LSM Indonesia, (Jakarta: Piramedia, 2004), Cet ke I. Hasil Penelitian Departemen Sosial dan UND, (Jakarta: YKAI, 1996). Nyoman Sumaryadi, Perecanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta: Citra Utama, 2005). Info Bisnis, Bisnis Milliaran LSM, Edisi 96, September 2001. Intruksi Mentri Dalam Negeri No. 8, Tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat, 1990.
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Jakarta, Fakultas UI, 2000), Cet ke I. J. Soetomo, Petunjuk Teknis: (Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan untuk Pembinaan Kesejahteraan Anak Jalanandi 12 Provinsi, (Jakarta: Dep Sos RI, 1999). Jhon Clark, NGO dan Pengembangan Masyarakat, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1995), Cet ke I. Ken Blanchad, Pemberdayaan: Bukan Perubahan Sekejap, edisi II, (Yogyakarta: Amara Book’s, 2002), Cet ke I. Makmur Sanusi, Anak Jalanan, Permasalahan dan Rencana Penanganannya, Dalam Majalah Penyuluhan Sosial, (Jakarta: Edisi Khusus Hari Anak Jalanan, 23 Juli 1997). Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial (Pergolakan Ideologi LSM Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), Cet ke III. Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Syafe’i, Pengembangan Masyarakat Islam Dari Ideologi Strategi Sampai Tradisi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001). Prijono Onny S dan Pranaka A. M. W, Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implemetasi, CSIS, (Jakarta: 1996). Sadono Soekirno, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet ke XVI. Soedijar Z. A., Profil Anak Jalanan di DKI, (Jakarta: Media Informatika, 1989). Soejipto Wirosarjono, Apa Yang Dapat Dilakukan LSM Dibidang Kependudukan, (Jakarta: LP3S, 1990), Cet ke I. Soekidjo Noto Atmojo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), Cet ke II. Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet ke I. T. Hani Handoko, Manajemen, edisi II (Yogyakarta, 1997), Cet ke XI. Tadjuddin Noer Effendi, Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja dan Kemiskinan (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1995). Tata Sudrajat, Hasil Lokakarya Nasional Anak Jalanan, (Jakarta: YKAI, 1995). Wandi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997).
Zaim Saidi, Secangkir Kopi Max Havelar, LSM dan Kebangkitan Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995), Cet ke I. Zamroni, Pendidikan Untuk Demokrasi Masyarakat, (Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, 1995), Cet ke I.
Lampiran Hasil Wawancara Berkenaan Proses Prekrutan Anak Jalan untuk Mengikuti Program Pedidikan Non Formal Nama
: M. Sanwani Na’im. S. Sos.
Jabatan
: Pimpinan Yayasan
Tempat / Waktu : Yayasan Pesantren Islam BSC Al-Futuwwah / 05 July 2008
1. Bagaimana tahapan-tahapan pelaksanaan Pendidikan Non Formal yang dilakukan oleh YPI BSC Al-Futuwwah khususnya dalam rangka peningkatan ekonomi anak jalanan?
Kegiatan-kegiatan untuk non formal yang sudah dilakukan YPI BSC Al-Futuwwah diantaranya mereka kita tarik yang tadinya suka mengamen dijalan, suka mengemis dijalan kita tarik kedalam lalu kita adakan pengarahan-pengarahan, ngobrol-ngobrol terus kita berikan suatu motivasi-motivasi yang pada akhirnya mereka merasa nyaman berada dalam kegiatan kehidupan sehari-hari lalu setelah itu mereka baru memahami akan pentingnya masa depan mereka yang lebih baik dibandingkan mereka hidup dijalanan yang liar seperti itu. Akhirnya dengan cara seperti itu mereka merasa kehidupan mereka harus ditata dan dengan cara ditata, akhirnya mereka punya suatu konsep bahwa hidup ini harus produktif, harus kreatif dan mereka merasa mulai berbenah diri dengan meningkatkan kemampuankemampuan yang untuk menunjang masa depan mereka. Lalu Diantara pelaksanaanya kita memberikan pelatihan-pelatihan, les-les dan kursus-kursus, bagi mereka yang putus sekolah kita sarankan untuk diberikan kursus-kursus keterampilan seperti komputer, perbengkelan juga elektronik dan bagi yang masih usia sekolah tetapi menganggur menjadi anak jalanan kita support pemberian bea siswa supaya mereka juga melakukan pendidikan yang lebih baik dan pada akhirnya mereka menyadari dan langsung mau mendaftar sekolah dan meninggalkan kebiasaan mereka menjadi anak jalanan pada akhirnya lambat laun mengikuti program pendidikan wajib belajar baik yang diadakan di sekolahsekolah formal maupun program kejar paket yang kita laksanakan disini.
