Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran Program Studi DIV Kebidanan Skripsi, 12 Agustus 2016 Irma Fitri Rahmawati 030215A089 GAMBARAN KASUS RUJUKAN OLEH BIDAN BERDASARKAN FAKTOR RESIKO KEGAWATDARURATAN OBSTETRI MENURUT POEDJI ROCHJATI DI RSUD KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2015 (xv+ 100 halaman +8 tabel + 17 lampiran) Latar belakang : Kegawatdaruratan obstetri merupakan penyebab utama kematian maternal dan perinatal. Kegawatdaruratan obstetri menurut Rochjati terbagi menjadi 3 kelompok faktor risiko, yaitu APGO (Ada Potensi Gawat Obstetri), AGO (Ada Gawat Obstetri), dan AGDO (Ada Gawat Darurat Obstetri). Berbagai penelitian menyatakan bahwa upaya penatalaksanaan yang efektif pada kegawatdaruratan obstetri yaitu pelaksanaan rujukan. Rujukan tepat dan terencana dapat menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kasus rujukan oleh bidan berdasarkan faktor resiko kegawatdaruratan obstetri menurut rochjati di RSUD Kabupaten Semarang Tahun 2015 Metode : Desain penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional dan pengambilan data menggunakan data sekunder. Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu rujukan obstetri yang memiliki faktor risiko di RSUD Kabupaten Semarang. Sampel penelitian menggunakan teknik total sampling sebanyak 2634 pada tahun 2015. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar ibu yang dirujuk secara terencana ke RSUD Kabupaten Semarang dengan jumlah rujukan 2634 responden, rujukan terencana berjumlah 2389 (91%) responden dan rujukan terlambat berjumlah 245 (9%) responden. Hal ini menunjukkan sistem rujukan di Kabupaten Semarang telah terlaksana dengan baik. Hal tersebut dibuktikan dengan salah satu kebijakan dinas kesehatan Kabupaten Semarang untuk ibu hamil yang dirujuk bidan ke rumah sakit yaitu ibu hamil yang memiliki faktor risiko kegawatdaruratan obstetri dan jumlah skor risiko puji rochjati lebih dari atau sama dengan 10. Kesimpulan : penelitian menunjukkan sebagian besar responden dirujuk terencana karena sistem rujukan telah terlaksana dengan baik. Saran : Bagi instansi RSUD diharapkan untuk tetap dapat mempertahankan mutu layanan kebidanan. Kata Kunci : Kegawatdaruratan obstetri, rujukan obstetri Kepustakaan : 2007-2015 1
2
Ngudi Waluyo School of Health Ungaran Diploma IV of Midwifery Study Program Final Assignment, 12 Agustus 2016 Irma Fitri Rahmawati 030215A089 The Description of referral Case by Midwife based on Obstetric Emergency Risk Factor According to Poedji Rochjati in RSUD, Semarang Regency in 2015 (ix + 90 page+ 6 tables + 1 figure + 11 appendices) Background Research: Obstetric Emergency is main cause of maternal and perinatal mortality. According to Rochjati, Obstetric Emergency can be classified into 3 groups of risk factors, they are APGO (there is Potential Distress Obstetrics), AGO (there Intensive Care Obstetrics), and AGDO (there's Emergency Obstetrics). There are many studies suggest that effective management efforts on obstetric emergency which is the implementation of referral. well-planned referral can save mothers and newborns. Objective: This study aimd to describe the description of referral case by midwife based on obstetric emergency risk factor according to Poedji Rochjati in RSUD, Semarang Regency in 2015 Methods: descriptive study with cross sectional approach and retrieval of data used secondary data. The population of this research were all referral obstetric mothers with risk factors at RSUD, Semarang Regency. The sample research used total sampling method as many as 2634 in 2015. Results: The results show the majority of mothers who are in planned referral to RSUD, Semarang Regency as many as 2634 respondents, planned referral as many as to 2389 (91%) of respondents and late referrals as many as 245 (9%) of respondents, This shows the referral system in the Semarang Regency has been performing well. This is evidenced by a policy from public health office Semarang Regency for pregnant women admitted by midwife to hospital are of pregnant women who have risk factors for obstetric emergency and total risk score Poedji Rochjati ismore than or equal to 10. Conclusion: The study show most respondents are planned referral and the system has been implemented well. Suggestion: RSUD is expected to continue to maintain the quality of obstetric services. Keywords: Emergency obstetric, obstetric referral Bibliographies: 26 (2007-2015)
3
