PENGARUH STIMULASI PSIKOSOSIAL, PERKEMBANGAN KOGNITIF, DAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH DI KABUPATEN BOGOR
GIYARTI
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Stimulasi Psikososial, Perkembangan Kognitif, dan Perkembangan Sosial Emosi terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah di Kabupaten Bogor adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2008
Giyarti NRP A54104068
RINGKASAN GIYARTI. Pengaruh Stimulasi Psikososial, Perkembangan Kognitif, dan Perkembangan Sosial Emosi terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah di Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan MELLY LATIFAH . Perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah merupakan salah satu dimensi perkembangan yang menentukan kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah. Adapun tujuan khususnya yaitu : 1) Mengetahui karakteristik anak dan keluarga contoh; 2) Mengetahui stimulasi psikososial, perkembangan kognitif, perkembangan sosial emosi, dan perkembangan bahasa contoh; 3) Menganalisis hubungan karakteristik anak dan keluarga contoh dengan stimulasi psikososial; 4) Menganalisis hubungan stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif, perkembangan sosial emosi, dan perkembangan bahasa contoh; 5) Menganalisis pengaruh karakteristik anak dan keluarga, stimulasi psikososial, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosial emosi terhadap perkembangan bahasa contoh. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul “Pengembangan Model Kelembagaan Berbasis Komunitas Lokal yang Ramah terhadap Pekembangan Anak pada Masyarakat Pedesaan di Bogor” yang dilakukan oleh Latifah, Alfiasari, & Hernawati (2008). Disain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive, yaitu desa Cinangka, kecamatan Ciampea dan desa Bojongmurni, kecamatan Ciawi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga bulan September 2008. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anak usia prasekolah (3-6 tahun) dengan mengambil lokasi di desa Cinangka, kecamatan Ciampea dan desa Bojongmurni, kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Contoh penelitian berjumlah 91 keluarga dengan proporsi 40 keluarga berasal dari desa Cinangka, kecamatan Ciampea dan 51 keluarga berasal dari desa Bojongmurni, kecamatan Ciawi. Penarikan contoh dilakukan secara purposive atau nonprobability sampling. Semua data yang digunakan berupa data sekunder. Data yang digunakan pada penelitian ini meliputi karakteristik anak (usia dan jenis kelamin), karakteristik keluarga contoh (pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan besar keluarga), stimulasi psikososial, perkembangan kognitif, perkembangan sosial emosi, dan perkembangan bahasa contoh. Data karakteristik anak dan keluarga contoh dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner terstruktur sedangkan data stimulasi psikososial contoh dikumpulkan melalui wawancara dan pengamatan menggunakan Home Observation Measurement for Environment (HOME Inventory) usia 3-6 tahun. Data perkembangan kognitif dan perkembangan bahasa contoh dikumpulkan melalui pengukuran menggunakan kuesioner perkembangan kognitif dan perkembangan bahasa sesuai usia anak (Depdiknas 2004). Data perkembangan sosial emosi contoh dikumpulkan melalui pengukuran menggunakan kuesioner perkembangan sosial emosi sesuai usia anak (Depkes 1997). Data yang diperoleh diolah melalui proses cleaning, scoring, dan recoding, serta analisis data. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2003 dan Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 13,0 for windows. Semua data dianalisis secara deskriptif
dan dilakukan uji korelasi Pearson, Chi-Square, dan Rank Spearman sesuai dengan jenis datanya. Analisis uji regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa contoh. Usia contoh berkisar antara 3,0-5,3 tahun. Proporsi terbesar individu berada pada rentang usia 3-4 tahun (46,2%) dan lebih separuh contoh berjenis kelamin perempuan (54,9%). Proporsi terbesar pendidikan ibu contoh adalah tidak tamat SD (42,8%), berasal dari keluarga dengan kategori miskin (65,9%), dan termasuk dalam kategori keluarga kecil (42,9%) dan sedang (42,9%). Proporsi terbesar contoh memperoleh stimulasi belajar dengan kategori rendah (81,3%), memperoleh stimulasi bahasa dengan kategori sedang (75,8%), memiliki kualitas lingkungan fisik dengan kategori sedang (67,3%), memperoleh kehangatan dan penerimaan dengan kategori tinggi (58,2%), stimulasi akademik dengan kategori sedang (61,5%), modeling dalam kategori sedang (51,6%), dan variasi pengalaman dengan kategori sedang (52,7%), serta penerimaan dengan kategori tinggi (42,9%). Berdasarkan kedelapan subskala di atas, secara umum, proporsi terbesar contoh memperoleh stimulasi psikososial dengan kategori sedang (76,9%). Proporsi terbesar contoh memiliki perkembangan kognitif dengan kategori sedang (44,0%), memiliki perkembangan sosial emosi dengan kategori sedang (53,8%), dan memiliki perkembangan bahasa dengan kategori sedang (46,2%). Terdapat hubungan positif antara pendidikan ibu dan pendapatan keluarga dengan stimulasi psikososial dan subskala stimulasi belajar serta penerimaan; antara usia dengan subskala kehangatan dan penerimaan; dan antara pendapatan keluarga dengan subskala lingkungan fisik (p>0,1; r>0,000). Terdapat hubungan negatif antara besar keluarga dengan stimulasi psikososial, subskala stimulasi belajar, modeling, dan variasi pengalaman dan antara usia dengan subskala kehangatan dan penerimaan (p>0,1; r<0,000). Terdapat hubungan negatif antara subskala modeling dengan perkembangan sosial emosi (p>0,1; r=-0,330). Terdapat hubungan positif antara subskala penerimaan dengan perkembangan sosial emosi dan antara stimulasi psikososial, subskala stimulasi belajar, modeling, dan variasi pengalaman dengan perkembangan bahasa anak (p>0,1; r>0,000). Terdapat dua faktor yang berpengaruh positif terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah, yaitu stimulasi bahasa dan perkembangan kognitif contoh. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka diperlukan peningkatan kualitas pendidikan ibu serta pendapatan keluarga contoh. Selain itu, diperlukan pula penyuluhan mengenai pemberian stimulasi perkembangan bahasa dan kognitif anak sehingga perkembangan bahasa anak dapat ditingkatkan. Dengan demikian, anak usia prasekolah akan memiliki kesiapan yang lebih baik dalam memasuki sekolah dasar.
PENGARUH STIMULASI PSIKOSOSIAL, PERKEMBANGAN KOGNITIF, DAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH DI KABUPATEN BOGOR
GIYARTI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
JUDUL
: PENGARUH
STIMULASI
PERKEMBANGAN
PSIKOSOSIAL,
KOGNITIF,
DAN
PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH DI KABUPATEN BOGOR Nama mahasiswa
: Giyarti
NRP
: A54104068
Disetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Melly Latifah, M.Si. NIP. 131 879 327
Diketahui, Dekan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
PRAKATA Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Stumulasi Psikososial, Perkembangan Kognitif, dan Perkembangan Sosial Emosi terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah di Kabupaten Bogor“ dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada program studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada : 1. Ir. Melly Latifah, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi atas masukan, bimbingan, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc. selaku dosen pemandu seminar dan penguji atas masukan-masukan yang telah diberikan. 3. Ir. Yayat Heriyatno, M.S. selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan yang telah diberikan selama 3 tahun perkuliahan di GMSK. 4. Dr. Ir. Evy Damayanti, M.S., Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc., dan semua dosen departemen GMSK atas segala bimbingannya. 5. Mas Rena, Mbak Resi, dan semua staf departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga atas bantuan yang telah diberikan. 6. Bapak dan Ibu juga adikku serta keluarga besar atas doa, kerja keras, dan dukungan yang diberikan. 7. Teman-teman Gamasakers 41 atas kerjasama dan persahabatannya selama 4 tahun perkuliahan di GMSK. 8. Indah, Novi, dan Wulan atas persahabatannya selama satu tahun di asrama. Sebuah permulaan yang indah bagi penulis selama kuliah di IPB. 9. Teman-teman Manajemen Agribisnis D3 IPB 40, semua penerima Beastudi Etos Dompet Dhuafa Republika dan staf (Mba Yanti dan Pak Zaenal), serta teman KKP desa Cikelat, Sukabumi atas segala bantuannya. 10. Dan semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini. Desember, 2008 Giyarti
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Juni 1985 di Desa Sumberan, Kecamatan Ngreco, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Suparmin Wito Wiyono (alm.) dan Ibu Marsihnem. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1997 di SD Negeri Grajegan II sedangkan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama penulis selesaikan pada tahun 2000 di SLTPN I Tawangsari, Sukoharjo. Pendidikan Sekolah Menengah Umum penulis selesaikan pada tahun 2003 di SMU Negeri I Sukoharjo, Jawa Tengah. Penulis diterima di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, IPB pada tahun 2004 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama mengikuti perkuliahan, penulis terdaftar sebagai salah satu penerima beasiswa dari Dompet Dhuafa Republika. Pada tahun 2005, penulis mengikuti program guru tambahan (Pro-GT) yang diselenggarakan oleh BEM KM IPB. Kegiatan kepanitiaan yang pernah diikuti oleh penulis, antara lain seksi medis pada Masa Perkenalan Fakultas Ekologi Manusia dan PJK pada masa perkenalan Departemen Gizi Masyarakat angkatan 42. Pada tahun 2006, penulis menjadi relawan pada Posko Tumbuh Kembang Anak Korban Gempa di Klaten, Jawa Tengah. Pada tahun 2007, penulis mengikuti kuliah kerja profesi di Desa Cikelat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL......................................................................................................xi DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiii PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................................ 1 Perumusan Masalah ............................................................................................... 2 Tujuan Penelitian..................................................................................................... 3 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Prasekolah ............................................................................................. 4 Perkembangan Bahasa........................................................................................... 6 Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Perkembangan Bahasa Karakteristik Anak ....................................................................................... 9 Karaketristik Keluarga ............................................................................... 10 Stimulasi Psikososial................................................................................. 11 Perkembangan Kognitif............................................................................. 12 Perkembangan Sosial Emosi.................................................................... 14 KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................................................... 16 METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian .................................................... 18 Contoh dan Cara Penarikan Contoh......................................................... 18 Jenis dan Cara Pengumpulan Data .......................................................... 19 Pengolahan dan Analisis Data.................................................................. 19 Definisi Operasional .................................................................................. 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Anak ..................................................................................... 25 Karakteristik Keluarga Contoh .................................................................. 26 Stimulasi Psikososial Contoh .................................................................... 29 Perkembangan Kognitif Contoh ................................................................ 34 Perkembangan Sosial Emosi Contoh ....................................................... 35 Perkembangan Bahasa Contoh................................................................ 36 Hubungan antar Variabel .......................................................................... 37 Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Perkembangan Bahasa....... 42
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan................................................................................................ 51 Saran ......................................................................................................... 52 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 53 LAMPIRAN ............................................................................................................ 56
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Cara pengkategorian data .............................................................................. 22 2. Cara pengkategorian data delapan subskala stimulasi psikososial............... 22 usia 3-6 tahun 3. Sebaran contoh berdasarkan usia.................................................................. 25 4. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ................................................... 26 5. Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu ................................................. 27 6. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga ...................................... 28 7. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ................................................ 29 8. Sebaran contoh berdasarkan stimulasi psikososial ....................................... 30 9. Sebaran contoh berdasarkan subskala stimulasi relajar ............................... 30 10. Sebaran contoh berdasarkan subskala stimulasi bahasa.............................. 31 11. Sebaran contoh berdasarkan subskala lingkungan fisik ................................ 31 12. Sebaran contoh berdasarkan subskala kehangatan dan penerimaan .......... 32 13. Sebaran contoh berdasarkan subskala stimulasi akademik .......................... 32 14. Sebaran contoh berdasarkan subskala modeling .......................................... 33 15. Sebaran contoh berdasarkan subskala variasi pengalaman ......................... 33 16. Sebaran contoh berdasarkan subskala penerimaan...................................... 33 17. Sebaran contoh berdasarkan perkembangan kognitif ................................... 35 18. Sebaran contoh berdasarkan perkembangan sosial emosi........................... 36 19. Sebaran contoh berdasarkan perkembangan bahasa ................................... 37 20. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa ............... 44 (formula pertama) 21. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa............. 44 (formula kedua)
DARTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Pengaruh stimulasi psikososial, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosial emosi terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah ........................................................................................ 17 2. Cara penarikan contoh...................................................................................... 18
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Hasil analisis deskriptif berbagai variabel......................................................... 57 2. Hasil analisis korelasi spearman antara variabel karakteristik anak dan keluarga dengan stimulasi psikososial ............................................. 58 3. Hasil analisis korelasi spearman antara variabel karakteristik anak dan keluarga dengan delapan subskala stimulasi psikososial................ 59 4. Hasil analisis korelasi pearson antara variabel stimulasi psikososial dan delapan subskalanya dengan perkembangan kognitif, perkembangan sosial emosi, dan perkembangan bahasa .............................. 60 5. Hasil analisis regresi linier formula pertama..................................................... 61 6. Hasil analisis regresi linier formula kedua ........................................................ 63
PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas sumberdaya manusia (SDM) menentukan kualitas hidup dan kehidupan suatu bangsa (Syarief 1997). Berdasarkan laporan UNDP tahun 2007/2008, peringkat Indek Pembangunan Manusia Indonesia yang salah satunya megukur mengenai tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan, dan perguruan tinggi menempati urutan ke-107 dari 177 negara di dunia pada tahun 2007 yang lalu. Hal ini menggambarkan masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Dijelaskan oleh Hastuti, et al. (2007), bahwa peringkat HDI Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara-negara anggota ASEAN lainnya, seperti Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk memperbaiki kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Usia prasekolah merupakan salah satu periode emas tumbuh kembang anak (Patmonodewo 2001). Menurut Hurlock (1980), usia ini disebut juga dengan usia penjelajah, artinya pada masa ini seorang anak memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala sesuatu yang berada di sekelilingnya. Rasa ingin tahu yang
besar
inilah
yang
kemudian
mendorong
anak
usia
prasekolah
mengembangkan kemampuan berbahasanya. Menurut Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (1984), kemampuan berbahasa meliputi kemampuan berbicara spontan (komunikasi aktif) dan kemampuan dalam memberikan respon terhadap suara serta mengikuti perintah (komunikasi pasif). Perkembangan bahasa pada usia prasekolah ini selanjutnya menentukan keberhasilan anak khususnya kemampuan membaca pada tahap sekolah dasar dan kemampuan menjalin relasi pada tahap perkembangan yang lebih tinggi lagi. Menurut Brewer (1992) diacu dalam Mar’at (2001) bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang digunakan oleh manusia, baik dihasilkan atau disampaikan secara oral atau melalui isyarat yang dapat diperluas ke dalam bentuk tulisan. Bahasa juga merupakan simbolisasi dari perasaan dan pikiran manusia agar dapat dimengerti oleh orang lain. Melalui kemampuan berbahasa yang baik, seseorang diharapkan dapat menjalin hubungan sosial dengan orangorang disekitarnya secara lebih baik. Selain itu, melalui kemampuan berbahasa yang baik, seseorang juga diharapkan lebih dapat melakukan pendalaman terhadap berbagai macam ilmu pengetahuan. Hal ini selanjutnya berguna bagi pengembangan segala potensi dan bakat yang ada dalam diri manusia tersebut.
Dengan demikian, perhatian pada pengembangan kemampuan berbahasa pada anak usia prasekolah merupakan salah satu bagian yang integral dalam memperbaiki kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Mengingat pentingnya perkembangan bahasa, terlebih pada anak usia prasekolah yang sedang berada pada periode emas, maka penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktorfaktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah merupakan hal yang sangat penting dilakukan. Perumusan Masalah Perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah merupakan salah satu dimensi penting dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Dimensi perkembangan ini berguna untuk meningkatkan kesiapan anak usia prasekolah dalam memasuki pendidikan sekolah dasar. Disebutkan oleh Vincent & Brekenridge (1960) bahwa perkembangan bahasa pada usia ini merupakan dasar bagi pengembangan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung pada tingkat sekolah dasar. Menurut
Evans
&
Myers
(2000),
perkembangan
bahasa
anak,
sebagaimana aspek perkembangan lainnya, bersifat holistik dan memiliki keterkaitan dengan dimensi atau aspek perkembangan lainnya. Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain karakteristik anak yang meliputi usia (Turner & Helms 1990; Hidayat 2004) dan jenis kelamin (Soetjiningsih 1995); karakteristik keluarga yang meliputi pendidikan ibu (Hidayat 2004), pendapatan keluarga (Betke et al. 1998; Duncan & Magnuson 2002), dan besar keluarga (Soetjiningsih 1995); stimulasi psikososial (Soetjiningsih 1995; Patmonodewo 2001), perkembangan kognitif (Mar’at 2001), dan perkembangan sosial emosi (Vincent & Brekenridge 1960; Goleman 2007). Namun demikian, perlu dibuktikan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah melalui suatu penelitian. Pertanyaan yang perlu dijawab pada penelitian ini adalah : 1. Adakah hubungan antara karakteristik anak usia prasekolah dan keluarga dengan stimulasi psikososial? 2. Adakah hubungan antara stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif, perkembangan sosial emosi, dan perkembangan bahasa anak usia prasekolah ?
