HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI PENDERITA TB PARU UNTUK BEROBAT ULANG KE BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BKPM) WILAYAH SEMARANG BAIQ SITI ZAHRA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT 2014 ABSTRAK Penyakit Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi kronis menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pengetahuan seseorang merupakan faktor awal dari suatu perilaku yang berkorelasi positif dengan tindakannya. Sedangkan dukungan sosial dari orang terdekat seperti keluarga dan petugas TB dapat memberikan motivasi yang tinggi bagi penderita untuk meraih kesembuhan. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan dukungan keluarga terhadap motivasi penderita TB paru untuk berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan populasi seluruh penderita TB paru yang berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang bulan Januari sampai Juni tahun 2013 yang berjumlah 454 orang dan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling sebesar 82 responden. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan Chi Square. Penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dan dukungan keluarga dengan motivasi penderita TB paru untuk berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang, dengan nilai p-value sebesar 0,035 (α = 0,05). Hendaknya masyarakat dan keluarga meningkatkan pengetahuan tentang pengobatan TB paru dengan rajin melakukan konsultasi dengan tenaga kesehatan yang berkompeten atau melalui kegiatan seminar maupun penyuluhan sehingga dapat memberikan motivasi bagi penderitanya. Kata Kunci : Penderita Tb Paru, Pengetahuan, Dukungan Keluarga, Motivasi Kepustakaan : 56 (2003-2011) PENDAHULUAN Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan merupakan penyakit infeksi kronis menular yang menjadi masalah kesehatan dan perhatian dunia. Beberapa hal yang menjadi penyebab semakin meningkatnya penyakit TB paru di dunia antara lain karena kemiskinan, maningkatnya penduduk dunia, perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi, kurangnya biaya untuk berobat, serta adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia (Amin, 2006). World Health Organization (WHO), menyatakan bahwa di tahun 2010 terdapat sekitar 1,4 juta penduduk dunia yang meninggal karena TB. Sejak TB diumumkan
oleh WHO sebagai keadaan darurat di tahun 1993, telah ditemukan 8,9 juta kasus TB dengan proporsi 80 persen terdapat pada 22 negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2010). Asia Tenggara menanggung bagian yang terberat dari beban TB paru global yakni sekitar 38% dari kasus TBC dunia (Depkes, 2005). Angka insidensi semua tipe TB Paru Indonesia tahun 2010 adalah 450.000 kasus atau 189 per 100.000 penduduk, angka prevalensi semua tipe TB Paru 690.000 atau 289 per 100.000 penduduk dan angka kematian TB Paru 64.000 atau 27 per 100.000 penduduk atau 175 orang per hari. (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Hubungan Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Penderita Tb Paru Untuk Berobat Ulang Ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (Bkpm) Wilayah Semarang
1
Pengobatan TB Paru dapat dilaksanakan secara tuntas diperlukan kerjasama yang baik antara penderita TB Paru dan tenaga kesehatan, sehingga tidak akan terjadi resistensi obat (Aditama, 2006). Penanganan TB Paru setiap lembaga kesehatan harus melakukan metode DOTS (Direct Observe Treatment Shortcourse) atau observasi langsung untuk penanganan jangka pendek. DOTS terdiri dari lima hal, yaitu komitmen politik, pemeriksaan dahak di laboratorium, pengobatan berkesinambungan yang harus disediakan oleh negara, pengawasan minum obat dan pencatatan laporan (Resmiyati, 2011). Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Seseorang yang sedang sakit memerlukan motivasi berobat sebagai komponen utama dalam menentukan perilaku kesehatannya (Notoatmodjo, 2005). Masalah psikologis pada penderita TBC adalah rendahnya motivasi dalam minum obat karena pada terapi penderita TBC membutuhkan waktu yang lama, jarak yang jauh dari pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan masih sedikit, petugas kesehatan yang masih pasif, mahalnya biaya kesehatan (Depkes RI, 2007). Penderita TBC lupa dalam minum obat secara teratur, kurangnya dukungan keluarga dan masyarakat, stigma sosial bahwa penderita TBC dikucilkan oleh masyarakat, tingkat pengetahuan yang rendah, lingkungan yang tidak mendukung seperti bencana alam (Ainur, 2008). Tingkat kepatuhan minum obat pada penderita TB berbeda karena tingkat perilaku penderita dalam pengobatan, ketelatenan klien dalam minum obat, pengawas minum obat untuk mengingatkan penderita minum obat (Depkes RI, 2007). Selain itu, faktor diet yang dijalankan setiap hari, gaya hidup yang tidak sesuai dengan kesehatan dan cara pengobatan tidak sesuai yang disarankan petugas kesehatan (Sulianti, 2007). Motivasi berobat ini yang akan menjadi daya penggerak dalam diri penderita TB untuk mengupayakan pengobatan atas penyakitnya hingga kembali sehat. Secara umum ada dua faktor yang berperan penting
