Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
PENGEMBANGAN SDM APARATUR MELALUI PENDEKATAN SOFT HRM SEBAGAI TITIK TUMPU REFORMASI PERPAJAKAN Anita Kristina,SE.,Msi Fakultas Ekonomi Universits Trunojoyo
ABSTRACT This analysis focuses more on Human Resources Development and the esensial of HRM to the tax reform. The aim from this analysis is to find the best fit and the best practise of HRD Strategy on be reform proces. This analysis use deskriptif eksploratory method. The result of this analysis indicates that HRD in the DJP need renew form training. And the soft HRM is the best fit and practise for the Human Resource Development reform. Keywords : HRD, Soft HRM, Tax Reform
PENDAHULUAN Perubahan lingkungan dunia perpajakan dan menuntut kesiapan atas perubahan tersebut selalu berubah. Dan di dalam perubahan tersebut membutuhkan aparatur yang bukan hanya sebagai penonton yang pasif melainkan mereka sebagai penggerak perubahan perpajakan yang ada, yaitu menjadi aparatur yang profesional dan berkompeten sesuai tuntutan perubahan tersebut, termasuk di dalamnya sebagai aparatur pelayan masyarakat/publik yang prima dan kompetensi PNS seperti yang diatur di dalam dua kebijakan yaitu Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan PP 101/ 2000 Tentang Diklat Jabatan PNS. Sedangkan pelaksanaan pelayanan umum di atur di dalam Surat Keputusan No. 81/ 1993 yang merumuskan suatu pedoman umum dalam pelaksanaan pelayanan umum. Tahun 1995, Surat Keputusan ini diperkuat oleh Instruksi Presiden Nomor 1/ 1995 yang berisi penugasan kepada Menpan untuk memimpin pelaksanaan kegiatan yang dianggap perlu agar dapat segera meningkatkan mutu pelayanan
bagi
masyarakat. Tahun 1998, Menteri
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
1
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
Koordinator Pengawasan Pembangunan (Menko Wasbang) menerbitkan Surat Edaran Nomor 56/ 1998 bagi seluruh kementerian agar mulai menerapkan pelayanan
prima
di
lingkungannya
masing-masing.
Kantor
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara menerbitkan lagi Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/ KEP/ M.PAN/ 7/ 2003 tentang Pedoman
Umum
Penyelenggaraan
Pelayanan
Publik;
Surat
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 11/ M.PAN/ 1/ 2004 tentang Pencanangan Tahun Peningkatan Pelayanan Publik dan Petunjuk Pelaksanaannya; Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/ 25/ M.PAN/ 2/ 2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah; dan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/ 26/ M.PAN/ 2/ 2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Keseluruhan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara ini mencoba menerobos sisi lain dari pelayanan guna mempercepat perwujudan pelayanan publik yang prima dengan membenahi kualitas kinerja aparatur
pemerintah
melalui
pelaksanaan
transparansi
dan
akuntabilitas
penyelenggaraan pelayanan publik. Hal tersebut menjadikan sisi pembenahan pelayanan publik merupakan masalah inti dan masalah serius bagi pemerintah, khususnya bagi aparatur pelaku pelayanan publik. Perubahan dan pembenahan terjadi juga pada departemen keuangan khususnya perpajakan yang merupakan juga pelayanan publik yang semarak dibicarakan, yaitu reformasi perpajakan. Pembicaraan ini selalu menjadi topik hangat karena pajak menjadi salah satu bagian yang vital di dalam kehidupan bernegara dan tentunya dalam perekonomian sebuah negara. Semua negara mempunyai rencana strategis yang berhubungan dengan sistem perpajakan dan hal tersebut didukung oleh pengembangan SDM aparatur yang handal, berintegritas dan kompeten. Bahkan bisa dikatakan, suatu sistem perpajakan tidak akan bisa berjalan secara amanah dan bermutu apabila tidak ditopang oleh sebuah manajemen SDM yang baik dan kredibel. Pengembangan SDM merupakan salah satu bentuk reformasi perubahan strategi perbaikan kompetensi aparatur, dan ini seharusnya dilakukan
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
2
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
dengan desain yang lebih komprehensif dan berasaskan best fit dan best practise (kesesuaian kebutuhan yang terbaik), sehingga menuntut beberapa implikasi dan konsekuensi kepada seluruh aparat perpajakan untuk membenahi diri dengan melakukan sebuah pengembangan. peningkatan kompetensi SDM guna mencapai pelayanan publik yang prima. Reformasi pajak bisa dikategorikan di dalam 4 (empat) hal, yaitu : 1.
Memperbaiki peraturan perundang-undangan yang dalam hal ini telah diselesaikan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;
2.
Memperbaiki struktur organisasi, menerapkan struktur berdasarkan fungsi dan memperbaiki administrasi dan menerapkan apa yang disebut Standard
Operating Procedure (SOP); 3.
Membenahi basis data dan penggunaan Sistem Teknologi Informasi;
4.
Reformasi di bidang perbaikan mutu, kompetensi dan integritas dari sumber daya manusia atau aparat perpajakan.
Keempat program reformasi tersebut, tentu yang menjadi pola terpenting dan menentukan kesuksesan reformasi adalah poin 4 (empat) yaitu reformasi SDM/aparatur perpajakan. Dan reformasi yang telah dilakukan sebelumnya menuntut kesiapan kompetensi dari SDM sebagai pelaksana reformasi, artinya bahwa sukses atau tidaknya reformasi perpajakan ditentukan juga oleh kompetensi SDM perpajakan. Dan tentu saja ditentukan oleh manajemen SDM dalam organisasi yang ada (baca: Departemen yang terkait). Reformasi yang sudah dilakukan selama ini merupakan bentuk transformasi organisasi dan kondisi ini membuka peluang lebar bagi setiap individu (aparat) untuk berperan lebih aktif dengan berbagai peran dan fungsinya, sesuai dengan
job descriptionnya masing-masing. Sementara penggunaan berbagai macam teknologi dan informasi yang dipakai dalam proses reformasi telah semakin
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
3
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
berkembang pesat sehingga memungkinkan setiap warga dalam organisasi tersebut berlomba untuk memperbaiki kompetensi yang dimilikinya. Perbaikan kompetensi tentu sudah dilakukan oleh organisasi yaitu dengan melalui pelatihan. Berbagai bentuk perubahan, baik perubahan Undang-undang, penggunaan sistem teknologi informasi dan segala bentuk reformasi yang lain menuntut manajemen SDM di dalam organisasi tersebut untuk berbenah lebih cepat. Karena perbaikan kinerja dan pelayanan publik merupakan tantangan terbesar dan serius demi mendukung suksesnya reformasi yang telah dilakukan. Tentu saja reformasi tersebut masih membutuhkan waktu yang lama dan masih membutuhkan proses reformasi yang lain. Pengembangan SDM akan semakin memperkukuh apa yang telah dicapai di dalam reformasi tahap pertama yaitu perbaikan kinerja pelayanan dan kesiapan dalam membantu proses reformasi yang sedang, dan akan dilakukan. Bentuk pengembangan SDM adalah perubahan kompetensi aparatur, perubahan tersebut meliputi perubahan skill, knowledge dan attitute aparatur. Adanya kejelasan kerja dan perbaikan struktur kerja serta kecapaian tujuan pengembangan tersebut.dan pelatihan diyakini sebagai alat untuk melakukan perbaikan kinerja. Kesuksesan reformasi bukan merupakan beban organisasi institusi saja tetapi merupakan tanggungjawab tiap aparatur di dalam sistem tersebut, karena reformasi ini merupakan misi penting yang harus dilalui menuju perbaikan sistem perpajakan.
Sehingga
penting
untuk
dilakukan
analisa
mengenai
pola
pengembangan SDM aparatur dalam mendukung reformasi sistem perpajakan, karena SDM merupakan titik tumpuh keberhasilan reformasi yang dilakukan dan pengembangan ini merupakan bentuk kesiapan SDM dalam mendukung program reformasi. Permasalahan Permasalahan yang akan dikaji adalah bagaimana bentuk pengembangan SDM aparatur perpajakan yang tepat dalam mendukung reformasi yang telah dilakukan
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
4
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
Tujuan Analisa ini bertujuan untuk: Memperoleh pemahaman ketepatan strategi pengembangan SDM dalam mendukung reformasi perpajakan
Manfaat A. Meningkatkan peran dan kontribusi (kompetensi SDM)
aparatur dalam
mendukung reformasi sistem perpajakan B. Terwujudnya sistem perpajakan yang baru dengan memasukkan unsur pengembangan SDM C. Terwujudnya upaya pengembangan SDM kaitannya dengan perubahan manajemen SDM Output/Keluaran Rencana strategis pengembangan SDM yang dikaitkan dengan reformasi perpajakan
METODE Untuk memenuhi tujuan tersebut di atas digunakan metode penulisan
deskriptif eksploratory. Metode ini hanya membahas suatu topik dengan memberikan penggambaran atas topik tersebut, implikasi permasalahan yang timbul atas topik. Analisis yang ada hanya bersifat kualitatif yang ditujukan untuk mengeksplorasi konsekuensi permasalahan yang muncul atas kondisi yang diterangkan dalam topik dan memberikan solusi atas permasalahan yang ditemukan. Pembahasan menggunakan studi literatur dan pengumpulan data-data sekunder yang berasal dari berbagai sumber.
