PUTUSAN Nomor 2/Pdt.G/2013/PTA Mks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Tinggi Agama Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara
tertentu pada tingkat banding dalam sidang musyawarah majelis telah
menjatuhkan putusan atas perkara yang diajukan oleh : PEMBANDING, umur 27 tahun, agama Islam, pekerjaan karyawan swasta, pendidikan terakhir SMA, tempat tinggal di Kota Makassar, dalam hal ini memberi kuasa kepada kuasa hukumnya, Sri Wahyuningsih, S.H., Advokat / Penasehat Hukum pada Kontor Hukum Sri Wahyuningsih,S.H. & Rekan, berkantor di Jalan Topaz Raya Ruko Zamrud I Blok G No.15, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 4 September 2012, yang telah terdaftar di kepaniteraan Pengadilan
Agama
Makassar
dengan
register
No.464/SK/IX/2012/PA Mks., tanggal 5 September 2012, tergugat / pembanding; m e l a w a n TERBANDING, umur 32 tahun, agama Islam, pekerjaan wiraswasta, tempat tinggal di Kota Makassar, dalam hal ini memberi kuasa kepada kuasa hukumnya, Hamka Jarod, S.H., Advokat / Penasehat Hukum pada Law Offices Advokat dan Penasehat Hukum Hamka Jarod, S.H., berkantor di Jalan Arif Rahman Hakim No.40 di Makassar, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 8 Agustus 2012, yang telah terdaftar di kepaniteraan Pengadilan Agama Makassar dengan register No.432/SK/VIII/2012/PA Mks., tanggal 13 Agustus 2012, penggugat / terbanding; Pengadilan Tinggi Agama tersebut , Telah membaca dan mempelajari berkas perkara dan semua surat yang berhubungan dengan perkara ini.
Hlm. 1 dari 15 / Pts .No.2/Pdt.G/2013/PTA Mks.
TENTANG DUDUK PERKARANYA Mengutip segala uraian sebagaimana termuat dalam putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor 1138/Pdt.G/2012/PA Mks., tanggal 28 November 2012 M., bertepatan tanggal 14 Muharam 1434 H., yang amarnya sebagai berikut; Dalam Eksepsi -
Mengabulkan eksepsi tergugat;
Dalam Provisi -
Menyatakan tidak menerima permohonan provisi penggugat;
Dalam Pokok Perkara 1. Mengabulkan gugatan penggugat ; 2. Menetapkan anak bernama Ahmad Farel bin Wawan, umur 5 tahun dan Hilwa Nuratifah binti Wawan, umur 4 tahun berada di bawah hadhanah penggugat, Sri Derajat Tenriola binti A. Abd. Kahar ; 3. Membebankan kepada penggugat untuk membayar biaya perkara, sejumlah Rp 211.000,00 (dua ratus sebelas ribu rupiah) ; Membaca Akta Permohonan Banding Nomor 1138/Pdt.G/2012/PA Mks. yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Agama Makassar, tanggal 11 Desember 2012, yang menyatakan bahwa tergugat / pembanding telah mengajukan permohonan banding terhadap putusan Pengadilan Agama Makassar tersebut dan permohonan banding tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawannya secara seksama pada tanggal 13 Desember 2012 ; Bahwa tergugat / pembanding telah mengajukan memori banding bertanggal 26 Desember 2012 yang diterima oleh Panitera Pengadilan Agama Makassar pada tanggal
3 Januari 2013, dan telah disampaikan kepada penggugat
/ terbanding melalui kuasanya pada tanggal 7 Januari 2013, kemudian terhadap memori banding tersebut penggugat / terbanding telah mengajukan kontra memori banding bertanggal 7 Januari 2013 dan telah disampaikan pula kepada tergugat / pembanding pada tanggal 9 Januari 2013; Bahwa terhadap kedua pihak telah diberitahukan untuk memeriksa berkas (inzage), sesuai surat pemberitahuan tanggal 8 Junuari 2013 kepada kuasa hukum masing-masing pihak, dan berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Berkas Nomor 1138/Pdt.G/2012/PA Mks. , tanggal 9 Januari 2013, tergugat / pembanding telah datang memeriksa berkas perkara banding (inzage), sedangkan penggugat / terbanding telah datang memeriksa berkas perkara banding (inzage) berdasarkan
Hlm. 2 dari 15 | Pts.No.2/Pdt.G/2013/PTA Mks.
