REFORMASI KEMENTERIAN KEUANGAN BIDANG SDM Pendahuluan Pergantian kepemimpinan di banyak organisasi sering sangat berpengaruh bagi organisasi yang bersangkutan. Terkadang bahkan bergantinya pimpinan berarti dihilangkannya kebijakan pimpinan terdahulu oleh pimpinan yang menggantikannya. Karena itu tidak jarang pergantian kepemimpinan sangat dikhawatirkan oleh banyak orang. Untungnya fenomena semacam ini tidak terjadi di Kementerian Keuangan dengan pergantian Menteri dari Ibu Sri Mulyani Indrawati ke Bapak Agus D. W. Martowardojo. Selain kualitas pemimpin tersebut yang menjadi faktor penting, faktor lain yang juga menentukan adalah karena pergantian Menteri tersebut dilakukan pada pertengahan tahun, saat Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) sudah berjalan. Sebagaimana diketahui, mengubah anggaran tidaklah mudah bagi Kementerian/Lembaga (K/L). Sikap, pikiran dan tindakan Ibu Sri Mulyani Indrawati di Kementerian Keuangan tidak diragukan lagi sangat besar memberi andil dalam membentuk Kementerian Keuangan menjadi seperti sekarang ini. Salah satunya tampak pada amanat beliau dalam sambutan pelantikan pejabat eselon 2 Kementerian Keuangan beberapa waktu sebelum pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu Kedua yang “menitipkan” Kementerian Keuangan kepada para pejabatnya, mengarahkan para pimpinan Kementerian Keuangan untuk tetap konsisten dan konsekuen menjalankan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan dengan baik dan secara profesional, baik bila beliau diangkat kembali menjadi Menteri Keuangan dalam Kabinet Indonesia Bersatu Kedua atau diganti oleh pejabat yang lain. Kementerian Keuangan sebenarnya telah melakukan “reformasi” sebelum Ibu Sri Mulyani Indrawati menjabat menggantikan Bapak Jusuf Anwar meskipun tidak dengan nama “reformasi”. Selain itu, jajaran pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan juga telah berkomitmen untuk melanjutkan reformasi dalam tahun-tahun mendatang dengan tetap berpegang pada peraturan perundang-undangan yang ada, atau mengusulkan peraturan baru untuk tetap dapat melaksanakan reformasi birokrasi. Komitmen ini ditekankan kembali oleh Bapak Agus Martowardojo sebagai Menteri Keuangan yang baru, yang menggantikan Ibu Sri Mulyani Indrawati. Hal ini berarti bahwa reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan sudah, masih dan terus akan dilaksanakan pada tahuntahun mendatang. Reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan sebagaimana dinyatakan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 30/KMK.01/2007, dilakukan melalui tiga program utama atau tiga pilar, yaitu: 1. penataan organisasi, yang meliputi restrukturisasi organisasi, pemisahan, penggabungan, dan penajaman fungsi organisasi; 2. penyempurnaan proses bisnis, yang meliputi analisis dan evaluasi jabatan, analisis beban kerja, dan penyusunan prosedur pelaksanaan standar (standard operating procedures atau SOP); dan 3. peningkatan disiplin dan manajemen sumber daya manusia (SDM), yang meliputi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, pembangunan assessment center, penyusunan pola mutasi, peningkatan disiplin, dan pengintegrasian sistem informasi manajemen SDM.
