ISSN 1978-0346
Volume 2, Nomor 2, Agustus 2010
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo - Ungaran
JGK
Vol. 2
No. 2
Halaman 58 - 97
Ungaran Agustus 2010
ISSN 1978-0346
ISSN : 1978-0346 Penanggung jawab
:
Pimpinan Umum Wakil Pimpinan Umum
: :
Asaat Pitoyo. S.Kp.,M.Kes. (Ketua STIKES Ngudi Waluyo) Drs. Sugeng Maryanto, M.Kes. Puji Pranowowati, S.KM, M.Kes.
REDAKSI Editor Pelaksana Ketua : Wakil Ketua :
Yuliaji Siswanto, S.KM, M.Kes.(Epid). Rosalina, S.Kp., M.Kes.
Anggota
:
Auly Tarmaly, SKM, M.Kes. Drs. Jatmiko Susilo, Apt, M.Kes. Puji Purwaningsih, S.Kep. Ns Heni Hirawati Pranoto, S.SiT Galeh Septiar Pontang, S.Gz.
:
Prof. dr. Siti Fatimah Muis,M.Sc.,Sp.GM dr. Ari Udiyono, M.Kes Ir. Suyatno, M.Kes dr. Kusmiyati D.K , M.Kes.
: :
Sukarno, S.Kep., Ns. Heni Purwaningsih, S.Kep., Ns.
Editor Ahli
SEKRETARIAT BENDAHARA
JGK diterbitkan 2 kali dalam satu tahun. Harga langganan : Rp. 25.000,Alamat Redaksi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Jl. Gedongsongo-Mijen, Ungaran Tlp: 024-6925408, Fax: 024-6925408 E-mail : www.nwu.ac.id
ii
ISSN 1978-0346 Vol. 2, No. 2, Agustus 2010
Daftar Isi
Widya Hary Cahyati
Hubungan Konsumsi Energi Dengan Kegemukan pada Ibu Rumah Tangga (Studi Kasus Di Desa Bgemplak Kidul - Pati)
58 - 63
Siti Badriah Yuliaji Siswanto.
Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Prestasi Belajar Siswa Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda Desa Sumber Rejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang
64 - 69
Suharyo
Hubungan Hipertensi dan Kadar Kolesterol Dengan Kejadian Stroke (Studi Kasus di RSUP Dr. Kariadi Semarang)
70 - 75
Ardi Febianto Auly Tarmali
Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Gizi Lebih pada Balita di Desa Pesantunan Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes
76 - 81
Sinduwati Puspa Arum Puji Pranowowati
Kajian Status Gizi Balita Berdasarkan Konsumsi Ikan, Konsumsi Energi dan Protein pada Balita di Perkampungan Nelayan Tambak Lorok Kelurahan Tanjung Mas Kota Semarang
82 – 86
H.Haryanti Krido Utami Sugeng Maryanto Deny Yudi Fitranti
Hubungan Kebiasaan Makan Telur Ayam Dengan Status Gizi Balita di Dusun Leyangan Krajan Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur
87 – 91
Daya Melarutkan Ekstrak Akar Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) Terhadap Kalsium Retno Batu Ginjal Secara In Vitro
92 - 97
M Sofwan Haris Jatmiko Susilo Sikni Karminingsih
iii
Hubungan Konsumsi Energi Dengan Kegemukan Pada Ibu Rumah Tangga (Studi Kasus Di Desa Ngemplak Kidul - Pati) Widya Hary Cahyati*) *) Staf Pengajar pada Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat FIK UNNES
ABSTRAK Latar Belakang : Profil kesehatan Jawa Tengah pembangunan kesehatan tahun 2001-2005 memiliki kegiatan pokok penanggulangan gizi lebih dengan indikator kinerja prevalensi gizi lebih, untuk tahun 2001 sebesar 7,5%, tahun 2002 sebesar 6,5%, tahun 2003 sebesar 6%, tahun 2004 sebesar 5%, tahun 2005 sebesar 5%. Berdasarkan survei pendahuluan di Desa Ngemplak Kidul jumlah ibu rumah tangga sebanyak 427 orang. Pengukuran antropometri (Indeks Massa Tubuh / IMT) mendapatkan 150 orang ibu rumah tangga yang mengalami kegemukan yaitu sebesar 35,13%. Metode : Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan case control. Populasi penelitian adalah semua ibu rumah tangga yang berjumlah 427 orang. Kelompok kasus (yang memiliki IMT 25,1 – 30,0) sejumlah 25 orang dan kelompok kontrol (yang memiliki IMT 18,5 – 25,0) sejumlah 50 orang. Sampel diperoleh dengan menggunakan teknik simple random sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Formulir recall makanan, 2) Timbangan berat badan, 3) Microtoice, 4) Kuesioner. Data penelitian diperoleh dari data primer dan sekunder, data primer diperoleh melalui observasi, wawancara dan pengukuran antropometri. Hasil : Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pada kelompok kasus tingkat konsumsi energi ibu baik 80,0% dan pola makan konsumsi energi ibu sedang 20,0%, sedangkan untuk kelompok kontrol yang baik 28,0% dan yang sedang 72,0% (p=0,001 dan OR=10,29). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kegemukan dengan tingkat konsumsi energi. Ibu rumah tangga yang memiliki tingkat konsumsi energi baik mempunyai risiko kegemukan 10,29 kali lebih besar dibandingkan yang memiliki tingkat konsumsi energi sedang. Saran : Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang diajukan adalah supaya kader gizi Desa Ngemplak Kidul Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati, hendaknya memberi penyuluhan tentang keluarga sadar gizi (kadarzi) untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya ibu sehingga dalam penyediaan makanan salam keluarga dapat memperhitungkan kandungan gizi.
Kata Kunci: Tingkat konsumsi energi, kegemukan ibu
PENDAHULUAN Data Survei Rumah Tangga (SKRT) yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan secara berkala memperlihatkan pergeseran peringkat penyakit-penyakit yang bertalian dengan gangguan metabolisme bagi penyebab kematian di Indonesia. Penyakit kardiovaskuler misalnya telah menggeser dari urutan ke 9 penyebab kematian dalam tahun 1872, menjadi urutan ke 6 pada tahun 1980, dan bergeser menjadi urutan ke 3 pada 1986.pengalaman diberbagai negara industri menunjukkan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan gangguan metabolisme zat gizi seperti obesitas, penyakit kardiovaskuler, penyakit kencing manis dan sebagainya telah menjadi masalah dalam bidang kesehatan masyarakat. Sejalan dengan peningkatan
penghasilan dan perbaikan tingkat hidup masyarakat. Ada tiga faktor yang diperkirakan mendorong terjadinya penyakit yang bertalian dengan gangguan metabolisme zat gizi itu antara lain perubahan perilaku masyarakat kearah menurunnya aktifitas fisik karena tersedianya berbagai kemudahan hidup sehingga terjadi penurunan penggunaan energi, perubahan pola makan kearah semakin tingginya kandungan energi makanan, meningkatnya konsumsi lemak jenuh dam kolesterol, konsumsi gula dan sebagainya. Masyarakat semakin terfbiasa dan menyenangi jenis makanan terolah, makanan siap saji, kadar serat rendah serta garam yang cukup tinggi. Ketiga faktor itu secara bersama-sama mendorong terjadinya berbagai 1) penyakit gangguan metabolisme gizi .
58
Pada widya karya nasional pangan dan gizi tahun 1993 Indonesia menghadapi dua masalah gizi sekaligus atau lebih dikenal dengan masalah gizi ganda yaitu di satu pihak masalah gizi kurang masih menjadi masalah gizi uatam dibeberapa daerah dan dilain pihak timbul masalah gizi lebih sebagai dampak dari kemakmuran yang ternyata diikuti oleh perubahan gaya hidup. Gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas, kelebihan energi yang dikonsumsi disimpan 2) didalam jaringan dalam bentuk lemak . Kegemukan pada dewasa ini merupakan sesuatu yang menjadi masalah bagi sebagian orang terutama pada orang dewasa usia 25 tahun keatas. Perubahan yang terjadi pada berat badan dalam waktu singkat biasanya akan membuat keresahan, hal ini terutama pada wanita. Secara umum dapat dikatakan bahwa kegemukan adalah dampak dari konsumsi energi yang berlebihan, dimana energi yang berlebihan tersebut dismpan didalam tubuh sebagai lemak, sehingga akibatnya dari waktu ke waktu badan menjadi 2) tambah berat . Masalah gizi lebih disebabkan oleh kebanyakan masukan energi dibandingkan dengan keluaran energi. Penanggulannya adalah dengan menyeimbangkan masukan dan keluaran energi melalui pengurangan makanan dan penambahan latihan fisik atau olah raga serta menghindari tekanan hidup atau stress. Penyeimbangan energi dilakukan dengan membatasi konsumsi karbohidrat dan lemat 3) serta menghindari konsumsi alkohol .
METODE 2.
Ibu rumah tangga dengan usia 20-40 tahun 3. Tidak sedang menderita sakit berat atau menahun 4. Keadaan psikologis normal 5. Tidak terdapat kegemukan dalam keluarga 6. Mengikuti jenis alat KB Suntik 7. Ibu tidak sedang hamil Ketentuan eksklusi dalam penelitian ini adalah : 1. ibu rumah tangga yang menderita sakit berat atau menahun 2. ibu rumah tangga menolah untuk dijadikan responden Adapun sampel dari penelitian ini terdiri dari dua yaitu : 1. Kelompok Kasus Berdasarkan hasil screening jumlah kasus sebanyak 25 orang dengan kriteria :
Penelitian dilakukan dengan menggunakan studi analitik dengan jenis studi kasus kontrol (case control). Studi kasus kontrol adalah observasional yang menilai hubungan paparan penyakit (kegemukan) dan sekelompok orang yang tridak berpenyakit (normal) lalu membandingkan frekuensi paparan (atau jika kuantitatif, level paparan) pada kedua kelompok pada ibi-ibu rumah tangga di Ngemplak Kidul Kabupaten Pati. Tingkat konsumsi energi dalam penelitian ini adalah jumlah energi yang diperoleh dari semua jenios dan jumlah makanan yang dikonsumsi (dimakan) oleh ibu rumah tangga. Pada penelitian ini tinggak konsumsi energi dinilai dengan metode recall 24 jam dengan kategori sebagai berikut : 1. Baik jika nilai tingkat konsumsi energi ≥ 100% 2. Sedang – Kurang jika nilai tingkat kosumsi energi ≤ 99% Kegemukan dalam penelitian ini adalah indeks massa tubuh ibi rumah tangga yang melebihi batas normal, skala dan data untuk penilaian kegemukan berbentuk oordinal dengan standar sebagai berikut : 1. Normal, jika nilai IMT sebesar 18,5– 25,0 2. Gemuk, jika nilai IMT sebesar 25,0– 30,0 Populasi penelitian ini adalah semua ibu-ibu rumah tangga di Ngemplak Kidul Kabupaten Pati yang berjumlah 427 orang. Sedangkan sampel diambil dengan teknik simple ramdom sampling dengan ketentuan inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ibu rumah tangga yang memiliki IMT 18,5-25,0 (normal) dan IMT 25,1-30,0 (gemuk) sampel mempunyai IMT 25,1-30,0 (gemuk) 2. Kelompok Kontrol Untuk kelompok kontrol berjumlah 50 orang dengan kriteria : sampel mempunyai IMT 18,5-25,0 (normal) Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data adalah : 1. formulir recall 24 jam, digunakan untuk mengukur pola makan selam 2x24 jam 2. timbangan injak, digunakan untuk menimbang berat badan dengan standar ketelitian 0,1 kg 3. mikrotoice, digunakan untuk mengukur tinggi badan responde 4. kuesioner, digunakan untuk menyaring sampel dalam penelitian
59
HASIL Data penelitian tentang tingkat konsumsi energi responden pada kelompok kasus
maupun kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1 Hubungan antara pola makan dengan kejadian kegemukan Tingkat Konsumsi Energi Baik Sedang Jumlah
Gemuk 20 5 25
Kegemukan % Normal 80,0 14 20,0 36 100,0 50
Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang mempunyai tingkat konsumsi energi baik dan menjadi gemuk sebanyak 20 orang (80,0%), sedangkan yang mempunyai tingkat konsumsi energi baik dan normal sebanyak 14 orang (28,0%. Untuk responden yang mempunyai tingkat konsumsi energi sedang dan menjadi gemuk) sebanyak 5 orang (20,0%) dan yang mempunyai tingkat konsumsi energi sedang dan normal sebanyak 36 orang (72,0%). Uji chi-square yang dilakukan terhadap tingkat konsunsi energi dengan kejadian kegemukan didapatkan nilai p=0,0001 (<0,05), sehingga Ha diterima. Hal ini berarti bahwa ada hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan kejadian kegemukan. Hasil perhitungan odds ratio diatas, pengelompokan tingkat konsumsi energi dikategorikan menjadi dua yaitu baik dan sedang. Nilai odd ratio yang diperoleh adalah 10,29 yang berarti bahwa ibu rumah tangga yang memilki tingkat konsumsi energi baik mempunyai risiko kegemukan 10,29 kali lebih besar dibandingkan yang memiliki tingkat konsumsi energi sedang. Secara umum dapat dikatakan bahwa kegemukan merupakan dampak dari konsumsi energi yang berlebih, dimana energi yang berlebih tersebut disimpan didalam tubuh sebagai lemak, sehingga akibatnya dari waktu kewaktu badan menjadi tambah berat. Obesitas dan kelebihan berat badan merupakan akibat dari masukan kalori yang berlebih (kalori adalah satuan pengukuran yang dipakai untuk menyatakan nilai energi dari makanan) daripada yang dibutuhkan oleh tubuh. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Waspdji dan Suyono (2003) yang menegaskan bahwa faktor makanan ini merupakan faktor yang terpentinguntuk terjadinya kegemukan baik sebagai penyebab tunggal maupun bersama
Total % 28,0 72,0 100,0
Jumlah 34 41 75
% 45,3 543,7 100,0
dengan penyakit lain misalnya diabetes 4) militus . Istilah obesitas dan kegemukan atau kelebihan berat badan (overweight) seringkali dikacaukan karena dianggap sama. Tetapi sebenarnya tidak demikian, yang dimaksud overwight adalah kelebihan berat badan dibandingkan dengan standar baku yang telah ditetapkan. Sedangkan obesitas adalah kelebihan junlah lemak tubuh (body fat) atau jaringan adipose yang cukup besar dari sebagian pembentuk massa tubuh (body mass). Kelebihan berat badan belum tentu disebabkan oleh peningkatan lemak tubuh. Secara umum dikatakan bahwa kegemukan adalah dampak dari konsumsi energi yang berlebih, dimana energi berlebih didalam tubuh sebagai lemak, sehingga akibatnya dari waktu ke waktu badan menjadi tambah berat. Obesitas dan kelebihan berat badan merupakan akibat dari masukan kalori yang berlebihan (kalori adalah satuan pengukuran yang dipakai untuk menyatakan nilai energi dari makanan) dari pada yang dibutuhkan oleh tubuh. Penyebab obesitas ada yang bersifat exogenous yaitu adanya gangguan metabolik didalam tubuh. Misalnya adanya tumor pada hipotalamus sehingga sipenderita mengalami hiperphagia atau nafsu makan berlebih . hereditas (keturunan) menjadi salah satu faktor penyebab obes. Peluang anak mengalami obes adalah 10% meskipun bobot badan orang tua termasuk dalam kategori nornal. Sedangkan menurut Waspadji dan Suyono, penyebab kegemukan adalah 4) sebagai berikut : 1. Ketidakseimbangan antara masukan kalori dan pemakaiannya. Antara lain : kurangnya aktifitas fisik (hidup santai), pada umumnya seseorang yang gemuk kurang aktif daripada seseorang dengan berat badan normal, meningkatnya konsumsi zat gizi yang menyebabkan kegemukan yang dimkonsumsi tersebut akan
60
disimpan dalam bentuk lemak tubuh dan akan meningkatkan berat badan secara keseluruhan, kelainan gen yaitu anak yang gemuk biasanya salah satu atau kedua orang tuanya gemuk, kelainan sel itu sendiri yaitu kelainan metabolisme dan kelainan sel lemak pada seseorang dapat menimbulkan kegemukan. 2. Psikologi Makanan berlebihan dapat terjadi sebagai respon terhadap kesepian, berduka atau depresi, dapat merupakan proses respon terhadap rangsangan dari luar seperti iklan makanan atau kenyataan bahwa ini adalah waktu makan. 3. Gaya hidup sedentary dan gaya hidup konsumsi pangan. Gaya hidup sedentary adalah gaya hidup dimana unsur gerak fisik sangat minimal, sedangkan beban kerja mental sangat maksimal. Kelompok warga kota yang berpenghasilan mapan dalam konsumsi pangan sehari-hari selalu mengacu atau mengarah pada selera sentries, gengsi sentries dan ekonomi sentries. Selera sentries adalah gaya konsumsi pangan yang terlalu berorientasi pada unsur selera sedangkan pertimbangan gizi kurang mendapatkan perhatian karena terpukau oleh kenikmatan menyantap makanan berlebihan konsumsi terlupakan. Gengsi sentries adalah gaya konsumsi pangan yang berorientasi pada pangan yang bergengsi tinggi seperyi pangan impor, kususnya fast food. Ekonomi sentries adalah pola atau gaya konsumsi pangan dimana makanan yang dibeli atau dibayar dipaksakan untuk dikonsumsi habis tanpa mempertimbangkan keseimbangan dan kecukupan gizi. Perubahan gaya hidup dalam konsumsi pangan terutama dipicu oleh perbaikan /peningkatan pendapatan, kesibukan kerja yang tinggi, dan promosi produk pangan trendy ala barat, utamanya fast foods, namun tidak diimbangi dengan peningkatan pengetahuan dan kesadaran gizi. 4. Hormonal Alat kontrasepsi yang banyak dipakai oleh ibi-ibu terutama suntik KB menimbulkan efek samping penambahan berat badan yang cenderung mengakibatkan kegemukan. Apapun penyebab dasarnya faktor etiologi primer dan obes adalah konsumsi kalori yang berlebih dari energi yang dibutuhkan. Penyebab kelebihan berat badan terjadi bila makanan yang dikonsumsi mengandung energi melebihi kebutuhan
tubuh. Kelebihan energi tersebut akan disimpan tubuh sebagai cadangan energi dalam bentuk lemak sehingga mengakibatkan seseorang menjadi gemuk. Mekanisme dasar terjadinya kegemukan adalah masukan kalori yang melebihi pemakaian kalori untuk memelihara dan pemulihan kesehatan yang berlangsung cukup lama. Akibat kelebihan kalori tersebut akan disimpan di dalam jaringan lemak, yang lam kelamaan akan mengakibatkan kegemukan. Faktor makanan ini merupakan faktor yang terpenting untuk terjadinya kegemukan baik sebagai penyebab tunggal maupun bersama dengan penyakit lain misalnya Diabetes militus. Atropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal lemak dibawah kulit. Faktor umur sangat pentingdalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Berat badan adalah salah satu ukuran antropometri yang sudah digunakan sejak lama dalam penentuan status gizi kususnya pada orang dewasa. Berat badan seseorang dibentuk oleh beberapa komponen seperti cairan tubuh, organ tubuh, lemak, otot dan tulang dengan komposisi yang berbeda-beda untuk setiap komponen. Komposisi lemak biasanya lebih banyak dari yang bukan olahragawan. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada remaja lemak tubuh cenderng meningkat, dan protein otot menurun. Pada orang yang edema dan asites terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Berat badan merupakan pilihan utama karena berbagai pertimbangan antara lain : 1) Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat karena perubahan-perubahan konsumsi makanan dan kesehatan. 2) Memberikan gambaran status gizi sekarang dan kalau dilakukan secara periodik memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan
61
3) Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan luas di Indonesia sehingga tidak merupakan hal baru yang memerlukan penjelasan secara meluas 4) Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi keterampilan pengukur 5) Karena masalah umur merupakan faktor penting untuk penelitian sataus gizi, berat badan terdadap tinggi badan sudah dibuktikan dimana-mana sebagai indeks yang tergantung pada umur. Penentuan berat badan dilakukan dengan cara meninbang. Alat yang digunakan dilapangan sebaiknya memenuhi beberapa syarat yaitu mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain, mudah diperoleh dan relatif murah dibaca. Selain menggunakan parameter berat badan juga digunakan tinggi badan sebagai parameter yang bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang jika umur tidak diketahui dapat tepat. Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting. Karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (quac stick) faktor alat pengukur tinggi mikrotoa (microtice) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm. Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun keatas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Selain satu cara dengan mempertahannkan berat badan yang ideal atau normal. Gizi lebih adalah suatu keadaan karena kelebihan konsumsi pangan, keadaan ini berkaitan dengan kelebihan energi dalam hidangan yang dionsumsi relatif terhadap kebutuhan penggunaanya atau energy expenditure. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Disamping itu pula IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti adanya edema, asites dan hepatomegali. Banyaknya metode atau cara yang dapat digunakan untuk mengetahui berapa sebenarnya berat badan ideal pada orang dewasa, antara lain :
1) Baku havard yaitu tabel berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 2) Standar Brocca dengan rumus (tinggi badan-100)-10%(tinggi badan-100) 3) Standar Lorenz dengan rumus : TB[100x(TB-150/4)] 4) Dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)yaitu dengan rumus ; IMT=BB(kg)/TBxTB(m2) Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO yang batas ambang antara laki-laki dan perempuan. Untuk pemantauan dan tingkat defisiensi kalori atau tingkat kegemukan lebih lanjut FAO/WHO menyarankan menggunakan satu batas ambang antara laki-laki dan perempuan Tabel 2 Batas ambang IMT untuk Indonesia
Kurus
Normal Gemuk
Kategori Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat
IMT <17,0 17,0-18,4 18,5-25,0 25,1-27,0 > 27,0
Sumber:Direktorat Bina Gizi Masyarakat Direktorat Jendral pembinaan kesehatan masyarakat Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004: 4
5) Tabel berat badan untuk tinggi badan berdasarkan ukuran rangka Kerugian dari kegemukan adalah sebagai berikut : penampilan kurang menarik, gerakan tidak gesit dan lamban, merupakan faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, kencing manis (DM), tekanan darah tinggi, gangguan sendi dan tulang, gangguan ginjal, gangguan kandungan empedu, kanker pada wanita dapat mengakibatkan gangguan haid (haid tidak teratur, perdarahan yang tidak teratur), faktor penyulit persalinan. Ada beberapa cara untuk menanggulangi kegemukan diantaranya : 1. Diet Yaitu dengan makan teratur (2 atau 3x sehari) dengan gizi seimbang, mengurangi jumlah makanan terutama sumber energi, mengurangi makanan yang berminyak, berlemak atau bersantan karena memberikan energi yang tinggi, makan banyak sayuran dan buah-buahan karena makanan tersebut mengandung serat, menghindari makanan beralkohol karena merupakan sumber kalori
62
dan berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan. Frekuensi makan, besar porsi makanan yang dimakan haruslah disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. 2. Olah raga dan kegiatan fisik Yaitu dengan olahraga secara teratur selama ½ -1 jam minimal 3x seminggu, memilih olahraga yang sesuai dengan usia dan kondisi kesehatan, meningkatkan kegiatan fisik sesuai yang dilakukan seharihari. 3. Modifikasi perilaku Yaitu dengan menghindari area yang banyak makanan seperti dapur, janganlah berbelanja makanan yang membutuhkan penyiapan/pemasakan sebelum dimakan. Apabila makan diluar rumah, memilih makanan yang berkadar lemak rendah, tidak makan sewaktu ada aktivitas lain, seperti nonton televisi dan tidak makan sambil berdiri. KESIMPULAN Ada hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan kejadian kegemukan pada ibu rumah tangga di Desa Ngemplak Kidul Margoyoso Kabupaten Pati. Ibu rumah tangga yang memiliki tingkat konsumsi energi baik mempunyai risiko kegemukan 10,29 kali lebih besar dibandingkan yang memiliki tingkat konsumsi energi sedang.
SARAN Kepada kader gizi Desa Ngemplak Kidul Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati, hendaknya memberikan penyuluhan tentang keluarga sadar gizi (kadarzi) untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya ibu sehingga dalam penyediaan makanan salam keluarga dapat memperhitungkan kandungan gizi. Selain itu pengadaan sosialisasi program-program kesehatan di masyarakat sangat dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA 1. Roedjito, Djiteng. Kajian Penelitian Gizi. Jakarta : PT Mediyatama Sarana Perkasa, 1989. 2. Depkes RI. Pedoman Praktik Memantau Status Gizi Orang Dewasa. Jakarta : Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Direktorat jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat departemen Kesehatan RI, 2002. 3. Khomsan, Ali. Pangan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2003. 4. Sarwono Waspadji dan Slamet Suyono, 2003. Pengkajian Status Gizi. Jakarta : Instalasi Gizi RSCM 5. Yayuk Farida Baliawati dkk, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta : Penebar Swadaya
63
Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Prestasi Belajar Siswa MI Muiftahul Huda Desa Sumber Rejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Siti Badriah*), Yuliaji Siswanto**) *) Alumnus Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo **) Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRACT Achievement study’s a child was influenced by several factors like are nutrient status, parent’s actor and social economy of family. Students who suffer nutrient was low would coused consentration interference in study. Based on preface survey at Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda on Sumber Rejo Village, Pabelan Sub District, Semarang Regency 2005/2006 was could result that students in there got fisth rank in achievenment of study from all Pabelan sud District and got decrease as number two of rank in 2006/2007 year. This purpose of this research was to knew several factors which have related with achievement study. The research was conducted by using descriptive correlation design with cross sectional approach. Population in this research were all students at Madrasah Ibtidaiyah Miftahu Huda on Sumber Rejo Village, Pabelan Sub District, Semarang Regency which there were 136 students. Metode to removal sample used purposive sampling so was could 114 students for sample. The finding of the research used Kendal tau (τ) analysis that there was related between nutrient status with achievement study (r= 0,255 and p= 0,012), there was related between parent’s actor with achievement study (r= 0,406 and p= 0,000 ), and there was social economy of family with achievement study (r= 0,187 and p= 0,037). Researcher suggest to society for give more attention to their children because its from parent exspecialy have big influence to increase achievenment of study of child, with parent give support to increase its, with purpose to children have more anthusiasm in stady in school or in their home. Key words : nutrient status, parent’s actor, social economy of family, echivement study of students ABSTRAK Prestasi belajar seorang anak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain status gizi, peran orang tua dan sosial ekonomi keluarga. Anak sekolah yang menderita gizi kurang akan mengalami gangguan kemampuan konsentrasi belajar. Berdasarkan survei pendahuluan di MI Miftahul Huda Desa Sumber Rejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang pada tahun ajaran 2005/2006 siswa MI Miftahul Huda mendapat peringkat 1 dalam hal prestasi belajar se Kecamatan Pabelan, dan mengalami penurunan menjadi peringkat ke 2 pada tahun 2006/2007. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar. Penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MI Miftahul Huda Desa Sumber Rejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang 136 siswa. Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling sehingga sampel yang digunakan sebanyak 114 siswa. Pengumpulan data dengan menggunakan pengukuran berat badan, kuesioner dan melihat nilai rata-rata dalam rapor. Hasil penelitian dengan menggunakan uji Kendal tau (τ) menunjukkan bahwa ada hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar siswa (r = 0,255 dan p = 0,012), ada hubungan antara peran orang tua dengan prestasi belajar siswa (r = 0,406 dan p = 0,000), dan ada hubungan antara sosial ekonomi keluarga dengan prestasi siswa (r = 0,187 dan p = 0,037) Peneliti menyarankan kepada masyarakat agar lebih memperhatikan anak, karena perhatian orang tua mempunyai pengaruh besar terhadap peningkatan prestasi belajar anak, dengan cara orang tua berusaha untuk membangkitkan kemauan belajar anak dengan tujuan agar anak tetap mempunyai semangat yang tinggi dalam belajar baik di sekolah maupun di rumah. Kata Kunci
: status gizi, peran orang tua, sosial ekonomi keluarga, prestasi belajar siswa MI
64
PENDAHULUAN Saat ini kualitas pendidikan di Indonesia dibanding negara-negara lain cukup memprihatinkan. Bedasarkan laporan Human Development Index (HDI) Indonesia pada tahun 2006, menempati peringkat 106 dari 173 negara yang diteliti. Bahkan ranking Indonesia jauh di bawah negara ASEAN lainnya. Padahal pada tahun 1995, Indonesia berada pada rangking ke 104. Indikator Human Development Index (HDI) meliputi tiga faktor yang dinilai yaitu kesehatan, ekonomi dan pendidikan (Netti, 2007). Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP), dengan keadaan yang demikian itu menyebabkan pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan (Suseno, 2006) Pencapaian prestasi belajar yang rendah merupakan masalah utama yang dijumpai di beberapa negara yang sedang berkembang. Berbagai penyebab prestasi belajar yang rendah diantaranya adalah kualitas teknologi pengajaran yang kurang bermutu, pendidikan orang tua yang rendah dan angka ketidakhadiran anak di sekolah yang tinggi, sehingga menyebabkan kualitas pendidikan yang ada di Indonesia menjadi menurun (Moeloek, 2007) Faktor yang mempengaruhi menurunnya prestasi belajar pada anak usia sekolah diantaranya adalah faktor internal yang terdiri dari faktor fisiologis dan faktor psikologis, dimana faktor fisiologis tersebut meliputi kesehatan, status gizi dan cacat tubuh (Purwanto, 2003). Anak dengan status gizi yang kurang akan mengakibatkan anak sulit untuk berkonsentrasi dalam menerima pelajaran sehingga anak akan terganggu prestasi belajarnya. Selain faktor internal terdapat pula faktor eksternal yang meliputi faktor keluarga, sekolah dan masyarakat/lingkungan (Sutikno, 2007). Faktor peran orang tua juga penting sebagai pendidik, karena peran orang tua adalah menyekolahkan anak untuk
memberikan pengetahuan, keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya (Efendy, 1998). Penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik saja tidak cukup bagi seseorang untuk mengembangkan kecerdasannya secara maksimal. Justru peran orang tua dalam memberikan latihan-latihan dan lingkungan yang mendukung jauh lebih penting dalam menentukan perkembangan kecerdasan seorang anak. Jadi untuk menjamin masa depan anak yang berhasil, kita tidak bisa menggantungkan pada sukses sekolah semata. Ayah ibu harus berusaha sebaik mungkin untuk menemukan dan mengembangkan sebanyak mungkin kecerdasan yang dimiliki oleh masing-masing anak (Efendy, 1998). Menurut John Simomons dan Leigh Alexander bahwa prestasi anak juga dipengaruhi oleh latar belakang keluarga biasanya berkaitan dengan status sosial ekonomi keluarga. Status sosial ekonomi ini biasanya mempergunakan indikator-indikator lain seperti harapan siswa, harapan keluarga, harapan masyarakat setempat terhadap hasil belajar anak serta sikap mereka terhadap hasil belajar. Hasil penelitian yang dilaksanakan di India, Chile, Iran, dan Thailand yang dilaporkan oleh Thorndhike menjelaskan bahwa latar belakang keluarga itu dapat menjelaskan perubahan prestasi belajar antara 1,5 % sampai 8,7 % (Nina, 2008). Permasalahan sosial ekonomi terhadap prestasi belajar masih terjadi di daerah Jawa Tengah, Sebagai contoh ialah situasi di kota pendidikan Yogyakarta, dalam dua tahun terakhir, jumlah siswa dengan prestasi rendah masih cukup banyak. Pada tahun ajaran 2005/2006 sebanyak 6.099 siswa sekolah dasar baik negeri maupun swasta di Yogyakarta tidak melanjutkan pendidikan, dengan alasan keterbatasan ekonomi dan hasil nilai akhir yang rendah (Rustam & Chuzaimah, 2007) METODE Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi yaitu penelitian yang menghubungkan antara dua variabel pada satu situasi atau subyek (Arikunto, 2002), dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi adalah keseluruhan obyek yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2002). Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh 65
siswa MI Miftahul Huda Desa Sumber Rejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang sebanyak 136 siswa. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2006). Sehingga didapatkan sampel sebanyak 114 siswa. Sumber data terdiri dari data primer yaitu status gizi (Data yang diperoleh dengan pengukuran berat badan dengan menggunakan timbangan injak (Bistro, model BR 2017), peran orang tua (Data yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner). Sedang kan data sekunder yaitu Data sekunder diperoleh dari
MI Miftahul Huda mengenai prestasi belajar yaitu dengan melihat nilai rata-rata dalam rapor semester akhir tahun ajaran 2007/2008. HASIL DAN PEMBAHASAN MI Miftahul Huda Desa Sumber Rejo terletak di tengah-tengah perkampungan tempat tinggal masyarakat. MI Miftahul Huda mempunyai siswa sebanyak 136 siswa dan staff guru sebanyak 15 orang. Siswa laki-laki berjumlah 60 siswa, sedangkan siswa perempuan sebanyak 76 siswa. MI Miftahul Huda mempunyai 6 ruang kelas dan 1 ruang kantor guru dan kepala sekolah.
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Pendidikan Orang Tua Siswa MI Miftahul Huda Desa Sumber Rejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun 2008
Status Gizi Kurang Normal Lebih Total
Kurang f % 30 52,6 9 17,0 2 50,0 41 36,0
Prestasi Belajar Cukup f % 17 29,8 27 50,9 2 50,0 46 40,4
Penelitian menunjukkan bahwa pada siswa dengan status gizi kurang yang mempunyai pretasi belajar kurang sebanyak 30 (52,6 %), lebih besar daripada siswa dengan status gizi normal 9 (17,0 %), dan siswa dengan status gizi lebih 2 (50,0 %). Sedangkan siswa yang mempunyai prestasi baik dengan status gizi normal sebanyak 17 (32,1 %), lebih besar daripada siswa yang mempunyai status gizi kurang 10 (17,5 %). Hasil analisis statistik diperoleh nilai p = 0,012 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar siswa MI Miftahul Huda Desa Sumber Rejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang. Nilai korelasi sebesar 0,255 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang lemah. (tabel 1) Siswa dengan status gizi kurang lebih banyak yang mempunyai prestasi kurang karena anak-anak yang kekurangan gizi ternyata kemampuannya dibawah anak yang tidak kekurangan gizi, mereka mudah lelah, mengantuk, dan tidak mudah untuk menerima pelajaran. Siswa dengan status gizi kurang atau bahkan buruk juga mudah terserang penyakit sehingga siswa cenderung sulit dalam menerima materi. Anak dengan status gizi kurang dan mempunyai prestasi belajar baik sebesar 10
Baik f % 10 17,5 17 32,1 0 00,0 27 23,7
Total f 57 53 4 114
% 100 100 100 100
p
0,012
0,255
(17,5%), ini menunjukkan bahwa anak dengan status gizi kurang telah terjadi hambatan terhadap pertumbuhan otak dan tingkat kecerdasan sehingga dapat berpengaruh pada prestasi belajar. Kelainan yang terjadi pada jaringan otak akibat gizi kurang itu membawa dampak antara lain turunnya fungsi otak yang berpengaruh terhadap kemampuan belajar, turunnya fungsi otak menyebabkan kemampuan anak bereaksi terhadap rangsangan dari lingkungannya sangat rendah dan anak menjadi apatis, secara keseluruhan gizi tidak normal yang terjadi pada anak diusia muda membawa dampak yaitu anak mudah menderita lelah mental, sulit berkonsentrasi, rendah diri dan prestasi belajar menjadi rendah. Otak merupakan jaringan tubuh yang sangat sempurna struktur dan fungsinya akan tetapi daya kerja otak dan kebugarannya sangat dipengaruhi oleh kecukupan pasokan zat gizi yang diperlukan untuk terlaksananya berbagai fungsi otak tersebut. Holford dari Institute Of Optimum Nutrition di Inggris mengemukakan kemampuan otak untuk berfungsi secara optimal sangat dipengaruhi oleh masukan zat gizi dari makanan yang dimakan setiap hari (Moehji, 2002) Hasil penelitian didapatkan bahwa status gizi mempengaruhi prestasi belajar, dimana status gizi mengambarkan riwayat
66
keadaan gizi. Kesimpulan ini juga didukung oleh beberapa penelitian yang mengungkapkan adanya hubungan erat antara status gizi dengan perkembangan otak yang berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan anak (Arnekia, 2005) Gizi lebih pada anak umumnya adalah berat badan yang relatif berlebihan jika dibandingkan dengan usia atau tinggi badan dan berat badan anak yang sebaya, sebagai akibat terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan dalam jaringan lemak tubuh,
sehingga mengakibatkan anak sulit untuk beraktivitas. Gizi lebih juga dapat menimbulkan efek toksis atau membahayakan, karena tubuh terdapat zat-zat dalam jumlah yang berlebihan. Gizi lebih dapat disebabkan oleh daya beli yang cukup/lebih, ketersediaan makanan yang tinggi dan rendah serat, efisiensi aktivitas fisik karena ketersediaan makanan, dan berbagai fasilitas liburan yang tidak banyak memerlukan energi (Purwanto, 2000).