Berita Acara Pemeriksaan Berkas Nomor 1138/Pdt.G/2012/PA Mks. , tanggal 10 Januari 2013 ; TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa oleh karena permohonan banding pembanding diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara-cara serta memenuhi syarat menurut ketentuan perundang-undangan, maka permohonan banding tersebut formal harus dinyatakan dapat diterima; Menimbang, bahwa Pengadilan Tinggi Agama setelah membaca, meneliti, mempelajari dengan seksama berkas perkara banding yang terdiri dari berita acara persidangan, surat-surat bukti dan surat-surat lainnya yang berhubungan dengan perkara ini serta keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh para pihak berperkara, salinan resmi putusan Pengadilan Agama, dan setelah pula memperhatikan pertimbangan hukum Pengadilan Agama, maka Pengadilan Tinggi Agama menyatakan tidak seluruhnya sependapat dengan pertimbangan Pengadilan Agama tersebut, oleh karena itu Pengadilan Tinggi Agama akan memberikan pertimbangan sebagai berikut : DALAM EKSEPSI Menimbang, bahwa eksepsi tergugat / pembanding sebagaimana yang diuraikan dalam jawabannya adalah berupa bantahan atas tuntutan provisi penggugat / terbanding yang bertujuan agar hak asuh kedua orang anak dari perkawinan penggugat / terbanding dengan tergugat / pembanding diserahkan kepada penggugat / terbanding sambil menunggu keputusan yang berkekuatan hukum tetap. Oleh karena tuntutan provisi sudah menyentuh pokok perkara dan bertentangan dengan tujuan provisi yang hanya berkenaan dengan tindakan sementara yang tidak termasuk pokok perkara, maka tuntutan penggugat / terbanding tersebut harus ditolak (vide Putusan Mahkamah Agung No. 1967 K/Pdt/1995, tanggal 4 Juni 1998); Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Agama atas dasar apa yang dipertimbangkan
sepanjang
mengenai
eksepsi
dalam
putusannya
telah
mempertimbangkan bahwa eksepsi tersebut sudah membahas pokok perkara maka pada dasarnya eksepsi tergugat / pembanding tersebut beralasan dan tidak melawan hukum, sehingga eksepsi tersebut patut dikabulkan, namun Pengadilan Tinggi Agama dalam hal ini tidak sependapat dengan pertimbangan hukum Pengadilan Agama tersebut dengan pertimbangan sebagai berikut :
Hlm. 3 dari 15 | Pts.No.2/Pdt.G/2013/PTA Mks.
Menimbang, bahwa Pengadilan Tinggi Agama menilai eksepsi tergugat / pembanding tersebut adalah jawaban yang berupa bantahan tergugat / pembanding atas tuntutan provisi penggugat / terbanding yang bertujuan agar hak asuh kedua orang anak dari perkawinan penggugat / terbanding dengan tergugat / pembanding diserahkan kepada penggugat / terbanding sambil menunggu keputusan yang berkekuatan hukum tetap dan lagi pula akan dipertimbangkan dalam provisi maka eksepsi tergugat / pembanding a quo harus ditolak, sesuai Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 361 K/Sip/1973, tanggal 30 Desember 1975, yang mengandung abstrak hukum bahwa “karena tangkisan tergugat / terbanding tanggal 28 Oktober 1968 bukan merupakan tangkisan dalam arti eksepsi, tetapi jawaban (verweer), sedang menurut pasal 162 RBg. yang diputus bersama-sama dengan pokok perkara adalah tangkisan dalam arti kata eksepsi, putusan Hakim pertama terhadap tangkisan tergugat / terbanding tersebut adalah keliru maka harus dibatalkan“ ; Menimbang, bahwa atas dasar pertimbangan di atas maka Pengadilan Tinggi Agama tidak dapat menyetujui dan menilai pertimbangan hukum sebagai mana terurai dalam putusan Pengadilan Agama (hlm. 14 alinea kedua dan ketiga) serta amar putusan dalam eksepsi adalah tidak tepat dan tidak benar, oleh karenanya tidak dapat dipertahankan dan selanjutnya Pengadilan Tinggi Agama menyatakan menolak eksepsi tergugat / pembanding, DALAM PROVISI Menimbang, bahwa penggugat dalam tuntutan provisinya menuntut agar memerintahkan kepada tergugat / pembanding untuk menyerahkan kedua anak penggugat / terbanding dan tergugat / pembanding kepada penggugat / terbanding sambil menunggu putusan berkekuatan hukum tetap, dan menghukum tergugat / pembanding membayar uang paksa (dwangsom), sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) setiap hari apabila lalai melaksanakan putusan provisi ini; Menimbang, bahwa tuntutan provisi penggugat menyangkut dua hal yaitu pertama menuntut menyerahkan kedua anak penggugat / terbanding dan tergugat / pembanding kepada penggugat / terbanding sambil menunggu putusan berkekuatan hukum tetap, dan kedua menuntut tergugat / pembanding membayar uang paksa ( dwangsom ), apabila lalai melaksanakan putusan provisi ini : Menimbang, bahwa terhadap tuntutan yang pertama sudah masuk pokok perkara karena memerlukan pembuktian, sedangkan terhadap tuntutan kedua menyangkut pelaksanaan putusan yang akan dipertimbangkan dalam pokok
Hlm. 4 dari 15 | Pts.No.2/Pdt.G/2013/PTA Mks.
perkara, karena itu putusan Pengadilan Agama dalam provisi dapat dikuatkan dengan menyatakan tuntutan provisi penggugat / terbanding tidak dapat diterima : DALAM POKOK PERKARA Menimbang,
bahwa
Pengadilan
Tinggi
Agama
memperhatikan pertimbangan hukum Pengadilan Agama,
setelah
pula
maupun memori
banding pembanding dan kontra memori para terbanding, maka Pengadilan Tinggi Agama akan memberikan tanggapan terlebih dahulu atas keberatan pembanding tersebut sebagai berikut ; Menimbang, bahwa keberatan pembanding pada angka 1 s.d. 5 sebagaimana terurai dalam memori banding a quo, pada dasarnya hanyalah merupakan pengulangan atas jawaban yang disampaikannya pada waktu pemeriksaan perkara, dan telah dipertimbangkan dengan cermat oleh hakim tingkat pertama, sehingga tidak perlu dipertimbangkan lagi oleh Pengadilan Tinggi Agama, dengan demikian keberatan pembanding a quo tidak dapat dibenarkan dan harus ditolak ; Menimbang,
bahwa
terlepas
dari
keberatan-keberatan
tergugat
/
pembanding yang terurai dalam memori bandingnya, maka atas dasar apa yang telah dipertimbangkan oleh Pengadilan Agama dalam putusannya adalah telah tepat dan benar, oleh karenanya Pengadilan Tinggi Agama menyatakan sependapat dan dapat menyetujui pertimbangan hukum Pengadilan Agama tersebut dan kemudian diambil alih sebagai pertimbangan hukum sendiri dalam putusan ini, namun demikian Pengadilan Tinggi Agama memandang perlu untuk menambah pertimbangan hukum sendiri sebagai berikut ; Menimbang, bahwa gugatan tentang hadhanah dalam perkara ini pada pokoknya didasarkan atas dalil bahwa penggugat / terbanding dan tergugat / pembanding telah bercerai, dimana dua orang anak dari perkawinannya belum mumayyiz dan belum ditetapkan pemegang hak hadhanahnya, anak pertama bernama Ahmad Farel bin Wawan berumur 5 (lima) tahun dan anak kedua bernama Hilwa Nuratifah binti Wawan berumur 4 (empat) tahun, tergugat telah membatasi dan menghalangi hak penggugat untuk pemeliharaan kedua anak tersebut, anak pertama hanya ikut bersama penggugat / terbanding pada setiap hari Senin dan Selasa, sedangkan terhadap anak kedua, tidak pernah lagi diizinkan oleh tergugat / pembanding untuk bertemu dengan penggugat / terbanding, dan bahkan saat ini kedua anak tersebut dirahasiakan tempat tinggalnya oleh tergugat / pembanding ;
Hlm. 5 dari 15 | Pts.No.2/Pdt.G/2013/PTA Mks.
Menimbang, bahwa sesuai pengakuan tergugat / pembanding di depan sidang dan didukung bukti P.1, P.2 dan P.3 maka ditemukan fakta bahwa penggugat / terbanding dan tergugat / pembanding pernah menikah pada tanggal 4 September 2006 kemudian bercerai pada tanggal 24 Juli 2012, selama perkawinannya dikarunai dua orang anak, yaitu Ahmad Farel bin Wawan, lahir tanggal 20 Juli 2007 atau masih berusia 5 tahun 7 bulan dan anak kedua bernama Hilwa Nuratifah binti Wawan, lahir tanggal 6 Agustus 2008 atau masih berusia 4 tahun 6 bulan (belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun atau belum mumayyiz), yang berada dalam penguasaan tergugat / pembanding hingga pada saat putusan perkara ini diputus di Pengadilan Agama Makassar tanggal 28 November 2012 ; Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 66 ayat (5) Undang undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 dinyatakan bahwa permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri, dan harta bersama suami isteri dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau pun sesudah ikrar talak diucapkan, jo. Pasal 86 Undang-undang yang sama dinyatakan bahwa gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri, dan harta bersama suami isteri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian atau pun sesudah keputusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap maka gugatan penggugat / terbanding tersebut berdasarkan hukum dan karenanya patut dipertimbangkan; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta di persidangan Penggugat menuntut hak pengasuhan dan pemeliharaan anak (hadhanah), karena secara hukum sejak penggugat / terbanding bercerai dengan tergugat / pembanding, ternyata dua orang anak penggugat / terbanding dengan tergugat / pembanding belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun atau belum mumayyiz), dan hingga saat ini belum ditetapkan siapa yang berhak mengasuh dan memeliharanya (belum ditetapkan/diputuskan siapa pemegang hak hadlonahnya) ; Menimbang, bahwa sejak terjadinya perceraian tersebut ditemukan pula fakta bahwa anak pertama yang bernama Ahmad Farel bin Wawan berada dalam pemeliharaan penggugat / terbanding hanya pada setiap hari Senin dan Selasa, sedangkan anak kedua yang bernama Hilwa Nuratifah binti Wawan tidak lagi berada dalam pemeliharaan penggugat / terbanding dan bahkan tidak pernah dipertemukan dengan penggugat / terbanding sebagai ibu kandungnya, sehingga secara de fakto kedua anak tersebut hingga kini berada dalam penguasaan tergugat
Hlm. 6 dari 15 | Pts.No.2/Pdt.G/2013/PTA Mks.
/ pembanding sebagai ayah kandungnya, sesuai Pasal 41 huruf a UU No.1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa ”akibat putusnya perkawinan karena perceraian bahwa baik ibu atau ayah tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anakanaknya semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberikan keputusannya”, maka dengan demikian harus ada kepastian hukum siapa yang berhak menjadi hadhin (pengasuh dan pemelihara) demi kelangsungan hidup dan kepentingan terbaik bagi kedua anak tersebut; Menimbang, bahwa sesuai Pasal 45 ayat (1) dan (2) yang menentukan bahwa : ”kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri dan kewajiban itu berlaku terus meski perkawinan kedua orang tua putus”, maka dengan ketentuan ini mempertegas dan memperjelas bahwa kewajiban dan kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya tidak boleh diputus dan dihalang-halangi meski pun kedua orang tuanya bercerai dan tidak tinggal satu rumah lagi, dan penguasaan anak kepada salah satu orang tuanya tidaklah berarti menghalanghalangi atau memutus hubungannya dengan orang tua yang lainnya dan atau menjadikan orang tua yang lainnya akan kesulitan untuk bertemu dengan anak, lagi pula untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan dalam sengketa hadhanah ini yang jika berlarut-larut akan menimbulkan kemudlaratan bagi perkembangan kehidupan mental dan psikologi anak ; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, ternyata keinginan penggugat / terbanding untuk mendidik dan mencurahkan kasih sayangnya terhadap anak-anaknya yang sekarang ini dibatasi dan bahkan dihalang-halangi oleh tergugat / pembanding dengan alasan adanya Surat Pernyataan yang dibuat pada tanggal 21 Juni 2012 sebagai kesepakatan bersama tentang hak pemeliharaan anak antara penggugat / terbanding dengan tergugat / pembanding yang dibuat tanpa ada paksaan dari pihak siapa pun yang selama ini kesepakatan itu sudah dijalankan sebagai mana mestinya, meskipun ada aturan yang menyatakan bahwa anak yang belum mumayyiz berada dalam pemeliharaan ibunya, sedangkan penggugat / terbanding menilai kesepakatan tersebut hanyalah bersifat sementara kemudian harus mengacu pada aturan yang berlaku mengenai siapa yang berhak untuk melakukan hak hadhanah atas anak, hal mana oleh Pengadilan Agama dalam putusannya tidak dipertimbangkan lebih lanjut
Hlm. 7 dari 15 | Pts.No.2/Pdt.G/2013/PTA Mks.
