PERBEDAAN KEMAMPUAN IBU MELAKUKAN PERAWATAN METODE KANGURU PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH SEBELUM DAN SESUDAH KONSELING DI RUANG PERINATALOGI RSUD TUGUREJO SEMARANG Isna Yuni Astuti(*),M. Imron Rosidi, S.Kep.,Ns., M.Kep(**), Heni Hirawati, P, S SIT., M.Kes(**), Umi Aniroh, S.Kep.Ns., M.Kes(**) *) Mahasiswa PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Dosen PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) berpotensi menyebabkan terjadinya hipotermi, jika tidak teratasi akan menyebabkan kematian bayi. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah hipotermi pada bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah perawatan metode kanguru, akan tetapi hasil temuan di lapangan didapatkan banyak ibu yang belum mampu melakukan perawatan metode kanguru dengan baik. Desain penelitian ini menggunakan One Group Pretest–posttest Design. Pengambilan sampel menggunakan teknik kuota sampling. Jumlah populasi rata-rata perbulan 25 ibu dengan bayi BBLR, jumlah sampel 15 responden. Alat penelitiian menggunakan lembar observasi dan metode demonstrasi. Analisa data menggunakan uji statistic Wilcoxon (p <0,05). Hasil penelitian didapatkan nilai pvalue 0,001 (p < 0,05), yang berarti ada perbedaan kemampuan ibu dalam melakukan perawatan metode kanguru sebelum dan sesudah diberikan konseling. Pemberian konseling mampu meningkatkan kemampuan ibu menjadi lebih baik dalam perawatan metode kanguru, sehingga konseling metode kanguru sebaiknya ditetapkan sebagai komponen dalam standar operasional prosedur perawatan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Kata kunci : Konseling, Perawatan Metode Kanguru Kepustakaan : 45 (2004 - 2014) PENDAHULUAN Latar Belakang Data kematian bayi dan balita di Indonesia 2014 disebutkan BBLR menyumbang 11,2% angka kematian bayi baru lahir (Kemenkes. RI, 2015). Profil Kesehatan Jawa Tengah tahun 2013 menyebutkan BBLR merupakan penyebab tertinggi angka kematian bayi baru lahir dengan prosentase 53,35% dari 5.865 kasus di tahun 2013 (Dinkes Jateng, 2013). Angka BBLR di Kabupaten Semarang pada tahun 2013 mencapai 653 (4,56%), dan meningkat pada tahun 2014 menjadi 701 (4,77%) (Dinkes-Semarang, 2015). Tingginya angka kematian bayi baru lahir dikarenakan keterlambatan dalam
penanganan bayi BBLR atau premature (Lawn, 2014). Waktu segera setelah lahir merupakan risiko terbesar dari kematian bayi BBLR, karena fisiologis bayi yang lemah, tidak seimbangnya pengaturan suhu, organ yang belum matang (terutama paru-paru), fungsi kekebalan tubuh yang buruk, dan rentan infeksi berat (Howson, 2012). Sumbangan faktor waktu segera setelah lahir terhadap kematian bayi BBLR merefleksikan bahwa harus ada tindakan khusus untuk bayi BBLR. Inkubator merupakan salah satu caranya, tetapi dinilai menghambat kontak dini ibu-bayi dan pemberian air susu ibu (ASI) (WHO, 2008). Salah satu tindakan keperawatan
Perbedaan Kemampuan Ibu Melakukan Perawatan Metode Kanguru pada Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah Sebelum dan Sesudah Konseling di Ruang Perinatalogi RSUD Tugurejo Semarang
1
yang dapat dilakukan adalah kangaroo mother care (UNICEF, 2014). Perawatan metode kanguru (PMK) adalah suatu metode perawatan bayi baru lahir dengan meletakkan bayi diantara kedua payudara ibu sehingga terjadi kontak langsung kulit ibu dengan kulit bayi (Wong, 2009). Perawatan metode kanguru dapat mencegah hipotermi, meningkatkan kasih sayang ibu dan bayi, memudahkan bayi dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, mencegah infeksi dan memperpendek masa rawat inap, dan mengurangi biaya perawatan (Shetty, 2007). Penelitian Linda Vesel (2015) dari 12 negara Asia-Afrika