TEORI 2.1. Pengembangan Sumber Daya Manusia 2.1.1. Sejarah Pengembangan SDM Istilah Pengembangan Sumber Daya Manusia pertama kali dikenalkan oleh Leonard
Nadler
dalam
bukunya
Developing
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
Human
Resources
yang
5
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
dipublikasikan pada tahun 1970 (dalam Irianto, 2003: 68). Pada saat itu istilah ini disinonimkan dengan beragam arti dan definisi. Yaitu misalnya pelatihan
(training) pendidikan (education), adult learning serta corporate teaching and development. Perkembangan evolusioner diidentifikasikan oleh Desimore. Werner dan Harris (2002) ke dalam tujuh tahapan seperti berikut : 1. Tahap I. Early Apprenticeship Training Programs : The 18th century Pada tahap ini ditelusuri dengan berawal dari program pelatihan pemagangan yang dapat ditemukan pada perusahaan-perusahaan di Amerika pada abad 18. pada masa itu terdapat banyak toko dengan skala kecil yang dioperasikan oleh skilled artisans. Mereka tidak hanya menjual namun juga sekaligus memproduksi beberapa barang kebutuhan rumah tangga (house hold goods ) seperti misalnya mebel, pakaian, dan sepatu. Dengan semakin berkembang dan menguatnya usaha,pemilik toko tersebut mulai membutuhkan tenaga kerja baru sebagai
additional workers
namun demikian kebutuhan tersebut tidak dapat segera
dipenuhi karena pada saat itu belum ada pendidikan kejuruan atau sekolah teknik. Dapat disimpulkan bahwa pada tahapan ini mengenal cara pemagangan sebagai sebuah sistem pendidikan dan pelatihan yang sangat ampuh untuk menghasilkan tenaga handal. 2. Tahap II : Early Vocational Education Programs : The 19 th century Sekitar tahun 1809 seseorang yang dikenal dengan nama DeWitt Clinton untuk pertama kalinya mendirikan sekolah kejuruan (vocational school) dengan dana probadi di kota New York. Sekolah kejuruan tersebut pada saat itu juga mendapatkan sebutan lain manual school. Tujuan sekolah ini adalah untuk memfasilitasi occupational training bagi anak muda dengan kategori unsklided yang terjebak dalam pengangguran (Irianto : 2003). Tahapan ini telah mengenal usaha perbaikan skill dengan melalui pendidian/sekolah yang mencetak skill seseorang. 3. Tahap III : Early Factory Schools : The 20th century Pada akhir tahun 1800an, telah terjadi revolusi industri, pada masa itu telah terjadi penggantian peran manusia menjadi peran mesin. Pada masa ini terjadi prinsip
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
6
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
manajemen ilmiah menciptakan semiskilled workers yang menngunakan mesin dan dapat memproduksi suatu barang jauh lebih banyak daripada skilledworked tanpa mesin. Tetapi masa ini justru membutuhkan enginerrs, machinish dan
skilled mechanics untuk merancang, membangun dan memperbaiki mesin-mesin yang digunakan. Dengan semakin banyaknya kebutuhan tenaga ahli di bidang tertentu perusahaan tidak dapat dengan mudah memperoleh tenaga dengan kategori skilled, aplagi sekolah kejuruan juga tidak mampu menyuplainya dengan memadai.dapat disimpulkan pada masa ini, telah dikenal keahlian dan tenaga ahli yang merupakan bentuk dari pengembangan SDM. 4. Tahap IV. Early Training Programs For Semiskilled dan Unskilled Workers Fakta menunjukkan bahwa baik program pemagangan mapun factory school menyediakan pelatihan hanya bagi mereka dengan kategori skilled workers (Irianto, 2003). Dan masa ini telah mengenal pelatihan untuk semiskilled. 5. Tahap V: The Human Relations Movement Salah satu masalah yang muncul akibat proses produksi dengan prinsip “factory
school” adalah penyalagunaan tenaga kerja dengan kategori unskilled termasuk di dalamnya adalah penggunaan tenaga kerja usia anak-anak dengan kondisi kerja yang tidak sehat, jam kerja melebihi batas standar. Kondisi yang mengerikan tersebut memicu munculnya sejumlah kampanye menentang sistem factory school (Irianto, 2003). Lebih jauh dapat ditelaah bahwa gerakan hubungan kemanusiaan menekankan pentingnya manajemen yang memperhatikan pentingnya perilaku manusia di dalam pekerjaannya dan tidak sekedar keahliannya. Bagaimanapun organissai dibentuk untuk kepentingan manusia dan merupakan wadah bagi berkumpulnya sejumlah orang untuk mencapai tujuannya. 6. Tahap VI: The Establishment of The Training Profession Pada tahapan ini PSDM dikenal dalam kegiatan profesional. Perusahaan dan berbagai kebutuhan pertahanan keamanan negara. Diciptakannya departemen khusus
yang
menangani
mengorganisasikan dan
pelatihan
yaitu
departemen
yang
merancang,
mengkoordinasikan program pelatihan di dalam
organisasi.
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
7
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
7. Tahap VII : Emergence of Human Resources Development Antara dekade 1960an dan 1970-an , kalangan pelatih profesional menyadari bahwa peran mrereka tidaklah terbatas pada bagaimana pelatihan dapat dilaksanakan di kelas-kelas tertutup. Peran mereka tidak hanya mengajar, namun juga memberikan coaching dan konseling bagi karyawan dan melibatkannya secara aktif dakam pemprograman pelatihan (Irianto, 2003). Dapat disimpulkan bahwa persoalan PSDM semakin meluas yaitu berkaitan dengan coaching, group
process facilitations, dan problem solving. Maka lahirlah pada masa ini istilah Human
Resourches
Development
yang
mencakup
perkembangan
dan
perubahannya. 2.1.2. Definisi Pengembangan Sumber Daya Manusia Beberapa definisi yaitu menurut Nadler & Nadler (1989) yaitu mengartikan bahwa PSDM dengan beragam pengertian yiatu sebagai proses kegiatan yang terdiri dari training, education dan development. Untuk membedakanya dengan MSDM , mereka mendefinisikan MSDM sebagai kegiatan yang meliputi
recruitment, selection, placement, compensation, apparaisal, information systems dan employee benefit. Sofo (2000) mengartikan PSDM yaitu antara lain :
HRD as organized learning experienced provied by employers within a specified period of time to bring about the possibility of performance improvement and/or personal growth. There are three activity areas witih HRD : traing, education, and development and three key roles of Human Resources Developers : learning specialists, managers of HRD and consultants (Gilley and Enggland, 1989). HRD as the foelds as stufy and practice responsible for the fostering of a long term, work related learning capacity at the individual, group, and organizational levels. It includes, but is not limited to, training, career development and organizational development. There are five metaphors for HRD yhat include problem solver, organizational designer, organizational change agen, and developer of human capital (Watkins, 1989). HRD as the study and practice of human interaction in organzations including interactions with processes, tools, system, other humans or even the self. HRD encompasses knowledge. Skill and value bases. They maintained that the goal of
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
8
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
HRD is to understand such interactions and to support and improve leraning and performance at individual, process and organizational levels (Swanson and Holton, 1997). Sedangkan Desimore, Werner dan Harris (dalam Irianto, 2003) membuat batasan operasional PSDM :
Human resourches Development can be defined as a set of system and palnned activities designed by an organization to provide its members with the opportunities to learn necessary skills to meet current and future job demands. Akhirnya Sofo sendiri menyimpulkan (dalam Irianto, 2003) bahwa :
What is clear is that HRD is about developmental practice and that HRD needs to collaborate with the HR areas in amutually supportive relationship to achieve desired outcomes for individuals and for organizations. Dalam konteks tersebut PSDM tidak dapat lepas dari MSDM. 2.1.3. Hubungan PSDM dengan MSDM Dalam banyak hal PSDM sangat berhubungan reat dengan MSDM. PSDM merupakan dimensi dari MSDM. Menurut Stone (1995) managing peaople dalam kaitannya dengan interaksi antara player-employer . secara spesifik kegiatan MSDM mencakup keseluruhan penggunaan SDM secara produktif dalam mencapai tujuan-tujuan organissai sekaligus memuaskan kebutuhan-kebutuhan individu dalam bekerja (Irianto, 2003). Untuk membedakan PSDM dengan MSDM maka perlu dikaji fungsi utama MSDM yaitu secara langsung berhubungan dengan obtaining, maintaining, dan developing pekerja sedangkan fungsi lainnya adalah pemberi dukungan bagi kegiatan general management maupun terlibat dalam menentukan stuktur organisasi (Irianto, 2003). Fungsi MSDM (Irianto, 2003) Berikut ini fungsi MSDM : 1. Human resourches plainning : kegaitan MSDM yang digunakan untuk memprediksi bagaimana perubahan-perubahan dalam strategi manajemen akan mempengaruhi kebutuhan-kebutuhan SDM pada masa mendatang,
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
9
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
2. Equal Employment Opportunity : kegiatan MSDM yang diarahkan pada pemenuhan
tanggungjawab
organisasi
dalam
mencegah
praktek-praktek
diskriminatif dalam organisasi. 3. Staffing (recruitment and selection) kegiatan MSDM yang dirancang untuk mengidentifikasi calon pekerja potensial untuk pekerjaan-pekerjaan yang terbuka baik pada saat ini maupun saat mendatang serta penialian evaluasi calon tersebut dalam kaitannya dengan seleksi dan penempatan. 4. Compensation and Benefits : kegiatan administratif yang bertanggungjawab untuk mentapkan remunerasi secara efektif dan fair. 5. Employee (labour) Relations : kegiatan MSDM yang meliputi pengembangan sistem komunikasi dimana pekerja dapat mengekspresikan kepentingannya secara bebas tentang masalah keluahan-keluhannya. 6. Health, Safety and Security : kegiatan MSDM yang dimaksudkan untuk meningkatkan tingkat kesehatan dan rasa aman di lingkungan pekerjaan. 7. Human Resources Development : kegaitan MSDM yang diarahkan pada uapya untuk memastikan bahwa semua pekerja telah memiliki keahlian atau kompetensi yang ditetapkan untuk dapat mengerjakan semua tugas masa kini maupun tugastugas yang akan diberikan pada masa mendatang. Sedangkan fumgsi sekunder MSDM (Irianto, 2003) meliputi persoalan-persoalan rancangan pekerjaan atau organisasi, manajemen kinerja dan sistem penilaian kinerja dan riset serta sistem informasi. Kedua fungsi MSDM tersebut diyakini sebagai sarana organisasi untuk mengintegrasikan
antara
kepentingan
pekerja-organissai
dalam
konteks
pencapaian organisasi sesuai dengan strategi MSDM dengan strategi organisasi secara keseluruhan adalah konsistensi organisasi mengimplementasikan kedua fungsi tersebut. Fungsi PSDM Terdapat empat kecenderungan yang mempengaruhi PSDM, yaitu (Desimore dalam Irianto, 2003):
1. Greater diversity in the workforce
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
10
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
2. More peaople involved in knowledge work, which requires judgment, flexibility, and personal commitment rather than submission to procedures 3. Greater expectations of maeningfull work and employee involment 4. A shift in the nature of the contact between organizations and their employees. Berdasarkan kecenderungan tersebut maka Mc Lagan meekomendasikan bahwa fungsi PSDM mencakup tiga kegiatan (dalam Irianto, 2003): 1. Training and development 2. Organization development 3. Career development 2.1.3.1. Pelatihan dan Pengembangan Pelatihan dan pengembangan memfokuskan diri pada peningkatan dan perbaikan pengetahuan, keahlian dan kemampuan individu (Irianto, 2003). Pelatihan berfokus pada memberikan bekal pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan organisasi padanya, sedangkan pengembangan berfokus pada pembekalan jangka panjang dalam rangka mempersiapkan pekerja menyonsong future work responsibilities dan juga untuk meningkatkan kapasitas pekerja untuk melaksanakan current jobs (Irianto, 2003). 2.1.3.2. Pengembangan Organisasi Desimore, Werner dan Harris (2002) mendefinisikan bahwa pengembangan organisasi sebagai the process of enhancing the effectiveness of an organization
and the well-being of its members througth planned interventions that apply behavioural science concepts. Dalam hal ini pengembangan organisasi menekankan pada perubahan makro dan mikro yaitu perbaikan secara keseluruhan dan mikro yaitu perbaikan secara individu. Pengembangan organisasi dilakukan dengan (Irianto, 2003) : 1. Mengubah sikap/nilai 2. Memodifikasi perilaku 3. Menimbulkan perubahan struktur dan kebijaksanaan
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
11
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
2.1.3.3. Pengembangan Karir Menurut Desimore, Werner, Harris (2002) pengembangan karir ialah an on going
process by which individuals progress througt a series as stages, aech of which is characterized by a relatively unique set of issues, themes and takss. Sebagai suatu proses bagi individu progress
pengembangan karir meliputi proses (Irianto,
2003) : 1. Career Plainning Perencanaan karir merupakan kegiatan yang dilakukan individu dengan dibantu konselor untuk menilai keahlian dan kemampuannya dalam rangka menetapkan rencana karir yang realistik. 2. Career Mnagement Manajemen karir merupakan kegiatan yang meliputi beberapa tahap dalam rangka mewujudkan perencanaan karir dan umunya memfokuskan diri pada apa yang dapat dilakukan organisasi untuk mempercepat laju perkembangan karir pekerja.