mengenai kesepakatan dimaksud, maka Pengadilan Tinggi Agama akan memberikan pertimbangannya sebagai berikut ; Menimbang, bahwa dalam Pasal 1320 ayat (4) jo 1337 dan 1338 KUH Perdata mengandung “asas kebebasan berkontrak”, bahwa para pihak yang berjanji bebas membuat perjanjian selama tidak melanggar kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang, maka dapat disimpulkan bahwa “asas kebebasan berkontrak” tersebut meliputi : 1) kebebasan membuat perjanjian, memilih dan menentukan causa perjanjian, menentukan obyek perjanjian, menentukan bentuk suatu perjanjian; 2) kebebasan membuat perjanjian tidak bersifat mutlak atau tidak tak terbatas tetapi memiliki batasan-batasan yang menyangkut kesepakatan, kecakapan, i’tikad baik, obyek yang tidak dilarang oleh syara’, dan menegakkan keadilan dan menghindari kezhaliman; 3) asas keseimbangan para pihak yang membuat perjanjian sehingga tidak merugikan salah satu pihak dikarenakan salah satu pihak memiliki posisi yang kuat dan posisi yang lemah pada pihak lain; 4) klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjian harus didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik; Menimbang, bahwa sesuai Putusan Mahkamah Agung RI No. 169 PK/Pdt/2008 tanggal 5 Desember 2008 jo. Putusan No. 442 PK/Pdt/2008, tanggal 23 Desember 2008, kesepakatan kedua pihak yang bersengketa, sehingga tidak mungkin lagi diatur dengan cara lain, sepanjang kedua belah pihak tidak menentukan lain, atau kesepakatan itu tidak seimbang/memberatkan salah satu pihak, dan pada hakekatnya rasa keadilan tidak saja ditinjau dan dilihat dari segi formal legalistic yang bisa dimungkinkan melalui rekayasa, tetapi harus juga ditinjau dan dilihat dari segi keadilan substantif dengan mempertimbangkan segisegi kondisional yang mempengaruhinya; Menimbang, bahwa ditemukan fakta, pembuatan surat kesepakatan bersama berupa Surat Pernyataan yang dibuat tanggal 21 Juni 2012 sebagai kesepakatan bersama tentang hak pemeliharaan anak antara
penggugat /
terbanding dengan tergugat / pembanding ketika penggugat / terbanding melaporkan tergugat / pembanding ke pihak kepolisian, patut diduga sangat dipengaruhi oleh kondisi keretakan rumah tangga yang telah mencapai puncaknya dengan terjadinya perceraian antara keduanya, sehingga suasana batin penggugat / terbanding berada dalam posisi yang tertekan dan lemah serta tidak bebas
Hlm. 8 dari 15 | Pts.No.2/Pdt.G/2013/PTA Mks.
menyatakan kehendaknya mengenai isi dan substansi dari perjanjian tersebut, dan perjanjian yang dibuat dibawah tekanan dan dalam keadaan terpaksa adalah merupakan “misbruik van omstandigheiden”, yang mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan, karena tidak lagi memenuhi unsur-unsur Pasal 1320 KUH.Perdata, yaitu tidak adanya kehendak yang bebas dari salah satu pihak ( vide Putusan Mahkamah Agung RI. No. 2356 K/Pdt/2008, Tanggal 18 Februari 2009) ; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, ditemukan fakta bahwa causa atau klausul perjanjian yang terdapat dalam Surat Pernyataan a quo, bertentangan undang-undang dan hukum yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 45 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 149 huruf d, pasal 156 huruf (d) dan (f) Kompilasi Hukum Islam, serta melanggar asas kebebasan berkontrak sebagaimana ketentuan Pasal 1320 ayat (4) jo 1337 dan 1338 KUH Perdata, dan pula merupakan penyalahgunaan kesempatan atau penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) oleh tergugat / pembanding yang menempatkan posisi dan kedudukan penggugat / terbanding sebagai pihak yang lemah dalam perjanjian tersebut ; Menimbang, bahwa atas dasar pertimbangan di atas, maka majelis hakim menilai bahwa Surat Pernyatan a quo adalah tidak sah menurut hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi penggugat / terbanding dengan tergugat / pembanding, oleh karena itu dalil-dalil bantahan tergugat / pembanding
aquo
dikesampingkan,
tidak dan
beralasan
selanjutnya
menurut Pengadilan
hukum
sehingga
harus
Agama
akan
Tinggi
mempertimbangkan ada tidaknya alasan atau halangan menurut hukum bagi penggugat / terbanding dalam penguasaan kedua anak tersebut ; Menimbang, bahwa pada saat perkara ini diputus, ternyata kedua anak tersebut berada dalam pemeliharaan tergugat / pembanding dan pula tergugat / pembanding telah membatasi
dan bahkan melarang anaknya tersebut untuk
tinggal bersama atau pun bertemu dengan penggugat / terbanding, maka dengan sikap tergugat / pembanding tersebut telah mengabaikan dan menghalangi hakhak penggugat / terbanding sebagai ibu kandungnya untuk memelihara dan memberikan kasih sayang sepenuhnya kepada kedua anak tersebut; Menimbang, bahwa sesuai Pasal 3 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa Perlindungan anak bertujuan untuk
Hlm. 9 dari 15 | Pts.No.2/Pdt.G/2013/PTA Mks.
menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera, kemudian dalam Pasal 1 ayat (1) huruf (a) dan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, bahwa kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial, dan anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warganegara yang baik dan berguna ; Menimbang, bahwa sesuai ketentuan Pasal 105 huruf a Kompilasi Hukum Islam dinyatakan bahwa apabila terjadi perceraian, maka pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya, karena sesuai kodratnya seorang ibu yang telah mengandung dan melahirkan mempunyai kelebihan dalam memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya, demikian juga sebaliknya bagi anak-anak yang belum dewasa terlebih lagi anak perempuan yang masih balita sangat memerlukan kedekatan psikologis, emosional dan kedekatan fisik dengan ibu kandungnya, hal mana sejalan dengan pendapat pakar Hukum Islam dalam Kitab Al Bajuri juz II hal 195 yang selanjutnya diambil alih sebagai pendapat Pengadilan Tinggi Agama, sebagai berikut :
Artinya : “Apabila seorang laki-laki bercerai dengan isterinya, dan dia mempunyai anak dari perkawinannya dengan isterinya itu, maka isterinya lebih berhak untuk memeliharanya” ; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta di persidangan, penggugat / terbanding sebagai ibu kandung kedua anak tersebut tidak/belum menikah dengan seorang lelaki lain (belum bersuami) dan pula telah menetap tempat tinggalnya bersama dengan ibu kandung penggugat / terbanding di Jalan Landak Baru No.94 I, RT.006, RW.003, Kelurahan Banta-bantaeng, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, sehingga penggugat / terbanding sebagai ibu kandung kedua anak tersebut telah memenuhi syarat untuk menjadi pengasuh dan pemelihara anaknya, dalam hal ini Pengadilan Tinggi Agama sependapat dengan Hadits Nabi Riwayat
Hlm. 10 dari 15 | Pts.No.2/Pdt.G/2013/PTA Mks.
Abu Daud yang diambil alih sebagai pendapat Pengadilan Tinggi Agama, sebagai berikut :
Artinya : “Dari Abdullah bin Amru: Ada seorang wanita bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasul, anakku ini dulu keluar dari perutku, susuku sebagai siraman baginya, dan kuda betina ini baginya sebagai barang milik. Ayahnya sekarang telah menthalak serta ingin meminta anak ini dariku." Rasulullah kemudian bersabda kepada sang wanita, "Kamu lebih berhak atas anakmu selama kamu belum menikah "; Menimbang, bahwa Pengadilan Tinggi Agama mempertimbangkan pula bahwa ternyata pada diri penggugat / terbanding tidak terbukti adanya ketidak cakapan untuk menerima hak sebagai pemegang hak hadlanah terhadap anaknya tersebut, atau dengan kata lain penggugat / terbanding dipandang layak dan memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai pemegang hak hadlanah sebagaimana dimaksud dalam kitab Kifayatul Ahyar juz II halaman 94 sebagai berikut :
Artinya : “Syarat-syarat hadlanah itu ada tujuh, berakal, merdeka, beragama Islam, menjaga kehormatan, amanah (dapat dipercaya) tinggal di tempat yang dipilih dan belum menikah dengan laki-laki lain. Jika tidak terpenuhi salah satu diantara syarat –syarat tersebut maka gugurlah hak si ibu untuk memelihara anaknya”. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, telah nyata dalil-dalil gugatan penggugat / terbanding terbukti dan dalam pemeriksaan perkara ini tidak ternyata terdapat alasan dan atau halangan menurut hukum bagi penggugat / terbanding sebagai pemegang hak hadhanah terhadap kedua orang anaknya yang belum mumayyiz tersebut, dan dengan memperhatikan kepentingan anak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sesuai Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, maka gugatan penggugat / terbanding tersebut patut dikabulkan, oleh karenanya pertimbangan Pengadilan
Hlm. 11 dari 15 | Pts.No.2/Pdt.G/2013/PTA Mks.
Agama dalam putusannya dan amar putusan dalam pokok perkara dapat dipertahankan ; Menimbang, bahwa penetapan hak hadhanah (pemeliharaan anak) terhadap dua orang anak tersebut kepada penggugat / terbanding, tidak mengurangi hak anak untuk tetap bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan tergugat / pembanding selaku orang tuanya sebagaimana diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, demikian juga tidak menghapus kewajiban Tergugat selaku ayah dalam menanggung biaya pemeliharaan dan pendidikan kedua orang anaknya tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 41 huruf b Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 105 huruf c Kompilasi Hukum Islam; Menimbang, bahwa oleh karena kedua anak penggugat / terbanding dengan tergugat / pembanding tersebut berada dalam penguasaan tergugat / pembanding, dan agar jaminan penyelesaian perkara a quo dapat dijalankan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, maka Pengadilan Tinggi Agama secara ex officio dalam putusan perkara a quo perlu mencamtumkan diktum amar menghukum tergugat / pembanding untuk menyerahkan kedua anak tersebut kepada penggugat / terbanding, meski pun tidak diminta dalam petitum primair, akan tetapi sesuai dengan petitum subsidair yang meminta putusan seadil-adilnya, berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 499 K/Sip/1970 tanggal 4 Februari 1970 yang menyatakan “bahwa pengadilan boleh memberi putusan yang melebihi apa yang diminta dalam hal adanya hubungan yang erat satu sama lainnya”, dalam hal ini Pasal 189 ayat (3) Rbg. tidak berlaku secara mutlak, sebab Hakim dalam menjalankan tugas harus bertindak aktif dan selalu berusaha agar memberikan putusan yang benar-benar menyelesaikan perkara ; Menimbang, bahwa sesuai Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 791 K/Sip/1972, tanggal 26 Februari 1973 dan No. 307 K/Sip/1976, tanggal 7 Desember 1976 yang mengandung abstrak hukum, bahwa “uang paksa (dwangsom) tidak berlaku terhadap tindakan untuk membayar uang dan harus ditolak dalam hal putusan dapat dilaksanakan dengan eksekusi riil bila keputusan yang bersangkutan mempunyai kekuatan yang pasti “, maka Pengadilan Tinggi Agama berpendapat bahwa mengenai tuntutan penggugat / terbanding agar menghukum tergugat / pembanding membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) setiap hari apabila tergugat / pembanding lalai melaksanakan isi putusan, adalah hal yang dapat dibenarkan dan beralasan
Hlm. 12 dari 15 | Pts.No.2/Pdt.G/2013/PTA Mks.
mengingat eksekusi anak berbeda dengan eksekusi riil dan eksekusi pembayaran sejumlah uang yang di lapangan kadang mendapatkan kendala, sehingga diperlukan cara khusus untuk memudahkan pelaksanaan eksekusi, diantaranya melalui uang paksa (dwangsom), oleh karena itu tuntutan penggugat / terbanding a quo dapat dikabulkan ; Menimbang, bahwa segala hal yang telah dipertimbangkan oleh Pengadilan Agama dalam pertimbangannya dan tidak dipertimbangkan lagi oleh Pengadilan Tinggi Agama atau tidak bertentangan dengan pertimbangan Pengadilan Tinggi Agama, oleh Pengadilan Tinggi Agama dapat disetujui dan diambil alih sebagai pertimbangan sendiri; Menimbang, bahwa dengan tambahan dan perbaikan pertimbangan tersebut
di
atas,
maka
putusan
1138/Pdt.G/2012/PA Mks. tanggal
Pengadilan
Agama
Makassar
Nomor
28 November 2012 M., bertepatan tanggal
14 Muharam 1434 H., dapat dikuatkan dengan perbaikan dan penambahan amar putusan yang bunyi lengkapnya akan dituangkan dalam diktum putusan ini; Menimbang, bahwa oleh karena perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan, maka berdasarkan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka biaya perkara ini dalam tingkat pertama dibebankan kepada Penggugat, dan dalam tingkat banding dibebankan kepada Pembanding; Mengingat segala ketentuan peraturan perudang-undangan yang berlaku dan hukum syara, yang berkaitan dengan perkara ini ;
MENGA DILI
-
Menyatakan permohonan banding pembanding dapat diterima;
DALAM EKSEPSI -
Menyatakan tuntutan provisi dari penggugat / terbanding tidak dapat diterima ;
DALAM PROVISI -
Menolak eksepsi tergugat / pembanding ;
DALAM POKOK PERKARA -
Menguatkan
putusan
Pengadilan
Agama
Makassar
Nomor
1138/Pdt.G/2012/PA Mks., tanggal 28 November 2012 M., bertepatan tanggal
Hlm. 13 dari 15 | Pts.No.2/Pdt.G/2013/PTA Mks.
14 Muharam 1434 H., yang dimohonkan banding, dengan perbaikan dan penambahan amar sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut : 1. Mengabulkan gugatan penggugat / terbanding ; 2. Menetapkan anak yang bernama Ahmad Farel bin Wawan, umur 5 tahun 7 bulan dan Hilwa Nuratifah binti Wawan, umur 4 tahun 6 bulan, berada di bawah hadhanah penggugat / terbanding, Sri Derajat Tenriola binti A. Abd. Kadir sampai dengan anak tersebut berumur 12 tahun (mumayyiz); 3. Menghukum tergugat / pembanding untuk menyerahkan kedua orang anak tersebut pada petitum angka 2 di atas kepada penggugat / terbanding ; 4. Menghukum tergugat / pembanding untuk membayar uang paksa (dwangsom) kepada penggugat / terbanding, sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) setiap hari apabila ia lalai melaksanakan isi putusan tersebut terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap ; 5. Menghukum penggugat / terbanding untuk membayar biaya perkara di tingkat pertama sebesar Rp 211.000,00 (dua ratus sebelas ribu rupiah) ; 6. Menghukum tergugat / pembanding untuk membayar biaya perkara di tingkat banding sebesar Rp. 150.000.- (seratus lima puluh ribu rupiah). Demikian diputuskan dalam sidang musyawarah majelis hakim Pengadilan Tinggi Agama Makassar pada hari Senin tanggal 4 Februari 2013 M., bertepatan tanggal 23 Rabiulawal 1434 H. yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Drs. Bahrussam Yunus, S.H., M.H., sebagai Ketua Majelis,
Drs. H. Wakhidun A.R., S.H., M.H., dan Drs. Masrur, S.H.,
M.H., masing-masing sebagai Hakim Anggota, dibantu oleh Drs. H. Zainudin Zain, S.H., Panitera Pengganti, tanpa dihadiri oleh para pihak yang berperkara; Hakim Anggota, ttd Drs. H. Wakhidun A.R., S.H., M.H
Ketua Majelis ttd Drs. Bahrussam Yunus, S.H., M.H.
ttd Drs. Masrur, S.H., M.H.
Panitera Pengganti, ttd Drs. H. Zainudin Zain, S.H.
Hlm. 14 dari 15 | Pts.No.2/Pdt.G/2013/PTA Mks.
Perincian biaya : Rp. 6.000,00
1. Materai
:
2. Redaksi
: Rp.
3. Proses penyelesaian perkara
: Rp.139.000,00
Jumlah
5.000,00
: Rp.150.000,00
Untuk Salinan, Panitera Pengadilan Tinggi Agama Makassar
Drs.H.Agus Zainal Mutaqien,S.H.
Hlm. 15 dari 15 | Pts.No.2/Pdt.G/2013/PTA Mks.