2. Dalam pelaksanaan pendidikan non formal di Yayasan Pesantren Islam BSC Al-Futuwwah adakah pengklasifikasian terhadap anak jalanan? Jika ada berdasarkan apa? Yang kita klasifikasikan adalah jenjang pendidikan mereka yang terakhir, bagi mereka yang jenjang pendidikannya lulus SD maka kita kelompokkan dengan lulusan SD untuk ikut program kejar paket, begitupun dengan yang akhir pendidikannya sampai jenjang SMP dan seterusnya. Dan bagi mereka yang putus sekolah karena tidak punya biaya kita berikan beasiswa tapi mereka direkrut untuk rajin dalam kegiatan-kegiatan kita, mereka boleh menerima beasiswa tetapi mereka juga konsekuensinya harus benar-benar ikut program secara kesinambungan bukan hanya sekolahnya saja tapi juga aktivitas sehari-hari, pembinaan sehari-hari bahkan ibadah sehari-hari diawasi dan diarahkan semaksimal mungkin. 3. Berapa lama masa pendidikan non formal yang dilakukan oleh yayasan pesantren BSC Al-Futuwwah? Untuk anak jalanan, kita terus menerus tidak pernah ada kata berhenti, kalau masa pendidikan mereka ada batas waktu tertentu maksimal 3 tahun. Bagi mereka yang lulus SMP kita sekolahkan sampai SMA dan bagi yang telah lulus SMA langsung kita salurkan ke tempat-tempat tertentu yang memang kita sudah mengadakan kerja sama dan sesuai dengan kemampuan anak jalanan dan itu sudah sebanyak 12 anak. Dan bagi mereka yang putus sekolah kita haruskan masuk program wajib belajar kejar paket A dan B. 4. Dalam rangka peningkatan taraf ekonomi anak jalanan, apakah YPI BSC AlFutuwwah bekerjasama dengan pihak lain? jika ya, dengan pihak mana? Sudah berapa lama? Dalam bidang apa? Ada beberapa perusahaan, instansi dan juga perumahan yang sudah terikat kerjasama dengan kita dimana merupakan tempat penyaluran bagi anak didik kita diantaranya didaerah bilangan Cipete seperti RS. Brawijaya (Women & Children Hospital), perusahaan di daerah Mampang Prapatan, apartemen-apartemen dan sekolah-sekolah yang membutuhkan tenaga kerja dari binaan BSC Al-Futuwwah mulai dari Celeaning Service, Office Boy, Perawat sampai tenaga administrasi dan bahkan ada yang menjadi sekretaris diinstansi atau perusahaan swasta. Selain itu
dalam hal pendidikan, kita juga kerjasama kita dengan kelompok belajar kejar paket A dan B dan juga suku dinas pendidikan nasional 5. Bagaimana tingkat keberhasilan program pendidikan non formal sampai sekarang? Alhamdulillah tetap berjalan walaupun tingkat keberhasilannya maih terus kita rintis dan kita merasa semua ini harus tetap diperjuangkan dan tidak kenal kata berhenti, karena semakin hari ada lagi adik-adik mereka atau yang junior yang harus kita bina terus menerus 6. Adakah persyaratan bagi anak jalanan untuk mengikuti pendidikan non formal di BSC Al-Futuwwah? Jika ada apa saja? Persyaratan yang utama bagi anak jalanan adalah kemauan, karena ujung tombak dari kesuksesan dari seseorang adalah kemauan, kalau anak itu sudah mempunyai kemauan berarti sudah 50% keberhasilan sudah diraih dan anak itu akan lebih mudah dibekali atau dididik dan dapat menerima bentuk binaan kita, tetapi kalau anak itu pandai tetapi tidak mempunyai kemauan maka kepandaiannya akan siasia. 7. Dari manakah YPI BSC al-Futuwwah mendapatkan dana operasional? Untuk dana operasional kita tidak ambil dari kas karena dana kas yang ada kecil tapi kita ambil dari subsidi silang atau dari beberapa donator yang masuk lalu semua dana itu kita salurkan yang memang diperuntukkan untuk memperkaya dan meningkatkan keterampilan mereka, selain itu juga pendanaan didapat dari Diknas khususnya untuk kegiatan belajar kejar paket A dan B dan juga termasuk untuk honor guru dan mereka semua (anak jalanan) digratiskan termauk buku-buku dan subsidi yang semua itu untuk membantu kelancaran proses pendidikan mereka disamping itu juga untuk keterampilan-keterampilan, kursus-kursus juga kita carikan donator untuk mereka. 8. Menurut anda, apa yang menjadi kendala dalam menjalani program Pendidikan Non Formal bagi anak jalanan? Bagaimana menanggulanginya? Kendala utamanya adalah masalah budaya karena mentalitas budaya itu mereka yang sudah terbiasa menganggur atau berada dijalanan, sehingga mereka memang
harus kita “poles” terlebih dahulu, itu yang menjadi kendala utamanya. Jadi kita membutuhkan waktu beberapa bulan untuk mengembalikan kepercayaan diri, semangat mereka itu yang paling sulit ini dikarenakan mereka terbiasa hidup liar, terbiasa hidup dijalanan dan ketika mereka kita ajarkan untuk hidup teratut maka membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu juga masalah dana, tetapi selama mereka
mempunyai
kemauan
dan
keseriusan
maka
kitapun
akan
mempresentasikan ke donator-donatur untuk membantu program Pormal Non Formal bahwa kita punya anak didik yang mempunyai semangat hidup lebih baik. 9. Menurut anda, apa yang menjadi ancaman atau rintangan dalam menjalani Pendidikan Non Formal bagi anak jalanan? bagaimana mengatasinya? Kalau rintangan itu datangnya dari orang tua atau saudara dari anak jalanan itu sendiri yang merasa sudah nyaman berada dilingkungan yang gampang mencari uang dijalanan, karena penghasilan mereka lumayan besar, dengan cara mengemis, mengamen atau meminta-minta mereka biasa mendapatkan 20ribu/hari. Masalah inilah yang menjadi rintangan terberat, tetapi kita trus mencoba menjadikan hidup mereka
lebih
tertata
dan
pada
akhirnya
menimbulkan
perasaan
yang
menyenangkan dari pihak orang tua dan keluarganya karena sebelumnya belum terbuka bagaimana pentingnya seorang anak harus sekolah. Dan juga pada awalnya rintangannya adalah harus membuka wawasan orang tua mereka juga karena kita harus bersabar memberikan pemahaman kepada orang tuanya bagaimana pentingnya belajar dan pentingnya anak-anak mereka diberikan keterampilanketerampilan dan lambat laun kendala atau rintangan itu akhirnya bisa kita lewati dan anak mereka pun kita berikan pelajaran-pelajaran akhlaq yang menunjukan bahwa kita tidak hanya merubah mereka dalam hal mencari kerja (ekonomi) tapi juga mengenai akhlaq dan ilmu pengetahuan agama terus kita tanamkan dalam diri mereka. 10. Bagaimana respon masyarakat sekitar terhadap program PNF yang dilaksanakan oleh Yayasan BSC? Sebenarnya secara umum respon masyarakat disekitar yayasan menerima baik adanya program ini, cuma segelintir orang saja yang mungkin dikarenakan faktor kecemburuan sosial atau iri hati, tapi intiya biasalah disetiap perjuangan itu pasti kita menemukan dampak dari orang yang tidak suka dan juga ada sebagian orang
yang mungkin terlewati atau merasa kalah didalam memberikan masukan-masukan kepada anak-anak yang sebelumnya berada dijalanan. Secara garis besar atau secara umum kebaikan-kebaikan atau program-program diterima oleh masyarakat dan hanya segelintir orang saja yang tidak siap menerima perubahan-perubahan itu diantaranya bagi anak yang biasanya gampang diatur atau dilecehkan dan setelah kita bina dengan baik akhirnya mereka susah diajak lagi untuk berbuat salah seperti judi, mabuk, ini dikarenakan mereka kita arahkan untuk berbuat sesuatu yang baik.