2.2. Pajak Definisi Pajak Pajak adalah iuran rakyat keapda kas Negara berdasarkan Undang-Undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung (Wikipedia). Definisi pajak yang lain : Menurut Prof . Dr. P. A. Adriani (dalam Mardiasmo. 2005), pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (dapat dipaksakan) yang tertuang oleh yang wajib pajak membayarnya menurut peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat diitunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran. Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro , Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkkan dan yang diguankan untuk membayar pengeluaran umum. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran masyarakat/ peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan ketika
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
12
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
surplus maka dapat digunakan untuk tabungan masyarakat dan untuk beberapa investasi. Ciri Pajak Dari beberapa definisi maka pajak dapat didefinisikan berdasarkan ciri-ciri, yakni : 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan peruabhan ketiga UUD Pasal 23 A yang menyatakan pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan neagra diatur dalam undangundang 2. Pajak tidak mendapatkan jasa timbale balik (konraprestasi perseorangan0 yang dapat ditunjukkan seacra langsung. 3. Penungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pem,erintah dalam rangka menajlankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan 4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak meenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. 5. Selain fungsi budger yaitu fungsi mengisi kas Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelengagraan pemerintahan, pajak dapat berfungsi sebagai alat untuk menagtur atau meaksanakan kebaijkan neagra dalam lapangan ekonomi dan social (fungsi mengatur/regulative). Fungsi Pajak 1. Fungsi Anggaran. Fungsi ini untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin Negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini diperoleh dari penerimaan pajak. 2. Fungsi Mengatur Artinya bahwa pemerintah dapat menagtur pertumbuhan ekonomi melalui kebiajkan pajak. Dengan fungsi ini pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dan mengatur kegiatan perekonomian negara.
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
13
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
3. Fungsi Stabilisasi Melalui pajak, pemerintah dapat melakukan kebijakan yang berhubungan dengan stabilisasi harga/inflasi sehingga semua harga dapat dikendalikan. 4. Fungsi Redistribusi Pendapatan Pajak yang sudah dipungut negara akan digunakan untuk membiayai semua
kebutuhan
umum/pembangunan
negara,
sehingga
ketika
kepentingan umum ytelah terdistribusi maka dapat mebningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Syarat Pemungutan Pajak 1. Pajak harus adil Pajak adalah produk hokum dan semua produk hokum diguankan untuk mencapai dan menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Keadilan ini dijamin dan diatur oleh Undang-Undang. 2. Pengaturan pajak harus adil Sesuai dengan pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi : pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang dan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : pemungutan pajak dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya dan jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperkarakan seacra umum dan terdapat jaminan hukum atas rahasia para wajib pajak. 3. Pungutan pajak tidak menganggu perekonomian Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak menganggu kondisi perekonomian, baik kregaitan produksi, perdagangan maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masayarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat. 4. Pemungutan pajak harus efisien. Biaya yang dikeluarkan dalam pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak. Oleh Karena itu pemungutan pajak harus sederhana dan efisien dalam hal waktu.
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
14
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
Direktorat Jenderal Pajak Tugas pokok dan fungsi DJP ( Pusdiklat Pajak, 2009) : a. Penyiapan perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang perpajakan b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan c. Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang perpajakan d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perpajakan e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Struktur Organisasi DJP (Pusdiklat Pajak, 2009) DJP terbagi dalam 13 unit eselon II di lingkungan kantor pusat, dengan susunan : 1. Sekretariat Direktorat Jenderal 2. Direktorat Peraturan Perpajakan I 3. Direktorat Peraturan Perpajakan II 4. Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan 5. Direktorat Intelijen dan Penyidikan 6. Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian 7. Direktorat Keberatan dan Banding 8. Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan 9. Direktorat Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat 10. Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan 11. Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur 12. Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi 13. Direktorat Transformasi Proses Bisnis Selain terdapat tenaga pengkaji (sesuai Kepmen nomor 218/KMK/.01/2003): 1. Tenaga Pengkaji Bidang Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak 2. Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum 3. Tenaga Pengkaji bidang pembinaan dan penertiban sumber daya manusia 4. Tenaga pengkaji bidang Pelayanan Perpajakan
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
15
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
Visi : Menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi. Misi : Menghimpun penerimaan pajak negara berdasar Undang-undang perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien. Pedoman nilai DJP 1. Integritas Menjalankan tugas dan pekerjaan dengan selalu mremegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral yang diterjemahkan dengan bertindak jujur, konsisten dan menepati janji 2. Profesionalisme Memiliki koompetensi di bidang profesi dan menjalankan tugas dan pekerjaan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, serta norma-norma profesi, etika dan sosial 3. Inovasi Memilki pemikiran yang bersifat terobosan dan/atau alternatif pemecahan masalah yang kreatif, degan memperhatikan aturan dan norma yang berlaku 4. TeamWork Memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan oranglain/phak lain serta membangun network untuk menunjang tugas dan pekerjaan.
PEMBAHASAN Reformasi yang dilakukan Reformasi perpajakan di Indonesia yang pertama terjadi pada tahun 1983, dengan perombakan sistem perpajakan mendasar, yaitu digantikannya sistem
official assessment menjadi self assessment. Dalam sistem baru ini, wajib pajak diberikan
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
16
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
kepercayaan untuk melaksanakan sendiri kewajiban pajaknya, mulai dari menghitung sendiri penghasilannya, menghitung sendiri pajak yang terutang, membayar sendiri pajak yang terutang, dan melaporkan sendiri pemenuhan kewajiban pajaknya. Dengan kata lain, tiap pribadi wajib pajak menghitung sendiri pajaknya dengan konsekuensi mengetahui segala aturan dan sanksinya.Abdul Asri Harahap (2004) mengungkapkan bahwa embrio sistem ini sebenarnya sudah mulai diterapkan tahun 1967 melalui Undang-undang No. 8 Tahun 1967 jo. PP No. 11 Tahun 1967 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak atas Pajak Pendapatan, Pajak Perseroan dan Pajak Kekayaan, yang lebih dikenal dengan sistem Menghitung Pajak Sejak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah melakukan perubahan atau reformasi administrasi perpajakan berupa modernisasi yang bertujuan untuk menerapkan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel yaitu memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan terkini. Reformasi ini bertujuan untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat wajib pajak. Perubahan-perubahan yang dilakukan : 1. Perubahan struktur organisasi Perubahan struktur oeganisasi yaitu perubahan yang dilakukan dengan melakukan perubahan secara structural/ terdapat perubahan tanggungjawab dan wewenang.
Perubahan ini bertujuan untuk mensederhanakan pola
administrasi perpajakan yang berorientasi pada pelayanan dan pengawasan yang modern, maka struktur organisasi DJP diubah pada level pusat sebagai pembuat kebijakan maupun di level kantor operasional sebagai pelaksana implementasi kebijakan. Perubahan yang sudah dilakukan yaitu ke tiga jenis kantor pajak yang ada, yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), serta Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa), dilebur menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sehingga dengan peubahan pelayanan satu atap ini Wajib Pajak cukup datang ke satu kantor saja untuk menyelesaikan seluruh masalah perpajakannya. Perubahan struktural ini otomatis akan mendukung proses debiroktarisasi
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
17
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
pelayanan dan wajib pajak dapat mengontrol proses pelayanan. Perubahan terjadi juga pada Unit vertikal DJP yang dibedakan berdasarkan segmentasi Wajib Pajak, yaitu KPP Wajib Pajak Besar (LTO - Large Taxpayers Office), KPP Madya (MTO - Medium Taxpayers Office), dan KPP Pratama (STO -
Small Taxpayers Office. Dengan pembagian seperti ini, diharapkan strategi dan pendekatan pola pelayanan dapat disesuaikan dengan karakteristik Wajib Pajak yang ditangani, sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih optimal. Khusus di kantor operasional, terdapat posisi baru yang disebut Account
Representative, yang mempunyai tugas antara lain memberikan bantuan konsultasi perpajakan kepada Wajib Pajak, memberitahukan peraturan perpajakan yang baru, dan mengawasi kepatuhan wajib pajak. Untuk lebih memberikan rasa keadilan bagi Wajib Pajak, seluruh penanganan keberatan dilakukan oleh Kantor Wilayah yang merupakan unit vertikal di atas KPP yang menerbitkan surat ketetapan pajak sebagai hasil dari pemeriksaan pajak. Struktur Kantor Pusat DJP (KP DJP) ikut disesuaikan berdasarkan fungsi agar sesuai dengan unit vertikal di bawahnya. KP DJP dirancang sebagai Pusat Analisis dan Perumusan Kebijakan (Center of Policy Making and Analysis) atau hanya menjalankan tugas dan pekerjaan yang sifatnya non operasional. Perubahan struktur KP DJP dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu direktorat yang menangani day-to-day operation (1 sekretariat + 9 direktorat), dan direktorat yang menangani pengembangan/transformasi (3 direktorat). Untuk memperkuat beberapa fungsi yang dianggap penting, maka dibentuk beberapa direktorat baru untuk menangani intelijen dan penyidikan perpajakan, ekstensifikasi perpajakan, dan hubungan masyarakat (public relations), serta beberapa subdirektorat baru yang menangani penelitian perpajakan, kepatuhan internal, dan transfer pricing. Mengingat besarnya skala perubahan yang dilakukan maka dipastikan di dalam proses perubahan tersebut terdapat keterbatasan resources yang dimiliki, termasuk di antaranya keuangan, sumber daya manusia (SDM) termasuk kualitas SDM serta kesiapan SDM, dan infrastuktur, maka implementasi
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
18
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
reformasi dilakukan bertahap, begitu juga pada tahapan perubahan strukturtal ini. Sebagai tahap pertama, dibentuk Kantor Wilayah (Kanwil) dan 2 KPP WP Besar pada bulan Juli 2002 untuk mengadministrasikan 300 Wajib Pajak Badan terbesar di seluruh Indonesia sebagai pilot project. Karena program modernisasi yang diterapkan pada KPP WP Besar dianggap cukup berhasil, maka konsep yang kurang lebih sama dicoba untuk diterapkan pada KPP lain secara bertahap, di mana sampai dengan akhir 2007, 22 Kanwil dan 202 KPP (3 KPP WP Besar, 28 KPP Madya, dan 171 KPP Pratama) telah berhasil dimodernisasi. Pada akhir 2006, struktur organisasi KP DJP disempurnakan bersamaan dengan penerapan sistem administrasi modern. Pada tahun 2008, seluruh kantor di luar Jawa dan Bali akan dimodernisasi dengan dibentuknya 128 KPP Pratama untuk menggantikan seluruh kantor pajak yang ada di daerah tersebut
2. Business Process dan Teknologi Informasi Perubahan business process ini merupakan upaya yang mendukung perubahan yang berbasis pada modernissai di kantor pelayanan pajak. Untuk itu, perbaikan business process merupakan pilar penting dalam mendukung program modernisasi DJP, yang diarahkan pada penerapan full automation dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, terutama untuk pekerjaan yang sifatnya klerikal Diharapkan dengan full automation, akan tercipta suatu business process yang efisien dan efektif karena administrasi menjadi cepat, mudah, akurat, dan paperless, sehingga dapat meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak, baik dari segi kualitas maupun waktu.
Business process dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi kontak langsung pegawai DJP dengan Wajib Pajak untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya KKN. Di samping itu, fungsi pengawasan internal akan lebih efektif dengan adanya built-in control system, karena siapapun dapat mengawasi bergulirnya proses administrasi melalui sistem yang ada. Langkah awal perbaikan business process adalah penulisan dan dokumentasi
Standard Operating Procedures (SOP) untuk setiap kegiatan di seluruh unit
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
19
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
DJP. Sampai dengan akhir tahun 2007, sekitar 1900 SOP di lingkungan DJP telah berhasil diidentifikasikan, ditulis, dan dijadikan acuan pelaksanaan tugas dan pekerjaan bagi para pegawai. Selain penulisan SOP, perbaikan business
process dilakukan antara lain dengan penerapan e-system dengan dibukanya fasilitas e-filing (pengiriman SPT secara online melalui internet), e-SPT (penyerahan SPT dalam media digital), e-payment (fasilitas pembayaran
online untuk PBB), dan e-registration (pendaftaran NPWP secara online melalui internet). Semua fasilitas tersebut diciptakan guna memudahkan Wajib Pajak
dalam
administrasi
melaksanakan internal
saat
kewajiban ini
terus
perpajakannya. dilakukan
Untuk
sistem
pengembangan
dan
penyempurnaan Sistem Informasi DJP (SIDJP). Salah satu fitur penting sistem tersebut adalah case management dan workflow system yang digunakan untuk administrasi persuratan, proses pelayanan, serta pengadministrasian account Wajib
Pajak.
Sistem
informasi
manajemen
internal
seperti
Sistem
Kepegawaian, Sistem Informasi Keuangan dan Akuntansi, Sistem Pelaporan, dan Key Performance Indicator (KPI) juga terus dikembangkan. Untuk kegiatan law enforcement, dikembangkan program pemeriksaan berbasis analisis resiko (risk analysis), sehingga sumber daya yang ada dapat secara efektif melakukan pemeriksaan berdasarkan skala prioritas dengan membuat segmentasi resiko yang dihadapi. Untuk menerapkan keadilan bagi seluruh Wajib Pajak dan besarnya potensi yang dapat digali , maka DJP meluncurkan program penggalian potensi Wajib Pajak non-filer, yaitu Wajib Pajak yang berhenti mengirimkan SPT. Masih dalam dalam rangka law
enforcement, DJP juga mengembangkan sistem yang dapat menghimpun berbagai data dari pihak ketiga yang terkait dengan tugas DJP dalam menghimpun penerimaan negara, yang dinamakan Third Party Data Project. Di samping itu, guna menjadikan fungsi penagihan lebih efektif dan efisien, saat ini juga tengah dikembangkan dan dilaksanakan program Debt
Management Projec.
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
20
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
3. MSDM Perubahan MSDM merupakan kunci utama keberhasilan reformasi dimanapun
elemen
terpenting
dalam
organisasi
ialah
terletak
pada
SDMnya.seacnggih ataupun sehebat apapun organisasi kalau tidak didukung dan diisi dengan SDM yang mumpuni/capable dan berintegritas tinggi maka lambat laun organisasi terseebut akan hancur.
Reformasi MSDM ini
difokuskan pada perbaikan sistem secara menyeluruh.
Perbaikan MSDM
bukan hanya semata-mata diilihat dari sudut pandang biaya melainkan investasi intelektual terhadap SDM adalah hal yang terpenting. Reformasi menuntut SDM siap dengan perubahan reformasi dan mengangakat tangan tinggi-tinggi dan selebar-lebarnya untuk mengoptimalkan seluruh potensi dalam dirinya. Sebelum melakukan langkah perbaikan di bidang SDM, DJP telah melakukan pemetaan kompetensi (Competency Mapping) untuk seluruh pegawai DJP guna mengetahui sebaran kuantitas dan kualitas kompetensi pegawai (proses ini telah berjalan samapai sekarang). Meskipun program
mapping ini masih terbatas mengidentifikasikan ‘soft’ competency saja, tetapi informasi yang didapat cukup membantu DJP dalam merumuskan kebijakan kepegawaian yang lebih fair. Kemudian seluruh jabatan harus dievaluasi dan dianalisis untuk selanjutnya ditentukan job grade dari masing-masing jabatan tersebut. Selanjutnya beban kerja dari masing-masing jabatan tersebutpun dianalisis yang kemudian dikaitkan juga dengan pengembangan sistem pengukuran kinerja masing-masing pegawai. Sebagai catatan, pembuatan dan dokumentasi SOP untuk seluruh proses pekerjaan dapat dimanfaatkan juga sebagai standar penilaian kinerja. Secara bersamaan dilakukan penilaian terhadap seluruh pegawai secara lebih obyektif dan konsisten sekaligus standar kompetensi jabatannya melalui proyek assessment center . Selisih (gap) antara hasil penilaian pegawai dengan standar kompetensi jabatan yang didudukinya dijadikan dasar perancangan program capacity building (termasuk pendidikan dan pelatihan) yang lebih fokus dan terarah. Saat ini,
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
21
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
DJP sedang mengembangkan berbagai program pelatihan melalui metode
Adult Learning Principles . Semua itu nantinya akan dimanfaatkan untuk membuat sistem jenjang karir, khususnya sistem mutasi dan promosi, serta sistem remunerasi yang lebih jelas, adil, dan akuntabel. Dengan sistem dan manajemen SDM yang lebih baik dan terbuka akan dapat menghasilkan SDM yang juga lebih baik, khususnya dalam hal produktivitas dan profesionalisme. Dapat dilihat bahwa perbaikan remunerasi hanyalah salah satu bagian akhir dari program reformasi birokrasi yang sebelumnya didahului dengan perbaikan di berbagai bidang yang dapat meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem manajemen sumber daya manusia. Mengingat strategis dan besarnya skala perbaikan sistem dan manajemen SDM, maka dirasa perlu untuk membentuk suatu unit khusus dengan level eselon III di KP DJP untuk menangani pengembangan sistem manajemen SDM, pengembangan kapasitas serta pengukuran kinerja, di samping Bagian Kepegawaian yang memang mempunyai tugas melakukan pembuatan kebijakan dan implementasi di bidang kepegawaian. Diharapkan, dengan makin transparan dan fairnya sistem mutasi, promosi, dan remunerasi, DJP dapat menerapkan kebijakan “right man in the right place”, di mana seorang pegawai dapat menempati suatu jabatan yang tepat sesuai dengan keahliannya, dan sebaliknya suatu jabatan diisi oleh pegawai yang tepat sesuai dengan standar kompetensinya.
4.
Pelaksanaan Good Governance sebagai pelayanan publik Perubahan organisasi beserta aset dan SDM berpartisipasi untuk memenuhi janjinya sebagai bagian dari pelayanan publik yang good governance. Perubahan ini lebih berfkus pada integritas, komitmen dan budaya mutu. Dalam organisasi perpajakan mrempunyai cita-cta melakukan reformasi , demikian akan menjadi pola ‘wajib” untuk melaksanakan good governance. Suatu organisasi berikut sistemnya akan berjalan dengan baik manakala terdapat rambu-rambu yang jelas untuk memandu pelaksanaan tugas
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
22
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
dan pekerjaannya, serta yang lebih penting lagi, konsistensi implementasi rambu-rambu tersebut. Dalam praktek berorganisasi, good governance biasanya dikaitkan dengan mekanisme pengawasan internal (internal control) yang bertujuan untuk meminimalkan terjadinya penyimpangan ataupun penyelewengan dalam organisasi, baik itu dilakukan oleh pegawai maupun pihak lainnya, baik disengaja maupun tidak. DJP dengan program modernisasinya senantiasa berupaya menerapkan prinsip-prinsip good governance tersebut. Salah satunya adalah dengan cara pembuatan dan penegakan
Kode Etik Pegawai yang
secara tegas
mencantumkan kewajiban dan larangan bagi para pegawai DJP dalam pelaksanaan tugasnya, termasuk sanksi-sanksi bagi setiap pelanggaran Kode Etik Pegawai tersebut. Selain itu pemerintah telah menyediakan berbagai saluran pengaduan yang sifatnya independen untuk menangani pelanggaran atau penyelewengan di bidang perpajakan, seperti Komisi Ombudsman Nasional. Dalam lingkup internal DJP sendiri, telah dibentuk dua Subdirektorat yang khusus menangani pengawasan internal di bawah Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur, yaitu Subdirektorat Kepatuhan Internal yang sifatnya lebih ke pencegahan (preventif) dan Subdirektorat Investigasi Internal yang sifatnya lebih ke pengusutan dan penghukuman (reaktif). Lebih jauh lagi, pembentukan
complaint center di masing-masing Kanwil modern untuk menampung keluhan Wajib Pajak merupakan bukti komitmen DJP untuk selalu meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajaknya sekaligus pengawasan bagi internal DJP. Keempat perubahan di atas menggambarkan keseriusan DJP untuk melakukan reformasi. Perubahan di atas didukung oleh perubahan dari faktor ekstenal yaitu terjadi perubahan undang-undang perpajakan, yakni Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan, Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), dan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Intinya adalah perubahan terjadi pada perubahan tarif pajak, subyek dan obyek pajak, tujuan perubahan ini
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
23
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
adalah agar pelaksanaan perapajakan di Indonesia kompetitif. Perubahan ini memberikan konsekuensi bagi aparatur untuk lebih menguasai, memahami berbagai perubahan Undang-Undang, memberikan konsekuensi bagi aparatur untuk lebih teliti dan menuntut aparatur untuk lebih kreatif, inovatif serta kritis dalam mempelajari, memahami semua perubahan tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa kebutuhan reformasi atas SDM aparatur dijelaskan dalam tabel 1. berikut ini : Tabel 1. Kebutuhan Reformasi atas SDM Aparatur Reformasi
Kebutuhan SDM
Perbaikan Undang-Undang
1.Membutuhkan SDM yang kreatif, inovatif dan kritis untuk mengetahui, memahami perubahan dan perbaikan UU tersebut dan melaksanakan sesuai perubahan tersebut
Perbaikan struktur organisasi
1.
Membutuhkan
SDM
yang
bertanggungjawab penuh atas perubahan tersebut sehingga mengetahui dimana wilayah kerja dan kepada siapa ia bertanggungjawab 2. Membutuhkan SDM dengan skill dan knowledge sesuai SOP yang baru Pembenahan process)
dan
basis
data
penggunaan
teknologi informasi
(business 1. Membutuhkan SDM
untuk lebih
system teliti secara adiministrasi 2.Membutuhkan SDM yang kreatif, inovatif dan kritis dalam mempelajari dan mampu mengoperasionalkan system teknologi informasi yang digunakan 3.Membutuhkan SDM yang ulet untuk terus
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
belajar
mengikuti
perubahan
24
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
teknologi informasi MSDM
1. Membutuhkan SDM yang siap lahir batin dan mempunyai niatan untuk berperilaku “mutu”/mendukung budaya mutu 2.
Membutuhkan
berkompetensi
SDM
dengan
yang
mengikuti
berbagai pelatihan yang dirancang yang terlebih dahulu melewati proses TNA (Training Needs Analysis) 3.
Membutuhkan
SDM
yang
mempunyai integritas dengan komitmen tinggi dan keikhlasan dalam melayani dan bekerja
Pelaksanaan Good Governance 1.
Membutuhkan
mempunyai
integritas
SDM tinggi
yang serta
komitmen total terhadap pekerjaan 2.
Membutuhkan
SDM
yang
professional dan kompeten
KONDISI SDM APARATUR Setelah mengetahui reformasi yang telah dilakukan, kemudian adalah lebih bijak untuk memotret kondisi faktual SDM aparatur dewasa ini secara komprehensif dengan melihatnya dari sudut pandang manajemen sumber daya manusia. Dengan menggunakan sudut pandang tersebut, maka kondisi SDM aparatur secara umum (dengan asumsi bahwa aparatur perpajakan sebagai PNS) dapat digambarkan sebagai berikut :
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
25
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
1. Mulai tersusunnya perencanaan PNS yang komprehensif, integrated dan berbasis kinerja 2. Pengadaan PNS sudah berdasar pada kebutuhan riil 3. Penempatan PNS belum berdasar pada kompetensi jabatan (pada awal penerimaan aparatur menduduki jabatan pelaksana) 4. Pengembangan pegawai belum berdasarkan pola pembinaan karier; 5. Sistem penilai kinerja terjadi kecenderungan belum obyektif; (DP3 dinilai oleh atasan langsung, ) 6. Kenaikan pangkat dan jabatan
berdasarkan persyaratan dan prestasi kerja
(pangkat pilihan berdasarkan prestasi kerja, belum berdasarkan kompetensi 7. Diklat PNS bertujuan meningkatkan kompetensi (hanya bersifat teknis, belum mengarah pada attitude) 8. Sistem kompensasi belum berdasarkan pada prestasi kerja (berdasarkan pangkat/golongan) 9. Sistem renumerasi belum didasarkan pada tingkat kelayakan hidup 10. Penetapan peraturan disiplin pegawai belum dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen, absensi melalui finger print. Gambaran di atas merupakan gambaran umum mengenai MSDM Ditjen Pajak Indonesia, maka dengan adanya reformasi dipastikan bahwa MSDM perpajakan perlu mendapatkan perubahan dan membutuhkan strategi pengembangan SDM yang sesuai dengan tujuan reformasi. Tuntutan adanya refomasi yang telah dilakukan adalah membutuhkan kesiapan SDM menjawab perubahan tersebut. Kondisi SDM yang ada saat ini menunjukkan kesungguhan MSDM melakukan perbaikan tetapi perubahan tersebut hanya menggunakan paradigma hard HRM, belum menyentuh pada aspek/paradigma
soft HRM. SDM diperlakukan secara fisik tanpa memandang secara jiwa dan intektualitasnya. Reformasi telah melahirkan berbagai perubahan dalam diri SDM masing-masing aparatur yaitu dibutuhkan SDM yang tanggap akan perubahan teknologi informasi. Terdapat program tertentu untuk mendukung pelaksanaan teknis. Terdapat on job
training melalui rolling beberapa bulan sehingga aparatur mampu menguasai
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
26
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
penggunaan teknologi informasi tersebut dan mampu meningkatkan kompetensi (secara teknis). Kesiapan aparatur didukung oleh adanya UU No. 43 Tahun 1999 tentang PokokPokok Kepegawaian, yaitu
tentang manajemen kepegawaian yang lebih
berorientasi kepada profesionalisme SDM aparatur (PNS), yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan, tidak partisan dan netral, keluar dari pengaruh semua golongan dan partai politik dan tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat . Persyaratan tersebut juga berlaku bagi aparatur perpajakan yang merupakan abdi negara dan abdi masyarakat sehingga di dalam pelaksanaannya SDM aparatur dituntut memiliki profesionalisme, memiliki wawasan global, dan mampu berperan sebagai unsur perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia serta mempunyai kualitas pelayanan prima. Undang-undang tersebut dan juga jiwa reformasi membawa perubahan mendasar guna mewujudkan SDM aparatur yang profesional yaitu dengan pengelolaan SDM melalui MSDM yang tepat serta strategi pengembangan SDM yang sesuai kebutuhan reformasi. Manajemen pelayanan pada sektor publik perpajakan menjadi suatu sorotan dan menggambarkan bahwa keseluruhan kegiatan pengelolaan pelayanan yang dilakukan di bidang perpajakan yang dituntut untuk memiliki karakteristik pelayanan rakyat, memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya, memiliki kelompok kepentingan yang luas termasuk kelompok sasaran yang ingin dilayani (wide stakeholders), memiliki tujuan sosial serta akuntabel pada publik serta memliki lembaga yang secara khusus melayani masyarakat. Sejalan dengan perkembangan
reformasi
maka
perubahan di
dalam
manajemen
untuk
mewujudkan pelayanan prima dan berkualitas, paradigma pelayanan publik berkembang dengan fokus pengelolaan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan
(customer-driven
government)
yang
dicirikan
dengan
lebih