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan penelitian WHO tahun 2014, Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia tercatat sebesar 289.000 jiwa. Amerika Serikat 9300 jiwa, Afrika Utara 179.000 jiwa, dan Asia Tenggara 16.000 jiwa. Angka kematian ibu di Negaranegara Asia Tenggara yaitu Indonesia 214 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 60 per 100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014). Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia masih tetap tinggi. Angka kematian ibu memberikan pengaruh yang besar pada dirinya, keluarga maupun masyarakat. Selain itu, juga akan meningkatkan kematian bayi. Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia masih rendah bila dilihat dari masih tingginya AKI sebesar 228/100.000 KH dan AKB sebesar 15/1000 KH. Ini belum mencapai target Indonesia Sehat 2015, target penurunan AKI sebesar 118/100.000 dan AKB sebesar 15/1000 KH (Kemenkes, 2011). Penyebab kematian ibu di Indonesia yang terbesar adalah perdarahan (28%) dan pre eklamsi/eklampsi sebesar 24% (Kemenkes, 2011). Berdasarkan data dinas kesehatan Provinsi Jawa Tengah triwulan 3 tahun 2015 angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup tahun 2015 sebanyak 437 kasus ibu meninggal, angka kematian bayi (0-1 tahun) per 1000 kelahiran hidup tahun 2015 sebanyak 3709 kasus dan angka kematian balita (0-5 tahun) per 1000 kelahran hidup sebanyak 4258 kasus (Dinkes, 2015). Provinsi Jawa Tengah untuk penyebab kematian ibu tertinggi adalah karena eklampsia (48,48%), Penyebab lainnya adalah karena perdarahan (24,24%), disebabkan karena penyakit sebesar 18,18%, Infeksi sebesar 3,03% dan lain-lain sebesar 6,06%, dengan kondisi saat meninggal paling banyak pada masa nifas yaitu 54,55% diikuti waktu bersalin (27,2%) (Dinkes, 2015). Kabupaten Semarang berdasarkan laporan Puskesmas jumlah kematian ibu maternal di Kabupaten Semarang pada tahun 2015 sebanyak 35 kasus dari 26.994 jumlah kelahiran hidup atau sekitar 122,75 per 100.000 KH naik jika dibandingkan dengan tahun 2014 yaitu 33 kasus dari 26.992 jumlah kelahiran hidup atau sekitar 122,25 per 100.000 (Dinkes,2015). Untuk angka kematian neonatal berdasarkan hasil laporan kegiatan sarana pelayanan kesehatan, Tahun 2015, jumlah kematian bayi yang terjadi di Kabupaten Semarang sebanyak 233 dari 26.994 kelahiran hidup, sehingga didapatkan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 9,23 per 1.000 KH (Dinkes, 2015). Pemerintah telah berupaya untuk menurunkan AKI dengan berbagai hal yang terkait dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. Sebagai upaya untuk
4
menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), telah dilaksanakan berbagai pelatihan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak diantaranya Pelatihan Asuhan Persalihan Normal (APN) yang merupakan standar pertolongan persalinan dan pendampingan persalinan dukun bayi oleh tenaga kesehatan, Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) dan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) serta yang lainnya (Dinkes, 2015). Upaya percepatan penurunan AKI berfokus pada deteksi dini, serta penanganan dan rujukan kehamilan/persalinan tinggi. Rujukan harus dilakukan dalam keadaan ibu dan anak masih baik agar tujuan sistem rujukan dapat tercapai, oleh karena itu rujukan yang dilakukan merupakan rujukan kehamilan bukan rujukan persalinan. Salah satu upaya untuk memudahkan pelaksanaan tersebut dengan strategi pendekatan risiko (SPR). Pengelompokan faktor risiko menurut Rochjati terbagi dalam Ada Potensi Gawat Obstetri (APGO), Ada Gawat Obstetri (AGO), dan Ada Gawat Darurat Obstetri (AGDO) (Rochjati, 2010). Berdasarkan data RSUD tahun 2015 diketahui bahwa masih terdapat banyak resiko kegawatdaruratan obstetri yang kasusnya terlambat ditangani, sehingga mengakibatkan peningkatan AKI dan AKB di Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah sendiri khususnya. Kasus tersebut didasarkan juga oleh faktor terlambatnya mengambil keputusan dalam merujuk ke RSUD dimana berdasarkan data yang diperoleh untuk jumlah pelaksanaan rujukan terlambat masih terdapat sedikitnya 245 kasus dari jumlah total keseluruhan rujukan 2634 dan rujukan terencana berjumlah 2389 kasus. Morbiditas pada wanita hamil maupun bersalin masih merupakan masalah besar. Kematian dan kesakitan ibu serta janin lebih sering disebabkan kegawatdaruratan obstetri dan ginekologi yang disebabkan dari proses rujukannya itu sendiri yang tidak segera mungkin. Kasus kegawatdaruratan ini kalau tidak segera ditangani secara cepat dan tepat akan mengakibatkan kematian ibu dan atau janin. Kegawatdaruratan obstetri dan ginekolog masih berhadapan dengan fenomena tiga terlambat yaitu, terlambat mengenal dan memutuskan untuk merujuk, terlambat dalam mencapai tempat rujukan dan terlambat memperoleh penanganan yang cepat,tepat dan adekuat ditempat rujukan (Adi, 2012). Rujukan bukan suatu kekurangan, melainkan suatu tanggung jawab yang tinggi dan mendahulukan kebutuhan masyarakat. Tingginya angka kematian ibu di Indonesia menunjukan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan tertutama kesehatan ibu. Penurunan angka kematian dikatakan mustahil tanpa adanya sistem rujukan yang efektif terutama untuk kasus dengan komplikasi. WHO juga menyatakan bahwa salah satu aspek fundamental pelayanan kesehatan primer (termasuk ibu dan anak) adalah adanya hubungan yang erat dengan level di atasnya. Hubungan yang erat ini tercermin sebagai suatu sistem rujukan yang efektif (Adi, 2012).