Tabel 2 Hubungan Peran Orang Tua Dengan Prestasi Belajar Siswa MI Mifftahul Huda Desa Sumber Rejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun 2008 Peran Orang Tua Kurang Cukup Baik Total
Kurang f % 26 59,1 12 25,0 3 13,6 41 36,0
Prestasi Belajar Cukup Baik f % f % 13 29,5 5 11,4 27 56,3 9 18,8 6 27,3 13 59,1 46 40,4 27 23,7
Hasil penelitian mendapatkan bahwa pada siswa dengan peran orang tua kurang yang mempunyai pretasi belajar kurang sebanyak 26 (59,1 %), lebih besar daripada siswa dengan peran orang tua cukup 12 (25,0 %), dan lebih besar siswa dengan peran orang tua baik 3 (13,6 %). Sedangkan siswa yang mempunyai prestasi baik dengan peran orang tua baik sebanyak 13 (59,1 %), lebih besar daripada siswa dengan peran orang tua cukup Faktor-faktor yang mempengaruhi peran orang tua dalam mendidik anak adalah pendidikan dimana pendidikan rata-rata dari orang tua responden tergolong pendidikan yang rendah yaitu tamat SD, sehingga orang tua kurang tahu dalam melaksanakan perannya sebagai pendidik. Dilihat dari segi pekerjaan rata-rata orang tua responden mempunyai pekerjaan sebagai buruh tani, sehingga orang tua tidak cukup waktu dalam mendidika anak, dimana orang tua responden banyak menghabiskan waktu di ladang dan di sawah sebagai buruh tani. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Armunanto pada siswi SLTP Nusa Tenggara Barat (NTB) yang menjadi salah satu finalis Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) 2004, yang mendapatkan hasil bahwa siswa yang mendapat perhatian baik dari orang tuanya mendapat prestasi belajar lebih baik dibanding siswa yang kurang mendapat perhatian dari orang tua (p = 0,008) (Armunanto, 2004).
Total f 44 48 22 114
% 100 100 100 100
p
0,000
0,406
9 (18,8 %), dan lebih besar daripada siswa dengan peran orang tua kurang 5 (11,4 %). Hasil analisis statistik diperoleh nilai p = 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara peran orang tua dengan prestasi belajar siswa MI Miftahul Huda Desa Sumber Rejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang. Nilai korelasi 0,406 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan yang cukup. (tabel 2) Berdasarkan penelitian yang dilakukan di luar negeri terhadap murid SD kelas 1 sampai 6, didapatkan fakta bahwa pembentukan konsep diri yang terjadi saat anak di SD sangat dipengaruhi oleh prestasi akademiknya. Prestasi akademik seorang anak menentukan konsep diri anak. Selanjutnya konsep diri akan mempengaruhi prestasi akademik. Pada tahap selanjutnya konsep diri dan prestasi akademik akan saling mempengaruhi, baik secara positip maupun negatif. Konsep diri terbentuk dari peranan orang tua yang baik (Gunawan, 2006) Menurut Patricia (2004), bahwa faktor genetik saja tidak cukup bagi seseorang untuk mengembangkan kecerdasannya secara maksimal. Justru peran orang tua dalam memberikan latihan-latihan dan lingkungan yang mendukung jauh lebih penting dalam menentukan perkembangan kecerdasan seorang anak, jadi untuk menjamin masa depan anak yang berhasil kita tidak bisa menggantungkan pada sukses sekolah semata. Ayah dan ibu harus berusaha sebaik mungkin
67
untuk menemukan dan mengembangkan sebanyak mungkin kecerdasan yang dimiliki oleh masing-masing anak. Keberhasilan pendidikan sesungguhnya merupakan wujud nyata kerjasama tiada henti antara sekolah, siswa dan orang tua. Bukan diserahkan tanggung jawab sepenuhnya kepada sekolah. Keterlibatan dan peran orang tua dalam memotivasi serta memonitor perkembangan prestasi akademis dan moral siswa, menjadi sangat penting dalam menunjang proses belajar-mengajar secara efektif (Falatah, 2006) Peran orang tua baik dengan prestasi baik sebanyak 13 siswa (59,1%), ini menujukkan bahwa prestasi belajar anak yang mendapat perhatian dari orang tua lebih baik dari pada prestasi belajar anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tua. Perhatian orang tua adalah unsur penting dalam kehidupan anak yang antara lain dapat diwujudkan dalam sikap dan perilaku orang tua berupa komunikasi yang intens, bimbingan yang bermanfaat, saling terbuka pada anak
dalam memecahkan masalah dan memberikan informasi yang berguna untuk memaksimalkan kemampuan serta kepentingan anak di masa depan (Fahrurrazy, 2003) Perhatian orang tua pada aktivitas belajar anak dengan segala yang berhubungan dengannya, dapat memberikan motivasi berprestasi yang tinggi dan memunculkan simpati anak kepada orang tua yang pada akhirnya dapat menumbuhkan kepercayaan pada diri anak. Perhatian orang tua sesungguhnya merupakan investasi kepada anak dalam meningkatkan aktivitas belajar, dan membantu memaksimalkan perkembangan kepribadiaan serta prestasi belajar. Perhatian yang cukup dan perlakukan orang tua yang bijaksana terhadap anak, akan berdampak pada kemampuan pengembangan potensi diri anak yang melahirkan motivasi belajar yang tinggi dan kemampuan berkonsentrasi dalam menghadapi pelajaran (Fahrurrazy, 2003).
Tabel 3 Hubungan Sosial Ekonomi Keluarga Dengan Prestasi Belajar Siswa MI Mifftahul Huda Desa Sumber Rejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun 2008
Sosek Rendah Tinggi Total
Kurang f % 38 40,0 3 15,8 41 36,0
Prestasi Belajar Cukup Baik f % f % 37 38,9 20 21,1 9 47,4 7 36,8 46 40,4 27 23,7
Tabel 3 menunjukan bahwa pada siswa dengan sosial keluarga rendah yang mempunyai pretasi belajar kurang sebanyak 38 (40,0 %), lebih besar daripada siswa dengan sosial keluarga tinggi 3 (15,8 %). Sedangkan siswa yang mempunyai prestasi baik dengan sosial keluarga rendah sebanyak 20 (21,1 %), lebih besar daripada siswa yang mempunyai sosial keluarga tinggi 7 (36,8 %). Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan tabulasi silang antara sosial ekonomi keluarga dengan prestasi belajar siswa, didapatkan siswa dengan keadaan sosial ekonomi keluarga tinggi dan mempunyai prestasi kurang sebesar 3 siswa (15,8%). Ini karena keadaan ekonomi yang melimpah ruah akan mengakibatkan anak menjadi segan belajar karena anak terlalu banyak bersenang-senang, mungkin juga anak dimanjakan oleh orang tuanya, sehingga orang tua tidak tahan melihat anaknya belajar
Total f 95 19 114
% 100 100 100
p
0,037
0,187
Hasil analisis statistik diperoleh nilai p = 0,037 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara sosial ekonomi keluarga dengan prestasi belajar siswa MI Miftahul Huda Desa Sumber Rejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang. Nilai korelasi 0,187 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan yang lemah. dengan susah payah, keadaan seperti ini akan menghambat kemajuan belajar anak. Sedangkan siswa dengan sosial ekonomi rendah dan mempunyai prestasi kurang sebesar 38 siswa (40,0%), ini karena keadaan sosial ekonomi yang rendah akan menimbulkan kurangnya alat belajar, kurangnya biaya yang disediakan oleh orang tua, dan tidak mempunyai tempat belajar yang baik. Kurangnya alat-alat belajar seperti pensil, tinta, penggaris, buku pelajaran dan lain-lain akan menghambat kelancaran dan kemajuan belajar anak. Sedangkan faktor
68
biaya merupakan faktor yang sangat penting, karena belajar dan kelangsungannya sangat memerlukan biaya seperti membeli alat-alat sekolah uang sekolah dan biaya lain-lainnya, maka keluarga yang miskin akan merasa berat untuk mengeluarkan biaya yang bermacammacam, karena keuangan dugunakan untuk kebutuhan anak sehari-hari. Lebih-lebih keluarga tersebut dengan banyak anak, maka hal ini akan merasa lebih sulit lagi (Ahmadi & Supriyono, 2004) Lockheed (1998) yang melakukan studi tentang prestasi akademik anak di Thailand dan Malawi juga menemukan bahwa variabel tingkat pendidikan orang tua dan jenis pekerjaan orang tua mempunyai sumbangan terhadap prestasi anak. Temuan serupa juga dilaporkan oleh Bridge, Judd, dan Mock (1979) dan Loury (1989). Hubungan positif antara status sosial ekonomi orang tua dengan prestasi siswa dapat dijelaskan dalam hal investasi yang dilakukan oleh orang tua terhadap pendidikan anaknya. Orang tua dengan status sosial ekonomi tinggi akan mengalokasikan lebih banyak sumber daya yang dimilikinya bagi pendidikan anaknya. Dari sudut pandang ekonomi, sumber daya tidak hanya termasuk uang atau sarana, tetapi juga termasuk waktu. Dalam konteks ini DAFTAR PUSTAKA 1. Ahmadi, A., Widodo, S. (2004). Psikologi belajar . Jakarta: Rineka Cipta 2. Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian. Yogyakarta: Rineka Cipta 3. Arnekia (2005). Perhatian orang tua tentikan prestasi belajar siswa. 31 desember 2004, from http://www.bur.com 4. Armunanto T (2004). Peran orang tua tentukan prestasi belajar anak. 01 july 2004, from http://www.education.com 5. Effendy, N. (1998). Keperawatan kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC 6. Falatah (2006). Keberhasilan FlexiSkul. Retrieved 01 january 2006, from http://www.FlexiSkul.com 7. Fahrurrazy (2003). UN dan perhatian orang tua. Retrieved 5 April 2003, from http:///www.Cybermedia.com 8. Gunawan (2006). Peran orang tua menunjang keberhasilan hidup anak. Retrieved 14 Maret 2006, from http://www.Pembelajar.com 9. Jalal, F. (2000). Gizi dan kualitas hidup. Jakarta: Widya Karya Nasional dan Gizi. 10. Moehji, S. (2003). Ilmu gizi I. Jakarta: Bhratara & Papas Sinar Sinanti. 11. Moeloek, F. N. (2007). Penuntasan gerakan wajib belajar sembilan tahun. 26
adalah out of school time. Orang tua dengan status ekonomi yang tinggi cenderung mempunyai kesadaran tentang hal ini dibandingkan dengan mereka dari status sosial yang rendah. KESIMPULAN 1. Status gizi berhubungan dengan prestasi belajar siswa (p = 0,012). 2. Peran orang tua berhubungan dengan prestasi belajar siswa (p = 0,0001). 3. Sosial ekonomi berhubungan dengan prestasi belajar siswa (p = 0,037). SARAN 1. Perlu adanya pembinaan dan perhatian orang tua yang lebih kepada anaknya, dengan cara selalu memotivasi dan mendampingi anak dalam belajar. 2. Perlu adanya UKS di sekolah agar bisa memantau kesehatan anak terutama status gizinya. 3. Perlu adanya penelitian lanjutan yang menganalisis status gizi dalam hal ini asupan zat gisi yang dikonsumsi, keadaan kesehatan dan faktor pendukung prestasi belajar lain seperti faktor psikologis (motivasi, minat, Intelegensia).
12.
13.
14.
15.
16. 17.
18.
19.
20.
Agustus 2007, from http://www.wikipedia.net/dwpp. Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Netti, H. (2007). Ibu penentu kualitas bangsa. 24 Desember 2007. from http://www.faperta.net.html Nina (2008). Pengaruh keluarga terhadap pendidikan di sekolah. from http://www.nevatera.blogspot/html. Purwanto, N. (2002). Psikologi pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Patricia (2004). Layanan pendidikan perlu ditingkatkan. Retrieved july 18 2004, from http://www.Cybermedia.com Rustam & Chuzaimah, B. (2008). Lingkaran setan (visious circle) kemiskinan dan pendidikan. From http://litagama.org Sutikno, S.M. (2007). Rahasia sukses belajar dan mendidik anak, teori dan praktek. Mataram: NTP Press Soseno M. F (2006). Pendidikan di Indonesia: masalah dan solusinya. From http://www.wikipedi.com. 27 januari 2006. Sugiyono, DR. (2006).statistik untuk penelitian. Bandung : Alfabeta
69
Hubungan Hipertensi Dan Kadar Kolesterol Dengan Kejadian Stroke (Studi Kasus di RSUP Dr. Kariadi Semarang) Suharyo*) *) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Dian Nuswantoro
ABSTRAK Di RSUP Dr. Kariadi Semarang kasus stroke pada tahun 2005 adalah 631 dan pada tahun 2006 adalah 574. tercatat 171 kasus stroke pada tahun 2005 dan mengalami peningkatan menjadi 192 kasus pada tahun 2006 yang disebabkan oleh hipertensi. Sedangkan pada bangsal unit penyakit dalam tercatat kasus hipertensi sebanyak 989 pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 adalah 814 kasus. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan hipertensi dan kadar kolesterol dengan kejadian stroke. Penelitian ini merupakan studi observasional penelitian analitik karena peneliti ingin menganalisis hubungan antara hipertensi dan kadar kolesterol dengan kejadian stroke. Rancangan penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol atau case kontrol. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah hipertensi dan kadar kolesterol. Sedangkan variabel terikat (dependent) dalam penelitian ini adalah kejadian stroke. Prevalensi kejadian strokeyang diteliti pada sampel penelitian yaitu pasien rawat inap bangsal penyakit dalam dan penyakit saraf adalah 60 pasien, terbagi 30 pasien sebagai kasus (penderita stroke)dan 30 pasien sebagai kontrol (tidak stroke) di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Dari 60 sampel didapatkan dengan kasus kejadian stroke dengan hipertensi sebesar 83,33%, dan kejadian stroke dengan kadar kolesterol tingggi sebesar 33,33%. Ada hubungan bermakna antara kejadian hipertensi dengan kejadian stoke dengan nilai p value : 0,012. tidak ada hubungan bermakna antara kadar kolesterol dengan kejadian stroke. Odd Ratio (OR) kejadian hipertesi terhadap kejadian stroke adalah 4,374 (CI : 1,320-14-504), artinya hipertensi memiliki risiko untuk terjadinya stroke sebesar 4,375 kali dibandingkan yang tidak hipertensi. Saran yang bisa disampaikan bagi masyarakat, khususnya penderita hipertensi hendaknya memonitor tekanan darahnya. Kata Kunci : Stroke, Hipertensi, kadar kolesterol
PENDAHULUAN Penyakit stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu dan penyebab kematian nomor tiga di indonesia, sesudah penyakit jantung dan kanker. Karena itu sangat penting untuk mengenal secara dini gejala dan faktor penyebab terjadinya stroke. Stroke dibedakan menjadi 2 jenis yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke merupakan suatu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan modern saat ini. Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke. Sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal dan sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke cenderung meningkat setiap tahun. Bukan hanya menyerang penduduk usia tua tetapi
juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif (Andradi S, 1994) Insiden stroke diberbagai negara berbeda-beda. Di Negara maju diperkirakan 200/100.000 pertahun untuk segala usia, 5/1000 pada usia 40 tahun dan meningkat menjadi 10/1000 pada usia 70 tahun. Angka kematian stroke cukup tinggi, terutama stroke hemoragik. Di Amerika serikat setiap tahunnya tercacat sebanyak 297.000 penderita dirawat di rumah sakit karena stroke dan kirakira 45% meninggal dunia, 25% mengalami cacat dan perlu terapi, sedangkan 30% sisanya mendapatkan kesembuhan dengan fungsi kehidupan sehari-hari yang normal. Di Indonesia angka kejadian stroke menurut data dasar rumah sakit, 63,52 per 100.000 penduduk pada kelompok usia diatas 65 tahun. Secara kasar, setiap hari 2 orang Indonesia
70
terkena serangan stroke. Diperkirakan bahwa hampir setengah juta penduduk berisiko tinggi serangan stroke, sedangkan jumlah yang meninggal mencapai 125.000 jiwa (Andradi S, 1994). Faktor risiko penyakit stroke adalah usia, jenis kelamin, keturunan, ras, hipertensi, hiperkolesterolimia, diabetes militus, merokok, arterosklerosis, penyakit jantung obesitas, konsumsi alkohol, stress, sosial ekonomi, diet, aktifitas fisik, penggunaan obat anti hamil. Dari beberapa faktor risiko penyakit stroke yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah hipertensi, kadar lipid dan merokok. Di berbagai Negara, hipertensi semakin mengundang perhatian disamping karena prevalensi hipertensi yang tinggi, juga karena kewaspadaan, kepatuhan berobat dan efektivitas pengobatan yang rendah. Hiperensi merupakan suatu penyakit tanpa gejala atau keluhan dan biasanya ditemukan pada waktu pemeriksaan. Hipertensi adalah penyebab paling lazim dari stroke, 60% dari penderita hipertensi yang tidak terobati akan mengalami stroke. Risiko timbulnya stroke trombolik pada hipertensi adalah 4,5 kali lebih besar dari normotensi. Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko penyakit. Tekanan darah tinggi yang menetap telah dikenal sebagai faktor risiko stroke yang sangat penting. Seseorang yang mempunyai tekanan darah tinggi atau hipertensi yang tidak terkontrol adalah calon utama untuk mengalami stroke. Hipertensi membuka peluang 12 kali lebih besar bagi penderitanya untuk menderita stroke dan 6 kali lebih besar untuk serangan jantung, serta 5 kali lebih besar kemungkinan meningggal dunia karena gagal jantung (congestive heart failure) (Thomas,1994). Hiperkolesterolimia merupakan kondisi dislipid dimana terdapat kenaikan kadar kolesteroldalam darah. Adapun kreteria yang ditetapkan oleh konsessus nasional pengelolaan dislipidemia Indonesia tahun 1997, kategori dislipidemia apabila seseorang memiliki kadar total kolesterol dalam darah > 200 mg/dl dan kadar trigliserida > 200 mg/dl. Hiperkolesterolimia dan kenaikan low density lipoprotein (LDL) merupakan faktor risiko stroke iskemik di Negeri barat, tetapi untuk populasi usia belum terbukti. Peran hiperkolesterolimia sebagai faktor risiko sebenarnya masih belum jelas benar. Meningkatnya kadar kolesterol dalam darah terutama LDL merupoakan faktor risiko penting untuk terjadinya aterosklerosis. Peningkatan kadar LDL dan penurunan HDL merupakan faktor sisiko terjadinya stroke (Thomas, 1994).