3. Bagaimana
pengaruh
karakteristik
anak
dan
keluarga,
stimulasi
psikososial, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosial emosi terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian
ini
bertujuan
untuk
menganalisis
faktor-faktor
yang
berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah. Tujuan Khusus 1. Mengetahui karakteristik anak dan keluarga contoh. 2. Mengetahui stimulasi psikososial, perkembangan kognitif, perkembangan sosial emosi, dan perkembangan bahasa contoh. 3. Menganalisis hubungan antara karakteristik anak dan keluarga contoh dengan stimulasi psikososial. 4. Menganalisis
hubungan
antara
stimulasi
psikososial
dengan
perkembangan kognitif, perkembangan sosial emosi, dan perkembangan bahasa contoh. 5. Menganalisis pengaruh karakteristik anak dan keluarga, stimulasi psikososial, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosial emosi terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan demikian, dapat dijadikan masukan bagi orang tua dan para pendidik dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak di usia prasekolah. Bagi pemerintah dan instansi pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengambilan kebijakan terkait dengan pendidikan anak yang selanjutnya bermanfaat bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan keilmuan, khususnya di bidang perkembangan anak.
TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Prasekolah Definisi Ada beberapa definisi yang menjelaskan mengenai anak usia prasekolah, salah satunya adalah Papalia & Olds (1981). Anak usia prasekolah didefinisikan sebagai periode seorang anak memasuki usia 3-6 tahun. Periode ini disebut pula dengan istilah earlychilhood atau masa kanak-kanak pertama (Hawadi 2001). Periode ini ditandai oleh meningkatnya aktivitas anak dalam bermain sehingga sering pula disebut dengan istilah usia playtime. Dijelaskan oleh Hawadi (2001) lebih lanjut bahwa aktivitas bermain pada periode ini memiliki dua peran penting. Pertama, sebagai sarana pembelajaran. Melalui kegiatan bermain, anak akan berusaha mengeksplorasi dunianya, menyusun kemampuan berbahasa dan melakukan interaksi dengan teman sebayanya. Kedua, sebagai sarana pertumbuhan fisiknya. Aktivitas bermain melibatkan kegiatan fisik yang dapat melatih otot-otot dan anggota gerak tubuhnya. Hal inilah yang kemudian dapat memicu pertumbuhan fisik bagi anak usia prasekolah. Karakteristik Pertumbuhan fisik. Pertumbuhan merupakan proses transmisi dari konstitusi fisik atau keadaan jasmaniah yang bersifat turun-menurun atau herediter dalam bentuk proses aktif dan berkesinambungan (Latifah 2007). Pertumbuhan juga diartikan sebagai setiap perubahan tubuh yang berhubungan dengan bertambahnya ukuran tubuh, baik fisik maupun struktural yang dapat dilihat dari perubahan berat badan, panjang atau tinggi badan, lingkar kepala, pertumbuhan gigi, dan ossifikasi atau penulangan (Setionegoro 2007). Menurut Hidayat (2004), berat badan anak usia prasekolah mengalami kenaikan rata-rata 2 kg/ tahun sedangkan tinggi badannya mengalami kenaikan sebesar 6,75-7,5 cm/ tahun. Kenaikan berat badan dan tinggi badan ini akan mengalami penurunan setiap tahunnya. Hidayat (2004) menambahkan bahwa anak usia prasekolah yang jenis kelamin perempuan akan terlihat lebih kecil dibandingkan dengan yang berjenis kelamin laki-laki. Akan tetapi, secara umum anak usia prasekolah baik laki-laki maupun perempuan akan terlihat lebih kurus dibandingkan usia sebelumnya. Dijelaskan oleh Santrock (2001) bahwa pada masa ini anak cenderung mengalami penurunan nafsu makan dan peningkatan
aktivitas fisik. Hal inilah yang selanjutnya mengakibatkan melambatnya penambahan lemak tubuh pada anak usia ini. Selain pertumbuhan berat badan dan tinggi badan, pertumbuhan otak juga merupakan bagian penting dari pertumbuhan fisik. Menurut Santrock (2002), meskipun pertumbuhan otak terus berlanjut pada rentang usia ini, kecepatannya tidak seperti pada saat usia bayi. Meskipun demikian, otak dan kepala merupakan organ yang berkembang paling cepat dibandingkan anggota tubuh anak yang lain. Dijelaskan juga bahwa bagian atas dari kepala (mata, misalnya) akan lebih cepat berkembang dibandingkan bagian bawah dari organ ini. Hal ini sesuai dengan salah satu hukum atau prinsip pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu chepalocaudal (Hidayat 2004) yang berarti bahwa pertumbuhan anak menyebar ke seluruh tubuh dari kepala menuju ke bagian tubuh yang lebih bawah. Ditambahkan oleh Hawadi (2001) bahwa otak anak usia prasekolah sudah berkembang 75% dari berat otak manusia dewasa. Gigi anak usia prasekolah masih merupakan gigi susu dan akan berganti pada tahap perkembangan berikutnya dengan gigi tetap. Perkembangan Kognitif. Perkembangan kognitif merupakan tingkat pencapaian kemampuan anak yang menyangkut aspek persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan masalah (Atmodiwirjo 2001). Menurut Teori Perkembangan Kognitif anak Jean Piaget, anak usia prasekolah memasuki tahap praoperasional. Tahap ini ditandai oleh penggunaan simbol (symbol function) untuk mengkonkretkan segala yang dipikirkan baik mengenai objek, tempat, maupun mengenai orang-orang disekitarnya. Tahap ini juga ditandai oleh pemahaman anak mengenai
konsep-konsep umur, waktu, ruang, dan
pembelajaran moral. Papalia & Olds (1981) menjelaskan tiga karakteristik proses berfikir atau perkembangan kognitif anak usia prasekolah, yaitu egosentris, centration, dan irreversibel. Egosentris berarti proses berfikir anak belum dapat menerima peraturan dari orang lain. Dijelaskan bahwa karaktreistik egosentris ini terutama terlihat pada penggunaan bahasa. Pada umumnya anak akan berbicara tanpa memperhatikan ketertarikan atau perhatian orang-orang disekitarnya. Centration berarti proses berfikir anak masih bersifat tersentral atau masih terfokus pada satu aspek dari situasi dan cendeung mengabaikan orang lain. Irreversibel berarti anak belum mampu berfikir dalam dua arah. Apabila kita memindahkan air dari gelas 1 ke dalam gelas 2, maka anak usia prasekolah akan berfikir bahwa isi
gelas 2 berbeda dengan isi gelas 1 dengan kata lain anak belum mampu berfikir bahwa jumlah air yang dipindahkan ke dalam gelas 2 memiliki jumlah yang sama dengan jumlah yang ada pada gelas 1. Perkembangan Sosial Emosi. Perkembangan sosial emosi merupakan tingkat pencapaian kemampuan anak dalam bergaul, mengenali diri, lingkungan bermain, dan pengendalian diri (Yuliana 2007). Menurut Teori Perkembangan Psikososial Anak Erik Erikson, anak usia prasekolah memasuki tahap inisiatifrasa bersalah. Anak akan memulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam melakukan aktivitasnya dan apabila pada tahap ini anak dilarang atau dicegah, maka akan tumbuh perasaan bersalah dalam diri anak (Hidayat 2004). Pada usia ini, anak mulai mengamati tangannya, tersenyum spontan dan membalas senyuman apabila diajak senyum, mengenali ibunya, tersenyum pada wajah manusia, mampu membedakan wajah yang dikenal dan tidak dikenal, senang menatap wajah orang-orang yang dikenalnya, dan diam saja
apabila
ada
orang
asing.
Hurlock
(1980)
menambahkan
bahwa
perkembangan emosi pada rentang periode ini berada pada tingkat labil, anak lebih sering melakukan tindakan menyerang dan memukul terhadap orang-orang disekitarnya. Selain itu, anak usia prasekolah memiliki kecenderungan meniru segala sesuatu yang berada di lingkungan sekitarnya, termasuk dalam hal ini adalah lingkungan peer group dan tetangga. Perkembangan Bahasa Perkembangan bahasa merupakan tingkat pencapaian kemampuan anak dalam berbicara spontan, mengikuti perintah, dan berespon terhadap suara (Soetijingsih 1995). Dengan demikian, perkembangan bahasa terdiri dari dua aspek,
yaitu
perkembangan
komunikasi
aktif
(berbicara
spontan)
dan
perkembangan komunikasi pasif (kemampuan menangkap maksud komunikasi orang lain yang dapat dilihat dari kemampuannya dalam mengikuti perintah dan berespon terhadap suara). Menurut Mar’at (2001), setiap bahasa terdiri dari seperangkat
sistem
yaitu
fonologi
(bunyi
kata),
morfologi
(kata
dan
pembentukannya), sintaksis (dasar-dasar dan pembentukan kalimat dalam suatu bahasa), semantik (arti suatu perkataan atau kalimat), dan pragmatik (penggunaan bahasa untuk mengekspresikan intention dan agar seseorang mengerjakan sesuatu).
Perkembangan fonologi anak dimulai ketika ia memproduksi tangisan, cooing, babbling, hingga ia dapat membedakan bunyi-bunyi bahasa. Dalam perkembangan fonologi ini, seorang anak harus mempelajari aturan-aturan fonologi, seperti aturan untuk mengkombinasikan bunyi-bunyi menjadi suatu ujaran yang ada dalam suatu bahasa dan mempelajari hubungan antara bunyi dengan acuan atau objek konkret serta kejadian-kejadian yang dialami si anak. Sebagaimana aspek perkembangan lainnya, perkembangan bahasa memiliki pola-pola tertentu (Hidayat 2004), antara lain : a. Perkembangan dimulai dari umum ke khusus atau dari hal yang sederhana meningkat menuju hal yang kompleks. Perkembangan bahasa anak dimulai dari kata-kata yang sederhana meningkat menuju kosa kata atau kalimat yang lebih rumit atau kompleks. b. Pola-pola perkembangan berlangsung dalam tahapan perkembangan. Artinya, pola-pola perkembangan merupakan manifestasi dari ciri khusus yang melekat pada tiap-tiap tahapan perkembangan. c. Pola perkembangan dipengaruhi oleh kematangan dan latihan atau proses belajar. Proses kematangan dan belajar selalu mempengaruhi perbedaan dalam perkembangan anak. Antara kematangan dan proses belajar terjadi interaksi yang kuat dalam mempengaruhi perkembangan anak. Belajar atau latihan merupakan penyempurna bagi proses kematangan perkembangan bahasa pada anak. Ada tiga teori yang menjelaskan mengenai perkembangan bahasa pada anak (Turner & Helms 1990). Pertama adalah teori behaviorism yang menjelaskan bahwa seorang anak mengembangkan bahasa karena didorong oleh kebutuhannya dan ketika orang tua memberikan penguatan positif saat anak mengucapkan kata-kata dengan benar maka anak menambah kosakatanya. Teori yang kedua menjelaskan bahwa seorang anak dapat mengembangkan kemampuan berbahasa melalui observasi dan meniru orang-orang disekitarnya (social learning theory). Dalam hal ini, orang tua berperan sebagai model bagi anak tersebut. Teori ini lebih menitikberatkan perkembangan bahasa pada anak dari sudut prosesnya (Mar’at 2001). Sedangkan teori yang ketiga disebut model linguistik atau innate theory (dikemukakan oleh Noam Chomsky). Teori ini menjelaskan bahwa otak manusia sudah diprogram untuk menghasilkan dan memahami suatu bahasa (faktor innate). Sistem pemograman ini sering disebut dengan language acquisitian device (LAD) yang tergantung pada maturitas atau
kematangan hemisfer kiri otak besar anak. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa hemisfer kiri otak besar manusia berfungsi sebagai pusat bahasa dan berbicara. Pada anak perempuan, maturasi dan perkembangan fungsi verbal hemisfer kirinya lebih baik dibandingkan anak laki-laki (Soetjiningsih 1995). Faktor innate yang dimiliki manusia ini selanjutnya harus mengalami pengasahan lebih lanjut melalui kontak dengan lingkungan sosial sehingga akan tampak dalam perilaku berbahasa yang memiliki sifat spesifik pada tiap individu (Mar’at 2001). Turner & Helms (1990) menerangkan bahwa ada empat tahapan perkembangan bahasa pada anak, yaitu tahap menangis, tahap cooing dan babbling, tahap holofrase (tahap satu kata), dan tahap peralihan dari kata menjadi kalimat sederhana. Menangis merupakan vokalisasi pertama yang diucapkan oleh seorang bayi yang baru lahir hingga kira-kira berusia 8 minggu. Dikatakan bahwa meskipun menangis tidak termasuk ke dalam pengetian bahasa pada umumnya, akan tetapi tangisan merupakan salah satu bentuk komunikasi seorang bayi yang berfungsi untuk mengekspresikan segala keinginan dan kebutuhannya. Cooing merupakan tipe komunikasi bayi berupa racauan berwujud huruf vokal yang muncul saat bayi berusia 2-3 bulan sedangkan babbling mencakup racauan berwujud huruf vokal dan konsonan, seperti ma-ma, da-da, dan pa-pa yang muncul saat bayi berusia kira-kira 6 bulan. Setelah tahap cooing dan babbling, anak akan memasuki tahap holofrase atau pembentukan kata-kata yang pertama (satu kata). Setelah anak berusia kira-kira 18 bulan, anak mulai membentuk kalimat-kalimat sederhana yang terdiri dari dua kata. Tahapan pembentukan kalimat sederhana ini ditandai pula dengan pengucapan kalimat dengan penghilangan suku-suku kata depan dari kata-kata yang membentuk kalimat yang sederhana tersebut (telegraphic sentences). Tahapan perkembangan bahasa pada anak dijabarkan pula oleh Akbar & Hawadi (2001). Pada masa bayi (0-18 bulan), perkembangan bicara yang menonjol adalah dalam 3 bentuk, yaitu menangis, meracau, dan gesture (gerakgerik).
Meracau
muncul
saat
bayi
berusia
6
bulan
dalam
bentuk
mengkombinasikan bunyi hidup dan bunyi mati, seperti ma-ma, da-da, atau nana yang mencapai puncaknya saat bayi berusia 8 bulan dan akhirnya secara bertahap berubah menjadi kata-kata yang jelas. Gerak-gerik atau gesture digunakan bayi sebagai pengganti bicara. Meskipun bayi telah mampu untuk berbicara, gerak-gerik ini akan terus berlanjut dan dikombinasikan dengan katakata yang diketahuinya. Pada masa kanak-kanak awal (3-6 tahun) atau masa
prasekolah, perkembangan bicara terlihat meningkat. Jika mula-mula anak bersifat egosentrik (dalam hal bahasa) dan ia hanya banyak bicara mengenai dirinya sendiri, keluarga, maupun hal-hal yang dimilikinya, maka pada usia 3 tahun anak mulai bicara dengan orang lain. Perkembangan bahasa yang terlihat pada usia ini menunjukkan bahwa anak lebih banyak melakukan kritik maupun memberikan komentar-komentar pada orang lain tentang segala sesuatu yang dilihatnya. Dengan bertambahnya usia, sifat egosentrik anak mulai berkurang dan iapun mulai melakukan dialog yang kebanyakan mengenai aktivitas yang dilakukan maupun aktivitas temannya. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Perkembangan bahasa merupakan salah satu aspek perkembangan anak. Perkembangan ini menyangkut kemampuan anak dalam berbicara spontan, memberikan respon terhadap suara, dan mengikuti perintah yang ditujukan kepadanya (Kantor Menteri Urusan Peranan Wanita 1984; Soetjiningsih 1995). Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya karakteristik anak yang meliputi usia dan jenis kelamin; karakteristik keluraga yang meliputi pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan besar keluarga; stimulasi psikososial; perkembangan kognitif; dan perkembangan sosial emosi anak (Turner & Helms 1990; Soetjiningsih 1995; Vincent & Brenkenridge 1960; dan Goleman 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa pada anak dijelaskan sebagai berikut. Karakteristik Anak Karakteristik anak adalah segala hal yang melekat dalam diri anak, baik fisik maupun nonfisik. Menurut pandangan tradisional, orang tua memiliki peran yang dominan dalam pembentukan perilaku anak-anak mereka. Akan tetapi, penelitian terbaru menyebutkan bahwa antara anak dan orang tua memiliki pengaruh
yang
saling
berbalasan.
Faktor
anak
yang
mempengaruhi
perkembangan bahasa anak antara lain usia dan jenis kelamin, Usia. Usia menentukan perkembangan bahasa anak. Sebagaimana aspek perrkembangan lainnya, perkembangan bahasa juga melalui berbagai tahapan-tahapan. Perkembangan pada periode sebelumnya akan berpengaruh pada perkembangan pada periode selanjutnya (Hidayat 2004, Hurlock 1980). Dengan semakin bertambahnya usia anak maka kemampuan berbahasa
anakpun akan semakin bertambah (Turner & Helms 1990 sebagaimana dijelaskan dalam tahapan perkembangan bahasa pada anak). Penambahan ini terkait dengan jumlah kosa kata yang dikuasai, tingkat kekomplekan kalimat yang dapat dirangkai, dan pemahaman pada isi pembicaraan orang lain maupun perintah yang ditujukan kepada anak. Jenis kelamin. Jenis kelamin menentukan perkembangan bahasa pada anak (Soetjiningsih 1995). Perkembangan bahasa melibatkan maturasi dari fungsi hemisfer kiri otak besar manusia. Menurut Turner & Helms (1990), bagian ini merupakan pusat bicara dan berbahasa. Lebih lanjut, Soetjiningsih (1995) menjelaskan bahwa pada anak perempuan proses maturasi fungsi verbal pada hemisfer kiri ini lebih cepat dibandingkan pada anak laki-laki. Selain faktor yang bersifat nature atau alami (maturasi hemisfer kiri otak besar manusia), Hurlock (1980) menjelaskan bahwa faktor nurture atau lingkungan pengasuhan juga menyebabkan perbedaan kemampuan berbahasa pada anak laki-laki dan perempuan, masyarakat cenderung menghendaki anak laki-laki lebih sedikit berbicara dibandingkan anak perempuan (Hurlock 1980). Karakteristik Keluarga Keluarga merupakan lingkungan terdekat anak yang berperan penting bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut Megawangi (1999), keluarga merupakan salah satu subsistem dari berbagai subsistem dalam masyarakat. Karakteristik keluarga adalah segala hal yang melekat pada keluarga yang mempengaruhi perkembangan bahasa pada anak, antara lain pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Pendidikan ibu. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang perkembangan bahasa anak dalam keluarga. Pengertian pendidikan mengacu pada tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah diikuti oleh ayah dan ibu. Seorang ibu berperan dalam menstrukturir lingkungan fisik anak (misalnya, dengan menggunakan benda-benda yang ada disekitarnya sebagai alat stimulasi) dan merespon terhadap kebutuhan-kebutuhan serta kesedihan atau ketakutan anak (Kantor Menteri Urusan dan Peranan Wanita Tanpa Tahun). Ditambahkan oleh Patmonodewo (2001) bahwa ibu selain menjadi pengasuh juga menjadi guru pertama bagi anak. Menurut Hidayat (2004), pendidikan merupakan panutan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya serta sarana untuk memperoleh pengetahuan sehingga mampu
meningkatkan kualitas kehidupannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin baik pengetahuan yang dimilikinya sehingga komunikasi yang dilakukan pada anak akan semakin efektif. Pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga merupakan total pendapatan yang diterima oleh semua anggota keluarga dibagi dengan jumlah anggota keluarga (besar keluarga). Menurut Turner & Helms (1990), karakteristik sosial ekonomi
keluarga
berpengaruh
terhadap
perkembangan
bahasa
anak.
selanjutnya, dijelaskan oleh Duncan & Magnuson (2002), anak yang dibesarkan oleh keluarga berstatus sosial ekonomi menengah ke atas akan mengalami masalah dalam hal perilaku sosial dan kondisi psikologis yang lebih kecil dibandingkan anak-anak yang berasal dari golongan menengah ke bawah. Pendapatan yang rendah juga berpengaruh pada kondisi psikologis dari orang tua, pada umumnya orang tua ini lebih mudah marah. Kondisi psikologis orang tua tentunya akan mempengaruhi pula pada perkembangan psikososial anak tersebut. Satu masalah perkembangan psikososial anak yang ditemui ialah rendahnya kemampuan komunikasi pada anak. Pendapatan yang rendah menyebabkan rendahnya jaminan penyediaan sarana fisik yang mendukung perkembangan bahasa anak. Selain itu Betke et al. (1998) menjelaskan bahwa kemiskinan
menyebabkan
berkurangnya
kesempatan
anak
dalam
mengembangkan segenap kemampuannya. Besar keluarga. Menurut Soetjiningsih (1995), jumlah keluarga yang besar dengan keadaan sosial ekonomi yang cukup akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang serta pemenuhan terhadap kebutuhan primer seperti makanan, sandang, dan perumahan. Stimulasi Psikososial Stimulasi psikososial merupakan rangsangan psikososial yang datang dari luar lingkungan anak yang bermanfaat bagi tumbuh kembang anak (Soetjiningsih 1995). Anak yang mendapat banyak stimulasi yang tearah akan lebih cepat berkembang dibandingkan anak yang kurang atau bahkan tidak mendapat stimulasi. Berbagai stimulasi seperti stimulasi visual, verbal, taktil, dan audiktif berperan dalam pengoptimalan perkembangan anak. Perhatian dan kasih sayang juga merupakan bagian dari stimulasi yang penting pada awal perkembangan bahasa anak, misalnya dengan bercakap-cakap, membelai, mencium, dan lain-lain. Anonim (2005) menjelaskan bahwa semakin sering orang
tua menanggapi ajakan anak dalam berkomunikasi, maka anak akan semakin banyak mengenal konsep dan benda yang ada disekitarnya. Stimulasi psikososial merupakan bagian dari intervensi dini yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak (Patmonodewo 2001). Selanjutnya, dijelaskan bahwa pemberian rangsangan psikososial harus disesuaikan dengan dua konsep dasar, yaitu kesesuaian usia atau tahap perkembangan (age appropiateness) dan kesesuaian individual (individual appropiateness). Artinya, sebagai individu yang unik (setiap anak memiliki pola tumbuh kembang, kepribadian, gaya pembelajaran, dan latar belakang yang berbeda-beda), anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lainnya dan disesuaikan dengan usia tumbuh kembangnya. Caldwell & Bradley (1980) diacu dalam Latifah (2007) menjabarkan stimulasi psikososial ke dalam delapan subskala, antara lain : stimulasi belajar, stimulasi bahasa, lingkungan fisik, kehangatan dan penerimaan, stimulasi akademik, modeling, variasi pengalaman, dan penerimaan. Dijelasakan oleh Hidayat (2004) bahwa modifikasi lingkungan fisik (subskala stimulasi psikososial) yang bernuansa anak dapat meningkatkan perubahan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan nyama berada di lingkungannya. Dijelaskan pula bahwa penerimaan terhadap keberadaan anak merupakan satu bentuk ikatan kasih sayang yang dapat menumbuhkan basic trust (rasa percaya yang kuat) dalam diri anak. Rasa percaya diri inilah yang selanjutnya dapat menumbuhkan motivasi dalam diri anak untuk senantiasa belajar, termasuk dalam mengembangkan kemampuan berbahasanya. Perkembangan Kognitif Istilah perkembangan kognitif pertama kali diperkenalkan oleh seorang psikolog dari Swiss bernama Jean Piaget (Turner & Helms 1990). Menurut Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, ada empat tahapan yang dilalui oleh seorang manusia, yaitu tahapan sensorimotorik (0-2 tahun), praoperasional (2-7 tahun), konkret operasional (7-11 tahun), dan formal operasional (11-15 tahun atau di atas 11 tahun). Pada tahap sensorimotorik, anak memiliki kemampuan dalam menerima dan mengolah informasi dengan cara melihat, mendengar, menyentuh, dan aktivitas motoriknya. Keingintahuannya tentang segala sesuatu yang dilihat,
didengar, dan disentuh oleh anak dilakukan dengan cara mengarahkan semua gerakannya ke dalam mulut. Sifat dari gerakan fisik yang dilakukan oleh anak pada masa ini masih bersifat egosentrik, artinya masih disesuaikan dengan pikiran anak itu sendiri. Tahap yang kedua adalah tahap praoperasional yang belangsung saat anak
berumur
2-7
tahun.
mengoperasionalisasikan
Pada
segala
masa
yang
ini,
anak
dipikirkannya
belum melalui
mampu tindakan.
Perkembangan berfikir anak masih bersifat egosentrik. Berdasarkan penelitian dari Piaget, pada tahapan ini, anak akan memilih sesuatu yang berukuran besar walaupun memiliki volume yang kecil. Ada dua sifat utama kognitif anak pada masa ini, yaitu transduktif dan animisme (Hidayat 2004). Transduktif berarti anak menganggap bahwa semua yang sejenis adalah sama, misalkan jika seorang pria di keluarganya adalah ayah, maka anak akan menganggap bahwa semua pria adalah ayah. Sifat yang kedua yaitu animisme yang menunjukkan bahwa anak masih memberikan perhatian yang besar terhadap semua benda mati yang ada disekitarnya. Sebagai contoh, jika anak terbentur benda mati maka anak akan memukul ke arah benda tersebut (Hidayat 2004). Tahap ketiga adalah tahap konkrit operasional (7-11 tahun). Pada masa ini, anak sudah memandang realistis dari dunianya dan mempunyai anggapan yang sama dengan orang lain. Sifat realistik yang mulai terbentuk dalam diri anak inilah yang membuat anak sedikit demi sedikit menghilangkan sifat egosentrik dalam dirinya. Pada tahap ini, seorang anak juga sudah memiliki pengertian mengenai keterbatasan dirinya dan sudah mampu berfikir secara reversibel (memandang dai arah yang berlawanan). Tahap yang keempat adalah tahap formal operasional. Tahapan terakhir perkembagan kognitif anak ini berlangsung saat anak berusia di atas 11 tahun. Tahap formal operasional merupakan masa seorang anak sudah mampu membentuk gambaran mental dan mampu menyelesaikan aktifitas dalam pikiran, mampu menduga, dan memperkirakan dengan pikiran yang bersifat abstrak. Menurut Mar’at (2001), perkembangan bahasa anak melibatkan proses kognitif sebagaimana dijelaskan dalam teori social learning pada proses perolehan bahasa anak. Perolehan bahasa melibatkan proses kognitif, antara lain mengingat sesuatu yang baru didengar, mengenal kembali sesuatu yang baru didengar itu sebagai kata-kata yang memiliki arti, berfikir, dan mengucapkan sesuatu hal yang telah tersimpan dalam ingatan.
Perkembangan Sosial Emosi Manusia adalah makhluk sosial sehingga akan selalu berusaha melakukan berbagai penyesuaian dalam kehidupannya. Penyesuaian terhadap lingkungan sosial ini merupakan salah satu tugas perkembangan manusia yang sangat penting. Tugas perkembangan ini sudah dimulai sejak awal kehidupan manusia. Sedangkan emosi, menurut para ahli sosiobiologi, merupakan penuntun manusia menghadapi saat-saat kritis (Goleman 1997). Semakin baik emosi seseorang, maka semakin kuat manusia itu bertahan dalam kondisi sesulit apapun. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa dalam diri anak, emosi mempengaruhi cara pandang anak tentang kehidupan. Perkembangan sosial merupakan kemampuan anak berinteraksi dan bersosialisasi
dengan
lingkungannya
(Goleman
2007)
atau
perolehan
kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock 1978). Dijelaskan bahwa proses sosial pertama yang dilakukan oleh manusia ialah bersama dengan ibunya (Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita 1984). semua interaksi yang terjalin antara anak dan lingkungan sekitarnya dikatakan merupakan stimulasi bagi perkembangan sosialnya. Perkembangan atau kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri (Goleman 1997). Menurut Vincent & Breckenridge (1960), bahasa lisan merupakan alat ukur emosi seseorang. Kemampuan berbahasa, khususnya bahasa lisan, yang baik mengindikasikan perkembangan emosi yang baik dalam diri anak, begitu pula sebaliknya. Goleman (2007) menjelaskan bahwa kecerdasan emosi memiliki kekuatan yang luar biasa yang mampu menunjukkan keberadaan manusia dalam menghadapi masalah-masalah manusiawi. Manusia tidak hanya membutuhkan kemampuan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain tetapi juga kemampuan untuk menjaga agar hubungan atau interaksi yang terjadi senantiasa
berjalan
dengan
baik.
Disinilah
letak
keterkaitan
antara
perkembangan sosial dan perkembangan emosi. Perkembangan emosi berguna dalam mempertahankan kualitas hubungan atau interaksi yang terjalin antar manusia. Hurlock (1978) menerangkan bahwa kemampuan untuk bereaksi secara emosional sudah ada pada bayi yang baru lahir. Gejala pertama perilaku emosional ialah keterangsangan umum terhadap stimulasi yang kuat. Dijelaskan bahwa emosi merupakan suatu bentuk komunikasi. Melalui perubahan mimik
wajah dan fisik yang menyertai emosi, anak-anak dapat mengkomunikasikan perasaan mereka kepada orang lain dan mengenal berbagai jenis perasaan orang lain. Hurlock (1978) juga menerangkan bahwa pada anak usia prasekolah, perkembangan emosi anak berada pada tingkat labil. Anak cenderung melakukan berbagai tindakan agresif, seperti menyerang dan memukul orangorang disekitarnya.
KERANGKA PEMIKIRAN Perkembangan bahasa merupakan aspek penting dalam kehidupan anak. Secara umum, perkembangan bahasa anak meliputi kemampuan anak dalam berbicara spontan atau disebut dengan istilah komunikasi aktif dan kemampuan anak dalam mengikuti perintah dan memberikan respon terhadap suara atau dikenal dengan istilah komunikasi pasif. Menurut Mar’at (2001), setiap bahasa terdiri dari seperangkat sistem yaitu fonologi (bunyi kata), morfologi (kata dan pembentukannya), sintaksis (dasar-dasar dan pembentukan kalimat dalam suatu bahasa), semantik (arti suatu perkataan atau kalimat), dan pragmatik (penggunaan bahasa untuk mengekspresikan intention dan agar seseorang mengerjakan sesuatu). Anak usia prasekolah adalah salah satu subyek penting dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia di masa yang akan datang. Perkembangan bahasa pada usia ini berperan penting dalam meningkatkan kesiapan anak dalam mengikuti jenjang pendidikan sekolah dasar. Vincent & Brekenridge (1960) menyebutkan bahwa perkembangan bahasa pada usia prasekolah menentukan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung anak di usia sekolah dasar yang merupakan salah satu tugas perkembangannya. Secara umum, perkembangan bahasa khususnya pada anak usia prasekolah dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang diuji pengaruhnya pada penelitian ini diantaranya karakteristik anak yang meliputi usia (Turner & Helms 1999; Hidayat 2004) dan jenis kelamin (Hurlock 1980; Soetjiningsih 1995); karakteristik keluarga yang terdiri dari pendidikan ibu (Hidayat 2004), pendapatan keluarga (Duncan & Magnuson 2002), dan besar keluarga (Soetjiningsih 1995); stimulasi psikososial (Patmonodewo 2001; Anonim 2005); perkembangan kognitif (Mar’at 2001); dan perkembangan sosial emosi (Vincent & Brekenridge 1960; Goleman 2007). Sebagaimana aspek perkembangan lainnya, perkembangan bahasa dipengaruhi oleh usia anak. Semakin meningkat usia anak, maka bahasa yang dikuasai anak pun akan semakin baik. Perkembangan bahasa juga dipengaruhi oleh jenis kelamin anak. Menurut Hurlock (1980), stimulasi bahasa anak perempuan berbeda dengan anak laki-laki. Hal ini disebabkan oleh masyarakat yang menghendaki anak perempuan lebih banyak berbicara dibandingkan anak laki-laki. Selain itu, menurut Soetjiningsih (1995), kematangan hemisfer kiri otak
besar manusia sebagai pusat bahasa dan bicara pada anak perempuan lebih cepat berkembang dibandingkan anak laki-laki. Pendidikan ibu sebagai pengasuh utama mempengaruhi perkembangan bahasa anak. Semakin tinggi pendidikan ibu, maka komunikasi yang dilakukan kepada anak akan semakin efektif (Hidayat 2004). Menurut Duncan & Magnuson (2002), anak yang berasal dari keluarga menengah ke atas akan memiliki perkembangan bahasa yang lebih cepat dibandingkan yang berasal dari keluarga menengah ke bawah. Anak yang berasal dari keluarga kecil atau sedang akan memperoleh kualitas stimulasi bahasa yang lebih baik dibandingkan yang berasal dari keluarga besar. Semakin banyak stimulasi yang diperoleh anak, maka perkembangan bahasa anak pun akan semakin baik. Perkembangan bahasa juga meningkat seiring dengan meningkatnya perkembangan kognitif dan perkembangan sosial emosi anak. Berikut kerangka pemikiran faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa khususnya anak usia prasekolah.
Karakteristik Anak : 1. Usia 2. Jenis Kelamin
Karakteristik Keluarga : 1. Pendidikan Ibu 2. Pendapatan Keluarga 3. Besar Keluarga
Stimulasi Psikososial
Perkembangan Kognitif
Perkembangan Bahasa
Perkembangan Sosial Emosi
Gambar 1 Pengaruh Stimulasi Psikososial, Perkembangan Kognitif, dan Perkembangan Sosial Emosi terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah
METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul “Pengembangan Model Kelembagaan Berbasis Komunitas Lokal yang Ramah terhadap Perkembangan Anak pada Masyarakat Pedesaan di Bogor” yang dilakukan oleh Latifah, Alfiasari, & Hernawati (2008). Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Mei hingga bulan September 2008. Lokasi penelitian pada penelitian payung adalah empat desa di kabupaten Bogor yang mewakili masyarakat pedesaan, dua desa diantaranya berada di kecamatan Ciampea dan dua lainnya berada di kecamatan Ciawi. Sedangkan penelitian ini hanya mengambil dua desa yang menjadi lokasi pada penelitian payung tersebut, yaitu satu desa berada di kecamatan Ciampea dan satu desa di kecamatan Ciawi. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive dengan pertimbangan ketersediaan dan kelengkapan data kedua lokasi penelitian dibandingkan dua lokasi yang lainnya. Contoh dan Cara Penarikan Contoh Contoh dalam penelitian ini adalah anak usia prasekolah yaitu yang berusia 3-6 tahun (Papalia & Olds 1981) yang bertempat tinggal di lokasi penelitian. Contoh berjumlah 91 anak dengan proporsi 40 anak bertempat tinggal di kecamatan Ciampea dan 51 anak bertempat tinggal di kecamatan Ciawi. Penarikan contoh dilakukan secara purposive atau nonprobability sampling (Mustofa 2007). Cara penarikan contoh disajikan pada Gambar 2. Data pada penelitian payung Kecamatan Ciampea n=52 anak balita
Kecamatan Ciawi n= 52 anak balita
Anak usia prasekolah Data lengkap n=40 anak
Anak usia prasekolah Data lengkap n= 51 anak
Contoh penelitian n=91 anak usia prasekolah Gambar 2. Cara penarikan contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Semua data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder (data pada penelitian payung). Data ini meliputi karakteristik anak (umur dan jenis kelamin), karakteristik keluarga (pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan besar keluarga), stimulasi psikososial, perkembangan kognitif, perkembangan sosial emosi, dan perkembangan bahasa anak. Data karakteristik anak dan keluarga dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner terstruktur sedangkan data stimulasi psikososial dikumpulkan melalui wawancara dan pengamatan menggunakan kuesioner Home Observation Measurement for Environment (HOME Inventory) untuk anak usia 3-6 tahun. Data perkembangan kognitif dan perkembangan bahasa contoh dikumpulkan melalui pengukuran dan pengamatan menggunakan kuesioner perkembangan kognitif dan pekembangan bahasa sesuai usia anak (Depdiknas 2004). Sedangkan data perkembangan sosial emosi contoh dikumpulkan melalui pengukuran dan pengamatan menggunakan kuesioner perkembangan sosial emosi sesuai usia anak (Depkes 1997). Pengolahan dan Analisis Data Data sekunder yang diperoleh diolah melalui proses cleaning, scoring, dan recoding, serta analisis data. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical Package for Social Science (SPSS) vesi 13,0 for windows. Data karakteristik anak (umur dan jenis kelamin) dan karakteristik keluarga contoh (pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan besar keluarga) disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif. Demikian pula dengan data stimulasi psikososial, perkembangan kognitif, perkembangan sosial emosi, dan perkembangan bahasa contoh. Uji hubungan antar variabel dilakukan dengan menggunakan uji korelasi ChiSquare, Rank Spearman, dan Pearson sesuai dengan jenis datanya. Untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa contoh, digunakan uji regresi linier berganda (Gulo 2002). Pada penelitian ini, digunakan dua formula regresi linier berganda. Pertama, formula regresi yang hanya menguji pengaruh dari kedelapan variabel yang disebutkan di atas sedangkan formula kedua variabel stimulasi psikososial diganti dengan delapan subskala yang terlingkup didalamnya. Berikut kedua formula regresi linier berganda tesebut :
1) Perkembangan Bahasa : Yij
= ß0 + ß1X1 + ß2X2 + ß3X3 + ß4X4 + ß5X5 + ß6X6 + ß7X7 + ß8X8 + ei
Dimana, ß
= Konstanta
x1
= usia contoh
x2
= jenis kelamin contoh
x3
= pendidikan ibu contoh
x4
= pendapatan keluarga contoh
x5
= besar keluarga contoh
x6
= stimulasi psikososial contoh
x7
= perkembangan kognitif contoh
x8
= perkembangan sosial emosi contoh
ß1, ß2, ß3, ß4,ß5……, ß8 = koefisien regresi e
= galat (error)
2) Perkembangan Bahasa : Yij
= ß0 + ß1X1 + ß2X2 + ß3X3 + ß4X4 + ß5X5 + ß6X6 + ß7X7 + ß8X8 + ei
Dimana, ß
= Konstanta
x1
= usia contoh
x2
= jenis kelamin contoh
x3
= pendidikan ibu contoh
x4
= pendapatan keluarga contoh
x5
= besar keluarga contoh
x6
= stimulasi belajar contoh
x7
= stimulasi bahasa contoh
x8
= lingkungan fisik contoh
x9
= kehangatan dan penerimaan contoh
x10
= stimulasi akademik contoh
x11
= modeling contoh
x12
= variasi pengasuhan contoh
x13
= penerimaan contoh
x14
= perkembangan kognitif contoh
x15
= perkembangan sosial emosi contoh
ß1, ß2, ß3, ß4,ß5, ß6, ……, ß15 = koefisien regresi e
= galat (error)
Pengkategorian data dilakukan sebagai berikut. Usia contoh dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu 3-4, 4-5, dan 5-6 tahun. Data jenis kelamin contoh dikategorikan menjadi 2 kelompok, kategori 1 untuk jenis kelamin laki-laki dan kategori 2 untuk jenis kelamin perempuan. Data pendidikan ibu contoh dikelompokkan berdasarkan jenjang pendidikan terakhir yang pernah diikuti dan ibu contoh, terbagi menjadi 5 kategori, yaitu : 1) Tidak Sekolah, 2) Tidak Tamat Sekolah Dasar (SD), 3) Tamat SD, 4) Tamat SMP, dan 5) Tamat SMA. Kategori ini digunakan untuk penyajian dalam bentuk tabel sedangkan untuk analisis hubungan antar variabel, pendidikan ibu contoh dikelompokkan berdasarkan lama pendidikan yang pernah diikuti ibu contoh, yaitu 0 tahun (Tidak Sekolah), 3 tahun (Tidak Tamat SD), 6 tahun (Tamat SD), 9 tahun (Tamat SMP), dan 12 (Tamat SMA). Begitu pula dengan data pendapatan keluarga, besar keluarga, stimulasi psikososial, perkembangan kognitif, perkembangan sosial emosi, dan perkembangan bahasa dikategorikan sebagaimana disajikan pada Tabel 1 untuk penyajian dalam bentuk tabel sedangkan untuk uji hubungan menggunakan raw score dari masing-masing data. Data perkembangan kognitif, perkembangan social emosi, dan perkembangan bahasa contoh distandarisasi kemudian dikategorikan menjadi 4 kelompok berdasarkan rumus interval kelas (Slamet 1993). Pengkategorian data secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Cara pengkategorian data No 1
Variabel Usia Contoh
2
Jenis Kelamin Contoh
-
3
Pendidikan Ibu Contoh
-
5
Pendapatan Keluarga Contoh Besar Keluarga Contoh
BPS (2007)
7
Stimulasi Psikososial untuk anak usia 3-6 tahun
Caldwell & Bradley (1984) diacu dalam Latifah (2007)
8
Perkembangan Kognitif
Slamet (1993)
9
Perkembangan Sosial Emosi
Slamet (1993)
10
Perkembangan Bahasa
Slamet (1993)
6
Sumber -
BKKBN (1998) diacu dalam Yuliana (2007)
Kategori 1. 3-4 2. 4-5 3. 5-6 1. Laki-laki 2. Perempuan 1. Tidak sekolah 4. Tamat SMP 2 Tidak tamat SD 3. Tamat SD 5. Tamat SMA Miskin : < 183.067 Tidak Miskin : = 183.067 Keluarga kecil : = 4 orang Keluarga sedang : 5-7 orang Keluarga besar : > 7 orang Rendah : Total skor 0-29 Sedang : Total skor 30-45 Tinggi : Total skor 46-55 Buruk Kurang Sedang Baik Buruk Kurang Sedang Baik Buruk Kurang Sedang Baik
: 0 -25 : 25 – 50 : 50 – 75 : 75 – 100 : 0 -25 : 25 – 50 : 50 – 75 : 75 – 100 : 0 -25 : 25 – 50 : 50 – 75 : 75 – 100
Sebagaimana pada variabel stimulasi psikososial, kedelapan subskala yang tercakup dalam variabel tersebut dikategorikan berdasarkan standar yang telah ditetapkan oleh Cadwell & Bradley (1984) sebagai berikut : Tabel 2 Cara pengkategorian data delapan subskala stimulasi psikososial usia 3-6 tahun Subskala
No
Jumlah
Rendah
Sedang
Tinggi
1
Stimulasi Belajar
11
0-2
3-9
10-11
2
Stimulasi Bahasa
7
0-4
5-6
7
3
Lingkungan Fisik
7
0-3
4-6
7
4
Kehangatan dan Penerimaan
7
0-3
4-5
6-7
5
Stimulasi Akademik
5
0-2
3-4
5
6
Modeling
5
0-1
2-3
4-5
7
Variasi Pengalaman
9
0-4
5-7
8-9
8
Penerimaan
4
0-2
3
4
55
0-29
30-45
46-55
TOTAL
Definisi Operasional Karakteristik anak adalah segala hal yang melekat dalam diri anak yang meliputi usia dan jenis kelamin. Karakteristik keluarga adalah segala hal yang melekat pada keluarga, meliputi pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu, besar keluarga, pendapatan keluarga, dan stimulasi psikososial yang diberikan keluarga tehadap anak. Pendidikan ibu adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah diikuti oleh ayah dan ibu contoh yang diukur dengan skala ordinal melalui wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Pendapatan keluarga adalah total pendapatan yang diterima oleh semua anggota keluarga dibagi jumlah anggota keluarga (besar keluarga) yang diukur dengan skala ordinal melalui wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dan satu dapur serta bergantung pada sumber penghidupan yang sama yang diukur dengan skala ordinal melalui wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Stimulasi psikososial adalah rangsangan yang bermanfaat bagi pengoptimalan tumbuh kembang anak yang berasal dari lingkungan luar anak, diukur dengan skala interval melalui wawancara dan pengamatan menggunakan kuesioner Home Observation Measurement for Environment (HOME Inventory) untuk anak usia 3-6 tahun. Kuesioner ini terdiri dari 8 subskala, yaitu subskala Stimulasi Belajar, Stimulasi Bahasa, Lingkungan Fisik, Kehangatan dan Penerimaan, Stimulasi Akademik, Modeling, Variasi Pengasuhan, dan Penerimaan dengan 55 pertanyaan. Perkembangan kognitif adalah tingkat pencapaian kemampuan anak yang menyangkut aspek persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan masalah (Atmodiwirjo 2001) yang diukur dengan skala interval melalui pengukuran dan pengamatan menggunakan kuesioner perkembangan kognitif sesuai usia anak. Perkembangan sosial emosi adalah tingkat pencapaian kemampuan anak dalam bergaul, mengenali diri, lingkungan bermain, dan pengendalian diri (Yuliana 2007) yang diukur dengan skala interval melalui pengukuran dan
pengamatan menggunakan kuesioner perkembangan sosial emosi sesuai usia anak. Perkembangan bahasa adalah tingkat pencapaian kemampuan contoh dalam bebicara spontan, mengikuti perintah, dan berespon terhadap suara (Soetjiningsih
1995)
yang
diukur
dengan
skala
interval
melalui
pengukuran dan pengamatan menggunakan kuesioner perkembangan bahasa sesuai usia anak.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Anak Karakteristik anak merupakan ciri-ciri yang melekat pada contoh. Contoh pada penelitian ini adalah anak usia prasekolah (usia 3-6 tahun) yang bertempat tinggal di desa Cinangka, kecamatan Ciampea dan desa Bojongmurni, kecamatan Ciawi, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Adapun karakteristik anak yang diukur pada penelitian ini meliputi usia dan jenis kelamin. Usia Contoh Menurut Turner & Helms (1990), kemampuan berbahasa pada anak dimulai dari bentuk yang paling sederhana (bahasa tangis) dan berlanjut pada bentuk-bentuk yang lebih kompleks, seperti berucap dengan satu atau dua kata dan berucap dengan menggunakan kalimat sederhana. Usia contoh merupakan salah satu variabel yang menentukan tingkatan pencapaian kemampuan berbahasa anak. Usia contoh berkisar antara 3,0 – 5,4 tahun dengan rata-rata 4,1 tahun. Dijelaskan oleh Hawadi (2001) bahwa memasuki usia 3 tahun, seorang anak menunjukkan perkembangan bahasa yang pesat. Hal ini didorong oleh timbulnya rasa ingin tahu yang besar dalam diri anak untuk menjelajah (usia penjelajah) segala sesuatu yang ada di sekitarnya (Hurlock 1980). Sebaran contoh berdasarkan usia disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan usia Usia 3-4 tahun 4-5 tahun 5-6 tahun Total
n 42 41 8 91
% 46,2 45,0 8,8 100,0
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa proporsi terbesar contoh berada pada rentang usia 3-4 tahun (46,2%). Hawadi (2001) juga menjelaskan bahwa memasuki usia 3 tahun, bahasa anak tidak hanya berkembang dari segi kuantitas tetapi juga dari segi kualitas atau isi pembicaraan yang diucapkan. Anak sudah mulai membuka diri untuk melakukan komunikasi dengan orang disekitarnya dan meninggalkan sifat egosentrik dalam dirinya. Sejak memasuki usia 18 bulan ke atas (1,5 tahun), seorang anak memulai merangkai kalimat sederhana yang terdiri dua kata atau lebih. Hidayat (2004) menjabarkan bahwa
pada masa prasekolah (3-6 tahun) perkembangan bahasa anak diawali dengan kemampuan anak menyebutkan hingga 4 gambar, menyebutkan 1-2 warna, menyebutkan kegunaan benda, menghitung, mengartikan 2 kata, mengerti 4 kata depan, mengerti beberapa kata sifat, menggunakan bunyi untuk mengidentifikasi obyek, orang, dan aktivitas, menirukan berbagai bunyi kata, memahami arti, larangan, berespon terhadap panggilan dari anggota keluarga terdekatnya. Jenis Kelamin Contoh Jenis kelamin memegang peranan penting dalam perkembangan bahasa anak (Soetjiningsih 1995). Hal ini disebabkan oleh keterlibatan maturasi fungsi hemisfer kiri otak besar pada perkembangan bahasa anak. Menurut Turner & Helms (1990), bagian ini merupakan pusat bicara dan berbahasa. Semakin baik bagian ini berkembangan, maka anak akan lebih cepat menangkap dan memproses kosa kata baru yang ditangkap dari lingkungan sekitranya. Soetjiningsih (1995) menjelaskan bahwa pada anak perempuan proses maturasi fungsi vebal pada hemisfer kiri ini lebih cepat dibandingkan pada anak laki-laki. Sebaran contoh berdasarkan perbedaan jenis kelamin disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
n 41 50 91
% 45,1 54,9 100
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa proporsi terbesar contoh berjenis kelamin perempuan (54,9%). Menurut Hurlock (1980), anak perempuan cenderung memiliki perkembangan bahasa yang baik dibandingkan anak lakilaki. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan masyarakat yang menghendaki anak perempuan lebih banyak bicara dibandingkan anak laki-laki. Karakteristik Keluarga Contoh Karakteristik keluarga merupakan ciri-ciri yang melekat pada keluarga contoh. Karaketristik keluarga yang diukur pada penelitian ini meliputi pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Menurut Megawangi (1999), keluarga merupakan salah satu dari berbagai subsistem dalam masyarakat. Soetjiningsih (1995) menyebutkan bahwa keluarga berperan sebagai lingkungan
pertama dalam pengasuhan anak. Di dalam keluarga, seorang anak pertama kali belajar berkomunikasi, berhubungan sosial, dan mendapatkan sentuhan emosi dari kedua orang tuanya. Keluarga diharapkan dapat berfungsi dalam penumbuhan berbagai kemampuan dasar yang akan menentukan keberhasilan anak pada tahapan selanjutnya. Pendidikan Ibu Contoh Menurut Hidayat (2004), pendidikan merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya dan sarana untuk memperoleh pengetahuan sehingga mampu meningkatkan kualitas kehidupannya. Pendidikan ibu contoh dibedakan menjadi 5 kategori, yaitu Tidak Sekolah, Tidak Tamat SD, Tamat SD, Tamat SMP, dan Tamat SMA. Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu disajikan pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu Pendidikan Ibu Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Total
n 14 39 34 4 0 91
% 15,4 42,8 37,4 4,4 0 100,0
Tabel 4 menunjukkan bahwa proporsi terbesar pendidikan ibu contoh adalah tidak tamat SD (42,8%); hanya sebagian kecil saja yang berpendidikan tamat SMP (4,4%); dan tidak seorang pun ibu contoh yang berpendidikan tamat SMA (0%). Menurut Kantor Menteri Urusan dan Peranan Wanita Tanpa Tahun, seorang ibu berperan dalam menstrukturir lingkungan fisik anak (misalnya, dengan menggunakan benda-benda yang ada disekitarnya sebagai alat stimulasi) dan merespon terhadap kebutuhan-kebutuhan serta kesedihan atau ketakutan anak. Dijelaskan lebih lanjut oleh Hidayat (2004) bahwa semakin tinggi pendidikan orang tua, maka pengetahuan yang dimilikinya pun akan semakin baik. Hal ini yang memungkinkan terjalinnya komunikasi yang efektif orang tua terhadap anaknya. Selain itu, pendidikan orang tua yang semakin tinggi akan memudahkan orang tua tersebut dalam menerima berbagai informasi, terutama terkait dengan pengasuhan anak.
Pendapatan Keluarga Contoh Pendapatan keluarga merupakan total pendapatan yang diterima oleh semua anggota keluarga dibagi jumlah anggota keluarga (besar keluarga). Berdasarkan BPS (2007), kriteria keluarga berdasarkan pendapatan keluarga dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu miskin dan tidak miskin. Garis kemiskinan
penduduk
kabupaten
Bogor
ditetapkan
sebesar
Rp
183.067/kapita/bulan. Berdasarkan hasil uji deskriptif, diperoleh hasil bahwa pendapatan keluarga contoh berkisar antara Rp 20.000,00 – Rp 3.590.000,00 dengan rata-rata sebesar Rp 251.977,41. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga Pendapatan Keluarga Miskin Tidak Miskin Total
n 60 31 91
% 65,9 34,1 100,0
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa proporsi terbesar contoh berasal dari keluarga dengan kategori miskin (65,9%). Dijelaskan oleh Betke et al. (1998) bahwa kemiskinan menyebabkan berkurangnya kesempatan anak dalam mengembangkan kemampuan berbahasanya. Selain itu, Duncan & Magnuson (2002) juga menjelaskan bahwa kemiskinan yang terjadi pada suatu keluarga
memiliki
hubungan
dengan
beberapa
outcome perkembangan
psikososial anak. Pendapatan yang rendah menyebabkan rendahnya jaminan penyediaan sarana fisik yang mendukung perkembangan psikososial anak. Pendapatan yang rendah juga berpengaruh pada kondisi psikologis dari orang tua, pada umumnya orang tua ini lebih mudah marah sehingga berpengaruh pada perkembangan bahasa anak. Besar Keluarga Contoh Besar keluarga merupakan jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dan satu dapur serta bergantung pada sumber penghidupan yang sama. BKKBN (1998) mengelompokkan besar keluarga menjadi 3 kategori berdasarkan jumlah anggota keluarganya, yaitu keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar. Keluarga kecil jika jumlah anggota keluarganya = 4 orang, keluarga sedang jika jumlah anggota keluarganya 5-7 orang, dan keluarga besar
jika jumlah anggota keluarganya > 7 orang. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga Kecil Sedang Besar Total
n 39 39 13 91
% 42,9 42,9 14,2 100,0
Tabel 6 menunjukkan bahwa proporsi terbesar contoh berasal dari keluarga dengan kategori kecil (42,9%) dan sedang (42,9%). Menurut Soetjiningsih (1995), jumlah keluarga kecil memungkinkan pemberian perhatian dan kasih sayang pada anak, termasuk dalam hal ini ialah pemberian stimulasi bahasa yang mendukung perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah. Sebaliknya, jumlah keluarga yang besar menyebabkan perhatian dan kasih sayang terhadap anak menjadi semakin berkurang. Stimulasi Psikososial Contoh Menurut Patmonodewo (2001), stimulasi psikososial merupakan bagian dari intervensi dini yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pemberian rangsangan psikososial ini harus disesuaikan dengan dua konsep dasar, yaitu kesesuaian usia atau tahap perkembangan (age appropiateness) dan kesesuaian individual (individual appropiateness). Artinya, sebagai individu yang unik (setiap anak memiliki pola tumbuh kembang, kepribadian, gaya pembelajaran, dan latar belakang yang berbeda-beda), anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lainnya dan disesuaikan dengan usia tumbuh kembangnya. Stimulasi psikososial contoh diukur melalui wawancara dan pengamatan dengan
menggunakan
kuesioner
Home
Observation
Measurement
for
Environment (HOME Inventory) untuk anak usia 3-6 tahun. Variabel ini terdiri dari 8 subskala dengan 55 pertanyaan. Subskala ini meliputi stimulasi belajar, stimulasi bahasa, lingkungan fisik, kehangatan dan penerimaan, stimulasi akademik, modeling, variasi pengalaman, dan penerimaan. Pengkategorian stimulasi psikososial yang diterapkan keluarga contoh terhadap anak dilakukan dengan menggunakan standar pengkategorian yang telah ditetapkan oleh Caldwell & Bradley (1984) yaitu rendah jika total skor HOME 0-29, sedang jika
total skor HOME 30-45, dan tinggi jika total skor HOME 46-55. Total skor HOME contoh penelitian ini berkisar antara 19-49 dengan skor rata-rata sebesar 33,51. Sebaran contoh berdasarkan stimulasi psikososial disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan stimulasi psikososial Stimulasi Psikososial Rendah Sedang Tinggi Total
n 20 70 1 91
% 22,0 76,9 1,1 100,0
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh memperoleh stimulasi psikososial dengan kategori sedang (76,9%); lebih dari seperempatnya memperoleh stimulasi psikososial dengan kategori rendah (22,0%), dan hanya 1,1% contoh yang memperoleh stimulasi psikososial dengan kategori
tinggi.
Soetjiningsih
(1995)
mendefinisikan
stimulasi
adalah
perangsangan yang datang dari luar lingkungan anak, anak yang mendapat banyak stimulasi yang terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan anak yang
kurang
atau
bahkan
tidak
mendapat
stimulasi.
Anonim
(2005)
menambahkan bahwa semakin sering orang tua menanggapi ajakan anak dalam berkomunikasi yang merupakan bagian dari stimulasi psikososial, maka anak akan semakin banyak mengenal konsep dan benda yang ada disekitarnya. Di bawah ini disajikan pula sebaran contoh berdasarkan delapan subskala stimulasi psikososial. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan subskala stimulasi belajar Subskala Stimulasi Belajar Rendah Sedang Tinggi Total
n 74 17 0 91
% 81,3 18,7 0 100,0
Berdasakan Tabel 8 di atas, dapat dilihat bahwa stimulasi belajar yang diberikan kepada contoh proporsi terbesarnya masih berada pada kategori rendah (81,3%) dan tidak ada seorangpun yang memperoleh stimulasi belajar dengan kategori tinggi (0%). Menurut Cadwell & Bradley (1984), orang tua dapat memberikan stimulasi belajar pada anak dengan cara menyediakan alat-alat permainan seperti: mainan untuk belajar tentang warna, bentuk, dan ukuran;
puzzle; tape recorder dan kaset atau VCD (nyanyian, cerita, pengetahuan, dll); mainan bebas ekspresi (spidol, crayon, cat air); mainan koordinasi gerakan mata dan tangan (bekel, congklak, utik, gamewatch, dll); serta mainan untuk belajar angka. Alat-alat permainan di atas merupakan sarana pembelajaran bagi anak sehingga anak akan mencapai perrtumbuhan dan perkembangan yang optimal. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan subskala stimulasi bahasa Subskala Stimulasi Bahasa Rendah Sedang Tinggi Total
n 5 69 17 91
% 5,5 75,8 18,7 100,0
Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh memperoleh stimulasi bahasa dengan kategori sedang (75,8%) dan hanya 18,7%nya yang memperoleh stimulasi bahasa dengan kategori tinggi. Menurut Cadwell & Bradley (1984), stimulasi bahasa bagi anak usia 3-6 tahun dapat dilakukan dengan cara mengajari
anak
untuk
mengenal
nama-nama
binatang;
huruf-huruf;
mengucapkan salam, terima kasih, dan lain-lain; serta mengenal tata bahasa yang
benar
dalam
berbicara.
Seorang
ibu
juga
harus
merangsang
perkembangan bahasa anak melalui kata-kata yang menyenangkan dan pemberian kesempatan pada anak, misalnya dalam memilih sendiri makanan yang diinginkannya. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan subskala lingkungan fisik Subskala Lingkungan Fisik Rendah Sedang Tinggi Total
n 19 58 14 91
% 20,9 63,7 15,4 100,0
Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa proporsi terbesar contoh memiliki kualitas lingkungan fisik dengan kategori sedang (63,7%) dan proporsi terkecilnya memiliki kualitas lingkungan fisik dengan kategori tinggi (15,4%). Menurut Cadwell & Bradley (1984), lingkungan fisik yang mendukung tumbuh kembang anak usia 3-6 tahun dikategorikan baik apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : rumah keluarga aman dari bahaya (sungai, selokan besar, dan jalan), tempat bermain anak aman dari kemungkinan bahaya, keadaan dalam
rumah tidak gelap atau monoton, tetangga yang berada di sekitarnya bersikap ramah, kepadatan rumah = 9 m2 per orang, ruang dalam rumah tidak penuh sesak dengan alat rumah tangga, dan keadaan rumah bersih serta rapi. Hidayat (2004) menjelaskan bahwa lingkungan fisik yang aman dan nyaman akan memungkinkan seorang anak mengembangkan segenap kemampuannya. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan subskala kehangatan dan penerimaan Subskala Kehangatan dan Penerimaan Rendah Sedang Tinggi Total
n
%
6 32 53 91
6,6 35,2 58,2 100,0
Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa kehangatan dan penerimaan keluarga terhadap contoh dikategorikan baik. Hal ini dapat dilihat dari proporsi terbesar contoh yang memperoleh kehangatan dan penerimaan dengan kategori tinggi (58,2%) dan hanya sebagian kecil yang memperoleh kehangatan dan penerimaan dengan kategori rendah (6,6%). Kehangatan dan penerimaan merupakan bagian dari stimulasi psikososial yang dapat dilihat dari intensitas ibu dalam melakukan aktivitas-aktivitas seperti : menggendong, menanggapi ocehan atau omongan anak dengan kata-kata, memuji, mencium, dan membelai anak. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan subskala stimulasi akademik Subskala Stimulasi Akademik Rendah Sedang Tinggi Total
n 19 56 16 91
% 20,9 61,5 17,6 100,0
Tabel 12 menunjukkan bahwa proporsi terbesar contoh memperoleh stimulasi akademik dengan kategori sedang (61,5%); lebih dari seperempatnya dengan kategori tinggi (17,6%); dan masih terdapat 20,9% contoh yang memperoleh stimulasi akademik dengan kategori rendah. Menurut Cadwell & Bradley (1984), stimulasi akademik dapat dilakukan dengan cara mengajari anak mengenai warna, ruang atau dimensi (besar-kecil, luar-dalam), dan angka.
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan subskala modeling Subskala Modeling Rendah Sedang Tinggi Total
n 24 47 20 91
% 26,4 51,6 22,0 100,0
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa proporsi terbesar modeling yang diberikan keluarga terhadap contoh termasuk dalam kategori sedang (51,6%) dan proporsi terkecilnya termasuk dalam kategori tinggi (22,0%). Modeling yang dilakukan oleh keluarga terhadap anak dapat dilakukan dengan cara memperkenalkan anak pada tamu; membalas kemarahan, kekecewaan, ataupun pukulan anak dengan cara yang bijaksana; tidak selalu menyetel televisi; dan memberi contoh mengenai waktu makan atau jajan yang tepat yang baik pada anak. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan subskala variasi pengalaman Subskala Variasi Pengalaman Rendah Sedang Tinggi Total
n 43 48 0 91
% 47,3 52,7 0 100,0
Berdasarkan Tabel 14 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi terbesar variasi pengalaman yang diberikan kepada contoh berada pada kategori sedang (52,7%) dan tidak seorang pun yang berada pada kategori tinggi (0%). Variasi pengalaman pada anak antara lain dapat diberikan dengan cara mengajak anak mengunjungi saudara sekurang-kurangnya dua minggu sekali, menempelkan hasil karya anak di suatu tempat di rumah, mengajak anak makan bersama keluarga setidaknya satu kali setiap hari, dan memperbolehkan anak memilih makanan yang digemarinya di warung, serta mengharuskan anak mengambil dan mengembalikan mainannya sendiri tanpa bantuan (Cadwell & Bradley 1984). Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan subskala penerimaan Subskala Hukuman Fisik Rendah Sedang Tinggi Total
n 15 37 39 91
% 16,5 40,7 42,9 100,0
Tabel 15 menunjukkan bahwa proporsi terbesar penerimaan keluarga terhadap contoh termasuk dalam kategori tinggi (42,9%) dan masih terdapat 16,5% contoh yang memperoleh penerimaan dengan kategori rendah dari keluarganya. Penerimaan keluarga terhadap anak dapat dilihat dari perlakuan ibu yang tidak memarahi anak baik dengan kata-kata maupun isyarat secara belebihan, perlakuan ibu yang tidak membatasi atau melarang anak secara fisik, perlakuan ibu yang tidak mencubit, memukul, dan menghukum anak secara berlebih pada anak (Cadwell & Bradley 1984). Hidayat (2004) menerangkan bahwa penerimaan terhadap keberadaan anak merupakan satu bentuk ikatan kasih sayang yang dapat menumbuhkan basic trust (rasa percaya yang kuat) dalam diri anak. Rasa percaya diri inilah yang kemudian menjadikan anak memiliki motivasi yang tinggi untuk terus berkembang. Perkembangan Kognitif Contoh Menurut Atmodiwirjo (2001), pengertian kognitif meliputi aspek-aspek struktur intelek yang digunakan untuk mengetahui sesuatu, yaitu aspek persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan masalah. Dengan demikian perkembangan kognitif didefinisikan sebagai tingkat pencapaian kemampuan anak yang menyangkut aspek persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan masalah. Berdasarkan teori perkembangan kognitif Jean Piaget, anak usia prasekolah berada pada tahapan praoperasional. Pada tahapan ini, anak belum mampu mengoperasionalisasikan segala yang dipikirkannya melalui tindakan dan pada umumnya pemikirannya masih bersifat egosentrik. Perkembangan
kognitif
contoh
dinilai
melalui
pengukuran
dan
pengamatan menggunakan kuesioner perkembangan kognitif sesuai usia anak (Depdiknas 2004) kemudian dikategorikan menggunakan rumus interval (Slamet 1993). Perkembangan kognitif dikategorikan buruk jika total skor standarisasi 025, kurang jika 26-50, sedang jika 51-75, dan baik jika 76-100. Total skor standarisasi perkembangan kognitif contoh berkisar antara 31-100 dengan skor rata-rata sebesar 63,53. Sebaran contoh berdasarkan perkembangan kognitif dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan perkembangan kognitif Perkembangan Kognitif Buruk Kurang Sedang Baik Total
n 0 27 40 24 91
% 0 29,7 44,0 26,4 100,0
Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa perkembagan kognitif contoh termasuk dalam kategori baik. Hal ini dapat dilihat dari tidak seorang pun contoh yang memiliki perkembangan kognitif dengan kategori buruk (0%) dan proporsi terbesarnya memiliki perkembangan kognitif dengan kategori sedang (44,0%) serta terdapat lebih dari seperempat contoh yang memiliki perkembangan kognitif dengan kategori tinggi (26,4%). Menurut Mar’at (2001), kemampuan kognitif sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak. Dijelaskan bahwa ketika seorang anak belajar mengenai bahasa, anak harus menghubungkan antara makna dan obyek atau situasi yang sesuai. Perkembangan Sosial Emosi Contoh Perkembangan sosial emosi merupakan tingkat pencapaian kemampuan anak dalam bergaul, mengenali diri, lingkungan bermain, dan pengendalian diri (Yuliana 2007). Menurut Teori Perkembangan Psikososial Anak Erik Erikson, anak usia prasekolah memasuki tahap inisiatif-rasa bersalah. Anak akan memulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam melakukan aktivitasnya dan apabila pada tahap ini anak dilarang atau dicegah, maka akan tumbuh perasaan bersalah dalam diri anak. Menurut Hurlock (1978), kemampuan untuk bereaksi secara emosional sudah ada pada bayi yang baru lahir. Gejala pertama perilaku emosional ialah keterangsangan umum terhadap stimulasi yang kuat. Dijelaskan bahwa emosi merupakan suatu bentuk komunikasi. Melalui perubahan mimik wajah dan fisik yang menyertai emosi, anak-anak dapat mengkomunikasikan perasaan mereka kepada orang lain dan mengenal berbagai jenis perasaan orang lain. Hurlock (1978) juga menerangkan bahwa pada anak usia prasekolah, perkembangan emosi anak berada pada tingkat labil. Anak cenderung melakukan berbagai tindakan agresif, seperti menyerang dan memukul orang-orang disekitarnya.
Perkembangan sosial emosi contoh dinilai melalui pengukuran dan pengamatan menggunakan kuesioner perkembangan sosial emosi sesuai usia anak (Depkes 1997) kemudian dikategorikan berdasarkan rumus interval (Slamet 1993). Total skor standarisasi perkembangan sosial emosi contoh berkisar antara 39-98 dengan skor rata-rata sebesar 68,17. Sebaran contoh berdasarkan perkembangan sosial emosi disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan perkembangan sosial emosi Perkembangan Sosial Emosi Buruk Kurang Sedang Baik Total
n 0 12 39 30 91
% 0 13,2 53,8 33,0 100,0
Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa perkembangan sosial emosi contoh dikategorikan baik. Hal ini terlihat dari tidak seorang pun contoh yang memiliki perkembangan tersebut dengan kategori buruk dan terdapat lebih dari seperempat contoh yang memiliki perkembangan sosial emosi dengan kategori baik (33,0%). Menurut Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (1984), semua interaksi yang terjalin antara anak dan lingkungan sekitarnya dikatakan merupakan stimulasi bagi perkembangan sosialnya. Vincent & Breckenridge (1960) menambahkan bahwa bahasa lisan merupakan alat ukur emosi seseorang. Kemampuan berbahasa, khususnya bahasa lisan, yang baik mengindikasikan perkembangan emosi yang baik dalam diri anak. Perkembangan Bahasa Contoh Menurut Hurlock (1980), berbicara atau bahasa lisan merupakan sarana paling efektif dalam menyampaikan pesan kepada orang lain. Dijelaskan bahwa untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain, semua individu harus dapat menguasai 2 fungsi yang berbeda, yaitu kemampuan menangkap maksud yang ingin dikomunikasikan orang lain dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Awal masa kanak-kanak umumnya merupakan saat berkembang pesatnya penguasaan tugas pokok dalam belajar berbicara, yaitu menambah kosa kata, menguasai pengucapan kata-kata, dan menggabungkan kata-kata menjadi kalimat.
Perkembangan bahasa merupakan variabel terpengaruh dalam penelitian ini. Variabel ini dinilai melalui pengukuran dan pengamatan menggunakan kuesioner perkembangan bahasa sesuai usia anak (Depdiknas 2004) kemudian dikategorikan
menggunakan
rumus
interval
(Slamet
1993).
Total
skor
standarisasi contoh penelitian ini berkisar antara 22-100 dengan skor rata-rata sebesar 67,41. Sebaran contoh berdasarkan perkembangan bahasa dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan perkembangan bahasa Perkembangan Bahasa Buruk Kurang Sedang Baik Total
n 1 17 42 31 91
% 1,1 18,7 46,2 34,0 100,0
Tabel 18 menunjukkan bahwa proporsi terbesar contoh memiliki perkembangan bahasa dengan kategori sedang (46,2%) dan hanya sebagian kecil contoh yang memiliki perkembangan bahasa dengan kategori buruk (1,1%). Turner & Helms (1990) menjelaskan bahwa memasuki usia 18 bulan ke atas (termasuk di dalamnya adalah usia prasekolah), seorang anak memasuki tahapan pembentukan kalimat sederhana yang ditandai dengan pengucapan kalimat dengan penghilangan suku-suku kata depan dari kata-kata yang membentuk kalimat yang sederhana tersebut (telegraphic sentences). Akbar & Hawadi (2001) menjelaskan Perkembangan bahasa yang terlihat pada usia ini menunjukkan bahwa anak lebih banyak melakukan kritik maupun memberikan komentar-komentar pada orang lain tentang segala sesuatu yang dilihatnya. Hubungan antar Variabel Pada penelitian ini dilakukan uji hubungan antara karakteristik anak (usia dan jenis kelamin) dan keluarga contoh (pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan besar keluarga) dengan stimulasi psikososial, hubungan antara stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif, perkembangan sosial emosi, dan perkembangan bahasa contoh sebagaimana dijelaskan pada tujuan khusus penelitian ini.
Hubungan antara Usia dengan Stimulasi Psikososial Hasil uji korelasi Rank-Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan antara usia contoh dengan stimulasi psikososial (p>0,1). Hal ini berarti bahwa meningkatnya usia contoh tidak menyebabkan meningkatnya kualitas dan kuantitas stimulasi psikososial yang diberikan kepada contoh. Hasil korelasi Rank Spearman
antara usia dengan delapan subskala stimulasi psikososial
menunjukkan bahwa usia contoh berhubungan negatif dengan kehangatan dan penerimaan yang diberikan kepada contoh (Lampiran 3). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar usia anak, maka kehangatan dan penerimaan terhadap anak akan semakin berkurang. Semakin bertambah usia anak, maka tingkat kemandirian anak akan semakin bertambah pula. Tingkat kemandirian anak yang semakin bertambah ini menyebabkan berkurangnya ketergantungan anak pada orang tua sehingga orang tua tidak lagi harus menanggapi ocehan anak maupun melakukan berbagai aktivitas fisik seperti mencium atau membelai sesering seperti usia sebelumnya. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Stimulasi Psikososial Hasil uji Chi-Square menunjukkan tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan stimulasi psikososial (p>0,1). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan stimulasi psikososial yang diberikan kepada contoh yang berjenis kelamin perempuan dan berjenis kelamin laki-laki. Dengan kata lain, perbedaan jenis kelamin tidak menyebabkan perbedaan pemberian stimulasi psikososial pada anak. Hasil uji antara variabel jenis kelamin contoh dengan delapan subskala stimulasi psikososial juga tidak menunjukkan adanya hubungan antara jenis kelamin contoh dengan delapan subskala stimulasi psikososial. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan kualitas delapan subskala stimulasi psikososial (stimulasi belajar, stimulasi bahasa, lingkungan fisik, kehangatan dan penerimaan, stimulasi akademik, modeling, variasi pengalaman, dan penerimaan) yang diberikan antara contoh yang berjenis kelamin perempuan dan yang berjenis kelamin laki-laki. Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Stimulasi Psikososial Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pendidikan ibu dengan stimulasi psikososial yang diberikan kepada contoh (Lihat Lampiran 2). Ibu merupakan pengasuh utama
bagi seorang anak sehingga pendidikan ibu yang tinggi akan sangat berperan dalam pemberian stimulasi psikososial pada anak. Pendidikan yang tinggi memungkinkan seorang ibu dalam mendapatkan informasi yang lebih banyak mengenai pengasuhan yang baik pada anak. Selain itu, seorang ibu dengan pendidikan yang tinggi diharapkan akan lebih mudah menyerap segala informasi yang didapat baik dari rekan sejawat maupun dari media yang beredar disekitarnya terutama mengenai praktik pemberian stimulasi psikososial pada anak. Hasil uji korelasi Rank Spearman antara variabel pendidikan ibu dengan delapan subskala stimulasi psikososial menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif (Lampiran 3) antara variabel pendidikan ibu dengan subskala stimulasi belajar dan penerimaan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pendidikan ibu, maka stimulasi belajar yang diberikan kepada anak akan semakin baik. Begitu pula dengan subskala penerimaan, semakin tinggi pendidikan ibu, maka penerimaan terhadap keberadaan anak juga akan semakin tinggi. Pendidikan yang tinggi memungkinkan seorang ibu memberikan berbagai perangsangan akademik serta penerimaan yang baik terhadap keberadaan anak (Hidayat 2004). Hubungan antara Pendapatan Keluarga dengan Stimulasi Psikososial Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pendapatan keluarga dengan variabel stimulasi psikososial (Lihat Lampiran 2). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan keluarga contoh, maka semakin baik stimulasi psikososial yang diberikan kepada contoh. Pendapatan keluarga yang tinggi memungkinkan tercukupinya penyediaan sarana stimulasi psikososial bagi anak (Duncan & Magnuson 2002). Selain itu, pendapatan keluarga yang tinggi juga berpengaruh pada kondisi psikologis orang tua contoh. Pada umumnya, orang tua dari keluarga golongan ekonomi menengah ke atas memiliki kondisi psikologis yang lebih stabil dibandingkan dengan orang tua dari keluarga golongan ekonomi menengah ke bawah (Duncan & Magnuson 2002). Hal inilah yang kemudian menyebabkan orang tua golongan ekonomi menengah ke atas lebih percaya diri dalam memberikan stimulasi psikososial terhadap anak. Hasil uji korelasi Rank Spearman antara variabel pendapatan keluarga dengan delapan subskala stimulasi psikososial menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara pendapatan keluarga dengan subskala stimulasi belajar, lingkungan fisik, dan penerimaan (Lihat Lampiran 3). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan keluarga, maka stimulasi belajar, lingkungan fisik yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak, dan penerimaan terhadap keberadaan anak akan semakin baik pula. Pendapatan yang rendah menyebabkan berkurangnya kesempatan orang tua dalam menyediakan sarana stimulasi belajar dan lingkungan fisik yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa pendapatan yang rendah juga mempengaruhi kondisi psikologis orang tua sehingga anak yang berasal dari keluarga berpendapatan rendah cenderung memiliki penerimaan yang kurang baik dari keluarganya. Hubungan antara Besar Keluarga dengan Stimulasi Psikososial Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara besar keluarga dengan stimulasi psikososial yang diberikan kepada contoh (Lihat Lampiran 2). Hal ini berarti bahwa semakin kecil jumlah keluarga, maka stimulasi psikososial yang diberikan kepada contoh akan semakin baik. Pada keluarga dengan jumlah anggota yang kecil, seorang ibu diharapkan dapat memiliki lebih banyak waktu dalam memberikan rangsangan psikososial yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini berbeda pada keluarga yang memiliki jumlah anggota yang besar, alokasi waktu pemberian stimulasi pada anak pun akan semakin berkurang. Hasil uji korelasi Rank Spearman juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara besar keluarga dengan subskala stimulasi belajar, modeling, dan variasi pengalaman. Hal ini berarti bahwa semakin kecil jumlah keluarga, maka stimulasi belajar, modeling, dan variasi pengalaman yang diberikan kepada anak akan semakin baik. Jumlah keluarga yang kecil memungkinkan keluarga mengalokasikan waktunya untuk memberikan stimulasi belajar, modeling, dan variasi pengalaman yang lebih baik pada anak. Hubungan antara Stimulasi Psikososial dengan Perkembangan Kognitif Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif contoh (p>0,1). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori tumbuh kembang anak yang menyatakan bahwa pola perkembangan anak, termasuk didalamnya adalah perkembangan
kognitif, dipengaruhi oleh kematangan dan latihan atau proses belajar (Hidayat 2004). Pemberian stimulasi psikososial oleh orang tua memungkinkan terjadinya proses belajar atau latihan yang merupakan penyempurna bagi proses kematangan perkembangan kognitif anak. Hasil uji Pearson antara delapan subskala stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kedelapan subskala stimulasi psikososial dan perkembangan kognitif contoh (Lampiran 4). Hubungan antara Stimulasi Psikososial dengan Perkembangan Sosial Emosi Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara stimulasi psikososial dengan perkembangan sosial emosi contoh. Hasil uji korelasi Pearson antara delapan subskala stimulasi psikososial dengan perkembangan sosial emosi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara subskala modeling dengan perkembangan sosial emosi (Lampiran 4). Hal ini diduga karena contoh berasal dari masyarakat pedesaan yang sebagian besar dikategorikan sebagai keluarga miskin. Menurut Duncan & Magnuson (2002), orang tua yang berasal dari keluarga menengah ke bawah cenederung memiliki kondisi psikologis yang labil dibandingkan dengan orang tua yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke atas. Hal inilah yang diduga menyebabkan modeling yang diberikan kepada anak berhubungan negatif dengan perkembangan sosial emosi anak. Hasil uji korelasi ini juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara subskala penerimaan dengan perkembangan sosial emosi anak (Lampiran 4). Hal ini berarti bahwa semakin baik pemerimaan keluarga terhadap kehadiran anak, maka perkembangan sosial emosi anak juga akan semakin baik. Perkembangan sosial emosi terkait dengan kemampuan anak dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dan mengontrol serta mengkomunikasikan segala perasaannya kepada orang lain. Penerimaan yang baik terhadap anak akan meningkatkan kepercayaan dan kenyamanan dalam diri anak dalam melakukan hubungan dengan orang lain dan mengatur segala emosi yang ada dalam dirinya. Menurut Hidayat (2004), penerimaan terhadap keberadaan anak merupakan satu bentuk ikatan kasih sayang yang dapat menumbuhkan basic trust (rasa percaya yang kuat) dalam diri anak. Rasa percaya diri inilah yang selanjutnya dapat menumbuhkan motivasi dalam diri anak untuk senantiasa belajar dan meningkatkan perkembangan sosial emosinya.
Hubungan antara Stimulasi Psikososial dengan Perkembangan Bahasa Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara stimulasi psikososial dengan perkembangan bahasa anak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik stimulasi psikososial yang diberikan kepada contoh, maka perkembangan bahasa anak akan semakin baik. Perangsangan yang diberikan oleh ibu atau anggota keluarga lainnya akan mempercepat pencapaian kemampuan berbahasa dalam diri anak. Soetjiningsih (1995) menerangkan bahwa anak yang diberi stimulasi secara terarah, teratur, dan sesuai
dengan
usia
perkembangannya,
maka
anak
akan
mengalami
perkembangan yang lebih baik dibandingkan yang tidak atau kurang mendapat stimulasi psikososial. Hasil uji korelasi ini juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara subskala stimulasi belajar, modeling, dan variasi pengalaman dengan perkembangan bahasa anak. Hal ini berarti bahwa semakin baik orang tua dalam memberikan stimulasi belajar, modeling, dan variasi pengalaman kepada anak akan mendorong perkembangan bahasa yang lebih baik pada anak. Pemberian stimulasi belajar seperti : mainan untuk belajar tentang warna, bentuk, dan ukuran; puzzle; tape recorder dan kaset atau VCD ; mainan bebas ekspresi (spidol, crayon, cat air); dan mainan untuk koordinasi gerakan mata dan tangan akan melatih anak untuk berbicara, berekspresi, dan mendengarkan berbagai suara yang merupakan bagian dari perkembangan bahasa. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Perkembangan Bahasa Perkembangan bahasa merupakan tingkat pencapaian kemampuan anak dalam berbicara spontan, mengikuti perintah, dan memberikan respon terhadap suara (Soetijingsih 1995). Pada anak usia prasekolah, dimensi perkembangan ini memegang peranan penting dalam meningkatkan kesiapan mengikuti tugas perkembangan di usia sekolah dasar, yaitu mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung (Vincent & Brekenridge 1960). Ada tiga teori yang menjelaskan tentang perkembangan bahasa pada anak. Pertama, teori behaviorism yang menjelaskan bahwa seorang anak mengembangkan bahasa karena didorong oleh kebutuhannya dan ketika orang tua memberikan penguatan positif saat anak mengucapkan kata-kata dengan benar maka anak menambah kosakatanya. Kedua, social leaning theory yang menjelaskan bahwa seorang anak dapat mengembangkan kemampuan
berbahasa melalui observasi dan meniru orang-orang disekitarnya. Ketiga, model linguistik atau innate theory yang menjelaskan bahwa otak manusia sudah diprogram untuk menghasilkan dan memahami suatu bahasa (faktor innate). Sistem pemograman ini sering disebut dengan language acquisitian device (LAD) yang tergantung pada maturitas atau kematangan hemisfer kiri otak besar anak. Faktor innate yang dimiliki manusia ini selanjutnya harus mengalami pengasahan lebih lanjut melalui kontak dengan lingkungan sosial sehingga akan tampak dalam perilaku berbahasa yang memiliki sifat spesifik pada tiap individu. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah diketahui dengan menggunakan uji regresi linier berganda. Faktor-faktor yang diteliti pengaruhnya terhadap perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah diantaranya karakteristik anak yang meliputi usia dan jenis kelamin; karakteristik keluarga yang meliputi pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan besar keluarga; stimulasi psikososial; perkembangan kognitif; dan perkembangan sosial emosi anak. Pada penelitian ini, digunakan dua formula uji regresi linier berganda sebagaimana telah dijelaskan pada bagian metode penelitian pada tulisan ini. Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda formula pertama, terdapat empat variabel yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah, diantaranya variabel jenis kelamin, besar keluarga, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosial emosi anak. Sehingga, diperoleh formula sebagai berikut : Y = 3,031 + 0,161 X2 – 0, 346 X5 + 0,457 X7 – 0,262 X8 Dimana, X2 X5 X7 X8
: Jenis Kelamin : Besar Keluarga : Perkembangan Kognitif : Perkembangan Sosial Emosi
Tabel 19 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa (formula pertama) Variabel Indikator ß Sign. Jenis Kelamin 0,161 0,081 Besar Keluarga -0,346 0,000 Perkembangan Kognitif 0,457 0,000 Perkembangan Sosial Emosi -0,262 0,006 Adjusted R-Square = 33,1% Keterangan : p<10% ( khusus untuk penelitian sosial)
Nilai Adjusted R-Square formula uji regresi pertama ini adalah 33,1%. Artinya adalah jenis kelamin, besar keluarga, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosial emosi hanya mampu menjelaskan 33,1% dari seluruh faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah, selebihnya dijelaskan vaiabel-variabel lain yang tidak terdapat di dalam model. Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda formula kedua, terdapat enam veriabel yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah, yaitu variabel jenis kelamin, besar keluarga, stimulasi bahasa, stimulasi akademik, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosial emosi anak. Sehingga, diperoleh forrmula sebagai berikut : Y = 2,256 + 0,154 X2 – 0,349 X5 + 0,303 X7 – 0,154 X1 0 + 0,442 X14 – 0,230 X15 Dimana, X2 X5 X7 X10 X14 X15
: Jenis Kelamin : Besar Keluarga : Stimulasi Bahasa : Stimulasi Akademik : Perkembangan Kognitif : Perkembangan Sosial Emosi
Tabel 20 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa (formula kedua) Variabel Indikator ß Sign. Jenis Kelamin 0,154 0,081 Besar Keluarga -0,349 0,000 Stimulasi Bahasa 0,303 0,003 Stimulasi Akademik -0,154 0,098 Perkembangan Kognitif 0,442 0,000 Perkembangan Sosial Emosi -0,230 0,016 Adjusted R-Square = 41,3% Keterangan : p<10% ( khusus untuk penelitian sosial)
Nilai Adjusted R-Square formula uji regresi pertama ini adalah 41,3%. Artinya adalah jenis kelamin, besar keluarga, stimulasi bahasa, stimulasi akademik, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosial emosi hanya mampu menjelaskan 41,3% dari seluruh faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah, selebihnya dijelaskan vaiabel-variabel lain yang tidak terdapat di dalam model. Karakteristik Anak Hasil kedua formula uji regresi linier beganda (Tabel 19 dan 20) menunjukkan bahwa usia anak tidak berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pernyataan Turner & Helms (1990) yang menyatakan bahwa perkembangan anak (termsuk didalamnya adalah perkembangan bahasa) berkembang dalam tahapan-tahapan tertentu, semakin meningkat usia anak, maka kemampuan anak akan meningkat pula. Hal ini karena rentang usia anak yang terlalu sempit (3-4, 4-5, 5-6 tahun) sehingga perbedaan perkembangan bahasa antara ketiganya relatif kecil. Hal inilah yang diduga menyebabkan variabel ini tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan pada perkembangan bahasa anak usia prasekolah. Hasil uji regresi linier formula pertama dan kedua menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin berpengaruh positif terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan bahasa pada anak perempuan lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Soetijiningsih (1995) yang menyatakan bahwa maturasi hemsifer kiri sebagai pusat berbicara dan bahasa pada anak perempuan lebih baik daripada anak laki-laki. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pernyataan Hurlock (1980) yang menyatakan bahwa masyarakat cenderung menghendaki anak perempuan lebih banyak bicara dibandingkan anak laki-laki. Dorongan inilah yang kemudian menyebabkan perkembangan bahasa pada anak perempuan lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Karakteristik Keluarga Berdasarkan hasil uji regresi Tabel 19 dan 20, dapat dilihat bahwa pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan besar keluarga tidak berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah (p<0,1). Hasil uji ini tidak sesuai dengan pernyataan Hidayat (2004) yang menyatakan bahwa pendidikan
ibu yang tinggi memungkinkan seorang ibu memperoleh pengetahuan yang lebih baik sehingga mampu memberikan stimulasi yang tepat pada diri anak yang selanjutnya dapat meningkatkan perkembangan bahasa anak usia prasekolah. Hasil uji iji juga tidak sesuai dengan pernyataan Duncan & Magnuson (1992) yang menyebutkan bahwa pendapatan yang tinggi pada sebuah keluarga memungkinkan penyediaan sarana stimulasi yang baik pada anak serta pemberian kondisi lingkungan pembelajaran yang bebas dari masalah psikologis (orang tua dari keluarga menengah ke atas pada umumnya mengalami gangguan psikologis yang lebih kecil dibandingkan yang berasal darri keluarga menengah ke bawah). Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan pernyataan Soetijiningsih (1995) menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas pengasuhan orang tua terhadap anak. Semakin besar jumlah keluarga, maka baik alokasi waktu maupun intensitas pemberian stimulasi bahasa akan semakin berkurang sehingga perkembangan bahasa anak tidak atau kurang optimal. Stimulasi Psikososial Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa stimulasi psikososial tidak berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah (p>0,1). Hasil uji ini tidak sesuai dengan pernyataan Patmonodewo (2001) yang menyatakan bahwa stimulasi psikososial merupakan bagian dari intervensi dini yang berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk didalamnya adalah perkembangan bahasa. Berdasarkan Tabel 20 (hasil uji regresi linier berganda formula kedua), dapat dilihat bahwa ada dua subskala stimulasi psikososial yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah, yaitu stimulasi bahasa dan stimulasi akademik. Tabel tersebut menunjukkan bahwa stimulasi bahasa berpengaruh positif terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah. Hal ini berarti bahwa semakin baik stimulasi bahasa yang diberikan kepada anak, maka perkembangan bahasa anak akan semakin baik pula. Hal ini sesuai dengan berbagai teori perkembangan anak yang menyebutkan bahwa stimulasi atau proses belajar bersamaan dengan faktor kematangan anak merupakan dua syarat mutlak terjadinya perkembangan yang optimal pada anak. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pernyataan Anonim (2005) yang menyatakan bahwa
semakin sering orang tua menanggapi ajakan anak dalam berkomunikasi (stimulasi bahasanya baik), maka anak akan semakin banyak mengenal konsep dan benda yang ada disekitarnya. Tabel 20 juga menunjukkan bahwa stimulasi akademik berpengaruh negatif terhadap perkembangan bahasa anak. Hasil penelitian ini bertentangan dengan berbagai teori perkembangan anak yang menyebutkan bahwa stimulasi, termasuk didalamnya adalah stimulasi akademik, merupakan suatu bentuk perangsangan yang diperlukan agar seorang anak mencapai perkembangan sesuai dengan usia atau tahapan perkembangannya. Hal ini diduga karena stimulasi akademik lebih menekankan pada pemahaman anak terhadap berbagai konsep seperti warna, ruang, dan angka yang menyebabkan konsentrasi anak menjadi terpecah antara memahami atau memproses pengertian konsep-konsep tersebut dan melatih kemampuan berbahasanya. Perkembangan Kognitif Perkembangan kognitif anak usia prasekolah ditandai oleh penggunaan simbol (symbol function) untuk mengkonkretkan segala yang dipikirkan baik mengenai objek, tempat, maupun mengenai orang-orang disekitarnya. Tahap ini juga ditandai oleh pemahaman anak mengenai konsep-konsep umur, waktu, ruang, dan pembelajaran moral. Papalia & Olds (1981) menambahkan bahwa ada tiga karakteristik yang menyertai proses berfikir atau perkembangan kognitif anak usia prasekolah, yaitu egosentris, centration, dan irreversibel. Egosentris berarti proses berfikir anak belum dapat menerima peraturan dari orang lain. Dijelaskan bahwa karaktreistik egosentris ini terutama terlihat pada penggunaan bahasa. Pada umumnya anak akan berbicara tanpa memperhatikan ketertarikan atau perhatian orang-orang disekitarnya. Centration berarti proses berfikir anak masih bersifat tersentral atau masih terfokus pada satu aspek dari situasi dan cendeung mengabaikan orang lain. Irreversibel berarti anak belum mampu berfikir dalam dua arah. Apabila kita memindahkan air dari gelas 1 ke dalam gelas 2, maka anak usia prasekolah akan berfikir bahwa isi gelas 2 berbeda dengan isi gelas 1 dengan kata lain anak belum mampu berfikir bahwa jumlah air yang dipindahkan ke dalam gelas 2 memiliki jumlah yang sama dengan jumlah yang ada pada gelas 1. Tabel 19 dan 20 menunjukkan bahwa perkembangan kognitif bepengaruh positif pada perkembangan bahasa anak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
baik proses berfikir anak, maka kemampuan berbahasa anakpun akan semakin baik pula. Menurut Atmodiwirjo (2001), perkembangan kognitif merupakan tingkat pencapaian kemampuan anak yang menyangkut aspek persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan masalah. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Mar’at (2001) yang menyatakan bahwa perolehan bahasa melibatkan proses kognitif, antara lain mengingat sesuatu yang baru didengar, mengenal kembali sesuatu yang baru didengar itu sebagai kata-kata yang memiliki arti, berfikir, dan mengucapkan sesuatu hal yang telah tersimpan dalam ingatan. Perkembangan Sosial Emosi Perkembangan sosial merupakan kemampuan anak berinteraksi dan bersosialisasi
dengan
lingkungannya
(Goleman
2007)
atau
perolehan
kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock 1978) sedangkan perkembangan atau kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri (Goleman 1997). Hasil uji regresi linier berganda, baik formula pertama maupun kedua, menunjukkan bahwa perkembangan sosial emosi anak bepengaruh negatif terhadap perkembangan bahasa anak. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pernyataan pernyataan Vincent & Brekenridge (1960) yang menyatakan bahwa kemampuan mengendalikan diri (perkembangan emosi) yang baik akan menyebabkan seorang anak lebih mampu menyerap dan memahami kata-kata yang ditujukan kepadanya. Hasil penelitian yang tidak sesuai dengan teori perkembangan anak ini diduga karena karakteristik anak usia prasekolah yang berada pada tahap meniru terhadap segala sesuatu yang berada disekitarnya, termasuk dalam ini adalah lingkungan peer group dan tetangga. Kedua lingkungan ini memiliki kemungkinan menjadi faktor pengganggu adanya pengaruh positif perkembangan sosial emosi anak terhadap perkembangan bahasa anak tersebut. Selain itu, Hurlock (1980) menjelaskan bahwa perkembangan emosi anak usia prasekolah berada pada tingkat labih. Hal ini yang juga diduga menjadi penyebab adanya pengaruh negatif aspek perkembangan ini terhadap perkembangan bahasa anak.
Pembahasan Umum Perkembangan bahasa merupakan salah satu di antara tujuh aspek perkembangan pada anak. Perkembangan bahasa didefinisikan sebagai tingkat pencapaian kemampuan anak dalam berbicara spontan (komunikasi aktif) dan menangkap maksud pembicaraan orang lain (komunikasi pasif). Khususnya pada anak usia prasekolah, perkembangan ini berperan sebagai dasar bagi anak dalam mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung di periode selanjutnya, yaitu periode sekolah dasar. Sebagaimana aspek perkembangan lainnya, perkembangan bahasa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan lingkungan. Salah satu faktor genetik yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak adalah jenis kelamin. Dijelaskan oleh salah satu teori perkembangan bahasa anak (innate theory) bahwa seorang individu sudah memiliki sistem pemrograman bahasa yang disebut dengan language acquition device (LAD). Sistem ini berpusat di hemisfer kiri otak besar pada manusia. Soetjiningsih (1995) menerangkan bahwa kematangan hemisfer kiri pada anak perempuan lebih cepat dibandingkan anak laki-laki. Meskipun dengan berjalannya waktu kematangan bagian ini akan sejalan antara anak laki-laki dan perempuan, tetapi Hurlock (1980) menegaskan bahwa masyarakat yang cenderung menghendaki anak laki-laki lebih sedikit berbicara yang kemudian lebih memberi kesempatan kepada anak perempuan dalam mengembangkan kemampuan berbahasanya. Adapun faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak adalah kualitas dan kuantitas pemberian stimulasi yang berasal dari lingkungan keluarga. Pemberian rangsangan ini tidak hanya berdampak pada aspek perkembangan bahasa tetapi juga pada aspek perkembangan lainnya di antaranya kognitif dan sosial emosi. Perkembangan kognitif dan sosial emosi anak yang juga merupakan outcome tumbuh kembang anak tersebut turut memberikan pengaruh terhadap perkembangan bahasa anak. Berdasarkan hasil peneilitian ini, diketahui bahwa variabel stimulasi bahasa dan perkembangan kognitif anak memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan bahasa pada anak. Hal ini berarti bahwa semakin baik stimulasi bahasa dan perkembangan kognitif anak, maka perkembangan bahasa anak akan semakin baik. Stimulasi bahasa merupakan suatu bentuk perangsangan yang bermanfaat dalam pengoptimalan perkembangan bahasa anak, sebagai contoh menanggapi ocehan anak dan mengajak anak berbicara. Selain
perangsangan di atas, orang tua juga harus aktif dalam memberikan stimulasi perkembangan kognitif anak melalui aktivitas bermain, seperti menyebutkan berbagai macam warna, menyusun keping-keping warna sesuai pola, dan lain sebagainya. Perkembangan kognitif anak atau kemampuan berfikir yang semakin meningkat akan memudahkan anak dalam memahami suatu kata atau kalimat sehingga perkembangan bahasanya pun akan semakin baik.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Proporsi terbesar contoh berada pada rentang usia 3-4 tahun (46,2%), berjenis kelamin perempuan (54,9%), berasal dari keluarga dengan kategori miskin (65,9%), berasal dari keluarga dengan kategori kecil (42,9%) dan sedang (42,9%). Proporsi terbesar pendidikan ibu contoh adalah tidak tamat Sekolah Dasar (42,8%). 2. Proporsi terbesar contoh memperoleh stimulasi belajar dengan kategori rendah (81,3%), memperoleh stimulasi bahasa dengan kategori sedang (75,8%), memiliki kualitas lingkungan fisik dengan kategori sedang (67,3%), memperoleh kehangatan dan penerimaan dengan kategori tinggi (58,2%), stimulasi akademik dengan kategori sedang (61,5%), modeling dalam kategori sedang (51,6%), variasi pengalaman dengan kategori sedang (52,7%), dan penerimaan dengan kategori tinggi (42,9%). Secara umum, proporsi terbesar contoh memperoleh stimulasi psikososial dengan kategori sedang (76,9%). Proporsi terbesar contoh memiliki perkembangan kognitif dengan kategori sedang (44,0%), memiliki perkembangan sosial emosi dengan kategori sedang (53,8%), dan
memiliki perkembangan bahasa
dengan kategori sedang (46,2%). 3. Terdapat hubungan positif antara pendidikan ibu dan pendapatan keluarga dengan stimulasi psikososial dan subskala stimulasi belajar dan penerimaan; antara usia dengan subskala kehangatan dan penerimaan; dan antara pendapatan keluarga dengan subskala lingkungan fisik. Terdapat hubungan negatif antara besar keluarga dengan stimulasi psikososial, subskala stimulasi belajar, modeling, dan variasi pengalaman dan antara usia dengan subskala kehangatan dan penerimaan. 4. Terdapat hubungan negatif antara subskala modeling dengan perkembangan sosial emosi. Terdapat hubungan positif antara subskala penerimaan dengan perkembangan sosial emosi dan antara stimulasi psikososial, subskala stimulasi belajar, modeling, dan variasi pengalaman dengan perkembangan bahasa anak. 5. Ditemukan dua faktor yang berpengaruh positif terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah, yaitu stimulasi bahasa dan perkembangan kognitif contoh.
Saran 1. Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pendidikan ibu dan pendapatan keluarga dengan pemberian stimulasi psikososial, maka disarankan perlunya peningkatan kualitas pendidikan ibu contoh, salah satunya, melalui pendidikan kejar paket A dan B di desa contoh, serta peningkatan pendapatan rata-rata keluarga melalui kegiatan pemberdayaan ekonomi keluarga oleh pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat setempat . 2. Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa stimulasi bahasa dan perkembangan kognitif berpengaruh positif terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah, maka diperlukan penyuluhan mengenai cara pemberian stimulasi bahasa dan perkembangan kognitif anak 3. Untuk meningkatkan keberagaman contoh, perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah yang bertempat tinggal di daerah perkotaan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 6. Proporsi terbesar contoh berada pada rentang usia 3-4 tahun (46,2%), berjenis kelamin perempuan (54,9%), berasal dari keluarga dengan kategori miskin (65,9%), berasal dari keluarga dengan kategori kecil (42,9%) dan sedang (42,9%). Proporsi terbesar pendidikan ibu contoh adalah tidak tamat Sekolah Dasar (42,8%). 7. Proporsi terbesar contoh memperoleh stimulasi belajar dengan kategori rendah (81,3%), memperoleh stimulasi bahasa dengan kategori sedang (75,8%), memiliki kualitas lingkungan fisik dengan kategori sedang (67,3%), memperoleh kehangatan dan penerimaan dengan kategori tinggi (58,2%), stimulasi akademik dengan kategori sedang (61,5%), modeling dalam kategori sedang (51,6%), variasi pengalaman dengan kategori sedang (52,7%), dan penerimaan dengan kategori tinggi (42,9%). Secara umum, proporsi terbesar contoh memperoleh stimulasi psikososial dengan kategori sedang (76,9%). Proporsi terbesar contoh memiliki perkembangan kognitif dengan kategori sedang (44,0%), memiliki perkembangan sosial emosi dengan kategori sedang (53,8%), dan
memiliki perkembangan bahasa
dengan kategori sedang (46,2%). 8. Terdapat hubungan positif antara pendidikan ibu dan pendapatan keluarga dengan stimulasi psikososial dan subskala stimulasi belajar dan penerimaan; antara usia dengan subskala kehangatan dan penerimaan; dan antara pendapatan keluarga dengan subskala lingkungan fisik. Terdapat hubungan negatif antara besar keluarga dengan stimulasi psikososial, subskala stimulasi belajar, modeling, dan variasi pengalaman dan antara usia dengan subskala kehangatan dan penerimaan. 9. Terdapat hubungan negatif antara subskala modeling dengan perkembangan sosial emosi. Terdapat hubungan positif antara subskala penerimaan dengan perkembangan sosial emosi dan antara stimulasi psikososial, subskala stimulasi belajar, modeling, dan variasi pengalaman dengan perkembangan bahasa anak. 10. Ditemukan dua faktor yang berpengaruh positif terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah, yaitu stimulasi bahasa dan perkembangan kognitif contoh.
Saran 4. Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pendidikan ibu dan pendapatan keluarga dengan pemberian stimulasi psikososial, maka disarankan perlunya peningkatan kualitas pendidikan ibu contoh, salah satunya, melalui pendidikan kejar paket A dan B di desa contoh, serta peningkatan pendapatan rata-rata keluarga melalui kegiatan pemberdayaan ekonomi keluarga oleh pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat setempat . 5. Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa stimulasi bahasa dan perkembangan kognitif berpengaruh positif terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah, maka diperlukan penyuluhan mengenai cara pemberian stimulasi bahasa dan perkembangan kognitif anak 6. Untuk meningkatkan keberagaman contoh, perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah yang bertempat tinggal di daerah perkotaan.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2005. Memahami bahasa si batita dalam www. achiza.blogsome.com. Atmodiwirjo, E.T. 2001. Melatih Keterampilan Berfikir Anak dalam Patmonodewo, et al. Jakarta : UI-Press. Betke, F. et al. 1998. Prihatin Lahir Batin : Dampak Krisis Moneter dan Bencana El Nino terhadap Masyarakat, Keluarga, Ibu, dan Anak di Indonesia dan Pilihan Intervensi. Jakarta : Puslitbang Kependudukan dan Ketenagakejaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia bekerjasama dengan United Nations Children’s Fund (UNICEF). BPS [Badan Pusat Statistik]. 2007. Data dan Informasi Kemiskinan 2005-2006. Jakarta : Buku 2, Kabupaten BPS. Departemen Kesehatan. 1997. Kuesioner Kematangan Sosial Emosi Anak Usia Prasekolah. Kantor Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kuesioner Perkembangan Bahasa dan Kognitif Anak. Kantor Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Duncan, G.J. & Katherine A. Magnuson. 2002. Encyclopedia on Early Childhood Development : Low Income (Poverty) during Prenatal and Postnatal Periods and Its Impact on Psychosocial Child Development. USA : Northwestrn University. Evans, J.L. & Robert G. Myers. 2000. Early Childhood Counts, A Programming Guide on Early Chilhood Care for Development. The Worl Bank, Washington D.C. Goleman, D. 1997. Kecerdasan Emosional. T. Hermayo, penerjemah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. ----------------. 2007. Social Intellegince, Ilmu Baru tentang Hubungan AntarManusia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo). Gunarsa, S.D. 2001. Menyikapi Periode Kritis pada Anak dan Dampaknya pada Profil Kepribadian dalam Patmonodewo, et al. Jakarta : UI-Press. Hastuti, et.al. 2007. Studi Evaluasi Keberhasilan Program TBA-SBB (Taman Bermain Anak Semai Benih Bangsa) di Nangroe Aceh Darussalam. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hawadi (2001). Psikologi Perkembangan Anak, Mengenal Sifat, Bakat, dan Kemampuan Anak. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo).
Hidayat, A.A.A. 2004. Ilmu Keperawatan Anak I. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Hurlock, E.B. 1978. Child Development, sixth edition. Meitasari T. Jandrasa & Muslichoh Zarkasih, penerjemah. New York : Mc Graw Hill, Inc. Hurlock, E.B. 1980. Development Psycology, A Life-Span Approach, fifth edition.Istiwidayanti & Soedjarwo, penerjemah. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. New York : Mc Graw Hill, Inc. Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita. 1984. Buku I Program Bina Keluarga dan Balita: Dasar Pemikiran, Landasan Konstitusional, dan Implementasi. Jakarta Pusat. -------------. Tanpa tahun. Program Bina Keluarga dan Balita Buku III : Ibu, Keluarga, dan Masyarakat. Jakarta Pusat. Latifah, M. 2007. Konsep, teori, dan penelitian tumbuh kembang manusia. Makalah yang tidak dipublikasikan. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. -------------. 2007. Stimulasi perkembangan anak serta pengukurannya. Makalah yang tidak dipublikasikan. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Latifah, M., Alfiasari, & Netty Hernawati. 2008. Pengembangan Model Kelembagan Berbasis Komunitas Lokal yang Ramah terhadap Perkembangan Anak pada Masyarakat Pedesaan di Bogor. Laporan Akhir Hibah Bersaing Perguruan Tinggi (Tahun ke-1). Institut Pertanian Bogor. Megawagi, R. 1999. Membiarkan Berbeda? : Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Bandung : Mizan. Mar’at, S. 2001. Perkembangan Bahasa Seorang Anak (Suatu Tinjauan Psikolinguistik) dalam Patmonodewo, et.al. Jakarta : UI-Press. Mindasa. 2007. Pengaruh pemberian ASI dan stimulasi psikososial terhadap tingkat perkembangan kognitif anak usia 2,5-5 tahun. [Skripsi]. Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Mustofa, B. 2007. Tuntunan Karya Ilmiah. Yogyakarta : Panji Pustaka. Patmonodewo, S. 2001. Intervensi Dini Suatu Usaha Alternatif Guna Meningkatkan Kualitas Bangsa dalam Patmonodewo, et.al. Jakarta : UIPress. Santrock, J.W. 2002. Life-Span Development, fifth edition. Juda Damanik & Chusairi, penerjemah. New York : Mc Graw Hill, Inc.
------------- 2002. Life-Span Development, eight edition. New York : Mc Graw Hill, Inc. Setionegoro, D. 2007. Pengaruh Gizi terhadap Tumbuh Kembang Anak. Makalah yang Tidak Dipublikasikan. Bogor. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC. Slamet, Y. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Solo : Dabara Pubhliser. Syarief. 1997. Membangun Sumberdaya Manusia Berkualitas ”Suatu telaahan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Orasi Ilmiah Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Turner, J.S. & Donald B. Helms. 1990. Lifespan Development, fourth edition. USA : Holt, Rinehart and Winston, Inc. Vincent & Breckenridge. 1960. Child Development, Physical & Psychologic Growth Through Adolecense, fourth edition. London : W.B. Sounders Company. Yuliana. 2007. Pengaruh Penyuluhan Gizi dan Stimulasi Psikososial terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah. [Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1 Hasil analisis deskriptif berbagai variabel Statistik Deskriptif Variabel
n
Minimum
Maksimum
Rata-rata
Pendapatan Keluarga
91
20.000
3.590. 000
251.977,41
Besar Keluarga
91
3
13
5
Stimulasi Psikososial
91
18
49
33.5
Perkembangan Kognitif
91
30.8
100
63.5
Perkembangan Sosial Emosi
91
38.9
97.8
68.2
Perkembangan Bahasa
91
22.2
100
67.4
Lampiran 2 Hasil analisis korelasi Spearman antara variabel karakteristik anak dan keluarga dengan stimulasi psikososial Stimulasi Psikososial Spearman's rho
Usia
Pendidikan Ibu
Pendapatan Keluarga
Besar Keluarga
Keterangan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) n
-0.026 0.806 91 0.233 0.026* 91 0.286 0.006** 91 -0.233 0.026* 91
**Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Lampiran 3 Hasil analisis korelasi Spearman antara variabel karakteristik anak dan keluarga dengan delapan subskala stimulasi psikososial Variabel Usia
Pendidikan Ibu
Pendapatan Keluarga
Besar Keluarga
StimBel
StimBhs
Correlation Coefficient -0.161 0.165 Sig. (2tailed) 0.127 0.118 n 91 91 Correlation Coefficient 0.356 0.067 Sig. (2tailed) 0.001 0.527 n 91 91 Correlation Coefficient 0.256 0.012 Sig. (2tailed) 0.014 0.907 n 91 91 Correlation Coefficient -0.289 -0.09 Sig. (2tailed) 0.006 0.395 n 91 91 Khusus untuk penelitian sosial,
Keterangan Keterangan : Stim-Bel : Stimulasi Belajar Stim-Bhs : Stimulasi Bahasa Ling-Fis : Lingkungan Fisik K dan P : Kehangatan dan Penerimaan Stim-Ak : Stimulasi Akademik Model : Modeling Var-Peng : Variasi Pengalaman Pen : Penerimaan
LingFis
K dan P
StimAk
Model
VarPeng
Pen
0.133
-0.322
0.096
0.111
0.057
0.031
0.207 91
0.002 91
0.294 91
0.589 91
0.773 91
-0.05
0.142
0.364 91 0.012
-0.02
0.091
0.185
0.608 91
0.178 91
0.909 91
0.824 91
0.391 91
0.079 91
0.224
0.118
0.051
0.052
0.171
0.19
0.032 91
0.265 91
0.625 91
0.105 91
0.071 91
-0.09
0.056
0.633 91 0.059
-0.2
-0.27
0.046
0.372 0.597 0.578 0.06 0.011 0.667 91 91 91 91 91 91 p =10% (level signifikansi 0,1 masih diperbolehkan)
Lampiran 4 Hasil analisis korelasi Pearson antara variabel stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif, perkembangan sosial emosi, dan perkembangan bahasa Variabe l Stimulasi Psikososial
Stimulasi Belajar
Stimulasi Bahasa
Lingkungan Fisik
Kehangatan dan Penerimaan
Stimulasi Akademik
Modeling
Variasi Pengalaman
Penerimaan
Keterangan
Perkembangan Sosial Emosi -0.09 0.377 91 -0.01 0.956 91 -0.03 0.762 91 -0.08 0.465 91
Perkembangan Bahasa 0.263 0.012* 91 0.219 0.037* 91 0.185 0.078 91 -0.02 0.842 91
Pearson Correlation 0.107 0.037 Sig. (2-tailed) 0.313 0.726 n 91 91 Pearson Correlation -0.05 -0.02 Sig. (2-tailed) 0.614 0.87 n 91 91 Pearson Correlation 0.059 -0.330 Sig. (2-tailed) 0.578 0.001** n 91 91 Pearson Correlation 0.112 -0.16 Sig. (2-tailed) 0.289 0.127 n 91 91 Pearson Correlation -0.04 0.275 Sig. (2-tailed) 0.719 0.008** n 91 91 **Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
0.175 0.098 91 0.003 0.974 91 0.256 0.014* 91 0.275 0.008** 91 -0.09 0.422 91
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) n Pearson Correlation Sig. (2-tailed) n Pearson Correlation Sig. (2-tailed) n Pearson Correlation Sig. (2-tailed) n
Perkembangan Kognitif 0.052 0.623 91 0.079 0.459 91 0.031 0.771 91 -0.11 0.292 91