5
Dinas Kesehatan di seluruh Kabupaten/Kota Jawa Tengah telah menerapkan sistem pelayanan kesehatan ibu melalui kegiatan rujukan terencana yang merupakan bagian program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sebagai upaya pencegahan proaktif terhadap komplikasi persalinan serta kematian ibu dan bayi. Namun, Kelemahan pelayanan kesehatan adalah pelaksanaan rujukan yang kurang cepat dan tepat. Berdasarkan fenomena tiga terlambat yaitu, terlambat mengenal dan memutuskan untuk merujuk, terlambat dalam mencapai tempat rujukan dan terlambat memperoleh penanganan yang cepat,tepat dan adekuat ditempat rujukan tersebut, maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai “Gambaran kasus rujukan oleh bidan berdasarkan faktor resiko kegawatdaruratan obstetri menurut rochjati di RSUD Kabupaten Semarang Tahun 2015” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran kasus rujukan oleh bidan berdasarkan faktor resiko kegawatdaruratan obstetri menurut rochjati di RSUD Kabupaten Semarang Tahun 2015? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran kasus rujukan oleh bidan berdasarkan faktor resiko kegawatdaruratan obstetri menurut rochjati di RSUD Kabupaten Semarang Tahun 2015. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui gambaran kasus rujukan oleh bidan berdasarkan resiko kegawatdaruratan obstetri dengan ada potensi gawat obstetri (APGO), ada gawat obstetri (AGO), ada gawat darurat obstetri (AGDO) di RSUD Kabupaten Semarang Tahun 2015. b. Untuk mengetahui gambaran kasus rujukan berdasarkan skor poedji srochjati di RSUD Kabupaten Semarang Tahun 2015.
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian merupakan pengetahuan mengenai keseluruhan aktivitas peneliti selama penelitian, mulai dari persiapan sampai pelaksanaan penelitian (Nursalam, 2007). Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan memaparkan data secara sederhana sehingga dapat dibaca dan dianalisis secara sederhana (notoatmodjo, 2010). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yakni cross sectional dimana pengukuran penelitiannya dilakukan secara simultan pada satu saat (sekali
6
waktu) Hidayat (2007). Teknik pengumpulan data sangat mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, teknik pengumpulan data adalah ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Sumber data pada pengumpulan data penelitian ini yakni data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Biasanya berupa data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia. (Saryono, 2010). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari laporan ruang bersalin (vk flamboyan) dan rekam medik rumah sakit RSUD. B. Lokasi Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat atau lokasi penelitian ini dilakukan di RSUD Kabupaten Semarang. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2016. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian Populasi adalah himpunan semua objek atau individu yang akan dipelajari atau kelompok yang menjadi asal dari mana sebuah sampel dipilih (Hasmi, 2016). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pasien rujukan obstetri di RSUD Kabupaten. Jumlah populasi pada penelitian ini adalah 2634 pasien pada tahun 2015. 2. Sampel Penelitian Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mampu mempelajari semua yang ada pada populasi maka peniliti dapat menggunakan sampel dengan alasan keterbatasan dana, tenaga, dan waktu dan apa yang dipelajari dari sampel tersebut dapat digeneraslisasikan untuk populasi, dengan syarat sampel yang diambil dari populasi betul-betul representative (Hasmi, 2016). Sampel dalam penelitian ini adalah pasien rujukan obstetri di RSUD Kabupaten Semarang yang memiliki faktor risiko kegawatdaruratan obstetri, rujukan bidan yang bertugas di wilayah kerja Kabupaten Semarang. 3. Teknik Sampling Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan objek penelitian (Hasmi, 2016). Untuk mencapai sampling penelitian menggunakan teknik total sampling yaitu semua populasi dijadikan sample. Sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rujukan obstetri yang memiliki faktor resiko kegawatdaruratan obstetric pada tahun 2015 sejumlah 2634.