Tabel 1 meringkas 27 hasil penataan organisasi Kementerian Keuangan sejak tahun 2002 hingga 2007 sebagaimana dilaporkan dalam Profil Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan (TRB Depkeu, 2008). Sementara itu artikel ini merangkum apa yang telah dan tengah dilakukan Kementerian Keuangan dalam reformasi di bidang SDM pada tahun anggaran 2010. Penekanan lebih diarahkan pada “pilar” Peningkatan Disiplin dan Manajemen SDM. Tabel 1 Implementasi Penataan Organisasi Kementerian Keuangan Tahun 2002 – 2007 Pembentukan Organisasi Modern pada Instansi Vertikal DJP yang meliputi Kanwil DJP WP Besar Dua KPP WP Besar Penajaman tugas, fungsi, dan susunan organisasi Kanwil DJP WP Besar dan KPP WP Besar Penajaman tugas, fungsi, dan susunan organisasi Kanwil DJP WP Besar Madernisasi Kanwil DJP Jakarta Khusus Madernisasi KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus Pelaksanaan UU Pengadilan Pajak Madernisasi Kanwil DJP Jakarta I, Pembentukan KPP Madya Jakarta I, serta Pembentukan 15 KPP Pratama yang akan diterapkan secara bertahap Pemisahan fungsi antara penyusun anggaran dan pelaksana anggaran Pembentukan DJAPK (penggabungan fungsi yang tersebar pada DJA, DJPKPD, DJLK, dan BAF) Pembentukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Perbendaharaan (penggabungan fungsi yang tersebar pada DJA, BAKUN, dan Pusmon), Pembentukan Bapekki (penggabungan fungsi yang tersebar pada BAF, DJPKPD, dan Setjen/Biro HKLN) Pembentukan Pusintek dari sebelumnya BINTEK Konsekuensi penataan organisasi Kantor Pusat akibat pemisahan fungsi antara penyusun anggaran dan pelaksana anggaran. Pengalihan Instansi Vertikal DJA menjadi Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Likuidasi instansi vertiknl BAKUN dan BINTEK Pembentukan 7 Kanwil DJP dan 20 KPPBB Pembentukan 5 KPPN Tipe A, Tipe B dan Tipe A Khusus Modernisasi Kanwil DJP Sumatera Bagian Tengah dan pembentukan KPP Madya Batam Penggabungan DJLK dan Bapepam sebagai langkah awal pembentukan OJK Pemindahan Direktorat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai DJLK menjadi Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai Sekretariat Jenderal dengan tujuan untuk menjaga indepedensi pelaksanaan tugas dan menghindari conflict of interest serta untuk meningkatkan pembinaan akuntan dan jasa penilai Pembentukan Account Representative pada KPP Modern untuk meningkatkan pelayanan, penyu!uhan, pengawasan, kepatuhan Wajib Pajak, penerimaan pajak, dan citra serta efektivitas organisasi Ditjen Pajak Pembentukan Penelaah Keberatan pada KanwiI DJP Modern untuk meningkatkan tugas di bidang pelayanan keberatan Modernisasi Kanwil DJP Jawa Bagian Barat I, Kanwil DJP Jawa Bagian Barat III dan Kanwil DJP Bali Pembentukan 3 (tiga) KPP Madya yaiu KPP Madya Bekasi, KPP Madya Tangerang, dan KPP Madya Denpasar Pembentukan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pembentukan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Mengubah nomenklatur dan mempertajam tugas, fungsl, serta struktur organisasi Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Mengubah nomenklatur, dan mernpertajam tugas, fungsl dan struktur organisasi, serta meningkatkan peran Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerjasama Internasional menjadi Badan Kebijakan Frskal Penajaman Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Anggaran Penajaman Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Pembentukan Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan untuk mendukung dan mensinkronkan kegiatan Menteri Keuangan Penataan organisasi Direktorat Jenderal Pajak dengan menambah 4 (empat) Direktorat, penajaman tugas dan fungsi serta melakukan penataan organisasi berdasarkan fungsi dan membentuk unit khusus yang melakukan change management Penataan organisasi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dengan membentuk Biro Kepatuhan Internal Penataan organisasi Inspektorat Jenderal dengan menambah 1 (satu) Inspektorat Pembentukan Biro Bantuan Hukum Setjen Tahapan Modernisasi Instansi Vertikal DJP yang meliputi modernisasi 13 Kanwil DJP (total menjadi 20 Kanwil DJP) dan pembentukan KPP Madya di seluruh Indonesia
2
Februari 2002
Januari 2003 Desember 2003
Januari 2004 Mei 2004 Juni 2004
Juni 2004
Oktober 2004 Oktober 2004 Desember 2005 Desember 2005 Desember 2005
Februari 2006 Februari 2006 Mei 2006
Juli 2006
November 2006 Desember 2006
Desember 2006
Penataan tugas, fungsi, susunan organisasi, tipologi dan wilayah kerja Instansi Vertikal DJBC Penataan tugas, fungsi, susunan organisasi, tipologi dan wilayah kerja Instansi Vertikal DJPB Konsekuensi perubahan tugas, fungsi dan susunan organisasi DJPLN menjadi DJKN Pembentukan PIP sebagai “operator” Investasi Pemerintah, sedangkan fungsi regulator ada di DJPB Penataan organisasi, penajaman tugas dan fungsi serta perubahan nomenklatur Biro Kepegawaian menjadi Biro SDM Modernisasi seluruh Kanwil dan KPP Pratama di wilayah pulai Jawa dan Bali Pembentukan Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tanjung Priok dan Batam, serta penataan organisasi dan wilayah kerja Kanwil DJBC dan KPBC Pembentukan Kantor Besar Pengolahan Data dan Dokumen sebagai UPT di lingkungan DJP yang bertugas melakukan pengolahan data dan dokumen, sehingga instansi vertical DJP khususnya KPP lebih berkonsentrasi pada pelayanan, pengawasan dan penyuluhan
Sumber:
Desember 2006 Desember 2006 Desember 2006 Mei 2007 Mei 2007 Mei 2007 Juni 2007 Juli 2007
Diolah dari Profil Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan (TRB Depkeu, 2008).
