PERBEDAAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-2 TAHUN ANTARA ANAK YANG MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DENGAN ANAK YANG TIDAK MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DI RSUD AMBARAWA
Jesicca Omega Tarabit Program Studi DIV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran Email :
[email protected] ABSTRAK Latar Belakang : Masa emas (Golden Age) merupakan masa-masa dimana kemampuan otak anak untuk menyerap informasi sangat tinggi. Riwayat kelahiran asfiksia merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada perkembangan anak usia 1-2 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perkembangan anak usia 1-2 tahun antara anak yang memiliki riwayat asfiksia neonatorum dengan anak yang tidak memiliki riwayat asfiksia neonatorum di RSUD Ambarawa. Metode : Rancangan penelitian ini adalah comparative study dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel yaitu 60 anak, terdiri dari 30 anak untuk masing- masing kelompok anak yang tidak memiliki riwayat kelahiran asfiksia dan 30 anak yang memiliki riwayat asfiksia neonatorum dengan menggunakan teknik purposive sampling. Analisis data menggunakan program Statistic Package for the Social Science (SPSS). Analisis bivariat menggunakan uji komparatif chi- square. Hasil : Perkembangan anak usia 1-2 tahun yang tidak memiliki riwayat kelahiran dengan perkembangan sesuai berkisar 63,3 % (19 anak) sedangkan perkembangan anak yang memiliki riwayat kelahiran asfiksia neonatorum dengan perkembangan menyimpang sejumlah 17 anak (56,7). Analisis bivariat menunjukkan bahwa ada perbedaan perkembangan anak usia 1-2 tahun antara anak yang memiliki riwayat asfiksia neonatorum dengan anak yang tidak memiliki riwayat asfiksia neonatorum dengan nilai p-value = 0,004 < 0,05. Kesimpulan : Ada perbedaan perkembangan anak usia 1-2 tahun antara anak yang memiliki riwayat asfiksia neonatorum dengan anak yang tidak memiliki riwayat asfiksia neonatorum Kata kunci
: Perkembangan anak usia 1-2 tahun, riwayat kelahiran asfiksia neonatorum
PERBEDAAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-2 TAHUN ANTARA ANAK YANG MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DENGAN ANAK YANG TIDAK MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DI RSUD AMBARAWA
ABSTRACT Background: Golden age is a period in which the ability of a child's brain to absorb information is very high. History of asphyxia is one of the factors that affect the development of children aged 1-2 years old. This study aims to determine the differences of development of children aged 1-2 years old who have a history of neonatal asphyxia with children who do not have a history of neonatal asphyxia in Ambarawa hospitals. Methods: The study design was a comparative study using cross sectional approach. Total samples were 60 children, consisting of 30 children for group of children with no history of neonatal asphyxia and 30 children who have a history of neonatal asphyxia by using purposive sampling technique. Analysis of the data used the program of Statistic Package for Social Science (SPSS). Comparative bivariate analysis used chi-square test. Results: The development of children aged 1-2 years old who have no history of asphyxia have the development about 63.3% (19 children), while the development of children who have neonatal asphyxia have abnormal development of 17 children (56.7). The bivariate analysis shows that there are differences in the development of children aged 1-2 years old who have a history of neonatal asphyxia with children who do not have a history of neonatal asphyxia with pvalue = 0.004 <0.05. Conclusion: There are differences in the development of children aged 1-2 years old who have a history of neonatal asphyxia with children who do not have a history of neonatal asphyxia Keywords: development of children aged 1-2 years old, a history of neonatal asphyxia PENDAHULUAN Masa emas (Golden Age) merupakan masa- masa dimana kemampuan otak anak untuk menyerap informasi sangat tinggi. Perkembangan pada anak meliputi kemampuan motorik kasar, motorik halus, bahasa dan sosial. Pada usia menjelang 2 tahun, anak mengalami perkembangan otak yang sangat cepat yaitu mencapai 60% dari keseluruhan perkembangan otak. Pada usia ini pertumbuhan dan perkembangan sel- sel otak masih berlangsung dan terjadi pertumbuhan serabut- serabut syaraf dan cabang- cabangnya, sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak yang kompleks (Kementrian