7
D. Defenisi Operasional Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variable yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variable yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2012). Tabel 3.1: Definisi operasional gambaran kasus rujukan oleh bidan berdasarkan faktor resiko kegawatdaruratan obstetri menurut poedji rochjati di RSUD Kabupaten Semarang pada tahun 2015. Definisi Alat Hasil ukur Skala Operasional Ukur Kasus Ibu yang mengalami Rekam 1.Rujukan Nominal rujukan komplikasi / Medic terencana: kegawatdaruratan Dengan Rujukan obstetri yang dirujuk menggunakan ANC oleh bidan lembar 2.Rujukan berdasarkan skor observasi Terlambat: poedji rochjati yang Rujukan terdiri dari kasus INC APGO, AGO dan AGDO. E. Prosedur Penelitian Prosedur adalah suatu alat yang digunakan dalam pengumpulan data dengan cara apapun (Notoatmotjo, 2010). Instrument dalam penelitian ini menggunakan Rekam Medis pasien. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu sebelum menggunakan penelitian perlu menggunakan rekomendasi dari instansi tempat penelitian. Setelah rekomendasi persetujuan diperoleh segera melakukan pengambilan data dengan langkah – langkah : 1. Peneliti mendapatkan rekomendasi dari STIKES Ngudi Waluyo untuk melaksanakan penelitian. 2. Peneliti mengajukan permohonan izin pengambilan data di Kesbangpol. 3. Peneliti mengajukan permohonan izin pengambilan data dari Direktur RSUD 4. Setelah peneliti mengajukan permohonan izin pengambilan data dari Direktur RSUD. 5. Peneliti melakukan tabulasi data yang diambil dari data rekam medik. 6. Peneliti mengecek kelengkapan kemudian melakukan pengolahan data. F. Etika Penelitian Etika penelitian adalah suatu perinsip etika penelitian agar peneliti tidak melanggar hak-hak otonomi manusia yang kebetulan sebagai pasien (Hidayat, 2007). 1. Anonimity (tanpa nama) Variabel
8
Etika kebidanan merupakan hal yang memberikan jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan tidak memberikan dan mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. 2. Confidentiality (Kerahasiaan) Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaanya oleh peneliti. Dataa hanya digunakan untuk kepentingan penelitian dan hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil riset. G. Pengolahan Data Pengolahan data bertujuan untuk menyiapkan agar data mudah dilakukan analisis dan memperoleh suatu distribusi ferkuensi dari data mentah dari hasil pengamatan. Data yang telah diisi kemudian diolah dengan langkah sebagai berikut (Aziz,2010): 1. Editing Upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing pada penelitian ini berfungsi untuk meneliti kembali apakah lembar observasi sudah lengkap. Editing dilakukan di tempat pengumpulan data, sehingga apabila ada kekurangan dapat segera dilengkapi. 2. Coding Setelah data terkumpul, tahap berikutnya adalah member kode pada data untuk memudahkan pengelompokan dan klasifikasi. Klasifikasi dilakukan dengan cara menandai masing-masing jawaban dengan kode berupa angka kemudian dimasukkan kedalam lembar tabel kerja untuk memudahkan dalam pengolahan data. Coding dalam penelitian ini yakni : Kasus Rujukan : 1. Rujukan Terencana : kode 1 2. Rujukan Terlambat : kode 2 3. Tabulating Tabulasi adalah pekerjaan membuat tabel jawaban – jawaban yang telah diberi kode kemudian dimasukkan didalam tabel (Saryono, 2010). 4. Transfering (Pemindahan) Yakni dilakukan dengan memasukkan atau memindahkan data-data dimana data tersebut sebelumnya sudah di coding ke dalam master table H. Analisa Data Data yang dikumpulkan melalui data sekunder diolah menggunakan analisa univariat. Analisa univariat digunakan untuk mendeskripsikan setiap variable dalam penelitian, setelah data diolah kemudian disajikan dalam bentuk tabel frekuensi. Analisa univariat untuk menghitung distribusi frekuensi pada semua variabel digunakan rumus (Aziz, 2010).
