FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI IBU DALAM PEMBERIAN ASI PADA BALITA UMUR 12 - 24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BERGAS KELURAHAN NGEMPON KECAMATAN BERGAS KABUPATEN SEMARANG Lili Windari Program Studi D-IV Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRACT Background: The mother’s motivation in breastfeeding can arouse either from herself or from outside, which means that mothers want to breastfed their babies is driven by his own volition or be influenced by others. Purpose: This study was aimed to find the factors related to mother’s motivation in breastfeeding at Ngempon Village of the region of Bergas Health Center Bergas Sub-district Semarang Regency Method: The design in this study used analytical correlative method with cross-sectional approach. The population in this study was all mothers who have children aged 12-24 months at Ngempon Village of the region of Bergas Health Center Bergas Sub-district as many as 80 mothers that sampled by using total sampling or saturated sampling technique. The data instrument used questionnaires and the data analysis used the Kendall Tau test. Result: The results of this study indicate that there is no significant correlation between the age and motivation of mothers in breastfeeding at Ngempon Village of the region of Bergas Health Center Bergas Sub-district with p value of 0.933, there is a significant correlation between education and motivation of mothers in breastfeeding, with p value of 0.046 and there is a significant correlation between knowledge and motivation of mothers in breastfeeding at Ngempon Village of the region of Bergas Health Center Bergas Sub-district with p value of 0.011. Conclusion: Based on these results, it is expected for the mother to improve their knowledge about the benefits of breastfeeding in order that the children growth and development can be achieved optimally. Keywords: Age, Education, Knowledge, Mother’s motivation, Breastfeeding, Children
PENDAHULUAN Air susu ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar mammae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya. ASI merupakan cairan putih yang di hasilkan oleh kelenjar payudara ibu. (Khamzah, 2011). Data Demografis Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, menunjukan bahwa angka kematian bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi dibandingkan di negara ASEAN lainnya, yaitu angka kematian bayi (AKB) 32 per 1000 kelahiran hidup, angka kematian neonatal (AKN) 19 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian balita (AKABA) 40 per 1000 kelahiran hidup. Pemberian air susu ibu
(ASI) dapat mempercepat penurunan angka kematian bayi (AKB) dan sekaligus meningkatkan status gizi balita. Hal ini akan meningkatkan status gizi masyarakat menuju tercapainya kualitas sumber daya manusia (SDM) yang memadai (Depkes RI, 2012). Manfaat ASI sangat menguntungkan bagi bayi, ibu, keluarga, masyarakat, dan negara. ASI sebagai makanan yang terbaik dan paling sempurna, ASI dapat mencegah terjadinya infeksi, melihat banyak manfaat ASI, maka tidak ada alasan bagi ibu untuk tidak memberikan ASI kepada bayinya, kenyataan yang ada sekarang banyak ibu yang tidak menyusui bayinya (Roesli, 2008). Pemberian ASI membantu bayi melalui kehidupanya dengan baik. Kolostrum, susu pertama yang mengandung antibodi yang kuat
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI pada Balita Umur 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang
1
untuk mencegah infeksi dan membuat bayi menjadi kuat. ASI penting sekali di berikan pada bayi dalam jam pertama setelah lahir kemudian setidaknya setiap dua atau tiga jam. ASI mengandung campuran yang tepat dan berbagai makanan yang baik untuk bayi. (Suherni dkk, 2009). Usaha untuk meningkatkan pemberian ASI sangat gencar dilakukan tapi pemberian ASI di Indonesia masih memprihatinkan. Menurut data Survei Kesehatan Nasional (Susenas,2012) diketahui sebanyak 33,6% bayi di Indonesia yang mendapatkan ASI, ini artinya masih ada sekitar 2/3 bayi di Indonesia yang kurang beruntung dalam pemberian ASI. Hal tersebut tergambar dari cakupan pemberian ASI hanya 39,5% dari keseluruhan bayi dan terdapat peningkatan pemakaian susu formula sampai 3 kali lipat pada tahun 20072011. Berdasarkan data yang ada pada tahun 2013 di Kabupaten Semarang, bayi laki-laki di berikan ASI hanya 33,7% sementara itu pemberian ASI pada bayi perempuan hanya 35,3% sedangkan di wilayah kerja puskesmas Bergas hanya 1,4 % bayi yang di berikan ASI sampai 1 tahun masih sangat memprihatikan. Menurut Menteri Negara pemberdayaan perempuan, Masalah utama rendahnya pemberian ASI di indonesia adalah faktor ibu bekerja, sosial budaya, kurangnya pengetahuan akan pentingnya ASI serta gencarnya promosi susu formula. (Siregar, 2007). Prevalensi menyusui bayi berdasarkan WHO 2012. Indonesia tahun 2012 tergolong dengan pemberian ASI sangat berkurang karena 13.611.378 (63,3 %) dari 23,009.874 balita di Indonesia termasuk pemberian ASI sangat kurang. Penurunan pemberian ASI di negara-negara maju telah banyak di kemukakan, antara lain di Amerika pada permulaan abad ke-20 sebesar 71% banyak mendapat ASI sampai usai 6 bulan. Tahun 2009 angka menurun menjadi 25% pada ibuibu dengan sosial ekonomi sedang dan 5% pada ibu-ibu dengan sosial ekonomi baik. Tahun 2008 di Singapura ibu-ibu dengan sosial ekonomi sedang dan baik sebanyak 48% bayi mendapatkan ASI sedangkan pada golongan sosial ekonomi rendah sebanyak 71%. Tahun 2010 angka tersebut menurun menjadi masingmasing 8% dan 42 % (Soetjiningsih, 2010). Motivasi ibu dalam memberikan ASI dapat muncul dari diri sendiri atau dari luar diri ibu, artinya bahwa ibu ingin memberikan