terhadap tinggi rendahnya motivasi berobat, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Namun, pada penelitian ini faktor internal difokuskan pada pengukuran pengetahuan penderita terkait penyakit TB, sedangkan untuk faktor eksternalnya difokuskan pada pengukuran dukungan sosial dari keluarga (Walgito, 2003). Pengetahuan seseorang merupakan faktor awal dari suatu perilaku yang diharapkan dan berkorelasi positif dengan tindakannya. Perilaku di dasari oleh pengetahuan akan bersifat lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo, 2003), meskipun pengetahuan tidak ditemukan sebagai stimulus yang cukup untuk memotivasi kepatuhan secara total, penelitian terdahulu pernah menyatakan bahwa kepatuhan sampai tingkat tertentu telah dicapai melalui program-program pengajaran dan metode metode yang diarahkan untuk menstimulus motivasi (Smetzer & Bare, 2008). Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan menunjukkan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Machfoedz, 2003). Pada faktor pengukuran eksternal dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga yaitu persepsi seseorang bahwa dirinya menjadi bagian dari jaringan sosial yang didalamnya tiap anggotanya saling mendukung. Dukungan sosial mengandung empat komponen, yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasi. Dukungan sosial dari orang terdekat seperti keluarga dan petugas TB dapat memberikan motivasi yang tinggi bagi penderita untuk meraih kesembuhan (Sudarma, 2008). Bila dukungan keluarga mengingatkan agar meneruskan pengobatan secara teratur bagi anggota keluarga yang sakit dan membutuhkan pengobatan lama tidak diberikan, maka dapat terjadi kegagalan pengobatan penderita (Niven, 2008). Diperoleh pula 6 orang (60,0%) mempunyai motivasi kurang baik untuk berobat ulang di mana 4 orang (66,7%)
Hubungan Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Penderita Tb Paru Untuk Berobat Ulang Ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (Bkpm) Wilayah Semarang
2
mempunyai pengetahuan tentang TB paru dan mendapat dukungan dari keluarga dalam kategori baik dan 2 orang (33,4%) mempunyai pengetahuan tentang TB paru dan mendapat dukungan dari keluarga dalam kategori kurang baik. Hal tersebut menunjukkan masih banyak penderita TB paru yang mempunyai motivasi yang rendah untuk berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang meskipun memiliki pengetahuan yang baik tentang TB paru dan mendapat dukungan yang baik dari keluarga. HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Penderita TB Paru untuk Berobat Ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang Umur (tahun) 20-30 31-40 >40 Jumlah
Frekuensi (n) 22 33 27 82
Persentase (%) 26,9 40,2 32,9 100,0
Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa umur penderita TB paru yang berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang prosentase tertinggi berumur 31-40 tahun yaitu sebanyak 33 orang (40,2%). Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penderita TB Paru yang Berobat Ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang Tamat SMP
Frekuensi (n) 25
Tamat SMA
39
47,5
Tamat Sarjana
18
22,0
Jumlah
82
100,0
Pendidikan
Persentase (%) 30,5
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pendidikan penderita TB paru yang berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang prosentase tertinggi tamat SMA yaitu sebanyak 39 orang (47,6%).
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Penderita TB Paru yang Berobat Ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang Pekerjaan Buruh
Frekuensi (n) 35
Persentase (%) 42,7
Wiraswasta
23
28,0
Swasta
24
29,3
Jumlah
82
100,0
Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa pekerjaan penderita TB paru yang berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang prosentase tertinggi bekerja sebagai buruh yaitu sebanyak 35 orang (42,7%). Analisis Univariat Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Penderita TB Paru yang Berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang Pengetahuan Kurang
Frekuensi 24
Persentase 29,2
Cukup
29
35,4
Baik
29 82
35,4 100,0
Jumlah
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pengetahuan penderita TB paru yang berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang prosentase tertinggi dalam kategori cukup dan baik masing-masing sebanyak 29 orang (35,4%). Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga Penderita TB Paru yang Berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang Dukungan Frekuensi Persentase keluarga (n) (%) Tidak 26 31,7 mendukung Mendukung 56 68,3 Jumlah 82 100,0 Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa responden yang memiliki dukungan keluarga untuk berobat ke Balai Kesehatan
Hubungan Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Penderita Tb Paru Untuk Berobat Ulang Ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (Bkpm) Wilayah Semarang
3
Tidak mendukung
Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang sebanyak 56 orang (68,3%). Tabel 4.6
Frekuensi (n) 35
Persentase (%) 42,7
Baik
47
57,3
Jumlah
82
100,0
Kurang baik
Jumlah
Motivasi
Kurang Cukup Baik Jumlah
Baik
Total
f
%
f
%
f
%
13 15 7 35
54,2 51,7 24,1 42,7
11 14 22 47
45,8 48,3 75,9 57,3
24 29 29 82
29,2 35,4 35,4 100,0
χ2
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga dan Motivasi Penderita TB Paru Berobat Ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang Motivasi Dukungan keluarga
Kurang f
%
Baik f
%
Total f
%
p-value
6,339 0,042
Berdasarkan hasil analisis hubungan pengetahuan dengan motivasi penderita TB paru berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang diperoleh hasil, responden yang mempunyai motivasi baik lebih tinggi pada responden yang mempunyai
OR p(95%CI) value
35 42,7 47 57.3 82 100,0
PEMBAHASAN
Analisis Bivariat Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Motivasi Penderita TB Paru Berobat Ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang Kurang
3,116 0,035
Berdasarkan hasil analisis dukungan keluarga dengan motivasi penderita TB paru untuk berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang diperoleh hasil, responden yang mempunyai motivasi baik lebih tinggi pada responden yang mempunyai dukungan keluarga (66,1%) disbanding responden yang tidak mempunyai dukungan keluarga (38,5%).
