PERBEDAAN EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KESEHATAN METODE CERAMAH DAN PEMUTARAN VIDEO TERHADAP PERILAKU KELUARGA PASIEN TUBERKULOSIS DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) MASKER DI RUANG ISOLASI PARU RSUD TUGUREJO SEMARANG Hartini(*),Faridah Aini., S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB(**), Eko Mardiyaningsih., M.Kep., Ns. Sp. Kep.Mat(**) ,Rosalina, S.Kp., M.Kes(**) *) Mahasiswa PSK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Dosen PSK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis di tingkat fasilitas pelayanan kesehatan salah satunya adalah perlindungan diri. Namun sering terjadi keluarga pasien tidak patuh memakai masker saat di dalam ruang isolasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan efektifitas pendidikan kesehatan metode ceramah dan pemutaran video terhadap perilaku keluarga pasien tuberkulosis dalam penggunaan alat pelindung diri (APD) masker di Ruang Isolasi Paru RSUD Tugurejo Semarang. Penelitian ini menggunakan desain Quasy Experimental dengan pendekatan Pretest– posttest Control Group Design. Sampel dalam penelitian ini diambil secara accidental sampling yaitu sebanyak 15 responden kelompok metode ceramah dan 15 responden kelompok metode pemutaran video. Alat penelitian menggunakan kuesioner, slide presentasi, video dan standar operasional prosedur pendidikan kesehatan. Analisa data menggunakan uji statistik wilcoxon, paired t-test, dan mann whitney. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan perilaku keluarga sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan metode ceramah (p-value= 0,001), dan pemutaran video (p-value= 0,000), terdapat perbedaan efektifitas pendidikan kesehatan metode ceramah dan pemutaran video terhadap perilaku keluarga (p-value= 0,032). Pendidikan kesehatan metode pemutaran video lebih efektif dari pada pendidikan kesehatan metode ceramah untuk merubah perilaku keluarga dalam penggunaan alat pelindung diri (APD) masker Kata kunci
: Tuberkulosis, Pendidikan Kesehatan, Ceramah dan Pemutaran Video, Perilaku Penggunaan Masker Kepustakaan : 41 (2005 - 2015) meskipun belum ada data atau surveilans tentang angka penularan pada kelompok risiko tinggi tersebut (Kemenkes, RI, 2012). Pencegahan dan pengendalian infeksi tuberkulosis di fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit diterapkan melalui sistem manajerial, pengendalian administratif, pengendalian lingkungan dan pengendalian perlindungan diri melalui penggunaan alat pelindung diri (APD) pernapasan (Kemenkes, RI, 2012). Namun, kondisi yang sering terjadi adalah
PENDAHULUAN Latar Belakang Tuberkulosis saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia yang harus mendapatkan perhatian khusus (Kemenkes, RI, 2013). Pada tingkat fasilitas pelayanan kesehatan, petugas, pasien lain dan pengunjung atau keluarga merupakan kelompok rentan terhadap tuberkulosis. Kerentanan tersebut dikarenakan adanya frekuensi dan lama kontak langsung dengan penderita, serta sifat bakteriologis sumber penular,
Perbedaan Efektifitas Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah dan Pemutaran Video Terhadap Perilaku Keluarga Pasien Tuberkulosis dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Masker Di Ruang Isolasi Paru RSUD Tugurejo Semarang 1
1
keluarga yang menunggui penderita tuberkulosis tidak patuh memakai masker saat di dalam ruang perawatan isolasi (PPI RSUD Tugurejo Semarang, 2015). Rendahnya kesadaran keluarga akan penggunaan alat pelindung diri (APD) masker adalah kurangnya pengetahuan atau informasi tentang alat pelindung diri (APD) dan jenis atau kondisi bahaya yang dihadapi (Health & Safety Protection, 2011). Peran perawat adalah memberikan penyuluhan kesehatan yang dapat dilakukan secara langsung melalui penyuluhan kesehatan yang bersifat umum, atau secara tidak langsung sewaktu melakukan pemeriksaan kesehatan secara perorangan, memberikan pemahaman secara terorganisir kepada keluarga sehingga terjadi perubahan-perubahan perilaku seperti yang diharapkan dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Sjattari, 2012). Pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh perawat merupakan upaya pencegahan melalui perlindungan umum dan khusus (general and specific protection) terhadap penyakit pada diri keluarga (Mubarak, 2007). Proses pendidikan disamping dipengaruhi oleh peserta pendidikan, dipengaruhi pula oleh metode materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya, dan alatalat bantu/ alat peraga pendidikan (Munadi, 2010). Agar tercapai suatu hasil yang optimal maka faktor-faktor tersebut harus bekerjasama secara harmonis (Hamalik, 2008). Salah satu metode yang sering dilakukan adalah ceramah, namun sering terjadi kejenuhan dan menarik minat peserta didik ketika menerima materi penyuluhan (Djamarah, 2006). Penelitian Aspiyah (2008) menghasilkan 40% peserta didik merasa jenuh, dan 20% merasa sangat jenuh dengan penerapan metode ceramah. Penelitian Pramiputra (2014) hasilnya peningkatan rata-rata skor pengetahuan setelah pendidikan kesehatan metode ceramah hanya meningkat dari
12,30 menjadi 14,27 sedangkan dengan metode visual leaflet meningkat dari 12,80 menjadi 18,07. Hal tersebut menunjukkan metode ceramah mulai tidak efektif dalam pemberian pendidikan kesehatan. Maulana (2009) menyebutkan bahwa keberhasilan pendidikan kesehatan dalam merubah perilaku dipengaruhi pula oleh penangkapan panca indra. Panca indra yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke otak adalah mata (kurang lebih 75% sampai 87%), sedangkan 13% sampai 25% pengetahuan diperoleh atau disalurkan melalui indera yang lain. Penambahan metode audio-visual (video) mempunyai kelebihan dapat menampilkan suatu objek atau peristiwa seperti keadaan sebenarnya (Munadi, 2010). Audio-visual meningkatkan retensi memori karena lebih menarik dan mudah diingat (Sardiman, 2012). Tingkah laku model yang terdapat dalam media audio visual akan merangsang peserta untuk meniru atau menghambat tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah laku yang ada di media (Notoatmodjo, 2012).. TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum penulisan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan efektifitas pendidikan kesehatan metode ceramah dan pemutaran video terhadap perilaku keluarga pasien tuberkulosis dalam penggunaan alat pelindung diri (APD) masker di Ruang Isolasi Paru RSUD Tugurejo Semarang. METODE PENELITIAN Penelitian menggunakan rancangan Quasy Experimental dengan desain Pretest–posttest Control Group Design. Penelitian dilakukan di Ruang Isolasi Paru RSUD Tugurejo Semarang. Pengambilan sampel dilakukan secara kuota sampling dengan jumlah 15 sampel kelompok ceramah, dan 15 sampel kelompok pemutaran video. Kriteria inklusi sampel adalah keluarga penanggungjawab pasien yang sudah dewasa, menunggu lebih dari
Perbedaan Efektifitas Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah dan Pemutaran Video Terhadap Perilaku Keluarga Pasien Tuberkulosis dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Masker Di Ruang Isolasi Paru RSUD Tugurejo Semarang 2
24 jam, rentang pendidikan SD sampai SMP. Sedangkan kriteria eksklusi adalah keluarga dengan gangguan jiwa, gangguan komunikasi dan tidak kooperatif serta sudah pernah mendapat pendidikan kesehatan tentang APD masker. Alat penelitian menggunakan lembar kuesioner perilaku penggunaan APD masker menurut Kemenkes RI (2012) dan Centre for Health Protection (2015). Data dianalisis secara univariat dan bivariat menggunakan uji Wilcoxon, uji Paired Ttest, dan uji Mann Whitney. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perilaku Keluarga dalam Penggunaan APD Masker Sebelum Penkes. Tabel 1 Distribusi Perilaku Keluarga dalam Penggunaan APD Masker Sebelum Pendidikan Kesehatan di Ruang Isolasi Paru RSUD Tugurejo Semarang, Januari (n=30) Perilaku Sebelum PenKes Baik Tidak Baik Total
Kelompok Ceramah Video f % f % 6 40,0 6 40,0 9 60,0 9 60,0 15 100 15 100
Perilaku keluarga dalam penggunaan APD masker sebelum pendidikan kesehatan pada kelompok ceramah maupun video sebagian besar dalam kategori tidak baik. Perilaku yang tidak baik ini dapat dipengaruhi oleh pendidikan responden, dimana diketahui pendidikan masing - masing kelompok adalah SD dan SMP. Pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai atau informasi yang diperkenalkan (Notoatmodjo, 2012). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin luas wawasan berpikir sehingga memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dengan lebih terbuka. Semakin orang berpendidikan akan semakin
mengenal dirinya secara lebih baik, termasuk kelebihan dan kekurangan nya, sehingga mereka cenderung mempunyai rasa percaya diri. Pengalaman pendidikan formal akan mempengaruhi sikap, konsepsi, dan cara berpikir dalam bertingkah laku lebih fleksibel dan terbuka terhadap hal baru, serta ingatan dan perasaan yang luas, akan membawa seseorang menjadi percaya diri dan perilakunya lebih dititik beratkan pada keputusan nya sendiri (Ninggalih, 2011). Perilaku juga dapat dipengaruhi oleh pekerjaan responden yang sebagian besar pedagang, sehingga pada umumnya tidak mempunyai waktu senggang, sehingga kurang terpapar informasi mengenai tuberkulosis seperti dari televisi, majalah, koran, ataupun sumber informasi lainnya yang akhirnya berimbas pada pengetahuan dan perilaku yang kurang baik untuk mencegah penularan. Seperti yang dijelaskan Notoatmodjo (2012), mengatakan bahwa pengetahuan seseorang terhadap sesuatu diperoleh dari berbagai sumber. Pendidikan, pengalaman, informasi, lingkungan budaya dan sosial ekonomi ikut serta dalam mempengaruhi pengetahuan yang mereka miliki. 2. Perilaku Keluarga dalam Penggunaan APD Masker Sesudah Penkes. Tabel 2 Distribusi Perilaku Keluarga dalam Penggunaan APD Masker Sesudah Pendidikan Kesehatan di Ruang Isolasi Paru RSUD Tugurejo Semarang, Januari (n=30) Perilaku Sesudah PenKess
Kelompok Ceramah Video
Baik Tidak Baik Total
f 10 5 15
% 66.7 33.3 100
f 9 6 15
% 60,0 40,0 100
Perbedaan Efektifitas Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah dan Pemutaran Video Terhadap Perilaku Keluarga Pasien Tuberkulosis dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Masker Di Ruang Isolasi Paru RSUD Tugurejo Semarang 3
Perilaku keluarga dalam penggunaan APD masker sesudah pendidikan kesehatan pada masingmasing kelompok sebagian besar dalam kategori menjadi baik. Perubahan perilaku yang baik dapat dikarenakan responden yang sudah dewasa. Notoatmodjo (2012) menyebut kan bahwa perubahan umur mem pengaruhi perilaku seseorang melalui perjalanan umurnya yang disebabkan proses pendewasaan. Seseorang yang dewasa akan lebih mudah melakukan adaptasi perilaku hidup dengan lingkunganya. Semakin cukup umur tingkat kematangan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Umur responden yang sudah dewasa menjadikan responden lebih matang dalam menelaah pendidikan kesehatan yang diberikan, sehingga responden lebih matang mengetahui manfaat dari apa yang telah dijelaskan dalam pendidikan kesehatan baik ceramah maupun pemutaran video. Berbeda dengan pendidikan responden yang pada umumnya adalah pendidikan dasar. Notoatmodjo (2012) mengatakan bahwa latar belakang pendidikan dapat mempengaruhi pene rimaan informasi terkait kesehatan, mampu menilai baik buruknya sebuah perilaku yang dilakukan, sehingga pendidikan seseorang mempengaruhi perilaku seseorang akan pola hidup sehat. Meskipun dengan pendidikan yang rendah, responden dapat mene rima dengan baik materi yang disampaikan dalam pendidikan kesehatan karena materi yang disampaikan dikemas dengan menarik 3. Perbedaan Perilaku Penggunaan APD Masker Sebelum dan Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah.
Tabel 3 Perbedaan Perilaku Penggunaan APD Masker Sebelum dan Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah di Ruang Isolasi Paru RSUD Tugurejo Semarang, Januari (n=15) Ceramah Sebelum Sesudah
n 15 15
Mean 29,00 50,47
SD 2,00 3,46
Z -3,418
p-value 0,001
Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok pendidikan kesehatan dengan metode ceramah, sebelum diberikan pendidikan kesehatan ratarata perilaku penggunaan masker sebesar 29,00, dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan menjadi 50,47. Hasil uji wilcoxon juga didapatkan nilai ρ sebesar 0,001 (α<0,05) yang artinya ada perbedaan yang bermakna antara perilaku penggunaan masker sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan metode ceramah. Perubahan peningkatan perilaku keluarga dalam penggunaan masker secara benar dan baik pada kelompok metode ceramah dapat terjadi karena pada responden dapat langsung menerima materi dari pendidik melalui metode ceramah secara lengkap dan jelas. Keluarga sebagai peserta didik dapat memberikan feedback seperti bertanya ataupun berpendapat secara lebih detail kepada pendidik, baik itu tentang penularan tuberkulosis, dampak tidak menggunakan masker dan lain sebagainya. Metode ceramah merupakan penyajian informasi secara lisan. Keuntungan dalam metode ceramah adalah pendidik dapat dengan mudah menguasai dan mengorganisir peserta didik, membantu peserta didik untuk mendengar secara akurat dan kritis, serta apabila digunakan dengan tepat maka akan dapat menstimulasi dan meningkatkan keinginan peserta didik untuk berperilaku sesuai dengan tujuan
Perbedaan Efektifitas Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah dan Pemutaran Video Terhadap Perilaku Keluarga Pasien Tuberkulosis dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Masker Di Ruang Isolasi Paru RSUD Tugurejo Semarang 4
pendidikan (Djamarah, 2006). Upaya yang dilakukan peneliti agar kegiatan pendidikan kesehatan dengan metode ceramah juga telah dilakukan yaitu peneliti merancang tehnik ceramah sebelumnya, memberikan ilustrasi penggunaan masker, menguasai materi, menjelaskan pokok-pokok bahasan dalam pendidikan yang dilakukan, dan mengkondisikan aktivitas peserta didik. Ceramah pada dasarnya merupakan sebuah komunikasi langsung antara pendidik dengan peserta didik. Proses pendidikan kesehatan merupakan sebuah dasar untuk mentransfer pesan yang akan disampaikan oleh penyuluh kepada sasaran (Lucie, 2012). Pemahaman yang diperoleh peserta didik akan sesuai dengan sasaran apabila sasaran memperoleh penyuluhan dengan benar, dan tentunya sebagai pendidik memiliki pemahaman yang mendalam tentang proses penyebarluasan informasi, penerangan, perubahan perilaku, sampai proses transformasi sosial (Nursalam, 2009). 4. Perbedaan Perilaku Penggunaan APD Masker Sebelum dan Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan Metode Pemutaran Video Tabel 4 Perbedaan Perilaku Penggunaan APD Masker Sebelum dan Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan Metode Pemutaran Video di Ruang Isolasi Paru RSUD Tugurejo Semarang, Januari (n=15) VIdeo Sebelum Sesudah
n 15 15
Mean 29,20 53,20
SD 2,07 2,42
Z -3,421
p-value 0,000
Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok pendidikan kesehatan dengan metode pemutaran video, sebelum diberikan pendidikan kesehatan rata-rata perilaku
penggunaan masker sebesar 29,20, kemudian sesudah pendidikan kesehatan menjadi 53,20. Hasil uji paired t-test Juga Menunjukkan ρ sebesar 0,000 (α<0,05) yang artinya ada perbedaan yang bermakna antara perilaku penggunaan masker sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan dengan metode pemutaran video. Peningkatan perilaku keluargga dalam penggunaan masker secara benar dan baik yang terjadi membuktikan bahwa materi penyampaian dapat dengan mudah ditangkap oleh peserta didik yaitu keluarga pasien tuberkulosis. penggunaan media video tentang penggunaan masker yang ditujukan kepada responden akan membuat responden semakin mudah mengerti terhadap materi yang disampaikan dan ini akan berpengaruh pada tingkat pengetahuan responden itu sendiri. Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penggunaan jenis media yang tepat akan memudahkan untuk mencapai tujuan pendidikan kesehatan yang dilakukan. Media pendidikan mempunyai beberapa manfaat antara lain menimbulkan minat bagi sasaran, dapat menghindari dari kejenuhan dan kebosanan, membantu mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman, memudahkan penyampaian informasi, dan memudahkan penerimaan informasi bagi sasaran didik (Taufik, 2007). Meskipun pendidikan kesehatan dengan pemutaran video terbukti efektif dalam merubah perilaku keluarga dalam penggunaan masker ketika berada di ruang isolasi tuberkulosis, namun pelaksanaan keluarga dalam penggunaan masker tidak sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan. Dilihat dari jawaban responden menunjukkan hal yang sama pada kelompok metode ceramah,
Perbedaan Efektifitas Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah dan Pemutaran Video Terhadap Perilaku Keluarga Pasien Tuberkulosis dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Masker Di Ruang Isolasi Paru RSUD Tugurejo Semarang 5
dimana tidak semua jawaban menunjukkan pelaksanaan yang sesuai dalam penggunaan masker. Seperti yang ditunjukkan dari hasil jawaban responden, rata-rata keluarga tidak selalu memakai masker dengan rapat, tidak selalu melakukan pergantian masker ketika menyentuh masker dan tidak selalu segera mencuci tangan ketika telah menyentuh masker. Dilihat dari segi usia peserta didik, dapat dikatakan menguntungkan karena peserta didik juga merupakan kelompok yang sudah dewasa. Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2012) bahwa semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya terhadap penerimaan informasi, sehingga pengetahuan yang diperolehnya baik dan perilakunya sesuai dengan pengetahuannya. Namun dalam pelaksanaan metode pemutaran video, usia responden dapat menjadi hal yang merugikan. Semakin bertambahnya usia, semakin tinggi pula seseorang mengalami perubahan panca indra yang sifatnya degenerative (Maryam, 2010), sehingga dalam penangkapan materi yang dipaparkan pada video menjadi terganggu. Psikologis penderita juga dapat mempengaruhi proses pendidikan kesehatan, dimana notabene keluarga yang sedang menunggu pasien pasti mengalami berbagai gejolak perasaan seperti stress, sehingga akan mempengaruhi penangkapan materi yang dipaprkan pada video. Seperti penelitian oleh Paparrigopoulos (2006) mengenai dampak psikologis jangka pendek pada keluarga pasien selama perawatan hospitalisasi melaporkan bahwa 97% keluarga mengalami kecemasan dan depresi, serta 81% keluarga mengalami stres. Mengadakan suatu perubahan ada beberapa langkah yaitu tahap awareness, tahap interrest, tahap
evaluasi, tahap trial, dan tahap adaption (Notoatmodjo, 2012). Pada awalnya peneliti melakukan perubahan perilaku penggunaan masker yaitu dengan menumbuhkan kesadaran keluarga, sehingga keluarga perilakunya akan berubah, selanjutnya dengan menimbulkan perasaan minat untuk menggunakan masker dengan benar, setelah menumbuhkan kesadaan dan menimbulkan perasaan minat maka peneliti melakukan evaluasi terhadap perubahan, kemudian melakukan pendidikan kesehatan tentang penggunaan masker, setelah itu baru di lihat hasil dari pendidikan kesehatan dengan mengamati keseluruhan terhadap perubahan yang sudah dilakukan 5. Perbedaan Efektifitas Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah dan Pemutaran Video Terhadap Perilaku Keluarga dalam Penggunaan APD Masker Tabel 5 Perbedaan Efektifitas Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah dan Pemutaran Video Terhadap Perilaku Keluarga dalam Penggunaan APD Masker di Ruang Isolasi Paru RSUD Tugurejo Semarang, Januari (n=30) Kelompok n Ceramah 15 Video 15
Mean 50,47 53,20
SD 3,46 2,42
Z 2,148
p-value 0,032
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok video, sesudah diberikan pendidikan kesehatan, ratarata perilaku penggunaan masker sebesar 50,47, sedangkan kelompok pemutaran video rata-rata sebesar 53,20. Hasil uji mann whitney, didapatkan nilai ρ sebesar 0,032 (α<0,05) yang artinya ada perbedaan secara bermakna antara perilaku penggunaan masker setelah diberikan pendidikan kesehatan dengan metode
Perbedaan Efektifitas Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah dan Pemutaran Video Terhadap Perilaku Keluarga Pasien Tuberkulosis dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Masker Di Ruang Isolasi Paru RSUD Tugurejo Semarang 6
ceramah dan pemutaran video di Ruang Isolasi Paru RSUD Tugurejo Semarang. Perbedaan pencapaian tersebut dapat dikatakan bahwa efektifitas pendidikan kesehatan metode pemutaran video lebih tinggi dari pada pendidikan kesehatan metode ceramah dalam merubah perilaku keluarga penderita tuberkulosis untuk penggunaan masker yang benar sebagai pencegahan penularan kuman tuberkulosis. Hal tersebut dapat dikarenakan pelaksanaan pendidikan kesehatan dengan pemutaran video dianggap lebih menarik sehingga menarik minat peserta didik untuk melihat, memahami, menghayati, dan menciptakan minat untuk berperilaku sesuai dengan apa yang telah digambarkan dalam pemutaran video. Sesuai pendapat Munadi (2010), bahwa pelaksanaan pendidikan kesehatan dengan metode pemutaran video yang lebih efektif dapat dikarenakan metode audio-visual (video) mempunyai kelebihan dapat menampilkan suatu objek atau peristiwa seperti keadaan sebenarnya. Audio-visual meningkatkan retensi memori karena lebih menarik dan mudah diingat (Sardiman, 2012). Tingkah laku model yang terdapat dalam media audio visual akan merangsang peserta untuk meniru atau menghambat tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah laku yang ada di media (Notoatmodjo, 2012). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hilal (2014) yang menghasilkan bahwa penggunaan audio-visual (video) 81% menarik bagi para peserta didik dan mampu membantu peserta didik dalam memahami materi. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa penggunaan audio-visual (video) meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengingat dari 21% menjadi 53%,
meningkatkan kemampuan memahami dari 28% menjadi 67%, meningkatkan kemampuan menerapkan dari 23% menjadi 67%, meningkatkan kemampuan menganalisis dari 21% menjadi 61%. Metode pemutaran video dapat membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku peserta didik dari hasil penangkapan panca indera oleh peserta didik. Seperti halnya yang dijelaskan oleh Maulana (2009), menyebutkan bahwa keberhasilan pendidikan kesehatan dalam merubah perilaku dipengaruhi pula oleh penangkapan panca indra. Panca indra yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke otak adalah mata (kurang lebih 75% sampai 87%), sedangkan 13% sampai 25% pengetahuan diperoleh atau disalurkan melalui indera yang lain. Meskipun hasil penelitian menunjukkan perilaku keluarga dalam penggunaan masker setelah pendidikan kesehatan antara kelompok pendidikan kesehatan metode ceramah dengan kelompok pemutaran video terdapat perbedaan, namun dilihat dari perilaku keluarga berdasarkan jawaban dan skor tidak menunjukkan begitu signifikan. Rata-rata perilaku antara kelompok ceramah dengan kelompok pemutaran video hanya menunjukkan perbedaan yang rendah (ceramah 50,47 dan pemutaran video 53,20). Hal tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya kedua metode yang digunakan memiliki efektifitas dalam merubah perilaku keluarga untuk menggunakan masker dalam rangka pencegahan tuberkulosis paru. Sesuai dengan tujuan pendidikan kesehatan, pada dasarnya menyangkut tiga hal, yaitu peningkatan pengetahuan (knowledge), perubahan sikap (attitude), dan ketrampilan atau tingkah laku (practice), yang berhubungan dengan masalah kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2012).
Perbedaan Efektifitas Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah dan Pemutaran Video Terhadap Perilaku Keluarga Pasien Tuberkulosis dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Masker Di Ruang Isolasi Paru RSUD Tugurejo Semarang 7
Keberhasilan penyuluhan kesehatan tergantung kepada komponen pembelajaran. Media penyuluhan kesehatan merupakan salah satu komponen dari proses pembelajaran yang akan mendukung komponen-komponen yang lain. Media diartikan sebagai segala bentuk atau saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan informasi (Sadiman, dkk, 2009). Metode penyuluhan sebenarnya tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap yaitu membantu pemberi informasi untuk pengingat, namun media mempunyai fungsi atensi yaitu memiliki kekuatan untuk menarik perhatian. Metode yang menarik akan memberikan keyakinan, sehingga perubahan kognitif afeksi dan psikomotor dapat dipercepat (Setiawati & Dermawan, 2008) KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah; Perilaku keluarga dalam penggunaan masker sebelum pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan metode pemutaran video sebagian besar dalam kategori tidak baik, dan setelah pendidikan kesehatan pada kelompok metode ceramah sebagian besar dalam kategori baik. Pendidikan kesehatan metode ceramah maupun pemutaran video sama-sama efektif untuk merubah perilaku keluarga dalam penggunaan APD masker. Pendidikan kesehatan metode pemutaran video lebih efektif dari pada pendidikan kesehatan metode ceramah untuk merubah perilaku keluarga dalam penggunaan APD masker. SARAN 1. Bagi Keluarga pasien Diharapkan responden yang perilakunya masih kurang baik dalam penggunaan masker diharapkan dapat lebih aktif untuk mencari informasi tentang penularan tuberculosis dari tenaga kesehatan, media cetak maupun
media elektronik sehingga dapat meningkatkan keasadaran diri untuk menggunakan masker dengan baik. 2. Bagi RSUD Tugurejo Semarang Pihak RSUD Tugurejo Semarang, khususnya perawat ruang isolasi tuberkulosis, diharapkan dapat memberikan pendidikan kesehatan secara efektif dengan metode pemutaran video kepada keluarga tentang penggunaan alat pelindung diri (APD) masker secara berkelanjutan, sehingga dapat menumbuhkan perilaku keluarga dalam penggunaan masker yang langgeng. 3. Bagi Pendidikan Keperawatan di STIKes Ngudi Waluyo Ungaran Disarankan dapat digunakan sebagai tambahan refrensi yang dapat di baca dan bermanfaat bagi mahasiswa untuk memberikan pengetahuan tentang perbedaan efektifitas pendidikan kesehatan metode ceramah dan pemutaran video terhadap perilaku keluarga pasien tuberkulosis dalam penggunaan alat pelindung diri (APD) masker. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian selanjutnya yang akan meneliti mengenai pendidikan kesehatan kepada keluarga pasien khususnya dalam merubah perilaku keluarga pasien diharapkan dapat meneliti dengan menggunakan metode berbeda. DAFTAR PUSTAKA Aspiyah. (2008). Pengaruh Metode Ceramah terhadap Motivasi Belajar Pendidikan Agama Islam pada Siswa SMA N 1 Keronjo. Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Centre for Health Protection. (2015). Petunjuk Mencuci Tangan yang Baik dan Menggunakan Masker yang Benar (Indonesian Version). Department of Health Hongkong. Diakses melalui:
Perbedaan Efektifitas Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah dan Pemutaran Video Terhadap Perilaku Keluarga Pasien Tuberkulosis dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Masker Di Ruang Isolasi Paru RSUD Tugurejo Semarang 8
http://www.chp.gov.hk/files/pdf/ guidelines_for_good%20_handwas hing_and_use_mask_properly_ind onasian pada tanggal 8 Desember 2015. Djamarah, S.B. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hamalik. (2008). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Health & Safety Protection. (2011). Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD atau PPE) pada Para Pekerja. Diakses melalui http://healthsafetyprotection.com/a pd-ppe/ Hilal. (2014). Pengaruh Media AudioVisual (Video) terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI pada Konsep Elastisitas. Prosiding Seminar Nasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. KemenKes, RI. (2012). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Direktorat Bina Upaya Kesehatan : Kementerian Kesehatan RI 2012. Kemenkes, RI. (2013). Tuberkulosis. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. DepKes RI 2013. Maulana. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat. Mubarak. (2007). Promosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Edisi pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Munadi, Y. (2010). Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press Notoatmodjo, S, (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo. (2010). Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo. (2012). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam & Ferry, E. (2009). Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Paparrigopoulos (2006). Short-term Psychological Impact on Family Members of Intensive Care Unit Patients. J Psychosom Res. 2006 Nov;61(5):719-22. From: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubm ed/17084152. diakses tanggal 16 Februari 2016 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.08/MEN/VII/2010 Tentang Alat Pelindung Diri. PPI RSUD Tugurejo Semarang. (2015). Laporan Pengendalian dan Pencegahan Infeksi di RSUD Tugurejo Semarang 2015. TIM PPI RSUD Tugurejo Semarang Pramiputra. (2014). Efektifitas Pendidikan Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah dengan Leaflet Terhadap Peningkatan Pengetahuan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Desa Wonorejo Polokarto. Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta Rahmawati. (2012). Peran PMO dalam Pencegahan Penularan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Remaja Samarinda. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Sardiman, A.M. (2012). Interaksi dan Motivai Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafido Perkasa. Sjattari. (2012). Model Integrated Self Care dan Family Centered Nursing. Makasar: Pustaka Timur. Syafrudin. (2009). Promosi Kesehatan Untuk Mahasiswa Kebidanan. Trans Info Media: Jakarta. WHO. (2014). Global Tuberculosis Control, Surveilance, Planning, Financing. WHO Report 2014. Genwa.
Perbedaan Efektifitas Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah dan Pemutaran Video Terhadap Perilaku Keluarga Pasien Tuberkulosis dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Masker Di Ruang Isolasi Paru RSUD Tugurejo Semarang 9