Reformasi Birokrasi di Bidang SDM Sebagaimana disebutkan sebelumnya, “reformasi birokrasi” sudah dilaksanakan sebelum 2007 meskipun pada waktu itu belum dikatakan “reformasi”. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada tahun 1983 mengubah Undang-undang di bidang perpajakan dari sistem fiskus, dimana penentuan besarnya pajak terutang ditentukan dan ditetapkan oleh DJP, menjadi self assessment dimana Wajib Pajak (WP) menghitung, menyetorkan dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. Perubahan Undang-undang di bidang perpajakan tersebut seluruhnya dikerjakan oleh putra-putri bangsa Indonesia yang dimotori para pejabat DJP. Hingga kini sistem self assessment ini tetap diberlakukan, dan DJP masih terus melakukan reformasi baik struktur organisasinya, orang-orangnya, proses bisnisnya, hingga teknologi informasi yang digunakan. Salah satu hasil reformasi perpajakan tersebut antara lain adalah bahwa masyarakat kini sudah dapat memperoleh pelayanan dari DJP tanpa harus datang ke kantor-kantor pelayanan pajak (KPP) karena dapat melalui internet, misalnya dalam meminta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang kini fungsinya terus meningkat termasuk menjadi kartu identitas dan syarat pembebasan bea fiskal bagi yang hendak bepergian ke luar negeri. Penggunaan teknologi untuk memperoleh NPWP secara on-line ini tentunya “mengurangi” beban pekerjaan pegawai, sehingga kapasitas pegawai dapat digunakan untuk tugas-tugas lain yang kian menantang. Pemanfaatan teknologi dari DJP lainnya misalnya adalah dalam e-filing dimana WP mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak secara langsung di internet dan mengirimkannya ke DJP. Yang tak kalah penting adalah bahwa penerimaan pajak kian membesar, dengan prosentase sekitar 80% dari total penerimaan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2010 yang lebih dari Rp 1.000 trilyun. Di Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai (DJBC) “reformasi” juga sudah dilakukan sebelum 2007 meskipun pada waktu itu juga belum dikatakan “reformasi”. Masyarakat kemudian “menikmati” cara memasukkan impor barang yang lebih disederhanakan dengan digunakannya electronic data interchange (EDI) yang memungkinkan bagi importir untuk memasukkan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) secara elektronik dari kantor-kantor mereka atau dari Warung EDI bagi yang belum memiliki internet. DJBC kemudian memperkenalkan kantor-kantor pelayanan utama (KPU). Layanan dari DJBC serta dari unit eselon I lainnya disebut dengan layanan unggulan, yang antara lain memberikan kepastian proses bisnis, waktu pelaksanaannya serta besarnya biaya yang harus dibayar oleh masyarakat, bila ada. Semuanya ini dituangkan dalam SOP yang “dipajang” di setiap Kantor Pelayanan sehingga masyarakat 3
pengguna jasa Kantor-kantor Pelayanan tersebut memperoleh kepastian. Dari DJBC misalnya adalah pelayanan administrasi impor barang yang dipastikan selesai dalam waktu paling lama 20 menit sejak data diterima secara lengkap untuk jalur prioritas, 30 menit untuk jalur hijau serta 12 jam 30 menit untuk jalur merah, kecuali apabila terdapat nota hasil intelijen (NHI). Sementara itu untuk pengurusan administrasi ekspor apabila tidak diperlukan pemeriksaan fisik akan dapat diselesaikan paling lambat satu jam sejak data diterima secara lengkap. Selain itu, pengurusan restitusi bea impor dapat diselesaikan paling lambat 30 hari sejak permohonan diterima secara lengkap. Percepatan proses ini tentunya menghendaki sumber daya yang mampu bekerja cepat tanpa kehilangan ketelitian dan akurasi. Ketika konsep KPU diterapkan di Kantor Percontohan di Ditjen Perbendaharaan dengan konsep “modern office”, yang