Lampiran Hasil Wawancara Berkenaan dengan Pelaksanaan Program Pedidikan Non Formal Nama
: Fatulloh S. Pd.
Jabatan
: Ketua Div. Pendidikan dan Dakwah
Tempat / Waktu : Yayasan Pesantren Islam BSC Al-Futuwwah / 08 July 2008
1. Dalam pelaksanaan Pendidikan Non Formal apakah YPI BSC Al-Futuwwah membuat kurikulum tersendiri atau mengacu pada kurikulum yang sudah ada? Ada beberapa kurikulum yang sudah disediakan oleh Dik-Nas khususnya untuk program kejar paket A dan B dan ada juga materi-meteri yang kita buat sendiri untuk memberikan pembekalan atau konsep diri karena mereka yang sebelumnya merupakan anak-anak tertinggal maka kita memberikan motivasi-motivasi hidup, pelatihan-pelatihan, life skill agar mereka siap menghadapi kehidupan dimasa mendatang. 2. Apa saja sarana dan fasilitas yang digunakan oleh BSC untuk menunjang pelaksanaan Pendidikan Non Formal? Fasilitas-fasilitas yang sudah ada adalah 5 unit computer, peralatan kebersihan (Cleaning service), out bond, alat-alat peraga untuk mengajar, dan juga bengkel yang sudah kita sediakan untuk mereka praktik otomotif
Bagi Yayasan adalah YPI BSC Al-Futuwwah itu sebenarnya bengkel atau dapur untuk pemberdayaan umat, jadi kita tidak mengambil untung secara materi atau mungkin selisih dari penghasilan mereka, tidak satu sen pun kita ambil. Yang kita lakukan adalah pembinaan secara terus menerus dan Lillahi ta’ala saja tanpa mengambil keuntungan tertentu tapi pahala-pahala itulah yang kita harapkan, dengan menolong mereka mungkin Allah akan mebalasnya dengan cara yang lain dan kenyataannya tempat kita ini diperluas, mudah untuk dikembangkan dan masyarakat juga lebih percaya kepada kita, secara moril masyarakat melihat kita lebih konkrit karena mereka melihat ada hasilnya, Alhamdulillah mereka juga tidak
segan untuk membantu kita diyayasan dan setiap waktu mereka siap kita hubungi untuk dapat diminta bantuannya. 3. Sebelum mereka mengikuti program Pendidikan Non Formal penghasilan mereka 20rb/hari dan berapa penghasilan mereka setelah mengikuti Pendidikan Non Formal? apakah meningkat atau bahkan berkurang? Sebenarnya secara ekonomi merekat tidak mendapatkan keuntungan sekaligus atau secara instan, tetapi mereka dapat menata kehidupan mereka yang lebih baik dan mereka dapat menabung walaupun secara kasat mata penghasilan mereka berkurang, tetapi secara konkritnya mereka mendapatkan sesuatu yang lebih baik, dengan mereka dapat mengatur keuangan, akhirnya mereka dapat hidup lebih hemat dan dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka dibanding ketika mereka hidup dijalan yang secara instan mereka dapat penghasilan tetapi hanya dihabiskan untuk hari itu juga, terkadang untuk berjudi, mabuk dan lain-lain 4. Menurut anda apa yang menjadi indikator atau tolok ukur meningkatnya taraf ekonomi anak jalanan? Secara mentalitas atau budaya mereka dapat menghasilkan uang dengan mudah maka habisnya pun akan cepat setiap hari. Dan setelah mereka ikut program kita, tahu bagaimana sulitnya mancari uang dengan cara yang benar dan mereka harus punya aktivitas dan harus membantu orang lain mereka sudah mulai biasa kreatif, biasa memberikan pelayanan-pelayanan kepada masyarakat yang nanti mereka dapat upah, ternyata dari cara itu mereka lebih dapat memaknai bahwa bekerja itu lebih mengasyikan dan juga lebih ibadah. Dan juga merubah paradigma mereka yang tadinya hanya memikirkan bagaimana dengan instan mendapatkan uang akhirnya mereka dapat berpikir bagaimana caranya menata hidup yang lebih baik. 5. Bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh YPI BSC Al-Futuwwah terhadap anak didik atau anak jalanan? Bagi yang masih ikut program di yayasan kita awasi dengan melalui shubuh berjamaah dan juga kegiatan tiap hari, selain mereka diberikan keterampilanketerampilan, pembekalan hidup dan motivasi mereka juga diajari ilmu pengetahuan agama seperti pengajian al-qur’an, diskusi masalah fiqh dan forum malam ahad. Dan bagi mereka yang sudah bekerja kita mempunyai beberapa
informasi yang kita jadikan satu, diantaranya kita adakan forum diskusi yang dapat kita tampung aspirasi atau ide mereka, bahkan mereka dapat membantu atau meringankan pengeluaran-pengeluaran diyayasan ini dengan cara urunan mereka dapat membayar rekening listrik, membeli fasilitas belajar mengajar dan lain-lain 6. Berapa anggaran yang dialokasikan untuk program Pendidikan Non Formal ini? Anggaran yang dikeluarkan tiap bulan untuk pelaksanaan program adalah 5 juta rupiah, digunakan untuk honor volunteer atau guru, konsumsi (makan), disamping itu juga ada beberapa program beasiswa dan pemberian perlengkapan sekolah. 7. Setelah mengikuti Pendidikan Non Formal di YPI BSC Al-Futuwwah apakah anak didik mendapatkan ijazah atau sertifikat sebagi tanda kelulusan? Kalau sertfikat atau ijazah resmi tidak ada, tapi bagi mereka yang mengikuti program kejar paket A dan B mereka mendapatkan ijazah kesetaraan dan bagi mereka yang ikut program pembinaan disini mereka mendapat sertifikat dan garansi dari kita untuk melamar pekerjaan diperusahaan, bahwa anak ini adalah hasil binaan kita dengan jaminan mereka mempunyai semangat dan etos kerja tinggi, jujur dan dan dapat menjaga nama baik yayasan dan perusahaan dan mereka dapat diterima ditempat pekerjaan yang memang sudah bekerja sama dengan yayasan kita. 8. Menurut anda, apakah Pendidikan Non Formal yang diselenggarakan oleh Yayasan Pesantren Islam BSC Al-Futuwwah sudah sesuai dengan kebutuhan anak jalanan? Secara garis besar Insya Allah sudah karena banyak perubahan-perubahan besar disamping mereka sudah dapat pekerjaan yang lebih layak, mereka juga sudah dapat memperbaiki prilaku, pola berpikir, pergaulan dan juga secara ekonomi mereka lebih berarti utuk keluarganya artinya mereka sudah dapat meringankan beban orang tua dan juga membantu biaya sekolah adik-adik mereka. 9. Berapa jumlah anak jalanan yang dibina? Jumlah anak didik sebanyak 40 anak, 70% anak laki-laki dan 30% anak perempuan. Dan yang sudah bekerja berjumlah 12 anak dibeberapa perusahaan.
10. Kapan mulai perekrutan anak jalanan untuk diikuti program PNF? Perekrutan dimulai semenjak tahun 2000, tapi efektif program Pendidikan Non Formal ini berjalan baru dimulai pada tahun 2002. 11. Apa saja hasil atau out put yang sudah didapat baik oleh yayasan ataupun anak jalanan dari Pendidikan Non Formal yang telah dijalani khususnya dalam bidang ekonomi? Bagi anak jalanan, mereka dapat perkejaan yang lebih baik dibanding sebelum mengikuti program Pendidikan Non Formal mereka hanya mengamen, ojek payung dan mengemis tetapi setelah mengikuti Pendidikan Non Formal mereka disalurkan ketempat-tempat kerja yang memang sesuai dengan keahlian atau basic mereka, diantaranya ada yang mjdi celeaning service, office boy, perawat di RS. Brawijaya dan ada juga sebagai pelayan dibeberapa rumah makan atau catering dan beberapa dari mereka ada yang menjadi guru TK/TPA.
Lampiran Hasil Wawancara Berkenaan dengan Pelaksanaan Program Pedidikan Non Formal Nama
: Farhanul Karim
Jabatan
: Ketua Div. Pengkaderan
Tempat / Waktu : Yayasan Pesantren Islam BSC Al-Futuwwah / 08 July 2008
h. Pelatihan Life Skill Adalah pelatihan untuk ketangkasan, keterampilan dan kecerdasan emosional menjadi seorang pmimpin agar dikemudian hari para santri yatim-piatu YPI BSC Al-futuwwah mampu menyikapi dinamika zaman yang sudah nampak tidak terkontrol akan maraknya krisis moral, akan tetapi pelatihan ini juga mampu membangun kreativitas santri yang berguna untuk masyarkat sekitar dengan contoh : Kaligrafi yang membuat kesejukan bagi yang melihatnya. Membuat sandal bakyak yang terbuat dari kayu dan kulit ban bekas Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada : Hari
: Rabu (minggu ke-1)
Waktu
: 13.30 WIB – 15.00 WIB
Sifat
: Rutin
Sasaran
: Para santri yatim-piatu