menyimpulkan bahwa kangaroo mother care memiliki potensi untuk menyelamatkan nyawa, dan mengubah wajah perawatan bayi baru lahir yang berbasis fasilitas, serta menyehatkan perempuan dalam merawat bayi prematur. Penelitian oleh Deswita (2011) juga menyebutkan metode perawatan kanguru merupakan cara yang efektif, mudah, dan murah untuk merawat bayi premature. Metode kanguru berpengaruh terhadap respons fisiologis bayi prematur seperti peningkatan suhu tubuh ke arah suhu normal, peningkatan frekuensi denyut jantung ke arah normal, dan peningkatan saturasi oksigen ke arah normal (Deswita, 2011). Meskipun banyak keuntungan yang didapat dari pelaksanaan metode kanguru, namun keberhasilan pelaksanaan metode kanguru bukanlah hal yang mudah. Faktor yang berasal dari ibu dapat menyertai gagalnya pelaksanaan metode kanguru seperti pengetahuan, motivasi, dan kemampuan dari ibu BBLR. Penelitian oleh Sofiani (2014) menemukan bahwa ibu yang memiliki BBLR melakukan metode kanguru atas saran petugas kesehatan, namun banyak pula ibu yang berhenti karena pengetahuan dan motivasi yang rendah. Peran perawat dalam mendukung pelaksanaan metode kanguru untuk bayi BBLR dapat dilakukan dengan penyuluhan
(Nursalam, 2008). Penyuluhan kesehatan secara tidak langsung dapat dilakukan saat pemeriksaan kesehatan pasien perorangan atau konseling, serta memberi pemahaman secara terorganisir (Kemenkes, 2010). Konseling pada pasien bertujuan untuk menanamkan pemahaman pasien (ibu bayi dengan berat badan lahir rendah) sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Mubarak, 2009). Penelitian oleh Ramadona (2011) menghasilkan bahwa konseling telah meningkatkan pengetahuan, sikap dan kepatuhan pasien dalam perawatannya. Pengetahuan meningkat dari skor 37,18 menjadi 44,5, untuk sikap meningkat dari skor 46,62 menjadi 51,34, dan kepatuhan meningkat dari skor 142,66 menjadi 119,26. Penelitian oleh Rahmat (2010) juga menghasilkan bahwa konseling dapat menurunkan kecemasan pasien dalam menghadapi perawatan sakit pasien, dan setelah satu bulan konseling dihentikan tidak ada perbedaan kecemasan yang bermakna. TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum penulisan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kemampuan ibu dalam melakukan perawatan metode kanguru pada bayi dengan berat badan lahir rendah sebelum dan sesudah dilakukan konseling di Ruang Perinatalogi RSUD Tugurejo Semarang. METODE PENELITIAN Penelitian menggunakan rancangan Pre Experimental dengan desain One Group Pretest–posttest Design. Penelitian dilakukan di Ruang Perinatalogi RSUD Tugurejo Semarang. Pengambilan sampel dilakukan secara kuota sampling sejumlah 15 ibu dengan bayi berat badan lahir rendah (BBLR). Kriteria inklusi sampel adalah Ibu yang memiliki bayi dengan berat badan lahir ≤2500 gram, Ibu yang sehat jasmani dan rohani. Sedangkan kriteria eksklusi adalah Ibu yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan, Ibu
Perbedaan Kemampuan Ibu Melakukan Perawatan Metode Kanguru pada Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah Sebelum dan Sesudah Konseling di Ruang Perinatalogi RSUD Tugurejo Semarang
2
yang tidak dapat melanjutkan proses penelitian (karena pulang APS, bayi meninggal). Alat penelitian menggunakan materi konseling, dan lembar observasi kemampuan ibu dalam metode kanguru yang disusun berdasarkan standar operasional prosedur pelaksanaan metode kanguru di Ruang Perinatalogi RSUD Tugurejo Semarang. Data dianalisis secara univariat dan bivariat menggunakan uji Wilcoxon. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kemampuan Ibu dalam Melakukan Perawatan Metode Kanguru Sebelum Konseling Metode Kanguru. Tabel 1 Kemampuan Ibu Sebelum Konseling Metode Kanguru pada Bayi BBLR di Ruang Perinatalogi RSUD Tugurejo Semarang, Januari 2016 (n=15) Kemampuan Perawatan Metode Kanguru Kurang Mampu