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa motivasi penderita TB Paru berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang prosentase tertingi dalam kategori baik yaitu sebanyak 47 orang (57,3%).
Pengetahuan
31
Mendukung 19 33,9 37 66,1 56 68,3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Motivasi Penderita TB Paru Berobat Ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang
Motivasi
16 61,5 10 38,5 26
Analisis Univariat Gambaran Pengetahuan Penderita TB Paru yang Berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan penderita TB paru yang berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang dalam kategori baik sebanyak 29 orang (35,4%). Responden dengan pengetahuan kategori baik mengetahui bahwa obat anti TBC diberikan dalam bentuk kombinasi (91,5%) dimana jenis obat diberikan sesuai kategori pengobatan (92,7%). Kesehatan pasien dipantau oleh pengawas menelat obat ketika berobat ulang (82,9%) jika terjadi kerontokan rambut setelah minum obat maka harus dilakukan pengobatan ulang (79,3%). Mereka juga mengetahui bahwa petugas kesehatan harus menyampaikan pengobatan TBC yang gagal bisa meninggal dunia ketika berobat ulang (78,0%). Pengetahuan penderita TB paru yang berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang dalam kategori baik tersebut salah satunya didukung oleh tingkat pendidikan yang tinggi. Penderita TB paru yang berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang dengan pendidikan SMP sebanyak 25 orang dimana sebagian besar mempunyai pengetahuan kurang yaitu sebanyak 13 orang (52,0%), dengan pendidikan SMA sebanyak 39 orang dimana
Hubungan Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Penderita Tb Paru Untuk Berobat Ulang Ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (Bkpm) Wilayah Semarang
4
sebagian besar mempunyai pengetahuan kategori cukup sebanyak 16 orang (41,0%), dengan pendidikan sarjana sebanyak 18 orang dimana sebagian besar mempunyai pengetahuan baik yaitu sebanyak 8 orang (44,4%). Hal tersebut menunjukkan sebagian besar responden berpendidikan SMA mempunyai pengetahuan kategori baik. Responden yang mempunyai pendidikan tinggi cenderung mudah menerima informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang di dapat. Responden yang mempunyai tingkat pendidikan SMA mempunyai motivasi yang tinggi dalam menggali informasi termasuk yang berkaitan dengan TB paru. Mereka aktif bertanya kepada petugas kesehatan ketika melakukan berobat ulang. Selain itu, mereka juga aktif mengikuti penyuluhanpenyuluhan atau seminar yang berkaitan dengan TB paru. Responden juga tidak sungkan untuk bertanya kepada oranglain yang atau pasien lain ketika melakukan berobat ulang. Upaya yang mereka lakukan tersebut menambah pengetahuan tentang TB paru yaitu bagaimana prinsip pengobatannya, efek samping dari pengobatannya dan bagaimana pasien dapat dikatakan drop out. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan penderita TB paru yang berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang dalam kategori cukup sebanyak 29 orang (35,4%). Responden dengan pengetahuan kategori cukup mengetahui bahwa pemberian pengobatan TB paru secara rutin diberikan ketika pasien berobat (74,4%) dan menghentikan pemakaian obat anti TBC jika kulit mengalami kemerahan dan gatal (73,2%). Mereka mengetahui pula kegagalan berobat TB paru dapat diketahui ketika pasien berobat ulang (74,4%), Kegagalan berobat TB paru diketahui ketika pasien berobat ulang (70,7%) dan kegagalan dalam pengobatan menjadi salah satu keberhasilan program pemberantasan TB Paru ketika berobat ulang (68,3%). Pengetahuan penderita TB paru yang berobat ke Balai Kesehatan Paru
Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang dalam kategori cukup tersebut salah satunya disebabkan oleh faktor umur. Penderita TB paru yang berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang yang berumur 20-30 tahun sebanyak 22 orang dimana sebagian besar mempunyai pengetahuan kurang yaitu 13 orang (54,2%), 31-40 tahun sebagian besar mempunyai pengetahuan kategori cukup yaitu sebanyak 16 orang (48,5%) dan usia lebih dari 40 tahun sebagian besar mempunyai pengetahuan kategori baik yaitu 15 orang (55,6%). Hal tersebut menunjukkan sebagian besar responden usia 31-40 tahun mempunyai pengetahuan kategori cukup. Hal tersebut didukung oleh umur responden usia dewasa. Responden dalam penelitian ini yang mempunyai pengetahuan dalam kategori cukup baik sebagian besar berusia dewasa, dimana semakin lanjut usia mereka semakin dewasa cara berpikir termasuk didalamnya ketika mengalami suatu masalah. Mereka yang mengalami TB paru mempunyai kesadaran yang tinggi untuk sembuh sehingga aktif menggali informasi terkait dengan penyakitnya. Mereka tidak sungkan atau malu untuk bertanya kepada orang yang dianggap mengetahui tentang TB paru. Mereka juga belajar dari pengalaman yang mereka alami atau pengalaman oranglain sehingga menambah pemahaman mereka tentang TB paru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan penderita TB paru yang berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang dalam kategori kurang sebanyak 24 orang (29,3%). Responden dengan pengetahuan kategori kurang hanya mengetahui bahwa salah satu keluhan dari pengobatan TB paru adalah gatal, warna kulit yang merah (56,1%). Warna kulit yang merah setelah minum obat harus diperiksakan kembali (40,2%). Gejala efek samping kelebihan obat yang bertambah berat harus dilakukan pengobatan ulang (37,8%). Mereka juga mengetahui kegagalan pengobatan karena rendahnya pemahaman mengetahi TBC terjadi pada lima bulan pertama pengobatan ketika pengobatan ulang (39,0%).