i. Kursus-kursus meliputi kursus bahasa Inggris, bahasa jepang, bahasa arab dan komputer. Dan juga pelatihan-pelatihan perbengkelan, training cleaning service, administasi Yang dilaksanakan pada : Hari
: Senin – Sabtu
Waktu
: 14.30 WIB – 16.30 WIB
Sifat
: Rutin
Sasaran
: Anak usia sekolah dasar
j. Taman Pendidikan Al – Qur’an Adalah kegiatan belajar baca – tulis al Qur’an bagi anak usia SD – SMP. Selain belajar baca- tulis al-Qur’an, santri juga diberikan materi tambahan tentang tauhid, aqidah, akhlak dan praktek sholat. Adapun waktu kegiatan ini dilakukan pada : Hari
: Senin – Jum’at
Waktu
: 15.30 WIB - 17.00 WIB
Sifat
: Rutin
Sasaran
: Anak usia SD – SMP
k. AMT (Achievement Motivation Training) Adalah kegiatan pemberian motivasi dan pengembangan diri, khususnya bagi masyarakat sekitar yayasan yang bertujuan membentuk pribadi-pribadi yang siap menjadi pemimpin maupun seorang muslim yang berpotensi sesuai tuntunan al-Qur’an dan Hadits. Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada : Hari
: Rabu
Waktu
: 13.00 WIB – 15.00 WIB
Sifat
: Rutin
Sasaran
: Masyarakat umum86
l. Majelis Ta’lim dan Tafsir Remaja
86
Wawancara Pribadi dengan Taufk Rahman, Sei. Bidang Litbang YPI BSC Al-Futuwwah, dengan Jakarta, 22 Desember 2007
Adalah salah satu bentuk ta’lim bagi para remaja yang pada setiap pertemuannya selalu mengangkat satu tema yang sedang aktual. Dibahas dengan menggunakan bahasa sehari-hari, sehingga diharapkan dapat dimengerti oleh para jama’ahnya dengan sandaran pengkajian pada ayat-ayat alQur’an. Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada : Hari
: Rabu – Kamis
Waktu
: 19.30 WIB – 22.00 WIB
Sifat
: Rutin
Sasaran
: Remaja
m. PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Adalah sebuah kegiatan belajar-mengajar seperti yang umum dilakukan di sekolah. Pelajaran yang diberikanpun sama, seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, matematika, bahasa Iandonesia, bahasa Inggris, pendidikan agama dan kewarganegaraan. Bedanya adalah, kalau sekolah diperuntukkan bagi masyarakat umum usia sekolah yang mampu bersekolah, PKBM ini di peruntukkan bagi masyarakat umum usia sekolah yang tidak bersekolah atau putus sekolah. PKBM adalah semacam kegiatan belajar kejar paket A dan B, yang pengajarnya adalah para pengurus yayasan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberantas kebodohan dan keterbelakangan ilmu pengetahuan. 87 Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada : Hari
87
: Jum’at dan Minggu
Wawancara Pribadi dengan Farhanul Karim, Sie Bid Pengkaderan & Organisasi YPI BSC AlFutuwwah, Cipete, Jakarta, 22 Desember 2007
Waktu
: 19.00 WIB – 22.00 WIB
Sifat
: Rutin
Sasaran
: Masyarakat umum usia sekolah yang tidak bersekolah atau putus sekolah
n. Penyaluran kerja bagi santri berprestasi Dorongan yang kuat dalam beraktifitas rutin memberikan inspirasi mencari formula dan metode terbaik dalam penerapannya. Sejalan dengan semakin berkembangnya program ini membuat kreatifitas terbangun memenuhi tuntutan, pembenahan dan penyempurnaan masih terus dilakukan, pada gilirannya nanti akan muncul SDM anak jalanan yang kompetitif dan berkualitas lebih baik untuk berperan membangun bangsa ini. 88
88
Wawancara Pribadi dengan Fatulloh S.P, Sie. Bidang Pendidikan dan Dakwah YPI BSC AlFutuwwah, Cipete, Jakarta, 1 Maret 2008
DAFTAR ANAK JALANAN 1.
2.
3.
Nama
:
TTL
:
Pendidikan
Nama
:
Ayu Wulandari
Semarang, 12 September 1988
TTL
:
Semarang, 16 Oktober 1991
:
SDN 14/ Kelas II
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ Kelas V
Pekerjaan
:
Cleaning Service
Pekerjaan
:
Pelayan Restoran
Gaji / Honor
;
Rp. 850.000,-
Gaji / Honor
:
Rp. 800.000,-
Nama
:
Nama
:
Arif Setiawan
TTL
:
Kediri, 11 Agustus 1991
TTL
:
Jakarta, 22 Juni 1989
Pendidikan
:
---
Pendidikan
:
SMPN 250/ Kelas I
Pekerjaan
:
Cleaning Service
Pekerjaan
:
Cleaning Service
Gaji / Honor
;
Rp. 850.000,-
Gaji / Honor
:
Rp. 850.000,-
Nama
:
Nama
:
TTL
:
Indramayu, 27 Mei 1990
