PENGARUH PEMBERIAN PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG MENARCHE TERHADAP TINGKAT KECEMASAN SISWI USIA 10-12 TAHUN DALAM MENGHADAPI MENARCHE DI SD N SIDOMULYO 04 UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG Susi Susanti 010110a116 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran Program Studi Ilmu Keperawatan e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Menarche merupakan pertanda adanya suatu perubahan status social dari anak-anak ke dewasa. Remaja putri yang mempunyai kecenderungan neurotis dalam usia pubertas, banyak mengalami konflik batin dengan datangnya menstruasi pertama yang dapat menimbulkan beberapa tingkah laku patologis, meliputi kecemasan. Pemberian informasi tentang menarche sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan remaja putri untuk menurunkan tingkat kecemasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pendidikan kesehatan tentang menarche terhadap tingkat kecemasan sisiwi usia 10-12 tahun di SD Negeri Sidomulyo Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Penelitian ini menggunakan desain penelitian pra eksperimen dengan rancangan pre test-post test with control group design. Populasi dalam penelitian yaitu siswi SD Negeri Sidomulyo 04 Ungaran Timur Kabupaten Semarang yang berumur 10-12 tahun yang belum menarche sejumlah 62 siswi, sampel penelitian meliputi 30 siswi yang berumur 10-12 tahun yang belum menarche dengan menggunakan teknik purposive sampling. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Analisis data yang digunakan uji t-test. Hasil penelitian pada kelompok intervensi terhadap tingkat kecemasan siswi 10 responden (66,7%) dalam kategori cemas sedang dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang menarche sebanyak 11 responden (73,3%) dalam kategori cemas ringan, dengan p value 0,000 < α (0,05). Ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang menarche terhadap tingkat kecemasan siswi dalam menghadapi menarche dengan p value 0,000 < α (0,05). Saran yang bisa disampaikan peneliti yaitu diharapkan menambah pengetahuan siswi dan menghilangkan anggapan bahwa menarche itu bukan hal yang harus di takuti, pihak sekolah dapat memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi lebih dini kepada para siswa.
Kata kunci Kepustakaan
: Pendidikan Kesehatan, Menarche, Kecemasan : 31 ( 2003 – 2013 )
PENDAHULUAN Remaja merupakan masalah yang menarik untuk dibahas karena kelompok populasi remaja sangat besar. Saat ini jumlah remaja di dunia sedang terjadi pembengkakan, tidak terkecuali di Indonesia. Jumlah remaja di Indonesia mencapai 22% atau sekitar 44 juta jiwa. Remaja adalah calon generasi penerus bangsa yang besar pengaruhnya atas segala tindakan yang mereka lakukan. Remaja yang baru belasan tahun merupakan kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap berbagai permasalahan, mulai dari sosial, perilaku hingga masalah kesehatan reproduksi (BKKBN, 2006). Menurut WHO batasan usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun, sedangkan menurut Departemen Kesehatan Indonesia adalah remaja yang bersusia antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin (Proverawati & Misaroh, 2009). Pada perempuan, pubertas umumnya terjadi di usia 9 hingga 12 tahun, sedangkan pubetas pada laki-laki terjadi di usia yang lebih tua yaitu 9 hingga 14 tahun. Namun batasan usia tersebut belum tentu tepat atau benar karena bisa saja seorang anak perempuan telah mengalami pubertas pada usia 8 tahun dan itu adalah hal yang