Di RSUP Dr. Kariadi Semarang kasus stroke pada tahun 2005 adalah 631 dan pada tahun 2006 574. tercatat 171 kasus stroke pada tahun 2005 dan mengalami peningkatan menjadi 192 kasus pada tahun 2006 yang disebabkan oleh hipertensi. Sedangkan pada bangsal unit penyakit dalam tercatat kasus hipertensi sebanyak 989 pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 adalah 814 kasus. METODE Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan kejadian hipertensi, kadar kolesterol dan kebiasaan merokok antara kelompok stroke dan kelompok tidak stroke serta menganalisa beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stroke. Penelitian ini merupakan studi observasional penelitian analitik karena peneliti ingin menganalisa bbeberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stroke. Rancangan penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol atau case control. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah hipertensi dan kadar kolesterol. Sedangkan variabel terikat (dependent) dalam penelitian ini adalah kejadian stroke. Populasi penelitian yang diambil yaitu semua pasien rawat inap di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada bulan Mei-Juni 2007. pengambilan sampel penelitian menggunakan accidental sampling yaitu sampel diambil dari pasien rawat inap yang sedang dirawat pada saat penelitian di unit rawat inap bangsal penyakit dalam dan bangsal penyakit saraf. Jumlah sampel minimum sebanyak 28 sampel (perhitungan dengan rumus sampling). Kasus adalah pasien yang di diagnosa atau sudah dinyatakan stroke. Kriteria eksklusi kasus : 1. pasien stroke deangan gangguan fungsi luhur, afasia dan kebingungan (confusional state) dan koma. 2. pasien meninggal dunia dalam masa penelitian 3. pasien tidak melakukan pemeriksaan darah (kolesterol dan trigliserida). Kontrol : pasien selain stroke Kriteria eksklusi kontrol 1. pasien rawat inap bangsal penyakit dalam dengan gangguan TIA. 2. pasien meninggal dunia dalam masa penelitian. 3. pasien tidak melakukan pemeriksaan darah (kolesterol dan trigliserida) Instrumen untuk pengambilan data adalah kuesioner untuk mengetahui kebiasaan
71
merokok dan lembar observasi untuk mengetahui kejadian hipertensi dan kadar kolesterol terhadap kejadian stroke baik untuk kelompok kasus maupun kelompok kontrol. Kuesioner ini berisi pertanyaan yang akan ditanyakan kepada responden dan bersifat tertutup. Setelah penelitian kuesioner ini akan diuji validitas dan reliabilitasnya untuk memberikan informasi kepada penelitian selanjutnya yang sejenis mana pertanyaan yang valid dan reliabel dan mana pertanyaan yang tidak valid dan tidak reliabel. Jenis data yang dikumpulka adalah data sekunder (adalah data yang dikumpilkan berupa rekam medik di RSUP Dr. Kariadi Semarang antara lain identitas pasien, diagnosa penyakit, hasil pemeriksaan darah dan riwayat penyakit terdahulu)
HASIL RS Dr. Kariadi merupakan RS vertikal tipe B pendidikan milik departemen kesehatan, pusat rujukan pelayanan di propinsi Jawa Tengah dan sebagian Kalimantan, ditetapkan menjadi perusahaan jawatan berdasarkan peraturan pemerintah nomor 120 tahun 2000 tentang perusahaan jawatan RS Dr. Kariadi Semarang. Secara de facto mulai operasional sebagai perjan ditindaklanjuti dengan pengangkatan direktur utama dengan SK Menkes No : 1060/MenKes/SK/X/2001 tanggal 4 oktober 2001 dan pengkatan direktur-direktur tanggal 26 desember 2001. selanjutnya struktur organisasi dan tata kerja ditetapkan dengan surat keputusan direksi Tabel 1. Tabulasi Silang antar Kejadian Hipertensi pada Sampel Penelitian dengan Kejadian Stroke. Kejadian Hipertensi Hipertensi Tidak Hipertensi Jumlah
Kejadian Stroke Kasus Kontrol f % f % 25 83,33 16 53,33 5 16,67 14 46,67 30 100,00 16 100,00
Dari tabel 1 diketahui bahwa persentase kejadia stroke pada kelompok kasus dengan hipertensi (83,33%)lebih besar daripada kelompok kontrol denga hipertensi (53,33%)sedangkan pada kelompok kontrol dengan tidak hipertensi (46,67%) lebih besar daripada kelompok kasus dengan tidak hipertensi sebanyak (16,67%). Hubungan antara kejadian stroke pada pasien rawat inap bangsal penyakit
nomor OT.01.01.1529 tanggal 21 desember 2002. RS Dr. Kariadi mempunyai fasilitas dan kemampuan menyelenggarakan hampir semua jenis pelayanan kesehatan spesialis/subspesialis, dan merupakan pusat pelayanan rujukan tertier di wilayah Jawa Tengah dan sebagian Kalimantan. Luas lahan RS Dr. Kariadi 210.080 m2, luas bangunan 80.066 m2. kapasitas tempat tidur sejumlah 740 buah terdiri dari kelas utama I 30 buah (4,1 %), kelas 1 42 buah (5,7 %), kelas II 272 buah (36,8%) dan kelas III 396 buah (53,5%). Penyelenggaraan pelayanan didukung oleh tenaga sejumlah 2608 orang. Terdiri dari PNS Departemen Kesehatan 2059 orang. PNS non Departemen kesehatan 187 orang dan non PNS 358 orang. Untuk mengetahui gambaran kejaduian hipertensi, kadar kolesterol, dan kejadian stroke antara kelompok kasus dan kelompok kontrol pada sampel penelitian yaitu pasien rawat inap bangsal penyakit dalam dan bangsal penyakit saraf di RSUP Dr. Kariadi Semarang digunakan analisa data secara deskriptif berdasarkan hasil yang diperoleh dengan menggunakan tabulasii data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut : 1. Kejadian Hipertensi Kejadian hipertensi pada sampel penelitian (pasien rawat inap bangsal penyakit dalam dan bangsal penyakit saraf) di RSUP Dr. Kariadi Semarang di kategorikan Hipertensi dan tidak hipertensi, ini bisa dilihat pada tabel berikut ini :
dalam dan bangsal penyakit saraf di RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan p value : 0,012, OR : 4,375, CI : 1,320-14,504. Hasil uji statistik chi-square terhadap 60 sampel dengan tingkat kepercayaan 0,5%, P (p value) : 0,012 (< 0,05) maka Ho ditolak berati ada hubungan yang bermakna antara kejadian hipertensi pada pasien dengan kejadian stroke. Hasil dari analisis tabulasi silang didapatkan odd ratio (OR) sebesar 4,375 dengan 95% confidence interval (CI) : 1,320 < OR < 14,504 dengan nilap p : 0.012 dengan demikian kejadian hipertensi memiliki risiko untuk terjadinya stroke sebesar 4,375 kali dibandingkan dengan tidak hipertensi. Untuk mengetahui kejadian hipertensi baik hipertensi ringan, hipertensi sedang , hipertensi berat, dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :
72
Tabel 2. Tabel Kejadian Hipertensi pada Sampel Penelitian antara Kasus dan Kontrol Kejadian Hipertensi Hipertensi Ringan Hipertensi Sedang Hipertensi Berat Jumlah
Kejadian Stroke Kasus Kontrol f % f % 9 36,00 7 43,75 5
20,00
6
37,50
11 25
44,00 100,00
3 16
18,75 100,00
Dari tabel 2 diketahui pada sampel penelitian yaitu pada kasus kebanyakan menderita hipertensi berat sebanyak 44,0%, sedangkan pada kontrol kebanyakan menderita hipertensi ringan sebanyak 43,75%. 2.
Kadar Kolesterol Kadar kolesterol pada sampel penelitian (pasien rawat inap bangsal penyakit dalam dan bangsal penyakit saraf) di RSUP Dr. Kariadi Semarang dikategorikan kadar kolesterol tinggi dan kadar kolesterol normal, ini bisa dilihat pada tabel 3, berikut ini :
Tabel 3. Tabulasi Silang antara Kadar Kolesterol pada sampel penelitian dengan kejadian Stroke Kadar Kolesterol Kadar kolesterol tinggi Kadar kolesterol normal Total
Kejadian Stroke Kasus Kontrol f % f % 10 33,33 8 26,67 20 66,67 22 73,33
30
100,00
30
100,00
Dari tabel 3 diketahui bahwa persentase kejadian stroke pada kelompok kasus dengan kadar kolesterol tinggi (33,33%) lebih besar daripada kelompok kontrol dengan kadar kolesterol tinggi (26,67%), sedangkan pada kelompok kasus dengan kadar kolesterol normal (66,67%) lebih kecil daripada kelompok kontrol dengan kadar kolesterol normal (73,33%). Hubungan antara kadar kolesterol dengan kejadian stroke pada pasien rawat inap bangsal penyakit dalam dan bangsal penyakit saraf di RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan p value : 0,573, OR : 1,375, CI : 0,453-4,170.
hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square terhadap 60 sampel dengan tingkat kepercayaan 95%. P (p: value): 0,573 (> 0,05) maka Ho diterima berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara kadar kolesterol dengan kejadian stroke. Hasil dari analisis tabulasi silang didapatkan odd ratio (OR) sebesar 1,375 dengan 95% confidence interval (CI): 0,453 < OR < 4,170 dengan nilai p=0,573, dengan demikian kadar kolesterol tinggi belum bisa dikatakan sebagai risiko terjadinya stroke. PEMBAHASAN Hasil penelitian pada kasus terdapat 83,33% menderiota hipertensi lebih besar dibandingkan pada kontrol 53,33%. Ada beberapa penelitian yang mendapatkan prevalensi lebih dari 50% pada usia 65 tahun keatas. Dari survey hipertensi yang telah diadakan di Indonesia selama ini, prevalensi hipertensi pada orang dewasa berkisar antara 6-15% dan angka ini akan menjadi 20% pada kelompok usia 50 tahun keatas. Pada penelitian Kannel antara lain diperoleh hasil setiap kenaikan tekanan darah sebesar 10% akan menaikkan risiko stroke sebesar 30%, sedangkan pada hipertensi booderline maka risikonya naik menjadi 2 kali lipat. Selanjutnya dikatakan bahwa lebih dari separuh penderta stroke ditemukan pada penderita hipertensi. Hasil penelitian pada kasus didapatkan 30,0% sampel mempunyai kadar kolesterol tinggi dan pada kontrol didapatkan 70,0% sampel meempunyai kadar kolesterol normal. Sekitar 80% kasus stroke terjadi akibat tersumbatnya pembuluh darah ke otak, sedangkan. Sedangkan 20% lainnya disebabkan rusaknya pembuluh darah di otak. Usia penderita stroke belakangan ini makin muda, yakni sekitar 40 tahun. Tidak jarang beberapa pasien yang terserang stroke baru berumur 32 tahun, ini juga disebabkan pola makan yang cenderung mengkonsumsi makanan siap saji atau fast food tanpa diimbangi dengan olah raga secara rutin. Uji statistik chi-square hubungan antara kejadian hipertensi dengan kejadian stroke menunjukkan ada hubungan bermakna antara kejadian hipertensi dengan kejadian stroke dengan nilai p value : 0.012 dengan OR: 4,375 (CI : 1,320-14,504), jadi pasien yang menderita hipertensi memiliki risiko untuk terjadinya stroke sebesar 4,375
73
kali dibandingkan dengan pasien yang tidak menderita hipertensi. Penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yuli Prasetya, hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kejadian hipertensi dengan kejadian stroke dengan OR 5,5 (CI : 2,6211,60). Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke 4-6 kali lipat dibandingkan orang yang tanpa hipertensi dan sekitar 4090% pasien stroke ternyata menderita hipertensi sebelum terkena stroke. Secara medis, tekanan darah diatas 140/90 mmHg tergolong dalam penyakit hipertensi, oleh karena itu dampak hipertensi pada keseluruhan risiko stroke menurun seiring dengan pertambahan umur, pada orang usia lanjut faktor-faktor lain diluar hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko stroke. Pada orang yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke meningkat terus hingga usia 90, menyamai risiko stroke pada orang yang menderita hipertensi. Berbagai risiko yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi perlu dipahami segera dengan baik. Dengan mengabaikan hipertensi maka pasien cenderumg menderita hipertensi yang lebih berat. Hipertensi yang berlangsung lama apabila tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan perubahan struktur pada arteri diseluruh tubuh, ditandai oleh fibrosis dan sklerosis pada dinding pembuluh darah kematian dapat terjadi akibat infark miokardium, payah jantung kongesif, atau kecelakaan vaskuler serebral (cerebro vasculer accident/ CVA). Hipertensi menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah karena adanya tekanan darah yang melebihi batas normal dan pelepasan kolagen. Endotel yang terkelupas menyebabkan membran basal bermuatan positif menarik trombosit yang bermuatan negatif, sehingga terjadi agregasi trombosit. Selain itu terdapat pelepasan trombokinase sehingga menyebabkan gumpalan darah yang stabil dan bila pembuluhtidak kuat lagi menahan tekanan darah yang tinggi akan mengakibatkan fatal pecahnya pembuluh darah pada otak maka terjadilah stroke. Uji statistik chi-square hubungan antara kadar lipid dengan kejadian stroke
dengan nilai p=0,573 dengan OR=1,375 (CI=0,453-4,170). Jadi kadar lipid yang tinggi belum bisa dikatakan sebagai risiko terjadinya stroke. Penelitian yang dilakukan oleh Yuli Plrasetya (2002), terbukti bahwa kadar kolesterol total ada hubungan yang bermakna terhadap kejadian stroke. Dalam penelitian yang dilakukan Yuli Prasetya terbukti bahwa kadar kolesterol total tidak ada hubungan yang bermakna. Pada penelitian yanmg dilakukan oleh Prabancono ini menggunakan seluruh jenis stroke (stroke hemoragik, dan stroke non hemoragik) sebagai subyek penelitian. Peran hiperkolesterolimia sebagai faktor risiko sebenarnya masih belum jelas benar. Meningkatnya kadar kolesterol dalam darah terutama LDL merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya arterosklerosis. Peningkatan kadar LDL dan penurunan HDL merupakan faktor salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Setiap orang memiliki kolesterol dalam darahnya, dimana 80% diproduksi oleh tubuh sendiri dan 20% berasal dari makanan. Kolesterol yang diproduksi terdiri atas 2 jenis yaitu kolesterol HDL dan LDL. Kolesterol LDL adalah kolesterol jahat, yang bila jumlahnya berlebihan didalam darah akan diendapkan pada dinding pembuluh darah membentuk bekuan yang dapat menyumbat pembuluh darah. Kolesterol HDL adalah kolesterol yang baik, yang mempunyai fungsi membersihkan pembuluh darah dari kolesterol LDL yang berlebihan. Kadar kolesterol LDL kurang dari 150mg/dl. Selain itu juga trigliserida. Lemak ini terbentuk sebagai hasil dari metabolisme makanan, bukan saja yang terbentuk karbohidrat dan protein yang berlebihan, yang tidak seluruhnya dibutuhkan sebagai sumber energi. Kadar trigliserida ini meningkat bila kita mengkonsumsi kalori berlebihan, lebih besar dari kebutuhan kita. Kadar trigliserida yang tinggi akan memperburuk risiko terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah jantung dan otak, jika bersamaan dengan didapatkan kadar kolesterol LDL yang tinggi dan kadar HDL yang rendah. Uji statistik chi-square hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian stroke menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian stroke, dengan nilai p=0,114 dengan OR=2,333 (CI=0,804-6,730),
74
kebiasaan merokok yang buruk belum bisa dikatakan sebagai risiko terjadinya stroke.