Kesehatan RI, 2010). Gangguan perkembangan pada anak sering terlihat sebelum mencapai umur 2,5 tahun, terdapat banyak keluhan anak terlambat dalam mencapai milestone (patokan perkembangan), misalnya anak belum bisa duduk, berjalan atau bicara. Dalam kehidupan sehari- hari terdapat beberapa bidang dimana keterlambatan menjadi tampak jelas, yaitu masalah- masalah dalam bahasa yang diucapkan, kepribadian/ tingkah laku sosial, gerakan- gerakan motorik halus dan kasar. Masalah- masalah yang timbul pada bidang ini mempunyai dampak buruk dalam kehidupan pribadi dan pekerjaan diwaktu yang akan datang (Moersintowarti, 2008). PERBEDAAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-2 TAHUN ANTARA ANAK YANG MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DENGAN ANAK YANG TIDAK MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DI RSUD AMBARAWA
Salah satu faktor yang menjadi penyebab keterlambatan perkembangan pada anak yaitu faktor persalinan yang disebabkan oleh asfiksia neonatorum (Kementrian Kesehatan, 2010). Asfiksia neonatorum merupakan keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan sehingga dapat menurunkan oksigen dan meningkatkan karbondioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2010). Kejadian asfiksia yang berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan perdarahan otak, kerusakan otak dan kemudian keterlambatan perkembangan pada anak (Safrina, 2011). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang pada tahun 2013 Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 11,95% per 1.000 KH. Angka Kematian Bayi (AKB) disebabkan oleh BBLR (34%), asfiksia (24%), infeksi (23%), prematur (11%) dan lain- lain (Profil Kesehatan Kabupaten Semarang, 2013). Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik RSUD Ambarawa, pada tahun 2014 jumlah kejadian asfiksia neonatorum sebanyak 182 kasus (26%) dari 689 kelahiran dan 2 bayi diantaranya meninggal. Pada tahun 2015 angka kejadian asfiksia neonatorum mengalami peningkatan yaitu sebesar 257 kasus (31%) dari 826. Berdasarkan uraian data diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Perkembangan Anak Usia 1-2 Tahun Antara Anak Yang Memiliki Riwayat Asfiksia Neonatorum Dengan Anak Yang Tidak Memiliki Riwayat Asfiksia Neonatorum Di RSUD Ambarawa?”. Tujuan penelitian : Untuk mengetahui perbedaan perkembangan anak usia 1-2 tahun antara yang memiliki riwayat asfiksia neonatorum dengan anak yang tidak memiliki riwayat asfiksia neonatoruma di RSUD Ambarawa METODE PENELITIAN Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah comparative study atau studi perbandingan dilakukan dengan cara membandingkan perbedaan sebagai fenomena untuk mencari faktor- faktor apa atau situasi bagaimana yang menyebabkan timbulnya suatu gejala tertentu. Pendekatan waktu yang digunakan adalah pendekatan cross sectional Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Ambarawa pada tanggal 30 Juni- 22 Juli 2016. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi baru lahir di RSUD Ambarawa tahun 2014- 2015 yang berusia 1-2 tahun pada bulan Juli 2016 sebanyak 439 anak. Sampel pada penelitian ini adalah kelompok anak yang memiliki riwayat kelahiran asfiksia dan kelompok anak yang tidak memiliki riwayat kelahiran asfiksia neonatorum. Ditetapkan besar sampel untuk tiap kelompok yaitu sebesar 30 sampel. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik Purposive Sampling PERBEDAAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-2 TAHUN ANTARA ANAK YANG MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DENGAN ANAK YANG TIDAK MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DI RSUD AMBARAWA
Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa checklist yang menggunakan data yang sudah ada pada rekam medik di ruang Seruni RSUD Ambarawa tahun 2014- 2015 untuk data kelahiran bayi dengan asfiksia neonatorum dan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) untuk menilai perkembangan anak usia 1-2 tahun. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Perkembangan anak usia 1-2 tahun yang tidak memiliki riwayat kelahiran asfiksia neonatorum di RSUD Ambarawa Perkembangan Frekuensi Presentase (%) Anak Usia 1- 2 Tahun Sesuai 19 63,3 Meragukan 6 20 Penyimpangan 5 16,7 Total 30 100 Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang tidak memiliki riwayat kelahiran asfiksia neonatorum dengan perkembangan anak yang sesuai berkisar 63,3 % (19 anak) dan responden yang perkembangannya menyimpang berkisar 16,7% (5 anak).