Hubungan Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Penderita Tb Paru Untuk Berobat Ulang Ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (Bkpm) Wilayah Semarang
5
Kurangnya pengetahuan penderita TB paru yang berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang salah satunya disebabkan oleh pekerjaan. Hasil penelitian menunjukkan penderita TB paru yang berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang semua adalah orang yang bekerja yaitu sebagai pekerja buruh, wiraswasta dan swasta. Responden yang bekerja sebagai tenaga buruh sebanyak 35 orang dimana sebagian besar mempunyai pengetahuan yang rendah yaitu 13 orang (37,1%), responden yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 23 orang dimana sebagian besar mempunyai pengetahuan yang rendah yaitu 10 orang (43,5%) dan responden yang bekerja sebagai pekerja swasta sebanyak 24 orang dimana sebagian besar mempunyai pengetahuan yang baik yaitu 15 orang (62,5%). Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mempunyai pengetahuan kategori rendah adalah mereka yang bekerja sebagai buruh. Responden yang bekerja sebagai buruh mempunyai keterbatasan dalam menggali informasi yang dikarenakan keterbatasan waktu dan tenaga karena seharian harus bekerja di lapangan. Mereka bekerja berangkat dipagi hari dan pulang di sore hari. Terkadang jika pekerjaan membutuhkan waktu yang cepat, maka mengharuskan mereka untuk bekerja lembur sampai malam. Hari minggu umumnya adalah hari libur, namun tidak demikian bagi responden. Mereka masih harus bekerja entah lebur ditempat mereka bekerja atau mencari pekerjaan sambilan untuk menambah pendapatan keluarga. Pekerjaan mereka yang hanya seorang buruh memaksa mereka hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup. Mereka tidak mempunyai dana cadangan untuk perawatan kesehatan bagi keluarga. Keterbatasan waktu dan keuangan tersebut mennyebabkan mereka tidak dapat berobat ulang ataupun menggali informasi yang lebih banyak terkait dengan TB paru. Gambaran Dukungan Keluarga Penderita TB Paru yang Berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga penderita TB Paru yang berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang dalam kategori mendukung yaitu sebanyak 56 orang (68,3%). Keluarga penderita TB Paru yang berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang memberi dukungan dalam bentuk nasehat untuk terus mengkonsumsi obat meskipun ketika tidak mengalami batuk (84,1%). Keluarga juga memberikan petunjuk cara memelihara kesehatan disamping memperhatikan perkembangan penyakit jika kondisi memburuk (86,6%). Yang paling penting adalah keluarga sudah mempersiapkan biaya pengobatan, terus memantau kondisi kesehatan penderita TBC (73,2%), memperhatikan jadwal untuk meminum obat dan jadwal pemeriksaan (89,0). Keluarga selalu menyediakan peralatan untuk membuang dahak dan baju baru bagaimana pun kondisi kesehatan penderita (74,4%). Keluarga yang memberikan dukungan kepada penderita TB Paru yang berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang disebabkan dukungan yang baik dari keluarga tersebut disebabkan oleh tingkat pendidikan mereka yang baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga penderita TB Paru yang berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang dalam kategori tidak mendukung yaitu sebanyak 26 orang (31,7%). Keluarga penderita TB Paru yang berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang kurang memberi dukungan dimana mereka memberikan nasehat minum obat hanya jika batuk (69,5%), tidak memberikan informasi jadwal pemeriksaan setiap bulannya ataupun petunjuk cara memelihara kesehatan (69,5%). Keluarga mengabaikan keluhan yang dirasakan (63,5%), mengingatkan jadwal minum obat TBC jika ada waktu dan menyediakan kotak menyimpan obat-obatan yang diminum jika tidak sibuk (74,4%). Keluarga jarang menyediakan kebutuhan makan dan minum setiap hari, baju baru ataupun membimbing dalam
Hubungan Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Penderita Tb Paru Untuk Berobat Ulang Ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (Bkpm) Wilayah Semarang
6
mengkonsumsi obat (76,8%). Keluarga yang tidak memberikan dukungan kepada penderita TB Paru yang berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang disebabkan dukungan yang baik dari keluarga tersebut disebabkan oleh sosial ekonomi yang rendah dari responden. Responden dengan sosial pendapatan yang baik akan lebih mudah merawat anggota keluarganya. Sebaliknya responden yang bekerja hanya sebagai buruh menyebabkan mereka memiliki keterbatasan pendapatan hingga pada akhirnya mereka tidak mempunyai kesempatan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya terutama kesehatan. Gambaran Motivasi Penderita TB Paru Berobat Ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi penderita TB Paru berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang dalam kategori kurang baik yaitu sebanyak 35 orang (42,7%). Responden mempunyai motivasi berobat ulang kurang baik dimana kurangnya dukungan keluarga menyebabkan kurang bersemangat berobat ulang. Mereka berobat ulang jika dukungan keluarga menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kesehatan atau dipaksa oleh orang tua bahkan pengalaman teman yang menderita TB tidak dapat mendorong untuk rajin berobat ulang. Kurangnya motivasi penderita TB Paru berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang salah satunya disebabkan oleh sikap negatif dari anggota keluarga. Sebagian responden mempunyai sikap negatif terkait dengan penyakit TB paru yang diderita. Mereka sudah bosan dengan kebiasaan minum obat setiap hari ataupun melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Mereka juga sudah merasa jenuh dengan berbagai batasan-batasan untuk meningkatkan kesehatan mereka, hingga pada akhirnya mereka tidak mendukung perawatan TB paru.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi penderita TB Paru berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang dalam kategori baik yaitu sebanyak 47 orang (57,3%). Responden mempunyai motivasi berobat ulang yang baik dimana dukungan keluarga dan semagnat untuk mendapatkan kesehatan kembali menyadarkan mereka untuk sembuh dari penyakit TB harus rajin berobat ulang. Motivasi penderita TB Paru berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang yang baik tersebut salah satunya didukung oleh factor lingkungan dari penderita TB paru yang positif. Lingkungan adalah tempat di mana seseorang tinggal. Lingkungan dapat mempengaruhi seseorang sehingga dapat termotivasi untuk melakukan sesuatu. Selain keluarga, lingkungan juga mempunyai peran yang besar dalam memotivasi seseorang dalam mengubah tingkah lakunya. Dalam sebuah lingkungan yang hangat dan terbuka, akan menimbulkan rasa kesetiakawanan yang tinggi. Dalam konteks pelaksanaan mobilisasi dini di rumah sakit, maka orangorang di sekitar lingkungan ibu akan mengajak, mengingatkan ataupun memberikan informasi pada ibu tentang tujuan dan manfaat mobilisasi dini (Notoatmodjo, 2010), Analisis Bivariat Hubungan Pengetahuan dengan Motivasi Penderita TB Paru Berobat Ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang Hasil analisis hubungan pengetahuan dengan motivasi penderita TB paru berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang diperoleh hasil, responden yang mempunyai pengetahuan kategori kurang sebanyak 24 orang dimana sebagian besar mereka mempunyai motivasi berobat ulang kategori kurang baik yaitu 13 orang (54,2%) lebih banyak dari pada yang mempunyai motivasi berobat ulang kategori baik yaitu 11 orang (45,8%). Hal tersebut menunjukkan bahwa responden yang mempunyai pengetahuan kategori kurang
Hubungan Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Penderita Tb Paru Untuk Berobat Ulang Ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (Bkpm) Wilayah Semarang
7
sebagian besar mereka mempunyai motivasi berobat ulang kategori kurang baik. Responden yang hanya mengetahui bahwa salah satu keluhan dari pengobatan TB paru adalah gatal, warna kulit yang merah dan kegagalan pengobatan karena rendahnya pemahaman mengetahi TBC terjadi pada lima bulan pertama pengobatan ketika pengobatan ulang sehingga mereka berobat ulang jika dukungan keluarga menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kesehatan atau dipaksa oleh orang tua bahkan pengalaman teman yang menderita TB tidak dapat mendorong untuk rajin berobat ulang. Pengetahuan responden yang kurang hingga motivasi berobat ulang menjadi kurang disebabkan oleh Kemampuan untuk menerima informasi yang lemah. Kemampuan mengacu pada kemampuan individu untuk merespon sebagai hasil belajar. Mahasiswa akan merasa memiliki kemampuan apabila mahasiswa menyadari bahwa dirinya telah mencapai tingkat pengetahuan atau ketrampilan tertentu yang sesuai dengan standar pribadi atau sosial. Motivasi belajar mahasiswa akan meningkat apabila proses belajar meningkatkan kesadaran mahasiswa akan kemajuan, penguasaan dan tanggung jawab dalam belajar (Sudrajat, 2009). Hasil penelitian menunjukkan responden yang mempunyai pengetahuan kategori cukup baik sebanyak 29 orang dimana sebagian besar mereka mempunyai motivasi berobat ulang kategori kurang baik yaitu 15 orang (51,7%) lebih banyak dari pada yang mempunyai motivasi berobat ulang kategori baik yaitu 14 orang (48,3%). Hal tersebut menunjukkan sebagian besar responden dengan pengetahuan cukup mempunyai motivasi berobat ulang kurang. Beberapa factor yang menyebabkan diantaranya lingkungan yang negatif. Penderita TB paru untuk berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang mengetahui kegagalan berobat TB paru dapat diketahui ketika pasien berobat ulang, namun mereka berobat ulang jika dukungan keluarga menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kesehatan atau dipaksa oleh orang
tua bahkan pengalaman teman yang menderita TB tidak dapat mendorong untuk rajin berobat ulang. Pengetahuan responden yang cukup baik namun motivasi berobat ulang menjadi kurang disebabkan oleh pengetahuan mereka yang baik. Penderita TB paru berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang yang mempunyai pengetahuan kategori baik sebanyak 29 orang dimana sebagian besar mereka mempunyai motivasi berobat ulang kategori baik yaitu 22 orang (75,9%) lebih banyak dari pada yang mempunyai motivasi berobat ulang kategori kurang baik yaitu 7 orang (24,1%). Responden dengan pengetahuan kategori baik mengetahui bahwa obat anti TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dimana jenis obat diberikan sesuai kategori pengobatan. Kesehatan pasien dipantau oleh pengawas menelat obat ketika berobat ulang jika terjadi kerontokan rambut setelah minum obat maka harus dilakukan pengobatan ulang. Hal tersebut mendorong mereka untuk berobat ulang karena ingin mendapatkan kesehatan kembali dan sembuh dari penyakit TB. Pengetahuan responden yang baik sehingga motivasi berobat ulang menjadi baik disebabkan oleh Hasil uji statistik didapatkan nilai χ2 sebesar 6,339 dan nilai p value sebesar 0,042 maka dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan dengan motivasi penderita TB paru berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang. Artinya jika pengetahuan baik maka motivasi penderita TB paru berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang semakin semakin baik pula. Pengetahuan tentang sesuatu yang dimiliki seseorang berawal dari adanya informasi atau keterangan yang diterima apa adanya, kemudian individu akan mengingat kembali hal-hal yang pernah berhasil dikenalinya, kemudian berlanjut ke tahap pemahaman dimana individu akan mampu menterjemahkan, menginterpretasikan dan menafsirkan informasi yang telah diterimanya.
Hubungan Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Penderita Tb Paru Untuk Berobat Ulang Ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (Bkpm) Wilayah Semarang
8
Tahap berikutnya akan dicapai suatu kemampuan untuk menerapkan hal yang dipahami ke dalam situasi yang kondisinya sesuai. Selanjutnya akan memasuki tahap analisa dimana individu mempunyai kemampuan menguraikan materi menjadi rincian yang terdiri dari unsur-unsur yang berhubungan satu dengan yang lain dalam suatu bentuk susunan yang berarti. Setelah itu individu akan melakukan sintesis, dimana individu mampu menyusun kembali unsur-unsur tadi menjadi suatu keseluruhan yang mengandung arti tertentu. Tahap terakhir dari semua itu adalah evaluasi dimana individu mencapai kemampuan untuk membandingkan hal tersebut dengan hal-hal yang serupa sehingga memperoleh kesan yang lengkap (Notoatmodjo, 2010). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Motivasi Penderita TB Paru untuk Berobat Ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang. Hasil analisis dukungan keluarga dengan motivasi penderita TB paru untuk berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang diperoleh hasil, responden yang tidak mendapat dukungan keluarga sebanyak 26 orang dimana sebagian besar mereka mempunyai motivasi berobat ulang kategori kurang baik yaitu16 orang (61,5%) lebih banyak dari pada yang mempunyai motivasi berobat ulang kategori baik yaitu 10 orang (38,5%). Keluarga penderita TB Paru yang berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang kurang memberi dukungan dimana mereka memberikan nasehat minum obat hanya jika batuk, tidak memberikan informasi jadwal pemeriksaan setiap bulannya ataupun petunjuk cara memelihara kesehatan sehingga responden mempunyai motivasi berobat ulang kurang baik jika dukungan keluarga menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kesehatan atau dipaksa oleh orang tua. Keluarga yang tidak mendukung Penderita TB paru untuk berobat ulang sehingga motivasi responden kurang baik disebabkan oleh faktor emosi yang masih labil.