normal (Proverawati & Misaroh,2009). Setiap anak ketika memasuki masa remaja akan mengalami perubahan fisik yang cepat. Anak perempuan biasanya mengalami perubahan fisik yang lebih dahulu dibandingkan anak laki-laki. Salah satu perubahan fisik tersebut adalah proses reproduksi (proses melanjutkan keturunan) yang erat hubungannya dengan perubahan fisik yang lebih dikenal dengan istilah pubertas (Sarwono, 2003). Masa pubertas menandai akhir masa kanak-kanak dan merupakan suatu awal dari masa remaja. Pubertas pada perempuan dapat ditandai dengan datangnya menstruasi untuk pertama kalinya. Menstruasi untuk pertama kalinya itu dikenal dengan istilah menarche (Proverwati & Misaroh, 2009). Menarche merupakan pertanda adanya suatu perubahan status social dari anak-anak ke dewasa. Pada studi antar budaya, menarche mempunyai variasi makna termasuk rasa tanggung jawab, kebebasan dan harapan untuk memulai bereproduksi. Menarche merupakan suatu tanda yang penting bagi seorang wanita yang menunjukkan adanya produksi hormone yang normal yang dibuat oleh hypothalamus dan kemudian diteruskan pada ovarium dan uterus (Widyasih, 2010)
Di Amerika Serikat, sekitar 95% remaja wanita mengalami menarche pada umur 12 tahun dan umur rata-rata 13 tahun. Di Maharashtra, India, rata-rata usia menarche pada anak perempuan adalah 12,5 tahun, 24,92% menarche dini terjadi pada umur 10-11 tahun, 64,77% menarche normal terjadi pada umur 12-13 tahun, dan 10,30% menarche terlambat terjadi pada umur 14-15 tahun, (Rokade et al. 2009). Di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara, seorang remaja wanita mendapat menarche rata-rata pada usia 12 tahun dan ada juga yang baru berusia 8 tahun sudah memulai siklus haid, namun jumlah ini sedikit sekali. Usia paling lama mendapat menarche adalah 16 tahun. Usia mendapat menarche tidak pasti atau bervariasi, akan tetapi terdapat kecenderungan bahwa dari tahun ke tahun remaja wanita mendapat haid pertama pada usia yang lebih muda (Lestari, 2011). Remaja putri yang mempunyai kecenderungan neurotis dalam usia pubertas, banyak mengalami konflik batin dengan datangnya menstruasi pertama yang dapat menimbulkan beberapa tingkah laku patologis, meliputi kecemasan-kecemasan berupa phobia, wujud minat yang sangat berlebih, rasa berdosa atau bersalah (Yetty, 2005). Kecemasan yang timbul disebabkan oleh ketidaktahuan remaja putri tentang perubahanperubahan fisiologis yang terjadi
saat remaja sehingga menstruasi dianggap sebagai hal yang tidak baik kesiapan mental dan kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri yang diperlukan saat menstruasi (Dariyo, 2004). Upaya untuk mengurangi kecemasan pada remaja putri saat menghadapi menstruasi yaitu diperlukan peran orang tua maupun guru disekolah untuk memberikan pendidikan kesehatan atau informasi yang benar tentang kondisi perubahan pada masa remaja (Dariyo, 2004). Selain itu diperlukan pemberian pendidikan kesehatan reproduksi remaja khususnya tentang menstruasi karena informasi kesehatan reproduksi remaja masih sangat kurang (BKKBN, 2005). METODE Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pra eksperiment design dengan menggunakan pre test-post test with control group design, yaitu dimana sebelum diberikan intervensi dilakukan pre test (01) pada kedua kelompok tersebut dan diikuti intervensi (X) pada kelompok eksperimen setelah beberapa waktu, dilakukan post test (02) pada kedua kelompok tersebut. Polulasi penelitian 62 responden dengan menggunakan Purposive sampling didapat 30 responden. Untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan siswi
dalam menghadapi menarche sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang menarche pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol menggunakan uji paired t-test dengan nilai r lebih dari dari 0,05. Pengaruh pemberian pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan siswi dalam menghadapi menarche menggunakan uji independent ttest dengan nilai r lebih dari 0,05. HASIL A. Analisis Univariat 1. Gambaran Tingkat Kecemasan Siswi dalam Menghadapi Menarche Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Kecemasan Siswi dalam Menghadapi Menarche Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di SD N Sidomulyo 04 Ungaran Timur, Kab. Semarang, 2014 Kecema Intervensi
Kontrol
san
Frek uens i Ringan 1 Sedang 10 Berat 4 Jumlah 15
Perse ntase (%) 6,7 66,7 59,7 100
Frek uens i 2 9 4 15
Perse ntase (%) 13,3 60,0 26,7 100