antara lain mengubah waktu penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk belanja non pegawai dari delapan jam (sebelumnya dua hari) menjadi paling lambat satu jam setelah Surat Perintah Membayar (SPM) diterima secara lengkap, banyak pegawai yang menjadi idle karena jumlah pegawai menjadi lebih sedikit dari jumlah pegawai sebelum dimodernisasikan, sehingga di Ditjen Perbendaharaan dinilai kelebihan pegawai bukan karena mereka jelek atau tidak mampu bekerja, melainkan akibat reformasi ini juga, sebagaimana pula terjadi di DJP, yang dahulu harus dilayani secara manual kini dapat dibantu teknologi informasi. Kementerian Keuangan telah dan terus berupaya untuk mengatasi masalah ini, termasuk apabila ada Kementrian/Lembaga (K/L) atau Pemerintah Daerah (Pemda) yang berminat menerima pegawai Kementerian Keuangan untuk dipekerjakan di bidang-bidang pengelolaan keuangan seperti biro keuangan ataupun satuan kerja (satker) serta satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Beberapa unit pemerintah baik Pusat maupun Daerah telah meminta pegawai Kementerian Keuangan untuk diperbantukan atau dipekerjakan pada unit-unit pemerintah tersebut, dan Biro Sumber Daya Manusia (SDM) telah memproses dan memindahkan mereka. Karena Menteri Keuangan selain menjadi pengelola fiskal juga berfungsi sebagai Bendahara Umum Negara (BUN) dimana tugas dan fungsinya melibatkan publik, oleh sebab itu reformasi birokrasi yang dilakukan Kementerian Keuangan bukan hanya dalam rangka pelayanan masyarakat melainkan juga untuk memenuhi kebutuhan internal juga, sehingga reformasi birokrasi yang dilakukan tidak hanya pada penyempurnaan proses bisnis dan penataan organisasi, melainkan mencakup pula peningkatan manajemen SDM. Hal-hal signifikan yang telah dan terus dilakukan Kementerian Keuangan dalam pembinaan SDM antara lain adalah sebagai berikut: 1. Ditetapkannya 35 jenis kompetensi yang dikelompokkan ke dalam tiga kategori sebagai berikut: a. Kemampuan berpikir (thinking), yang terdiri dari delapan kompetensi sebagai berikut: 1) Visioning. 2) Innovation. 3) In-depth problem solving and analysis. 4) Decisive judgement. 5) Championing change. 6) Adapting to change. 7) Courage of convictions. 4
8) Business acumen. b. Kemampuan bekerja (working), yang terdiri dari 12 kompetensi sebagai berikut: 1) Planning and organizing. 2) Driving for results. 3) Delivering results. 4) Quality focus. 5) Continuous improvement. 6) Policies, processes and procedures. 7) Safety. 8) Stakeholder focus. 9) Stakeholder service. 10) Integrity. 11) Resilience. 12) Continuous learning. c. Kemampuan berhubungan dengan pihak lain (relating), yang terdiri dari 15 kompetensi sebagai berikut: 1) Team work and collaboration. 2) Influencing and persuading. 3) Managing others. 4) Team leadership. 5) Coaching and developing other. 6) Motivating others. 7) Organizational savvy. 8) Relationship management. 9) Negotiation. 10) Conflict management. 11) Interpersonal communication. 12) Written communication. 13) Presentation skill. 14) Meeting leadership. 15) Meeting contribution. 2. Dibangunnya assessment center untuk mengases atau mem-profile pegawai (“memotret” ke-35 kompetensi setiap pegawai). Asesmen pejabat eselon III dan/atau eselon II dilakukan oleh Biro SDM, sedangkan untuk pelaksana hingga pejabat eselon IV dilakukan oleh masing-masing unit eselon I. Khusus untuk unit Sekrerariat Jenderal, asesmen terhadap seluruh pegawai dari pelaksana hingga eselon II dilakukan oleh Biro SDM. 3. Setiap unit eselon I telah menentukan uraian jabatan dan standar kompetensi jabatan (SKJ) yang harus dimiliki oleh para pemangkunya. Dari sini dan asesmen sebagaimana disebutkan dalam butir 2 diketahui job person matched (JPM) yang dimiliki oleh setiap assessee apakah telah memenuhi standar. JPM minimum bagi seseorang agar dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan eselon IV, eselon III dan eselon II adalah 70%. Artinya, apabila SKJ yang ditetapkan oleh suatu unit eselon I, misalnya untuk presentation skill adalah 3, sedangkan yang dimiliki seseorang adalah 2, berarti JPM yang bersangkutan adalah 2/3 atau 67%. Meskipun demikian, JPM adalah jumlah seluruh kompetensi yang dimiliki seseorang dibandingkan dengan 5
jumlah seluruh SKJ, jadi bukan satu keahlian dibandingkan dengan satu SKJ. JPM ini juga berfungsi untuk memperoleh pejabat yang sesuai dengan unit yang membutuhkan (the right man on the right place). 4. Diselenggarakannya pendidikan dan pelatihan (diklat) berbasis kompetensi, yang dimaksudkan untuk menutupi gap antara kompetensi yang dimiliki oleh pejabat dengan ke-35 kompetensi tersebut. Artinya, diklat berbasis kompetensi lebih didahulukan bagi mereka yang JPM-nya kurang dari 70%. Sejak 2008, diklat berbasis kompetensi ini telah diselenggarakan untuk pejabat eselon II, eselon III dan eselon IV dan direncanakan masih akan dilaksanakan pada tahun 2011. 5. Aplikasi lain dari butir 1 hingga 3 di atas adalah dilaksanakannya seleksi jabatan secara terbuka (open bidding) sejak tahun 2008, dimana calon pejabatnya bisa berasal dari seluruh unit eselon I Kementerian Keuangan. Untuk jabatan fungsional tertentu bahkan membolehkan pesertanya bukan berasal dari Kementerian Keuangan. Sebagai contoh, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) dalam merekrut widyaiswara memperbolehkan kandidat yang berasal dari K/L lain asalakan mempunyai pendidikan minimum doktoral (S3). 6. Penegakan disiplin, yang antara lain dilakukan dengan penggunaan sistem absensi dengan finger print yang dikaitkan dengan pemotongan renumerasi serta hukuman disiplin bila pegawai yang terlambat hadir, pulang sebelum waktu dan/atau tidak masuk kerja. Tabel 2 mentabulasikan tujuh jenis sanksi bagi pegawai Kementerian Keuangan apabila melakukan pelanggaran. Hal ini menimbulkan “budaya” baru di Kementerian Keuangan untuk datang sebelum jam 7.30 dan pulang setelah jam 17.00 karena pulang sebelum waktunya maupun pulang sesudah waktu maksimum yang ditetapkan dapat dikenai sanksi, setidak-tidaknya pemotongan tunjangan penghasilan. Tabel 2 Sanksi Bagi Pegawai Kementerian Keuangan a. b. c. d. e. f.
Pegawai yang terlambat masuk atau pulang sebelum waktunya dipotong sebesar 0,5% s.d. 2,5% per hari kerja Pegawai yang tidak masuk, kecuali karena ditugaskan secara kedinasan atau rnenjalankan cuti tahunan, dipotong sebesar 5% per hari kerja. Pegawai yang mendapat Surat Peringatan Pertama, dipotong sebesar 15% selama satu bulan. Pegawai yang mendapat Surat Peringatan Kedua, dipotong sebesar 20% selama satu bulan. Pegawai yang mendapat Surat Peringatan Ketiga, dipotong sebesar 25% selama satu bulan. Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin berdasarkan PP No.53 Tahun 2010: Hukuman berupa tegoran lisan, dipotong sebesar 25% selama dua bulan. Hukuman berupa tegoran tertulis, dipotong sebesar 25% selama tiga bulan. Hukuman berupa pernyataan tidak puas secara tertulis, dipotong sebesar 25% selama enam bulan. Sanksi berupa potongan sebesar 50% sesuai dengan lamanya hukuman yang dijatuhkan untuk : Hukuman berupa penundaan kenaikan gaji berkala. Hukuman berupa penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala Hukuman berupa penundaan kenaikan pangkat. Sanksi berupa potongan sebesar 95% sesuai dengan lamanya hukuman yang dijatuhkan untuk : Hukuman berupa penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah Hukuman berupa pembebasan dari jabatan.
Sumber: Dimutakhirkan dari Profil Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan (TRB Depkeu, 2008).
Penegakan disiplin yang lain adalah dengan ditetapkannya SOP oleh masing-masing pimpinan eselon I Kementerian Keuangan yang dalam setiap SOP ditetapkan berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dari awal hingga akhir, unit mana atau siapa yang harus melaksanakan pekerjaan tersebut, dan berapa biaya, bila ada, yang harus dibayar oleh pengguna jasa Kementerian Keuangan. Jangka waktu ini juga yang “mendisiplinkan” pegawai Kementerian untuk segera 6
menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Di beberapa unit Kementerian Keuangan bahkan dijadikan target untuk lebih rendah dari waktu yang ditetapkan dalam SOP tersebut. Penegakan disiplin juga dikaitkan dengan promosi atau mutasi pegawai. Apabila seorang pegawai tengah menjalani atau tengah diusulkan untuk dikenai hukuman disiplin, maka dalam sidang atau rapat Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) usulan tersebut akan ditolak. Meskipun demikian, khusus untuk mutasi hanya dapat diberikan apabila grading jabatan yang dituju lebih rendah dari atau sama dengan jabatan yang sekarang diemban, atau lebih kurang strategis dibandingkan dengan jabatan yang sekarang diemban. Dalam Baperjakat tingkat Pusat, Inspektur Jenderal akan memberikan informasi mengenai riwayat hukuman disiplin ini. Meskipun demikian, Peraturan Menteri Keuangan No. 39/PMK.01/2009 tanggal 27 Februari 2009 tentang Pola Mutasi Jabatan Karir di Lingkungan Departemen Keuangan membolehkan apabila jangka waktu hukuman disiplin tersebut telah dilewati (“masa kadaluwarsanya sudah dilewati”). 7. Dikembangkannya kode etik pegawai bagi pegawai Kementerian Keuanan serta bagi masing-masing unit eselon I untuk hal-hal yang spesifik bagi masing-masing unit eselon I tersebut. 8. Terus disempurnakannya program Pengintegrasian Sistem Informasi Kepegawaian Terpadu (SIMPEGTM). Program ini disiapkan untuk “menampung” seluruh data kepegawaian sejak seorang pegawai masuk ke Kementerian Keuangan, pengembangan yang dilakukan selama menjadi pegawai, Surat Keputusan atau keterangan yang diperoleh yang bersangkutan selama menjadi pegawai (termasuk hukuman disiplin dan sertifikat atau ijasah bila mengikuti pendidikan dan pelatihan), kompetensi yang dimiliki (terkait JPM serta pelatihan yang dibutuhkan), di samping standarisasi bentuk Daftar Riwayat Hidup serta, bila telah seluruhnya operasional, penerapan e-pansion. Dengan e-pansion maka seorang pegawai yang akan memasuki masa pensiun hanya tinggal menandatangani formulir yang dipersyaratkan saja, sedangkan unit yang mengusulkan dapat men-download dan mencetak seluruh data yang diperlukan untuk mengusulkan pegawainya yang hendak pensiun sebagaimana ditentukan dalam persyaratan administrasi yang harus dipenuhi. 9. Disusunnya program pengembangan SDM (human capital development plan atau HCDP) yang akan mengarahkan bagaimana pegawai Kementerian Keuangan di kemudian hari akan dikembangkan, baik melalui jalur pendidikan (D I ke D III, D III ke D IV atau S1, D IV atau S1 ke S2, S2 ke S3, serta program-program pengembangan lainnya seperti magang di lembaga-lembaga internasional atau Kementerian Keuangan di berbagai negara sahabat. 10. Disusunnya pedoman pola mutasi yang dimaksudkan untuk memberikan jaminan objektivitas, transparansi, perencanaan karir dan peningkatan motivasi kerja bagi pegawai. 11. Disusunnya pedoman penataan pegawai untuk mengetahui ada-tidaknya kelebihan/ kekurangan pegawai serta ketidaksesuaian komposisi pegawai. Dari penyusunan pedoman penataan pegawai ini terbentuk suatu matriks dengan dua sumbu yaitu potensi/kompetensi dan kinerja sebagaimana tampak pada Gambar 1 pada halaman berikut ini. Perhatikan bahwa mereka yang berkinerja tinggi dan berkompetensi atau mempunyai potensi yang tinggi di-plot menjadi future leader. Sebagaimana yang biasa 7
dilakukan dalam organisasi bisnis, dari penataan pegawai semacam ini dapat dilakukan berbagai strategi dari pengembangan, couching dan counselling, membiarkan seseorang dalam posisi semula (freezing) karena dengan kompetensi yang dimilikinya seseorang dapat berkinerja baik meskipun dari evaluasi diperoleh informasi bahwa yang bersangkutan tidak dapat lagi berkembang. Strategi pemberhentian tidak jarang dilakukan dalam organisasi bisnis bila dari evaluasi diperoleh informasi bahwa seseorang tidak lagi berkembang baik kompetensinya maupun kinerjanya. Gambar 1 Kuadran Penataan Pegawai Kementerian Keuangan
12. Disusunnya pedoman talent management untuk mengidentifikasi dan membina pegawai yang mempunyai kompetensi atau potensi dan kinerja tertentu. Dalam pedoman ini diusulkan mereka yang berada dalam kuadran VII, VIII dan IX adalah yang ditargetkan untuk menjadi kader pimpinan di masa yang akan datang dimana Kementerian Keuangan akan menyediakan rencana pengembangan dan pola karier bagi mereka guna mengoptimalisasikan kinerja mereka. 13. Disusunnya program golden hand shake untuk mempersiapkan pegawai yang karena alasan tertentu memutuskan untuk tidak melanjutkan bekerja di Kementerian Keuangan. Sebagaimana dalam organisasi bisnis, sebelum diberikan golden hand shake, seorang pegawai haruslah dipersiapkan untuk menjalankan bisnis sendiri agar tidak “terjerumus” dalam kegagalan akibat “belum pandai” mengelola uang dalam jumlah yang besar. 14. Kementerian Keuangan sejak 2009 juga mengajarkan sistem pengelolaan keuangan negara kepada para pegawai unit pemerintah (K/L) melalui Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah (PPAKP) yang tenaga pengajarnya bukan hanya dari unit-unit Kementerian Keuangan saja melainkan juga dari beberapa K/L yang sebelumnya telah dididik terlebih dahulu dalam program training of trainers (TOT). 8
Para pengelola PPAKP adalah pegawai Kementerian Keuangan yang terdiri dari unitunit Sekretariat Jenderal, Ditjen Perbendaharaan serta BPPK yang dapat dilakukan di dalam kelas maupun secara on-line melalui situs BPPK (www.bppk.depkeu.go.id). 15. Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) juga telah mendidik beberapa pegawai Pemda (Tingkat 1 maupun 2) atas beban APBD karena saat ini STAN telah menerapkan pola keuangan Badan Layanan Umum (BLU) sehingga memungkinkan untuk menggunakan dana penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang mereka terima untuk mendanai penyelenggaraan pendidikan bagi pegawai Pemda. Dampaknya cukup menggembirakan, beberapa Pemda yang pegawainya telah lulus program Diploma STAN laporan keuangan mereka yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Bapak Menteri Keuangan bahkan telah mencanangkan STAN untuk mendistribusikan lulusannya bukan semata-mata untuk Kementerian Keuangan saja tetapi dapat pula untuk K/L lainnya karena Kementerian Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara berkeinginan bahkan berkepentingan agar seluruh K/L membuat laporan keuangan dengan benar sehingga opini Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan seluruh K/L, pemda dan laporan keuangan pemerintah menjadi WTP. Hal ini menjadi kian penting karena sesuai dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sejak 1 Januari 2011 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) harus sudah dikelola sendiri oleh setiap Pemerintah Daerah, dan selambat-lambatnya 31 Desember 2013 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) harus dialihkan