memfokuskan diri pada fungsi pengaturan, pemberdayaan masyarakat, serta menerapkan sistem kompetisi dan pencapaian target yang didasarkan pada visi, misi, tujuan, dan sasaran. Sehingga di butuhkan aparatur yang berperan, bertugas,
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
27
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
dan tanggung jawab yang dilandasi oleh nilai, kode etik, dan moral. Semua tugas diselesaikan bukan hanya berdasarkan juknis, SOP melainkan dengan hati nurani. Pelayanan publik adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan perpajakan
yang
dilaksanakan oleh instansi perpajakan,pusat ataupun wilayah ataupun kantor pelayanan pajak pratama, atau kantor ;pelayanan pajak madya, kantor pelayanan, penyuluhan dan konsultasi perpajakan dan krelompok jabatan fungsinal, semua memberikan jiwa raganya sebagai usaha pemenuhan kebutuhan (kepuasan) masyarakat sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Akibat reformasi juga maka fungsi SDM aparatur menjadi lebih kompleks tidak sekedar fungsi pengaturan, pengelolaan, dan pengendalian saja, akan tetapi lebih berorientasi pada fungsi pemberdayaan (empowering), kesempatan (enabling), keterbukaan (democratic), dan kemitraan (partnership) dalam pengambilan keputusan, pembuatan dan pelaksanaan kebijakan dalam upaya pelayanan publik. Tugas pokok dan fungsi dari SDM aparatur perpajakan pada intinya adalah menjadi abdi negara yaitu meningkatkan penerimaan negara dan menjadi pelayan
masyarakat yaitu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat; menjadi stabilisator yaitu sebagai penyangga persatuan dan kesatuan bangsa; menjadi motivator yaitu memberdayakan masyarakat agar terlibat secara aktif dalam perpajakan yaitu melalui self assesment; menjadi innovator dan kreator yaitu menghasilkan
inovasi-inovasi
baru
dalam
pelayanan
masyarakat
agar
menghasilkan pelayanan yang baru yaitu perbaikan perilaku dalam melayani, efektif dan efisien dan menjadi inisiator yaitu selalu bersemangat mengabdi dengan berorientasi pada fungsi pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat yang dilandasi dengan keikhlasan dan ketulusan. Secara garis besar kewajiban yang harus dilaksanakan oleh aparatur perpajakan Indonesia adalah memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat (excellent service for people). Agar tugas pokok dan fungsi serta kewajiban tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka harus didukung dengan MSDM yang sesuai serta sarana dan prasarana yang memadai. Adanya peraturan yang jelas serta didukung dengan sumber daya manusia yang profesional dan handal merupakan faktor pendukung yang tidak boleh ditinggalkan. Sarana dan prasarana
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
28
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
yang memadai, lengkap dan canggih akan mempercepat proses pelayanan yang diberikan kepada masyarakat,peraturan yang jelas dalam pemberian pelayanan masyarakat akan memberikan pedoman bagi aparatur dalam memberikan pelayanan. Selain itu, masyarakat diberi akses untuk mengontrol dan mengawasi kualitas dan prosedur pelayanan yang diberikan. Pola Recruitmen Pola pengadaan adalah proses kegiatan uuntuk mengisi formasi yang kosong, yang disebabkan oleh 2 hal, yaitu PNS yang berhenti dan Perluasan organisasi (Sesuai PP Nomor 99 tahun 2000 jo PP Nomor 11 tahun 2002, dalam bahan ajar diklat, 2009), sedangkan formasinya yanitu berdasarkan analisis kebutuhan dan penyediaan pegawai yaitu berdasarkan jenis pekerjaan, sifat pekerjaan, beban kerja, perkiraan kapasitas PNS, prinsip pelaksanaan pekerjaan, peralatan yang tersedia, kemampuan keuangan negara dan analisa jabatan dan syarat jabatan. Pola rekruitmen saat ini berdasarkan kebutuhan riil, melalui kantor wialyah mengajukan ke kantor pusat kebutuhan SDM, test dillakukan oleh pusat tetapi diadakan di beberapa wilayah. Peserta test diambil berdasarkan jumlah kebutuhan wilayah. Test diadakan dengan melalui 5 kali test yaitu tes administrasi, test tulis, psikoltest, test kesehatan dan kebugaran dan wawancara. Proses rekruitmen untuk S1 diambil dari luar sedangkan untuk yang D3 diambil dari lulusan STAN. Proses rekruitmen yang begitu panjang
menandakan keseriusan Ditjen Pajak untuk
mengedepankan proses terbaik dalam pencarian input SDM yang terbaik., semua bersifat tranparan dan akuntabel. Pola pengembangan karir Pengembangan karir pada Ditjen Pajak yaitu sesuai PP nomor 99 tahun 2000 jo PP nomor 12 tahun 2002 yaitu kenaikan karir diasumsikan pada kenaikan pangkat yaitu penghargaan yang diberikan kepada PNS atas prestasi kerja dan pengabdiannya kepada negara. Jenis kepangkatan yaitu pangkat reguler, kenaikan pangkat pilihan, kenaikan pangkat anumerta dan kenaikan pangkat pengabdian. Pola Diklat BPPK (Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan) adalah badan yang
membawai dan bertugas untuk mengurusi tentang pelaksanaan pendidikan dan
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
29
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
pelatihan aparatur departemen keuangan. BPPK merupakan bagian dari DEPKEU Wilayah BPPK mempunyai pusdiklat pajak pusdilat PSDM, Pusdiklat bea cukai, pusdiklat anggaran, tiap bagian dari DEPKEU mempunayi pusdiklat sendiri tetapi dibawah BPPK. Bentuk pelatihan didukung dengan e learning. Pelatihan di wilayah diadakan oleh pusdiklat pajak sesuai dengan pengajuan di masing-masing direktorat. Kompetensi jabatan SDM aparatur (PNS), secara umum berarti kemampuan dan karakteristik yang dimiliki seorang PNS berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, dan
perilaku,
yang
diperlukan
dalam
pelaksanaan
tugas
jabatannya
(Mustopadidjaja, 2002). Di sinilah kompetensi menjadi satu karakteristik yang mendasari individu atau seseorang mencapai kinerja tinggi dalam pekerjaannya. Karakteristik itu muncul dalam bentuk pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan perilaku (attitude) untuk menciptakan aparatur yang memiliki semangat pengabdian yang tinggi dalam melayani masyarakat yang, aparatur perpajakan berorientasi melayani masyarakat dengan kompetensi yang dimiliki serta dengan hati yang bersih.Untuk itu, diperlukan strategi peningkatan kompetensi SDM aparatur, dimana kompetensi (skill, knowledge, attitude) yang memadai merupakan sesuatu yang sangat mutlak yang perlu dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh aparatur perpajakan Indonesia. Kondisi faktual SDM di atas didukung oleh analisis SWOT DJP tahun 2009, berikut ini : Tabel 2 Faktual SDM Aparatur Berdasarkan analisis SWOT DJP (2009) dan Konsekuensi Faktual SDM aparatur 1.komitmen
yang
Konsekuensi tinggi
terhadap Reformasi
tidak
terjadi
secara
perubahan hanya terjadi di DJP belum keseluruhan sampai pada midle management 2. Pertumbuhan SDM yang berkualitas tinggi tetapi kualitas data base yang Pelatihan terhadap penguasaan data tidak baik
base belum dikuasai SDM sesuai proses
3. IT yang canggih kurang didukung pendataan terganggu
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
30
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
oleh SDM yang canggih (ada beberapa Banyaknya subyek pajak yang belum SDM lama )
teradministrasi
4. Kemampuan membangun jaringan dan kredibilitas SDM tinggi namun SDM belum
adanya
konsistensi
belum
mampu
mengikuti
tentang perkembangan IT dengan aman
aturan yang jelas tentang hal tersebut 5. SOP belum komplit sehingga SDM masih bekerja dengan juknis seadanya
Kompetensi SDM hanya sekedar sesuia
6. Proses rekruitmen awal sangat juknis berkualitas namun SDM di dalamnya Kurangnya komitmen dan koordinasi kurang berkoordinasi
melemahkan proses reformasi
7. Demografi SDM sangat baik tetapi terdapat
kelemahan
dalam
kontrol Kecenderungan terdapat KKN dalam
internal dan kualitas kontrol tersebut
penilaian kerja dan proses kontrol internal
Jika dilihat tabel diatas maka reformasi masih jauh dari angan, untuk itu diperlukan pola strategi yang sesuai dengan nilai luhur reformasi. Para SDM tersebut harus membenahi cara pikir yaitu dengan reorientasi minset. Reorientasi mind set yaitu perubahan cara pikir, reformasi telah bergulir dengan cepat dan di dalamnya terjadi proses perubahan dan membutuhkan kecanggihan teknologi. Oleh karena itu SDM di dalamnya harus penuh dengan innovative, strong client oriented, mengedepankan nilai-nilai partisipatif, kreatif dalam menyelesaikan masalah, dan memposisikan diri sebagai abdi Negara dan masyarakat berlandaskan nilai-nilai ketuhanan. Bukankah hubungan ketuhanan adalah hubungan vertical dan paling penting dibandingkan dengan hubungan horizontal, dan hubungan ini diatur dalam sila I Pancasila : Kettuhanan Y.M.E. (filosofi Negara). Dalam nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai yang dapat dijadikan acuan dalam kehidupan social dan manajemen. Pancasila ialah modal social yang secara andragogis dapat berfungsi dalam memberikan pelajaran berharga secara terus menerus bagi siapa saja
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
31
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
khususnya masyarakat Indonesia untuk terus mengembangkan nilai-nilai luhur dan memngembangkan dirinya sebagai anggota masyarakat dunia yang bermartabat, dan SDM aparatur yang notobene adalah abdi Negara maka seharusnya berkehidupan bermartabat, seperti dalam Pancasila.
POLA STRATEGI YANG DIBUTUHKAN Pengembangan Strategi MSDM Transformasi organisasi akibat reformasi membuka peluang lebar bagi setiap individu untuk berperan lebih aktif dengan berbagai fungsinya yang lebih menantang. Dalam konteks yang demikian inilah Ditjen pajak sebagai pelayan pubik harus berbenah lebih cepat dalam rangka merespon kebutuhan dan harapan serta tujuan reformasi yang telah dan sudah dilakukan. Secara adminstrasi dan manajemen birokrasi kini menghadapi tantangan yang lebih serius untuk dapat membangun dan meletakkan tujuan luhur reformasi. Semua tantangan reformasi hanya dapat diatasi dengan efektif jika semua jajaran dalam birokrasi tersebut bersikap responsive dan berkeinginan kuat untuk mmperbaiki kapasitas duirinya, baik dalam hal menagtaasi masalah manajemen internal (govrnability)maupun dalam rangka mrelayani kebutuhan masyarakat (Farazmand, 2004). Perubahan atau reorientasi yang lebih berfokus pada kebutuhan reformasi membutuhkan visi pemimpin baru yang secara filosofis memposisikan pemikiran dan praktek pengembangan dan manajemen SDM sebagai instrument startegis dalam menghadapi tantangan perubahan berrdasarkan kaidah-kaidah teori muthakir yang berkembang (Swanson, 2001). Perubahan yang melahirkan fenomena baru, tidak mungkin dapat diatasi dengan cara-cara lama. Untuk Manajenen SDM harus melakukan konvergensi format, makna, dan fungsi yang baru sesuai dengan arah reformasi yang sudah dilakukan. Dalam situasi yang berubah secara cepat ini manajemen SDM mengembangkan dua pendekatan dengan focus (Irianto, 2009) : 1. Paradigma Hard Human Resources Mnagement yang berfokus pada sumber daya /resources dalam frase manjaemen sumber daya manusia
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
32
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
2. Paradigma Soft Human Resources Management yang memfokuskan diri pada sisi manusia dalam frase manajemen sumber daya manusia. Kedua paradigma tersebut memiliki implikasi berbeda terutama dalam memposisikan dan memperlakukan manusia. Pendekatan yang lunak (soft HRM) memandang manusia sebagai sumber daya yang memiliki kekuatan spesifik berupa jiwa dan intelektual yang dapat dikontribusiikan bagi kepentingan semua pihak.organisasi yang berperikemanusiaan ini selalu mengembalikan semua permasalahan pada unsur-unsur kepentingan manusia itu sendiri. Organisasi berupaya membangun komitmen individu dengan mengintegtrasikan semua unsur strategis ke dalam bentuk kerjasama sinergis antar individu. Ukuran-ukuran yang dikembangkan lebih berstandar pada aspek kualitatif seperti kepuasan, kebahagiaan, keahlian atau kesejahteraan yang menjadi dasar kesepakatan bersama yang dibangun antara individu sebagai employee dengan organisasi sebagai employer (Irianto, 2009). Sementara itu, paradigma keras dalam manajemen SDM (Hard HRM) memandang manusia sebagai suatu biaya (cost) yang harus diminilisasi dengan berbagai cara seperti efisiens, efektivitas dan rasionalitas (Irianto, 2009). Nilainilai pandangan yang keras ini sedikit mengabaikan kepentingan manusia karena semua persoalan dikembalikan pada mekanisme yang terjadi dalam pasar (market
issue ). Organisasi lebih berorientasi untuk membangun pemenuhan kewajiban daripada komitmen dengan lebih menekankan pada unsur-unsur pengendalian sebagai sarana mengatur kegiatan individu. Demikian pula standar keberhasilan organissasi yang dikembangkan lebih bersifat kuantitatif dalam banyak indicator biaya manfaat (cost benefit), efisiensi, efektivitas, produktivitas dan ukuranukuran serba rasional lainnya sebagai dasar transaksi yang dilakukan antara individu dengan organisasi. Paradigma HRM yang soft mungkin lebih efektif untuk organisasi yang didalamnya terdiri dari para individu berkompeten, high skills, sarat dengan pengalaman, extra effort, komitmen tinggi, serta memiliki kinerja superiror dengan didukung pengetahuan dan kemampuan yang memadai. Sementara HRM dengan hard SDM mungkin lebih efektif dalam kondisi yang berlawamanan
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
33
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
dengan akrakteristi individu. Efektivitas cara pandang manajemen tergnatung pada cultural entity yang berlaku dalam organisasi tertentu (Irianto, 2009). Budaya atau factor cultural yang berkembang dalam suatu organissai mencakup sejumlah nilai, kepercayaan, peraturan, norma tertulis dan tak tertulis serta berabgai macam ritus rutin yang telah menjadi suatu ke biasaan yang diyakini sebagai anggota yang memiliki nilai kebenaran.. Budaya tersebut membentuk karakteristik khas bagi entitas organissai yang berfungsi sebagai instrumental value and ends value. Dinamika organisasi dengan budaya yang berlaku di dalamnya melahirkan sejumlah masalah tertentu yang harus diatasi dengan cara-cara manajerial tertentu pula. Harus disadari bahwa dalam manajemen tidak dikenal adanya satu cara terbaik (one best way) untuk mengatasi berbagai masalah yang terjadi, organisasi
harus mencari cara manajemen
sekreatif mungkin agar diperoleh satu cara yang paling sesuai (best fit) dengan budaya yang berkembang dalam organisasi itu sendiri (Subedi, 2006).sehingga diperlukan kecenderungan pola paradigma yang dipakai, berikut pengggunaan paradigma yang sesuai dengan aparatur perpajakan: Tabel .3 Penggunaan Paradigma MSDM yang sesuai Paradigma Hard HRM 1. Aparatur cost,
dipandang
sehingga
penghitungan
Paradigma Soft HRM sebagai
1.
diperlukan
Aparatur
dipandang sebagai
jiwa berdasarkan inteletualitas
yang
cermat
penggunaan
biaya
mempunyai komitmen total ,
perbaikan kinerja SDM (efisien
integritas dan loyalitas dalam
biaya, misal: biaya pelatihan)
bekerja
dalam
2. Pengendalian
penggunaan
prasarana
dibutuhkan
yang
yang
2.
aparatur 3. Rasionalitas
bersama-sama
Membangun transformasi nilai melalui budaya mutu
dan
efektivitas
3.
Menanamkan
visi
secara
SOP, beban kerja dan juknis
personal bahwa SDM adalah
aparatur
abdi negara dan masyarakat
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
34
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
Dengan membandingkan antara kebutuhan SDM (tabel 1), kondisi faktual SDM (tabel 2) dan MSDM paradiigma Soft maka disimpulkan bahwa saat ini DJP membutuhkan pendekatan MSDM ini sehingga pengembangan SDMnya diarahkan pada paradigma MSDM soft. Pengembangan SDM Aparatur dengan Pendekatan SOFT HRM Situasi reformasi saat ini sedang mengalami perubahan dramatis sebagai akibat perkembangan kemajuan peradaban. Organisasi perpajakan dihadapkan pada satu pilihan yaitu pengembangan SDM sebagai titik yang paling kritis dalam rangka mengatasi perubahan tersebut. Dalam konteks yang demikian inilah pengelolaan SDM dalam organisasi menjadi satu persoalan serius untuk mendapat perhatian secara seksama. Sudah sejak dekade 1930-an para ahli manajemen berupaya menemukan strategi yang paling tepat dalam mengelola SDM dengan cara mengidentifikasi masatahmasalah esensial dalam kegiatan organisasi yang mempengaruhi kesuksesan organisasi. Ashkenas, Ulrich, Jick & Kerr (1995) menyatakan bahwa kesuksesan organisasi dipengaruhi oleh empat faktor kritis yaitu size, role clarity,
specialization and control. Berdasarkan ke-empat faktor kritis tersebut, organisasi dapat ditunjang keberhasilannya dengan mengandalkan pada ukurannya. Semakin besar ukurannya, semakin mudah organisasi meraih kesuksesan. Di samping itu, kesuksesan organisasi mengarahkan dedikasi SDM dimana setiap fungsi pekerja terdefinisikan secara jelas dan melakukan pekerjaannya secara terspesialisasi. Oleh karena itu peran manajemen dalam melakukan pengendalian (kontrol) menjadi tumpuan untuk meraih kesuksesan. Seiring dengan perubahan waktu yang menyebabkan munculnya perubahan, keempat
titik
kritis
tersebut
mengalami
transformasi
Ashkenas
et
al
mengidentifikasikan bahwa kesuksesan organisasi ternyata tidak dipengaruhi oleh ukuran, kejelasan peran, spesialisasi dan pengendalian. Menurut mereka saat ini faktor-faktor kritis tersebut menjadi : •
Kecepatan (speed)
•
Kelenturan (flexibility)
•
Keterpaduan (integration)
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
35
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
•
Kreatifitas (innovation)
Semakin cepat dan tepat dalam mengatasi setiap persoalannya, organisasi dipastikan akan dapat sukses dalam memenuhi setiap tuntutan situasi yang berbeda.