Penderita TB paru untuk berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang yang mendapat dukungan keluarga sebanyak 56 orang dimana sebagian besar mereka mempunyai motivasi berobat ulang kategori baik yaitu 37 orang (66,1%) lebih banyak dari pada yang mempunyai motivasi berobat ulang kategori kurang baik yaitu 19 orang (33,9%). Responden yang mendapat dukungan keluarga sebagian besar mempunyai motivasi berobat ulang kategori baik. Keluarga memberikan petunjuk cara memelihara kesehatan disamping memperhatikan perkembangan penyakit jika kondisi memburuk. Yang paling penting adalah keluarga sudah mempersiapkan biaya pengobatan, terus memantau kondisi kesehatan penderita TBC, memperhatikan jadwal untuk meminum obat dan jadwal pemeriksaan sehinga responden mempunyai motivasi berobat ulang yang baik dimana dukungan keluarga dan semagnat untuk mendapatkan kesehatan kembali menyadarkan mereka untuk sembuh dari penyakit TB harus rajin berobat ulang. Keluarga yang mendukung penderita TB paru untuk berobat ulang sehingga motivasi responden baik didukung oleh Faktor Sosioekonomi yang baik Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya. Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan lingkungan kerja. Seseorang biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang dirasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya (Purnawan, 2008). Hasil uji statistik didapatkan nilai χ2 sebesar 4,462 dan nilai p value sebesar 0,035 maka dapat disimpulkan ada hubungan dukungan keluarga dengan
Hubungan Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Penderita Tb Paru Untuk Berobat Ulang Ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (Bkpm) Wilayah Semarang
9
motivasi penderita TB Paru untuk berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang. Artinya jika keluarga memberi dukungan maka motivasi penderita TB Paru untuk berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang semakin baik. Kemudian dari hasil analisis diperoleh OR sebesar 3,116 artinya responden yang mendapat dukungna dari keluarga cenderung 3,116 kali mempunyai motivasi penderita TB Paru untuk berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang lebih baik dari pada yang tidak mendapat dukungan. PENUTUP Kesimpulan 1. Pengetahuan penderita TB paru yang berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang sebagian besar dalam kategori cukup dan baik masing-masing sebanyak 29 orang (35,4%). 2. Dukungan keluarga penderita TB Paru yang berobat ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang sebagian besar dalam kategori mendukung yaitu sebanyak 56 orang (68,3%). 3. Motivasi penderita TB Paru berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang sebagian besar dalam kategori baik yaitu sebanyak 47 orang (57,3%). 4. Ada hubungan pengetahuan dengan motivasi penderita TB paru berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah 2 Semarang, dengan nilai χ sebesar 6,339 dan nilai p value sebesar 0,042 5. Ada hubungan dukungan keluarga dengan motivasi penderita TB Paru untuk berobat ulang ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang dengan nilai χ2 sebesar 4,462 dan nilai p value sebesar 0,035 6. Hasil analisis diperoleh OR sebesar 3,116 artinya responden yang mendapat dukungan dari keluarga cenderung 3,116 kali mempunyai motivasi penderita TB Paru untuk berobat ulang ke Balai
Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang lebih baik dari pada yang tidak mendapat dukungan. Saran Hendaknya masyarakat dan keluarga meningkatkan pengetahuan tentang pengobatan TB paru dengan rajin melakukan konsultasi dengan tenaga kesehatan yagn berkompeten atau melalui kegiatan seminar maupun penyuluhan sehingga dapat memberikan motivasi bagii penderitanya. DAFTAR PUSTAKA Aditama. T.Y. 2006. Tuberculosis. diagnose. terapi dan masalahnya. edisi IV. Jakarta : Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia Ainur. 2008. Pengantar epidemiologi penyakit menular. Jakarta: Rineka Cipta. Amin. 2006. Ilmu penyakit dalam jilid II .edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. Anggraeni, A. Rizal, V Suryani, 2006. Pengenalan suara paru-paru normal menggunakan LPC dan jaringan syaraf tiruan back-propagation. preceeding EECCIS 2006, Universitas Brawijaya, Malang. Arikunto, 2010. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta Arikunto. 2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Aksara Asnawi. 2002. Teori motivasi dalam pendekatan psikologi industry & organisasi. cetakan ketiga. Jakarta : Studia Press Azwar. 2005. Sikap manusia: teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. BKPM Wilayah Semarang. 2013. Profil BKPM wilayah Semarang. 2013 Cohen & Syme. 2006. Social support, stress and the buffering hypothesis: atheoritical analysis. di dalam: saum, taylor dan singer eds. handbook of Psychology and Health. New York:
Hubungan Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Penderita Tb Paru Untuk Berobat Ulang Ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (Bkpm) Wilayah Semarang
10
Hillsdale. http://www.psy.cmu.edu/scohen/buffer8 4.pdf [12 Oktober 2013]. hlm 253-267. Depkes RI, 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. Depkes RI. 2004. Analisis TB di tempat kerja. Jakarta Depkes RI. 2004. Sistem kesehatan nasional 2004, Jakarta Depkes RI. 2005. Pedoman penanggulangan tuberkulosis, Jakarta Depkes RI. 2007. Pedoman penemuan dan pengobatan penderita TB paru. Jakarta Depkes RI. 2010. Situasi epidemiologi TB Indonesia. Jakarta. Dewi. 2010. Teori dan pengukuran pengetahuan , sikap dan perilaku manusia.. Yogyakarta : Nuha Medika Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun. 2011. Profil kesehatan provinsi Jawa Tengah Tahun. 2011 Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2011. Profil kesehatan provinsi Jawa Tengah Tahun. 2011 Erawatyningsih, 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan berobat pada penderita tuberkulosis paru. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat, Vol.25, No.3, September 2009 Friedman. 2008. Keperawatan keluarga teori dan praktik. edisi 3. Jakarta: EGC. Halim. 2009. Ilmu penyakit paru, Jakarta: Hipokrates Huclok .2008. Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjangrentang kehidupan. Ed ke-5. Istiwidayanti & Soedjarwo, penerjemah;Sijabat RM, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: DevelopmentalPsycology: A Life Span-Approach. Irwanto. 2008. Psikologi umum. Jakarta : PT Prenhallindo, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Profil kesehatan Indonesia Tahun 2011 Machfoedz. 2003. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: PT.Rineka Cipta Masrin. 2008. Besarnya jumlah penduduk, picu berbagai masalah, www.analisadaily.com Nadesul. 2006. Sehat itu murah. Jakarta PT. Kompas Media Nusantara
Narimawati, U., 2008. Metodologi penelitian kualitatif dan kuantitatif : toeri dan aplikasi. Bandung : Alfabeta Niven. 2008. Psikologi kesehatan pengantar untuk perawat dan profesionalisme kesehatan lain. Jakarta: EGC. Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo. 2005. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo. 2005. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo. 2007. Kesehatan masyarakat: ilmu dan seni. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo. 2010. Ilmu kesehatan masyarakat prinsip-prinsip dasar. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam. 2003. Manajemen keperawatan dan aplikasinya, Penerbit Salemba. Medika, Jakarta. Nursalam. 2008. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan,. edisi 2. Jakarta : Salemba Medika Philipus. 2004. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Depok. Buletin Penelitian. Purnawan. 2008. Tuberkolosis paru,kapita selekta kedokteran, Jakarta :UI. Rachmwati 2006. Pengaruh dukungan sosial dan pengetahuan tentang penyakit TB terhadap motivasi untuk sembuh penderita tuberkulosis paru yang berobat di puskesmas. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan - Vol. 9 No. 3 Juli 2006: 134-141 Resmiyati. 2011. Beberapa masalah klinis dan. penyaht ISPA pada bayi dan anak. kumpulan makalah pada lokakarya nasional ke I. Cipanas 2011 Reviono. 2009. Tuberkulosis anak. edisi ke2. Jakarta: UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia Riyanto. 2011. Aplikasi metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika
Hubungan Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Penderita Tb Paru Untuk Berobat Ulang Ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (Bkpm) Wilayah Semarang
11
Robert. 2004. Tuberculosis: a multidisciplinary approach to past and current concepts, causes and treatment of this infectious disease, in Baker, P. A. & Carr, G. eds, Practitioners, practices and patients. New approaches to medical archaeology and anthropology. Magdalene College, Cambridge University, Oxbow, Oxford, 30-46. Smet. 2004. Psikologi kesehatan. Jakarta: PT. Grasindo. Smetzer & Bare. 2008. Buku ajar keperawatan medikal bedah – Brunner & Suddart. Alih Bahasa Agung Waluyo. Ed.8. Jakarta : EGC Soeparman. 2006. Ilmu penyakit dalam. Jakarta : FKUI. Stooner. 2006. Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Sudarma. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika Sudrajat. 2009. Profil kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI, Sugiyono. 2003. Metode penelitian bisnis. Bandung: CV Alfabeta Sugiyono. 2008. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung Alfabeta.
Widoyono. 2005. Penyakit tropis epidemiologi penularan dan pemberantasannya. Jakarta : Erlanggga. Wlodkowski. 2005. Motivasi belajar, Jakarta : Cerdas Pustaka Wood et., al. 2008. Ilmu kesehatan masyarakat untuk mahasiswa. kebidanan. Jakarta: EGC Zulkifli. 2006. Tuberkulosis paru dalam ilmu penyakit. dalam, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sulianti. 2007. Tuberkulosis klinis. Jakarta: Widya Medika. Sumidjo. 2005. Kepemimpinan dan motivasi, Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia Supardi. 2006. Uji faal paru tuberkulosis paru di poliklinik paru RUMKITAL dr. Ramelan Surabaya. Jurnal RESPIR INDO Vol. 16. No.1. Januari 1996. Taufik. 2007. Prinsip-prinsip promosi kesehatan dalam bidang keperawatan. Jakarta : CV Infomedika Terry. G. 2006. Principles of management, Alih bahasa Winardi, Alumni,. Bandung. Walgito.2003. Psikologi sosial (suatu pengantar). Yogakarta : Andi Offest Wandoyo. 2007. Penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan & pemberantasannya. Erlangga Medical Series EMS. Semarang Wawan. 2010. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Hubungan Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Penderita Tb Paru Untuk Berobat Ulang Ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (Bkpm) Wilayah Semarang
12