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang menarche, sebagian besar responden kelompok intervensi mengalami cemas sedang dalam menghadapi menarche yaitu sejumlah 10 siswi (66,7%), sedangkan responden pada kelompok kontrol sebagian besar juga mengalami cemas sedang sejumlah 9 siswi (60,0%). 2. Gambaran Tingkat Kecemasan Siswi dalam Menghadapi Menarche Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Kecemasan Siswi dalam Menghadapi Menarche Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di SDN Sidomulyo 04 Ungaran Timur,
Kab. 2014
Semarang,
Intervensi Kecema Frek Perse san uens ntase i (%) Ringan 11 73,3 Sedang 4 26,7 Berat 0 0,0 Jumlah 15 100
Kontrol Frek Perse uens ntase i (%) 4 26,7 7 46,7 4 26,7 15 100
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang menarche, sebagian besar responden kelompok intervensi sudah mengalami cemas ringan dalam menghadapi menarche yaitu sejumlah 11 siswi (73,3%), sedangkan responden pada kelompok kontrol sebagian besar masih mengalami cemas sedang sejumlah 7 siswi (46,7%). B. Analisis Bivariat 1. Perbedaan Tingkat Kecemasan Siswi dalam Menghadapi Menarche Sebelum dan Sesudah diberikan Pendidikan Kesehatan pada Kelompok Intervensi Hasil uji paired t-test diperoleh bahwa bahwa p-value 0,001 < (0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat kecemasan siswi dalam menghadapi menarche sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan pada
kelompok intervensi di SD N Sidomulyo 04 Ungaran Timur, Kab. Semarang. 2. Perbedaan Tingkat Kecemasan Responden dalam Menghadapi Menarche Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol Berdasarkan uji paired t-test, diperoleh dengan p-value sebesar 0,879. Terlihat bahwa p-value 0,879 > (0,05), ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan tingkat kecemasan siswi dalam menghadapi menarche sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol di SDN Sidomulyo 04 Ungaran Timur, Kab. Semarang. 3. Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Kecemasan Siswi dalam Menghadapi Menarche Untuk menguji pengaruh ini, dilakukan uji perbedaan tingkat kecemasan siswi sesudah diberikan pendidikan kesehatan antara kelompok intervensi dan kontrol. Jika terdapat perbedaan secara bermakna diantara kelompok intervensi dan kontrol (p-value < 0,05), maka ada pengaruh pemberian pendidikan kesehatan tentang menarche terhadap tingkat kecemasan siswi. Hasil ini disajikan sebagai berikut.
Hasil dari uji t independen, didapatkan nilai p-value sebesar 0,001. Oleh karena p-value 0,001 < (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat kecemasan siswi sesudah diberikan pendidikan kesehatan antara kelompok intervensi dan kontrol di SD Negeri Sidomulyo 04 Ungaran Timur, Kabupaten Semarang. Ini juga menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan pendidikan kesehatan tentang menarche terhadap tingkat kecemasan siswi dalam menghadapi menarche di SDN Sidomulyo 04 Ungaran Timur, Kabupaten Semarang. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan telah dihubungkan dengan teori-teori yang ada maka di dapatkan hasil pembahasan sebagai berikut. A. Analisa Uivariat 1. Gambaran Umum Tingkat Kecemasan Siswi Dalam Menghadapi Menarche Sebelum diberikan Pendidikan Kesehatan Tentang Menarche pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di SD Negeri Sidomulyo 04 Ungaran Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
kecemasan siswi dalam menghadapi menarche sebelum diberikan Pendidikan Kesehatan tentang menarche di SD N Sidomulyo 04 Ungaran Timur pada kelompok intervensi sebagian besar dalam kategori cemas sedang sebanyak 10 responden (66,7%), sedangkan pada kelompok kontrol dalam kategori cemas sedang sebanyak 9 responden (60,0%). Responden yang mengalami cemas sedang dalam menghadapi menarche sebelum diberikan pendidikan kesehatan mereka mengatakan tidak bisa tidur dengan nyenyak ketika membayangkan datangnya awal menstruasi. . Menurut Davies (2009), kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang ditandai oleh rasa ketakutan serta gejala fisik yang menegangkan serta tidak diinginkan. Menurut Videbeck (2008) tingkatan kecemasan itu dibagi menjadi 3 yaitu cemas ringan, cemas sedang dan cemas berat. Menurut Videback (2008), cemas sedang yaitu perasaan yang mengganggu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda individu menjadi gugup. Pada kelompok intervensi dalam kategori cemas berat sebanyak 4
responden (59,7%), sedangkan pada kelompok kontrol dalam kategori cemas berat sebanyak 4 responden (26,7%). Responden yang mengalami cemas berat dalam menghadapi menarche sebelum diberikan pendidikan kesehatan mereka mengatakan terkejut (kaget) jika tiba-tiba mengalami menstruasi pertama. Tingkat kecemasan responden yang mengalami cemas berat ini dikarenakan siswi belum mengerti sama sekali tentang menarche dan belum pernah mendengar tentang menarche, serta belum mengerti tentang perkembangan fisik yang telah mereka hadapi. Selain itu mereka malu bertanya kepada teman atau saudara tentang menarche. Menurut Pieter, Bethsaida, dan Marti Saragih (2011), cemas berat yaitu lapangan persepsinya menjadi sangat sempit, individu cenderung memikirkan hal-hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal lain. Individu sulit berfikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk memusatkan perhatian pada area lain. Respons kognitif orang mengalami kecemasan berat adalah lapangan persepsi yang sangat sempit dan tidak mampu untuk menyelesaikan masalah. Kecemasan pada
siswi dalam menghadapi menarche dapat dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu lingkungan sekitar, emosi yang ditekan, sebab-sebab fisik, pengetahuan, stress yang ada sebelumnya, dukungan social dan kepercayaan (Ramaiah, 2003). Rasa takut dan cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun situasi yang betul-betul mengancam tidak ada, dan ketika emosiemosi ini tumbuh berlebihan dibandingkan dengan bahaya yang sesungguhnya, emosi ini menjadi tidak adaptif. Kecemasan yang berlebihan dapat mempunyai dampak yang merugikan pada pikiran serta tubuh bahkan dapat menimbulkan penyakitpenyakit fisik (Proverawati & Misaroh). Kecemasan yang tidak ditangani sejak dini pada remaja yang mengalami kecemasan dalam menghadapi menarche, menyebabkan remaja tertekan dan mengakibatkan remaja tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Remaja menjadi sangat waspada, karena sangat takut terhadap bahayanya, akibatnya remaja sulit untuk rileks dan juga sulit merasa tenang dalam banyak situasi (Proverawati & Misaroh, 2009). 2. Gambaran Umum Tingkat Kecemasan Siswi Dalam
Menghadapi Menarche Sesudah diberikan Pendidikan Kesehatan Tentang Menarche pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di SD Negeri Sidomulyo 04 Ungaran Timur. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat kecemasan siswi dalam menghadapi menarche sesudah diberikan Pendidikan Kesehatan tentang menarche pada kelompok intervensi dalam kategori cemas ringan sebanyak 11 responden (73,3%), sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar masih dalam kategori cemas sedang sebanyak 7 responden (46,7%). Pada kelompok intervensi yang sudah diberikan pendidikan kesehatan sebagian besar responden dalam kategori cemas ringan, ini dikarenakan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang menarche, responden dapat memahami lebih jelas dan rinci tentang menarche serta hal-hal yang berkaitan dengan menarche secara keseluruhan. Pengetahuan yang diperoleh sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang menarche akan bertambah dan dapat mempengaruhi tingkat kecemasan yang dialami oleh responden. Sedangkan pada kelompok kontrol sebagian
besar masih dalam kategori cemas sedang, hal ini dikarenakan bahwa pada kelompok kontrol tidak diberikan pendidikan kesehatan tentang menarche karena mereka belum mengetahui dengan pasti tentang menarche secara keseluruhan. Responden pada kelompok kontrol ini mengatakan mereka tidak bisa tidur ketika membayangkan datangnya awal menstruasi pertama. Responden pada kelompok intervensi yang mengalami cemas ringan dalam menghadapi menarche sesudah diberikan pendidikan kesehatan, mereka mengatakan tidak mudah tersinggung ketika ditanya teman tentang datangnya menstruasi pertama. Menurut Videbeck (2008), cemas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi dirinya. Menurut Notoatmodjo (2010), bahwa pemberian pendidikan kesehatan adalah suatu upaya untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pengaruh pemberian
pendidikan kesehatan tentang menarche memberikan pengetahuan kepada remaja putri tentang menarche serta meningkatnya keinginan remaja untuk membaca buku– buku kedokteran akan mengurangi tingkat kecemasan (Dianawati, 2003). B. Analisa Bivariat 1. Perbedaan Tingkat Kecemasan Siswi dalam Menghadapi Menarche Sebelum dan Sesudah diberikan Pendidikan Kesehatan tentang Menarche di SD N Sidomulyo 04 Ungaran Timur Pada Kelompok Intervensi Hasil uji statistik menunjukkan rata-rata tingkat kecemasan siswi dalam menghadapi menarche sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang menarche pada kelompok intervensi sebesar 7,53. Sedangkan rata-rata tingkat kecemasan siswi dalam menghadapi menarche sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang menarche sebesar 11,40. Hasil uji paired t test didapatkan nilai pvalue sebesar 0,001 oleh karena pvalue < α (0,05) maka dapat dikatakan bahwa ada perbedaan tingkat kecemasan siswi dalam menghadapi menarche sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan tentang menarche. Tingkat kecemasan siswi sebelum diberikan
pendidikan kesehatan pada kelompok intervensi dalam kategori cemas sedang dimana responden kurang mengetahui tentang pengertian menarche, gejala pre menstruasi, yang harus dipersiapkan ketika menarche datang, cara mengatasi nyeri perut saat menstruasi, dan cara menjaga kebersihan saat menstruasi datang. Setelah responden mendapatkan pendidikan kesehatan tentang menarche yang dapat meningkatkan pengetahuan serta menurunkan tingkat kecemasan dalam menghadapi menarche , sebagian besar responden masuk dalam kategori cemas ringan setelah memahami tentang menarche secara keseluruhan. Menurut WHO (2000) dalam Notoatmodjo (2010), pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkat kesehatannya. Selain itu untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna baik fisik, mental,dan social, maka masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, social, budaya, dan sebagainya). Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku
masyarakat yang kondusif untuk kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Dengan memiliki pemahaman yang cukup maka dapat mempengaruhi tingkat kecemasan siswi sehingga akan berdampak kepada peningkatan pengetahuan tentang menarche yang dapat memberikan pandangan positif saat menstruasi datang. 2. Perbedaan Tingkat Kecemasan Siswi Dalam Menghadapi Menarche Sebelum dan Sesudah Perlakuan Di SD N Sidomulyo 04 Ungaran Timur Pada Kelompok Kontrol Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor tingkat kecemasan siswi dalam menghadapi menarche sebelum diberikan pendidikan kesehatan sebesar 7,67. Sedangkan setelah perlakuan skor rata-rata masih tetap yaitu sebesar 7,73. Hasil uji paired t test didapatkan nilai dengan pvalue sebesar 0,879. Oleh karena pvalue sebesar 0,879 ( pvalue > α) maka dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecemasan siswi dalam menghadapi menarche sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol. Tetapi hasil dari jawaban kuesioner disini menunjukkan bahwa ada perbedaan yaitu perubahan dalam menjawab, dari yang awalnya takut ketika
mendengar cerita tentang kondisi datangnya menstruasi pertama, setelah post test responden sudah tidak takut lagi, kemudian dari yang awalnya nafsu makan berkurang ketika memikirkan datangnya menstruasi pertama setelah post test responden mengatakan nafsu makan nya meningkat, begitu juga dari yang awalnya tidak bisa rileks atau santai ketika membayangkan datangnya menstruasi pertama setelah post test responden mengatakan bisa santai ketika membayangkan datangnya menstruasi pertama. Tetapi ada juga responden yang ketika pre test mengatakan tidak menangis jika tiba-tiba mengalami menstruasi pertama setelah post test responden mengatakan mengatakan menangis jika tiba-tiba mengalami menstruasi pertama, kemudian yang awalnya tidak merasa sakit perut jika mendengar cerita tentang datangnya menstruasi pertama, setelah post test responden mengatakan merasa sakit perut ketika mendengar cerita tentang menstruasi pertama. Hal ini dikarenakan responden terpengaruh dengan jawaban teman-teman nya. Selain itu, saat peneliti memberikan pendidikan kesehatan pada kelompok intervensi yang berbeda ruang
dengan kelompok kontrol, peneliti membiarkan responden kelompok kontrol di ruang satunya, dari sini kemungkinan besar responden kelompok kontrol bercerita dan bediskusi sendiri dengan teman-teman nya tentang menarche. Hal tersebut dapat mempengaruhi jawaban dari masing-masing responden yang bisa berubah, walau tanpa diberikan pendidikan kesehatan. Hal ini juga dikarenakan peneliti tidak mengontrol kelompok kontrol pada saat peneliti memberikan pendidikan kesehatan ke kelompok intervensi. Tingkat kecemasan siswi sebelum diberikan pendidikan kesehatan pada kelompok kontrol sebagian besar dalam kategori cemas sedang dimana responden kurang mengetahui tentang pengertian menarche, gejala pre menstruasi, yang harus dipersiapkan ketika menarche datang, cara mengatasi nyeri perut saat menstruasi, dan cara menjaga kebersihan saat menstruasi datang. Kelompok kontrol merupakan kelompok yang tidak diberikan perlakuan, sehingga tidak terdapat perbedaan setelah perlakuan, tingkat kecemasan responden pada kelompok kontrol sebagian besar masuk dalam kategori cemas sedang. Kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan apapun saat penelitian. Adanya
perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan dikarenakan terpengaruhnya jawaban pada posttest terhadap pertanyaan yang sama antara pretest dan posttest. 3. Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehataan Tentang Menarche Terhadap Tingkat Kecemasan Siswi Dalam Menghadapi Menarche di SD N Sidomulyo 04 Ungaran Timur Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ratarata skor tingkat kecemasan responnden pada kelompok kontrol sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang menarche sebesar 7,73, sedangkan rata-rata tingkat kecemasan siswi dalam menghadapi menarche pada kelompok intervensi sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang menarche sebesar 11,40. Diperoleh pula bahwa hasil uji independen t-test menunjukkan nilai pvalue sebesar 0,001 < α (α= 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang menarche terhadap tingkat kecemasan siswi di SD N Sidomulyo Ungaran Timur. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan siswi dalam menghadapi menarche pada kelompok intervensi di pengaruhi oleh pendidikan
kesehatan atau perlakuan yang diberikan dimana informasi yang didapatkan akan dipahami dan dapat dievaluasi sehingga akan merubah dari awalnya tidak tahu tentang menarche menjadi tahu tentang menarche secara keseluruhan. Pemilihan media dan metode dalam penyampaian pendidikan kesehatan juga berpengaruh pada daya tarik dan kemudahan responden dalam memahami materi sehingga menjadikan responden mudah menangkap dan memahami materi yang disampaikan serta mudah dalam mengingat materi tersebut. Hal ini membuat responden paham dengan yang dimaksud oleh peneliti. Menurut WHO (1954) dalam Notoatmodjo (2010), tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit, mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada, memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan. Untuk ini masyarakat membutuhkan tingkat pengetahuan yang memadai agar mampu mempraktikkan hidup sehat, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat. Notoatmodjo menekankan pentingnya faktor-faktor health