KESIMPULAN 1. Prevalensi kejadian stroke yang diteliti pada sampel penelitian yaitu pasien rawat inap bangsal penyakit dalam dan bangsal penyakit saraf adalah 60 pasien, terbagi 30 pasien sebagai kasus (penderita stroke) dan 30 pasien sebagai kontrol (tidak stroke) di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Dari 60 pasien didapatkan dengan kasus kejadian stroke dengan hipertensi sebesar 83,33%, kejadian stroke dengan kadar lipid tinggi sebesar 33,33%, dan kejadian stroke dengan kebiasaan merokok yang buruk 70,0%. 2. Ada hubungan antara kadar kolesterol dengan kejadian stroke dengan nilap p=0,012. 3. Tidak ada hubungan bermakna antara kadar kolesterol dengan kejadian stroke dengan nilap p=0,573. 4. Besar risiko kejadian hipertensi, dan kadar kolesterol terhadap kejadian stroke : a. odd ratio (OR) kejadian hipertensi terhadap kejadian stroke adalah 4,375 (CI=1,320-14,504), artinya hipertensi memiliki risiko untuk terjadinya stroke sebesar 4,375 kali dibandingkan yang tidak hipertensi. b. Odds ratio (OR) kadar kolesterol terhadap kejadian stroke adalah 1,375 (CI=0,453-4,170), artinya kadar lipid yang tinggi belum bisa dikatakan sebagai risiko terjadinya stroke. SARAN 1. bagi peneliti lain hendaknya perlu kajian dengan metode lain seperti metode kohort tentang penelitian sejenis dan variabel yang lebih beragam seperti gaya hidup, konsumsi alkohol, diet dll 2. bagi program, hendaknya meningkatkan mutu pelayanan lebih optimal terutama bagi pasien stroke. 3. bagi masyarakat, khususnya penderita hipertensi hendaknya memonitor tekanan darahnya, sedapat mungkin dirumah atau pelayanan kesehatan yang ada, untuk penderita hipertensi berat
sebaiknya segera hubungi dokter untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, untuk penderita hipertensi ringan cek tekanan darah satu bulan atau dua bulan sekali, menghindari asap rokok dalam lingkungan keluarga dan melakukan kebiasaa hidup sehat.
DAFTAR PUSTAKA 1. Thomas, Buku Pintar Kesehatan,”stroke dan pencegahannya. ARCAN Jakarta, Indonesia, 1994 2. Andradi S, Penanggulangan Stroke Secara Terpadu, media stroke 2, bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta, 1992 3. Ninds, strokeInformation Page National Institut Of Neurologikal Disorders and Stroke. http : www.nih.gov.USA.2005 4. Depkes, Profil Kesehatan Jawa Tengah, page 23-28 5. Vitahealth, Hipertensi informasi lengkap untuk penderita dan keluarganya. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 2004 6. Janis J. Hypertension and Hyperkolesterolimea As The Stroke Risk Faktor. Kumpulan makalah dan abstrak dalam pertemuan Neurogeriatri pertama, PERDOSI, 5-7 April, 2002. 1 Januari 1998, 34-39 7. Vallery L. Feigin, et.all, risk factor for IskemicStroke In A Rusian Comunity vol 29, 1 Januari 1998, 34-39 8. Iskandar J, Panduan Praktis pencegahan dan pengobatan Stroke, cetakan ke 2 Bhuana Ilmu Populr, 2004. 9. Andradi S, Akibat lanjut Hipertensi dibidang Neurologi, cermin dunia kedokteran no 57, bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia / RSCM, Jakarta, 1989 10. Hadinoto S, Stroke Pada Usia Lanjut. Dalam : Hadinoto S, Noerjanto M, Soetedjo, edisi Neeurogeiatri, Universitas Diponegoro, Semarang, 1993 11. Siswono, Bahaya Dari Kolesterol Tinggi, http://www.gizi.net/cgibin/berita/fullnews.cgi?newsid9970596 8,35248.
75
Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Gizi Lebih Pada Balita Di Desa Pesantunan Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes Ardi Febrianto*), Auly Tarmali**) *) Alumnus Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo **) Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyrakat STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRAK Masalah gizi lebih dengan berbagai risiko penyakit yang ditimbulkan cenderung meningkat terutama di daerah perkotaan. Keadaan gizi lebih dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak, peningkatan risiko terkena penyakit degeneratif yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan ibu, pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga. Sebanyak 3,70% balita di Indonesia mengalami gizi lebih, sedangkan di Kabupaten Brebes prevalensi gizi lebih pada balita terus meningkat setiap tahun, tahun 2006 sebesar 2,49%, tahun 2007 menjadi 2,62%, tahun 2008 meningkat menjadi 2,71%. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu, pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga dengan gizi lebih pada balita di Desa Pesantunan Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita di Desa Pesantunan sebanyak 124 balita. Sampel yang diambil sebanyak 76 balita dengan teknik pengambilan sampel simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung dan instrumen berupa kuesioner. Teknik analisa data yang digunakan adalah chi-square (α = 0,05). Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan gizi lebih pada balita (p = 0,001), tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan gizi lebih pada balita (p = 0,154), ada hubungan antara status ekonomi keluarga dengan gizi lebih pada balita (p = 0,001) dan OR = 8,485 menunjukkan bahwa keluarga dengan status ekonomi cukup meningkatkan risiko 8,485 kali lebih besar bagi balita untuk mengalami gizi lebih dibandingkan dengan keluarga dengan status ekonomi tidak cukup. Diharapkan agar masyarakat terutama bagi para ibu agar lebih memperhatikan kebutuhan gizi anaknya. Disarankan perlu adanya penelitian lanjutan yang menganalisis faktor lain yang juga dapat mempengaruhi gizi lebih pada balita misalnya kebiasaan makan, atau melakukan penelitian yang sama tetapi menggunakan populasi yang berbeda misalnya pada anak sekolah dasar atau remaja, atau dilakukan pada balita namun sampelnya adalah semua balita dengan status gizi lebih. Kata kunci
: pengetahuan, pendidikan, status ekonomi, gizi lebih, balita
PENDAHULUAN Salah satu program penting dalam pembangunan kesehatan adalah perbaikan gizi. Berdasarkan undang-undang RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan menetapkan ”perbaikan gizi” merupakan salah satu upaya kesehatan yang perlu diselenggarakan untuk mewujudkan terpenuhinya gizi, pencegahan, penyembuhan dan atau pemulihan akibat gizi yang salah (Brotosaputro, 2002). Pola makan tradisional yang tadinya tinggi karbohidrat, tinggi serat kasar dan rendah lemak berubah ke pola
makan baru yang rendah karbohidrat, rendah serat dan lemak tinggi, sehingga menggeser menu makan ke arah tidak seimbang. Perubahan pola makan dan aktifitas fisik ini berakibat semakin banyak penduduk tertentu yang mengalami masalah gizi berlebih berupa kegemukan atau obesitas (Widjaja, 2003). Gizi lebih adalah ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan energi, yakni konsumsi kalori tertentu berlebih dibandingkan dengan kebutuhan atau pemakaian energi. Faktor-faktor yang
76
berhubungan dengan gizi lebih adalah pendapatan orang tua yang tinggi mengakibatkan orang tua mampu membeli pangan yang disukai/kecenderungan orang tua akan menuruti kemauan anak, kurangnya pengetahuan orang tua tentang pemenuhan gizi seimbang mengakibatkan pemberian makan anak tidak teratur yang akan mempengaruhi kebiasaan makan anak. Kebiasaan makan anak dengan cepat atau sambil bermain, akan meningkatkan berat badan dan lama-kelamaan akan menjadi obesitas (Ellen, 1991). Dari data antropometri anak balita (BB/U) yang dikumpulkan melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dan dianalisis oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat (BGM) Depkes dengan kriteria + 2,0 SB sebagai ambang batas gizi lebih / kegemukan. Menunjukan bahwa dalam sepuluh tahun yaitu dari tahun 1989 hingga 1999 prevalensi gizi lebih pada balita meningkat dari 0,77% hingga 4,48% (Almatsier, 2001). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2005, proporsi gizi lebih pada balita mencapai 3,70% (Srijoni, 2006). Sebanyak 175 ribu balita (bayi usia lima tahun) di Indonesia mengalami gizi lebih, dan lima juta balita lainnya mengalami gizi kurang. Prevalensi gizi lebih, terutama pada bayi dibawah lima tahun (balita), di Jawa Tengah dinilai masih tinggi. Pada tahun 2005, tercatat sebanyak 5.973 balita atau 1,96% balita di Jawa Tengah bergizi lebih. Pada tahun 2007 prevalensi gizi lebih mengalami kenaikan yaitu 2,54% (Dinkes Propinsi Jateng, 2008). Pada tahun 2008, prevalensi gizi lebih pada balita di Kabupaten Brebes sebanyak 2,71%. Jika dibandingkan dengan prevalensi gizi lebih pada tahun-tahun sebelumnya, jumlah tersebut mengalami kenaikan. Pada tahun 2006 prevalensi gizi lebih sebanyak 2,49% dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 2,62%. Hal ini di antaranya di sebabkan kurangnya kesadaran orang tua untuk memeriksa anaknya ke puskesmas dan rumah sakit (Sarmini, 2008). Berdasarkan dari data Puskesmas Pesantunan pada tahun 2008 terdapat 915 jumlah anak yang ditimbang diantaranya terdapat 31 balita atau 33,9% yang mengalami gizi lebih. Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 13 balita pada tanggal 23 Januari 2009 didapatkan data bahwa 3 balita (23%) dengan status gizi lebih. Ibu yang memiliki balita yang dengan
status gizi lebih beranggapan bahwa anak yang gemuk adalah anak yang sehat, sehingga ibu memberikan susu formula lebih dari 3x sehari dan sering mengajak anak makan diluar yang kandungan gizinya rendah. Berdasarkan fenomena diatas peneliti ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan gizi lebih pada balita. METODE PENELITIAN Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi yaitu penelitian yang menghubungkan antara dua variabel pada satu situasi atau subyek (Arikunto, 2002), dengan menggunakan pendekatan yang bersifat cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita di wilayah Desa Pesantunan Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes yaitu sebanyak 124 balita, sedangkan sampel yang digunakan sejumlah 76 responden. Penelitian dilakukan dengan wawancara langsung dengan responden dan pengisian kuesioner dilakukan oleh peneliti. Instrumen yang dipakai adalah kuesioner. Item dalam kuesioner terdiri dari dua bagian. Bagian A memuat pertanyaan mengenai data umum, bagian B memuat 10 pertanyaan tentang data pengetahuan. Analisis data dilakukan dengan uji chi-square.
HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum Hasil Penelitian Wilayah Desa Pesantunan meliputi 10 RW dan 67 RT, dengan luas wilayah ± 249.080 Ha. Jumlah penduduk Desa Pesantunan pada tahun 2008 adalah 14.328 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 7.747 jiwa dan perempuan 6.581 jiwa. Batas-batas administratif yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Tengki, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Pasar Batang, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kauman dan Desa Pebatan, sedangkan sebelah barat berbatasa dengan Desa Klampok. Dari data yang diperoleh diketahui bahwa lebih dari separuh responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi yaitu 53,9% dengan tingkat pendidikan menengah keatas (SMA & DIII/PT) yaitu sebanyak 68,4%. Dari data yang didapatkan diketahui bahwa jumlah responden yang berpenghasilan layak (≥793.693) dan tidak layak (<793.693) sama jumlahnya yaitu 38 responden (50%), dari
77
data diketahui bahwa sebagian besar balita di Desa Pesantunan merupakan balita 2.
dengan status sebanyak 75%.
bukan gizi lebih yaitu
Hubungan antara pengetahuan ibu dengan gizi lebih pada balita Tabel 1 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Gizi Lebih pada Balita di Desa Pesantunan Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes Tahun 2009 pengetahuan ibu Rendah Tinggi Total
Status gizi lebih Gizi lebih Bukan gizi lebih f % f % 2 5,7 33 94,3 17 41,5 24 58,5 19 25,0 57 75,0
Berdasarkan tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa gizi lebih pada balita lebih banyak dialami oleh balita yang memiliki ibu dengan tingkat pengetahuan tinggi (41,5%) dari pada balita yang memiliki ibu dengan tingkat pengetahuan rendah (5,7%). Hasil uji 3.
Total f
p % 100,0 100,0 100,0
35 41 76
0,001
statistik dengan menggunakan analisis chi-square diperoleh nilai p = 0,001 (p ≤ 0,05), maka Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan gizi lebih pada balita.
Hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan gizi lebih pada balita Tabel 2 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan Gizi Lebih pada Balita di Desa Pesantunan Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes Tahun 2009 Pendidikan ibu Dasar Menengah keatas Total
Status gizi lebih Gizi lebih Bukan gizi lebih f % f % 3 12,5 21 87,5 16 30,8 36 69,2 19
25,0
57
Berdasarkan tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa gizi lebih pada balita lebih banyak dialami oleh balita yang memiliki ibu dengan tingkat pendidikan menengah keatas (30,8%) dari pada balita yang memiliki ibu dengan tingkat pendidikan dasar (12,5%). Hasil uji statistik dengan 4.
Total f
75,0
p
24 52
% 100,0 100,0
76
100,0
0,154
menggunakan analisis chi-square diperoleh nilai p = 0,154 (p > 0,05), maka Ho gagal ditolak dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan gizi lebih pada balita.
Hubungan antara status ekonomi dengan gizi lebih pada balita Tabel 3 Hubungan Antara Status Ekonomi dengan Gizi Lebih pada Balita di Desa Pesantunan Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes Tahun 2009 Status ekonomi
Layak Tidak layak Total
Status gizi lebih Gizi lebih Bukan Gizi lebih f % f % 16 42,1 22 57,9 3 7,9 35 92,1 19 25,0 57 75,0
Total f 38 38 76
% 100,0 100,0 100,0
p
0,001
OR 95% CI 8,485 2,214 – 32,517
78
Berdasarkan tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa gizi lebih pada balita lebih banyak dialami oleh balita yang memiliki keluarga dengan status ekonomi layak (42,1%) daripada balita yang memiliki keluarga dengan status ekonomi tidak layak (7,9%). Hasil uji statistik dengan menggunakan analisis chi-square diperoleh nilai p = 0,001 (p ≤ 0,05), maka Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara status ekonomi dengan gizi lebih pada balita, dengan OR = 8,485 menunjukkan bahwa keluarga dengan status ekonomi cukup meningkatkan risiko 8,485 kali lebih besar bagi balita untuk mengalami gizi lebih dibandingkan dengan keluarga dengan status ekonomi tidak cukup. PEMBAHASAN 1. Hubungan antara pengetahuan ibu dengan gizi lebih pada balita di Desa Pesantunan Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes Berdasarkan hasil penelitian, gizi lebih pada balita lebih banyak dialami oleh balita yang memiliki ibu dengan tingkat pengetahuan tinggi (41,5%) dari pada balita yang memiliki ibu dengan tingkat pengetahuan rendah (5,7%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan analisis chisquare diperoleh nilai p = 0,001 (p ≤ 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan gizi lebih pada balita. Ibu dengan pengetahuan yang baik dapat memberikan pola asuh yang baik, karena pola asuh makan pada balita merupakan cerminan perhatian dan kasih sayang orang tua, terutama ibu terhadap anaknya. Pengetahuan yang baik juga harus ditunjang dengan kemampuan ibu dalam hal mengasuh dan mengawasi anak dan mengatur menu makan anaknya dengan memperhatikan komposisi dan jenis bahan pangan. Pengetahuan gizi ibu juga ikut menentukan dalam pemilihan jenis makanan yang akan disajikan kepada keluarga. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Andarwati (2005) di Kabupaten Pati yang menyatakan bahwa ada hubungan
antara pengetahuan ibu dengan status gizi lebih pada balita (p = 0,001). 2. Hubungan antara pendidikan ibu dengan gizi lebih pada balita di Desa Pesantunan Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa gizi lebih pada balita lebih banyak dialami oleh balita yang memiliki ibu dengan tingkat pendidikan menengah keatas (30,8%) daripada balita yang memiliki ibu dengan tingkat pendidikan dasar (12,5%). Hasil uji statistik dengan menggunakan analisis chi-square diperoleh nilai p = 0,154 (p > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan gizi lebih pada balita. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor yang penting dalam pemberian gizi pada balita. Ibu yang memiliki pendidikan baik dapat menerima segala informasi dari luar yang berkaitan dengan kebutuhan gizi pada balita. Pendidikan formal yang tinggi tanpa disertai pengetahuan gizi yang memadai akan memberikan dampak negatif terhadap masalah gizi. Pendidikan ibu dalam hal ini akan berpengaruh terhadap pengetahuan gizi ibu diantaranya sebagai penyaji makanan atau pengatur menu. Kegemukan pada anak disebabkan kurangnya pengetahuan ibu dalam hal pemberian makan. Seorang ibu harus tahu benar waktu yang tepat untuk memberikan makanan pada anaknya. Seorang anak akan meminta makanan yang disukainya, jadi kurang tepat jika permintaan anak selalu dituruti hal itu akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Indarti (2004), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi lebih pada balita (p = 0,81). 3. Hubungan antara status ekonomi dengan gizi lebih pada balita di Desa Pesantunan Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes Berdasarkan hasil penelitian, gizi lebih pada balita lebih banyak dialami oleh balita yang memiliki keluarga dengan status ekonomi layak (42,1%) daripada
79
balita yang memiliki keluarga dengan status ekonomi tidak layak (7,9%). Hasil uji statistik dengan menggunakan analisis chi-square diperoleh nilai p = 0,001 (p ≤ 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara status ekonomi dengan gizi lebih pada balita. Status gizi seorang individu banyak dipengaruhi oleh konsumsi makanan sehari-hari, pada bayi dan balita misalnya masaukan gizi ditentukan oleh orang tuanya. Sedangkan konsumsi makanan keluarga ditentukan pula oleh tingkat sosial ekonomi keluarga. Keadaan sosial ekonomi orang tua sangat berpengaruh terhadap status gizi anak balita. Adanya gangguan terhadap sumber daya sosial ekonomi keluarga, baik terhadap kuantitas maupun kuantitas akan menyebabkan perubahan terhadap status gizi anak balita. Pada umumnya anak yang mengalami obesitas berasal dari keluarga bersatatus sosial ekonomi tinggi, karena kemungkinan orang tua mampu memenuhi setiap kebutuhan pangan anaknya (Jamal, 1998). Tingkat pendapatan menentukan pola makan, yaitu makanan apa saja yang mampu dibeli. Orang miskin biasanya akan membelanjakan penghasilannya untuk makanan semampunya, hanya makanan pokok asal bisa mengenyangkan perut walaupun tidak ada asupan gizi sama sekali, sedangkan orang kaya akan membeli makanan yang enak dan lezat dan cenderung makanan tersebut kaya akan kalori seperti lemak, karbohidrat dan protein yang tinggi yang dapat meningkatkan risiko obesitas (Indarti, 2004). KESIMPULAN 1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan gizi lebih pada balita dengan nilai p = 0,001. 2. Tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan gizi lebih pada balita dengan nilai p = 0,154. 3. Ada hubungan antara status ekonomi keluarga dengan gizi lebih pada balita dengan nilai p = 0,001, dan OR = 8,485 menunjukkan bahwa keluarga dengan status ekonomi cukup meningkatkan risiko 8,485 kali lebih besar bagi balita untuk mengalami gizi lebih
dibandingkan dengan keluarga dengan status ekonomi tidak cukup.
SARAN Berdasarkan hasil penelitian diatas, ada beberapa saran yang bisa penulis sampaikan yaitu sebagai berikut : 1. Bagi masyarakat Diharapkan agar masyarakat terutama bagi para ibu agar lebih memperhatikan kebutuhan gizi anaknya, jika anak diasuh oleh orang lain diharapkan agar ibu terlebih dahulu menyiapkan makanan anak sebelum ibu berangkat kerja. Diharapkan juga agar masyarakat menghilangkan anggapan bahwa anak yang gemuk adalah anak yang sehat karena kegemukan pada anak akan sulit diturunkan berat badannya dan akan tetap gemuk hingga dewasa yang justru rentan akan penyakit degeneratif. 2. Bagi Instansi Kesehatan terkait Diharapkan lebih intens lagi memberikan informasi kepada masyarakat tentang kebutuhan zat gizi pada balita dan akibat-akibatnya apabila kebutuhan tersebut tidak tercukupi atau berlebihan. DAFTAR PUSTAKA 1. Almatsier, S. (2001). Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2. Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta. 3. Ellen, G. W. (1991). Petunjuk diet dan makanan. Bandung : Indonesia Publishing Housing 4. Jamal, S. (1998). Karakteristik gizi masyarakat pedesaan dan perkotaan. Jakarta: Jurnal cermin dunia kedokteran No. 14 tahun 1998 halaman 56-59 5. Notoatmodjo, S. (1993). Pengantar pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta 6. Notoatmodjo, S. (2000). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta 7. Pudjiati. S. (2000). Ilmu gizi klinis pada anak. Jakarta : FKUI 8. Rita. (2005). Masalah gizi ganda di Indonesia. http// www.kompas.com. Diambil pada tanggal 23 Februari 2009. 9. Roesli, U. (2000). Bayi sehat berkat ASI Ekslusif, makan tepat dan imunisasi lengkap. Jakarta : PT Elekmedika Komputindo.
80
10. Sediaoetama, A. (2000). Faktor gizi. Jakarta : Dian Rakyat 11. Soegeng, S. (2004). Anak gizi dan kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta 12. Soekirman. (2000). Ilmu gizi dan aplikasinya untuk keluarga dan masyarakat. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional 13. Soetjiningsih. (1998). Perawatan kesehatan terhadap anak. Jakarta : Puspa Swara 14. Srijoni, P. N. (2006). Balita gizi lebih kini sudah banyak. http//
15. 16. 17.
18. 19.
www.cybertokoh.com. Diambil pada tanggal 17 Januari 2009 Sugiyono. (2006). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta Suhardjo. (1998). Pemberian makan pada bayi dan anak. Jakarta : Kanisius Sulistijani, H. (2001). Menjaga kesehatan bayi dan balita. Jakarta : Puspa Swara Supariasa. (2002). Penilaian status gizi. Jakarta : EGC Widjaja, M. C. (2003). Gizi tepat untuk perkembangan otak dan kesehatan balita. Jakarta: kawan Pustaka
81
Kajian Status Gizi Balita Berdasarkan Konsumsi Ikan, Konsumsi Energi Dan Protein Pada Balita Di Perkampungan Nelayan Tambak Lorok Keluarahan Tanjung Mas Kota Semarang Sinduwati Puspa Arum*), Puji Pranowowati**) *) Alumnus Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo **) Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Ngudi Waluyo ABSTRAK Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan luas laut 5,8 juta km2 yang memiliki kekayaan terutama perikanan yang melimpah. Namun tingkat konsumsi ikan yang masih rendah jauh di bawah harapan dibandingkan dengan Negara maju dan berkembang. Kecukupan gizi adalah ratarata asupan gizi harian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi. Peranan kecukupan gizi terutama kecukupan energy dan kecukupan protein adalah membentuk sumber daya manusia yang dapat melanjutkan pembangunan. Tujuan penelitian untuk mengetahui status gizi pada balita berdasarkan konsumsi ikan, kecukupan energy dan protein dengan di Tambak Lorok Kelurahan Tanjung Mas Kota Semarang. Jenis penelitian deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh balita di Tambak Lorok. Sampel sebanyak 30 balita dengan teknik sampel cluster sampling. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dengan metode recall 3x24 jam. Analisis data menggunakan Kendall Tau. Hasil penelitian menunjukkan 21 balita (70%) status gizinya baik, tingkat konsumsi ikan pada balita di Tambak Lorok 18 balita (60 %) pada kategori baik, balita yang kecukupan energi kategori kurang 20 (66,7%) dan balita yang kecukupan protein kategori baik 13 balita(43,3%). Ada hubungan antara konsumsi ikan dengan status gizi (p=0,0001), ada hubungan antara kecukupan energi dengan status gizi (p=0,016), ada hubungan antara kecukupan protein dengan status gizi (p=0,0001). Saran diharapkan ibu memberikan makanan balita berupa protein dan energy dengan komposisi yang seimbang baik berupa ikan atau makanan lainnya. Kata kunci : konsumsi ikan, kecukupan energi, kecukupan protein, status gizi Kepustakaan : 42
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara maritim dengan luas laut 5,8 juta kilometer persegi yang menjanjikan potensi pembangunan ekonomi yang besar. Kekayaan laut Indonesia ternyata baru sekitar 58,5 persen dari potensi lestari ikan laut (6,18 juta ton per tahun) yang dimanfaatkan saat ini sehingga optimalisasi pemanfaatan sumber daya kelautan masih jauh dari harapan (Khudori, 2003). Tahun 2003 negara Indonesia memiliki potensi perikanan yang terdiri dari laut seluas 24 juta Ha dengan potensi
produksi sebesar 47 juta ton/tahun, pesisir (coastal lands) untuk budi daya tambak (udang, bandeng, kerapu, kepiting, rumput laut, dan lain-lain) seluas 1 juta Ha dengan potensi produksi 5 juta ton/tahun, dan perairan umum (kolam air tawar, saluran irigasi, dan mina-padi) seluas 13,7 juta Ha dengan potensi produksi sebesar 5,7 juta ton/tahun, potensi perikanan ini mampu menyumbang 65% dari total konsumsi protein hewani (Dahuri, 2004). Tingkat konsumsi ikan penduduk Indonesia pada tahun 2005 sebesar 23,95 kilogram. Pada tahun 2006 mengalami
82
peningkatan sebesar 1.08 % sehingga menjadi 25,03 % perkapita pertahun. Namun tingkat konsumsi ikan di Indonesia masih di bawah standar yang ditentukan oleh FAO yaitu sebesra 30 kilogram perkapita pertahun. Tingkat konsumsi di Negara maju pun sangat jauh meninggalkan Indonesia (Kusdiantoro, 2008). Rendahnya tingkat konsumsi ikan di Indonesia per kapita per tahun menunjukkan masih rendahnya budaya makan ikan. Hal ini dibuktikan dengan beberapa daerah yang masih rendah mengkonsumsi ikan antara lain: Yogyakarta (13,25 kg), Temanggung (9,8 kg), Jawa Barat (12,35 kg), dan NTT (4,1 kg). Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung berbagai macam zat nutrisi serta berkalori rendah. Sebagai salah satu sumber protein hewani, ikan mengandung omega-3, Eicosapentaenoic Acid (EPA), Docosahexanoic Acid (DHA),Iodium, selenium, Flourida, Fe, Zn, Mg, Taurin, Coenzyme Q10 vitamin dan mineral (Budi, 2007). Protein, vitamin, mineral dan asam lemak omega-3 yang dikandung ikan mempunyai peran dalam kesehatan tubuh manusia baik di bagian otak, mata, jantung, paru-paru, otot, pencernaan, kulit maupun persendian. Mengkonsumsi ikan minimal 2 3 kali seminggu terutama pada balita dapat memperkuat daya tahan tubuh serta menjadikan anak atau balita menjadi cerdas dan sehat (Haryanti, 2007). Anak yang kurang mengkonsumsi ikan , akan berdampak pada berat badan atau status gizi kurang. Keadaan gizi kurang pada anak mempunyai dampak pada keterlambatan pertumbuhan, dan perkembangan yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu anak yang bergizi kurang tersebut kemampuannya untuk belajar dan bekerja serta bersikap akan lebih terbatas dibandingkan dengan anak yang normal ( Suhardjo, 1996 ). Standart kecukupan gizi di Indonesia masih menggunakan makro, yaitu kecukupan kalori (energi) dan kecukupan protein. Angka kecukupan protein dipengaruhi oleh mutu protein makanan yang dinyatakan dalam skor asam amino dan daya cerna protein. Produk pangan hewani seperti telur, susu, daging, dan ikan adalah sumber protein yang bermutu baik karena mempunyai susunan asam amino yang paling sesuai untuk kebutuhan manusia pada proses pertumbuhan (Sibuea, 2006).
Menurut data BPS menunjukkan bahwa 40%-50% rumah tangga mengkonsumsi energi kurang dari 1500 kalori dan 25% rumah tangga mengkonsumsi protein 32 g per orang per hari, atau mengkonsumsi lebih kecil dari 70% yang dianjurkan. Jika kekurangan kalori protein sudah pada stadium berat dapat menyebabkan kwashiorkor (Aswar, 2004). Kasus gizi buruk pada balita di Kota Semarang pada tahun 2007 ditemukan sebanyak 30 kasus. Hasil pemantauan gizi di Kota Semarang dari tahun 2005-2007 didapatkan bahwa prevalensi gizi kurang terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 sebesar 11,09 %, tahun 2006 sebesar 14,00 % dan tahun 2007 sebesar 15,19 % ( Profil DKK Semarang , 2007). Tambak Lorok adalah suatu dusun di mana merupakan bagian dari Kelurahan Tanjung Mas yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan. Namun hasil laut yang berupa ikan tidak dikonsumsi tapi dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
MATERI DAN METODE Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional. (Sastroasmoro, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang berada di Tambak Lorok, dan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan probability sampling dengan teknik cluster sampling dengan jumlah sampel 30 balita. Pengumpulan data adalah mengamati variabel yang akan diteliti dengan menggunakan metode wawancara dengan menggunakan kuesioner, lembar recall dan timbangan. Analisis data menggunakan uji Kendall Tau. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Tambak Lorok Kelurahan Tanjung Mas Kota Semarang memiliki luas wilayah kering 271.782 Ha dan tanah basah 51,5 Ha dengan curah hujan 1000 mm/thn. Terdiri dari 16 RW dan 128 RT dengan jumlah Kepala Keluarga 6133 KK, dan sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan (661 orang). Tambak Lorok bagian utara berbatasan dengan Laut Jawa.
83
Karakteristik Balita Tabel 1 Karakteristik Balita di Tambaklorok Kelurahan Tanjung Mas Kota Semarang No 1.
2.
Karakteristik
Jumlah
Jenis kelamin a. Laki-laki b. Perempuan Umur a. 12 – 23 bulan b. 24 – 35 bulan c. 36 – 47 bulan d. 48 – 59 bulan
Persentase (%)
18 12
60,0 40,0
8 9 8 5
26,7 30,0 26,7 16,6
Tingkat Konsumsi Ikan Balita yang tingkat konsumsi ikan baik sebanyak 18 balita (60%). Mengkonsumsi ikan lebih dari 2 kali dalam seminggu dapat mencegah penyakit degenerative, penyumbatan pembuluh darah, dan mencegah penyakit jantung koroner. Hal ini disebabkan lemak omega 3 dan asam lemak omega 6 pada ikan dapat menjadi kunci bagi peningkatan kognitif. Selain untuk peningkatan kognitif dan intelelegensi, omega 3 dan omega 6 juga berperan dalam perkembangan fungsi saraf dan penglihatan bahkan jauh sebelum dilahirkan. Pada saat proses tumbuh kembang otak janin bermanfaat untuk mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan, gangguan fertilitas, kerapuhan sel darah merah dan gangguan system kekebalan tubuh. Tabel 2 Tingkat Konsumsi Ikan pada balita di Tambak Lorok Kelurahan Tanjung Mas Kota Semarang Konsumsi Ikan
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
6
20,0
Cukup
6
20,0
Baik
18
60,0
Total
30
100,0
Kecukupan energy Balita yang memiliki kategori kecukupan energy kurang sebanyak 20 balita (66,7%). Sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai nelayan yang berpenghasilan rendah sehingga untuk memenuhi kebutuhan seharihari masih sulit. Anak balita sulit untuk makan sehingga membuat orang tua harus
melakukan variasi makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi. Sedikitnya makanan yang dikonsumsi mempunyai peluang untuk menderita kurang gizi. Kebutuhan energy dapat terpenuhi dengan mengkonsumsi karbohidrat, protein dan lemak. Table 2 Tingkat Kecukupan Energi pada balita di Tambak Lorok Kelurahan Tanjung Mas Kota Semarang Kecukupan Energi
Frekue nsi
Persent ase (%)
Kurang
20
66,7
Cukup
7
23,3
Baik
3
10,0
Total
100,0
Kecukupan Protein Balita yang mempunyai kecukupan energi baik sebanyak 13 balita(43,3%). Kecukupan energi terpenuhi karena hamper setiap hari menu makanan berupa tempe, tahu dan ikan yang harganya terjangkau oleh masyarakat. Tempe dan tahu mengandung kacang kedelai yang merupakan protein nabati dan ikan mengandung protein hewani. Protein merupakan bagian dari semua sel hidup yang mempunyai fungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh melawan berbagai mikroba zat toksin yang masuk dan yang keluar, sebagai pembangun serta memelihara sel dan jaringan dalam tubuh. (Sediaoetama, 2000) Table 3 Tingkat Kecukupan Energi pada balita di Tambak Lorok Kelurahan Tanjung Mas Kota Semarang Kecukupan Protein
Frekue nsi
Persenta se (%)
Kurang
21
70,0
Cukup
5
16,7
Baik
4
13,3
Total
30
100,0
Status Gizi Sebagian besar balita yaitu 21 balita (70,0%) mempunyai status gizi yang baik. Pangan dan Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi menurunkan produktivitas sel otak yang mengakibatkan kebodohan dan keterbelakangan. Anak yang
84
kekurangan gizi akan mengalami gangguan pertumbuhan fisik, mental dan intelektual (Ali, 2004). Hubungan antara Konsumsi Ikan dengan Status Gizi pada Balita di Tambak Lorok Kelurahan Tanjung Mas Kota Semarang Ada hubungan antara konsusmsi Ikan dengan Status Gizi pada Balita (p=0,0001,τ= 0,684). Protein yang terkandung pada ikan mempunyai peran pada kesehatan tubuh manusia baik di otak, mata, jantung, paruparu, otot, pencernaan, kulit maupun persendian. Mengkonsumsi ikan minimal 23 kali seminggu terutama pada balita dapat memperkuat daya tahan tubuh serta menjadikan anak atau balita menjadi cerdas dan sehat (Haryanti ,2007). Anak yang kurang mengkonsusmsi ikan akan berdampak pada berat badan atau status gizi kurang. Keadaan gizi kurang apada anak akan mempunyai dampak pada keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan yang sulit disembuhkan (Suharjo, 1996). Hubungan antara Kecukupan Energi dengan Status Gizi pada Balita Ada hubungan antara Kecukupan Energi dengan Status Gizi pada Balita (p=0,016,τ= 0,419). Intake zat gizi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi seseorang merupakan salah satu penyebab langsung dari timbulnya masalah gizi. Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein, pada tahap awal akan meyebabkan rasa lapar dan dalam jangka waktu tertentu berat badan akan menurun. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikankonsumsi energi dan protein yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserangpenyakit infeksi yang selanjutnya dapat menyebabkan kematian (Hardinsyah dan Martianto 1992). Hubungan antara Kecukupan Protein dengan Status Gizi pada Balita Ada hubungan antara Kecukupan Protein dengan Status Gizi pada Balita (p=0,0001,τ= 0,618). Protein berfungsi sebagai zat pembangun. Selain itu juga berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan sel. Protein merupakan salah satu penghasil energy yang akan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Kekurangan protein merupakan salah satu penyebab buruknya
status gizi di Indonesia. Gizi buruk akan berdampak terhadap makin rendahnya kualitas sumber daya manusia (Wibisono, 2004). KESIMPULAN 1. Ada hubungan antara konsusmsi Ikan dengan Status Gizi pada Balita (p=0,0001,τ= 0,684). 2. Ada hubungan antara Kecukupan Energi dengan Status Gizi pada Balita (p=0,016,τ= 0,419). 3. Ada hubungan antara Kecukupan Protein dengan Status Gizi pada Balita (p=0,0001,τ= 0,618). SARAN 1. Ibu diharapkan membuat variasi menu makanan terutama ikan 2. Balita mengkonsumsi ikan minimal 2 x seminggu sehingga kebutuhan protein tercukupi
DAFTAR PUSTAKA 1. Agus, K. (1996) Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang : UMM Press 2. Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama 3. Andarwati, D (2007). Factor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita pada keluarga Petani Di Desa Purwojati Kecamatan Kretek Kabupaten Wonosobo. Diakses tanggal 14 April 2009 dari http: www.digilibunnes.ac.id.skripsi 4. Anwar,S (2003) Alternatif Pangan Perangi Lapar. Diakses tanggal 11 April 2009 dari http : www.suaramerdeka.com 5. Arikunto S. (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik edisi Revisi VI Jakarta Rhineka Cipta 6. Arisman (2004) Gizi dalam daur Hidup Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta. EGC 7. Dahuri, R (2004) Peningkatan Gizi Masyarakat. Diakses tanggal 20 November 2008. Dari http : www.kompas.com 8. Depkes. (2003). Gizi Seimbang Menuju Hidup Sehat bagi Balita. Jakarta : Depkes RI 9. Depkes (1996) Makanan Balita untuk Tumbuh Sehat dan Cerdas. Jakarta : Depkes RI 10. Hardinsyah dan Tambunan, V (2004) Angka Kecukupan energy, Protein,
85
Lemak dan Serat Makanan : Widyakarya Nasional pangan dan Gizi edisi VIII. Jakarta: LIPI 11. Karsin, E (2004) Klasifikasi Pangan dan Gizi dalam pengantar Pangan dan Gizi Jakarta 12. Muhilal dkk (2004) Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan : Risalah widyakarya pangan dan Gizi Jakarta : LIPI 13. Notoatmodjo (2003) Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta; PT Rhineka Cipta
14. Rusilanti, Dahlia, M (2008) Menu Sehat untuk Kecerdasan Balita Jakarta : Agromedia Perkasa 15. Sastroasmoro, S. (2002) dasar-Dasar Metodologi Penelitian Khusus Edisi 2 : Jakarta. Sagung Seto 16. Sediaoetama, D (2000) Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid 1. Jakarta : Dian Rakyat 17. Sugiyono (2007) Statistik untuk Penelitian Edisi Revisi. Bandung : Alfabeta 18. Supariasa, Nyoman Penilaian Status Gizi . Jakarta. EGC.
86
Hubungan Kebiasaan Makan Telur Ayam Dengan Status Gizi Balita Di Dusun Leyangan Krajan Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur
H.Haryanti Krido Utami*), Sugeng Maryanto**), Deny Yudi Fitranti**) *) Alumnus Program Studi Ilmu Gizi STIKes Ngudi Waluyo **) Staf Pengajar Program Studi Ilmu Gizi STIKes Ngudi Waluyo ABSTRACT Egg is one of the most perfect foods that contains complete nutrient for human growth, especially for toddler. The objective of this study is to know the correlation between the habit of egg consumption, energy sufficiency and protein sufficiency with nutritional status of toddlers in Leyangan Krajan, Leyangan village, East Ungaran district. This study used descriptive-correlation research with cross sectional approach. The population of the study was all of toddlers in Leyangan Krajan as many as 134 toddlers. The sampling technique used cluster sampling, 34 toddlers were taken as the sample. The data was taken by using recall method for 3x24 hours to know energy and protein sufficiency and frequency of egg consumption in a week. The data was analyzed by Kendall tau (τ) test. The results show there is a positive significant correlation between egg consumption habit (p= 0,0001, τ = 0,592), energy sufficiency (p= 0,004, τ = 0,471), protein sufficiency (p= 0,001, τ = 0,569) with nutritional status of toddlers. Results of this study show there is a positive correlation between the habit of egg consumption, energy and protein sufficiency with nutritional status of toddlers. It is suggested to increase egg consumption in order to develop nutritional status and to consume various foods in order to fulfill adequate energy and protein. Keywords : the habit of egg consumption, energy sufficiency, protein sufficiency, nutritional status ABSTRAK Telur ayam merupakan salah satu bahan makanan yang sempurna karena banyak mengandung zat gizi lengkap bagi pertumbuhan mahkluk hidup terutama balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kebiasaan makan telur ayam, kecukupan energi dan protein dengan status gizi balita di Dusun Leyangan Krajan Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah 134 balita. Sampel yang di ambil sebanyak 34 balita dengan teknik pengambilan cluster sampling. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dengan menggunakan metode recall 3x24 jam untuk mengetahui kecukupan energi dan protein, dan frekuensi kebiasaan makan telur ayam dalam seminggu. Teknik analisa data yang digunakan adalah uji Kendall Tau (τ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang bermakna antara kebiasaan makan telur ayam (p = 0,0001, τ = 0,592), antara kecukupan energi (p = 0,004, τ = 0,471), antara kecukupan protein (p = 0,001, τ = 0,569) dengan status gizi balita. Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan, ada hubungan kebiasaan makan telur ayam, kecukupan energi dan protein dengan status gizi balita. Berdasarkan hasil penelitian saran yang di anjurkan adalah meningkatkan konsumsi telur untuk meningkatkan status gizi menjadi baik dan lebih dianjurkan makan aneka ragam makanan sehingga kecukupan energi dan protein dapat terpenuhi. Kata Kunci : kebiasaan makan telur ayam, kecukupan energi, kecukupan protein, status gizi
87
PENDAHULUAN Kekurangan gizi merupakan salah satu penyebab tingginya kematian bayi dan anak. Apabila anak kekurangan gizi berupa karbohidrat (zat tenaga) dan protein (zat pembangun) akan menyebabkan anak menderita Kekurangan Energi Protein (KEP), apabila hal ini berlanjut lama maka akan berakibat terganggunya pertumbuhan, perkembangan mental, dan sistem pertahanan tubuh, yang menjadikan penderita KEP tingkat berat sehingga sangat mudah terserang penyakit yang berakibat kematian.5 Sumber energi berkonsentrasi tinggi adalah bahan makanan sumber lemak dan karbohidrat. Sedangkan bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang.2 Namun menurut survei yang dilakukan Balai Penelitian Ternak tahun 2008, konsumsi telur masyarakat Indonesia masih rendah ditunjukan dengan konsumsi telur di Jawatengah sebanyak 3,27kilogram per kapita per tahun atau 69,57% dari target yang ditetapkan. Jika konsumsi telur di Indonesia semakin menurun dapat menyebabkan kejadian kekurangan energi protein menjadi semakin meningkat8 dan berdasarkan data di Puskesmas Leyangan pada bulan Desember 2009, terdapat 178 balita dari 2801 (6,35%) mengalami gizi kurang. Balita yang mengalami gizi kurang paling banyak terdapat di desa Leyangan yaitu sebesar 56 balita (31,46%). Dengan demikian peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul hubungan kebiasaan makan telur ayam, kecukupan energi dan protein dengan status gizi balita di Dusun Krajan Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur. METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Responden dalam penelitian ini adalah Ibu yang mengasuh balita di Dusun Leyangan Krajan
Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2010 menggunakan pemilihan sampel probability sampling dengan teknik cluster sampling yang dilakukan dengan cara mengacak seluruh RW yang ada di Dusun Leyangan Krajan Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur dan diambil 1 RW, sehingga di dapat RW 10 dengan sampel sebanyak 34 balita. Sampel dengan kriteria inklusi: satu keluarga hanya diambil 1 balita dengan usia tertua yang diasuh oleh ibu dan bersedia diwawancarai. Sedangkan kriteria ekslusi yang digunakan adalah balita yang menderita penyakit infeksi. Tahap pelaksanaan dengan melakukan wawancara dan pengisian kuesioner untuk mengetahui identitas responden dan mengetahui berapa butir telur yang dikonsumsi para balita dalam satu minggu, melakukan pengukuran berat dan tinggi badan pada balita usia >2 tahun, sedangkan untuk balita yang usia 1-2 tahun di ukur berat dan panjang badan untuk menentukan status gizi balita dan melakukan food recall 24 jam selama tiga hari pada hari minggu, selasa dan kamis, untuk mengetahui makanan dan minuman yang dikonsumsi selama 1 hari dan menentukan jumlah kecukupan energi dan protein pada balita. Analisis data menggunakan uji kendall tau untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel dengan skala ordinal. Dalam menentukan analisis bivariat dengan menggunakan program SPSS. Jika nilai nilai p ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan bisa diinterpretasikan ada hubungan yang bermakna secara statistik. HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Kelamin Balita Karateristik balita yang ada di Dusun Leyangan Krajan Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur, dapat diketahui bahwa sebagian besar balita berjenis kelamin laki- laki yaitu sebanyak 18 balita (52,9%).
88
Tabel 1. Distribusi Jenis Kelamin Balita. Jenis kelamin Frekuensi Persentase (n) (%) Laki-laki 18 52,9 Perempuan 16 47,1 Total 34 100,0
Usia Balita Tabel 2. Distribusi usia balita. Umur Frekuensi (bulan) (n)
Persentase (%)
12-23
3
8,8
24-35
14
41,2
36-47
12
35,3
48-59
5
14,7
Total
34
100,0
Pada tabel 2. diketahui bahwa balita usia 2435 bulan yaitu sebanyak 14 balita (41,2%). Status Gizi Balita Status gizi balita pada balita di Dusun Leyangan Krajan Desa Leyangan kecamatan Ungaran Timur di tentukan berdasarkan tinggi badan menurut berat badan dalam Z-skor. Sebagian besar balita yang memiliki status gizi normal sebanyak 26 balita (76,5%).(tabel 3) Tabel 3. Distribusi Frekuensi status gizi balita. Status gizi Frekuensi Persentase (n) (%) Kurus 4 11,8 Normal 26 76,5 Gemuk 4 11,8 Total 34 100,0 Saat ini yang dipakai sebagai baku rujukan untuk menentukan status gizi adalah baku rujukan WHO-NCHS. Berdasarkan kesepakatan pada temu pakar gizi pada tahun 2000 status gizi dinilai dengan menghitung nilai Z-score. Indeks berat badan menurut tinggi badan. 3 Berdasarkan penilaian status gizi dengan menggunakan Z- skor menurut
BB/TB pada balita di Dusun Leyangan Krajan Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur, di ketahui bahwa sebagian besar balita kategori normal yaitu sebanyak 26 balita (76,5%). Hal ini dikarenakan sebagian besar asupan energi dan protein pada balita di Dusun Leyangan Krajan Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur termasuk kategori baik.
Kebiasaan Makan Telur Ayam Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa kebiasaan makan telur ayam pada balita di Dusun Leyangan Krajan Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur, berkisar antara 1-6 butir dengan rata-rata 2,7 butir perminggu. Sebagian besar balita (52,9%) mempunyai tingkat kebiasaan makan telur yang baik. ( tabel 4.) Tabel 4 . Distribusi kebiasaan makan telur ayam balita. Kebiasaan Frekuensi Persentase makan telur (n) (%) Kurang 5 14,7 Cukup 11 32,4 Baik 18 52,9 Total 34 100,0 Berdasarkan penelitian kebiasaan makan telur ayam pada balita di Dusun Leyangan Krajan Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur diketahui bahwa sebagian besar balita mempunyai kebiasaan makan telur ayam kategori baik yaitu sebanyak 18 balita (52,9%). Frekuensi balita mengkonsumsi telur ayam berkisar 1-6 butir (rata-rata 3butir perminggu dengan kandungan protein dalam telur 30,2gram). untuk memenuhi kebutuhan protein sebaiknya mengkonsumsi telur ayam cukup sekitar 3 butir. Telur termasuk bahan makanan sumber protein yang relatif murah dan mudah ditemukan. Hampir semua orang membutuhkan telur. Dalam satu butir telur setara dengan 30gram daging unggas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan protein setiap hari.6
89
Hubungan antara kebiasaan makan telur ayam dengan status gizi pada balita Tabel 5. Tabulasi Silang Status Gizi Balita Berdasarkan Kebiasaan Makan Telur Konsumsi Telur ayam
Kurang Cukup Baik Total
Status gizi
n 4 0 0 4
Kurus % 80,0 0,0 0,0 11,8
Normal N % 1 20,0 11 100,0 14 77,8 26 76,5
Analisis bivariat yang digunakan untuk menguji hubungan antara kebiasaan makan telur ayam dengan status gizi pada balita di Dusun Leyangan Krajan Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur, diperoleh hasil yaitu pada balita yang mengkonsumsi telur ayam cukup 100% berstatus gizi normal. Persentase ini lebih besar daripada yang mengkonsumsi telur ayam kategori kurang (20%) dan baik (77,8%). (tabel 7.) Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Kendall Tau diketahui ada hubungan antara kebiasaan makan telur ayam dengan status gizi pada balita di Dusun Leyangan Krajan Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur (p=0,0001) dengan nilai korelasi 0,592 yang menunjukkan korelasi positif dan koefisien kekuatan sedang. Semakin banyak konsumsi telur ayam, semakin baik pula status gizi balita di Dusun Leyangan Krajan Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur. Telur termasuk bahan makanan sumber protein yang relatif murah dan mudah ditemukan. Hampir semua orang membutuhkan telur. Dalam satu butir telur setara dengan 30gram daging unggas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan protein setiap hari.6 Telur merupakan bahan makanan yang tinggi protein. Dalam satu butir telur ayam mengandung 10,6gram protein. Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh.1 Bila Kekurangan konsumsi protein terjadi pada anak balita
Gemuk n % 0 0,0 0 0,0 4 22,2 4 11,8
Total n 5 11 18 34
% 100,0 100,0 100,0 100,0
dapat menyebabkan pertumbuhan badan.9
p
τ
0,0001
0,592
terganggunya
KESIMPULAN DAN SARAN Balita di Dusun Leyangan Krajan Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur mempunyai kebiasaan makan telur yang baik sebanyak 52,9%. Sedangkan masih terdapat balita dengan status gizi kurus yaitu 11,8%. Terdapat hubungan kebiasaan makan telur dengan status gizi pada balita di Dusun Leyangan Krajan Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur. Bagi balita yang mengalami status gizi kurang untuk meningkatkan konsumsi telur.
DAFTAR PUSTAKA 1. Astawan.2000. Teknologi pangan dan gizi. Dari http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cy bermed/detail.aspx?x=Nutrition&y =cybershopping%7C0%7C0%7C6 %7C509. Di ambil pada 2 Februari 2010 2. Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi Edisi Revisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 3. Jahari,AB. 2002. Status gizi balita Indonesia sebelum dan selama krisis, prosiding Widya Karya
90
Nasional Pangan dan Gizi VII. LIPI Jakarta 4. Mietha.2008. Manfaat konsumsi telur bagi balita. Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadyah Surakarta. Unpublised 5. Pudjiadji, S 2003. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta FKUI 6. Setiawan, N. 2006. Daging dan Telur Ayam Sumber Protein Murah. Bandung: Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 7. Setyohadi, Si dkk 2005. Pengaruh PMT pemulihan dengan formula WHO/ modifikasi terhadap status gizi anak balita KEP di kota Malang, jurnal media gizi dan keluarga. Juli volume 29. 8. Utomo B.2008.http://www.vetklinik.com/BeritaPerunggasan/Konsumsi-TelurMasih-Rendah.html. di ambil pada tanggal 29 Januari 2010 9. Winarno. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
91
Daya Melarutkan Ekstrak Akar Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) Terhadap Kalsium Batu Ginjal Secara In Vitro M Sofwan Haris*), Jatmiko Susilo**), Sikni Retno Karminingsih**) *) Alumnus Program Studi Farmasi STIKES Ngudi Waluyo **) Staf Pengajar Program Studi Farmasi STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRACT Background: Renally crystal disease is caused by sedimentation of urin in renal and tractus urinary. Calcium crystal is one of the most renaly crystal diseases. Objective of this research is to know the potency and optimum concentration of extract Arenga pinnata (Wurmb) Merr and the crystal weight that could be soluted by each concentration extract. Method, experimental laboratory. The concentration of extract are 9; 18; 27; 36 and 45% v/v respectively. Calcium crystal collected from patient, calcium concentration were analyzed by turbidimetry method before and after test. Conclusion : Arenga pinnata (Wurmb) Merr, has solubility effect on renally calcium crystal, the optimum concentration of extract was 36 % could solute 110 mg of calcium crystal. Key words : Arenga pinnata (Wurmb) Merr, Calcium crystal
ABSTRAK Latar belakang. Penyakit batu ginjal merupakan penyakit yang disebabkan adanya sedimen urin dalam ginjal dan saluran kemih. Dari berbagai jenis batu ginjal yang diketahui, batu kalsium paling sering diderita pasien. Tujuan penelitian untuk mengetahui kemampuan dan kadar optimum ekstrak akar Aren, serta berat kalsium batu ginjal yang mampu dilarutkan oleh ekstrak akar Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.). Metode penelitian adalah eksperimental murni dengan desain Pretest-Postest with Control Group. Kadar ekstrak akar Aren 9%; 18%; 27%; 36% dan 45% (v/v). menggunakan kalsium batu ginjal pasien, daya larut kalsium diukur sebelum dan sesudah peredaman selama 5 jam pada suhu 37 ºC dengan turbidimetri.. Simpulan: Ekstrak akar Aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr. that memiliki daya melarutkan terhadap batu ginjal kalsium optimum pada kadar % dengan berat batu ginjal 110 mg. Saran : Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut daya melarutkan ekstrak akar Aren terhadap batu ginjal kalsium secara in vivo. Kata kunci : Akar Aren, batu kalsium
92
PENDAHULUAN Penyakit batu ginjal merupakan penyakit yang disebabkan adanya sedimen urin dalam ginjal dan saluran kemih dengan gejala berupa rasa nyeri di daerah pinggang yang akan menyebar ke arah lipatan paha, lama-kelamaan dapat menyebabkan perdarahan dalam urin (hematuria). . Dua pertiga batu ginjal tersusun oleh kalsium oksalat atau campuran dari kalsium oksalat dan kalsium fosfat dalam bentuk batu hidroksi apatit. Batu struvit (magnesium ammonium fosfat) terdapat sekitar 20% dari seluruh batu ginjal, sisanya berupa batu asam urat, sistin dan batu xantin (Smith, 1963). Dari berbagai jenis batu ginjal yang ada, paling sering diderita pasien adalah batu yang terbentuk dari kalsium, dapat oksalat, fosfat atau campuran dari ketiga mineral yaitu kalsium, magnesium dan ammonium fosfat. Akar Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr. atau Arenga saccharifera Labiil adalah tanaman famili palmae dan secara tradisional telah digunakan sebagai obat penyakit batu ginjal (Anonim, 2005). Sebanyak 2 gram akar Aren direbus bersama daun keji beling 3 gram, akar alang-alang 3 gram, herba meniran 3 gram (Anonim, 2005). Kandungan kimia akar Aren adalah saponin, flavonoid, dan polifenol (Hidayat dan Hutapea,1991). Karena kandungan flavonoid yang dimiliki, maka kemungkinan ekstrak akar Aren memiliki kemampuan melarutkan kalsium batu ginjal. Adapun mekanisme kelarutan kalsium batu ginjal oleh akar Aren belum diketahui, diduga melalui pembentukan kompleks antara kalsium batu ginjal dengan flavonoid. Flavonoid adalah senyawa yang mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang mempunyai struktur dasar C6-C 3-C6. Setiap bagian C6 merupakan cincin benzen yang dihubungkan oleh tiga atom karbon (C3) yang merupakan rantai alifatis. Penggolongan flavonoid berdasarkan substituen cincin heterosiklis yang mengandung oksigen dan perbedaan distribusi dari gugus hidroksil. Perbedaan oksidasi di bagian atom C3 menentukan sifat, khasiat, dan golongan atau tipe flavonoid (Robinson, 1995).