TTL
:
Tegal, 1 Desember 1989
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ Kelas III
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ Kelas II
Alfin
Ahmad Aziz
Ari Bowo
6
7
8
Mulyono
4
5
11
Pekerjaan
:
Gardener
Pekerjaan
:
Cleaning Service
Gaji / Honor
:
Rp. 850.000,-
Gaji / Honor
:
Rp. 850.000,-
Nama
:
Ahmad
Nama
:
TTL
:
Surabaya, 11 Januari 1989
TTL
:
Pekalongan, 4 April 1990
Pendidik
:
SDN 14 Pagi/ Kelas III
Pendidikan
:
SDN 05/ Kelas IV
Pekerjaan
:
Sablon
Pekerjaan
:
Gardener
Gaji / Honor
:
Rp. 750.000,-
Gaji / honor
:
Rp. 850.000,-
Nama
:
Aziz Muslim
Nama
:
TTL
:
Sumedang, 10 Agustus 1990
TTL
:
Jakarta, 2 Juni 1990
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ Kelas IV
Pendidikan
:
SDN 14/ Kelas I
Pekerjaan
:
Guru TPA An-Nur
Pekerjaan
:
Guru TPA An-Nur
Gaji / Honor
;
Rp. 750.000,-
Gaji / Honor
:
Rp. 750.000,-
Nama
:
TTL
:
Astuti Surabaya, 10 April 1989
9
10
17
Arianto
Aisyah
Nama
:
TTL
:
Dana Saputra Solo, 24 Maret 1994
12
13
14
Pendidikan
:
MTS Tholibin/ Kelas I
Pendidikan
:
SMPN 250/ Kelas I
Pekerjaan
:
Guru TPA An-Nur
Ukuran Baju
:
M
Gaji / Honor
:
Rp. 750.000,-
Nama
:
Abdul
Nama
:
Eva
TTL
:
Nama
TTL
:
Jakarta, 19 Februari 1998
Pendidikan
:
MTSN 3/ Kelas 1
Pendidikan
:
SDN 13 Pagi/ Kelas III
Pekerjaan
:
Cleaning Service
Ukuran Baju
:
M
Gaji / Honor
:
Rp. 850.000,-
Nama
:
Nama
:
Dedi Setiawan
TTL
:
Jakarta, 3 Maret 1999
TTL
:
Wonogiri, 11 Oktober 1998
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ Kelas I
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ Kelas III
Ukuran Baju
:
8
Ukuran Baju
:
L
Nama
:
Nama
:
TTL
:
Jakarta, 12 Mei 2003
TTL
:
Jakarta, 9 Nopember 1999
Pendidikan
:
---
Pendidikan
:
SDN 07 Pagi/ Kelas III
Arini Fasya
Amanda
18
19
20
Dian Wibisono
15
16
23
24
Ukuran Baju
:
Nama
:
TTL
:
Pendidikan
5
Ukuran Baju
:
Nama
:
Jakarta, 6 Juni 1997
TTL
:
Jakarta, 1 Nopember 1996
:
SDN 05 Pagi/ Kelas VI
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ Kelas V
Ukuran Baju
:
10
Ukuran Baju
:
11
Nama
:
Nama
:
Fauzi Shiddiq
TTL
:
Jakarta, 11 Nopember 1994
TTL
:
Jakarta, 13 Agustus 1998
Pendidikan
:
SMPN 250/ Kelas I
Pendidikan
:
MI AHDI/ Kelas IV
Ukuran Baju
:
13
Ukuran Baju
:
10
Nama
:
Fachrul Riadi
Nama
:
TTL
:
Tangerang, 18 Februari 1997
TTL
:
Boyolali, 24 Januari 1995
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ Kelas VI
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ Kelas VI
Ukuran Baju
:
11
Ukuran Baju
:
12
Nama
:
Fachrul Rozi
Nama
:
Bagas Setiawan
Budi Waluyo
21
22
29
30
8
Dwi Damayanti
Hermawan Aris Susanto
Hartati
25
26
27
TTL
:
Bandung, 9 September 1996
TTL
:
Jakarta, 14 Juni 1995
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ Kelas IV
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ Kelas VI
Ukuran Baju
:
11
Ukuran Baju
:
12
Nama
:
Fachri Satria Aji
Nama
:
TTL
:
Purwokerto, 16 Juni 1997
TTL
:
Jakarta, 21 Januari 1994
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ Kelas IV
Pendidikan
:
SMP 250/ Kelas II
Ukuran Baju
:
10
Ukuran Baju
:
13
Nama
:
Nama
:
Hasbulloh
TTL
:
Jakarta, 23 April 1999
TTL
:
Jakarta, 7 Juli 1994
Pendidikan
:
SDN 07 Pagi/ Kelas II
Pendidikan
:
SDN 07 Pagi/ Kelas VI
Ukuran Baju
:
7
Ukuran Baju
:
14
Nama
:
Nama
:
Hanafi Nurmahdi
TTL
:
Jakarta, 5 Maret 1995
TTL
:
Jakarta, 14 Mei 1998
Pendidikan
:
SDN 07 Pagi/ Kelas VI
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ Kelas III
Ukuran Baju
:
12
Ukuran Baju
:
9
Fajar Afriansyah
Fitriyati
31
32
33
Hasanah
28
35
36.
Nama
:
TTL
:
Pendidikan
Nama
:
Indra Saputra
Bandung, 21 Juni 1996
TTL
:
Jakarta, 5 September 1996
:
SDN 13 Pagi/ Kelas V
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ Kelas V
Ukuran Baju
:
11
Ukuran Baju
:
11
Nama
:
Istiqomah
TTL
:
Jakarta, 18 Juli 1997
Pendidikan
:
MI AL-IHSAN/ Kelas IV
Ukuran Baju
:
10
Nama
:
Ilham Kholid
TTL
:
Jakarta, 13 Nopember 1997
Pendidikan
:
MI AL-IHSAN/ Kelas IV
Ukuran Baju
:
13
Gilang Pratama
34
37.
38.
39.
40.