Untuk
dapat
mengambil
keputusan
dengan
cepat,
organisasi
membutuhkan SDM yang ‘tidak kaku’ dalam arti secara fleksibel menguasasi keahlian secara general dan tidak terspesialisasikan seperti sudah menjadi kelaziman sebelumnya. Organisasi juga membutuhkan situasi dimana semua unit organisasi secara terpadu atau terintegrasi menuju satu titik tujuan dan tidak terpecah atau terfragmentasi seperti selama ini terjadi dalam banyak organisasi. Integrasi dapat terwujud jika semua pekerja terkoordinasi dan bergerak secara sinergis. Sementara untuk mendukung kecepatan, kelenturan dan keterpaduan, organisasi membutuhkan kreatifitas yang didukung dengan kemampuan inovatif semua SDM. Dalam konteks pencapaian kompetensi para ahli berkeyakinan bahwa pengelolaan SDMharus ditunjang dengan program pelatihan, pendidikan dan pengembangan SDM yang benar. Sofo Sofo(1999) menyatakan bahwa program pengembangan SDM harus mengarah pada penguasaan tiga tujuan, yaitu : •
Keahlian (skills)
•
Pengetahuan (knowledge)
•
Kemampuan (ability)
Ketiganya merupakan tujuan esensial bagi setiap program pengembangan SDM. Hal ini mengartikan bahwa jika suatu program pengembangan tidak menuju pada penguasaan keahlian, pengetahuan, dan kemampuan maka ‘keabsahan’ program tersebut harus dipertanyakan. Menurut Sofo Sofo, keahlian, pengetahuan dan kemampuan merupakan fundamen bagi kompetensi. Ini juga mengartikan bahwa SDM yang berkompeten setidaknya memiliki penguasaan keahlian, pengetahuan dan kemampuan.Sehingga bisa disimpulkan bahwa pengembangan peran SDM aparatur pajak adalah aparatur yang berkompeten sesuai kebutuhan reformasi yang telah dilakukan. Jika pola MSDM yang sesuai adalah paradigma soft maka pengembangan SDM diarahkan pada :
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
36
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
1. Adanya pembuka yang baik (niatan aparatur dalam bekerja) Bukankah
niat
mempengaruhi
perilaku
seseorang,
dengan
demikian
pengembangan SDM yang berbasis pada soft HRM hendaknya diawali dengan niatan organisasi untuk mengantarkan aparatur sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Yaitu dengan menetapkan visi misi organisasi yang dijiwai pada penghargaan SDM sebagai jiwa dan intelektualitas. 2. Peningkatan integritas dan loyalitas 3. Peningkatan komitmen 4. Perubahan cara berpikir dan berjiwa besar Jika SDM aparatur mempunyai cara berpikir dan berjiwa besar maka ia akan mempunyai kepercayaan bahwa ia bekerja untuk mensejahterakan bukan hanya untuk dirinya, melainkan untuk negara dan untuk Tuhan. Dan bersedia menggunakan seluruh potensi dirinya secara maksimal dalam rangka menjadi tugas rahmatan lil’alamin. 5. Perubahan cara berpikir : thinking deep SDM aparatur sebagai pelayan masyarakat mempunyai tugas lain yaitu mempunyai ketangguhan sosial, dimana ia menjadi tangan kanan masyarakat. Untuk meraihnya dibutuhkan kepercayaan dalam melayani maka ia harus mempunyai rasa sayang, empati dan mempunyai rasa yang ingin selalu menolong orang lain. 6. Perubahan cara berpikir/Reposition Mind Set : memelihara prinsip (integritas kepada Tuhan) Ketika seseorang mempunyai integritas kepada Tuhan sangat tinggi maka dipastikan ia mempunyai integrits yang tinggi terhadap pekerjaannya, berprinsip tunggal hanya kepada Tuhan, maka ia akan bekerja secara sungguh-sungguh dan selalu jujur. 7. SDM visioner SDM yang selalu berorientasi kedepan, memiliki harapan yang jelas, kritis dalam menerima perubahan. 8. SDM yang ikhlas
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
37
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
Strategi Diklat untuk mendukung pengembangan SDM: 1. Diklat Sesuai dengan TNA (Training Needs Analysis) Tahap TNA dilakukan untuk mengetahui efektivitas pelatihan agar pelatihan yang dilakukan memang benar-benar sesuai kebutuhan. Dalam proses ini meliputi (Irianto, 2001) : a. analisis organisasional Analisis ini berhubungan dengan kebutuhan organisasi secara keseluruhan diikuti dengan identifikasi bagaimana pelatihan dapat dieksploitasi sedemikian rupa untuk mencapai tujuan organisasi. Analisis ini berupaya memahami apa yang sesungguhnya dibutuhkan oleh organisasi b. Analisis Jabatan Analisis ini dikaitkan dengan kebutuhan terhadap pekerjaan tertentu dalam organisas9 sebagai informasi tentang substansi utama pekerjaan untuk selanjutnya dikembnagkan standar kinerja. Disamping itu juga dimungkinkan untuk mengidentifiaksi tingkat skill, knowledge dan atatitude yang dibutuhkan untuk mencapai standar yang telah ditetapkan C. Analisis Personal Pada tingkatan ini mengakitkan dengan kebutuhan individual dalam organisasi dan sampai sejauh mana kinerja yang telah dicapainya. 2. Diklat berbasis Soft HRM Diklat akan menjawab kebutuhan SDM sesuai dengan soft HRM sesuai dengan TNA yang dilakukan. Diklat tersebut dipandang dari beberapa prespektif : 1. Presfektif Stakehoolder Karena DJP adalah sektor publik non profit maka dalam proses diklat harus
bertujuan
untuk
meningkatkan
kinerja
organisasi
dan
mempertanggungjawabkan kinerja tersebut dimata masyarakat, DPR dan pemerintah. 2. Prespektif Customer Prespektif pelanggan diartikan bahwa Diklat harus mampu menjawab kebutuhan pelanggan. Artinya tuntutan masyarakat wajib pajak adalah visi
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
38
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
pengadaan kebutuhan pelanggan, bukan permintaan kantor wilayah, dan sebagainya. 3. Prespektif learning and growth Setiap
Diklat
harus
membawa
perubahan,
pengembangan
dan
menggambarkan proses pembelajaran yang penting SDM aparatur yang melakukannya. 3. Penerapan Total Quality Service dalam Diklat Diklat yang selama ini ada hanya bersifat perbaikan kompetensi dalam sudut pandang skill, padahal di dalam kompetensi terdapat juga attitude. Dan DJP adalah organisasi dengan SDM yang terpilih, terbaik dan sarat dengan orangorang pintar maka perlu dimasukkan penerapan total quality service dalam pelaksanaan diiklat. Langkah awal memasukkan unsur ini yaitu melalui perbaikan yang komprehensif (termasuk pedoman diiklat, bimbingan dalam pengembangan program diklat, bimbingan dalam penyelenggaraan diklat, standarisasi dan akreditasi, pengembangan sistem informasi diklat, pengawasan terhadap program dan penyelenggaraan diklat & widyaiswara, dan pemberian bantuan teknis melalui konsultansi, bimbingan di tempat kerja, kerjasama pengembangan dan evaluasi diklat.jika sudah dilakukan perbaikan tersebut maka keberhasilan diklat akan terjamin, tetapi keberhasilan ini harus didukung dengan program diiklat yang berkelanjutan serta pelaksanaan on the job training. Proses pembelajaran akan lebih tepat pada perbaikan tindakan. Memasukkan penerapan prinsip-prinsip Total Quality Management yang berisi tiga komponen utama, yakni penetapan standar kualitas (quality standard), pelaksanaan jaminan qualitas (quality assurance), dan pelaksanaan control kualitas (quality control)dalam kegiatan Diklat. 1) Standar kualitas Sebagai Instansi Pembina Diklat,BPPK telah menetapkan standar-standar kualitas melalui penyusunan pedoman-pedoman diklat yang menjadi acuan bagi lembagalembaga diklat dalam penyelenggaraan diklat (pusdilat).
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
39
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
2) Jaminan kualitas Untuk menjamin agar standar-standar kualitas diterapkan secara konsisten, Hendaknya BPPK mengkompetensikan lembaga-lembaga penyelenggara diklat melalui
kegiatan
akreditasi
dan
sertifikasi
lembaga
diklat
untuk
menyelenggarakan diklat tertentu Di samping kegiatan tersebut, secara rutin BPPK melaksanakan pembimbingan dan konsultansi kediklatan dalam berbagai bentuk mulai dari membimbing para penyelenggara diklat untuk aspek-apsek kediklatan yang bersifat prinsip seperti pengembangan kurikulum diklat, menyusun sequence mata diklat dalam suatu program diklat sampai pada kegiatan lainnya yang bersifat sangat teknis. Pembimbingan dan konsultansi kegiatankegiatan tersebut dilaksanakan baik secara langsung melalui kunjungan ke tempat kerja mereka atau sebaliknya maupun secara tidak langsung melalui komunikasi surat, telepon, dan internet. Kegiatan lainnya adalah pengembangan modul, bahan ajar atau materi, melalui e learning. Semua modul, bahan ajar harus diperbaiki secara kontinue dan berkelanjutan. 3) Kontrol kualitas Dalam melaksanakan pengawasan kualitas diklat
maka berdasarkan sudah
merupakan kewajiban setiap lembaga diklat yang menyelenggarakan diklat untuk melaporkan rencana penyelenggaraan diklat sebelum dan sesudah diklat dilaksanakan kepada BPPK. Di samping itu, secara rutin BPPK juga melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan diklat yang diadakan oleh pusdiklat. BPPK dapat menajlin kemitraan kerjasama dalam prenyelenggaraan diklat dengan pihak lain diluar pusdiklat.
KESIMPULAN DAN SARAN SDM mempunyai peran penting dalam mendukung suksesnya reformasi perpajakan. Peran penting SDM tersebut di dukung dengan pengembangan SDM yang sesuai yaitu melalui perubahan strategi MSDM yaitu melalui paradigma soft
HRM. Strategi pengembangan SDM dilakukan melalui pelatihan yang diadakan oleh BPPK dan pusdiklat. Pelaksanaan diklat pada paradigma soft HRM berbeda
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
40
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
ketika MSDM mempunyai paradigma Hard HRM. Pelaksanaan diklat berbasis kompetensi, perbaikan skill, knowledge dan attitude. SARAN 1. Penelitian ini hanya bersifat deskriptif eksploratory maka membuka peluang untuk penelitian selanjutnya yang bersifat eksplan dan kuantitatif, 2. Keterbatasan penelitian ini hanya mengkaji pola strategi Pengembangan SDM dengan pendekatan diklat, maka membuka peluang untuk penelitian selanjutnya yaitu menguji dan mengevaluasi pola pengembangan tersebut ke dalam pelaksanaan diklat, 3. Keterbatasan penelitian ini hanya spesifik menghasilkan pola strategi pengembangan
SDM
melalui
diklat, padahal
tidak
semua
pola
pengembangan SDM menggunakan strategi diklat, masih diperlukan proses TNA (Training Needs Analysis ).
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
41
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
DAFTAR RU JUKAN Ashkenas, R., Ulrich, D.,Jick, T., & Kerr, S. (1995), The Boundaryless Organization, San Fransico : Jossey –Bass. Desimore, Werner, Francisco, J.M., & Harris,D.M. 2002. Human Resource Development . Orlando : Hourcout College Publishers. Farazmand,A. 2004. Innovation in strategic human resources management: building Capacity in Age of Globalization Public Organization Review: A Global Journal Gilley J.L. 1989. Organisasi : Perilaku, Struktur dan Proses (Terjemahan). Edisi ke-5 . Jakarta : Penerbit Erlangga Irianto, Jusuf.. 2009. Manajemen SDM sebagai Titik Tumpu Perubahan Birokrasi. Surabaya : Universitas Airlangga ........................... 2003. Studi Pengembangan Sumber Daya Manusia: Perspektif Teori dan Praktek. Surabaya: Masyarakat Kebudayaan dan Politik. Th. XVI,No. 4 Oktober. Nadler,L & Nadler,Z.,1989. Developing Human Resources. San Fransisco: Jossey Bass. Pusdiklat Pajak. 2009. Modul : Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jenderal Pajak. Jakarta: BPPK Sofo,F. 2000. Human Resources Development ;Prespectives,Role and Practice Choices. Warriewood : Business & Profesional Publishing Swanson and Holton. 1997. Training in Australia: Desig, Evaluation and Management. Sidney : Prentice Hall Australia ...................................2001. Human Resource Development And Its Eunderlying Theory. Human Resource Development International
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
42
Anita Kristina, SE.,Msi Universitas Trunojoyo, 2009
Stone,R.,J. 1995. Human Resources Management, Million Queensland; John Willy & Sons Subedi. 2006. Cultural Factors and Beliefs Influencing Transfer Of Training. Internasional Journal of Training and Development
Disampaikan dalam Simposium Nasional Perpajakan 2
43