f
(%)
15
100
Total
15
100
Kemampuan ibu melakukan perawatan metode kanguru sebelum konseling menunjukkan keseluruhan ibu 15 (100%) dalam kategori kurang mampu. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan ibu melakukan perawatan metode kanguru masih rendah. Rendahnya kemampuan ibu dapat dikarenakan belum terpaparnya penyuluhan atau informasi berkaitan dengan metode kanguru. Selain itu, dimungkinkan karena ibu kurang pengalaman, kurang aktif mencari informasi dari tenaga kesehatan, media elektronik, serta pendidikan ibu yang rendah. Pendidikan ibu dilihat dari hasil penelitian menunjukkan pada ibu dengan pendidikan dasar kemampuan nya lebih rendah dibandingkan dengan ibu yang pendidikannya tinggi. Pengetahuan seseorang dipero leh dari
berbagai sumber. Pendidikan, pengalaman, informasi, lingkungan budaya dan sosial ekonomi turut mempengaruhi pengetahuan yang mereka miliki (Notoatmodjo, 2012) Ibu yang belum diberikan pendidikan kesehatan tentang metode kanguru menyebabkan belum ada informasi yang diterima oleh keluarga, padahal untuk memiliki suatu pengetahuan yang cukup seseorang harus menerima informasi yang cukup terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2012). Pemberian pendidikan kesehatan mampu mengubah tingkat pengetahuan menjadi lebih baik sehingga berperi laku sesuai yang diharapkan (Mubarak, 2007). Namun dalam proses pendidi kan kesehatan agar diperoleh hasil yang lebih efektif diperlukan peragaan dan metode pedidikan kesehatan yang efektif. Konseling merupakan metode yang efektif untuk menanamkan pengetahuan, motivasi, kemampuan ibu dengan bayi BBLR (Notoatmodjo, 2012). 2. Kemampuan Ibu dalam Melakukan Perawatan Metode Kanguru Sesudah Konseling Metode Kanguru. Tabel 2 Kemampuan Ibu Sesudah Konseling Metode Kanguru pada Bayi BBLR di Ruang Perinatalogi RSUD Tugurejo Semarang, Januari 2016 (n=15) Kemampuan Perawatan Metode Kanguru Mampu Kurang Mampu
f
(%)
10 5
66,7 33,3
Total
15
100
Kemampuan ibu dalam perawatan metode kanguru sesudah konseling menunjukkan sebagian besar ibu 10 (66,7%) dalam kategori mampu. Artinya kemampuan ibu dalam perawatan metode kanguru menjadi lebih baik atau mengalami peningkatan
Perbedaan Kemampuan Ibu Melakukan Perawatan Metode Kanguru pada Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah Sebelum dan Sesudah Konseling di Ruang Perinatalogi RSUD Tugurejo Semarang
3
dari yang keseluruhan tidak mampu menjadi 66,7% ibu mampu melakukan perawatan metode kanguru. Perubahan kemampuan ibu yang terjadi dikarenakan seorang ibu akan diajak oleh konselor untuk memahami perawatan metode kanguru dengan benar secara perorangan, menggali potensi yang dimiliki untuk melakukan metode kanguru, dan pada akhirnya kemampuan dalam perawatan metode kanguru meningkat. Manfaat dari perawatan metode kanguru untuk bayi BBLR juga akan mempengaruhi ketertarikan ibu untuk memahami dengan baik dalam proses konseling, sehingga kemampuan ibu dalam melakukan perawatan metode kanguru lebih baik (Mitsonis, 2009). Pelaksanaan konseling yang dilakukan dengan demonstrasi, juga memberikan kesempatan kepada ibu untuk melihat, mendengar, dan mempraktikan sendiri dalam perawatan metode kanguru sehingga kemampuan ibu dalam perawatan metode kanguru menjadi lebih baik. Sesuai dengan taksonomi Bloom bahwa kemampuan manusia dalam belajar 10% dari apa yang dibacanya, 20% dari apa yang didengarnya, 30% dari apa yang dilihatnya, 50% dari apa yang dilihat dan didengarnya, 70% dari apa yang dikatakannya, dan 90% dari apa yang dilakukannya. Sehingga perolehan hasil belajar merupakan kombinasi antara indra penglihatan dan pendengaran (Notoatmodjo, 2010). Faktor pendidikan juga turut berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan, sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin mudah seorang tersebut dalam menerima informasi (Wawan & Dewi, 2010). Akibat dari kemudahan ibu menerima informasi dari hasil konseling adalah ibu dapat dengan mudah memahami
materi sehingga kemampuannya dalam perawatan metode kanguru meningkat. Meski sebagian besar responden mengalami peningkatan kemampuan, akan tetapi masih ada responden yang memiliki kemampuan kurang setelah konseling sebanyak 5 (33,3%). Hal ini disebabkan responden mempunyai tingkat pendidikan rendah, maka responden yaitu ibu mempunyai kemampuan cara berfikir yang kurang logis dan semakin kurang mudah menerima dan menyesuaikan informasi tentang metode kanguru yang diberikan saat konseling. 3. Perbedaan Kemampuan Ibu dalam Melakukan Perawatan Metode Kanguru pada Bayi BBLR Sebelum dan Sesudah Konseling. Tabel 3 Perbedaan Kemampuan Ibu dalam Melakukan Perawatan Metode Kanguru pada Bayi BBLR Sebelum dan Sesudah Konseling di Ruang Perinatalogi RSUD Tugurejo Semarang, Januari 2016 (n=15) Kemampuan Perawatan Metode Kanguru
Hasil
Kemampuan Negatif Post test – Positif Kemampuan Pre Ties test Total
f 0 15
Mean P Rank value 0,00 8,00
0,001
0 15
Hasil penelitian menunjukkan keseluruhan responden sebanyak 15 responden memiliki kemampuan perawatan metode kanguru yang lebih baik setelah konseling dibandingkan dengan sebelum konseling. Hasil uji Wilcoxon juga menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna antara kemampuan sebelum dan sesudah konseling metode kanguru dengan nilai p value adalah 0,001 (p < 0,05) yang dapat disimpulkan konseling metode kanguru dapat meningkatkan
Perbedaan Kemampuan Ibu Melakukan Perawatan Metode Kanguru pada Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah Sebelum dan Sesudah Konseling di Ruang Perinatalogi RSUD Tugurejo Semarang
4
kemampuan ibu dalam melakukan perawatan metode kanguru pada bayi BBLR. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramadona (2011) yang menghasilkan bahwa pelaksanaan konseling meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku pasien dalam perawatannya. Sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunadi (2012) yang menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai bayi BBLR setelah diberikan informasi dalam penyuluhan sebanyak 71,0% mempunyai pengeta huan dan motivasi yang tinggi dalam perawatan metode kanguru. Melalui konseling, ibu akan mendapatkan pemahaman terstruktur sehingga akan timbul langkah-langkah yang positif didalam benak ibu untuk membentuk perilaku sesuai dengan hasil penangkapan informasi dalam konseling. Sesuai dengan pendapat Rogers (2007) yang menyatakan bahwa konseling adalah suatu hubungan yang bebas dan terstruktur yang membiarkan klien memperoleh pengertian sendiri, dan membimbing untuk menentukan langkah langkah positif kearah orientasi baru. Konseling juga membentuk kesadaran pribadi dan membantu seseorang membentuk dan memperjelas rangkaian dari tujuan dan nilai-nilai untuk perilaku selanjutnya. Adanya pengaruh konseling dalam meningkatkan kemampuan ibu didukung dengan pula yang dilakukan dalam konseling yang dilakukan dengan mengikuti tahapan meliputi problem statement, mencari sumber/ potensi yang dimiliki, alternatif solusi, implementasi, evaluasi, dan terminasi. Melalui tahapan tersebut maka seorang ibu akan diajak oleh konselor untuk memahami perawatan metode kanguru dengan benar, menggali potensi yang dimiliki untuk melakukan metode kanguru. Pada proses ini ibu akan belajar untuk memahami masalahnya sendiri sehingga akan dapat lebih