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang daya melarutkan ekstrak akar Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) terhadap kalsium batu ginjal untuk mengetahui kemampuan melarutkan terhadap kalsium batu ginjal secara in vitro. METODE PENELITIAN Penelitian eksperimental laboratorium, Kadar ekstrak akar Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) 9; 18; 27; 36 dan 45% (v/v). kadar kalsium diukur sebelum dan sesudah perendaman suhu 37ºC selama 5 jam dengan metode turbidimetri. Alat dan Bahan Akar aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.), batu ginjal pasien. Ca oksalat (pa). Petroleum eter (teknik), metanol, aquades dan NaCl 0,9%. Turbidimeter, evaporator, penangas air, neraca metler, soxhlet, dan alat gelas. PROSEDUR PENELITIAN 1. Awalemakkan serbuk akar Aren dengan petroleum eter pada suhu 50 ºC, keringkan. 2. Maserasi dengan etanol-air (1:1) selama 5 x 24 jam, ekstrak dirotaevaporasi 3. Identifikasi flavonoid 4. Buat kadar ekstrak 9, 18, 27, 36 dan 45 % 5. Kedalam masing-masing kadar sebanyak 10 ml ekstrak tambahkan 100 mg serbuk batu ginjal 6. Rendam pada suhu 37 ºC selama 5 jam, lakukan penggojogan setiap satu jam selama satu menit. 7. Baca kekeruhan masing-masing perlakuan secara turbidimetri, hitung kadar kalsium terlarut pada masingmasing perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kurva Baku Kalsium Oksalat Berdasarkan perhitungan persamaan garis lurus kalsium oksalat baku diperoleh y = 71,1 x + 5,849 sebagaimana terlihat pada gambar grafik berikut :
93
Kurva Baku Ca oksalat
turbiditas (NTU)
20
R2 = 0,986
15
y = 271,1x + 5,849
10 5 0 0.01
0.02
0.03 0.04 0.05 % konsentrasi Gambar 2. Kurva Baku Kalsium oksalat
Persamaan kurva baku ini dapat digunakan untuk menghitung kadar kalsium yang terdapat dalam batu ginjal sebelum dan sesudah perendaman selama 5 jam pada suhu 37 ºC. B. Perendaman batu ginjal dan pengukuran berat kalsium terlarut Batu kalsium oksalat cukup kuat dan sukar untuk dipecahkan, mempunyai berbagai ukuran, permukaan kasar sebagai bentukan urin, bersifat asam atau netral. Kristal berbentuk tetrahidral, larut dalam HCl. Pada keadaan hiperkalsiuria, hiperurikosuria dan hiperoksaluria merupakan penyebab remedia’ utama dari batu kalsium. Peninggian pH urin dapat juga membantu pembentukan batu kalsium karena kalsium fosfat (bukan oksalat) atau apatit mudah menjadi kristal dalam urin basa. (Brown, 1989). Adapun faktor-faktor yang dianggap penting pada pembentukan batu ginjal adalah : (1) adanya presipitasi
garam-garam yang larut dalam urin.; (2) adanya faktor tertentu yang dapat menyebabkan kristalisasi zat-zat pembentuk batu ginjal, misalnya infeksi bakteri; (3) adanya kelainan yang menyebabkan kristal-kristal berkumpul membentuk batu ginjal antara lain penurunan volume urin, pH urin, adanya koloid dalam urin; dan (4) terlalu aktifnya kelenjar parathyroid yang dapat menyebabkan meningkatnya berat kalsium dalam urin. Menurut komposisi kimiawi, batu ginjal diklasifikasikan menjadi empat, yaitu: (1) batu yang terdiri dari kalsium fosfat, magnesium sulfat, kalsium karbonat, atau campuran dari ketiga mineral tersebut dan paling sering diderita pasien, (2) batu yang terdiri dari kalsium oksalat; (3) batu yang terdiri dari campuran kalsium oksalat dan ketiga mineral di atas; dan (4) batu yang terbentuk dari senyawa organik, misalnya sistin, asam urat dan xantin (Smith, 1963).
Tabel 2.
Berat kalsium batu ginjal yang larut pada tiap-tiap kadar ekstrak akar Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) Konsentrasi Rata-rata Nilai Rata-rata Berat Rata-rata Berat ekstrak akar aren kekeruhan (NTU) kalsium tidak terlarut kalsium terlarut (x1 (% v/v) (x) (g) = 0,1g - x) (g) 9 22,5133 0,0615 0,0385 + 0,0022 18 20,9033 0,0555 0,0445 + 0,0012 27 18.8000 0,0478 0,0522 + 0,0008 36 16,0000 0,0374 0,0625 + 0,0007 45 17,7900 0,0440 0,0559 + 0,0012
94
0.07
gram kalsium terlarut
0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 9%
Gambar 3.
18%
27% 36% 45% kadar ekstrak (v/v) Kurva berat kalsium batu ginjal yang larut dalam ekstrak akar Aren pada tiap-tiap kadar
Kurva di atas menunjukkan bahwa kadar ekstrak akar Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) yang paling optimum melarutkan kalsium batu ginjal pada konsentrasi 36%. Dengan demikian ekstrak akar Aren pada kadar 36% mempunyai daya melarutkan terhadap kalsium mencapai optimum dan pada kadar selebihnya justru mengalami penurunan, hal ini kemungkinan terjadi akibat kelebihan flavonoid justru akan memperkecil daya melarutkan kalsium atau penurunan daya menghambat pembentukan kristal kalsium. Flavonoid adalah senyawa yang mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang mempunyai struktur dasar C6-C3-C6. Setiap bagian C6 merupakan cincin benzen yang dihubungkan oleh tiga atom karbon (C3) yang merupakan rantai alifatis. Penggolongan flavonoid berdasarkan substituen cincin heterosiklis yang mengandung oksigen dan perbedaan distribusi dari gugus hidroksil. Perbedaan oksidasi di bagian atom C 3 menentukan sifat, khasiat, dan golongan atau tipe flavonoid (Robinson, 1995). Pada umumnya flavonoid terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi dan terdapat pada hampir semua bagian seperti akar, batang, daun, bunga, tepung sari, buah, biji, kayu dan kulit kayu, walaupun dalam jaringan tertentu
kandungan flavonoidnya lebih besar daripada jaringan lain. Flavonoid banyak terdapat antara lain dalam familia Polygonaceae, Rutaceae, Leguminoceae, Umbelliferae, Compositae (Trease, 1978). Penelitian yang dilakukan oleh Retno (1997) menunjukkan adanya daya melarutkan oleh fraksi etil asetat dan fraksi air akar alang-alang (Imperata cylindrical Beauv. var. major Hubb.) terhadap batu ginjal kalsium in vitro. Pramono et al. (1993) mendapatkan adanya pembentukan kompleks antara flavonoid dalam daun tempuyung (Sonchus arvensis L.) dengan kalsium dalam batu ginjal yang menyebabkan adanya daya melarutkan infus daun tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap batu ginjal kalsium in vitro. Sedangkan Arebi et al. (1993), juga menemukan adanya kemampuan beberapa flavonoid dari tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus) dan bunga mutiara (Malpighia coccigera) dalam menghambat pertumbuhan kristal kalsium oksalat dalam urin manusia secara in vitro. C. Berat optimum kalsium batu ginjal yang mampu dilarutkan oleh ekstrak akar Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.)
95
Tabel 3. Berat kalsium batu ginjal yang larut dalam ekstrak akar Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) kadar 36% Nilai kekeruhan Berat kalsium batu Berat kalsium batu (NTU) ginjal tidak terlarut ginjal terlarut (x) (g) (x1 = 0,1g - x) (g) 20,0200 0,0525 0,0475 + 0,0005 18,1700 0,0454 0,0546 + 0,0006 15,8900 0,0383 0,0617 + 0,0005 14,8967 0,0334 0,0666 + 0,0008 15,7567 0,0365 0,0635 + 0,0002
Berat kalsium batu ginjal (g) 0,080 0,090 0,100 0,110 0,120
gram kalsium terlarut
0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 80
Gambar 4.
90
100 110 120 berat batu ginjal (mg) Kurva berat kalsium batu ginjal yang larut dalam ekstrak akar Aren terhadap beberapa berat batu ginjal
Kurva di atas menunjukkan berat batu ginjal kalsium optimum yang larut dalam ekstrak akar Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) adalah berat 110 mg. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan ikatan antara flavonoid yang terkandung dalam ekstrak akar Aren 36% terhadap kalsium mencapai optimum pada berat 110 mg kalsium. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tentang Daya Melarutkan Ekstrak Akar Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) Terhadap Batu Ginjal Kalsium secara In Vitro, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Ekstrak akar Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) memiliki daya melarutkan terhadap batu ginjal kalsium in vitro. 2. Kadar optimal ekstrak akar Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) adalah kadar 36%. 3. Berat batu ginjal kalsium optimal yang mampu dilarutkan oleh ekstrak akar Aren 36% adalah 110 mg.
SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai daya melarutkan akar aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) terhadap batu ginjal kalsium secara in vivo DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim, 2005, Tanaman Obat Indonesia, http://www.Iptek.net, Dikutip pada tanggal 08 Mei 2010. 2. Arebi, T., Ismail, Z., dan Ismail, N., 1993, Effect of Flavonoids from Orthosiphon stamineus and Malpighia coccigera on the In Vitro Growth of Calcium Oxalate Crystals in Human Urine, Trend in Traditional Medicine Research, 435-438. The School of Pharmaceutical Sciences, University of Science Malaysia, Penang, Malaysia. 3. Brown, C.B., 1989, Manual Ilmu Penyakit Ginjal, Diterjemahkan oleh Moch. Sadikin dan Winasri Rudiharso, 204-211, Binarupa Aksara, Jakarta 4. Geissman, T.A., 1962, The Chemistry of Flavonoid Compound, 396-397,
96
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14. 15.
Perganon Press, Oxford, London-New York-Paris. Harborne, J.B., 1973, Phytochemical Methods, 14-15, Chapman and Hall, London. Harborne, J.B., Mabry, T.J., Helga, M., 1975, The Flavonoids, 2-5, 47-61, Chapman and Hall, London. Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Mengalaisis Tumbuhan, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro, Edisi II, 47-137, 147-150, Penerbit ITB, Bandung. Hidayat, S.S. dan Hutapea, J.R., 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I), Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia, Jakarta. Mabry, T.J., Markham, K.R., and Thomas, M.B., 1970, The Systematic Identification of Flavonoids, 1-97, 165229, Springer Verlag, New York, Heidenberg, Berlin. Markham, K.M., 1988, Cara Identifikasi Flavonoids, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, 1-54, Penerbit ITB, Bandung. Pramono, S., Sumarno, dan Waryono, S., 1993. Flavonoid Daun Sonchus arvensis L. Senyawa Aktif Pembentuk Kompleks dengan Batu Ginjal Berkalsium, warta tumbuhan obat Indonesia, vol. 2 No. 3, 5-7. Retno, E., 1997, Daya Melarutkan Fraksi Etil Asetat dan Fraksi Air Akar Alang-alang (Imperata cylindrical Beauv. var. major Hubb.) Terhadap Batu Ginjal Kalsium in vitro, Skripsi, Fakultas Farmasi, UGM, Yogyakarta. Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Edisi Keenam, 191-213, Penerbit ITB, Bandung. Smith, D.R., 1963, General Urology, 4th edition, 167-171. Longe Medical Publication, Los Altos, California. Trease, G.E., Evans, W.C., 1978, Pharmacognosy, 11th Edition, 401403, Bailliera Tindall, London
97
PEDOMAN BAGI PENULIS Informasi umum Jurnal Gizi dan Kesehatan menerima makalah ilmiah dari para staf STIKES, AKBID DAN AKPER, para alumnus NGUDI WALUYO, maupun profesi lain yang berhubungan dengan kesehatan. Makalah dapat berupa karangan asli (penelitian), laporan kasus, ikhtisar kepustakaan, dan tulisan lain yang ada hubungannya dengan bidang kesehatan. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar berdasarkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum pembentukan Istilah atau dalam bahasa Inggris. Format naskah Tulisan diketik pada kertas kuarto, batas atas-bawah dan samping masingmasing 2,5 cm, spasi dobel, font Times New Roman, ukuran 12 dan tidak bolak balik. Naskah untuk penelitian (karangan asli) harus meliputi : 1) Judul tulisan, dibuat singkat bersifat informatif dan mampu menerangkan isi tulisan; nama para penulis lengkap berikut gelar beserta alamat kantor/instansi /tempat kerja lain, diletakkan di bawah judul. 2) Pendahuluan, berisi latar belakang, masalah, maksud & tujuan serta manfaat penelitian. 3) Bahan/subyek dan cara kerja. 4) Hasil penelitian. 5) Pembahasan, kesimpulan dan saran. 6) Pernyataan terima kasih (kalau ada). 7) Daftar rujukan. 8) Lampiran-lampiran. Tabel/bagan/grafik/gambar/foto, harus dibuat dengan jelas dan rapi disertai keterangan yang jelas dan informatif. Diberi nomor menurut urutan dalam naskah. Gambar/bagan harus berwarna, jumlahnya dibatasi tidak lebih dari 3 lembar, keterangan ditempatkan di bawah gambar/bagan: Keterangan tabel ditempatkan di atas tabel. Tabel/bagan/grafik/gambar/foto semuanya dilampirkan terpisah dari naskah. Rujukan dalam teks dibuat berdasarkan model Vancouver yaitu dengan angka sesuai dengan urutan tampil. Angka ditulis di atas (superscript) tanpa kurung setelah tanda baca. Bila angka berurutan bisa disingkat. Misalnya 2,3,4,6,7 ditulis menjadi 2-7. Daftar rujukan, disusun menurut cara Vancouver, menurut urutan penampilan dalam naskah, ditulis dengan urutan sebagai berikut : Nama dan huruf pertama nama keluarga penulis, judul tulisan kemudian untuk majalah diikuti dengan : Nama majalah (dengan singkatan yang umum dipakai), tahun, volume dan halaman. Sedangkan untuk buku diikuti Nama kota, penerbit, tahun dan halaman (bila perlu). Contoh: Maryanto, S, Siswanto, Y. and Susilo, J. The effect of fiber on lipid fraction rats with high cholesterol dietary. Jurnal Kesehatan dan Gizi 2007;1;1: 1-10 Ardhani, M.H, Sulisno, M., dan Rosalina. Teknik mengontrol halusinasi dalam manajemen ESQ. Edisi 2, Ungaran, 2001. Priyanto, Muhajirin, A. Program Studi Ilmu Keperawatan. Stikes Ngudi Waluyo [on line] : URL. http://www.nwu.ac.id/personal,kuliah,edu/.plan.l l. 2006. Nama penulis yang dikutip dalam naskah harus tercantum dalam daftar rujukan. Dalam mengutip nama penulis dalam naskah harus dibubuhi tahun publikasi.
Untuk sumber pustaka dari internet ditulis : nama penulis, judul, organisasi penerbit, [On Line] : URL nomor Home Page, tahun. Abstrak Abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia dan Inggris terdiri sekurangkurangnya 100 kata sebanyak-banyaknya 350 kata, diketik pada lembaran kertas terpisah dengan spasi ganda. Abstrak penelitian berupa "structured abstract" berisi : 1. Pendahuluan /Introduction : Berisi latar belakang, masalah, tujuan, dan kegunaan penulisan. 2. Subyek/Material dan Metode/Subject/Material and Method. Berisi: Subjek : nyatakan cara-cara seleksi, kriteria yang diterapkan, dan jumlah peserta pada awal dan akhir penelitian. Rancangan : tulisan rancangan penelitian yang tepat, pengacakan, secara buta, baku emas untuk diagnostik, dan waktu penelitian (restrospektif atau prospektif). Tempat: menunjukkan tempat penelitian (rumah sakit, klinik, komunitas) juga termasuk tingkat pelayanan klinik (primer, atau sekunder, praktek pribadi atau intitusi). Intervensi : uraikan keistimewaan intevensi, termasuk metode & lamanya. Ukuran luaran utama : harus dinyatakan sebelum merencanakan pengambilan data. 3. Hasil (Result) : Jika memungkinkan pada hasil disertakan interval kepercayaan (yang tersering adalah 95 %) dan derajat kemaknaan. Untuk penelitian komparatif, interval kepercayaan harus berhubungan dengan perbedaan antara kelompok. 4. Kesimpulan (Conclusions) : nyatakan kesimpulan yang didukung oleh data penelitian (hindari generalisasi yang berlebihan atau hasil penelitian tambahan). Perhatian yang sama diberikan pada hasil yang positif maupun yang negatif sesuai dengan kaidah ilmiah. 5. Di bawah abstrak bahasa Inggris ditulis kata kunci (Keywords) maksimal 4 kata dalam bahasa Inggris. Sinopsis Sinopsis diketik dalam bahasa Indonesia atau Inggris terdiri atas 1 atau 2 kalimat, tidak lebih dari 25 kata dari kesimpulan naskah, digunakan dalam penulisan daftar isi, dan diketik pada lembar terpisah dengan spasi ganda. Running title Berikan judul singkat naskah pada sisi kanan atas pada tiap lembar naskah. Pengiriman Berkas dikirim rangkap dua (hard copy) disertai CD (soft copy) dengan mempergunakan program Microsoft Word, dialamatkan kepada Redaksi Jurnal Gizi dan Kesehatan, STIKES NGUDI WALUYO, JI. Gedongsongo – Mijen, Ungaran, Kabupaten Semarang . Ketentuan lain Redaksi berhak memperbaiki susunan naskah atau bahasanya tanpa mengubah isinya. Naskah yang telah dimuat di majalah lain tidak diperkenankan diterbitkan dalam majalah ini