Perkembangan anak usia 1-2 tahun yang memiliki riwayat kelahiran asfiksia neonatorum di RSUD Ambarawa Perkembangan Anak Usia 1- 2 Frekuensi Presentase (%) Tahun Sesuai 8 26,7 Meragukan 5 16,7 Penyimpangan 17 56,7 Total 30 100 Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebagian besa responden dengan riwayat kelahiran asfiksia neonatorum memiliki perkembangan yang menyimpang sejumlah 17 anak (56,7) dan responden yang perkembangannya meragukan sejumlah 5 anak (16,7%) Analisis Bivariat Perkembangan anak usia 1-2 tahun antara yang memiliki riwayat kelahiran asfiksia neonatorum dan tidak memiliki riwayat kelahiran asfiksia neonatorum di RSUD Ambarawa Riwayat Perkembangan anak usia 1-2 tahun kelahiran Total pSesuai Meragukan Penyimpanga asfiksia value n neonatorum f % F % f % f % PERBEDAAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-2 TAHUN ANTARA ANAK YANG MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DENGAN ANAK YANG TIDAK MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DI RSUD AMBARAWA
Tidak riwayat asfiksia
19
63,3
6
20
5
16,7
30
100
Riwayat Asfiksia Total
8
26,7
5
16,7
17
56,7
30
100
27
90
11
36,7
22
73,4
60
200
0,004
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa presentase responden yang perkembangannya sesuai sebesar 63,3 % (19 anak) dengan tidak memiliki riwayat kelahiran asfiksia neonatorum lebih besar dibandingkan dengan presentase responden yang memiliki riwayat kelahiran asfiksia neonatorum sebesar 26,7 % (8 anak). Uji statistik dengan chi- square didapatkan p-value = 0,004≤ 0,05 sehingga ada perbedaan yang signifikan antara perkembangan anak usia 1-2 tahun yang memiliki riwayat asfiksia neonatorum dengan anak yang tidak memiliki riwayat asfiksia neonatorum Di RSUD Ambarawa. PEMBAHASAN Analisis Univariat Perkembangan anak usia 1-2 tahun yang tidak memiliki riwayat kelahiran asfiksia neonatorum di RSUD Ambarawa Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil perkembangan anak usia 1- 2 tahun yang tidak memiliki riwayat kelahiran asfiksia neonatorum dengan kategori perkembangan anak yang sesuai berkisar 63,3 % (19 anak), responden yang perkembangannya meragukan berkisar 20% (6 anak) dan responden yang perkembangannya menyimpang berkisar 16,7% (5 anak). Dari data didapatkan bahwa item pertanyaan yang paling banyak dengan jawaban sesuai dengan patokan perkembangan adalah aspek perkembangan motorik halus yaitu sebanyak 24 anak (80%). Kemudian item pertanyaan dengan jawaban yang tidak sesuai terdiri dari aspek motorik kasar sebanyak 6 anak (20%). Pada aspek perkembangan motorik halus, kelompok umur yang paling banyak dengan jawaban yang sesuai adalah umur 12 dan 15 bulan dimana item pertanyaannya yaitu “letakkan pensil di telapak tangan bayi. Coba ambil pensil tersebut dengan perlahan- lahan. Sulitkah anda mendapatkan pensil itu kembali ?, apakah anak dapat mengambil benda kecil seperti kacang atau kismis, dengan meremas diantara ibu jari dan jarinya ?” Dimana item pertanyaan KPSP pada aspek perkembangan motorik halus kelompok umur ini sama. Aspek perkembangan motorik kasar pada kelompok umur 24 bulan dimana item pertanyaan yaitu “apakah anak dapat berjalan mundur 5 langkah atau lebih tanpa kehilangan keseimbangan ?, dapatkah anak berjalan naik tangga sendiri ?” Dimana pada item pertanyaan ini, sebagian besar ibu atau pengasuh anak mengatakan bahwa mereka belum pernah melakukan stimulasi tersebut pada anak mereka. PERBEDAAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-2 TAHUN ANTARA ANAK YANG MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DENGAN ANAK YANG TIDAK MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DI RSUD AMBARAWA
Stimulasi merupakan kegiatan merangsang kemampuan dasar otak agar anak berkembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapatkan stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang anak dilakukan oleh ibu dan ayah yang merupakan orang terdekat anak, pengasuh dan kelompok masyarakat di lingkungan rumah tangga masing- masing dalam kehidupan sehari- hari (Moersintowarti 2008). Perkembangan anak perlu dirangsang oleh orang tua agar anak dapat berkembang secara optimal dan sesuai umurnya. Stimulasi merupakan rangsangan (penglihatan, bicara, pendengaran, perabaan) yang datang dari lingkungan anak. Anak yang mendapat stimulasi terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan anak yang kurang bahkan tidak mendapat stimulasi. Stimulasi berfungsi sebagai penguat yang bermanfaat bagi perkembangan anak. Berbagai macam stimulasi seperti stimulasi visual (penglihatan). verbal (bicara), auditif (pendengaran), taktil (sentuhan) dan lain- lainya dapat mengoptimalkan perkembangan anak (Moersintowarti 2008). Perkembangan anak usia 1-2 tahun yang memiliki riwayat kelahiran asfiksia neonatorum di RSUD Ambarawa Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil perkembangan anak usia 1- 2 tahun dengan riwayat kelahiran asfiksia neonatorum sebanyak 30 orang. Kategori perkembangan anak yang menyimpang yaitu sejumlah 17 anak (56,7%), perkembangan sesuai ada 8 anak (26,7%) dan yang perkembangannya meragukan sejumlah 5 anak (16,7%). Dari data didapatkan bahwa item pertanyaan checklist KPSP yang paling banyak dengan jawaban tidak sesuai adalah aspek perkembangan motorik kasar. Masing- masing dari 30 anak terdapat 21 anak (70%). Item pertanyaan KPSP dengan jawaban yang sesuai terdiri dari aspek perkembangan motorik halus dan bicara serta bahasa sejumlah 9 anak (30%). Pada aspek perkembangan motorik kasar, kelompok umur yang paling banyak dengan jawaban tidak sesuai adalah umur 24 bulan dimana item pertanyaannya yaitu mengenai “apakah anak dapat berjalan mundur 5 langkah atau lebih tanpa kehilangan keseimbangan ?, dapatkah anak berjalan naik tangga sendiri ?” Dimana pada poin pertanyaan ini berhubungan dengan keseimbangan anak dalam motorik kasarnya. Ketidakmampuan mengatur keseimbangan anak- anak yang mengalami kesulitan dalam mengatur keseimbangan tubuhnya biasanya juga memiliki kesulitan dalam mengontrol gerakan anggota tubuh sehingga terkesan gerakannya ragu- ragu dan tampak canggung. Diketahui kurang lebih 80% dari jumlah anak yang memiliki gangguan perkembangan juga mengalami kesulitan pada pengaturan keseimbangan tubuh. Masalah pengaturan keseimbangan tubuh ini berhubungan dengan sistem vestibular atau sistem yang mengatur keseimbangan di dalam tubuh (Malina dkk, 2007).
PERBEDAAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-2 TAHUN ANTARA ANAK YANG MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DENGAN ANAK YANG TIDAK MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DI RSUD AMBARAWA
Analisis Bivariat Perbedaan Perkembangan Anak Usia 1-2 Tahun Antara Anak Yang Memiliki Riwayat Asfiksia Neonatorum Dengan Anak Yang Tidak Memiliki Riwayat Asfiksia Neonatorum Di RSUD Ambarawa Dalam penelitian ini dilakukan analisis bivariat menggunakan uji chisquare. Uji statistik dengan chi- square didapatkan p-value =0,004≤0,05 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima sehingga didapatkan kesimpulan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara perkembangan anak usia 1-2 tahun yang memiliki riwayat asfiksia neonatorum dengan anak yang tidak memiliki riwayat asfiksia neonatorum di RSUD Ambarawa. Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil bahwa responden yang perkembangannya sesuai sebesar 63,3 % (19 anak) dengan tidak memiliki riwayat kelahiran asfiksia neonatorum lebih besar dibandingkan dengan presentase responden yang memiliki riwayat kelahiran asfiksia neonatorum sebesar 26,7 % (8 anak). Terdapat perbedaan yang signifikan antara perkembangan anak usia 1-2 tahun yang memiliki riwayat asfiksia neonatorum dengan anak yang tidak memiliki riwayat asfiksia neonatorum. Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur sehingga dapat menurunkan kadar oksigen dan dalam otak. Apabila keadaan kurang oksigen berlangsung lama maka bisa terjadi kematian pada syaraf- syaraf serabut otak yang pada masa ini sangat berperan penting dalam mencapai sistem jaringan otak yang kompleks (Manuaba, 2010). Salah satu aspek perkembangan yang dipengaruhi oleh riwayat kelahiran dengan asfiksia adalah aspek motorik kasar dimana anak mengalami masalah pada keseimbangan. Sistem vestibular berperan penting dalam keseimbangan, gerakan kepala dan gerak bola mata. Sistem vestibular meliputi organ-organ di dalam telinga bagian dalam. Berhubungan dengan sistem visual dan pendengaran untuk merasakan arah dan kecepatan gerakan kepala. Sebuah cairan yang disebut endolymph mengalir melalui tiga kanal telinga bagian dalam sebagai reseptor saat kepala bergerak miring dan bergeser. Gangguan fungsi vestibular dapat menyebabkan vertigo atau gangguan keseimbangan (Malina, 2007). Hal ini sejalan dengan Mochtar (2008). Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus dipikirkan kemungkinannya menderita cacat mental seperti epilepsy dan keterlambatan perkembangan pada masa mendatang. Sehinggga, hal ini mungkin dapat mengakibatkan perkembangan anak terhambat atau terjadi penyimpangan kepada anak tersebut. Dari data yang didapat ditunjukkan bahwa mayoritas anak usia 1-2 tahun dengan riwayat kelahiran asfiksia neonatorum memilki perkembangan yang menyimpang dan meragukan, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Respatiningrum (2012) di RSUD Tanjungpinang dengan jumlah sampel 62 bayi berusia 6-12 bahwa ada hubungan antara kejadian asfiksia neonatorum dengan perkembangan bayi. Hal ini disebabkan karena asfiksia neonatorum dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak dan dapat menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan dan perkembangan pada PERBEDAAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-2 TAHUN ANTARA ANAK YANG MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DENGAN ANAK YANG TIDAK MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DI RSUD AMBARAWA
masa mendatang (Mochtar, 2008). Hal ini seiring dengan konsep yang dikemukakan oleh Soetjiningsih (1998) & Harlock (1997) bahwa perkembangan salah satunya dipengaruhi oleh kondisi kelahiran. Kelahiran dengan asfiksia, pada periode neonatal dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ bayi (jantung, paru, ginjal, dan hati) dan pada kasus yang berat dapat mengakibatkan kerusakan pada otak, dengan manifestasi terjadinya hambatan dalam perkembangan dan spastik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas perkembangan anak yaitu salah satunya faktor persalinan dimana komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak. (Kementrian Kesehatan RI, 2010). Perkembangan yang baik dipengaruhi oleh masa neonatal yang baik pula. Riwayat kelahiran yang baik merupakan salah satu faktor yang berperan penting bagi anak untuk mencapai perkembangan yang optimal. Dari data yang didapat , ditunjukkan bahwa anak usia 1-2 tahun yang tidak memiliki riwayat kelahiran asfiksia neonatorum memilki perkembangan yang sesuai berkisar 63,3% , hal ini seiring dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mulidah (2006) di RSMS Purwokerto yang mengatakan bahwa perkembangan anak yang tidak memiliki riwayat kelahiran asfiksia cenderung lebih baik dibandingkan anak yang memiliki riwayat kelahiran asfiksia neonatorum. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa anak dengan riwayat kelahiran asfiksia neonatorum memiliki resiko lebih besar untuk mengalami keterlambatan perkembangan. Dikarenakan pada masa golden age, setiap bayi memiliki potensi milyaran sel otak yang siap mendapat rangsangan. Seluruh sel ini punya peran penting dalam menunjang fungsi otak sebagai pengatur semua kemampuan manusia di masa dewasa. Namun bila diawal kelahiran bayi saja sudah terjadi kerusakan pada syaraf- syaraf yang ada di dalam otak karena kekurangan oksigen maka peluang untuk mendapatkan perkembangan yang optimal juga harus dilakukan dengan usaha- usaha yang lebih maksimal dibandingkan anak yang lahir normal tanpa riwayat asfiksia (Narendra, 2006). Perkembangan anak usia 1-2 tahun merupakan salah satu penentu tahap perkembangan selanjutnya yang ada pada anak. Setiap anak perlu mendapatkan stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang anak dilakukan oleh ibu dan ayah yang merupakan orang terdekat dengan anak, pengganti ibu/ pengasuh anak, anggota keluarga lain dan kelompok masyarakat di lingkungan rumah tangga masing- masing dan dalam kehidupan sehari- hari. PENUTUP Kesimpulan Dari hasil penelitian yang berjudul “ Perbedaan perkembangan anak usia 1- 2 tahun antara anak yang memiliki riwayat asfiksia neonatorum dengan anak yang tidak memiliki riwayat asfiksia neonatorum di RSUD Ambarawa” dapat disimpulkan bahwa : PERBEDAAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-2 TAHUN ANTARA ANAK YANG MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DENGAN ANAK YANG TIDAK MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DI RSUD AMBARAWA
1
2
3
Perkembangan anak usia 1- 2 tahun yang tidak memiliki riwayat asfiksia neonatorum di RSUD Ambarawa sebagian besar memilki perkembangan yang sesuai sebesar 63,3%. Perkembangan anak usia 1-2 tahun yang memiliki riwayat kelahiran asfiksia neonatorum di RSUD Ambarawa sebagian besar memiliki perkembangan yang menyimpang sebesar 56,7% Ada perbedaan perkembangan anak usia 1-2 tahun antara anak yang memiliki riwayat asfiksia neonatorum dengan anak yang tidak memiliki riwayat asfiksia neonatorum Di RSUD Ambarawa
DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. 2009. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan. Jakarta Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Semarang IDAI. 2008. Buku Ajar Neonatus. Jakarta; Puspa Swara JNPK- KR. 2008. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta; Depkes Kemenkes RI. 2010. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta Malina, R & Bouchard. 2007. Growth, Maturation and Physical Activity. Human Kinetics Book; Illinois Manuaba.2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta; EGC Maulidah, 2006. Hubungan Antara Kelahiran Asfiksia dengan Perkembanga Balita. Jurnal Keperawatan Soedirman Moersintowarti, dkk. 2008. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta; IDAI Sagung Seto Mochtar. 2008. Sinopsis Obstetri Fisiologi. Jakarta; EGC Narendra. 2006. Buku Ajar I Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Edisi Pertama. Jakarta; IDAI Sagung Seto Notoatmodjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta; Rineka Cipta Respatiningrum, 2012. Hubungan Kejadian Asfiksia Neonatorum dengan Perkembangan Bayi Usia 6-12 bulan di Ruang Anggrek RSUD Kota Tanjungpinang Tahun 2012. Jurnal Kebidanan Rukiyah, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi Kebidanan IV. Jakarta; Trans info Media Safrina. 2011. Dampak Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir. Medan Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung; CV Alfabeta Winkjosastro. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta; Yayasan Bina Pustaka
PERBEDAAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-2 TAHUN ANTARA ANAK YANG MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DENGAN ANAK YANG TIDAK MEMILIKI RIWAYAT ASFIKSIA NEONATORUM DI RSUD AMBARAWA