9
P=
Keterangan: P : Presentase f : Jumlah skor yang didapat N : Jumlah skor total
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian gambaran faktor risiko kegawatdaruratan obstetri menurut rochjati dengan pelaksanaan rujukan oleh bidan di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang pada tahun 2015 untuk analisa Univariat : 1. Kasus rujukan di RSUD Kabupaten Semarang pada tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan kasus rujukan dengan jumlah rujukan 2634 untuk rujukan terencana sendiri berjumlah 2389 (91%) dan rujukan terlambat berjumlah 245 (9%) menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki faktor risiko kegawatdaruratan pada APGO, AGO, dan AGDO dirujuk secara terencana. Hal ini menunjukkan sistem rujukan di daerah Kabupaten Semarang telah terlaksana dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara, bidan menyatakan sistem rujukan telah diterapkan dengan baik. Hal tersebut dibuktikan dengan salah satu aturan atau kebijakan dinas kesehatan Kabupaten Semarang untuk ibu hamil yang dirujuk bidan ke rumah sakit yaitu ibu hamil yang memiliki faktor risiko kegawatdaruratan obstetri dan jumlah skor risiko puji rochjati lebih dari atau sama dengan 10. Hal ini sesuai dengan upaya pemerintah dalam menurunkan AKI dan AKB yaitu pengembangan fasilitas kesehatan yang berjenjang dengan menentukan kebijakan yang berfokus pada penanganan ibu hamil yang memiliki komplikasi dan pencegahan terhadap tiga terlambat (pengambilan keputusan, transportasi ke pusat rujukan, dan penanganan yang adekuat di RS rujukan). Rujukan harus dilakukan pada keadaan ibu dan anak masih sehat yang diperkirakan mungkin ada komplikasi rujukan yang dilakukan seharusnya pada saat kehamilan bukan saat persalinan, sehingga tujuan sistem rujukan tercapai (Rochjati, 2011). Menurut Walyani (2015) Rujukan kebidanan adalah kegiatan pemindahan tanggungjawab terhadap kondisi klien/pasien ke fasilitas pelayanan yang lebih memadai (tenaga atau pengetahuan, obat, dan peralatannya). Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi antara unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi ke unit yang lebih rendah) ke
10
fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi (Syafrudin, 2009). Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem rujukan dapat tercapai apabila dilakukan rujukan terencana yaitu rujukan secara dini dan tepat waktu. Rujukan terencana merupakan upaya pencegahan secara proaktif terhadap komplikasi persalinan dan perencanaan persalinan yang aman. Hal ini sesuai juga dengan beberapa penelitian lain yang menyatakan bahwa ibu hamil dengan komplikasi diperlukan pemantauan dan perawatan ke unit kesehatan yang lebih lengkap dan lebih baik, sehingga dapat disimpulkan bahwa rujukan obstetri perlu dilakukan pada ibu dengan komplikasi selama kehamilan agar tidak terjadi komplikasi yang lebih lanjut, baik pada ibu maupun bayinya. 2. Kasus kegawatdaruratan obstetri dengan ada potensi gawat obstetri (APGO), ada gawat obstetri (AGO), ada gawat darurat obstetri (AGDO) di RSUD Kabupaten Semarang pada tahun 2015 Tabel 4.2 Menunjukkan kasus kegawatdaruratan obstetri dengan ada potensi gawat obstetri (APGO) sejumlah 707 (59%) responden , ada gawat obstetri (AGO) sejumlah 1007 (22%) responden, dan ada gawat darurat obstetri (AGDO) sejumlah 838 (19%) responden dengan total kegawatdaruratan obstetri APGO, AGO dan AGDO sejumlah 4479 (100%) responden. Hasil penelitian ini menunjukkan tingginya angka rujukan pada ada gawat obstetri (AGO) sejumlah 1007 (22%) responden dikarenakan tingginya angka diabetes mellitus, preeklamsia, janin mati dalam rahim (IUFD), anemia, dan kehamilan lebih bulan. Menurut Rochjati salah satu upaya untuk mencegah dan mengatasi masalah komplikasi obstetri dengan pelaksanaan rujukan terencana. Rujukan terencana merupakan salah satu upaya pencegahan proaktif terhadap komplikasi persalinan dan merupakan komponen perawatan prenatal yang dibutuhkan bagi ibu hamil dengan risiko. Yakoob (2011) menyatakan bidan terampil dapat mengelola kehamilan, persalinan, dan nifas termasuk mengidentifikasi, melaksanakan manajemen, dan rujukan dalam komplikasi. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan di RSUD Gambiran Kediri menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kompetensi bidan dan upaya rujukan dini berencana yaitu bidan yang memiliki pengetahuan dan sikap yang kurang baik dalam mendeteksi dini komplikasi kehamilan meningkatkan risiko bidan tidak melakukan rujukan dini berencana. 3. Kasus rujukan ada potensi gawat obstetri (APGO) oleh bidan berdasarkan faktor resiko kegawatdaruratan obstetri menurut Poedji Rochjati di RSUD Kabupaten Semarang Tahun 2015 Tabel 4.3 Menunjukkan kasus kegawatdaruratan obstetri ada potensi gawat obstetri (APGO) dengan rujukan terencana terbesar yakni riwayat obstetri buruk sebesar 136 responden dan rujukan terencana terkecil yakni jarak kehamilan terlalu dekat dan kehamilan pertama terlalu tua sebesar 76 responden.
11
Sedangkan untuk rujukan terlambat terbesar yakni riwayat obstetri buruk sebesar 18 responden dan rujukan terlambat terkecil yakni tinggi badan ≤ 145 cm sebesar 3 responden. Beberapa hasil penelitian menjelaskan bahwa riwayat obstetri buruk saat ibu hamil akan meningkatkan risiko kematian, dimana ibu yang dapat dikategorikan sebagai ibu dengan riwayat obstetri buruk adalah : ibu dengan kehamilan kedua dimana kehamilan yang pertama mengalami keguguran, lahir belum cukup bulan, lahir mati dan lahir hidup lalu mati umur ≤7 hari selanjutnya kehamilan yang lalu pernah mengalami keguguran ≥2 kali, kehamilan terakhir janin mati dalam kandungan serta riwayat persalinan dengan tindakan vakum ekstraksi, forcep dan operasi SC hal tersebut dapat menjadi faktor yang mempengaruhi tingginya angka rujukan terencana. Rujukan terencana terkecil yakni jarak kehamilan terlalu dekat dan kehamilan pertama terlalu tua. Untuk rujukan terencana terkecil dengan jarak kehamilan terlalu dekat hal ini berarti telah menunjukan bahwa program pemerintah mengenai keluarga berencana (KB) telah berhasil dimana tujuan umum dari keluarga berencana (KB) adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekutan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Tujuan lain keluarga berencana (KB) meliputi pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Menurut Rochjati (2011) rujukan terencana merupakan suatu rujukan yang dikembangkan secara sederhana, mudah dimengerti, dan dapat disiapkan atau direncanakan oleh ibu atau keluarga dalam mempersiapkan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Rujukan terencana ini bertujuan untuk menurunkan angka atau mengurangi rujukan terlambat, mencegah komplikasi penyakit ibu dan anak, serta mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak, sehingga keterlambatan dalam pengenalan masalah, pengambilan keputusan, pengiriman ke pusat rujukan, serta penanganan di pusat rujukan dapat teratasi dengan baik . Kehamilan pertama terlalu tua dengan angka rujukan rendah menunjukkan kepedulian ibu hamil terhadap resiko yang dapat terjadi pada kehamilan yaitu hipertensi/tekanan darah tinggi, pre-eklamspsi, ketuban pecah dini : yaitu ketuban pecah sebelum persalinan dimulai, persalinan macet: ibu yang mengejan lebih dari 1 jam, bayi tidak dapat lahir dengan tenaga ibu sendiri melalui jalan lahir biasa, perdarahan setelah bayi lahir dan bayi lahir dengan berat badan lahir rendah/BBLR < 2500gr. 4. Kasus rujukan ada gawat obstetri (AGO) oleh bidan berdasarkan faktor resiko kegawatdaruratan obstetric menurut Poedji Rochjati di RSUD Kabupaten Semarang Tahun 2015 Tabel 4.4 Menunjukkan kasus kegawatdaruratan obstetri ada gawat obstetri (AGO) pada kasus anemia dengan rujukan terencana terbesar yakni 168
12
responden dan rujukan terencana terkecil yakni malaria dan TBC paru yakni 0 responden. Sedangkan untuk rujukan terlambat terbesar yakni anemia sebesar 185 responden dan rujukan terlambat terkecil yakni HIV /AIDS, Toksoplasmosis, malaria dan TBC paru sebesar 0 responden. Komplikasi langsung penyebab kematian pada ibu salah satunya adalah anemia. Berdasarkan hasil penelitian dinyatakan ibu hamil dengan anemia memiliki risiko lebih besar melahirkan bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), kematian saat persalinan, perdarahan pasca persalinan yang sulit karena lemah dan mudah mengalami gangguan kesehatan. Hasil penelitian lain juga menunjukkan anemia merupakan salah satu komplikasi penyebab utama kesakitan dan kematian ibu. Sedangkan untuk perdarahan pada kehamilan sendiri yang disebabkan antara lain plasenta prehvia, solusio plasenta, dan preeklamsia berat/eklamsia juga dapat meningkatkan risiko kematian. Berdasarkan keadaan tersebut, suatu tindakan segera diperlukan untuk menangani komplikasi obstetri sehingga kesakitan dan kematian dapat dihindari dan dicegah menurut Rochjati juga dijelaskan upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi akibat keadaan tersebut adalah penanganan adekuat terhadap kondisi gawat darurat dengan pelaksanaan rujukan terencana. Hasil penelitan menunjukan angka rujukan anemia yang cukup tinggi untuk rujukan terencana berdasarkan penelitian banyak ibu yang rutin memeriksakan diri kepetugas kesehatan sehingga mengetahui akan dampak dari anemia pada persalinan tersebut sehingga telah dilakukan persiapan rujukan sebelum waktu bersalin tiba, sedangkan untuk angka rujukan terlambat yang disebabkan karena anemia berdasarkan penelitian ibu kurang patuh terhadap program pemerintah untuk mengkonsumsi tablet Fe dan mengabaikan dapak dari anemia pada kehamilan yang dapat menyebabkan komplkasi pada persalinan itu sendiri. Rujukan terlambat terkecil yakni HIV /AIDS hal ini berarti upaya pencegahan penularan dari Ibu HIV positif ke janin dalam kandungan dan bayi yang dilahirkan kita kenal dengan singkatan PMTCT (Prevention of mother-tochild HIV Transmission) telah terlaksana dengan baik. 5. Kasus rujukan ada gawat darurat obstetri (AGDO) oleh bidan berdasarkan faktor resiko kegawatdaruratan obstetri menurut Poedji Rochjati di RSUD Kabupaten Semarang Tahun 2015 Tabel 4.5 Menunjukkan kasus kegawatdaruratan obstetri ada gawat darurat obstetri (AGDO) pada kasus perdarahan pada kehamilan dengan rujukan terencana terbesar yakni 435 responden dan rujukan terencana terkecil yakni Preeklamsia berat/eklamsia 327 responden. Sedangkan untuk rujukan terlambat terbesar yakni Preeklamsia berat/eklamsia sebesar 42 responden dan rujukan terlambat terkecil yakni Perdarahan pada kehamilan sebesar 34 responden. Hasil penelitian menunjukkan perdarahan pada kehamilan dengan rujukan terencana terbesar yakni 435 perdarahan dapat dialami kapan saja selama kehamilan. Pada trimester pertama kehamilan ada empat jenis perdarahan yang
13
bisa dialami ibu hamil yaitu : abortus iminiens, abortus insipiens, abortus inkomplet. sedangkan pendarahan yang terjadi pada trimester 2 dan 3 biasanya dapat disebabkan oleh : plasenta di bawah (plasenta previa), plasenta lepas (solutio plasenta), sampai sekarang belum diketahui pencegahan apa yang efektif menekan terjadinya perdarahan saat hamil. Hasil penelitian juga menunjukkan ada beberapa responden yang memiliki faktor risiko kegawatdaruratan obstetri preeklamsia berat/eklamsia sejumlah 327 responden namun terlambat dirujuk. penyebab eklamsi belum diketahui benar salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa eklamsi disebabkan ischaemia rahim dan plasenta (ischaemia uteroplasenta). Berdasarkan hal tersebut, rujukan terlambat pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya kesadaran pasien tentang tanda bahaya pada kehamilan dan pengambilan keputusan mendapatkan perawatan oleh tenaga kesehatan. Hal ini sesuai dengan teori Walyani (2015) yang menunjukkan beberapa penyebab keterlambatan rujukan yaitu Keterlambatan dalam memutuskan untuk mencari perawatan, keterlambatan mencapai fasilitas rujukan tingkat pertama dan keterlambatan dalam benar-benar menerima perawatan setelah tiba di fasilitas tersebut. Menurut Walyani (2015) Faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan rujukan ini antara lain : pengetahuan yang masih rendah tentang kesehatan ibu hamil dan melahirkan sehingga suami tidak dapat memutuskan sendiri, sosial budaya yang masih kuat berkaitan dengan kebiasaan dalam mengatasi masalah kesehatan khususnya masih kuatnya pendapat dari orang yang lebih tua, pengetahuan yang masih rendah tentang kesehatan ibu hamil dan melahirkan, sosial budaya yang masih kuat berkaitan dengan kebiasaan dalam mengatasi masalah kesehatan, Jarak yang terlampau jauh dan ketersediaan transportasi yang kurang memadai dan masih bersifat tradisional, Sarana transportasi yang tidak menunjang, tingkat kesulitan geografis yang sulit dilewati oleh kendaraan, waktu tempuh yang sangat jauh dari tempat pelayanan kesahatan, dan yang berkaitan dengan terlambat mendapatkan pertolongan di fasilitas kesehatan dalah karena faktor kesiapan petugas yang kuarng trampil dan cekatan, ketersediaan bahan & alat yang kurang memunuhi standar serta sikap petugas yang kurang memihak pada pasien. Dari faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan rujukan menunjukkan beberapa penyebab keterlambatan rujukan yaitu disebabkan oleh kurangnya kesadaran tentang tanda bahaya obstetri sehingga terlambat dalam pengambilan keputusan mendapatkan perawatan medis untuk mengatasi komplikasi obstetri. Selain itu, menurut Rochjati (2011) rujukan terencana merupakan rujukan yang dikembangkan secara sederhana, mudah dimengerti, dan dapat disiapkan atau direncanakan oleh ibu atau keluarga dalam mempersiapkan pelayanan kesehatan ibu dan anak hal ini merupakan salah satu komponen perawatan prenatal bagi ibu hamil dengan risiko, sehingga dapat disimpulkan
14
bahwa ibu hamil yang tidak memeriksakan diri selama kehamilan akan meningkatkan kemungkinan rujukan terlambat. Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruh responden dirujuk terencana. Hal ini dimungkinkan karena pada saat tersebut sedang dilaksanakan program BPJS (badan penyelenggara jaminan sosial). Hal tersebut didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan pada beberapa bidan tentang penyebab ibu hamil dirujuk ke rumah sakit meskipun tidak memiliki faktor risiko kegawatdaruratan. Menanggapi hal ini, bidan menyatakan bahwa pelaksanaan rujukan ibu hamil ke rumah sakit tanpa memiliki faktor risiko kegawatdaruratan disebabkan oleh program BPJS. Kompensasi dan lamanya waktu penerimaan kompensasi menjadi pertimbangan bidan merujuk ibu hamil ke rumah sakit. Sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan terdapat peningkatan jumlah rujukan dari skrining ibu hamil karena program BPJS. Penelitian lain juga menunjukkan pelaksanaan kebijakan program BPJS berpengaruh positif dan bermakna pada kinerja bidan dalam meningkatkan akses ibu hamil menggunakan fasilitas kesehatan. Pada penelitian ini menunjukkan peningkatan faktor risiko kegawatdaruratan akan meningkatkan pelaksanaan rujukan hingga lebih dari 6 kali. Sesuai beberapa penelitian menunjukkan bahwa kegawatdaruratan obstetri membutuhkan tindakan yang cepat, tegas, dan efektif untuk mencegah komplikasi akibat keadaan tersebut dengan pelaksanaan rujukan yang terencana. Sesuai dengan penelitian lain yang menunjukkan keadaan gawat darurat pada kehamilan merupakan penyebab utama terjadinya kesakitan dan kematian ibu sehingga diperlukan tindakan segera untuk menanganinya yaitu dengan pelaksanaan rujukan. PENUTUP KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian gambaran kasus rujukan oleh bidan berdasarkan faktor resiko kegawatdaruratan obstetri menurut poedji rochjati di rsud ungaran kabupaten semarang tahun 2015 diperoleh kesimpulan bahwa : 1. Kasus rujukan dengan jumlah rujukan 2634 responden untuk rujukan terencana sendiri berjumlah 2389 (91%) responden dan rujukan terlambat berjumlah 245 (9%) responden. Hal ini menunjukkan sistem rujukan di daerah Kabupaten Semarang telah terlaksana dengan baik. 2. Kasus kegawatdaruratan obstetri dengan ada potensi gawat obstetri (APGO) sejumlah 789 (309%) responden , ada gawat obstetri (AGO) sejumlah 1007 (38%) responden, dan ada gawat darurat obstetri (AGDO) sejumlah 838 (32%) responden dengan total kegawatdaruratan obstetri APGO, AGO dan AGDO sejumlah 2634 (100%) responden. Hasil penelitian ini menunjukkan tingginya angka rujukan pada ada gawat obstetri (AGO) sejumlah 1007 (22%).