Nama
:
TTL
:
Jakarta, 11 April 1998
Pendidikan
:
SDN 05 Pagi/ Kelas IV
Ukuran Baju
:
9
Nama
:
TTL
:
Jakarta, 20 September 1995
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ Kelas VI
Ukuran Baju
:
11
Nama
:
TTL
:
Jakarta, 28 Februari 1997
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ Kelas IV
Ukuran Baju
:
10
Nama
:
TTL
:
Jakarta, 5 maret 1994
Pendidikan
:
SMP 250/ Kelas I
Khoirul Anwar
Kholillah
Khoirudin
Khoirullah
47
48
49
Ukuran Baju
:
13
Nama
:
Mudasir
TTL
:
Pendidikan
Nama
:
Jakarta, 9 September 1994
TTL
:
Tegal, 25 Agustus 1997
:
SMP 12/ Kelas I
Pendidikan
:
SDN 14 pagi/ Kelas V
Ukuran Baju
:
13
Ukuran Baju
:
10
Nama
:
Nia Puji Saputri
Nama
:
TTL
:
Jakarta, 25 Juni 1994
TTL
:
Boyolali, 27 juli 1994
Pendidikan
:
SDN 13 Pagi/ Kelas VI
Pendidikan
:
SMPN 250/ Kelas II
Ukuran Baju
:
13
Ukuran Baju
:
14
Nama
:
Nama
:
Merlin Apferawan
TTL
:
Jakarta, 15 juni 1998
TTL
:
Panongan, 20 April 1995
Pendidikan
:
SDN 14/ Kelas IV
Pendidikan
:
SDN 13 Pagi/ Kelas V
Ukuran Baju
:
8
Ukuran Baju
:
11
Ulfa
53
54
55
M. Reza Arfianto
Meka Perclana Putra
50
51
52
Nama
:
TTL
:
Pendidikan
Nama
:
Mimi Utami
Jakarta, 7 Nopember 1994
TTL
:
Jakarta, 21 April 1994
:
SMP 250/ Kelas III
Pendidikan
:
SMP 12/ Kelas III
Ukuran Baju
:
13
Ukuran Baju
:
13
Nama
:
Nama
:
Mohammad Ariffudin
TTL
:
Jakarta, 27 Agustus 1996
TTL
:
Jakarta, 2 September 1994
Pendidikan
:
SDN 13 Pagi/ Kelas VI
Pendidikan
:
SDN 05 pagi/ Kelas VI
Ukuran Baju
:
11
Ukuran Baju
:
13
Nama
:
Nama
:
Joko Julianto
TTL
:
Jakarta, 11 Nopember 1994
TTL
:
Jakarta, 3 Juli 1999
Pendidikan
:
SMP 250/ KELAS II
Pendidikan
:
SDN 13 pagi/ Kelas II
Ukuran Baju
:
13
Ukuran Baju
:
8
Novia Ariestarini
Nurhalimah
Nurul Hasanah
56
57
58
59
60.
61
62
Nama
:
Majalengka, 11 Februari 2000
TTL
:
Jakarta, 23 Oktober 1994
:
SDN 13 PAGI KELAS II
Pendidikan
:
SMP 250/ Kelas II
Ukuran Baju
:
7
Ukuran Baju
:
13
Nama
:
Lutui Remana Jusuf
Nama
:
TTL
:
Malang, 10 Maret 1995
TTL
:
Garut, 3 Januari 1997
Pendidikan
:
SDN 05 pagi/ Kelas VI
Pendidikan
:
SDN 05 Pagi/ Kelas IV
Ukuran Baju
:
13
Ukuran Baju
:
10
Nama
:
Nama
:
Ridzki Amelia
TTL
:
Jakarta, 2 Februari 1998
TTL
:
Jakarta, 18 September 1995
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ Kelas III
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ kelas VI
Ukuran Baju
:
10
Ukuran Baju
:
12
Nama
:
Nama
:
Reza Purwanto
TTL
:
Garut, 7 mei 1997
TTL
:
Pekalongan, 24 Agustus 1989
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ Kelas IV
Pendidikan
:
Kejar Paket B BSC Al-Futuwwah
Nama
:
Lilis
TTL
:
Pendidikan
Maladih
Mayadi Raka Siwi
65
66
67
68
Ramsah
Rosita
63
64
71
Ukuran Baju
:
Nama
:
TTL
:
Pendidikan
10
Ukuran Baju
:
14
Nama
:
Rani Putri
Klaten, 14 September 2001
TTL
:
Blitar, 3 Agustus 2001
:
SDN 13/ Kelas I
Pendidikan
:
SDN 14/ Kelas 1
Ukuran Baju
:
5
Ukuran Baju
:
6
Nama
:
Nama
:
Rismawati
TTL
:
Jakarta, 17 Maret 2002
TTL
:
Jakarta, 26 April 1999
Pendidikan
:
---
Pendidikan
:
SDN 05 Pagi/ Kelas II
Ukuran Baju
:
5
Ukuran Baju
:
8
Nama
:
Romelih
Nama
:
TTL
:
Jakarta, 15 Februari 1990
TTL
:
Jakarta, 29 Mei 1995
Pendidikan
:
Kejar Paket B BSC Al-Futuwwah
Pendidikan
:
Kejar Paket A BSC AL-FUTUWWAH
Ukuran Baju
:
15
Ukuran Baju
:
13
Putri Amelia
Ramadhani
69
70
77
Sri Lestari
72
73
74
75
Nama
:
TTL
:
Pendidikan
Nama
:
Silvina
Jakarta, 17 Desember 1999
TTL
:
Jakarta, 21 Januari, 2002
:
SDN 07/ Kelas III
Pendidikan
:
---
Ukuran Baju
:
8
Ukuran Baju
:
5
Nama
:
Nama
:
Sri Pujian Ningsih
TTL
:
Jakarta, 13 Maret 1998
TTL
:
Purworejo, 11 Maret 1996
Pendidikan
:
SDN 05/ Kelas IV
Pendidikan
:
SDN 07 pagi/ Kelas V
Ukuran Baju
:
8
Ukuran Baju
:
13
Nama
:
Nama
:
Syapna Ariandini
TTL
:
Jakarta, 25 Juli 1992
TTL
:
Jakarta, 31 Agustus 1997
Pendidikan
:
Kejar Paket B BSC Al-Futuwwah
Pendidikan
:
SDN 05 pagi/ Kelas IV
Ukuran Baju
:
14
Ukuran Baju
:
10
Nama
:
Nama
:
Ujang Abdul Rohman
TTL
:
Jakarta, 19 September 2001
TTL
:
Bogor, 18 April 1994
Pendidikan
:
---
Pendidikan
:
SMPN 250/ Kelas II
Royanah
Fauzan Abadi
Sigit Santoso
Supriatin
78
79
80
81
76
83
84
Ukuran Baju
:
Nama
:
TTL
:
Pendidikan
5
Ukuran Baju
:
13
Nama
:
Uswah Matizi
Brebes, 13 September 2001
TTL
:
Jakarta, 31 Agustus 1994
:
---
Pendidikan
:
SLB A PTN
Ukuran Baju
:
5
Ukuran Baju
:
13
Nama
:
Nama
:
Ramdhoni
TTL
:
Jakarta, 13 Maret 1999
TTL
:
Jakarta, 5 Agustus 2001
Pendidikan
:
SDN 13 pagi/ Kelas II
Pendidikan
:
MI AL-IHSAN/ Kelas I
Ukuran Baju
:
8
Ukuran Baju
:
6
Nama
:
Nama
:
Taufik Hidayat
Sofyan Hadi
Sahrul
Siti Anissa Khodijah
82
89
90
85
86
87
TTL
:
Tegal, 27 Agustus 1998
TTL
:
Bogor, 24 September 1996
Pendidikan
:
SDN 05 pagi/ Kelas III
Pendidikan
:
MI AHDI/ Kelas VI
Ukuran Baju
:
9
Ukuran Baju
:
11
Nama
:
Nama
:
TTL
:
Jakarta, 19 April 1998
TTL
:
Jakarta, 22 April 1997
Pendidikan
:
SDN 07 pagi/ Kelas III
Pendidikan
:
SDN 07 pagi/ Kelas IV
Ukuran Baju
:
9
Ukuran Baju
:
10
Nama
:
Nama
:
TTL
:
Jakarta, 9 Agustus 1999
TTL
:
Jakarta, 24 juli 1997
Pendidikan
:
MI AL-IHSAN/ Kelas II
Pendidikan
:
SDN 14 Pagi/ Kelas IV
Ukuran Baju
:
8
Ukuran Baju
:
10
Nama
:
Siti Rahmah
Nama
:
TTL
:
Jakarta, 12 Maret 1995
TTL
:
Jakarta, 12 September 1994
Pendidikan
:
MI AL-IHSAN/ Kelas VI
Pendidikan
:
SMP 250/ Kelas II
Ukuran Baju
:
11
Ukuran Baju
:
12
Siti Mafpruhatunnisah
Rizlyatul Qibtiah
91
92
93
Yeni Afriyani
Yuni Shara
Yuyun Yuniah
88
95
96
Nama
:
Uswatun Hasanah
TTL
:
Pendidikan
94
Nama
:
Ajeng Rahayu
Jakarta, 12 Februari 1997
TTL
:
Blora, 24 Februari 1995
:
MI AL-IHSAN/ Kelas V
Pendidikan
:
SDN 07 pagi/ Kelas VI
Ukuran Baju
:
10
Ukuran Baju
:
11
Nama
:
Zikro Amalia
Nama
:
Fadillah Akbar
TTL
:
Jakarta, 16 Oktober 1997
TTL
:
Jakarta, 13 Januari 1997
Pendidikan
:
MI AL-IHSAN/ Kelas IV
Pendidikan
:
SDN 13 pagi/ Kelas IV
Ukuran Baju
:
10
Ukuran Baju
:
10
Nama
:
Nama
:
Fitria Wulansari
TTL
:
Brebes, 19 Agustus 1994
TTL
:
Klaten, 20 Oktober 1994
Pendidikan
:
Kejar
Pendidikan
:
SMPN 250/ kelas I
Ukuran Baju
:
12
101
102
Pirmansyah
Paket
A
BSC
AL-
FUTUWWAH Ukuran Baju
:
12
97
98
99
100
Nama
:
Nama
:
Ruwi Hasanah
TTL
:
Tegal, 22 September 1997
TTL
:
Jakarta, 4 Februari 1994
Pendidikan
:
SDN 05 Pagi/ Kelas IV
Pendidikan
:
MTS Darul Ma’arif / Kelas I
Ukuran Baju
:
10
Ukuran Baju
:
14
Nama
:
Nama
:
Alya
TTL
:
Jakarta, 15 Oktober 1998
TTL
:
Jakarta, 15 Juni 1998
Pendidikan
:
SDI AL-IHSAN/ Kelas III
Pendidikan
:
MI Al-IHSAN/ Kelas V
Ukuran Baju
:
9
Ukuran Baju
:
9
Nama
:
Nama
:
Ahmad Fatih
TTL
:
Jakarta, 2 Juli 2000
TTL
:
Jakarta, 13 Januari 2001
Pendidikan
:
SDN 14/ Kelas I
Pendidikan
:
SDN 07/ Kelas V
Ukuran Baju
:
7
Ukuran Baju
:
10
Nama
:
Nama
:
TTL
:
Jakarta, 12 April 1997
TTL
:
Jakarta, 13 Juli 1999
Pendidikan
:
SDN 07 Pagi/ Kelas IV
Pendidikan
:
SDN 05/ Kelas II
Putri Miranti Nurrachmalia
Mun’im
Calvin
Rina Suji Maulana Sari
103
104
105
106
Ramadhan
107
108
109
Ukuran Baju
:
10
Nama
:
TTL
:
Jakarta, 20 mei 2000
Pendidikan
:
SDN 07/ Kelas 06
Ukuran Baju
:
Nama
:
TTL
:
Jakarta, 10 Januari 1997
Pendidikan
:
SDN 05/ Kelas V
Ukuran Baju
:
10
Nama
:
Aisyah
TTL
:
Jakarta, 12 April 1998
Pendidikan
:
SDN 13/ Kelas V
Ukuran Baju
:
11
Syaiful
Buchori
Ukuran Baju
:
8