literacy (perilaku hidup sehat). Oleh karena itu keterkaitan antara pengetahuan, sikap, dan pelaksanaan sehari-hari adalah penting sekali. Pendidikan secara umum diartikan segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidik. Sedangkan pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan di dalam bidang kesehatan. Faktor yang mendukung keberhasilan intervensi yang diberikan adalah metode. Metode yang digunakan dalam pendidikan kesehatan yaitu ceramah, diskusi dan tanya jawab. Sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan pendidikan kesehatan hanya mengalami kenaikan sedikit responden yang mengalami penurunan kecemasan. Dimana hal tersebut disebabkan karena pengalaman dari pengisian kuisioner saat pretest, sehingga saat mengisi kuisioner posttest menjadi lebih baik dengan pertanyaan yang sama. SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian yang telah dibahas di atas dapat disimpulkan ada pengaruh yang signifikan dari pemberian
pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan siswi dalam menghadapi menarche. Diharapkan dapat menambah pengetahuan remaja sehingga remaja berpengetahuan baik tentang kesehatan reproduksi remaja khususnya tentang menarche. Dan menghilangkan anggapan bahwa menarche itu bukan suatu hal yang harus ditakuti. DAFTAR PUSTAKA
Akbidyo. (2007). Kesehatan Reproduksi. Diunduh 6 Februari 2014 from Http://pikr.wordpress.com. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian untuk Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Aulia.
(2009). Kupas Tuntas Menstruasi Dari A Sampai Z. Yogyakarta: Millestone.
Bagiada, NA. (2007). Proses Penuaan dan Penanggulangannya. Denpasar: Fakultas Kedokteran. Universitas Udayana. BKKBN. (2006). Kajian Profil Penduduk Remaja (10-24 Tahun: Ada Apa Dengan Remaja?) Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. www.Bkkbn.go.id.
Diakses tanggal 10 Januari 2014. Dahlan, M. S. (2012). Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika. Dariyo, A. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Jakarta: Ghalia Indonesia. Davies, T & Craig, T.K.J. (2009). ABC Kesehatan Mental. Jakarta: EGC. Dewi,
H, E. (2012). Memahami Perkembangan Fisik Remaja. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Dianawati, A. (2003). Pendidikan Seks untuk Remaja. Jakarta: Ghalia Indonesia. Dirga Gunarsa, S., & Gunarsa, Y.S.D. (2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hawari, D. (2013). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : EGC. Hurlock. (2009). Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan Kehidupan. Edisi V. Jakarta: Erlangga. Kartono, K. (2006). Psikologi Wanita. Jilid 1. Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa. Bandung: Mandar Maju. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Keseshatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Pieter, Zan, H, dkk. (2011). Pengantar Psikopatologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Potter, Perry. (2005). Fundamental Of Nursing: Concepts, Process, and Practice, Vol.1, Ed.4. Ahlih Bahasa Yasmin Asih. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.EGC. Proverawati, A & Misaroh, S. (2009). Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta: Nuha Medika. Ramaiah, S. (2003). Kecemasan: Bagaimana Mengatasi Kecemasan. Jakarta: Puataka Populer Obor. Rosidah. (2006). Hubungan Pengetahuan Remaja Tentang Menarche Dengan Tingkat Kecemasan Dalam Menghadapi Menarche. Karya Tulis Ilmiah. Tidak Diplubikasikan Semiun, Y. (2007). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kanisius.
Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. Sugiyono. (2007). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2013). Metodologi Penelitian: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & B. Bandung: Alfabeta. Suryani, E., & Widyasih, H. (2010). Psikologi Ibu dan Anak. Yogyakarta: Fitramaya. Stuart, GW. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Wong, D.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6, Vol 1. Jakarta : EGC. Widyastuti, Y. (2009). Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya.