ISSN 1978-0346
Volume 1, Nomor 2, Agustus 2009
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo - Ungaran
JGK
Vol. 1
No. 2
Halaman 40 - 77
xli
Ungaran Agustus 2009
ISSN 1978-0346
ISSN 1978-0346
ISSN : 1978-0346
DEWAN REDAKSI
Pemimpin Redaksi Dewan Penyunting
: :
Redaksi Pelaksana
:
Editor
:
Yuliaji Siswanto, SKM, M.Kes.(Epid) Heni Purwaningsih, S.Kep., Ns Humaira Atabaki, S.Far, Apt Sukarno, S.Kep., Ns Hapsari Windayanti, S.Si.T
Drs. Sugeng Maryanto, M.Kes Drs. Jatmiko Susilo, Apt, M.Kes. Raharjo Apriatmoko, SKM., M.Kes. Gipta Galih Widodo, S.Kp., Sp.KMB
JGK diterbitkan 2 kali dalam satu tahun. Alamat Redaksi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Jl. Gedongsongo-Mijen, Ungaran Tlp: 024-6925408, Fax: 024-6925408 E-mail : www.nwu.ac.id
xlii
ISSN 1978-0346 Vol. 1, No. 2, Agustus 2009
Daftar Isi Sugeng Maryanto Hapsari Windayanti
Kaitan Antara Pengetahuan Ibu Tentang MPASI Dengan Kejadian Gizi Buruk Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang
44 – 49
Sri Wahyuni Susiana Purwantisari Martini
Pengaruh Ekstrak Daun Nimba (Azadirachta indica) terhadap Spermatogenesis dan Sel-Sel Reproduksi Jantan Mencit (Mus musculus)
50 – 54
Yayuk Sunarlin Raharjo Apriyatmoko
Pengaruh Senam Otak Terhadap Kemampuan Kognitif Lanjt Usia
55 – 60
Yuliaji Siswanto Puji Pranowowati Martini
Analisis Permasalahan Kesehatan Wanita Pemetik Bunga Melati Di Kabupaten Purbalingga
61 – 65
Puji Purwaningsih Umi Aniroh Luvi Dian Afriyani
Efectivitas Penerapan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Nyeri Sendi Pada Lansia Penderita Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Ungaran I Kabupaten Semarang
66 –70
Devi Erwikusnaryanti M.Hasib Ardani Heni Purwaningsih
Studi Fenomenologis Tentang Persepsi Waria Terhadap Kebutuhan Hubungan Keluarga Atau Pernikahan
71 – 77
Sri Prihatin Jatmiko Susilo Anggun Trisnasari
Ketersediaan Garam Beriodium Terhadap Angka Kejadian Penyakit Gondok Pada Ibu Rumah Tangga Di Dukuh Krajan Desa Krajan, Tembarak, Temanggung
78 - 81
xliii
Kaitan Antara Pengetahuan Ibu Tentang MP-ASI Dengan Kejadian Gizi Buruk Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang Sugeng Maryanto *), Hapsari Windayanti**) *)
**)
Staf Pengajar Program Studi Ilmu Gizo STIKES Ngudi Waluyo Staf Pengajar Program Studi D-III Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRACT The knowledge of nutrition is very important to fulfil sufficient nutrition required which is suitable for the age. Over 6 (six) months babies, their nutritional need do not enough just from breast milk (ASI), therefore, have to be added with Supporting Food-Breast Milk (Makanan Pendamping ASI, MP-ASI), since their demand of food increase related to the increase of age. The later provide MP-ASI, the lower nutritional baby status. In contrast, the earlier of providing MPASI will reduce the breast milk consumption that will impacted on their digestion system. This condition will induce severe nutrition whenever the condition does not handle properly. The aims of this research was to determine the relationship between mother’s knowledge of MP-ASI with the severe nutritional cases. This research is conducted in Public Health of Getasan Semarang District from April – September 2008 used Correlative Descriptive Research design with cross sectional approach. Quistionaires had been used to know the knowledge of mothers on the baby nutrition. The nutritional status of baby had been assessed based on the baby weight which will compare with WHO-NCHS. There are 100 respondens which were determined based on purpossive sampling. Chi-square analysis was used to analyse of data. Most mothers (65%) in Getasan have good knowledge. Their were 8% babies in Getasan have severe nutrition, but their nutritional status were good (76%). There was relationship between mother’s knowledge on MP-ASI with the occurement severe nutrition in Getasan. Keywords: MP ASI, the severe nutritional, Getasan. ABSTRAK Pengetahuan tentang gizi dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi yang sesuai dengan tingkatan usia. Sesudah usia 6 (enam) bulan kebutuhan gizi ini tidak cukup dari ASI saja tetapi perlu diberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) karena semakin bertambahnya usia, kebutuhan gizi anak semakin meningkat. Keterlambatan waktu pemberian MP-ASI juga mempengaruhi status gizi balita dan sebaliknya jika terlalu dini dalam pemberian MP-ASI akan menurunkan konsumsi ASI dan bayi mengalami gangguan pencernaan. Keadaan ini akan berlanjut jika kondisi ini tidak tertangani dengan baik, bahkan kemungkinan akan mengalami gizi buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kaitan antara pengetahuan ibu tentang MP ASI dengan kejadian gizi buruk. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang pada bulan April – September 2008 menggunakan desain penelitian deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Kuisioner digunakan untuk mengukur pengetahuan ibu therhadap gizi bayi. Penilaian status gizi balita berdasarkan BB (berat badan) balita yang akan disesuaikan dengan tabel baku rujukan penilaian status gizi anak perempuan dan laki-laki usia 0 – 59 bulan menurut BB/U, rujukan WHO-NCHS. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi dan tinggal di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang. Sampel ditentukan secara purpossive sampling dengan responden berjumlah 100. Uji Chi-square digunakan untuk analisis data. Sebagian besar (65%) ibu di wilayah kerja Puskesmas Getasan memiliki pengetahuan tentang MP ASI baik. Ada 8% balita menderita gizi buruk, namun status gizinya sebagian besar baik (76%). Ada kaitan antara tingkat pengetahuan ibu tentang MP ASI dengan kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang tahun 2008. Kata kunci : MP ASI, gizi buruk , Getasan
44
PENDAHULUAN Salah satu masalah sosial yang dihadapi Indonesia adalah masalah gizi. Hal ini dapat dilihat dari berbagai masalah gizi yang ada seperti kurang gizi, anemia gizi besi, gangguan akibat kekurangan yodium dan kurang vitamin A. Masalah gizi berdampak pada kualitas sumber daya manusia karena status gizi mempengaruhi kecerdasan, daya tahan tubuh terhadap penyakit, kematian bayi, kematian ibu dan produktifitas kerja.1 Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), menu seimbang dan kesehatan dan juga adanya daerah miskin gizi (iodium) serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi.2 Selain mengalami masalah gizi kurang, Indonesia juga mengalami masalah gizi lebih dan gizi buruk. Masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai kurangnya pengetahuan gizi, menu seimbang dan kesehatan. 2 Pengetahuan tentang gizi dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi yang sesuai dengan tingkatan usia. Pada keluarga tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan yang seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena kurangnya pengetahuan keluarga tentang gizi.3 Makanan alamiah terbaik untuk bayi adalah ASI (Air Susu Ibu). Sesudah usia 6 (enam) bulan kebutuhan gizi ini tidak cukup dari ASI saja tetapi perlu diberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) karena semakin bertambahnya usia, kebutuhan gizi anak semakin meningkat.4 Jika sesudah usia 6 (enam) bulan bayi tidak mendapatkan MP-ASI yang tepat baik jumlah dan kualitasnya akan berdampak terhadap status gizi bayi yaitu mengakibatkan anak kurang gizi. Keterlambatan waktu pemberian MP-ASI juga mempengaruhi status gizi balita karena kandungan vitamin, mineral dan zat besi pada ASI sudah menurun, dan sebaliknya jika terlalu dini dalam pemberian MP-ASI akan menurunkan konsumsi ASI dan bayi mengalami gangguan pencernaan. Keadaan ini akan berlanjut pada jika tidak tertangani dengan baik, bahkan kemungkinan akan mengalami gizi buruk.3 Masalah gizi yang berupa gizi buruk dapat dihindari apabila ibu mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang cara memelihara gizi dan mengatur makanan anak. Memburuknya gizi anak dapat terjadi akibat ketidaktahuan ibu mengenai cara dalam pemberian ASI dan ketidaktahuan ibu tentang waktu yang tepat dalam pemberian MP-ASI, frekuensi, porsi, pemilihan bahan makanan, cara pembuatan dan cara pemberian MP-ASI sehingga dapat mengakibatkan keadaan gizi bayi akan memburuk karena tidak memperoleh berbagai zat gizi dalam keadaan cukup.5 Berdasarkan profil kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang tahun 2006 terdapat 1600 balita dari 329 ibu. Dari jumlah tersebut ada 16 balita menderita gizi buruk dan sampai dengan bulan Mei 2007 sudah dijumpai 10 balita menderita dizi buruk. Dari data ini diperkirakan pada tahun 2008 ini jumlah balita penderita gizi buruk akan meningkat dari tahun sebelumnya. Dari hasil wawancara dengan ibu yang mempunyai balita gizi buruk didapatkan informasi bahwa ibu sudah memberikan MP-ASI sejak dini yaitu sejak bayi berumur kurang dari 6 bulan karena hal ini merupakan kebiasaan yang ada di wilayah tersebut dan selain itu ibu beranggapan bahwa dengan pemberian MP-ASI sejak dini bayi akan mudah kenyang, tidak rewel dan mudah tidur. Selain itu, masih banyak ibu yang mempunyai balita berpendidikan rendah yaitu SD dan SLTP. Dari fakta yang ada kemungkinan yang terjadi adalah bahwa dengan pemberian MP-ASI terlalu dini akan menurunkan konsumsi ASI dan bayi akan mengalami gangguan pencernaan.
METODE Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen dengan desain penelitian deskritif korelasi yang bertujuan untuk mengetahui adanya kaitan antara pengetahuan ibu tentang Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dengan kejadian gizi buruk. Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional, dimana variabel bebas dan variabel terikat yang terjadi pada objek penelitian diukur dan dikumpulkan secara simultan dalam waktu yang bersamaan.6 Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai balita umur 0 – 5 tahun dan balitanya di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang Pengambilan sampel dilakukan secara non random sampling (non probability
45
sampling) dengan quota sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara menetapkan sejumlah anggota sampel secara quantum atau jatah yaitu 100 orang. 6 Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang pada bulan April - September 2008. Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk pengumpulan data adalah kuesioner (tentang pengetahuan ibu tentang MP-ASI) dan checklist berupa daftar yang berisi nama-nama subjek dan faktor-faktor yang hendak diselidiki, disusun berdasarkan tujuan dari pengamatan yang bersangkutan.7 Untuk penilaian dari status gizi balita menggunakan dengan BB (berat badan) balita yang akan disesuaikan dengan tabel baku rujukan penilaian status gizi anak perempuan dan laki-laki usia 0 – 59 bulan menurut BB/U, rujukan WHO-NCHS.8. Data dianalisis dengan mengunakan uji statistik Chi-square untuk mengetahui kaitan pengetahuan ibu tentang MP-ASI dengan kejadian gizi buruk balita. Penghitungan menggunakan program SPSS versi 12 dengan 0,05.9 Dasar pengambilan keputusan berdasarkan perbadingan p value terhadap , p value < 10 maka hipotesis penelitian diterima, artinya ada kaitan antara pengetahuan ibu tentang MP ASI dengan kejadian gizi buruk.
15% responden berusia subur berisiko ( < 20 th dan > 35 th). Pendidikan Ibu Tabel 2. Distribusi pendidikan responden Pendidikan Frekuensi Persentase ibu (%) SD/SMP 78 78 SMA 16 16 PT Total
6
100
100
Berdasarkan tabel 2 dilaporkan bahwa sebagian besar responden (78%) berpendidikan dasar, diikuti kemudian pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Penghasilan keluarga Tabel 3. Distribusi penghasilan keluarga Penghasilan Frekuensi Persentase keluarga (Rp) (%) < 500 ribu 61 61 500 – 1 juta 35 35 > 1 juta 4 4 Total 100 100 Berdasarkan tabel 3 dilaporkan bahwa sebagian besar responden berpenghasilan kurang (61%) dan berpenghasilan rendah 35%
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan data penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang.pada bulan April – September 2008. Wilayah kerja Puskesmas Getasan meliputi 8 desa yaitu Getasan, Wates, Tolokan, Ngrawan, Manggihan, Batur Kopeng dan Nogosaren. Pengambilan data dilakukan di Puskesmas Pembantu (Pustu) di masing-masing desa yang ada dengan bantuan bidan desa.
Tingkat pengetahuan Ibu Tabel 4 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan. Pengetahuan Frekuensi Persentase Ibu (%) Kurang 35 35 Baik 65 65 Total 100 100
Usia Ibu Tabel 1. Distribusi usia ibu Usia Frekuensi (tahun) < 20 8 20 – 35 85 > 35 7 Total 100
6
Berdasarkan tabel 4 dilaporkan bahwa sebagian besar responden (65%) mempunyai pengetahuan baik tentang MP-ASI dan pengetahuan kurang 35%. Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden (65%) mempunyai pengetahuan baik tentang MP-ASI dan pengetahuan kurang 35%. Menurut Notoatmojo (2003), pengetahuan dapat diperoleh dari dua jalur yaitu jalur formal dan jalur informal. Pengetahuan yang diperoleh dari jalur
Persentase (%) 8 85 7 100
Berdasarkan tabel 1 dilaporkan bahwa sebagian besar responden (85%) berusia 20 – 30 tahun (usia subur tidak berisiko) dan
46
formal didasarkan pada proses pendidikan/pembelajaran formal jenjang terendah kepada jenjang yang lebih tinggi melaui lembaga/institusi sekolah formal. Sedangkan pengetahuan yang diperoleh dari jalur informal dapat berasal dari proses pendidikan/pembelajaran diluar sekolah seperti media cetak, media elektronik maupun dari orang lain serta lingkungannya.11 Pengetahuan yang diperoleh ibu tentang MP-ASI termasuk di dalam pengetahuan yang diperoleh dari jalur informal. Pengetahuan ini diperoleh ibu dari luar jalur pendidikan formal, biasanya diperoleh melalui para orang tua mereka dan juga melalui kegiatan posyandu yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Dalam kegiatan posyandu diantaranya adalah penyuluhan kesehatan oleh bidan, termasuk penyampaian informasi tentang pemberian MP-ASI yang sesuai untuk balita. Jika dilihat pendidikan ibu, sebagian besar (78%) berpendidikan rendah( tabel 2), tetapi usia ibu sebagian besar (93%) berusia muda < 35 tahun (tabel 1). Penerimaan informasi baik informasi yang baik maupun informasi yang buruk tidak hanya tergantung dari jenjang pendidikan formal yang diperoleh, tetapi juga dipengaruhi oleh kematangan berpikir seseorang.11 Golongan usia dewasa muda merupakan tahapan/tingkatan kematangan berpikir seseorang yang paling tinggi sehingga arus penerimaan informasi yang terjadi sangat baik. Pengetahuan baik yang dimiliki ibu tentang MP-ASI merupakan dasar dari perilaku ibu untuk mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari khususnya dalam pemenuhan kebutuhan gizi bagi balitanya.12
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa masih dijumpai anak balita penderita gizi buruk. Adapun status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Getasan selengkapnya adalah sebagian besar status gizi baik (76%), status gizi kurang (16%) dan status gizi buruk (8%) (tabel 5). Dibandingkan dengan tahun lalu terjadi penurunan, dimana sampai bulan Mei 2007 dijumpai 16% gizi buruk. Sampai pada akhir penelitian ini gizi buruk berubah menjadi status gizi kurang (16%) akan tetapi muncul status gizi buruk baru (8%). Status gizi kurang maupun status gizi buruk dipengaruhi banyak faktor yang saling barkaitan satu sama lainnya. Penyebab langsung gizi buruk disebabkan oleh asupan makanan yang tidak adekuat serta status kesehatan yang kurang baik.13 Keadaan ini terkait langsung dengan masalah ekonomi keluarga ataupun kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang serta kesehatan. Disamping kemiskinan, faktor lain yang berpengaruh adalah kurangnya pengetahuan tentang MPASI dan pemberian MP-ASI ataupun makanan sesudah bayi disapih. Hal ini sangat terkait dengan daya beli keluarga untuk pemenuhan kebutuhan akan makanan yang sesuai. Masalah gizi yang dihadapi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Getasan (gizi kurang dan gizi buruk) disebabkan bukan sekedar kurangnya pengetahuan tentang MP-ASI tetapi dimungkinkan juga oleh karena pendapatan keluarga, dimana sebagian besar responden berpenghasilan kurang (61%), sehingga kemampuan keluarga untuk membeli/menyediakan kebutuhan makan bergizi juga kurang. Penghasilan keluarga yang kurang ini disebabkan oleh karena sebagian besar responden bekerja sebagai buruh dengan latar belakang pendidikan yang sebagian besar (78%) SD/SMP
Status Gizi Anak Balita Tabel 5
Distribusi frekuensi responden berdasarkan status gizi anak (BB/U) Status gizi Frekuensi Persentase (%) Baik 76 76 Kurang 16 16 Buruk 8 8 Total 100 100
Kaitan antara Pengetahuan Ibu tentang MP-ASI dengan Status Gizi Balita Kaitan antara pengetahuan ibu tentang MPASI dengan status gizi balita dapat dilihat secara rinci pada tabel berikut :
47
Tabel 6.
Tabulasi silang Status Gizi Balita berdasarkan Pengetahuan Ibu tentang MP-ASI
Pengetahuan Ibu tentang MP-ASI Kurang Baik Total
Buruk f % 5 14,3 3 4,6 8 8,0
Status Gizi Anak (BB/U) Kurang Baik f % f % 10 28,6 20 57,1 6 9,2 56 86,2 16 16,0 76 76,0
Berdasarkan tabel 6 dilaporkan bahwa status gizi buruk dan kurang lebih banyak dialami oleh balita pada ibu yang mempunyai pengetahuan kurang tentang MP-ASI, 14,3% untuk status gizi buruk dan 28,6% untuk status gizi kurang dibandingkan ibu yang mempunyai pengetahuan baik tentang MP-ASI. Sedangkan status gizi baik lebih banyak dialami balita pada ibu yang mempunyai pengetahuan baik (86,2%) dibandingkan ibu yang mempunyai pengetahuan kurang tentang MP-ASI, yaitu sebesar 57,1% (20 anak). Dari hasil analisis data diperoleh nilai p value (0,005) < α (0,05), dengan demikian dikatakan bahwa ada kaitan antara pengetahuan ibu tentang MP-ASI dengan kejadian gizi buruk ataupun status gizi balita. Walaupun secara umum pengetahuan ibu tentang MP-ASI sebagian besar baik (65%), pada kenyataannya masih dijumpai ibu yang mempunyai anak dengan status gizi kurang bahkan status gizi buruk. Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa ibu dengan pengetahuan baik masih dijumpai anak dengan status gizi kurang (6%) dan status gizi buruk (3%). Demikian pula ibu yang mempunyai pengetahuan kurang, dijumpai anak dengan status gizi kurang (10%) dan status gizi buruk (5%). Namun demikian kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada ibu berpengetahuan kurang lebih banyak dibandingkan pada ibu berpengetahuan baik tentang MP-ASI. Fakta di atas menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan masih merupakan dasar pada perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI terhadap bayinya. Kebanyakan para ibu memberikan makanan padat terlalu dini kepada bayinya dikarenakan sudah turun temurun hal ini dilakukan untuk mengatasi bayi yang masih nangis (rewel) ketika selesai diberi ASI. Banyak temuan para ahli yang menyatakan bahwa faktor budaya yaitu kebiasaaan yang dilakukan masyarakat tentang kebiasaan makan yang kadang
Total f 35 65 100
% 100,0 100,0 100,0
p 0,005
bertentangan dengan prinsip-prinsip pemenuhan gizi seimbang.14. Sehingga walaupun mempunyai pengetahuan baik tentang MP-ASI tetapi belum bisa mengimplementasikannya dalam perilaku pemberian MP-ASI, oleh karena pengaruh kebiasaan yang turun menurun dalam memberikan makanan bagi bayinya. Selain pengetahuan, faktor penting yang berkaitan dengan status gizi adalah daya beli keluarga. Penghasilan keluarga akan menentukan status gizi dan status kesehatan keluarga. Keluarga dengan penghasilan yang rendah tidak mampu menyediakan makanan yang cukup bagi anaknya, baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Bayi yang tidak memperoleh MP-ASI yang seimbang akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangannya.15 Tinggi rendahnya pengetahuan ibu tentang MP-ASI sangat berperan dalam perilaku pemberian MP-ASI. Akan tetapi pengetahuan ini tidak berdiri sendiri sebagai faktor penentu terhadap status gizi balita, tetapi juga sangat terkait dengan penghasilan keluarga. Pengetahuan ibu baik tetapi penghasilan kurang dapat berpengaruh terhadap kuantitas pemberian MP-ASI. Sebaliknya jika penghasilan keluarga cukup tetapi tidak didukung oleh pengetahuan yang baik akan berpengaruh terhadap pemilihan (kualitas) pemberian makanan yang seimbang bagi anaknya.
SIMPULAN DAN SARAN Pengetahuan ibu tentang MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang sebagian besar (65%) baik. Ada 8% balita penderita gizi buruk namun demikian status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang sebagian besar (76%) baik. Ada kaitan antara pengetahuan ibu tentang MP-ASI dengan kejadian gizi gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Getasan Kabupaten Semarang
48
Perlu dilakukan penelitian tentang faktor yang langsung terkait dengan status gizi yaitu asupan makanan dan status kesehatan balita.
7.
DAFTAR PUSTAKA 1. Khomsan, A. (2006). SDM bangsa dan gizi buruk. Retrieved Februari 18, 2006, from http://www.kompas.com/ 2. Almatsier, S. (2004). Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta : Gramedia. 3. Nency, Y, dan Arifin, M.T. (2005). Gizi buruk ancaman generasi yang hilang. Retrieved November 2005, from http://oi-jepang.org 4. Ayah Bunda. (2002). Makanan padat pertama, from http://ayahbundaonline.com 5. Krisnatuti, D, dan Yenrina, R. (2004). Menyiapkan makanan pendamping ASI. Jakarta : Puspa Swara. 6. Notoadmodjo, S. (2002). Metode penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
9.
8.
10. 11. 12. 13.
14.
15.
49
Marzuki. (2002). Metodologi riset. Jogjakarta : bagian penerbitan FE UII Jogjakarta. Depkes Kab. Rembang. ( 2002). Baku antropometri. Rembang : Depkes Kab.Rembang. Sarwono, J. (2005). Riset pemasaran dengan SPSS. Jakarta : Penerbit Andi. Sugiyono. (2003). Statistik untuk penelitian. Bandung : Alfabeth. Notoadmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta. Arisman. (2002). Gizi dalam daur kehidupan. Jakarta : EGC. Supariasa, I D.N., Bahyar, B., dan Fajar, I. (2001). Penilaian status gizi. Jakarta : EGC. Soekirman. (2005). Gizi buruk, kemiskinan dan KKN. Retrieved Juni 9, 2005, from http://www.kompas.co.id Uwie, H. (2005). Gizi kurang dan lebih sama buruknya, retrieved December 26, 2005, from http://www.pikiranrakyat.com
Pengaruh Ekstrak Daun Nimba (Azadirachta indica) terhadap Spermatogenesis dan Sel-Sel Reproduksi Jantan Mencit (Mus musculus) Sri Wahyuni*), Susiana Purwantisari**), Martini***) *)
Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo Staf Pengajar Jurusan Biologi FMIPA UNDIP ***) Staf Pengajar FKM UNDIP **)
ABSTRACT Reproduction system is a very important part for creatures in order to take care of continuity of his type. Testis is very rentan to pesticide, industrial solvent, heavy metal and drugs. These chemicals known to have indirect and direct effect to spermatogenesis. This research has main aim to know the influence of giving nimba leaf extract by ad libitum (oral) with variation of dosage into spermatogenesis and reproduction cells in tubulus seminiferus in male mice Mus musculus. The method in this research is experiment with 4 groups of dosage, (1) dosage 0 mg/Kg body weight/day (with aqua), (2) dosage 100 mg/Kg body weight/day, (3) dosage 200 mg/Kg body weight/day, and (4) dosage 300 mg/Kg body weight/day for 34 days. This extract is given to male mice (Mus musculus) strain Balb/c age 2 months. Enumeration of spermatogenic cells in testis’s tubulus seminiferus with 200X zoom ligth/ray microcope. Analyzed data used ANOVA (=0,05). Analyze results show there’s no amount difference spermatogonia, spermatocite and spermatid between various treatment (giving nimba leaf extract at dosage 0 mg/Kg body weight/day (with aqua), dosage 100 mg/Kg body weight/day, dosage 200 mg/Kg body weight/day, and dosage 300 mg/Kg body weight/day with value p>0,05. So we can guessed that giving nimba leaf extract has no influence into male mice’s (Mus musculus) spermatogenesis and reproduction cells. Suggestion for next researchers is to make researchabout influence of nimba leaf extract into degradation of tubulus seminiferus’s diameter and epitel germinal’s thickness and influence of nimba seed extract nimba tree skin extract and another organ og nimba plant into spermatogenesis cells with various dosage.
ABSTRAK Sistim reproduksi memegang peranan sangat penting bagi makhluk hidup, terutama dalam menjaga kelestarian jenisnya. Testis sangat rentan terhadap pestisida, pelarut industri, logam berat maupun obat-obatan. Bahan kimia tersebut diketahui mempunyai efek langsung maupun tidak langsung terhadap spermatogenesis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun nimba secara ad libitum (per oral) dengan berbagai variasi dosis terhadap spermatogenesis dan sel-sel reproduksi dalam tubulus seminiferus pada mencit jantan (Mus musculus). Metode dalam penelitian ini adalah experimental dengan 4 kelompok perlakuan dosis, yaitu (1) dosis 0 mg/Kg BB/hari (diberi akuades), (2) dosis 100 mg/Kg BB/hari, (3) dosis 200 mg/Kg BB/hari, (4) dosis 300 mg/Kg BB/hari selama 34 hari. Ekstrak daun nimba diberikan pada mencit jantan (Mus musculus) strain Balb/c berumur 2 bulan. Penghitungan jumlah sel-sel spermatogenik pada tubulus seminiferus dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 200 kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA (=0,05). Hasil analisis didapatkan tidak ada perbedaan jumlah spermatogonia, spermatosit, dan spermatid diantara berbagai berbagai perlakuan (pemberian ekstrak daun nimba dengan dosis 0 mg/Kg BB/hari, 100 mg/Kg BB/hari, 200 mg/Kg BB/hari dan 300 mg/Kg BB/hari) nilai p>0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian ekstrak daun nimba tidak berpengaruh terhadap selsel reproduksi dan spermatogenesis mencit jantan. Saran untuk peneliti berikutnya diharapkan meneliti tentang pengaruh ekstrak tumbuhan nimba baik daun, biji, kulit batang terhadap penurunan diameter tubulus seminiferus dan ketebalan epitel germinal serta sel-sel spermatogenesis dengan berbagai dosis perlakuan.
50
Dari hasil penelitian terdahulu menyatakan bahwa ekstrak daun nimba dan biji tumbuhan nimba terbukti efektif dalam mengendalikan berbagai jenis hama tanaman sehingga telah diproduksi sebagai bahan baku insektisida alami, namun sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak tumbuhan tersebut terhadap bukan sasaran seperti tikus dan jenis konsumen primer yang lain dalam kedudukannya pada rantai makanan ekosistim. Di sisi lain daun nimba yang dikeringanginkan juga telah dikonsumsi masyarakat sebagai obat penyembuh berbagai penyakit degeneratif manusia. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa senyawa-senyawa bioaktif yang terkandung dalam tumbuhan nimba juga efektif mengahambat pertumbuhan bakteri patogen (antiseptik). Namun sejauh ini pula belum pernah dilakukan penelitian tentang kemungkinan adanya efek samping penggunaan daun nimba tersebut terhadap keamanan proses reproduksi, mengingat senyawa azadirachtin dalam tumbuhan nimba juga mempunyai efek menurunkan fertilitas insekta.
PENDAHULUAN Sistim reproduksi memegang peranan sangat penting bagi makhluk hidup, terutama dalam menjaga kelestarian jenisnya. Organ reproduksi penting bagi jantan adalah testis yang terdiri dari dua komponen utama yaitu jaringan intestitial vascular yang mengandung sel leydig dan tubulus seminiferus. Sedangkan sel-sel spermatogenik terdiri dari berbagai tahap perkembangan yang berbeda secara morfologi, yaitu sel-sel spermatogonium, spermatosit, spermatid dan spermatozoa. Sel-sel tersebut saling berhubungan membentuk suatu kesinambungan yang tahap perkembangannya ditentukan oleh hubungan sel-sel yang ada didalamnya.1) Testis sangat rentan terhadap pestisida, pelarut industri, logam berat maupun obat-obatan.2) Bahan kimia tersebut diketahui mempunyai efek langsung maupun tidak langsung terhadap spermatogenesis, sehingga berpengaruh terhadap produksi spermatozoa normal yang mekanisme aksinya bervariasi sesuai stadium spermatogenesis yang dipengaruhinya. Keracunan pada testis menyebabkan terputusnya terjadinya penurunan diameter tubulus seminiferus dan hilangnya sel-sel germinal bahkan dapat bereaksi dengan DNA dari sel-sel germinal yang menyebabkan terputusnya untaian tunggal rantai DNA sebelum maupun saat pembelahan meiosis dari spermatid awal.3) Tumbuhan Azadirachta indica yang lebih dikenal dengan nama Nimba, Memba atau Turba sudah dikenal lama sebagai bahan insektisida handal, beberapa penelitian tentang tumbuhan tersebut menyebutkan bahwa ekstrak daun dan bijinya telah terbukti efektif mengendalikan hama wereng coklat, ulat, kumbang penggerek dan nematoda yang sudah resisten terhadap berbagai pestisida sintetis. 4,5) Sementara itu daun nimba yang telah dikeringkan telah mulai dikenal orang sebagai obat untuk beberapa penyembuhan penyakit degeneratif manusia seperti diabetes mellitus, rematik, hipertensi, cacingan, demam, malaria sampai peluruh batu ginjal manusia. Penelitian ini juga sekaligus untuk melengkapi informasi tentang tumbuhan nimba sebagai pestisida alam yang diharapkan aman bagi organisme bukan sasaran dalam hal ini dilakukan pada organ reproduksi jantan mencit (Mus musculus).
METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang dilakukan di laboratorium. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap. Hewan percobaan adalah 24 ekor mencit jantan (Mus musculus) strain Balb/c berumur 2 bulan, diperoleh dari bagian pemeliharaan hewan percobaan di LPPT Unit IV dan ekstraksi daun nimba dikerjakan di LPPT Unit I Universitas Gadjamada, Yogyakarta. Cara kerja dalam penelitian ini meliputi persiapan penelitian, preparasi ekstrak daun nimba dengan metode maserasi dan ekstraksi, perlakuan pemberian ekstrak daun nimba pada mencit jantan, pembedahan hewan uji (mencit jantan) yang diambil organ reproduksinya dan pembuatan preparat histologis dengan metode parafin dan pewarnaan Hematoxiline Eosine (HE). Persiapan penelitian meliputi penyediaan hewan uji yaitu mencit jantan (Mus musculus) dari strain Balb/c berumur 2 bulan. Mencit tersebut ditempatkan dalam bak plastik dengan penutup dari kawat agar tidak keluar dari dalam kandang. Mencit jantan diaklimatisasi pada kondisi laboratorium selama satu minggu dan
51
dipuasakan selama 16 jam sebelum perlakuan pemberian ekstrak daun nimba. Ekstrak daun nimba dibuat dengan cara sebagai berikut : daun nimba dikeringkan setelah kering kemudian dihaluskan dengan blender. Setelah halus daun nimba dimaserasi dengan pelarut etanol 80 % dan disaring untuk mendapatkan filtrat. Hasil ekstraksi berupa filtrat tersebut kemudian dipekatkan dalam rotary evaporator, hingga diperoleh ekstrak pekat. 6) Perlakuan pemberian ekstrak daun nimba pada mencit jantan diberikan dengan menggunakan disposable syringe 2,5 ml yang ujungnya diganti dengan kanul dan dimasukkan secara per oral selama 34 hari. Pemberian makan dan minum dilakukan secara ad libitum. Penelitian dibagi 4 kelompok, yaitu (1) dosis 0 mg/Kg BB/hari (diberi akuades), (2) dosis 100 mg/Kg BB/hari, (3) dosis 200 mg/Kg BB/hari, (4) dosis 300 mg/Kg BB/hari dan masingmasing kelompok menggunakan 6 ekor mencit jantan. Setelah diberi ekstrak daun nimba selama 34 hari mencit dibedah dan diambil Tabel 1.
testisnya untuk dibuat preparat histologis dengan metode parafin dan pewarnaan Hematoxiline Eosine (HE), sedangkan spermatozoa diambil dari sel epididimis. Penghitungan jumlah sel-sel reproduksi pada proses spermatogenesis (sel spermatogonia, spermatosit, dan spermatid) dilakukan dengan cara menghitung sel-sel spermatogenik pada tubulus seminiferus testis dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 200 kali. Pengamatan dilakukan pada preparat testis per satu mencit, tiap preparat diulangi sebanyak 3 kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) dengan taraf signifikansi 5 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah melakukan penelitian mengenai pengaruh ekstrak daun nimba terhadap spermatogenesis mencit maka diperoleh data hasil pengamatan kuantitaif dari kondisi testis mencit. Data yang didapat berupa jumlah spermatogonia, jumlah spermatosit dan jumlah spermatid. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Pengaruh pemberian ekstrak daun nimba terhadap spermatogenesis mencit jantan strain Balb/c yang diberi perlakuan selama 34 hari No A.1 A.2 A.3 A.4 A.5 A.6 Jml B.1 B.2 B.3 B.4 B.5 B.6 Jml C.1 C.2 C.3 C.4 C.5 C.6 Jml D.1 D.2 D.3 D.4 D.5 D.6 Jml
Jumlah Spermatogonia 68,67 66,00 60,67 47,33 60,33 74,00 377,00 74,67 49,33 84,67 53,67 55,00 42,67 360,01 60,67 41,33 39,33 67,67 43,67 48,00 300,67 73,33 40,67 77,33 47,00 59,33 58,67 356,33
Jumlah Spermatosit 186,67 147,67 179,33 127,33 130,67 168,00 939,67 218,00 109,33 228,00 181,33 174,67 59,00 970,33 157,33 169,33 86,00 223,33 136,00 111,33 883,32 228,00 112,00 141,33 145,33 169,33 86,67 882,66
Jumlah Spermatid 43,33 150,33 97,33 90,00 112,00 96,67 589,66 113,33 94,67 101,33 70,67 88,67 70,00 538,67 92,00 101,33 68,00 100,00 85,67 86,00 533,00 123,33 75,33 137,33 64,33 100,00 98,67 598,99
Keterangan : A. kontrol (0 mg/Kg BB/hari); B. 100 mg/Kg BB/hari; C. 200 mg/Kg BB/hari; D. 300 mg/Kg BB/hari.
52
Berdasarkan hasil uji statistik pengaruh pemberian ekstrak daun nimba terhadap spermatogenia, spermatosid dan spermatid mencit jantan strain Balb/c, tidak didapatkan adanya perbedaan yang berarti (p>0,05). Sedangkan data pada tabel 1 terlihat bahwa semakin besar dosis ekstrak daun nimba yang diberikan semakin berkurang jumlah spermatogonia maupun jumlah spermatidnya namun pada dosis 300 mg/Kg BB/hari meningkat lagi dari dosis sebelumnya. Sedangkan pada kontrol jumlah spermatosit tinggi dan pada perlakuan dengan dosis semakin tinggi jumlah
spermatositnya semakin rendah. Sehingga dapat diduga bahwa pemberian ekstrak daun nimba tidak berpengaruh terhadap sel-sel reproduksi mencit jantan (Mus musculus). Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak daun nimba yang telah terbukti efektif mengendalikan serangga tidak berpengaruh terhadap sel-sel germinal mencit jantan (Mus musculus). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ekstrak daun nimba sebagai bahan insektisida yang efektif terhadap serangga ternyata aman bagi organisme bukan sasaran seperti mencit Mus musculus.
Gambar 1.
Potongan melintang testis dengan perlakuan 0 mg/Kg BB/hari (kontrol) .
Gambar 2.
Gambar 3.
Potongan melintang testis dengan perlakuan 200 mg/Kg BB/hari
Gambar 4. Potongan melintang testis dengan perlakuan 300 mg/Kg BB/hari
53
Potongan melintang testis dengan perlakuan 100 mg/Kg BB/hari
SIMPULAN 1. Tidak ada perbedaan jumlah spermatogonia antara berbagai perlakuan pemberian ekstrak daun nimba pada dosis 0 mg/Kg BB/hari, 100 mg/Kg BB/hari, 200 mg/Kg BB/hari, dan 300 mg/Kg BB/hari. 2. Tidak ada perbedaan jumlah spermatosit antara berbagai perlakuan pemberian ekstrak daun nimba pada dosis 0 mg/Kg BB/hari, 100 mg/Kg BB/hari, 200 mg/Kg BB/hari, dan 300 mg/Kg BB/hari. 3. Tidak ada perbedaan jumlah spermatid antara berbagai perlakuan pemberian ekstrak daun nimba pada dosis 0 mg/Kg BB/hari, 100 mg/Kg BB/hari, 200 mg/Kg BB/hari, dan 300 mg/Kg BB/hari. 4. Daun nimba (Azadirachta indica) cukup layak dikembangkan untuk bahan insektisida populasi serangga karena aman organisme bukan sasaran terutama sel-sel reproduksi mencit jantan (Mus mussulus)
6.
SARAN Peneliti berikutnya diharapkan meneliti tentang pengaruh ekstrak tumbuhan nimba baik daun, biji, kulit batang terhadap penurunan diameter tubulus seminiferus dan ketebalan epitel germinal serta sel-sel spermatogenesis dengan berbagai dosis perlakuan. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
Frandson, A. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi 4. Yogyakarta : UGM Press. Bernstein, M.E. 1984. Agents Affecting The Male Reproductive System : Effect Of Structure on Activity. Drug Metabolism Review 15 : 941-996. Gangolli, S.D. dan J.C. Phillips. 1993. Assesing Chemical Injury to The Reproductive System. In Anderson D and D.M. Conning (Eds). Experimental Toxycology the Basic Issues. 2nd Edition. Bodmin : Hartnolla Ltd. Lee, L.P. 1981. Effect of Drugs and Chemical on Male Reproductions. INSERM 103 : 311. Galih, Didih R. 1991. Biologi Tumbuhan Penghasil Senyawa Bioaktif. Bahan Pengajaran / Kuliah. PAU Bidang Ilmu Hayati. ITB Bandung.
54
Soetarno, S. 1994. Kimia Pestisida Nabati dan Teknik Pembuatan Sediaan Pestisida Nabati. Paper. PAU Ilmu Hayati. ITB Bandung.
Pengaruh Senam Otak Terhadap Kemampuan Kognitif Lanjut Usia
Yayuk Sunarlin*), Raharjo Apriyatmoko **) *) **)
Alumnus Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Staf Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRACT The problem mostly found in elderly is the disturbance or decrease in cognitive ability. The aim of the research is to know the influence of brain gym to cognitive ability in elderly with the design of the research was quasi experimental with non equivalent control group design. The location of research was in Wening Wardoyo Folks’ Home, Semarang Regency. Population were all elderly who were able to do daily activities. Sampling used was quota method with the number of 32 elderly. Instrument used was Mini Mental State Examination (MMSE) in order to know cognitive ability. Data were analyzed by using Mann Whitney U-Test showed that there was a significant affect of brain gym to cognitive ability in elderly. The result can be used as the basic of an alternative development to maintain and improve cognitive ability in elderly. Key word : brain gym, cognitive, elderly
ABSTRAK Masalah yang sering dijumpai pada lansia adalah gangguan atau penurunan kemampuan kognitif. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam otak terhadap kemampuan kognitif lansia dengan desain eksperimen semu yaitu non equivalent control group design.. Lokasi Penelitian di Panti Wredha Wening Wardoyo Kabupaten Semarang. Populasi adalah lansia yang masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Pengambilan sampel menggunakan metode quota sampling sebanyak 32 lansia. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif lansia adalah mini mental state examination (MMSE). Data dianalisis dengan Mann Whitney UTest yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara senam otak dan kemampuan kognitif pada lansia. Hasil ini dapat digunakan sebagai dasar dalam pengembangan alternatif untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan kognitif pada lansia. Kata kunci : kognitif, lansia, senam otak
55
PENDAHULUAN Meningkatnya usia harapan hidup, perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya masalah kesehatan pada lansia. Gangguan fungsi kognitif pada susunan saraf pusat menempati urutan ketiga setelah anthrosis atau gangguan sendi dan gangguan keseimbangan berdiri.1) Potensi kerja otak dapat dimaksimalkan dengan meningkatkan kebugaran secara umum dan melakukan senam otak. Tiap gerakan senam otak bertujuan untuk meningkatkan kinerja otak yang dapat meningkatkan aspek kognitif berupa peningkatan daya ingat dan daya pikir, meningkatkan koordinasi tubuh, peningkatan fokus perhatian, konsentrasi dan daya ingat.
Pengaruh Senam Otak Terhadap Kemampuan Kognitif Lansia Senam otak adalah gerakan sederhana yang menyenangkan yang mampu meningkatkan kemampuan otak dengan menggunakan keseluruhan otak.5) Supardjiman (2005) mendefinisikan senam otak sebagai rangkaian latihan gerakan sederhana yang dapat memperbaiki konsentrasi, meningkatkan rasa percaya diri, menguatkan motivasi belajar, serta lebih mampu mengendalikan stress.3) Tiap gerakan pada senam otak memiliki manfaat yang berbeda, namun secara keseluruhan gerakan senam otak bertujuan untuk meningkatkan kinerja otak. Gerakan pada senam otak dibuat guna menstimulasi (dimensi lateralis), meringankan (dimensi pemfokusan), atau merelaksasi (dimensi pemusatan). Lateralis (sisi) tubuh manusia dibagi dalam sisi kiri dan sisi kanan. Sifat ini memungkinkan dominasi salah satu sisi misalnya menulis dengan tangan kanan atau kiri, dan juga untuk integrasi kedua sisi tubuh (bilateral intergration). Ketidakmampuan untuk menyeberangi garis tengah mengakibatkan apa yang disebut ketidakmampuan belajar (learning disabled) atau disleksia gerakan-gerakan yang menstimulasi koordinasi kedua belahan otak dan integrasi dua sisi/bilateral.5) Fokus adalah kemampuan menyeberangi garis tengah partisipasi yang memisahkan bagian belakang dan depan tubuh, dan juga bagian belakang (occipital) dan depan otak (frontal lobe). Ketidaklengkapan perkembangan refleks pada garis tengah menghasilkan ketidakmampuan menfokuskan (underfocused), kurang pengertian, terlambat bicara, atau hiperaktif. Sementara, sebagian lain adalah yang terlalu mengalami fokus-lebih (overfocused) dan berusaha terlalu keras. Gerakan yang membantu melepaskan hambatan fokus adalah aktivitas integrasi depan/belakang Pemusatan adalah kemampuan untuk menyeberangi garis pisah antara bagian atas dan bawah tubuh dan mengaitkan fungsi dari bagian atas dan bawah otak: bagian tengah sistem limbis (mid-brain) yang berhubungan dengan informasi emosional serta otak besar (cerebrum) untuk berpikir yang abstrak. Ketidakmampuan untuk mempertahankan pemusatan ditandai oleh ketakutan yang
Perubahan Kognitif Pada Lansia Kinerja intelektual pada lansia yang diukur dengan menggunakan tes kemampuan verbal dalam bidang vokabular (kosa kata), informasi dan komprehensi mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun dan kemudian menetap sepanjang hidup, setidak-tidaknya sampai usia pertengahan 80-an tahun, bila tidak ada penyakit. Kemampuan melaksanakan tugas yang membutuhkan kecepatan mencapai puncaknya pada usia sekitar 20 tahun, kemudian menurun lambat laun sepanjang hidup.2) Lumbantobing (2006) menjelaskan kemunduran kognitif yang dialami oleh lansia terdapat pada performance terutama pada tugas yang membutuhkan kecepatan dan juga pada tugas yang memerlukan memori jangka pendek.2) Penurunan kemampuan otak ini dapat diperbaiki dengan senam otak dan meningkatkan kebugaran secara umum.1,3) Selain melakukan senam para lansia juga harus memperhatikan dan memperbaiki perilaku hidup. Misalnya memperhatikan makanan yang dimakan, melakukan olah raga minimal 3 kali seminggu, selalu cukup istirahat, dan tidak tidur larut malam. Lebih lanjut Heimberg (2006) menjelaskan guna dapat memastikan kinerja terbaik dari milyaran sel otak dapat dilakukan dengan menyesuaikan makanan, karena ada neurotransmiter yang paling berhubungan dengan kognitif khususnya persepsi dan memori yaitu acetycholine (sejenis asam amino) yang banyak terkandung di dalam makanan. 4)
56
tidak beralasan, cenderung bereaksi berjuang atau melarikan diri, atau ketidakmampuan untuk merasakan atau menyatakan emosi. Gerakan yang membuat sistem badan menjadi relaks dan membantu menyiapkan kemampuan untuk mengolah informasi tanpa pengaruh emosi negatif disebut pemusatan atau bertumpu pada dasar yang kokoh.5)
melibatkan 32 sampel yang meliputi kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Penelitian dilakukan di Panti Wredha Wening Wardoyo Kabupaten Semarang, Jawa Tengah selama 3 bulan dengan frekuensi senam 3 x dalam satu minggu. Instrumen untuk mengukur kemampuan kognitif berupa tes mini mental dengan 11 item pertanyaan untuk menilai kemampuan kognitif berupa kemampuan orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali, dan kemampuan bahasa.
METODE PENELITIAN Notoatmodjo (2002) mengatakan apabila penelitian di lapangan sulit untuk dilakukan randomisasi dapat digunakan rancangan eksperimen semu (Quasi Eksperiment), dengan Non Equivalent Control Group Design.6) Populasi adalah lansia yang masih potensial atau masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari sebanyak 70 orang. Teknik pengambilan sampel adalah quota sampling yang Tabel 1.
HASIL PENELITIAN Terdapat perbedaan distribusi kemampuan kognitif pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah dilakukan senam otak. Distribusi menunjukkan bahwa tidak terdapat gangguan kognitif sedang dan berat setelah perlakuan, seperti terlihat pada tabel 1.
Distribusi Frekuensi Kemampuan Kognintif Lansia Pada Kelompok Perlakuan Sebelum dan Sesudah Diberikan Senam Otak Kemampuan Kognitif
Sebelum f 2 2 5 7 16
Gangguan kognitif berat Gangguan kognitif sedang Gangguan kognitif ringan Kemampuan kognitif normal Total Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada lansia yang melakukan senam otak, kemampuan kognitif yang dimiliki meningkat. Lansia yang memiliki tingkat
% 12,5 12,5 31,3 43,8 100,0
Sesudah f 0 0 1 15 16
% 0,0 0,0 6,3 93,8 100,0
kemampuan kognitif baik dapat dipertahankan dengan mengikuti senam, seperti tergambar pada diagram 1.
Kemampuan Kognitif 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Pretest Perlakuan
Diagram 1.
Postest Perlakuan
Distribusi Frekuensi Kemampuan Kognitif Lansia Pada Kelompok Perlakuan Sebelum dan Sesudah Senam Otak
57
Terdapat distribusi yang hampir sama pada hasil pengukuran kemampuan kognitif antara kelompok kontrol dan perlakuan pada pengukuran awal. Pada akhir pengukuran kelompok kontrol distribusi frekuensi menunjukkan masih
Tabel 2.
terdapat lansia dengan gangguan kognitif sedang dan ringan (tabel 2). Penelitian juga menunjukkan bahwa kemampuan kognitif lansia pada kelompok kontrol bervariasi berupa, meningkat, menurun dan tetap (diagram 2)
Distribusi Frekuensi Kemampuan Kognintif Lansia Pada Kelompok Perlakuan di Awal dan di Akhir Penelitian Kemampuan Kognitif
Awal f 2 3 4 7 16
Gangguan kognitif berat Gangguan kognitif sedang Gangguan kognitif ringan Kemampuan kognitif normal Total
Akhir
% 12,5 18,8 25,0 43,8 100,0
f 0 5 3 8 16
% 0,0 31,3 18,8 50,0 100,0
Kemampuan Kognitif 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Pretest kontrol
Postest kontrol
Diagram 2. Distribusi Frekuensi Kemampuan Kognitif Lansia Pada Kelompok Kontrol di Awal dan Akhir Penelitian Hasil uji statistic dengan Mann Whitney U-Test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kemampuan kognitif saat awal pengukuran (p = 0,897). Dapat diketahui pula bahwa ada perbedaan yang signifikan pada hasil post test kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (p = 0,005).
menjadi kurang efisien di usia lanjut. Walaupun demikian penelitian menunjukkan bila orang tua diajarkan suatu strategi, mereka dapat menggunakannya dengan cukup efektif. 7) Kemampuan kognitif lansia pada kelompok kontrol juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sama, akan tetapi pada kelompok kontrol tidak dipengaruhi oleh senam otak karena tidak dilakukan senam otak. Hal ini sesuai dengan teori apabila otak jarang digunakan maka lama kelamaan maka otak akan menurun fungsinya. 9) Apabila hubungan sel-sel saraf tidak terjalin secara teratur maka akan melemahkan kemampuan otak dalam
PEMBAHASAN Kebanyakan orang merasakan perubahan daya ingat saat bertambahnya usia .7) Lebih lanjut dijelaskan bahwa penurunan kemampuan kognitif pada lansia dapat berlangsung secara normal maupun tidak normal.8) Sistem penyusunan starategi
58
menampung informasi-informasi baik baru maupun lama . 10) Apabila seseorang hanya memanfaatkan salah satu sisi otak saja, maka akan mengalami keterbatasan kemampuan untuk menggunakan sisi otak yang lain secara bergantian.11) Senam otak yang dilaksanakan pada kelompok perlakuan merupakan gerakan sederhana yang menyenangkan yang mampu meningkatkan kemampuan otak dengan menggunakan keseluruhan otak Latihan senam otak adalah inti dari EduKinestik.3) Dimana latihan senam otak ini melibatkan kemampuan intelegensia kinestik yang termasuk dalam refleks tubuh, yang juga dikendalikan oleh otak.11) Melakukan gerakan senam otak sudah pasti terjadi pemprograman gerakan dalam otak. Mengingat gerakan yang dilakukan membutuhkan proses ingatan. Banyak manfaat lain yang dapat diperoleh dari melakukan beberapa gerakan senam otak. Misalnya pada gerakan yang menyebabkan fungsi otak belahan kiri dan kanan bekerjasama akan memperkuat hubungan antara kedua belahan otak secara bersamaan. Gerakan mata yang mengikuti gerakan tangan akan melatih hubungan antar pusat penglihatan dan pusat gerakan.12) Kedua sisi otak yang bekerja secara bersamaan (simultan) dapat menghasilkan kerjasama yang saling memperkuat kemampuan awal. Keuntungan yang diperoleh adalah daya ingat yang lebih tinggi, pemahaman lebih baik, serta sikap mau menerima perkembangan baru yang lebih baik lagi tanpa membatasinya. Otak mampu berperan lebih daripada yang biasa, bahkan pada saat kita menempatkannya pada situasi sulit dengan tekanan sangat besar. Belahan otak kanan dan kiri memiliki fungsi yang berbeda dan mengatur bagian tubuh yang berbeda pula. Setiap belahan otak mempunyai spesialisasi untuk melaksanakan tugas spesifik.9) Orang yang semata-mata menggunakan salah satu sisi otak saja seringkali mengalami kesulitan menggunakan sisi otak yang lain secara bergantian. Bila salah satu sisi otak yang kurang dipergunakan diaktifkan, seringkali hasilnya akan menjadi jauh lebih efektif dibandingkan hanya salah satu saja yang aktif. Bila kedua sisi otak dapat bekerja secara bergantian akan terjadi sesuatu sinergi yang memberikan hasil akhir yang lebih baik.11)
Pada lansia kelompok perlakuan terjadi peningkatan kemampuan kognitif karena senam otak juga dapat meningkatkan masa tanggap visual seseorang, dan pendengaran menjadi lebih baik. Melalui pancaindra seseorang menerima informasi dan menyimpan informasi. Melatih pancaindra merupakan hal yang penting untuk meningkatkan ingatan seseorang. Berdasarkan penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa dengan senam otak maka masa tanggap visual seseorang dapat ditingkatkan. Peneliti tersebut juga melakukan penelitian tentang Effect of Educational Kinesiology on Hearing yang memperlihatkan pendengaran seseorang lebih baik setelah kegiatan senam otak.5) Dalam kurun waktu usia 65-75 tahun didapatkan kemunduran pada beberapa kemampuan dengan perbedaan antara individu yang luas. Diatas usia 80 tahun didapatkan kemunduran pada cukup banyak jenis kemampuan. Banyak kemampuan intelektual yang baru menurun pada usia 80 tahun. Pada pemeriksaan psikometrik didapatkan korelasi yang kuat antara tingkat performans intelektual dengan survival lebih lanjut. Fungsi kognitif menunjukkan sedikit atau tidak ada penurunan pada usia sangat lanjut.2) Kelompok kontrol menunjukkan adanya penurunan kemampuan kognitif pada beberapa responden sedangkan pada lansia yang diberikanz senam otak dari 16 responden, tidak ada yang mengalami penurunan kemampuan kognitif. Pemeriksaan psikometrik yang lainnya ditemukan bahwa penyakit dan bukan proses menua yang normal yang mengurangi fungsi kognitif. Kemampuan intelektual dan harapan hidup menunjukkan korelasi yang positif. Pada lansia kelompok perlakuan yang diberikan senam otak dan ditunjang oleh gaya hidup sehat memperlihatkan kemampuan intelektual yang baik. Meskipun kemampuan kognitif yang dimiliki berbeda antar individu, dimana ada lansia yang banyak mengalami penurunan kemampuan kognitif, namun ada pula yang hampir tidak mengalami penurunan kemampuan kognitif.2) Pada lansia kelompok perlakuan yang berusia 85 tahun memperlihatkan kemampuan kognitif yang sama baiknya dibandingkan kelompok kontrol yang berusia 75 tahun setelah dilakukan senam otak, berdasarkan studi longitudinal yang telah dilakukan oleh National Institute of
59
Mental Health menunjukkan bahwa dari beberapa hasil tes yang dilakukan ada beberapa tes yang mengalami kemajuan, ada tes yang tidak mengalami perubahan hasil, dan ada pula tes yang mengalami penurunan hasil. Dimana pada tes vokabular (kosa kata) dan menyusun gambar didapat kemajuan, pada tes pemahaman, persamaan, mengulang angka, menyelesaikan gambar, membangun balok tidak ada perubahan, sedangkan pada tes yang diberi waktu tertentu, berhitung, hasilnya menurun.2)
kreativitas. Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya. 5. Denisson, E. P. (2002). Buku panduan lengkap brain gym senam otak. Jakarta: PT Grasindo. 6. Notoatmojo, (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta Jakarta 7. Williams, H., & Iddon, J. (2006). Memory boosters penguat ingatan. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. 8. Astuti. (2006). Perlambat pikun dengan latihan otak. From http://www.republika.co.id. 9. Kusumoputro. (2006). Jangan biarkan orang tua cepat pikun. From http://www.indomedia.com/intisari/bug ar.htm. 10. Katz, L. M. (2005). Menjaga vitalitas otak. Semarang: Dahara Prize. 11. Sugiyarto. I. (2004). Mengoptimalkan daya kerja otak dengan berpikir holistik dan kreatif. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 12. Markam, S. (2005). Latihan vitalisasi otak. Jakarta: PT Gramedis.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
Munir, R. (2003). Cerdas dengan senam otak. From http://www. sahabat. nestle @ id.nestle.com. Lumbantobing. (2006). Kecerdasan pada usia lanjut dan demensia. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Supardjiman, K. (2005). Senam otak untuk lansia. From http://www. Ayah Bunda Online.Com. Heimberg, D. M. (2006). Strategi meningkatkan kecerdasan, memori &
60
Analisis Permasalahan Kesehatan Wanita Pemetik Bunga Melati Di Kabupaten Purbalingga Yuliaji Siswanto*), Puji Pranowowati*), Martini**) *) Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Staf Pengajar Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik FKM UNDIP ABSTRACT Problem of health is the national problem which do not get out of various policy of external sector of health, so the effort resolving of have to entangle many sectors. The effort in reaching the target of development of health have to be adapted for public problems, so that intervention really can overcome the public problem. The way to searching public problems is by community diagnosed. The aim of this study is to analyse health problems of farmer picker of jasmine by community diagnosed in Purbalingga Central Java and the solution. Descriptive research by using method survey and cross-sectional approach. The sample of these research were women jasmine’s picker in plucking jasmine with their family at Bukateja District Purbalingga Regency as much as 125 people, it was taken by cluster sampling. The health problem that were found at woman picker of jasmine, covering : Lowering of coverage consume tablet of Fe completely, that was equal to 91,9%, some of respondent (11,6%) unconduct to visit of K4, 9,8% respondent unconduct immunize TT, Height occurence of anaemia (40,8 % pregnant mother with anaemia history, and 94,4 % at woman picker of jasmine), approximately 17,0% respondent beared at traditional midwife, Lowering coverage of mother milk exclusive ( 55,6 %), Occurence of diarrhoea at balita equal to 40,2 %, Occurence of ISPA at balita equal to 87,5 %. Priority of health problem at woman picker of jasmine is height occurence of anaemia, while trouble-shooting priority are counselling to preventive way and danger of anaemia. High occurence of anaemia at women was the problem of health faced by jasmine’s picker at Purbalingga Regency, this matter was caused by the lack of knowledge concerning anemia danger and preventive way to aoid it. Increasing of health knowledge especially concerning to anemic at jasmine’s picker, which is ordinary to be done by giving of counselling by health experts and role improvement of elite figure and kader. Key word : health problem, pregnant, anaemia, women,
ABSTRAK Masalah kesehatan merupakan masalah nasional yang tidak lepas dari berbagai kebijakan sektor luar kesehatan, sehingga upaya pemecahannya harus melibatkan banyak sektor. Upaya dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan harus disesuaikan dengan permasalahan yang ada di masyarakat, sehingga program maupun intervensi penanggulangannya betul-betul dapat mengatasi masalah kesehatan yang dirasakan masyarakat. Cara menggali permasalahan yang ada di masyarakat yaitu dengan cara diagnosis masyarakat (community diagnosis). Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis permasalahan kesehatan petani pemetik bunga melati melalui community diagnosis di Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah serta solusi pemecahannya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei dan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah wanita petani pemetik bunga melati di daerah pertanian bunga melati beserta keluarganya di Kecamatan Bukateja Kabupaten sebanyak 125 orang yang diambil dengan sistim klaster berdasarkan RW. Masalah kesehatan yang dtemukan pada wanita pemetik melati, meliputi : rendahnya cakupan konsumsi tablet Fe secara lengkap, yaitu sebesar 91,9%, kunjungan K4 yang tidak dilakukan oleh sebagian responden (11,6%), tidak dilakukannya imunisasi TT oleh 9,8% responden, tingginya kejadian anemia (40,8% ibu hamil dengan riwayat anemia, dan 94,4% pada wanita pemetik melati), persalinan pada dukun (17,0%), rendahnya cakupan ASI eksklusif (55,6%), kejadian diare pada balita dan responden sebesar 40,2%, kejadian ISPA balita sebesar 87,5%. Prioritas masalah kesehatan pada wanita pemetik melati adalah tingginya kejadian anemia, sedangkan prioritas pemecahan masalah adalah penyuluhan terhadap bahaya dan cara pencegahan anemia. Tingginya kejadian anemia merupakan masalah kesehatan yang dihadapi oleh wanita pemetik melati di Kabupaten Purbalingga, yang disebabkan kurangnya pengetahuan tentang akibat/bahaya yang ditimbulkan anemia dan cara pencegahannya. Perlu dilakukan peningkatan pengetahuan kesehatan terutama tentang anemia pada wanita pemetik melati, yang bisa dilakukan dengan cara pemberian penyuluhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan peningkatan peran serta kader dan tokoh masayarakat. Kata kunci : masalah kesehatan, ibu hamil, anemia, wanita
61
suatu reaksi psikis atau kejiwaan (berpendapat, berpikir, bersikap, dll.) seseorang terhadap lingkungannya, atau sebagai suatu aksi respon dari reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu rangsangan yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan. Perilaku dapat diamati melalui sikap, tindakan, tetapi dapat juga bersifat potensial dalam bentuk pengetahuan, motivasi dan persepsi.6) Wanita yang juga sekaligus sebagai ibu sangat menentukan status kesehatan bagi keluarganya, bahkan tumbuh kembang anaknya. Anak sebagai generasi penerus bangsa merupakan modal bagi pembentukan manusia berkualitas, dan ini dimulai sejak balita bahkan ketika proses perkembangan dalam kandungan ibu. Sangat jelas tergambarkan peran wanita bagi keluarga dan bangsa. Dengan demikian permasalahan kesehatan wanita pekerja di bidang pertanian bunga melati perlu mendapatkan perhatian. Berdasarkan pertimbangan tersebut perlu dilakukan analisis permasalahan kesehatan petani pemetik bunga melati melalui community diagnosis di Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah serta solusi pemecahannya.
PENDAHULUAN Masalah kesehatan merupakan masalah nasional yang tidak lepas dari berbagai kebijakan sektor luar kesehatan, sehingga upaya pemecahannya harus melibatkan banyak sektor. Upaya dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan harus disesuaikan dengan permasalahan yang ada di masyarakat, sehingga program maupun intervensi penanggulangannya betul-betul dapat mengatasi masalah kesehatan yang dirasakan masyarakat. Cara menggali permasalahan yang ada di masyarakat yaitu dengan cara diagnosis masyarakat (community diagnosis). Indikator yang terkait dengan kesehatan wanita diantaranya adalah Angka Kematian Ibu, sebagai salah satu indikator status kesehatan masyarakat. Di Indonesia Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi. Menurut Hermiyanti (1997), AKI sampai tahun 2000 sebesar 225 per 100.000 kelahiran hidup. Beberapa penelitian di Indonesia melaporkan bahwa AKI bersalin dan perinatal berkisar antara 0,8 – 16 per 1000 persalinan. Berdasarkan data pada tahun 1983 setiap tahun di seluruh dunia diperkirakan 500.000 ibu meninggal dalam masa kehamilan atau persalinan, di antaranya 99 % terjadi di negara berkembang. Angka kematian maternal di negara maju sebesar 5-30 per 100.000 kelahiran hidup, sedang di negara berkembang 50-800 per 100.000 kelahiran hidup.1) Penyebab AKI 80 % adalah gangguan persalinan karena perdarahan 42 %, infeksi 15 %, dan komplikasi keguguran. Penyebab tidak langsung di antaranya terlalu muda/tua saat hamil, sering melahirkan/banyak anak, terlambat ditangani, ibu menderita anemia, tingkat pendidikan dan kondisi sosial budaya. Menurut Arif & Choliq (1997) penyebab AKI yaitu faktor keterlambatan yang meliputi : 1) Terlambat mengenali tanda bahaya risiko tinggi; 2) Terlambat mengambil keputusan dalam keluarga; 3) Terlambat memperoleh transportasi dalam rujukan; dan 4) Terlambat memperoleh penanganan gawat darurat secara memadai.2) Anemi merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang banyak diderita oleh sebagain besar wanita. Diperkirakan 63,5% pada ibu hamil dan 28-50% pada wanita lain.3) Anemia dapat berakibat fatal ketika wanita sedang hamil dan melahirkan.4) Bagi pekerja anemia dapat menurunkan produktivitas dan prestasi kerja.5) Faktor internal atau faktor yang mendasar yang mempengaruhi angka kematian ibu (AKI) adalah usia, jumlah anak, pendapatan, pengetahuan dan pendidikan. Pengetahuan merupakan komponen perilaku yang berpengaruh terhadap praktik seseorang. Perilaku adalah
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei dan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua petani pemetik bunga melati di daerah pertanian bunga melati beserta keluarganya di Kabupaten Purbalingga. Kecamatan yang akan digunakan sebagai daerah penelitian adalah Kecamatan Bukateja, dikarenakan petani pemetik bunga melati di Kecamatan Kemangkon dan Kecamatan Kejobong sudah tidak ada, yang disebabkan karena kondisi tanahnya yang tidak memungkinkan (tidak cocok lagi) untuk pertanian buang melati. Kriteria inklusi penelitian adalah petani yang mempunyai balita, atau belum mempunyai balita tetapi sedang hamil dan bersedia diwawancarai. Pengambilan sampel dilakukan dengan sistim klaster berdasarkan RW. HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Masalah Kesehatan Berdasarkan pengumpulan data dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat diidentifikasi berbagai masalah kesehatan yang muncul seperti tercantum dalam tabel 1 berikut : Prioritas Masalah Kesehatan Metode yang digunakan dalam menentukan prioritas masalah adalah metode CARL yaitu metode penentuan prioritas masalah dengan teknik pemberian skor pada serangkaian kriteria tertentu, yaitu
62
kriteria C (ketersediaan sumber daya yang diperlukan), A (kemudahan dalam mengatasi masalah), R (kesiapan tenaga pelaksana dan sasaran serta motivasi), dan L (pengaruh kriteria yang satu dengan yang lain). Prioritas masalah kesehatan secara lengkap dapat dilihat pada tabel 2. Berdasarkan hasil analisis di atas didapatkan prioritas masalah kesehatan pada wanita pemetik melati adalah tingginya kejadian anemia, hal ini dapat dilihat bahwa sebesar 40,8 % wanita pemetik melati menyatakan mempunyai riwayat anemia pada saat hamil, dan sebesar 99,4 % dari wanita pemetik melati ini mengalami gejalagejala anemia pada saat bekerja, seperti mudah mengantuk, cepat lelah, letih dan lesu. Anemia atau lebih banyak dikenal oleh masyarakat dengan kurang darah, adalah disebabkan karena rendahnya kadar haemoglobin (Hb) dalam darah seseorang. Anemia disebabkan karena kurangnya zat besi (Fe) yang dikonsumsi sesorang.7) Anemia kurang besi merupakan salah satu gangguan gizi yang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia, terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Penyebab utama anemia kurang besi adalah karena konsumsi zat besi yang tidak cukup dan absorbsi zat besi yang rendah dari pola makanan yang sebagain besar terdiri dari nasi, dan menu yang kurang beraneka ragam. Konsumsi zat besi dari makanan tersebut sering lebih rendah dari dua pertiga kecukupan konsumsi zat besi yang dianjurkan, dan susunan menu makanan yang dikonsumsi tergolong pada tipe makanan yang rendah absorbsi zat besinya.8) Sesuai dengan tujuan Pembangunan untuk meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas, baik fisik maupun nonfisik, maka penanganan terhadap masalah anemia kurang besi diprioritaskan kepada ibu hamil. Terjadinya anemia gizi pada wanita hamil diawali dari saat seorang wanita penderita anemia gizi, yang selama masa pertumbuhan hingga kehamilannya tidak mendapatkan sumber zat gizi yang cukup maupun pelayanan kesehatan yang mungkin diperlukan, sehingga dia selalu menderita anemia gizi. Alasan lain adalah adanya kehamilan yang berulang-ulang dan dalam selang waktu yang relatif singkat, sehingga cadangan zat besi ibu seakan-akan dikuras guna memenuhi kebutuhan janin atau dapat pula terjadi akibat perdarahan pada waktu melahirkan. Keadaan terakhir tadi akan semakin parah bila masih ditambah oleh adanya pantangan terhadap beberapa jenis makanan, terutama yang kaya zat besi selama kehamilan.
Selain ibu hamil, pekerja wanita juga merupakan salah satu kelompok yang mudah terkena anemia kuarang besi. Anemia kurang besi pada pekerja berakibat pada penurunan kemampuan kerja yang mana akan berakhir pada penurunan produktivitas kerja.9) Penurunan produktivitas ini jelas sekali akan berakibat pada kurangnya pendapatan pekerja. Anemia pada wanita pemetik melati ini dapat disebabkan oleh jam kerja yang dimulai terlalu pagi sehingga responden tidak sempat untuk sarapan pagi, selain itu responden harus tetap memetik melati sampai siang hari sehingga cuaca kerja yang panas di pertanian melati memberikan beban tambahan pada wanita pemetik melati. Pemilihan masalah tingginya kejadian anemia sebagai prioritas masalah yang harus ditangani melihat berbagai pertimbangan seperti yang telah diuraikan di atas. Anemia pada wanita pemetik melati akan berdampak pada kesehatan keluarganya, terutama balita. Didukung pula dengan ketersediaan dan kesiapan tenaga, yaitu adanya bidan desa yang bertugas setiap hari di poliklinik desa yang dibantu adanya kader (SKD) di tiap desa dan juga pos UKK di tiap desa. Selain itu, masyakarat di ketiga desa sangat menghormati tokoh masyarakat, sehingga akan mudah apabila dilakukan pendekatan terhadap tokoh masyarakat. Penyelesaian masalah tingginya kejadian anemia diharapkan bisa mempengaruhi pemecahan masalah yang lain, seperti pertumbuhan janin, BBLR, gizi kurang pada balita, satatus gizi ibu, kematian ibu dan bayi, peningkatan produktivitas kerja. Alternatif dan Prioritas Pemecahan Masalah Berdasarkan prioritas masalah yang telah ditetapkan maka disusun berbagai alternatif pemecahan masalah (tabel 3), selanjutnya dilakukan penentuan prioritas pemecahan masalah. Metode yang digunakan dalam menentukan prioritas pemecahan masalahah adalah metode Hanlon Kuantitatif yaitu metode penentuan prioritas masalah dengan teknik pemberian bobot (yang merupakan nilai maksimum dan berkisar antara 0 – 10 ) dan skoring atas serangkaian kriteria yang ada, yaitu kriteria A (besar masalah), B (kegawatan masalah), C (efektivitas/kemudahan) dan D (PEARL factor). PEARL faktor merupakan berbagai pertimbangan yang harus dipikirkan dalam kemungkinan pelaksanannya (skor 0 = tidak; skor 1 = ya). Berdasarkan analisis pemilihan prioritas pemecahan masalah dengan metode Hanlon Kuantitatif di atas, penyuluhan terhadap bahaya dan caran pencegahan anemia merupakan prioritas pertama.
63
Tabel 1. Identifikasi masalah kesehatan pada wanita pemetik melati di Kabupaten Purbalingga Tahun 2007 No Data Fokus Masalah Kesehatan 1. Pengetahuan Rendahnya tingkat pengetahuan responden Sebanyak 86,4 % responden mempunyai tentang ANC meningkatkan risiko tingkat pengetahuan tentang ANC yang terjadinya anemia ibu hamil, BBLR, kurang (cukup dan rendah), meliputi penyakit tetanus toxoid, gizi kurang pada pengetahuan tentang : ibu hamil, kejadian eklamsia, kematian ibu o Pemeriksaan kehamilan (61,6 % dan bayi. kurang) o Tablet Fe (87,2 % kurang) Rendahnya tingkat pengetahuan o Imunisasi TT (74,4 % kurang) menyebabkan rendahnya atau tidak o Gizi ibu hamil (70,4 % kurang) langgengnya praktek/perilaku kesehatan, Semua responden tidak tahu tentang pre- seperti : eklamsia 14,7 % responden tidak meminum Sebesar 84,0 % (106 responden) tablet Fe mempunyai tingkat pengetahuan kurang Konsumsi tablet Fe yang tidak lengkap tentang anemia (8,1 % responden yang meminum tablet Sebesar 82,4 % ( 103 responden) Fe 90) mempunyai tingkat pengetahuan kurang Pemeriksaan kehamilan yang tidak tentang imunisasi rutin (11,6 % responden tidak melakukan K4) 9,8 % responden yang tidak melakukan imunisasi TT
2.
3.
Perilaku kesehatan Sebesar 11,6 % responden tidak melakukan kunjungan K4 Sebesar 9,8 % responden tidak melakukan imunisasi TT 14,7 % responden tidak meminum tablet Fe 91,9 % responden meminum tablet Fe < 90 tablet Sebesar 69,6 % responden mempunyai makanan pantangan pada waktu hamil Masih ada responden yang memilih tempat persalinan di dukun (17,0 %) Sebesar 44,6 % responden tidak memberikan ASI secara eksklusif
Tempat tinggal Sebesar 86,4 % responden mempunyai kondisi rumah yang kurang sehat o 72,0 % rumah responden mempunyai ventilasi tetapi tidak semuanya dapat dibuka o kondisi jamban yang tidak bersih o 67,2 % responden tidak mempunyai jendela/cerobong asap
88,8 % responden menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakarnya Semua responden mengelola sampah dengan cara ditumpuk dan dibakar
64
Rendahnya tingkat pengetahuan tentang anemia meningkatkan risiko terjadinya anemia pada wanita pemetik melati (94,4 % responden mempunyai gejala anemia) Konsumsi tablet Fe yang tidak lengkap, tidak dilakukannya K4dan adanya makanan pantangan (69,6 %) meningkatkan risiko terjadinya anemia ibu hamil (40,8 % ibu hamil mempunyai riwayat anemia) Makanan pantangan selama hamil meningkatkan risiko status gizi kurang pada ibu dan bayi Tempat persalinan pada tenaga non kesehatan meningkatkan angka kematian bayi dan ibu (AKB dan AKI) Pemberian ASI secara tidak eksklusif meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi pada balita disebabkan daya tahan tubuh kurang (87,5 % balita menderita ISPA, 40,2 % balita menderita diare) status gizi kurang (21,5 %) dan buruk (3,3 %)
Risiko terjadinya ISPA pada balita (87,5 % balita menderita ISPA) dikarenakan kondisi rumah yang tidak sehat meliputi : jenis lantai yang lembab, ventilasi yang kurang, dan pencahayaan yang kurang terang penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar memasak (88,8 %) tidak adanya jendela/cerobong asap di dapur pembakaran sampah Risiko terjadinya diare dikarenakan kondisi jamban yang tidak bersih dan tidak bebas dari serangga
Tabel 2 Prioritas masalah kesehatan pada wanita pemetik melati di Kabupaten Purbalingga tahun 2007. Alternatif Masalah C A R L Nilai Urutan Total 1. Rendahnya cakupan konsumsi tablet Fe 9 6 7 8 3024 V secara lengkap 2. Kunjungan K4 9 7 7 8 3528 III 3. Imunisasi TT 8 7 7 7 2744 VI 4. Tingginya kejadian anemia 9 8 7 9 4536 I 5. Persalinan pada non nakes 7 7 7 7 2401 VIII 6. Rendahnya cakupan ASI eksklusif 8 7 8 8 3548 II 7. Kejadian diare pada balita dan responden 8 8 7 6 2688 VII 8. Kejadian ISPA 8 8 7 7 3136 IV Tabel 3 Prioritas pemecahan masalah tingginya Kabupaten Purbalingga tahun 2007. Inventarisasi Alternatif Kriteria & Bobot Pemecahan Masalah Maksimum A B C 1. Pemberian tablet Fe 7 8 8 kepada wanita pemetik melati 2. Penyuluhan terhadap 9 8 9 bahaya dan cara pencegahan anemia 3. Pemeriksaan kadar Hb 7 8 6 pada wanita pemetik melati secara gratis 4. Meningkatkan peran kader dan tokoh 8 8 9 masyarakat 5. Meningkatkan peran pos UKK 8 8 8
kejadian anemia pada wanita pemetik melati di NPD
PEARL Factor
NPT
Skala Prioritas
120
P 1
E 1
A 1
R 1
L 1
120
IV
153
1
1
1
1
1
153
I
90
1
0
1
0
1
0
V
144
1
1
1
1
1
144
II
128
1
1
1
1
1
128
III
Keterangan : NPD (Nilai Prioritas Dasar) NPT (Nilai Prioritas Total)
= =
SIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingginya kejadian anemia pada merupakan masalah kesehatan yang dihadapi oleh wanita pemetik melati di Kabupaten Purbalingga, yang disebabkan kurangnya pengetahuan tentang akibat/bahaya yang ditimbulkan anemia dan cara pencegahannya.
(A + B) x C (A + B) x C x D 3.
4. 5.
6. SARAN Perlu dilakukan peningkatan pengetahuan kesehatan terutama tentang anemia pada wanita pemetik melati, yang bisa dilakukan dengan cara pemberian penyuluhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan peningkatan peran serta kader dan tokoh masayarakat.
7. 8.
9. DAFTAR PUSTAKA 1. Hermiyanti, Sri. Majalah Kedokteran Unibraw, 1997 2. Arif, Muh, & Chusnul Choliq. Majalah Kedokteran Unibraw, XIII (1), April 1997
65
Dirjen Binawas Depnaker RI dan Dirjen Binkesmas Depkes RI, Pedoman Gerakan Pekerja Wanita Sehat dan Produktif (GPWSP), Jakarta. 1997. Suara Tigaraksa. No. 80/Th. V/Pekan IV April 2004 Sastroamijoyo. Hubungan Gizi dan Produktivitas. Majalah Hiperkes. Volume XII, Jakarta. 1980. Notoatmojo, Sukidjo. Pengantar Ilmu Perilaku. FKM UI, Jakarta. 1985 Tan, Anthony. Wanita dan Nutrisi. PT. Bumi Aksara. Jakarta. 2002. Husaini, MA., Study Nutritional Anemia An Assesment of Information complication of Supporting and Formulating National Policy and Program, Jakarta. 1989 Istiarti, VG Tinuk. Buku Penanggulangan Anemia Gizi Bagi Ibu Hamil. Universitas Diponegoro, Semarang. 2004.
Efectivitas Penerapan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Nyeri Sendi Pada Lansia Penderita Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Ungaran I Kabupaten Semarang Puji Purwaningsih*), Umi Aniroh*), Luvi Dian Afriyani**) *)
Staf Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Staf Pengajar Program Studi D-III Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo
**)
ABSTRACT Joint pain is elderly physically disturbance. Pain can be reduced by pharmacology therapy. One way to reduce joint pain is by doing deep breathing technique. Deep breathing causes increasing of pain tolerance and increasing of oxygen to organ. Then elderly can do daily activity and minimally depends the others. The purpose of research was to know differences between pain tolerance before and after deep breathing relaxation to elderly who get joint pain caused by arthritis. The research was conducted in November 27th to January 31st at The Distric of public health Centre Ungaran I Semarang Regency. The research design was one group Pre-Post test design. The data collected by doing observation with pain scale. The population were elderly who get joint pain. Sample used purposive sampling technique. There were 71 respondences. Wilcoxon was used to analyze data. Before implementing deep breathing relaxation technique, pain levels were mild (9,9 %), moderate (36,6 %), severed (47,9%) and worst (5,6%).After implementing deep breathing relaxation technique, pain levels were no pain (8,5%), mild (39,4 %), severed (9,9 %), worst (4,4 %). Statistic analysis showed that there was a significant related between deep breathing relaxation technique to elderly who get joint pain caused by arthritis (p = 0,000). Deep breathing relaxation technique was effective for elderly who get joint pain caused by arthritis in the Distric of Public health centre ungaran I Semarang regency in 2007/2008. Keyword : deep breathing relaxation techniques, pain level elderly arthritis ABSTRAK Nyeri sendi merupakan gangguan secara fisik yang dikeluhkan oleh lansia. Nyeri dapat ditangani secara mandiri dan hemat melalui terapi non farmakologis.Salah satu cara adalah teknik relaksasi nafas dalam. Melalui nafas dalam dapat meningkatkan kontrol diri terhadap nyeri dengan meningkatkan relaksasi otot, peningkatan aktivitas simpatis dan peningkatan O2 ke seluruh tubuh sehingga nyeri dapat berkurang, lansia dapat beraktivitas secara mandiri dan meminimalkan bantuan dari orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil tingkat nyeri sebelum dan sesudah diberikan nafas dalam pada lansia penderita arthritis. Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas ungaran I Kabupaten Semarang pada bulan Nopember 2007 – Januari 2008 menggunakan jenis penelitian pra-eksperimen dengan rancangan one group pre test – post test design. Teknik Pengumpulan data menggunakan lembar observasi dengan petunjuk skala nyeri. Populasi dalam penelitian adalah semua lansia penderita arthritis di Wilayah Kerja Puskesmas Ungaran I Kabupaten Semarang. Sampel ditentukan secara purposive sampling sejumlah 71 responden. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon. Tingkat nyeri sebelum diberikan napas dalam adalah nyeri ringan (9,9 %), nyeri sedang (36,6 %), nyeri berat (47,9%),nyeri sangat berat (5,6 %). Tingkat nyeri sesudah napas dalam adalah tidak nyeri (8,5 %), nyeri ringan (39,4 %), nyeri sedang (38 %), nyeri berat (9,9 %), nyeri sangat berat (4,4 %). Analisis statistik menunjukkan ada pengaruh yang bermakna pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri pada lansia arthritis (p = 0,000). Efek teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan tingkat nyeri pada lansia arthritis di Wilayah Kerja Puskesmas Ungaran I Kabupaten Semarang tahun 2007/2008 Kata kunci : Teknik relaksasi napas dalam, tingkat nyeri lansia arthtritis
66
PENDAHULUAN Seiring dengan meningkatnya taraf kesehatan dan kesejahteraan maka pada saat sekarang jumlah manusia usia lanjut semakin bertambah. Menurut laporan data demografi internasional yang dikeluarkan oleh Beureau of cencus perkiraan pada tahun 2020 diperkiranan terjadi ledakan lansia dengan perkiraan kenaikan 414% di Indonesia, Kenya 347%, Brazil 255%, India 242%, Cina 220%, Jepang 129%. Saat ini Indonesia berada pada masa transisi demografi, struktur berubah dari populasi muda tahun 1971 menuju tua pada tahun 2020. Tahun 2000 jumlah manusia usia lanjut 15.262.149 (7,28%) dari total populasi tahun 2005 meningkat 17.767.709 (7,29%). Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi memunculkan berbagai cara penanganan nyeri. Penanganan nyeri mencakup terapi farmakologis dan non farmakologis. Penanganan nyeri secara mandiri yang hemat adalah terapi non farmakologis. Terapi non farmakologis yang langsung dapat dilakukan secara mandiri sewaktu manusia usia lanjut terasa nyeri adalah relaksasi nafas dalam. Teknik ini dapat meningkatkan kontrol diri terhadap nyeri dengan meningkatkan relaksasi otot, peningkatan aktivitas simpatis dan peningkatan O2 ke seluruh tubuh sehingga diharapkan nyeri berkurang, manusia usia lanjut dapat beraktivitas secara mandiri seperti dalam konsep manusia usia lanjut yang sehat adalah orang yang meminimalkan bantuan dari orang lain.1) W ilayah kerja Puskesmas Ungaran 1 merupakan Puskesmas dengan jumlah lansia paling banyak diantara 3 wilayah kerja puskesmas. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan lansia harus diperhatikan supaya tercipta kondisi lansia yang produktif dan tidak tergantung pada anggota keluarga. Dari survei yang telah dilakukan di Puskesmas Ungaran 1 menunjukkan bahwa 80 % lansia masih mengeluh nyeri sendi terutama saat udara dingin, 70 % mengatakan sering timbul pertengkaran dengan anggota keluarga dalam minta bantuan disaat lansia akan bergerak atau berpindah tempat. Lansia merasa meropotkan ekonomi anggota keluarga yang lain jika mau minta pengobatan. Rata-rata lansia mengatakan dengan minum obat biasanya nyeri cepat hilang tapi cepat
muncul nyeri kembali, 5 % mengatakan pernah diberitahu saat nyeri dicoba untuk nafas dalam tapi belum dilaksanakan karena sakit terus menerus menjadikan hal tersebut lupa, 30 % mengatakan sering lupa minum obat, 10 % mengatakan obatnya sengaja dibuang karena malas minum obat. Dari hasil wawancara dengan anggota keluarga didapatkan informasi bahwa anggota keluarga sendiri jarang menganjurkan untuk melakukan relaksasi nafas dalam karena sering menjadikan marah antara anggota keluarga dan lansia. Dengan demikian permasalahan lansia perlu mendapatkan perhatian guna menepis pandangan yang keliru terhadap lansia dan menangani masalah umum yang terjadi pada lansia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui manfaat dari teknik relaksasi napas dalam pada lansia dan dapat memberikan masukan kepada lansia supaya dapat meningkatkan kebutuhan psikologis secara mandiri sehingga tetap dihargai oleh anggota keluarga orang lain serta penghematan biaya dalam menjaga kesehatan lansia.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah praeksperimen dengan rancangan one group pre test – post test design.2) Adapun rancangan ini adalah sebagai berikut:
01
X
Pre test
Perlakuan
02 Post Test
Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang ada di wilayah kerja Puskesmas Ungaran 1 sejumlah 105 lansia. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling, dengan kriteria : Lansia dengan usia > 42 tahun, Mengalami nyeri sendi, Kesadaran komposmentis, Komunikasi verbal dengan baik, Orientasi tempat, waktu dan orang maksimal, Tidak melakukan aktivitas berat, Mampu bersosialisasi baik dengan lingkungan, bersedia sebagai responden dengan pertimbangan tersebut maka peneliti mengambil sampel sejumlah 71 responden. Alat pengumpulan data menggunakan lembar observasi perlakuan berupa teknik relaksasi nafas dalam menurut buku Panduan Relaksasi dan Reduksi Stres
67
hasil analisis menunjukkan ada perbedaan jika nilai p < α (0,05).
karangan Davis (1995) dan kuesioner dengan penilaian berupa skala intensitas nyeri dengan pain rule skala 0 – 10, dengan tingkat nyeri : tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat, nyeri sangat berat.3) Analisis bivariat menggunakan uji wilcoxon pada α = 0,05 digunakan untuk mengetahui perbedaan tingkat nyeri sebelum dan sesudah teknik nafas dalam. Interpretasi Tabel 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan data penelitian di wilayah kerja Puskesmas Ungaran 1 Kabupaten Semarang pada tanggal 27 Nopember 2007 – 31 Januari 2008. Wilayah penelitian di Puskesmas Ungaran 1 meliputi 12 RT.
Tingkat nyeri sebelum nafas dalam
Tingkat Nyeri
f
Tidak Nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri sangat berat Total
0 7 26 34 4 71
Dari tabel di atas dapat dilihat tingkat nyeri pada lansia penderita arthritis adalah nyeri sedang (36,6 %), nyeri berat (47,9 %), nyeri ringan (9,9 %), nyeri sangat berat (5,6 %), dan tidak nyeri (0 %). Hal ini menunjukan bahwa adanya kerusakan jaringan sendi sehingga menyebabkan suplai
% 0,0 9,9 36,6 47,9 5,6 100,0
oksigen terganggu ke atau pada daerah tersebut. Akibatnya terjadi penumpukan asam laktat dengan berbagai resiko yaitu pertambahan kadar zat kinin dan enzim proteolitik. Keadaan ini dapat menimbulkan nyeri. Berat ringan nyeri sangat tergantung dengan tingkat kerusakan pada jaringan.3)
Tabel 2. Tingkat nyeri sesudah nafas dalam Tingkat Nyeri Tidak Nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri sangat berat Total
f 6 28 27 7 3 71
Dari tabel di atas dapat dilihat tingkat nyeri pada lansia penderita arthritis sesudah napas dalam adalah tidak nyeri (8,5 %), nyeri ringan (39,4 %), nyeri sedang (38,0 %), nyeri berat ( 9,9 %), dan nyeri sangat berat (4,2 %). Hal ini menunjukkan bahwa lansia dengan nafas dalam dapat mengurangi nyeri sendi. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan metode yang efektif untuk
% 8,5 39,4 38,0 9,9 4,2 100,0
menghilangkan nyeri terutama pada klien dengan nyeri yang bersifat kronis dengan cara mengistirahatkan atau relaksasi otot otot tubuh maka kebutuhan oksigen ke jaringan lebih baik. Dengan demikian kebutuhan penggunaan oksigen di daerah tersebut lebih optimal, maka metabolisme sel berubah dari aerob menjadi anaerob sehingga penimbunan asam laktat tidak terjadi.4)
68
Tabel 3.
Perbedaan tingkat nyeri sebelum nafas dalam dan sesudah napas dalam Nyeri sebelum dan sesudah nafas dalam Penurunan nyeri Peningkatan nyeri Nyeri tetap
N (71) 59 3 9
Mean
Z
p
31,65 28,50
- 6,899
0,000
Tabel di atas menunjukkan bahwa efek teknik relaksasi dapat menurunkan tingkat nyeri pada lansia yang mengalami nyeri arthritis di wilayah kerja Puskesmas Ungaran 1 Kabupaten Semarang. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,000, yang berarti ada pengaruh yang bermakna teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri. Latihan relaksasi dapat membantu meningkatkan pemahaman mengenai ketegangan otot dapat dibenarkan, bahwa dengan relaksasi sirkulasi oksigen ke jaringan terpenuhi sehingga pengurangan asam laktat dan zat-zat kinin pencetus nyeri berkurang. Keadaan yang menimbulkan nyeri berat-ringan nyeri sangat tergantung dengan tingkat kerusakan jaringan, sehingga dengan penurunan tingkat nyeri pada klien arthritis tersebut dapat sebagai justivikasi. Bila nyeri merupakan petunjuk berat-ringannya kerusakan jaringan, dan ternyata dapat diturunkan dengan relaksasi progresif maka pada klien arthritis pada saat nyeri perlu dilakukan relaksasi progresif. Latihan relaksasi ini juga berpengaruh pada sistem imunisasi tubuh yang dapat meningkatkan endogenous opiate (β-endorphin) dan menurunkan katekolamin sehingga daya tahan tubuh meningkat, infeksi dapat dicegah yang akhirnya relaksasi progresif pada klien nyeri arthritis sangat bermanfaat. Hasil penelitian tersebut telah membuktikan bahwa efek teknik relasasi progresif dapat menurunkan tingkat nyeri pada klien yang mengalami nyeri akibat arthritis dan yang ternyata punya efek yang positif terhadap kekebalan tubuh dan meminimalkan proses kerusakan jaringan akibat penyakit tulang degeneratif.4) Hasil ini juga mendukung penelitian Kuchera di China pada sekelompok pengacara dan pertolongan persalinan, bahwa dengan mengontrol napas atau napas dalam maka akan menurunkan tingkat nyeri. Tekhnik relaksasi napas dalam dapat mengontrol kondisi paru sehingga dapat menurunkan tekanan darah, denyut nadi dan
persepsi nyeri. Pada kenyataannya dengan napas dalam terdapat 136 sendi yang bergerak di seluruh tubuh. Diharapkan dengan adanya napas dalam maka sendi pada lansia akan terus terangsang untuk bergerak dan menstimulasi pengeluaran cairan sinovial sehingga dapat sebagai salah satu strategi perawatan mandiri bagi lansia.5) Nyeri dapat berkurang disebabkan karena ketepatan dalam teknik relaksasi nafas dalam. Ketepatan ini menentukan asupan oksigen yang masuk dalam paru sehingga supply oksigen ke jaringan dapat terpenuhi dan dapat merangsang pengeluaran endorphin sebagai endogenous opiate yang dapat membantu untuk penyembuhan jaringan sendi dan pemutus stress fisik dan emosi.6) SIMPULAN 1. Tingkat nyeri sebelum nafas dalam adalah nyeri sedang (36,6 %), nyeri berat (47,9 %), nyeri ringan (9,9 %), nyeri sangat berat (5,6 %), dan tidak nyeri (0 %). 2. Tingkat nyeri sesudah nafas dalam adalah tidak nyeri (8,5 %), nyeri ringan (39,4 %), nyeri sedang (38,0 %), nyeri berat (9,9%), nyeri sangat berat (4,2 %). 3. Efek teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan nyeri lansia dengan arthrtitis (p=0,000). SARAN 1. Perawat keluarga dan komunitas bersama anggota keluarga dapat mendemonstrasikan nafas dalam secara benar pada lansia dengan nyeri arthritis 2. Perawat harus melakukan observasi keberhasilan tindakan dengan menggunakan skala nyeri yang sama 3. Perlu penelitian lebih lanjut dengan teknik guided imageri atau relaksasi otot
69
4. DAFTAR PUSTAKA 1. Tailor C (2003). Fundamental of Nursing. The Artand Science of Nursing Care. JB. Lippincott. Philadelp 2. Notoatmojo, (2001). Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta Jakarta 3. Davis Marta, 1995. Panduan Relaksasi & Reduksi Stres. Edisi III . Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Jakarta.
5.
6.
70
Robert Priharjo. 1993. Perawatan Nyeri. Penerbit EGC. Jakarta Kuchera Michael L. ( 2007). Osteopthic Manipulative Medicine Considerations in Patients with chronic Pain. www.rehabpub.com/features/32004/3.as p diakses 12 januari 2007 Pick Marcelle,OB/GYN NP (2007). Deep Breathing-The truly Essential Exercise.www.jaoa/cgi/content/full/105/ suppl_4/529. diakses 18 September 2007
Studi Fenomenologis Tentang Persepsi Waria Kebutuhan Hubungan Keluarga Atau Pernikahan
Terhadap
Devi Erwikusnaryanti*), M.Hasib Ardani**), Heni Purwaningsih**) *)
**)
Alumnus Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Staf Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRACT A requirement of having family is useful to continue the generation of human life. By having family, human can get the fulfillment of psychosocial requirement, self socialization, reproduction, economy, health treatment, affection, etc. The purpose of this research is to explore the phenomenological study of transsexual’s perception to the requirement of family relationship or marriage. This research was held on Semarang that was at Gajah Mada street, Dr. Cipto, and in Karang Ayu area as the chosen location to do research in February 2009. This research data collecting was done by the researcher as an interviewer, the results were analyzed by organizing and sorting the data into a pattern, category and basic description identity. The results from this research show that a transsexual person is same with general human being, a transsexual also needs love in his life, he wishes to be loved and love, always be together with his couple, has psychological and biological requirements from his couple, and wishes descendant to have a in his relationship. The society has to realize that the existence of transsexual’s in reality, they have various requirements which are same with human being generally. In this case, public should be more open and receive the existence of transsexual in the social life because it can increase the self esteem of a transsexual person.
Key words
: Perception, Transsexual, The requirement
71
PENDAHULUAN Waria menjadi suatu fenomena yang paling menarik dari berbagai varian seksualitas manusia. Waria yang ditemukan adalah seseorang berpakaian wanita, namun jika diteliti lebih lanjut, ia bisa seorang banci atau wandu (hermaprodit) secara fisik maupun secara kejiwaan. Dilihat dari definisi sosiologi, waria adalah suatu transgender. Maksudnya, mereka menentang konstruksi gender yang diberikan oleh masyarakat saat ini. Belum diterimanya waria dalam kehidupan sosial, mengakibatkan kehidupan waria lebih terbatas. 1) Membina hubungan keluarga pada kaum waria menjadi suatu kebutuhan yang penting, di tengah kehidupan masyarakat yang masih menganggap bahwa keberadaan mereka suatu kesalahan. Di lingkungan masyarakat seperti ini fungsi keluarga benarbenar dapat dirasakan. Melalui keluarga waria dapat memenuhi kebutuhannya akan cinta, psikososial, sosialisasi, keamanan, ekonomi dan juga dalam perawatan kesehatan. Adanya keluarga dapat meningkatkan harga diri dari waria itu sendiri. 2) Dari studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti pada komunitas waria di kota Semarang Jawa Tengah dengan di bantu oleh LSM Graha Mitra. LSM Graha Mitra merupakan salah satu LSM yang merangkul keberadaan waria yang ada di Kabupaten Semarang. Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan selama studi pendahuluan, Menurut data dari LSM Graha Mitra ada 271 waria yang tergabung dalam LSM tersebut, 15 diantaranya pernah menikah dengan wanita dan sisanya memiliki hubungan dengan seseorang (pacar) yang berjenis kelamin laki-laki. Waria yang menikah dengan wanita berdasarkan atas tuntutan dari orang tua dan keluarga dan dari hasil pengakuan mereka menunjukkan rasa tidak bahagia selama menjalani hubungan tersebut, sedangkan yang lainnya menjalin hubungan atas kehendaknya sendiri dengan laki-laki walau demikian kenyataan yang ada meskipun waria memiliki sebuah hubungan spesial dengan seseorang (pacar) tetapi masih ada rasa ketidakberanian atau keraguan dalam diri waria mengambil langkah untuk menikah. Hal ini karena banyaknya waria yang gagal dalam membina hubungan keluarga dalam waktu yang sangat singkat dan adanya rasa
ketidakinginan dari pasangan waria untuk menikah. Dengan melihat fenomena yang ada dan diperkuat dengan fakta-fakta bahwa banyaknya kaum waria yang tidak memiliki kepastian status dengan pasangannya atau gagal dalam membina hubungan pernikahan, serta adanya peraturan perundang-undangan tentang perkawinan yang tercantum pada pasal 1 aturan perkawinan yang mengatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita, yang tidak membenarkan pernikahan sesama jenis, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Studi Fenomenologis Tentang Persepsi Waria Terhadap Kebutuhan Hubungan Keluarga atau Pernikahan di Kota Semarang”.
METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan dari sudut fenomenologis, karena peneliti ingin mendapatkan data dengan cara memahami pengalaman hidup manusia sebagai individu yang mengalami dalam keadaan sebenarnya. 3)
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan waria yang tinggal di kota Semarang Jawa Tengah. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu pengambilan subyek yang bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. 4) Penelitian dilaksanakan di kota Semarang, Jawa Tengah tempat tersebut berlokasi di Jl. Gajah Mada, Jl. Dr. Cipto dan di daerah Karang Ayu, yang dilakukan pada tanggal 14 sampai dengan 25 Februari 2009. Alat Pengumpulan Data Peneliti menggunakan observasi terstruktur dan interaksi komunikatif antara peneliti dengan partisipan dalam tehnik wawancara mendalam (indepth interview) untuk mendapatkan relevansi fenomena tertentu yang sangat menentukan keberhasilan penelitian ini, dan untuk menunjangnya digunakan pedoman untuk wawancara yang berisi pertanyaan penelitian, buku catatan dan alat tulis untuk mencatat hasil wawancara (interviewer), alat perekam atau MP3, serta kriteria observasi yang akan digunakan.
72
Analisa Data Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, langkah berikutnya ialah mereduksi data yang dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuansatuan itu kemudian dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dibuat sambil melakukan koding. Tahap akhir dari analisis data ini ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Setelah selesai tahap ini, mulailah penafsiran dalam mengolah hasil sementara menjadi teori substantif dengan menggunakan beberapa metode tertentu. 3) Validitas Data Pada penelitian kualitatif, validitas data dilakukan dengan triangulasi. Triangulasi merupakan penerapan dua atau tiga metode penelitian dan perbandingan hasil yang ditemukan. 5)
HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Hasil Penelitian Pelaksanaan wawancara dilaksanakan pada tanggal 14 sampai dengan tanggal 25 Februari 2009 di kota Semarang Jawa Tengah adapun lokasi wawancara di Jl. Gajah Mada, Jl. dr Cipto, dan di daerah Karang Ayu. Karakteristik dari partisipan dan fenomena persepsi partisipan terhadap kebutuhan hubungan keluarga atau pernikahan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Gambaran Karakteristik Partisipan No
Karakteristik
1 2 3 4
Usia Jenis kelamin Pendidikan Pekerjaan
Kode partisipan R2 R3 26 tahun 30 tahun Pria Pria SD SD Pengamen Pengamen
R1 28 tahun Pria SMU Pengamen
R4 24 tahun Pria SMP Jasa Salon
Fenomena Persepsi Waria Terhadap Kebutuhan Hubungan Keluarga Atau Pernikahan Tabel 2. Kategori Data Mengenai Kebutuhan Hubungan Keluarga Atau Pernikahan No 1
2
3
Kata Kunci a. Mau menikah apalagi kalau cowoknya mau b. Saya sih mau c. Ya pengen nikah aja d. Keinginan ya ada a. Memanggil teman-teman b. Ke KUA c. Di gereja aja d. Merayakan dengan temanteman, secara hukum a. Butuh sekali, biar sama cowoknya awet b. Butuh c. Butuh sekali d. Ada yang menemani dan ada yang menjaga
Kategori Keinginan waria untuk menikah.
Keinginan waria mengenai cara Melangsungkan Pernikahan.
Kebutuhan hubungan keluarga atau pernikahan.
73
Fenomena Persepsi Waria Tentang Kebutuhan Rasa Ingin Memiliki Pasangan Tabel 3. Kategori Data Mengenai Kebutuhan Akan Rasa Ingin Memiliki Pasangan No 1
2
Kata Kunci a. Kalau ditinggalkan yang mungkin aja pernah mengkhayal. b. Ya pernah sih berkhayal, namanya waria sih takutnya direbut sama orang lain. c. Yo pernah mengkhayal. d. Pernah a. Sakitnya pengennya bunuh diri, tangannya pengen di silet, pengen minum ini itu. b. Rasanya ditusuk-tusuk sampai tulang, atau kadang-kadang rasanya pengen bunuh diri. c. Pokoknya pengen bunuh diri. d. Kecewa mba. Seperti gajah yang kehilangan taringnya.
Kategori Perasaan memiliki pasangan pada waria
Penerimaan waria terhadap perpisahan dengan pasangannya.
Fenomena Persepsi Waria Tentang Kebutuhan Biologis dan Psikologis Pada Waria Tabel 4. Kategori Data Mengenai Kebutuhan Biologis dan Psikologis No 1
a. b. c. d. a. b. c. d.
2
Kata Kunci Mungkin aja terpuaskan Terpenuhi. Terpenuhi Terpenuhi lah mba Ya biasa-biasa aja Saya sangat senang, bahagia Senang sekali Merasa senang
Kategori Kebutuhan biologis dalam pernikahan.
Kebutuhan Psikologis dalam pernikahan.
Fenomena Persepsi Waria Tentang Kebutuhan Untuk Meneruskan Keturunan Tabel 5. Kategori Data Mengenai Kebutuhan Untuk Meneruskan Keturunan No 1
2
3
Kata kunci a. Ya kita pengen punya anak yang resmi yang kayak melahirkan sendiri b. Pengennya kayak wanita punya anak c. Kepengen ambil anak supaya saya senang. d. Ya kayak ibu-ibu toh yang ingin punya anak, saya kan juga kayak gitu a. Penting sekali mba b. Ya penting sekali ya menurut saya c. Penting sekali d. Penting sekali mba tanpa anak keluarga ngga terasa lengkap a. Memelihara ponakan sendiri b. Adopsi c. Ambil dari RS Kariadi d. Mengadopsi anak dari rumah sakit
74
Kategori Keinginan memiliki anak
Pentingnya anak dalam pernikahan
Cara merealisasikan keturunan pada waria
PEMBAHASAN
memunculkan suatu pandangan persepsi partisipan terhadap cinta.
Persepsi waria tentang kebutuhan akan cinta Lingkungan masyarakat yang masih belum bisa mengakui keberadaan waria memiliki andil dalam pembentukan persepsi waria terhadap cinta. Sikap keluarga yang belum bisa menerima jika ada anggota keluarganya yang menjadi waria juga berperan dalam pembentukan persepsi waria terhadap cinta. Rendahnya harga diri yang dimiliki oleh waria karena perlakuan yang mereka terima juga berperan dalam pembentukan persepsi waria terhadap cinta. Berbagai faktor tersebut memiliki andil terhadap perubahan persepsi waria karena faktor lingkungan atau masyarakat, keluarga dan dari waria itu sendiri yang mampu membentuk perubahan persepsi waria terhadap cinta, walau demikian dari data yang didapatkan bahwa perasaan partisipan terhadap cinta adalah bagus sebagaimana seperti yang telah diungkapkan partisipan ke 3 dan ke 4 bahwa mereka merasa senang jika jatuh cinta, hal ini mengungkapkan bahwa faktor-faktor tersebut tidak selamanya dapat merubah persepsi waria khususnya terhadap cinta. Tidak terpengaruhnya persepsi partisipan dapat disebabkan karena partisipan tidak memberikan perhatian yang penuh terhadap objek yang dipersepsikan. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditunjukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek. 6) Dalam hal ini pengalaman juga mempunyai andil terhadap pandangan dan perilaku dari partisipan. Pengalaman dapat mempengaruhi persepsi karena semakin banyak pangalaman yang didapat seseorang maka akan memudahkan seseorang dalam mempersepsikan sesuatu. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Adam (2000), bahwa pengalaman merupakan salah satu faktor dalam menentukan diri manusia yang sangat menentukan tahap penerimaan rangsang pada saat proses persepsi berlangsung. 7) Berdasarkan hasil data yang didapatkan, partisipan pertama mengungkapkan bahwa dia sudah dua kali merasakan jatuh cinta, partisipan kedua pernah tiga kali jatuh cinta, partisipan ketiga empat kali jatuh cinta dan partisipan keempat mengungkapkan bahwa dia sudah dua kali jatuh cinta. Dari pengalaman cinta yang diungkapkan oleh partisipan
atau
Persepsi waria tentang rasa ingin memiliki pasangan Dari pernyataan masing-masing partisipan mengungkapkan bahwa mereka tidak sanggup untuk menerima kehilangan pasangannya, hal ini dibuktikan dengan hasil pernyataan oleh partisipan pertama, kedua, dan ketiga yang mengungkapkan rasa sakit sampai menimbulkan keinginan untuk bunuh diri pada mereka. Sedangkan pada partisipan keempat mengungkapkan rasa sakit kehilangan pasangan, seperti partisipan kehilangan salah satu bagian tubuhnya, hal tersebut dibuktikan dengan pernyataan partisipan yang mengungkapkan rasa sakit kehilangan pasangan seperti gajah yang kehilangan taringnya (gading). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh data bahwa kebutuhan terhadap rasa ingin memiliki pasangan pada waria itu sangat kuat atau mereka sangat membutuhkan rasa memiliki pasangan. Kebutuhan rasa memiliki pasangan bagi waria itu sama pentingnya dengan manusia pada umumnya. Seperti pernyataan Herianti (2007) mengungkapkan bahwa kebutuhan memiliki pasangan merupakan hasrat yang mendasari dalam jalinan keluarga, perasaan ini memunculkan keinginan dalam diri seseorang untuk berkeluarga. Karena perasaan inilah yang menyatukan waria dengan pasangannya. Tingginya kebutuhan rasa memiliki pasangan pada waria dapat disebabkan karena hanya pasangannyalah tempat mereka berbagi di tengah lingkungan yang menganggap remeh keberadaan mereka. Tingginya kebutuhan terhadap rasa memilki pasangan pada waria juga dapat di sebabkan oleh faktor lingkungan atau masyarakat yang memandang mereka sebelah mata dan adanya pengalaman yang pernah dialami oleh partisipan terhadap adanya pengalaman gagal dalam manjalin hubungan membentuk suatu persepsi yang lebih kuat mengenai kebutuhan akan rasa memiliki pasangan pada waria.8) Berdasarkan hasil data yang diperoleh diketahui bahwa waria juga membutuhkan rasa memiliki pasangan sama seperti manusia pada umumnya, bahkan sangat dibutuhkan bagi waria. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan 1, 2 dan 3 yang ingin bunuh diri jika kehilangan pasangannya.
75
Persepsi waria tentang kebutuhan untuk meneruskan keturunan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa rata-rata partisipan mengatakan bahwa bagi mereka keberadaan anak dalam pernikahan itu penting. Partisipan mengatakan bahwa anak dalam pernikahan itu penting, penting sekali dan tanpa anak keluarga tidak terasa lengkap. Berdasarkan ungkapan dari keempat partisipan dapat diketahui bahwa waria juga menginginkan kehadiran anak di dalam hubungannya dengan orang yang dicintainya. Hal ini menunjukkan bahwa waria juga memiliki kebutuhan untuk meneruskan keturunan sama seperti kebutuhan manusia pada umumnya, walau mereka sadar bahwa jika bersama pasanganya mereka tidak akan mendapatkan anak kandung. Untuk merealisasikan kehadiran anak di dalam kehidupan waria mereka memilih untuk mengasuh anak saudaranya atau mengadopsi anak dari rumah sakit. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan partisipan mengenai cara mereka dalam mendapatkan anak. Partisipan pertama mengungkapkan bahwa untuk saat ini dia sudah mengasuh kedua keponakannya yang sudah dia anggap layaknya anak sendiri. Partisipan kedua mengungkapkan bahwa cara dia mendapatkan anak dengan cara mengadopsi anak. Partisipan ketiga mengungkapkan bahwa saat ini dia sudah mengasuh anak yang dia dapatkan dengan cara mengadopsi anak dari rumah sakit yang partisipan adopsi sewaktu kecil. Partisipan keempat mengungkapkan bahwa untuk mendapatkan anak, partisipan lakukan dengan cara mengadopsi anak dari rumah sakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Herianti (2007), yaitu meneruskan keturunan merupakan keinginan untuk meneruskan generasi.8) Kehadiran anak dalam kehidupan waria dari hasil yang diperoleh kehadiran anak membawa kebahagian bagi waria dan mereka menginginkan anak seperti layaknya seorang wanita, untuk mewujudkan anak dalam kehidupan waria, mereka lebih memilih untuk mengasuh anak saudaranya atau mengadopsi dari rumah sakit daripada mereka harus menikah dengan wanita. Seperti yang diungkapkan partisipan kedua bahwa dia tidak merasa senang kalau menikah dengan wanita. Walaupun waria tidak merasa bahagia jika menikah dengan wanita, tetapi bagi waria jika mereka
menginginkan anak kandung cobalah untuk menyukai dan menerima wanita sebagai pendamping hidup, karena pada kodratnya laki-laki dipasangkan dengan wanita, bukan laki-laki dengan laki-laki dan hanya menikah dengan wanita seorang waria dapat memperoleh anak kandung. Persepsi waria tentang kebutuhan biologis dan kebutuhan psikologis Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa jika pernikahan bagi waria diperbolehkan maka kebutuhan biologis dan kebutuhan psikologis akan terpenuhi. Masing-masing partisipan mengungkapkan, rata-rata hasil wawancara menyatakan bahwa kebutuhan biologis mereka terpenuhi. Dari hasil wawancara mengenai kebutuhan psikologis bagi waria, rata-rata partisipan mengungkapkan bahwa mereka merasa senang menjalani hubungan mereka yang sekarang. Partisipan pertama menyatakan bahwa perasaannya biasa-biasa saja selama menjalani hubungan dengan pasangannya, partisipan kedua, ketiga dan keempat mengungkapkan perasaan yang senang selama menjalani hubungan dengan pasangannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Waite, L (2001) bahwa dalam pernikahan adanya komitmen yang sama terhadap satu sama lain, mengekspresikan tingkat kepuasan yang sama dalam hubungan mereka. Dari pernyataan keempat partisipan tersebut bahwa kebutuhan psikologis bagi waria itu terpenuhi, tidak ada beban bagi mereka selama menjalani hubungannya. Dari pernyataan partisipan saat wawancara, diperoleh hasil bahwa waria membutuhkan kebutuhan biologis dan kebutuhan psikologis dan mereka juga menginginkan terpenuhinya kebutuhan biologis dan kebutuhan psikologis sama seperti manusia pada umumnya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan Herianti (2007) bahwa tujuan seseorang berkeluarga terutama untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin.8)
KESIMPULAN 1. Persepsi waria tentang kebutuhan akan cinta a. Cinta bagi waria merupakan perasaan yang dirasakan oleh mereka terhadap laki-laki, yang menimbulkan
76
perasaan senang dan bahagia saat mereka bersama dengan orang yang dicintainya. b. Rasa bahagia yang mereka rasakan dengan pasangannya menunjukkan bahwa waria sama dengan manusia pada umumnya yang membutuhkan cinta dalam hidupnya. 2. Persepsi waria tentang kebutuhan rasa ingin memiliki pasangan a. Rasa memiliki pasangan yang dimiliki waria sangat kuat sehingga jika mereka ditinggalkan oleh pasangannya mereka mengungkapkan ingin bunuh diri. b. Rasa memiliki pasangan yang mereka miliki yang dapat mengikat mereka dengan pasangannya sekarang. 3. Persepsi waria tentang kebutuhan biologis dan psikologis a. Kebutuhan biologis bagi waria dalam menjalin hubungan itu penting, dan selama mereka memiliki pasangan kebutuhan biologis mereka terpenuhi. b. Kebutuhan psikologis waria selama menjalin hubungan terpenuhi, mereka tidak pernah merasakan beban yang menggajal di dalam dirinya dan mereka mengungkapkan rasa senang. 4. Persepsi waria tentang kebutuhan meneruskan keturunan a. Bagi waria anak memiliki kedudukan yang penting dalam suatu hubungan b. Untuk mendapatkan anak waria memperolehnya dengan mengasuh anak saudara atau mengadopsi dari rumah sakit
a.
Cobalah untuk lebih bisa memahami kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan oleh waria. b. Jadilah tempat untuk menaungi aspirasi dari kaum waria. 4. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian pada obyek yang sama dengan menggunakan desain penelitian kuantitatif sehingga banyak responden yang dapat diteliti. DAFTAR PUSTAKA 1.
Danandjaja, J. (2003). Menggugat maskulinitas dan feminitas. Edisi 5. Jakarta : Kajian Perempuan Desantara. 2. Wahini, (2002). Kebutuhan waria. (Online). http://www.nabble.com/KEBUTUHA N.WARIA-p18082833.html diakses 13 Nopember 2008. 3. Moleong, L.J. (2005). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya 4. PKBI DIY. (2007). Waria kami memang ada. Yogyakarta : PKBI DIY. 5. Kusnanto, H. (2004). Metode kualitatif dalam riset kesehatan. Jogjakarta : Program Magister Manajemen Pelayanan Kesehatan Universitas Gadjah Mada. 6. Walgito, B. (2002). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta : Galang Press. 7. Adam, I. (2000). Perilaku organisasi. Bandung: Baru Algensido. 8. Herianti. (2007). Empat komponen dalam berkeluarga. (Online) http://herianti.wordpress.com/2007/05/ 11/empat-komponen-dalamberkeluarga/ diakses 27 Desember 2008. 9. Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta. 10. Habiiballah, S. R. (2005). “Jangan lepas jilbabku : catatan harian seorang waria”. Jogjakarta: Galang Press.
SARAN 1. Bagi masyarakat a. Terimalah waria yang ada di sekitar anda, jangan kucilkan keberadaan mereka lagi seperti perilaku yang ada sekarang b. Cobalah untuk bersikap lebih terbuka terhadap keberadaan waria yang ada di tengah masyarakat. 2. Bagi waria, cobalah untuk menyukai dan menerima wanita sebagai pendamping anda, karena pada kodratnya laki-laki dipasangkan dengan wanita, bukan lakilaki dengan laki-laki. 3. Bagi lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menaungi waria,
77
Ketersediaan Garam Beriodium Terhadap Angka Kejadian Penyakit Gondok Pada Ibu Rumah Tangga Di Dukuh Krajan Desa Krajan, Tembarak, Temanggung Sri Prihatin*), Jatmiko Susilo**), Anggun Trisnasari***) *)
Alumnus STIKES Ngudi Waluyo Staf Pengajar Program Studi Farmasi STIKES Ngudi Waluyo ***) Staf Pengajar Program Studi D-III Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo **)
ABSTRACT Mumps is a disease marked with enlargement of thyroid gland that caused by lacking of iodine. In Central Java, the incidence of Iodine deficiency (GAKI) in 2003 was 6,58% and increased up to 9,68% in 2004. This research aims to know the incidence of mumps on housewives who consumed salt in her meals. at Krajan, Tembarak, Temanggung. This research used analytic method by case control approach. 105 samples of 143 population were obtained by Yamane formula and sampling technique by simple random method . Iodine concentration was analyzed by Iodine test and the incidence of mumps by enlargement of thyroid gland.palpation. The data tested by using Chi Square. Amount 55,24% housewives consumed standard concentration of iodized salt whose not had the enlargement of thyroid gland were 44,76 % and 27,62 % get the enlargement of thyroid gland. Amount 44,76% housewives who had consumed substandard iodized salt and got the enlargement of thyroid gland 10.48 %, but 27,62 % were not get thyroid gland enlargement. Statistically was obtained that X2 calculation, 4,854 > X² table, 3,841, where p = 0,047, It’s mean that there was correlation between the availability of standard iodized salt with the number of mumps occurrence. The Odd ratio = 0,377, it’s mean housewives consumed iodized salt according to standard concentration the opportunity as 0,377 times to get the enlargement of thyroid gland. Keyword
: Iodized salt, Mumps
ABSTRAK Penyakit gondok adalah penyakit yang ditandai pembesaran kelenjar gondok akibat kekurangan Iodium dalam tubuh. Di Jawa Tengah angka prevalensi (2003) 6,58% meningkat menjadi 9,68% (2004). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketersediaan garam beriodium dengan angka kejadian penyakit gondok pada penduduk Dusun Krajan Desa Krajan Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung. Desain penelitian case control pada 105 ibu rumah tangga dari 143 populasi. Kadar Iodium dianalisa menggunakan Iodina tes dan penyakit gondok dengan palpasi pembesaran kelenjar gondok. Data diuji menggunakan Chi Square dan dihitung Odd ratio (OR). Sebanyak 55,24% ibu rumah tangga menyediakan garam beriodium standar, dengan palpasi 10,48% gondok positif dan 44,76% gondok negatif.. Sebanyak 44,76% garam iodium substandar, palpasi ibu rumah tangga positif 17,14% dan palpasi negatif 27,62%. Ada hubungan bermakna antara ketersediaan garam beriodium dengan angka pembesaran kelenjar gondok, X2 hitung (4,854) > X2 tabel (3,841), p=0.047. Angka kejadian (Odd ratio) ψ = 0,377, artinya ibu rumah tangga yang menyediakan garam beriodium sesuai standar berpeluang 0,377 kali mengalami pembesaran kelenjar gondok. Kata kunci
: Garam beriodium, pembesaran kelenjar gondok
78
PENDAHULUAN
beriodium dengan kejadian pembesaran gondok dan perhitugan Odd Ratio (ψ = Psi) untuk mengetahui angka kejadian dilakukan
Gangguan Akibat Kurang Iodium ( GAKI ) di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius mengingat dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan kwalitas sumber daya manusia. Gangguan ini dapat berakibat selain pada rendahnya prestasi anak usia sekolah tetapi juga menyebabkan rendahnya produktifitas kerja pada ibu rumah tangga dewasa. 1) Survey Nasional Pemetaan GAKI tahun 1998 ditemukan bahwa 33% kecamatan di Indonesia masuk kategori endemik yaitu 21% endemik ringan, 5% endemik sedang dan 7% endemik berat. Diperkirakan 53,8 juta penduduk tinggal di daerah endemik GAKI dengan rincian 8,8 juta penduduk tinggal di daerah endemik berat, 8,2 juta tinggal di daerah endemik sedang, 36,8 juta tinggal di daerah endemik ringan ( Promosi Kesehatan, 2003 ). Angka prevalensi GAKI Jawa Tengah sebesar 6,58% pada tahun 2003 dan pada tahun 2004 angka prevalensi menjadi 9,68 % yang merubah status Jawa Tengah dari daerah non endemis (1996) menjadi daerah endemis ringan. Meskipun daerah endemis ringan tapi beberapa kabupaten dan kecamatan termasuk endemis berat seperti Kabupaten Temanggung (44,82%), dan 26 kecamatan, endemis sedang seperti Kabupaten Wonosobo (24.93%) dan 19 kecamatan; dan endemis ringan pada 98 Kecamatan. 2) Upaya penanggulangan GAKI, diantaranya Iodinisasi pada semua garam konsumsi rumah tangga. Ironisnya sekitar 26,76% rumah tangga belum mengkonsumsi garam beriodium sesuai standar. 2)
HASIL DAN PEMBAHASAN Desa Krajan Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung merupakan daerah pegunungan seluas 215,2 Ha dengan jumlah penduduk 1.116 jiwa terdiri dari Dusun Krajan dan Dusun Jurang Jero. Hasil analisa kadar iodium dalam garam sesuai standar (kadar Iodium > 30%) sebanyak 58 (55,24%) ibu rumah tangga dan substandar (kadar < 30%) sebanyak 47 ibu rumah tangga (44,76%). Adanya ibu rumah tangga menggunakan garam beriodium substandar antara lain menunjukkan distribusi belum merata dan terjangkau di samping itu perlu pemahaman pentingnya konsumsi garam beriodium sehari-hari melalui penyuluhan dan promosi pada pertemuan-pertemuan Darma Wanita, arisan ibu-ibu PKK, pertemuan desa, pertemuan RT/RW, pengajian, bahkan saat berbelanja Selain itu mengefektifkan penerapan peraturan produksi dan distribusi garam beriodium sesuai standar dengan kadar 30-80 ppm sesuai Keppres no 69 tahun 2994 tentang pengadaan garam beriodium. 3) Ibu rumah tangga menambahkan garam kedalam masakan bersama bumbu masak sebanyak 10 (9,52%) ibu rumah tangga, sebanyak 81 (77.15%) ibu rumah tangga pada saat masakan masih mendidih di perapian dan sebagai garam meja.sebanyak 14 (13,33%) ibu rumah tangga Kehilangan Iodium dapat terjadi karena bereaksi dengan asam dan pemanasan (penambahan garam pada saat mendidih berakibat berkurangnya Iodium hingga 20 persen). Oleh karena itu, sangat dianjurkan agar penambahan garam dapur ke dalam makanan dilakukan sesudah proses pemasakan dan ditutup 3) tetapi hasil penelitian Sumarno (2004) menunjukkan bahwa Iodium tidak rusak atau hilang dalam pemasakan. 4) Cara pengelolaan seperti penyimpanan di tempat kering dalam wadah tertutup rapat (higroskopis) dan tidak terkena matahari langsung (disimpan dalam plastik pada suhu 250C-270C, kelembapan nisbi 70% - 80% dapat bertahan selama 6 bulan, tetapi kadar Iodium hilang kurang lebih 70% tergantung ketinggian suatu daerah). dan cara pengambilan
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian case control pada 105 ibu rumah tangga. Sampel diambil sacara acak sederhana (simple random sampling). Kadar Iodiumdalam garam dianalisa mengunakan Iodiumtest dan dilakukan palpasi untuk mengetahui pembesaran gondok. Data yang dikumpulkan terdiri dari (1) Cara penambahan garam beriodium ke dalam masakan; (2) kadar iodin dalam garam; dan (3) Palpasi pembesaran kelenjar gondok. Data diuji dengan uji Chi Squre untuk mengetahui hubungan ketersediaan garam
79
(menggunakan sendok kering) juga salah satu faktor yang menyebabkan berkurangnya kadar iodium. 5) Terjadinya pengurangan kadar Iodium yang bermakna setelah garam beriodium disimpan selama 6-12 bulan, di lain pihak beberapa hasil penelitian telah dilaporkan adanya kestabilan kalium yodat yang tinggi. 6) Palpasi pembesaran kelenjar gondok teraba/terlihat sebanyak 29 ibu rumah tangga (27,62%), terdiri dari Grade I, Grade II dan Grade III masing-masing sebanyak 20 (68,96); 7 (24,13%) dan 2 (6,89%) ibu
rumah tangga, dan ibu rumah tangga yang tidak mengalami pembesaran sebesar 76 (72,38%). Garam diproduksi dari kristalisasi air laut dan tidak semua mengandung Iodium dalam kadar yang cukup, karena itu perlu Iodinisasi. Makanan kaya unsur Iodium banyak terkandung di dataran rendah dan pesisir pantai. Konsumsi makanan laut (ikat laut, kerang, cumi atau rumput laut) dapat menambah asupan iodium.. Konsumsi garam beriodium secara rutin dapat memperkecil kemungkinan mengalami pembesaran kelenjar gondok. 7,8)
Tabel 1 Data Ketersediaan Garam Beriodium dengan pembesaran kelenjar gondok di Desa Krajan Kecamatan Tembarak Kabupaten Temangung. Kadar Iodium dalam Palpasi Pembesaran Kelenjar Gondok garam Teraba / terlihat Tidak Total teraba / terlihat Jumlah % Jumlah % Jumlah % Standar (>30%) 11 10.48 47 44.76 58 55.24 Substandar (<30%) 18 17.14 29 27.62 47 44.76 Total 29 27.62 76 72.38 105 100
Dari 58 ibu rumah tangga menyediakan garam beriodium sesuai standar sebanyak 11 (10,48%) diantaranya mengalami pembesaran kelenjar gondok dan 47 (44,76%) tidak mengalami pembesaran kelenjar gondok. Sedangkan dari 47 ibu rumah tangga menyediakan garam beriodium substandar, sebanyak 18 (17,14%) palpasi positif dan palpasi negatif sebesar 29 (27,62%). Uji statistik diperoleh nilai X2 hitung : 4,854 > X2 tabel : 3,841 pada p=0.047. Ada hubungan bermakna antara ketersediaan garam beriodium sesuai standar dengan angka kejadian penyakit gondok. Perhitungan Odd Ratio diperoleh ψ = 0,377, berarti ibu rumah tangga yang menyediakan garam beriodium sesuai standar mempunyai peluang 0,377 kali mengalami pembesaran kelenjar gondok dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang menyediakan garam beriodium substandar. Kejadian penyakit gondok dipengaruhi oleh defisiensi Iodium, faktor genetik dan goitrogenik Goitrogen merupakan senyawa/agen penyebab pembesaran kelenjar gondok dengan mengganggu mekanisme pengaturan
metabolisme kelenjar gondok dan eksresi hormon tiroid. 9)
SIMPULAN 1. Ada hubungan signifikan antara ketersediaan garam beriodium dengan kejadian penyakit gondok pada ibu rumah tangga, p value : 0,047. 2. Odd Ratio, ψ = 0,377. berarti ibu rumah tangga yang menyediakan garam beriodium sesuai standar berpeluang 0,377 kali mengalami pembesaran kelenjar gondok dibanding ibu rumah tangga yang menyediakan garam beriodium substandar. SARAN 1. Perlu diperhatikan cara penyimpanan.dan cara penambahan garam beriodium kedalam masakan secara benar karena sangat mempengaruhi kadar Iodium. 2. Perlu dilakukan penelitian pengaruh cara penambahan garam beriodium kedalam masakan terhadap kadar iodium
80
DAFTAR PUSTAKA 1. Fadillaturrahman, R. 2004. Iodium senjata Perangi Kebodohan. .
. 2. Dinas Kesehatan Provinsi Jateng. 2003. Pemerintah Provinsi Jateng DINKES Profil Kesehatan Provinsi Jateng tahun 2003. http://www.Jawatengah.go.id/dinkes/ne w/profile 2003/bab 4 htm#atas. 3. Saksono, N. 2003. Kestabilan garam beriodium dalam bumbu dapur. . 4. Sumarno, I. 2004. Iodium Tidak Rusak atau Hilang dalam Pemasakan. . 5. Kusmayadi, A. 2004. Cara Memilih dan Mengolah Makanan Untuk Perbaikan Gizi Masyarakat. . 6. Palupi, L. 2003. Stabilkah Kalium Iodat dalam Garam?. http://www Gizi.netmakalahkestabilan%20KIO3.P DF. 7. Dachroni. 2003. Promosi Garam Beriodium Di rumah Tangga.
81
PEDOMAN BAGI PENULIS Informasi umum Jurnal Gizi dan Kesehatan menerima makalah ilmiah dari para staf STIKES, AKBID DAN AKPER, para alumnus NGUDI WALUYO, maupun profesi lain yang berhubungan dengan kesehatan. Makalah dapat berupa karangan asli (penelitian), laporan kasus, ikhtisar kepustakaan, dan tulisan lain yang ada hubungannya dengan bidang kesehatan. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar berdasarkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum pembentukan Istilah atau dalam bahasa Inggris. Format naskah Tulisan diketik pada kertas kuarto, batas atas-bawah dan samping masing-masing 2,5 cm, spasi dobel, font Times New Roman, ukuran 12 dan tidak bolak balik. Naskah untuk penelitian (karangan asli) harus meliputi : 1) Judul tulisan, dibuat singkat bersifat informatif dan mampu menerangkan isi tulisan; nama para penulis lengkap berikut gelar beserta alamat kantor/instansi /tempat kerja lain, diletakkan di bawah judul. 2) Pendahuluan, berisi latar belakang, masalah, maksud & tujuan serta manfaat penelitian. 3) Bahan/subyek dan cara kerja. 4) Hasil penelitian. 5) Pembahasan, kesimpulan dan saran. 6) Pernyataan terima kasih (kalau ada). 7) Daftar rujukan. 8) Lampiran-lampiran. Tabel/bagan/grafik/gambar/foto, harus dibuat dengan jelas dan rapi disertai keterangan yang jelas dan informatif. Diberi nomor menurut urutan dalam naskah. Gambar/bagan harus berwarna, jumlahnya dibatasi tidak lebih dari 3 lembar, keterangan ditempatkan di bawah gambar/bagan: Keterangan tabel ditempatkan di atas tabel. Tabel/bagan/grafik/gambar/foto semuanya dilampirkan terpisah dari naskah. Rujukan dalam teks dibuat berdasarkan model Vancouver yaitu dengan angka sesuai dengan urutan tampil. Angka ditulis di atas (superscript) tanpa kurung setelah tanda baca. Bila angka berurutan bisa disingkat. Misalnya 2,3,4,6,7 ditulis menjadi 2-7. Daftar rujukan, disusun menurut cara Vancouver, menurut urutan penampilan dalam naskah, ditulis dengan urutan sebagai berikut : Nama dan huruf pertama nama keluarga penulis, judul tulisan kemudian untuk majalah diikuti dengan : Nama majalah (dengan singkatan yang umum dipakai), tahun, volume dan halaman. Sedangkan untuk buku diikuti Nama kota, penerbit, tahun dan halaman (bila perlu). Contoh: Maryanto, S, Siswanto, Y. and Susilo, J. The effect of fiber on lipid fraction rats with high cholesterol dietary. Jurnal Kesehatan dan Gizi 2007;1;1: 1-10 Ardhani, M.H, Sulisno, M., dan Rosalina. Teknik mengontrol halusinasi dalam manajemen ESQ. Edisi 2, Ungaran, 2001. Priyanto, Muhajirin, A. Program Studi Ilmu Keperawatan. Stikes Ngudi Waluyo [on line] : URL. http://www.nwu.ac.id/personal,kuliah,edu/.plan.l l. 2006. Nama penulis yang dikutip dalam naskah harus tercantum dalam daftar rujukan. Dalam mengutip nama penulis dalam naskah harus dibubuhi tahun publikasi. Untuk sumber pustaka dari internet ditulis : nama penulis, judul, organisasi penerbit, [On Line] : URL nomor Home Page, tahun.
82
Abstrak Abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia dan Inggris terdiri sekurang-kurangnya 100 kata sebanyak-banyaknya 350 kata, diketik pada lembaran kertas terpisah dengan spasi ganda. Abstrak penelitian berupa "structured abstract" berisi : 1. Pendahuluan /Introduction : Berisi latar belakang, masalah, tujuan, dan kegunaan penulisan. 2. Subyek/Material dan Metode/Subject/Material and Method. Berisi: Subjek : nyatakan cara-cara seleksi, kriteria yang diterapkan, dan jumlah peserta pada awal dan akhir penelitian. Rancangan : tulisan rancangan penelitian yang tepat, pengacakan, secara buta, baku emas untuk diagnostik, dan waktu penelitian (restrospektif atau prospektif). Tempat: menunjukkan tempat penelitian (rumah sakit, klinik, komunitas) juga termasuk tingkat pelayanan klinik (primer, atau sekunder, praktek pribadi atau intitusi). Intervensi : uraikan keistimewaan intevensi, termasuk metode & lamanya. Ukuran luaran utama : harus dinyatakan sebelum merencanakan pengambilan data. 3. Hasil (Result) : Jika memungkinkan pada hasil disertakan interval kepercayaan (yang tersering adalah 95 %) dan derajat kemaknaan. Untuk penelitian komparatif, interval kepercayaan harus berhubungan dengan perbedaan antara kelompok. 4. Kesimpulan (Conclusions) : nyatakan kesimpulan yang didukung oleh data penelitian (hindari generalisasi yang berlebihan atau hasil penelitian tambahan). Perhatian yang sama diberikan pada hasil yang positif maupun yang negatif sesuai dengan kaidah ilmiah. 5. Di bawah abstrak bahasa Inggris ditulis kata kunci (Keywords) maksimal 4 kata dalam bahasa Inggris. Sinopsis Sinopsis diketik dalam bahasa Indonesia atau Inggris terdiri atas 1 atau 2 kalimat, tidak lebih dari 25 kata dari kesimpulan naskah, digunakan dalam penulisan daftar isi, dan diketik pada lembar terpisah dengan spasi ganda. Running title Berikan judul singkat naskah pada sisi kanan atas pada tiap lembar naskah. Pengiriman Berkas dikirim rangkap dua (hard copy) disertai CD (soft copy) dengan mempergunakan program Microsoft Word, dialamatkan kepada Redaksi Jurnal Gizi dan Kesehatan, STIKES NGUDI WALUYO, JI. Gedongsongo – Mijen, Ungaran, Kabupaten Semarang . Ketentuan lain Redaksi berhak memperbaiki susunan naskah atau bahasanya tanpa mengubah isinya. Naskah yang telah dimuat di majalah lain tidak diperkenankan diterbitkan dalam majalah ini
83