2
ASI kepada bayinya di dorong oleh kemaunya sendiri atau di pengaruhi oleh orang lain. Rangsangan dari dirinya sendiri muncul karena kesadaran atau keinginan dalam memberikan ASI. Pengaruh atau ransangan dari luar dapat berupa ajakan atau paksaan dari keluarga atau dari orang lain untuk memberikan ASI (Mufdillah, 2009). Pemberian ASI memerlukan motivasi juga dukungan dari keluarga dan tenaga kesehatan, tenaga kesehatan berperan penting dalam memotivasi ibu dan memberikan informasi tentang pentingnya dalam memberikan ASI. Berbagai persepsi yang salah terkait pemberian ASI selama ini banyak berkembang di masyarakat. Hal itu menjadi beban tersendiri bagi ibu menyusui, sehingga proses menyusui terganggu. Sebagai masyarakat beranggapan bahwa menyusui urusan ibu dan bayinya, padahal peran keluarga dan tenaga kesehatan terhadap pemberian ASI sangat besar, terutama terhadap motivasi persepsi, emosi dan sikap menyusui (pusat komunikasi publik, 2011). Diharapkan adanya kesadaran orang tua untuk memelihara kesehatan anak sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak (Supartini,2006). Di sinilah peran orang tua sangat penting dan di butuhkan. Istilah motivasi menunjukan kepada semua gejala yang terkandung dalam stimulasi tindakan ke arah tujuan tersebut. Motivasi dapat berupa dorongan-dorongan dasar atau internal dan insentif di luar diri individu atau hadiah (Hamalik,2007). Motivasi ibu di pengaruhi oleh faktor-faktor antara lain tingkat pengetahuan, pendidikan, umur, dan kepribadian. Motivasi untuk tetap menyusui seseorang dapat mengungkapkan sikap melindungi, sikap memelihara, rasa kasih sayang dan rasa cinta kepada bayinya. Sikap seperti ini akan membawa dampak berarti dalam perkembangan bayi selanjutnya. Selain itu juga dapat mempengaruhi bayi dengan cara tidak langsung, yaitu melalui dorongan yang di berikan kepada ibu, misalnya untuk memberikan motivasi kepada ibu untuk menyusui bayinya. membantu pekerjaan ibu sehingga bisa fokus meyusui bayinya (Mannion, 2013). Berdasarkan data Puskesmas Bergas Kecamatan Bergas yang membawahi 13 wilayah kerja yang di lakukan pada bulan juli
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI pada Balita Umur 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang
tahun 2014 di dapatkan hasil masih banyak di temukan ibu yang tidak memberikan ASI. Hasil pengamatan register kohort di Kelurahan Ngempon pada bulan juli – agustus di dapatkan sebanyak 334 ibu menyusui dan di temukan umur 12-24 bulan sebanyak 80 batita dimana masih ada di temukan ibu yang tidak memberikan ASI. Berdasarkan hasil wawancara terhadap 5 ibu di Kelurahan Ngempon di temukan 30 % ibu yang berhasil memberikan ASI dan 70% ibu yang tidak berhasil memberikan ASI. Diantara ibu yang tidak memberikan ASI menyatakan bahwa alasan mereka tidak memberikan ASI karena kurangnya motivasi. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya motivasi ibu adalah tingkat Pengetahuan Semakin tingkat pengetahuan ibu maka semakin tinggi pula tingkat motivasi ibu untuk memberikan ASI, apabila tingkat pengetahuan ibu kurang maka motivasi ibu yang dimiliki rendah. Tingkat pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan maka makin tinggi pula tingkat motivasi seseorang. Disini jelas bahwa faktor pendidikan besar pengaruhnya terhadap peningkatan motivasi seseorang. Pendidikan adalah suatu proses dimana manusia membina perkembangan manusia lain secara sadar dan berencana (Sudrajat, 2008). Faktor umur sangat mempengaruhi motivasi seseorang, motivasi yang sudah berusia lanjut lebih sulit dari orang yang masih muda. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti kosa kata dan pengetahuan umum. Pada umur dewasa muda (20-30 tahun) merupakan periode pertumbuhan fungsi tubuh dalam tingkat yang optimal, dibarengi tingkat kematangan emosional, intelektual dan social, sedngkan dewasa pertengahan (41-50 tahun) secara umum merupakan puncak kejayaan social, kesejahteraan, sukses ekonomi dan stabilisasi, jadi usia sangat berpengaruh terhadap motivasi seseorang dalam berbegai kegiatan termasuk dalam pencegahan osteoporosis (Sudrajat, 2008). Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengambil judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Motivasi ibu dalam Pemberian ASI Pada Balita Umur 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas
Kelurahan Ngempon Kabupaten Semarang”.
Kecamatan
Bergas
METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan metode analitik kolerasi dan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktorfaktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2010). Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 di Kelurahan Ngempon, Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Populasi dan Sampel Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita yang berumur 12-24 bulan di Kelurahan Ngempon Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kecamatan Bergas berjumlah 80 orang pada bulan september. Sampel dan Teknik Sampling Sampel dalam penelitian ini yaitu ibu yang mempunyai balita yang berusia 12-24 bulan di Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling atau sampling jenuh. Pengumpulan Data Data Primer Data primer diperoleh dengan menyebarkan kuesioner tentang pengetahuan ibu, pendidikan ibu dan umur ibu kepada responden untuk mengetahui motivasi ibu dalam memberikan ASI di Kelurahan Ngempon, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Data Sekunder Data sekunder yang akan dikumpulkan adalah data-data pendukung yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Pada penelitian ini, data sekundernya adalah data jumlah ibu yang
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI pada Balita Umur 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang
3
menyusui di ambil dari buku registrasi dan kohort ibu menyusui yang ada di Kelurahan Ngempon, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Instrumen Pengumpulan Data Instrument dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dengan memberikan pertanyaan pada ibu menyusui untuk mengetahui tentang motivasi ibu dalam menyusui di Kelurahan Ngempon, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Analisis Data Analisis Univariat Analisis univariat dalam penelitian ini adalah faktor pengetahuan, faktor pendidikan, faktor umur sebagai variabel bebas dan motivasi ibu dalam pemberian ASI sebagai variabel terikat dengan menggunakan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel. Analisis Bivariat Analisi ini dilakukan dengan tujuan menguji variabel-variabel penelitian yaitu variabel independen dengan variabel dependen. Uji yang digunakan adalah uji Kendall Tau.
Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa dari 80 ibu yang memiliki balita 12-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas, paling banyak yang berumur 20-25 tahun atau pada kelompok umur dewasa awal, sejumlah 31 orang (38,8%) sedangkan yang paling sedikit ibu yang menyusui kelompok umur <20 tahun atau pada kelompok umur remaja akhir, sejumlah 10 orang (12,5%). Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu yang Memiliki Balita 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas, 2014 Pendidikan Frekuensi Persentase (%) Dasar (SD/SMP) 32 40,0 Menengah (SMA) 36 45,0 Tinggi 12 15,0 Jumlah 80 100,0 Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa dari 80 ibu yang memiliki balita 12-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas, paling banyak berpendidikan menengah (SMA), yaitu sejumlah 36 orang (45,0%), dan ibu yang berpendidikan tinggi paling sedikit sejumlah 12 orang (15.0%).
HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur Ibu yang Memiliki balita 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas, 2014 Kelompok Frekuensi Persentase (%) 12,5 10 Remaja akhir (< 20 th) 38,8 31 Dewasa awal (20-25 th) 31,3 25 Dewasa muda (26-30 th) 17,5 14 Dewasa tengah (31-35 th) Jumlah 80 100,0
4
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Pemberian ASI pada Ibu yang Memiliki Balita 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas, 2014 Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) Kurang 20 25,0 Cukup 21 26,3 Baik 39 48,8 Jumlah 80 100,0 Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa pengetahuan ibu tentang pemberian ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Ngempon Bergas Kecamatan Bergas, paling banyak dalam kategori baik, yaitu sejumlah 39 orang (48,8%). sedangkan paling sedikit pengetahuan dalam kategori kurang yaitu sejumlah 20 orang (25,0%).
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI pada Balita Umur 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Motivasi dalam Pemberian ASI pada Ibu yang Memiliki Balita 12-24 Bulan di Kelurahan Ngempon Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas, 2014 Motivasi Frekuensi Persentase (%) Rendah 32 40,0 Tinggi 48 60,0 Jumlah 80 100,0
Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa motivasi ibu dalam pemberian ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Ngempon Bergas Kecamatan Bergas, paling banyak dalam kategori tinggi, yaitu sejumlah 48 orang (60,0%). Paling sedikit dalam kategori rendah yaitu sejumlah 32 orang (40,0%).
Analisis Bivariat Hubungan Umur dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI Tabel 5. Hubungan Umur dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas, 2014 Motivasi Umur Rendah Tinggi f % f % 70,0 7 30,0 3 Remaja Akhir (<20) 54,8 17 45,2 14 Dewasa Awal (20-25) 60,0 15 40,0 10 Dewasa Muda (26-30) 64,3 9 35,7 5 Dewasa Tengah (31-35) Jumlah 32 40,0 48 60,0 Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa ibu dengan umur remaja akhir (< 20 tahun) yang paling banyak memiliki motivasi tinggi dalam pemberian ASI sejumlah 70,0%, dan ibu pada umur dewasa tengah (31-35 tahun) yang memiliki motivasi tinggi dalam pemberian ASI sejumlah 64,3%, sedangkan paling sedikit dengan umur dewasa awal (20-25 tahun) yang memiliki motivasi tinggi dalam pemberian ASI sejumlah 54,8%.
ASI di Kelurahan Kerja Puskesmas Total f 10 31 25 14 80
% 100 100 100 100 100
τ
P-value
0,009
0,933
Berdasarkan uji Kendall Tau diperoleh nilai korelasi τ sebesar 0,009 dengan p-value 0,933. Oleh karena p-value (0,933) > α (0,05), maka disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan motivasi ibu dalam pemberian ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas.
Hubungan Pendidikan dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI Tabel 6. Hubungan Pendidikan dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas, 2014 Motivasi Total Pendidikan P-value Rendah Tinggi τ f % f % f % Pendidikan Dasar 16 50,0 16 50,0 32 100 0,202 0,046 Pendidikan Menengah 14 38,9 22 61,1 36 100 Pendidikan Tinggi 2 16,7 10 83,3 12 100 Jumlah 32 40,0 48 60,0 80 100 Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa paling banyak ibu yang berpendidikan tinggi memiliki motivasi tinggi dalam pemberian ASI
sejumlah 83,3%. ibu dengan pendidikan menengah yang memiliki motivasi tinggi dalam pemberian ASI sejumlah 61,1%, dan
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI pada Balita Umur 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang
5
paling sedikit ibu yang berpendidikan dasar yang memiliki motivasi tinggi dalam pemberian ASI sejumlah 50,0%. Berdasarkan uji Kendall Tau diperoleh nilai korelasi τ sebesar 0,202 dengan p-value 0,046. Oleh karena p-value (0,046) < α (0,05), maka disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan pendidikan dengan motivasi ibu dalam pemberian ASI di Wilayah Kerja
Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas. Hubungan ini mempunyai arah positif karena nilai korelasi (τ = 0,202) bertanda positif. Hubungan positif artinya jika pendidikan ibu semakin tinggi maka motivasi ibu dalam pemberian ASI akan semakin tinggi. Namun, hubungan ini memiliki tingkat kekuatan rendah karena nilainya terletak antara 0,20-0,40.
Hubungan Pengetahuan dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI Tabel 7. Hubungan Pengetahuan dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI di Kelurahan Ngempon Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kecamatan Bergas, 2014 Motivasi Total Pengetahuan P-value Rendah Tinggi τ f % f % f % Kurang 11 55,0 9 45,0 20 100 0,261 0,011 Cukup 11 52,4 10 47,6 21 100 Baik 10 25,6 29 74,4 39 100 Jumlah 32 40,0 48 60,0 80 100 Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa ibu dengan pengetahuan baik yang memiliki motivasi tinggi dalam pemberian ASI sejumlah 74,4%. ibu dengan pengetahuan kurang yang memiliki motivasi tinggi dalam pemberian ASI sejumlah 45,0%, sedangkan ibu dengan pengetahuan cukup yang memiliki motivasi tinggi dalam pemberian ASI sejumlah 47,6%, dan Ini menunjukkan bahwa motivasi tinggi dalam pemberian ASI lebih berpeluang terjadi pada ibu dengan pengetahuan baik dibandingkan ibu dengan pengetahuan cukup apalagi rendah. Berdasarkan uji Kendall Tau diperoleh nilai korelasi τ sebesar 0,261 dengan p-value 0,011. Oleh karena p-value (0,011) < α (0,05), maka disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan pengetahuan dengan motivasi ibu dalam pemberian ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Ngempon Bergas Kecamatan Bergas. Hubungan ini mempunyai arah positif karena nilai korelasi (τ = 0,261) bertanda positif. Hubungan positif artinya jika pengetahuan ibu semakin baik maka motivasi ibu dalam pemberian ASI akan semakin tinggi. Namun, hubungan ini juga memiliki tingkat kekuatan rendah karena nilai korelasinya terletak antara 0,20-0,40.
6
PEMBAHASAN Analisis Univariat Gambaran Umur Ibu yang Memiliki Balita 1224 Bulan di Kelurahan Ngempon Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kecamatan Bergas Ibu yang memiliki balita 12-24 bulan lebih banyak yang berusia 20-25 tahun dikarenakan usia 20-25 tahun merupakan masa-masa bagi seorang wanita untuk menikah, bereproduksi, dan merawat anak. Di usia ini juga merupakan usia yang aman untuk melahirkan dan juga merupakan usia yang dianggap matang dalam merawat serta mendidik anak. Sebagaimana diungkapkan oleh Arini H (2012) bahwa usia 20-35 tahun merupakan kurun waktu yang dikenal usia reproduksi sehat atau usia aman untuk kehamilan, persalinan, dan menyusui. Oleh sebab itu, yang sesuai dengan masa reproduksi sangat baik dan sangat mendukung dalam pemberian ASI eksklusif, sedangkan umur yang kurang dari 20 tahun dianggap masih belum matang secara fisik, mental, dan psikologi dalam menghadapi kehamilan, persalinan, serta pemberian ASI. Umur lebih dari 35 tahun dianggap berbahaya, sebab baik alat reproduksi maupun fisik ibu sudah jauh berkurang dan menurun, selain itu bisa terjadi risiko bawaan pada bayinya dan
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI pada Balita Umur 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang
juga dapat meningkatkan kesulitan pada kehamilan, persalinan dan nifas. Menurut Poewadarminto (2006) umur adalah lama waktu hidup (ada dilahirkan atau diadakan) hingga lama hidupnya. Kaitannya dengan pemberian ASI, usia sangat mempengaruhi produksi ASI. Semakin tua umur ibu semakin menurun produksi ASI yang dihasilkan. Hal ini dapat menyebabkan ASI yang dihasilkan tidak mencukupi kebutuhan bayi, sehingga semakin bertambah umur ibu yang melahirkan terutama ibu yang melahirkan berumur lebih dari 35 tahun, maka pemberian ASI menurun (Hartanto, 2004). Umur merupakan bilangan tahun terhitung sejak lahir sampai dengan tahun terakhir seseorang melakukan aktifitas. Umur seseorang demikian besarnya dalam mempengaruhi pengetahuan, sikap dan perilaku. Semakin lanjut umurnya semakin lebih bertanggung jawab, lebih tertib, lebih bermoral dan lebih berbakti dari pada usia muda (Notoatmodjo, 2003). Menurut Hidayat (2003) umur yaitu usia individu yang dihitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Hurlock (1998) menambahkan bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Gambaran Pendidikan Ibu Menyusui di Puskesmas Bergas Kecamatan Bergas Hal ini disebabkan sudah menjadi tugas pemerintah bahwa setiap warganya diharapkan memiliki pendidikan minimal sampai 12 tahun atau setidaknya sampai tingkat menengah atas (SMA). Lagi pula, di wilayah Puskesmas Bergas Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang ini merupakan wilayah yang dekat dengan perkotaan, sehingga masyarakatnya sudah mementingkan pendidikan. Oleh karena itu, banyak para ibu menyusui di wilayah Puskesmas Bergas yang sudah memiliki pendidikan tingkat menengah (SMA) sejumlah 45,0% dan bahkan memiliki pendidikan tinggi sejumlah 15,0%. Meskipun begitu, masih banyak pula terdapat ibu yang memiliki pendidikan dasar
(SD/SMP) sejumlah 32 orang (40,0%), hal ini terjadi karena keadaan ekonomi keluarga yang kurang mencukupi untuk membiayai anggota keluarga menuntut pendidikan. Hal ini diperburuk lagi jika anggota keluarga yang sudah cukup umur untuk segera bekerja di pabrik-pabrik sekitar tempat tinggal, sehingga akibatnya pendidikan ibu menjadi terabaikan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningktkan kualitas hidup. Menurut Nursalam (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga prilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. Notoatmojo (2003) juga menambahkan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang ada. Masyarakat yang berpendidikan rendah akan bersikap masa bodoh terhadap perkembangan pengetahuan di sekitarnya, sehingga masyarakat tidak peduli terhadap informasi atau sesuatu dari luar. Rendahnya tingkat pendidikan seseorang atau masyarakat sangat berpengaruh terhadap peningkatan derajat kesehatan, oleh karena sikap masyarakat yang belum terbuka dengan hal-hal atau inovasi baru. Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Pemberian ASI di Puskesmas Bergas Kecamatan Bergas Pengetahuan ibu yang baik tentang pemberian ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kecamatan Bergas ini disebabkan materi tentang pemberian ASI telah banyak dan mudah ditemui oleh ibu dimana-mana, seperti di televisi yang banyak menampilkan tentang pentingnya pemberian ASI pada bayi atau di tempat pelayanan kesehatan, banyak brosur atau leaflet yang memberikan informasi tentang pemberian ASI. Selain itu, pengetahuan ibu juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, dimana dari hasil penelitian diperoleh bahwa lebih banyak responden yang memiliki pendidikan menengah atau SMA sejumlah 45,0% dan ada yang berpendidikan tinggi sejumlah 15,0%.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI pada Balita Umur 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang
7
Jadi dengan berpendidikan SMA atau perguruan sudah merupakan modal yang cukup untuk lebih mudah dalam hal menyerap informasi yang berasal dari luar. Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan non formal saja, akan tetapi diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Menurut teori WHO (World Healh Organization) dalam A.Wawan dan Dewi (2010), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri (Notoatmodjo, 2007 dalam A.wawan dan Dewi, 2010). Pengetahuan ibu tentang pemberian ASI yang dimaksud adalah segala sesuatu yang diketahui tentang pemberian ASI. Pengetahuan ini meliputi pengertian, manfaat, tanda bayi cukup ASI, dan waktu pemberian ASI, serta waktu penyapihan. ASI merupakan maknan yang paling cocok untuk kemampuan digestif bayi dapat menyerap dengan baik dari kuman, pada kenyataanya ASI mengadung antibodi sehingga bayi yang mendapatkan ASI umumnya jarang sakit dan jaring menderita alergi jika dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan susu formula (Farrer, 2001). Pengetahuan yang baik diketahui dari kuesioner penelitian, banyak ibu yang menjawab kuesioner tentang ASI merupakan makanan sumber makanan yang mengandung gizi yang lengkap untuk bayi, bayi yang mendapatkan ASI umumnya jarang sakit di bandingkan bayi yang di beri susu formula, salah satu manfaat ASI bagi bayi yaitu mengandung anti kekebalan tubuh yang sangat tinggi. Pemberian ASI membantu bayi melalui kehidupanya dengan baik. Kolostrum, susu
8
pertama yang mengandung antibodi yang kuat untuk mencegah infeksi dan membuat bayi menjadi kuat. ASI penting sekali di berikan pada bayi dalam jam pertama setelah lahir kemudian setidaknya setiap dua atau tiga jam. ASI mengandung campuran yang tepat dan berbagai makanan yang baik untuk bayi (Suherni dkk, 2009). Gambaran Motivasi Ibu tentang Pemberian ASI di Puskesmas Bergas Kecamatan Bergas Tingginya motivasi ibu dalam pemberian ASI ini disebabkan para ibu memang kebanyakan telah sadar bahwa ASI ini sangat penting dan baik bagi bayi, sehingga dengan kesadaran ini akan memberikan dorongan kepada ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya, dari keseluruh responden banyak yang menjawab kuesioner tentang pengetahuan dengan benar. Dari hasil kuesioner penelitian diketahui ibu yang memiliki motivasi tinggi yaitu sangat setuju saat saya bekerja saya tetap memberikan ASI pada bayi saya, sangat setuju saya tidak merasa keberatan untuk memberikan ASI pada anak saya sampai usia 2 tahun, sangat setuju saya lebih memilih memberikan susu formula, dan ibu yang memiliki motivasi rendah yaitu sangat tidak setuju, saya ingin memberikan ASI sampai umur 2 tahun karena sering mendapatkan saran dari bidan. Motivasi juga bisa disebabkan oleh faktor yang datang dari dalam diri maupun faktor yang datang dari luar. Faktor motivasi yang berasal dari dalam dirinya sendiri biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga puas dengan apa yang sudah dilakukan. Faktor yang datang dari luar bisa terjadi karena dorongan suami atau dorongan dari keluarga. Dengan adanya dorongan dari suami atau keluarga, membuat ibu lebih termotivasi untuk memberikan ASI dibandingkan dengan ibu yang tidak memperoleh dukungan keluarga atau suami. Menurut Pusat Komunikasi Publik (2011), motivasi dalam pemberian ASI juga memerlukan dukungan dari keluarga dan tenaga kesehatan, tenaga kesehatan berperan penting dalam memotivasi ibu dan memberikan informasi tentang pentingnya dalam memberikan ASI. Berbagai persepsi yang salah terkait pemberian ASI selama ini banyak berkembang di masyarakat. Hal itu menjadi beban tersendiri bagi ibu menyusui,
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI pada Balita Umur 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang
sehingga proses menyusui terganggu. Sebagai masyarakat beranggapan bahwa menyusui urusan ibu dan bayinya, padahal peran keluarga dan tenaga kesehatan terhadap pemberian ASI sangat besar, terutama terhadap motivasi persepsi, emosi dan sikap menyusui. Analisis Bivariat Hubungan Umur dengan Motivasi Ibu dalam pemberian ASI di Puskesmas Bergas Kecamatan Bergas Pada umur remaja (<20 tahun) ibu lebih cenderung masih dekat dengan keluarganya terutama bagi ibu yang masih tinggal serumah dengan orangtua, sehingga ibu lebih banyak mendapatkan dukungan dari keluarga terutama orangtua yang selalu mendorong ibu untuk memberikan ASI kepada bayi. Hal ini juga diperkuat dari hasil uji Kendall Tau, dimana diperoleh nilai korelasi τ sebesar 0,009 dengan p-value 0,933. Oleh karena p-value (0,933) > α (0,05), dan disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan umur dengan motivasi ibu dalam pemberian ASI di Kelurahan Ngempon Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kecamatan Bergas. Umur ibu tidak signifikan berhubungan dengan motivasi ibu dalam pemberian ASI, karena ibu yang berumur muda belum tentu mempunyai motivasi rendah dalam memberikan ASI karena ibu mendapat dukungan dari keluarga dan suami dalam memberikan ASI,sehingga ibu akan memiliki motivasi yang tinggi, Hal ini terjadi karena ibu yang berumur lebih muda tahu manfaat pemberian ASI pada bayi sehingga ibu akan termotivasi untuk memberikan ASI. sehingga dilihat dari segi umur tidak terlalu signifikan berhubungan dengan motivasi dalam pemberian ASI karena faktor dari luar individu lebih besar pengaruhnya. Hal ini berbeda dengan apa yang dinyatakan Sudrajat (2008) bahwa faktor umur sangat mempengaruhi motivasi seseorang, motivasi yang sudah berusia lanjut lebih sulit dari orang yang masih muda. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti kosa kata dan pengetahuan umum. Pada umur dewasa muda (20-30 tahun) merupakan periode pertumbuhan fungsi tubuh dalam
tingkat yang optimal, dibarengi tingkat kematangan emosional, intelektual dan social, sedangkan dewasa pertengahan (41-50tahun) secara umum merupakan puncak kejayaan social, kesejahteraan, sukses ekonomi dan stabilisasi, jadi usia sangat berpengaruh terhadap motivasi seseorang dalam berbagai kegiatan termasuk dalam pencegahan osteoporosis. Menurut pengamat peneliti di lapangan, responden yang memiliki umur < 20 tahun dan memiliki pendidikan menengah (SMA) tetapi mempunyai motivasi tinggi disebabkan karena ada beberapa faktor yaitu dukungan suami, dukungan keluarga, dukungan dari tenaga kesehatan, dan tenaga kesehatan atau bidan setiap bulan melakukan penyuluhan sehingga para ibu yang mempunyai balita akan bangkit untuk menyusui sampaai usia 24 bulan, sedangkan ibu yang mempunyai umur >20 tahun dan memiliki pendidikan menengah (SMA) tetapi memiliki motivasi rendah disebabkan karena tidak ada dukungan atau dorongan baik dari keluarga maupun suami, ibu kurang mendapatkan informasi dari yang sudah berpengalaman memberikan ASI sebelumnya dan tidak ingin tahu masalah pemberian ASI sehingga ibu memiliki motivasi rendah. Dan di lihat dari segi pendidikan ibu rata-rata mempunyai pendidikan menengah (SMA). Hubungan Pendidikan dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI di Puskesmas Bergas Kecamatan Bergas Pendidikan seseorang yang lebih tinggi memudahkan seseorang mudah menyerap informasi tentang manfaat dan pemberian ASI yang berasal dari luar, sehingga terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang, pada diri individu, hal ini tentu menjadi dorongan untuk bertindak ke arah perilaku yang lebih baik dalam hal ini adalah motivasi untuk memberikan ASI. Berdasarkan hasil juga diperoleh responden dengan pendidikan menengah (SMA) dan tinggi juga ada yang memiliki motivasi rendah dalam memberikan ASI sejumlah 14 orang (38,9%) dan 2 orang (16,7%). Ini terjadi dikarenakan faktor kesibukan dalam pekerjaan, dimana pada responden dengan pendidikan menengah dan tinggi yang bekerja akan sibuk dengan