menjadi Pajak Daerah. Mempersiapkan SDM yang mampu mengelola BPHTB dan PBB tentunya tidak sebentar, apalagi bagi pegawai daerah di seluruh Indonesia. Sepertinya sejarah akan terulang lagi dimana para pegawai Pemerintah Daerah akan kembali mengikuti perkuliahan atau pelatihan di STAN sebagaimana pada masa lalu para pegawai Pemerintah Daerah juga mengikuti perkuliahan di Institut Ilmu Keuangan (IIK). Perubahan struktur organisasi serta penyempurnaan proses bisnis tentunya menimbulkan konsekuensi pada sumber daya manusia Kementerian Keuangan yang akan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan tersebut, di samping peralatan yang memadai, termasuk teknologi informasi. Ini yang menjadi salah satu alasan mengapa di beberapa unit eselon I Kementerian Keuangan seperti Setjen, DJKN, DJP dan DJBC diangkat beberapa tenaga pengkaji setingkat eselon 2 yang diharapkan akan bekerja terus-menerus memberikan masukan yang secara kontinu memberikan perbaikan dalam bidang-bidang sesuai dengan nomenklatur masing-masing laksana konsultan internal. Sebagai contoh, tenaga pengkaji di lingkungan Sekretariat Jenderal bertugas untuk menelaah dan mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan sumber daya aparatur, perencanaan strategik dan pengelolaan kekayaan negara Kementerian Keuangan dan menyusun rekomendasi tentang strategi pengembangan dan penanganannya. Hal ini antara lain berarti reformasi di Kementerian Keuangan akan berlangsung terus. Mungkin tidak tepat lagi disebut reformasi, tapi transformasi. Menteri Keuangan Bapak Agus Martowardojo bahkan mengarahkan agar kualitas pegawai Kementerian Keuangan di masa kepemimpinannya setara dengan kualitas pegawai swasta.
9
Daftar Singkatan Secara Alfabetis APBN BAF BAKUN Bapepam BapepamLK Baperjakat BINTEK BPHTB BPPK BUN Diklat Ditjen DJA DJAPK DJBC DJKN DJLK DJP DJPB DJPKPD DJPLN EDI HCDP HKLN IIK JPM K/L K/L Kanwil KMK KPBC KPP KPPBB KPPN KPU NHI NPWP PBB Pemda PIB PIP PPAKP
Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Badan Analisis Fiskal Badan Akuntansi Keuangan Negara Badan Pengawasan Pasar Modal Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan Badan Informasi dan Teknologi Keuangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Bendahara Umum Negara Pendidikan dan Pelatihan Direktorat Jenderal Direktorat Jenderal Anggaran Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Direktorat Jenderal Pengelolaan Kekayaan Negara Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Direktorat Jenderal Pajak Direktorat Jenderal Perbendaharaan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Direktorat Jenderal Pengelolaan Lelang Negara Electronic Data Interchange Human Capital Development Plan Hubungan Kerjasama Luar Negeri Institut Ilmu Keuangan Job Person Matched Kementerian/Lembaga. Nama yang biasa digunakan menyebutkan unit pemerintah Kementrian/Lembaga Kantor Wilayah Keputusan Menteri Keuangan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Kantor Pelayanan Pajak Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Kantor Pelayanan Utama Nota Hasil Intelijen Nomor Pokok Wajib Pajak Pajak Bumi dan Bangunan Pemerintah Daerah Pemberitahuan Impor Barang Pusat Investasi Pemerintah Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah 10
untuk
Pusmon Satker SDM SKJ SKPD SOP SP2D SPM SPT STAN TRB UPT WP
Pusat Moneter Satuan Kerja Sumber Daya Manusia Standar Kompetensi Jabatan Satuan Kerja Perangkat Daerah Standard Operating Procedures Surat Perintah Pencairan Dana Surat Perintah Membayar Surat Pemberitahuan Tahunan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Tim Reformasi Birokrasi Kementerian (dahulu Departemen) Keuangan Unit Pelayanan Teknis Wajib Pajak
11