bijaksana dalam merawat BBLR dan pada akhirnya dapat meminimalkan efek psikologis negatif yang muncul (Mitsonis, 2009). Pelaksanaan konseling pada tahapan implementasi dilakukan dengan mempraktikan perawatan metode kanguru menjadikan ibu melihat cara yang benar dalam perawatan metode kanguru. Kemudian ibu mempraktekan langsung perawatan metode kanguru sehingga ibu mempunyai pemahaman langsung dalam praktik perawatan metode kanguru. Proses tersebut meningkatkan kemampuan ibu dalam pelaksanaan perawatan metode kanguru. Hal tersebut dikarenakan dalam proses manusia mempunyai skill dipengaruhi oleh kognitif, affective, dan psychomotor, dimana proses tersebut diperoleh melalui indra penglihatan dan pendengaran (Notoatmodjo, 2010) Kemampuan ibu dalam melakukan perawatan metode kanguru setelah diberikan konseling merupakan hasil dari pengetahuan, minat, dan motivasi ibu yang tinggi setelah diberikan konseling. Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui adanya informasi, yang merupakan domain penting untuk terbentuknya sikap dan tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Oleh karena itu sebaiknya ada tindak lanjut pemberian konseling secara berkesinambungan oleh perawat ruangan. Ibu yang telah memahami tentang perawatan metode kanguru dengan baik juga sebaiknya dapat berbagi pengalamannya dengan ibu yang lain sehingga tercipta pengetahuan, minat, motivasi, dan kemampuan ibu yang baik dalam perawatan metode kanguru oleh keseluruhan ibu yang mempunyai bayi BBLR.
Perbedaan Kemampuan Ibu Melakukan Perawatan Metode Kanguru pada Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah Sebelum dan Sesudah Konseling di Ruang Perinatalogi RSUD Tugurejo Semarang
5
KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah; rata-rata responden berumur 26 tahun, mayoritas ibu tidak bekerja, mayoritas pendidikan ibu SMA, kemampuan ibu dalam melakukan perawatan metode kanguru sebelum konseling dalam kategori kurang mampu, kemampuan ibu dalam melakukan perawatan metode kanguru sesudah konseling dalam kategori mampu. Terdapat perbedaan kemampuan ibu dalam melakukan perawatan metode kanguru sebelum dan sesudah konseling metode kanguru dengan nilai p value adalah 0,001 (p < 0,05). Keseluruhan 15 responden memiliki kemampuan perawatan metode kanguru lebih baik setelah konseling dibandingkan dari sebelum konseling SARAN 1. Bagi Ibu yang Memiliki Bayi BBLR Ibu dengan kemampuan yang baik melakukan perawatan metode kanguru diharapkan dapat berdiskusi atau berbagi dengan ibu yang kemampuan kurang. Ibu yang mempunyai BBLR dengan kemampuan kurang pun dapat aktif mencari informasi baik melalui media maupun tenaga kesehatan yang ada di wilayahnya. 2. Bagi Perawat Perawat sebagai konselor harus aktif dalam bidang peningkatan perilaku kesehatan dengan memberikan konseling kepada ibu yang mempunyai BBLR untuk melakukan perawatan metode kanguru, baik di rumah sakit maupun di rumah. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya dalam pelaksanaan observasi kemampuan ibu setelah diberikan konseling dilakukan dengan jeda waktu yang lebih lama misalnya satu hari atau satu minggu setelah pemberian konseling dilakukan, sehingga memperoleh kemungkinan kemampuan ibu dalam melakukan perawatan metode kanguru di rumah. 4. Bagi Institusi STIKES Ngudi Waluyo
Hasil penelitian ini dijadikan refrensi tambahan tentang pengaruh konseling terhadap kemampuan ibu melakukan perawatan metode kanguru pada bayi dengan berat badan lahir rendah di perpustakaan yang sehingga dapat dengan mudah diakses oleh para mahasiswa. DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. (2008). Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan Metode Kanguru. Jakarta: Health Technology Assessment Indonesia. Depkes RI. Deswita. (2011). Pengaruh Perawatan Metode Kanguru terhadap Respons Fisiologis Bayi Prematur. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 5, No. 5, April 2011 diakses melalui http://jurnalkesmas.ui.ac.id/index.p hp /kesmas/article/view/131/132 pada tanggal 2 Oktober 2015. Dinkes Jateng. (2013). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2013. Balitbangkes Jateng 2013. Rogers. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia Kemenkes, RI. (2015). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial: Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kemenkes, RI. (2015). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015. Lawn JE, Blencowe H, Oza S, You D, Lee AC, Waiswa P, Lalli M, Bhutta Z, Barros AJ, Christian P. et al. (2014). Every Newborn: Progress, Priorities, and Potential Beyond Survival. Lancet. 2014;384(9938):189–205. doi:
Perbedaan Kemampuan Ibu Melakukan Perawatan Metode Kanguru pada Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah Sebelum dan Sesudah Konseling di Ruang Perinatalogi RSUD Tugurejo Semarang
6
10.1016/S0140-6736(14)60496-7. [PubMed] [Cross Ref] Linda Vesel, Anne-Marie Bergh, Kate J Kerber, Bina Valsangkar, Goldy Mazia. (2015). Kangaroo Mother Care: a Multi-country Analysis of Health System Bottlenecks and Potential Solutions. BMC Pregnancy Childbirth. 2015; 15(Suppl 2): S5. Published online 2015 Sep 11. doi: 10.1186/14712393-15-S2-S5 diakses melalui http://www.ncbi.nlm. nih.gov/pmc/articles/PMC4577801 / pada tanggal 2 Oktober 2015. Mitsonis. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika. Mubarak, W.I, dan Chayati, N. (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat; Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika. Mubarak. (2007). Promosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Edisi pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo. (2012). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam & Ferry, E. (2008). Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Ramadona. (2011). Pengaruh Konseling Obat Terhadap Kepatuhan Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poliklinik Khusus Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Universitas Andalas Padang 2011. Shetty, A.. (2007). Kangaroo Mother Care. Nursing Journal of India, 98 (11), 249-50. from ProQuest Health and Medical Complete. (Document ID: 1387300961). Sofiani. (2014). Pengalaman Ibu dengan Bayi Berat Lahir Rendah (Bblr) Mengenai Pelaksanaan Perawatan
Metode Kanguru (PMK) di Rumah. Prosiding Seminar Nasional Unimus 2014. Diakses melalui http://jurnal.unimus.ac.id/index.ph p/psn12012010/article/view/1467/1 520 pada tanggal 2 Oktober 2015. Suradi, R., Pratomo, H., Marnoto, B., W., & Sidi, I., P., S. (2009). Perawatan Bayi Berat Badan Lahir Rendah dengan Metode Kanguru, cetakan ke 2. Jakarta: Perinasia. UNICEF. (2014). Every Newborn: an Action Plan to end Preventable Deaths. Geneva: World Health Organization. UNICEF. (2015). Countdown to 2015: Fulfiling the Health Agenda for Women and Children. The 2015 report. World Health Organization: Geneva. Wawan & Dewi. (2010). Perilaku. Jakarta: Salemba Medika. WHO. (2008). Buku Saku Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir: Panduan untuk Dokter, Perawat & Bidan. Jakarta: EGC. Wong DL. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol 1. Jakarta: EGC.
Perbedaan Kemampuan Ibu Melakukan Perawatan Metode Kanguru pada Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah Sebelum dan Sesudah Konseling di Ruang Perinatalogi RSUD Tugurejo Semarang
7