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI pada Balita Umur 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang
9
pekerjaannya setiap hari, sehingga keinginan untuk memberikan ASI kepada bayi menjadi berkurang karena tidak ada waktu atau lelah dalam bekerja. Hasil ini dibuktikan dari hasil uji Kendall Tau, dimana diperoleh nilai korelasi τ sebesar 0,202 dengan p-value 0,046. Oleh karena pvalue (0,046) < α (0,05), maka disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan pendidikan dengan motivasi ibu dalam pemberian ASI di Kelurahan Ngempon Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kecamatan Bergas. Hubungan ini mempunyai arah positif karena nilai korelasi (τ = 0,261) bertanda positif, artinya semakin tinggi pendidikan ibu maka motivasi ibu dalam pemberian ASI akan semakin tinggi. Hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan motivasi ibu dalam pemberian ASI ini disebabkan ibu dengan pendidikan yang lebih tinggi biasanya lebih mudah untuk menyerap informasi, mengerti dan sadar akan pentingnya memberikan ASI pada bayi dibandingkan ibu dengan pendidikan yang lebih rendah, sehingga pendidikan tinggi akan memberikan kesadaran pada ibu tentang pentingnya memberikan ASI dan meningkatkan motivasi ibu dalam memberikan ASI pada bayi. Hal yang senada juga dinyatakan oleh Suhardjo (2009) bahwa tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami informasi yang mereka peroleh. Tinggi rendahnya pendidikan erat kaitannya dengan kemauan dan keinginan ibu untuk memberikan ASI, serta kesadaran terhadap pentingnya pemberian ASI. Tingkat pendidikan ibu yang rendah mempengaruhi penerimaan informasi sehingga pengetahuan tentang pentingnya ASI terbatas, proses pendidikan maupun sebagai dampak dari penyebaran informasi. Menurut pengamat peneliti dilapangan, ibu yang mempunyai pendidikan tinggi tetapi memiliki motivasi rendah disebabkan karena tidak ada dorongan atau dukungan dari suami, keluarga maupun teman kerja, kurang mendapatkan informasi tentang pemberikan ASI dan tidak tahu manfaat ASI, sehingga ibu mempunyai motivasi rendah, dan ibu yang mempunyai pendidikan rendah tetapi memiliki motivasi tinggi di sebabkan adanya dorongan atau dukungan dari suami , dukungan keluarga, dukunga teman kerja, dan dukunga dari tenaga
10
kesehatan, setiap bulan tenaga kesehatan melakukan penyuluhan di posyandu tentang pemberian ASI dan membangkitkan para ibu yang mempunyai balita untuk menyusui balitanya sampai umur yang sudah di terapkan oleh bidan. Sehingga ibu termotivasi dalam memberikan ASI pada balitanya. Hubungan Pengetahuan dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI di Puskesmas Bergas Kecamatan Bergas Ibu dengan pengetahuan yang baik tentang pemberian ASI lebih mengerti dan paham terhadap manfaat dan pentingnya pemberian ASI sehingga menimbulkan kesadaran bagi si ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya. Hal ini berbeda jika ibu tidak tahu tentang manfaat pemberian ASI, ibu akan cenderung untuk tidak memberikan ASI dan lebih memilih memberikan susu formula. Berdasarkan uji Kendall Tau diperoleh nilai korelasi τ sebesar 0,261 dengan p-value 0,011. Oleh karena p-value (0,011) < α (0,05), maka disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan pengetahuan dengan motivasi ibu dalam pemberian ASI di Kelurahan Ngempon Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kecamatan Bergas. Hubungan ini mempunyai arah positif karena nilai korelasi (τ = 0,261) bertanda positif. Hubungan positif artinya jika pengetahuan ibu semakin baik maka motivasi ibu dalam pemberian ASI akan semakin tinggi. Namun, hubungan ini juga memiliki tingkat kekuatan rendah karena nilai korelasinya terletak antara 0,20-0,40. Hubungan antara pengetahuan ibu dengan motivasi pemberian ASI disebabkan pengetahuan ibu yang baik akan memberikan kesadaran bagi sang ibu tentang pentingnya memberikan ASI kepada bayinya, sehingga menimbulkan dorongan bagi ibu untuk melakukannya. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan apa yang dinyatakan Notoatmodjo (2010) bahwa perilaku didukung oleh motivasi dalam pelaksanaannya. Motivasi yang ada pada setiap diri seseorang berkaitan dengan tingkat kebutuhan. Sedangkan faktor pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Maka tingkat pengetahuan berhubungan dengan motivasi, karena pengetahuan dapat membentuk tindakan
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI pada Balita Umur 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang
seseorang dan tindakan tersebut dapat terjadi disebabkan karena adanya motivasi. Hal yang sama juga dinyatakan Siregar (2004) bahwa tingkat pengetahuan yang tinggi ikut menentukan mudah tidaknya ibu untuk memahami dan menyerap informasi tentang pemberian ASI. Semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu, maka makin tinggi pula ibu dalam menyerap informasi tentang ASI eksklusif. Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang diketahui tentang suatu obyek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping berbagi pengetahuan lainnya. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Menurut pengamat penelitian dilapangan, ibu mempunyai pengetahuan tinggi sedangakan memiliki motivasi rendah disebabakan karena kurangnya dorongan dasar untuk ingin tahu tentang informasi dalam pemberian ASI, dan tidak ada dukungan keluarga, dukungan suami, dukungan tempat kerja, sehingga ibu tidak termotivasi untuk memberikan ASI pada balitanya, dan ibu yang mempunyai pengetahuan rendah tetapi memiliki motivasi tinggi terjadi karena adanya dorongan dari dirinya sendiri untuk ingin tahu atau mencari informasi dalam memberikan ASI di lakukan dengan cara menanyakan kepada keluarga atau tetangga sekitar yang sudah berpengalaman memberikan ASI, membaca majalah atau buku-buku kesehatan yang di dalamnya itu memuat informasi tentang pemberian ASI, dan adanya dukungan suami, dukungan keluarga, dukungan tempat kerja, dan dukungan tenaga kesehatan, sehingga responden termotivasi dalam memberikan ASI pada balitanya. KESIMPULAN Tidak ada hubungan yang signifikan umur dengan motivasi ibu dalam pemberian ASI di Kelurahan Ngempon Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kecamatan Bergas dengan p-value (0,933) > α (0,05). Ada hubungan positif dan signifikan antara pendidikan dengan motivasi ibu dalam pemberian ASI di Kelurahan Ngempon Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kecamatan
Bergas Hasil ini dibuktikan dari hasil uji Kendall Tau, dengan nilai korelasi τ = 0,202 dan p-value 0,046 < α (0,05). Ada hubungan positif dan signifikan pengetahuan dengan motivasi ibu dalam pemberian ASI di Kelurahan Ngempon Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kecamatan Bergas dengan nilai korelasi τ = 0,261 dan pvalue 0,011 < α (0,05). SARAN Bagi masyarakat terutama ibu, untuk lebih meningkatkan pengetahuannya tentang pemberian ASI, yaitu dengan mencari lebih banyak informasi dari berbagai sumber seperti majalah koran, televisi, atau dengan menanyakan langsung kepada tenaga kesehatan, karena dengan pengetahuan yang baik akan timbul kesadaran dan dorongan untuk memberikan ASI pada bayi yang lebih intensif. Bagi institusi pelayanan kesehatan, diharapkan bidan dapat memberikan penjelasan tentang pengertian ASI, manfaat ASI pada masyarakat tentang pentingnya pemberian ASI kepada bayi, dan bisa melalui pendidikan kesehatan atau penyuluhan. Bagi institusi pendidikan, perlun meningkatkan upaya promosi kesehatan terutama mengenai pemberian ASI secara intensif melalui komunikasi langsung kepada masyarakat dengan melibatkan suami, keluarga, tokoh masyarakat, perawat dan bidan tentang pentingnya pemberian ASI. Misalnya dengan menggunakan gambar-gambar, melalui media seperti video compact disk atau melalui liflet tentang manajemen laktasi sehingga memudahkan ibu untuk memahami lebih dalam tentang pentingnya ASI dan cara menyusui yang benar. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang motivasi pemberian ASI dengan mengambil lebih banyak faktor dan responden yang lebih luas. DAFTAR PUSTAKA [1] Ambarwati, 2009, ASI dan tumor payudara, yogyakarta: Nuha Medika. [2] Arikunto, S (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI pada Balita Umur 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang
11
[3] Anggraini, Yetti (2010). Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta : Pustaka Rihama. [4] Arini, H 2012. Mengapa Seorang Ibu Harus Menyusui?.Yogyakarta : Flasbook.
[14] _______ 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta: Rineka Cipta. [15] _______ 2010. IImu prilaku keehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
[5] Astutik 2014. Payudara dan Laktasi. Jakarta : Salemba Medika.
[16] Nursalam 2008. Konsep dan penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
[6] Dewi, Sunasih, 2006, payudara dan laktasi, jakarta: Salemba Medika.
[17] Nur Khasanah 2011. Asi atau Susu Formula Ya. Yogyakarta : Flasbook
[7] Hamalik, Oemar. 2007. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: sinar Baru Algesindo.
[18] Prijaksono, 2002, organisasi motivasi, jakarta: Bumi Aksara.
dan
[8] Hamzah , B.U 2013. Teori Motivasi & Pengukurannya. Jakarta : Bumi Aksara.
[19] Rahmawati, 2011, berhubungan dengan tahun 2010.
[9] Hasibuan, Melayu 2010. Organisasi dan Motivasi. Jakarta :Bumi Aksara
[20] Rusli, Utami. 2009. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya.
[10] Khamzah, Siti Nur 2012.Segudang Kajaiban ASI yang Harus Anda Ketahui. Yogyakarta : Flasbook
[21] Saleha, Sitti 2009 .Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika.
[11] Nugroho, Taufan 2011.ASI dan Tumor Payudara. Yogyakarta: Nuha Medika.
[22] Soetjiningsih. 1997 . ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan.Jakarta: EGC.
[12] Notoatmodjo, Soekidjo. 2005.metodologi penelitian kesehatan.jakarta: Rineka Cipta.
[23] Sugiyono 2013 . Metode penelitian pendidikan. Bandung : Alfabeta.
[13] _______ 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
12
Faktor yang pemberian ASI
[24] Wawan dan Dewi. 2011. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia.Yogyakarta: Nuha Medika.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI pada Balita Umur 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang