HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT, KONSUMSI PANGAN, STATUS ANEMIA DAN PRESTASI BELAJAR PADA REMAJA PUTRI SMPN 27 DI KELURAHAN SUMUR BATU BANTAR GEBANG BEKASI
ERNI LESTARI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ii
ABSTRACT ERNI LESTARI. The Relationship between Clean and Healthy Behaviour, Food Consumption, Anaemia Status and Learning Achievement of Female Students of SMPN 27 Sumur Batu Village Bantar Gebang Bekasi. Supervised by IKEU EKAYANTI. This study was aimed to analyze the relationship between clean and healthy behaviour, food consumption, anaemia status and learning achievement of female students of SMPN 27 Sumur Batu Village Bantar Gebang Bekasi. This research was a cross sectional study. The number of samples were 90 female students aged 13-15 years old. This research used semiquantitative food frequency questionnaire and anaemia status with hemoglobin level. The result indicated that clean and healthy behaviour of the female was in good category (81.1%). A large number of female were in normal anaemia status (84.5%) while the rest was anaemia (15.5%). Majority of the female had normal nutritional status (73.3%). The food habit was good (57.8%). Based on semiquantitative food consumption frequency, there was still lack of food consumption in the female. Largely, learning achievement of the female students classified in good category were 59 students (66%). Spearman’s correlation showed there’s no relationship between clean and healthy behaviour, food consumption, anaemia status and learning achievement (p>0.05). Keywords : Anaemia status, Clean and Healthy behaviour, Food consumption, Female students, Learning achievement.
iii
RINGKASAN ERNI LESTARI. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Konsumsi Pangan, Status Anemia dan Prestasi Belajar pada Remaja Putri SMPN 27 di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi. Di bawah bimbingan IKEU EKAYANTI. Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, status anemia dan prestasi belajar pada remaja putri SMPN 27 di Kelurahan Sumur Batu Bekasi. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) Mempelajari karakteristik individu contoh dan karakteristik keluarga contoh; 2) Mempelajari perilaku hidup bersih dan sehat contoh; 3) Mempelajari kebiasaan konsumsi pangan dan tingkat kecukupan pangan contoh; 4) Mempelajari status anemia gizi contoh; 5) Menganalisis hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan prestasi belajar contoh; 6) Menganalisis hubungan antara konsumsi pangan dengan prestasi belajar contoh; 7) Menganalisis hubungan antara status anemia contoh dengan prestasi belajar contoh. Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara, penyebaran kuesioner, dan pengukuran langsung. Data primer meliputi karakteristik contoh, karakteristik keluarga, perilaku hidup bersih dan sehat contoh, status anemia contoh dan data konsumsi pangan contoh. Data sekunder berupa gambaran umum tempat penelitian yaitu SMPN 27 kelurahan sumur batu Bantar Gebang Bekasi, nilai ulangan harian dan nilai rapor contoh. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November 2012. Populasi contoh dalam penelitian ini adalah remaja putri usia 13-15 tahun yaitu siswi kelas 2 SMPN 27 Bekasi. Kriteria sampel yang diambil adalah siswi SMPN 27 Bekasi yang bertempat tinggal di kawasan tempat pembuangan sampah akhir wilayah Bantar Gebang. Metode penarikan contoh dilakukan secara purposive sampling. Kriteria inklusi yang digunakan adalah remaja putri siswa SMPN 27 Bekasi yang sudah mengalami menstruasi, tidak mengkonsumsi obat-obatan, tidak sedang menderita penyakit saat pengambilan darah, bertempat tinggal di wilayah Bantar Gebang Bekasi, telah mendapatkan izin dari orang tua dan bersedia menandatangani surat pernyataan ikut serta (informed consent) dalam penelitian. Jumlah contoh yang digunakan dalam penelitian adalah 90 orang. Usia contoh sebagian besar (70%) berada pada usia 13 tahun dengan rata-rata usia contoh 13±0.5 tahun. Sebagian besar contoh (73.3%) berada dalam status gizi normal. Rata-rata nilai pengetahuan gizi adalah 68.4 dengan kisaran nilai 15–95 dan sebagian besar pengetahuan gizi contoh (72.2) berada pada kategori sedang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 77.8% contoh mengalami menstruasi pada usia 11-12 tahun dan 81.1% memiliki lama mentruasi yang tergolong normal (3–7 hari) dan rata-rata menstruasi 3±0.43 hari. Sebagian besar contoh (83%) memiliki frekuensi menstruasi yang tergolong normal yakni 1 bulan sekali. Jumlah anggota keluarga contoh berkisar antara 2-10 orang. Sebagian besar contoh (84.4%) berada pada kategori keluarga sedang (5-6 orang). Tingkat pendidikan orangtua masih tergolong rendah. Sebagian besar pendidikan ayah (56.6%) yaitu sekolah dasar, begitu pula dengan pendidikan ibu yang sebagian besar (71.1%) adalah sekolah dasar. Sebagian besar ayah contoh (80%) bekerja sebagai pemulung, sedangkan sebagian besar ibu contoh (88.9) adalah ibu rumah tangga dan sebagian besar pendapatan keluarga (77%) berada pada kategori miskin. Rata-rata perilaku hidup bersih dan sehat contoh (81.1%)
iv
termasuk kedalam kategori baik dengan rata-rata skor contoh 52±3.6. Konsentrasi hemoglobin contoh berkisar antara 6.5 hingga 15.4 g/dl dengan ratarata kadar hemoglobin 12.7 g/dl. Secara keseluruhan 84.5% contoh tidak mengalami anemia dan 15.5% contoh mengalami anemia. Sebagian besar prestasi belajar contoh (66%) tergolong pada kategori baik yaitu sebanyak 59 siswi dengan rata-rata 72±4.6. Rata-rata skor kebiasaan makan contoh (58%) termasuk pada kategori cukup. Konsumsi pangan serealia dan umbi-umbian contoh sebesar 220.8 g, namun konsumsi tersebut masih kurang apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) yaitu konsumsi nasi (beras) sebesar 325 g/hari. Konsumsi kacang-kacangan dan biji-bijian sebesar 76.7 g, namun konsumsi tersebut masih kurang apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) yaitu konsumsi tempe sebesar 150 g/hari. Konsumsi daging, unggas, ikan dan telur contoh sebesar 152 g, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori cukup dari anjuran konsumsi lauk hewani, yaitu sebanyak 150 g/hari. Konsumsi sayuran contoh sebesar 52 g, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori kurang dari anjuran konsumsi sayuran, yaitu sebanyak 300 g/hari. Konsumsi buah-buahan contoh sebesar 150 g, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori kurang dari anjuran konsumsi buah-buahan, yaitu sebanyak 400 g/hari. Jenis minuman yang sering dikonsumsi contoh adalah susu, konsumsi minuman contoh sebesar 83.6 ml, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori kurang dari anjuran konsumsi susu, yaitu sebanyak 200 ml/hari. Jenis makanan jajanan yang paling banyak dikonsumsi adalah batagor, siomay, coklat, wafer, keripik bakso, chiki, cilok, cireng, astor dan cokelat, dengan rata-rata konsumsi sebesar 30.6 g. Konsumsi energi contoh adalah 1506±532 Kalori. Berdasarkan tingkat kecukupan energi sebagian besar contoh (53%) termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat. Konsumsi protein contoh adalah 60.6±35.5 g. Berdasarkan tingkat kecukupan protein sebagian besar contoh (43%) termasuk ke dalam kategori lebih. Konsumsi vitamin A contoh adalah 741.6±698.0 RE. Berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A sebagian besar contoh (43%) termasuk ke dalam kategori lebih. Konsumsi vitamin C contoh adalah 68.0±67.9 mg. Berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C sebagian besar contoh (48%) termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat. Konsumsi zat besi contoh adalah 22.3±16.9 mg. Berdasarkan tingkat kecukupan zat besi sebagian besar contoh (48%) termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat. Hasil uji kolerasi spearman menunjukan tidak terdapat hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan prestasi belajar dengan nilai sebesar p=0.683 (p>0.05). Hasil uji kolerasi spearman menunjukan tidak terdapat hubungan antara konsumsi pangan dengan prestasi belajar yang ditandai dengan nilai sebesar p>0.05. Pada hubungan status anemia dengan prestasi belajar, tidak terdapat hubungan dengan p=0.331 (p>0.05).
v
HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT, KONSUMSI PANGAN, STATUS ANEMIA DAN PRESTASI BELAJAR PADA REMAJA PUTRI SMPN 27 DI KELURAHAN SUMUR BATU BANTAR GEBANG BEKASI
ERNI LESTARI
Skripsi Sebagai syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Gizi Dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
viii
Judul
: Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Konsumsi Pangan, Status Anemia dan Prestasi Belajar pada Remaja Putri SMPN 27 Di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi
Nama
: Erni Lestari
NIM
: I14104027
Disetujui oleh :
Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes Pembimbing
Diketahui oleh :
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
ix
PRAKATA Alhamdulillah Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga hanya dengan izinnya penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini dengan judul “Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Konsumsi Pangan, Status Anemia dan Prestasi Belajar Remaja Putri SMPN 27 Di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi” sebagai salah satu syarat dan panduan untuk dapat menyelesaikan pendidikan sarjana. Terselesaikannya penelitian ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan dukungan, arahan, saran dan bimbingan dalam penyusunan penelitian ini, serta dr. Yekti Hartati Effendi, S.Ked selaku pembimbing akademik selama peneliti menempuh pendidikan.
2.
dr. Karina Rahmadia Ekawidyani, S.Ked, MSc sebagai pemandu dalam seminar dan penguji dalam sidang yang selalu memberikan semangat, dukungan dan arahannya kepada penulis.
3.
Keluarga tercinta dan tersayang yang selalu memberikan bantuan dan dukungannya baik secara moril maupun materil.
4.
Teman-teman Gizi Masyarakat (GM) yang mendukung dan menyemangati penulis.
5.
Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala bantuan dan dukungan selama penyusunan penelitian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini ada kekurangan baik
materi maupun penulisannya. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk penelitian ini. Penulis juga berharap agar penelitian ini dapat terlaksana dengan baik sehingga dapat bermanfaat bagi semua. Bogor,
Maret 2013
Penulis
x
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 16 Oktober 1988. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Warno dan Ibu Tri Wardati. Pada tahun 1995 sampai 2001 penulis bersekolah di SDN Kalisari 03 Pagi Jakarta. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan sekolah di SLTPN 102 Jakarta hingga tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan sekolah di SMAN 88 Jakarta dan lulus pada tahun 2007. Penulis diterima di Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi Diploma IPB tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis pernah melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di RSUP Persahabatan Jakarta, selama empat bulan mulai tanggal 10 Agustus 2009 sampai dengan 3 Desember 2009. Penulis juga melaksanakan Praktek Usaha Jasa Boga (PUJB) di Kantin Sehati Kampus Diploma IPB Gunung Gede selama sebelas minggu mulai tanggal 22 Febuari 2010 sampai dengan 7 Mei 2010. Setelah menempuh pendidikan diploma, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya di program alih jenis (ekstensi) ilmu gizi IPB pada tahun 2010. Selama kuliah di program alih jenis, penulis pernah menjadi anggota Sponsorship dalam kegiatan Seminar Pangan dan Gizi Nasional ”FIT FESTIVAL” yang dilaksanakan di Hotel Brajamustika. Selain itu, penulis pernah melakukan kuliah kerja profesi di Desa Danaraja Kabupaten Tegal selama 2 bulan pada tahun 2012. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Ekologi Manusia jurusan Ilmu gizi, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun Skripsi yang berjudul “Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Konsumsi Pangan, Status Anemia dan Prestasi Belajar pada Remaja Putri SMPN 27 Di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi”.
xi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ..................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xvi
PENDAHULUAN ...........................................................................................
1
Latar Belakang ......................................................................................
1
Tujuan
..............................................................................................
3
Hipotesis ..............................................................................................
4
Kegunaan Penelitian .............................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
5
Remaja Putri ..........................................................................................
5
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat............................................................
6
Kecukupan Gizi Remaja .........................................................................
9
Konsumsi Pangan .................................................................................
11
Anemia
..............................................................................................
13
Hemoglobin (Hb) ..........................................................................
14
Pengukuran Anemia .....................................................................
15
Faktor Penyebab Anemia ......................................................................
15
Faktor Resiko Anemia ............................................................................
16
Menstruasi ....................................................................................
16
Status Gizi ....................................................................................
17
Riwayat Penyakit ..........................................................................
18
Prestasi Belajar .....................................................................................
20
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ..............................
23
Kecerdasan ..................................................................................
23
Minat ............................................................................................
24
Motivasi .........................................................................................
24
Cara Belajar .................................................................................
24
Faktor Lingkungan .......................................................................
25
Hubungan Anemia Dengan Prestasi Belajar .........................................
25
Hubungan Status Gizi dan Prestasi Belajar ..........................................
26
Hubungan Lingkungan Belajar dengan Prestasi Belajar ........................
26
KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................
27
METODE PENELITIAN ................................................................................
29
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................
29
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh .....................................................
29
xii
Jenis dan Cara Pengumpulan Data .......................................................
30
Pengolahan dan Analisis Data ..............................................................
31
Konsumsi Pangan dan Tingkat Kecukupan Energi zat Gizi ..................
34
Definisi Operasional ..............................................................................
35
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
38
Gambaran Umum Lokasi .......................................................................
38
Karakteristik Keluarga ...........................................................................
39
Karakteristik Contoh ..............................................................................
41
Usia ................................................................................................
41
Pengetahuan Gizi ...........................................................................
41
Menstruasi ......................................................................................
42
Usia Menarche .....................................................................
42
Lama Menstruasi ...................................................................
43
Frekuensi Menstruasi ............................................................
43
Status Gizi .............................................................................................
44
Status Anemia .......................................................................................
45
Riwayat Penyakit ...................................................................................
46
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ...........................................................
47
Kebiasaan Makan ..................................................................................
48
Frekuensi Konsumsi Pangan .................................................................
48
Frekuensi Konsumsi Serealia dan Umbi-umbian ...........................
49
Frekuensi Konsumsi Lauk Hewani .................................................
50
Frekuensi Konsumsi Lauk Nabati ...................................................
51
Frekuensi Konsumsi Sayuran .........................................................
52
Frekuensi Konsumsi Buah-buahan ................................................
53
Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan ..........................................
54
Frekuensi Konsumsi Minuman dan Suplemen ...............................
54
Konsumsi Pangan .................................................................................
56
Tingkat Konsumsi Zat Gizi .....................................................................
57
Energi .............................................................................................
57
Protein ............................................................................................
58
Vitamin A .........................................................................................
58
Vitamin C .........................................................................................
59
Zat Besi (Fe) ...................................................................................
60
Prestasi Belajar .....................................................................................
60
Hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan prestasi belajar ..............................................................................................
62
xiii
Hubungan antara status anemia contoh dengan prestasi belajar .........
62
Hubungan antara konsumsi pangan dengan prestasi belajar ................
63
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................
64
Saran
..............................................................................................
65
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
66
LAMPIRAN
72
..............................................................................................
xiv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1
Angka Kecukupan Gizi Remaja ...................................................
10
Tabel 2
Penggolongan Anemia Menurut Kadar Hb ...................................
14
Tabel 3
Batas Normal Kadar Hemoglobin (Hb) ..........................................
15
Tabel 4
Rata-rata BB dan TB wanita berdasarkan usia ............................
18
Tabel 5
Jenis dan cara Pengumpulan Data Peneltiain .............................
31
Tabel 6
Sebaran Contoh Berdasarkan Karakteristik Keluarga ..................
38
Tabel 7
Sebaran Contoh Berdasarkan Usia .............................................
40
Tabel 8
Sebaran Contoh Berdasarkan Pengetahuan Gizi .........................
41
Tabel 9
Sebaran Contoh Berdasarkan Usia Menarche .............................
41
Tabel 10 Sebaran Contoh Berdasarkan Lama Menstruasi .........................
42
Tabel 11 Sebaran Contoh Berdasarkan Frekuensi Mentrusasi ...................
43
Tabel 12 Sebaran Gizi Status Gizi Contoh ..................................................
43
Tabel 13 Sebaran Contoh Berdasarkan Kadar Hemoglobin .......................
44
Tabel 14 Sebaran Contoh Berdasarkan Kejadian Sakit ..............................
45
Tabel 15 Sebaran Contoh Berdasarkan Jenis Penyakit dan Frekuensi Sakit ............................................................................
45
Tabel 16 Sebaran Contoh Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Obat Cacing .................................................................................
46
Tabel 17 Sebaran Contoh Berdasarkan Perilaku Bersih dan Sehat ...........
46
Tabel 18 Sebaran Contoh Berdasarkan Kategori Kebiasaan makan ..........
47
Tabel 19 Sebaran Frekuensi Serealia dan Umbi-umbian contoh ................
48
Tabel 20 Sebaran Contoh Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Lauk Hewani ................................................................................
49
Tabel 21 Sebaran Contoh Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Lauk nabati ...................................................................................
50
Tabel 22 Sebaran Contoh Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Sayuran ........................................................................................
51
Tabel 23 Frekuensi Konsumsi Buah-buahan ..............................................
52
Tabel 24 Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan ........................................
53
Tabel 25 Frekuensi Konsumsi Minuman dan Suplemen .............................
54
Tabel 26 Susunan Makanan Rata-Rata Sehari Menurut Umur 13-15 Tahun ..................................................................................
55
Tabel 27 Rata-rata Konsumsi Pangan Contoh ...........................................
55
xv
Tabel 28 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi ...........
56
Tabel 29 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein...........
57
Tabel 30 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kecukupan Vit A ..............
58
Tabel 31 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kecukupan Vit C ..............
58
Tabel 32 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Kecukupan Fe ..................
59
Tabel 33 Sebaran Contoh Berdasarkan Prestasi Belajar ............................
60
Tabel 34 Sebaran contoh berdasarkan prestasi belajar setiap mata pelajaran ....................................................................
61
xvi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, status anemia dan prestasi belajar remaja putri SMPN 27 di kelurahan sumur batu bantar gebang bekasi ................................................
28
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan UNHDR (United Nation Human Development Report) tahun 2009 mencatat peringkat HDI (Human Development Index) Indonesia berada pada posisi 111 dari 182 negara. Posisi tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Oleh karena itu untuk mengejar ketertinggalannya maka diperlukan peningkatan kualitas sumberdaya
manusia
terutama
pada
kelompok
usia
remaja.
Dalam
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terdapat banyak faktor yang harus diperhatikan antara lain faktor pangan (unsur gizi), kesehatan, pendidikan, informasi, teknologi, dan lain-lain. Remaja merupakan sumberdaya manusia bagi pembangunan di masa mendatang. Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif, dan psikososial. Pada masa pencarian identitas ini, remaja cepat sekali terpengaruh oleh lingkungan (Arisman 2004). Pertumbuhan cepat, perubahan emosional, dan perubahan sosial merupakan ciri yang spesifik pada usia remaja. Segala sesuatunya berubah secara cepat dan untuk mengantisipasinya maka makanan sehari-hari menjadi sangat penting. Tubuh yang mengalami pertumbuhan perlu mendapat asupan zat gizi dari makanan yang seimbang (Khomsan 2002). Salah satu faktor yang menentukan terciptanya sumberdaya manusia yang berkualitas adalah pangan yang bergizi, yang diperoleh melalui konsumsi pangan yang baik (Khomsan 2002). Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat gizi. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik (Almatsier 2006). Saat ini dalam memilih makanan yang dikonsumsi, masyarakat tidak hanya memperhatikan harga, gizi, dan kelezatannya saja tetapi juga keamanannya bagi kesehatan tubuh. Tidak semua pangan layak dan aman dikonsumsi. Pangan layak konsumsi harus mempunyai mutu yang baik dalam hal karakteristik dan cita rasa tidak menyimpang dari yang seharusnya dimiliki. Pangan yang aman dikonsumsi harus bebas dari cemaran berbahaya seperti cemaran biologis, kimia, dan benda asing yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
2
Prestasi belajar yang baik menjadi salah satu indikator kualitas sumberdaya manusia di bidang pendidikan. Dalam pendidikan, hasil dan prestasi belajar di sekolah merupakan bentuk penilaian kemampuan siswa selama melakukan kegiatan belajar. Prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal tersebut salah satunya adalah kesehatan. Gizi merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi kesehatan individu dan pada anak sekolah defisiensi zat gizi berpengaruh pada tingkat kehadiran dan kemampuan belajar. Masyarakat yang berstatus ekonomi rendah cenderung mempunyai pengetahuan kesehatan yang rendah, status gizi yang kurang, kondisi lingkungan yang buruk, dan status kesehatan yang buruk. Lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kesehatan. Terbatasnya penyediaan air bersih, sarana pembuangan limbah dan sampah, serta lingkungan sekitar perumahan yang kotor merupakan pendorong timbulnya berbagai penyakit. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap lingkungan dapat mencerminkan masih rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat. Masalah gizi pada remaja yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat (Public Health Problem) adalah anemia gizi. Prevalensi anemia di dunia sangat tinggi, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Menurut WHO (2008), prevalensi kejadian anemia di dunia antara tahun 1993 sampai 2005 sebanyak 24.8% dari total penduduk dunia (hampir 2 milyar penduduk dunia). Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada tahun 2007 di DKI Jakarta sebesar 15% melebihi rata-rata prevalensi nasional (11.9%) dan prevalensi anemia tertinggi di DKI Jakarta pada tahun 2007 terdapat pada kelompok dewasa (59.1%) dan tertinggi kedua terdapat pada kelompok remaja (14.2%). Prevalensi anemia yang terdapat di Bekasi berdasarkan penelitian Arumsari (2008) bahwa terdapat 32.3% remaja putri mengalami anemia ringan dan 6.0% contoh mengalami anemia sedang dengan kadar Hb antara 7.0-9.9 g/dl dan hasil tersebut lebih tinggi dari penelitian sebelumnya. Selain itu, dilihat berdasarkan umur prevalensi anemia di Bekasi sebesar 50.3% remaja putri pada usia 13-15 tahun (Arumsari 2008). Anemia dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Depkes (1998), anemia terjadi karena : (1) kandungan zat besi makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan, (2) meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, dan (3)
3
meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh. Penyebab utama anemia yang paling umum diketahui adalah : (1) kurangnya kandungan zat besi dalam makanan, (2) penyerapan zat besi dari makanan yang sangat rendah, (3) adanya zat-zat yang menghambat penyerapan zat besi, dan (4) adanya parasit di dalam tubuh seperti cacing tambang atau cacing pita, atau kehilangan banyak darah akibat kecelakaan atau operasi. Defisiensi zat besi dari makanan biasanya menjadi faktor utama. Jika zat besi yang dikonsumsi telalu sedikit atau bioavailabilitasnya rendah atau makanan berinteraksi dengan membatasi absorpsi yang dibutuhkan tubuh untuk memenuhi kebutuhan zat besi, cadangan zat besi dalam tubuh akan digunakan dan hal tersebut dapat menimbulkan defisiensi zat besi (Gleason & Scrimshaw 2007). Defisiensi zat besi seperti asupan asam folat dan vitamin A, B1, dan C yang rendah dan penyakit infeksi seperti malaria dan kecacingan dapat pula menimbulkan anemia (WHO 2001). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti hubungan perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, status anemia dan prestasi belajar remaja putri di wilayah Bantar Gebang Bekasi. Wilayah Bantar Gebang Bekasi ini merupakan kawasan tempat pembuangan akhir sampah yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai pemulung yang mengais rezeki dengan mengambil kesempatan untuk memilah sampah organik dan anorganik. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, status anemia dan prestasi belajar pada remaja putri SMPN 27 di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi. Tujuan Khusus 1. Mempelajari karakteristik individu contoh dan karakteristik keluarga contoh. 2. Mempelajari perilaku hidup bersih dan sehat contoh. 3. Mempelajari kebiasaan konsumsi pangan dan tingkat kecukupan pangan contoh. 4. Mempelajari status anemia gizi contoh. 5. Menganalisis hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan prestasi belajar contoh.
4
6. Menganalisis hubungan antara konsumsi pangan dengan prestasi belajar contoh. 7. Menganalisis hubungan antara status anemia contoh dengan prestasi belajar contoh. Hipotesis Terdapat hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, status anemia dan prestasi belajar pada remaja putri di Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada remaja mengenai pentingnya menjaga higiene dan sanitasi lingkungan, membiasakan hidup bersih serta menjaga kesehatan, memberikan gambaran tentang makanan yang bersih dan sehat untuk di konsumsi dalam menunjang status gizi dan prestasi belajar pada remaja putri SMP. Data hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu referensi untuk membuat kebijakan dalam bidang pendidikan dan kesehatan bagi remaja untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia.
5
TINJAUAN PUSTAKA Remaja Putri WHO mendefinisikan remaja sebagai bagian dari siklus hidup antara usia 10-19 tahun. Remaja berada diantara dua masa hidup, dengan beberapa masalah gizi yang sering terjadi pada anak-anak dan dewasa (WHO 2006). Remaja memiliki pertumbuhan yang cepat (growth spurt) dan merupakan waktu pertumbuhan yang intens setelah masa bayi serta satu-satunya periode dalam hidup individu terjadi peningkatan laju atau kecepatan pertumbuhan. Selama masa remaja, seseorang dapat mencapai 15 persen dari tinggi badan dan 50 persen dari berat badan saat dewasa. Pertumbuhan yang cepat ini sejalan dengan peningkatan kebutuhan zat gizi, yang secara signifikan dipengaruhi oleh infeksi dan pengeluaran energi (UNS-SCN 2006). Masa tulang meningkat sebesar 45 persen dan remodeling tulang terjadi; jaringan lunak, organ-organ, dan bahkan massa sel darah merah meningkat dalam hal ukuran, akibatnya kebutuhan zat gizi mencapai titik tertinggi saat remaja. Adanya kekurangan zat gizi makro dan mikro dapat mengganggu pertumbuhan dan menghambat pematangan seksual. Kebutuhan untuk individu tidak mungkin diestimasikan karena adanya pertimbangan variasi dalam tingkat dan jumlah pertumbuhan (DiMeglio 2000). Pada remaja wanita, puncak pertumbuhan terjadi sekitar 12-18 bulan sebelum mengalami menstruasi pertama atau sekitar usia 10-14 tahun (ADB/SCN 2001 diacu dalam Briawan 2008). Selama periode remaja, kebutuhan zat besi meningkat secara dramatis sebagai hasil dari ekspansi total volume darah, peningkatan massa lemak tubuh dan terjadinya menstruasi pada remaja putri (Beard 2000). Pada wanita, kebutuhan yang tinggi akan zat besi terutama disebabkan kehilangan zat besi selama menstruasi (Wiseman 2002). Secara keseluruhan, kebutuhan zat besi meningkat dari kebutuhan saat sebelum remaja sebesar 0.7-0.9 mg Fe/hari menjadi 2.2 mg Fe/hari atau mungkin lebih saat menstruasi berat. Peningkatan kebutuhan ini berhubungan dengan waktu dan ukuran growth spurt sama seperti kematangan seksual dan terjadinya menstruasi. Hal ini mengakibatkan wanita lebih rawan terhadap anemia besi dibandingkan pria (Beard 2000). Wanita cenderung mempunyai simpanan zat besi yang lebih rendah dibandingkan pria, membuat wanita lebih rentan mengalami defisiensi zat besi saat asupan zat besi kurang atau kebutuhan meningkat. Jika zat besi yang
6
dikonsumsi terlalu sedikit atau bioavailabilitasnya rendah atau makanan berinteraksi dengan membatasi absorpsi yang dibutuhkan tubuh untuk memenuhi kebutuhan zat besi, cadangan zat besi dalam tubuh akan digunakan dan hal tersebut dapat menimbulkan defisiensi zat besi (Gleason & Scrimshaw 2007). Pada masa remaja, seseorang akan mengalami perubahan baik kognitif, sosialemosional, dan gaya hidup yang dapat menciptakan dampak yang sangat besar dalam kebiasaan makan remaja. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya memberikan pengalaman belajar bagi perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan advokasi, bina suasana (social support) dan gerakan masyarakat (empowerment) sehingga dapat menerapkan cara hidup sehat, dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Notoatmodjo 2007). Menurut Depkes (2004), perilaku hidup bersih dan sehat adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) menitikberatkan pada pengertian perilaku sehat, dan dibagi ke dalam tiga indikator, yaitu indikator nasional, indikator lokal spesifik, dan indikator di tiap tatanan. Pada tingkat nasional, terdapat tiga indikator PHBS, yaitu persentase penduduk tidak merokok, persentase penduduk yang mengkonsumsi sayur dan buah-buahan, serta persentase penduduk yang melakukan aktifitas fisik/olahraga (Effendi dkk 2010). Indikator lokal spesifik merupakan indikator nasional yang ditambah dengan beberapa Indikator lokal spesifik masing-masing daerah sesuai dengan situasi dan kondisi daerah. Menurut Depkes RI (2008), terdapat 16 indikator lokal spesifik PHBS yang dapat digunakan untuk mengukur perilaku sehat, yaitu: 1. Ibu hamil memeriksakan kehamilannya 2. Ibu melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan 3. Pasangan usia subur (PUS) memakai alat KB 4. Balita ditimbang 5. Penduduk sarapan pagi sebelum melakukan aktifitas
7
6. Bayi mendapatkan imunisasi lengkap 7. Penduduk minum air bersih yang masak 8. Penduduk menggunakan jamban yang sehat 9. Penduduk mencuci tangan dengan sabun 10. Penduduk menggososk gigi sebelum tidur 11. Penduduk tidak menggunakan napza 12. Penduduk mempunyai askes/tabungan/uang/emas 13. Penduduk wanita memeriksakan kesehatan secara berkala dengan SADARI (periksa payudara sendiri) 14. Penduduk memeriksakan kesehatan secara berkala untuk mengukur hipertensi 15. Penduduk wanita memeriksakan kesehatan secara berkala dengan Pap Smear 16. Perilaku seksual dan indicator lain yang diperlukan sesuai prioritas masalah kesehatan yang ada didaerah Indikator lain yang juga digunakan untuk menentukan baik atau tidaknya PHBS pada suatu keluarga adalah indeks potensi keluarga sehat (IPKS) yang terdiri atas 7 macam indikator menurut Depkes (2008), antara lain sebagai berikut: 1. Tersedianya sarana air bersih 2. Tersedianya jamban keluarga 3. Lantai rumah bukan dari tanah 4. Peserta KB 5. Memantau tumbuh kembang anak 6. Tidak ada anggota keluarga yang merokok 7. Menjadi peserta JPKM Sasaran dari program PHBS mencakup lima tatanan, yaitu: tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat umum dan sarana kesehatan. Sedangkan sasaran program PHBS dalam tatanan keluarga adalah pasangan usia subur, ibu hamil dan atau menyusui, balita dan remaja, usia lanjut, dan pengasuh anak (Depkes RI 2007c). menurut Dinkes (2006), sasaran PHBS dalam tatanan rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga secara keseluruhan dan dibagi menjadi tiga kelompok, yakni: 1.
Sasaran primer
8
Merupakan sasaran utama dalam rumah tangga yang akan diubah perilakunya atau anggota keluarga yang bermasalah (individu dalam keljuarga yang bermasalah). 2.
Sasaran sekunder Merupakan sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam keluarga yang bermasalah, misalnya kepala keluarga, ibu, orang tua, tokoh keluarga, tokoh agama, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan lintas sektor terkait, PKK, dan lain sebagainya.
3.
Sasaran tersier Merupakan sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantu dalam menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS, misalnya seperti kepala desa, lurah, camat, kepala puskesmas, guru, tokoh masyarakat, dan lain sebagainya. Perilaku hidup sehat juga diklasifikasikan ke dalam beberapa perilaku
menurut Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007b), yakni sebagai berikut: 1. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang yang dimaksud adalah dalam arti kualitas yakni mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh, dan dalam arti kuantitas yakni jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan. 2. Olahraga teratur mencakup kualitas (gerakan) dan kuantitas dalam arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga. 3. Tidak
merokok.
Merokok
merupakan
kebiasaan
buruk
yang
mengakibatkan berbagai macam penyakit. Meski demikian, pada kenyataannya
kebiasaan
merokok
di
Indonesia
seolah
sudah
membudaya hampir 50% penduduk Indonesia usia dewasa. Bahkan saat ini diperkirakan sekitar 15% remaja telah merokok. 4. Tidak minum-minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minum-minuman keras dan mengkonsumsi narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya lainnya) juga semakin meningkat, yakni diperkirakan sekitar 1% penduduk Indonesia dewasa diperkirakan sudah mempunyai kebiasaan minumminuman keras. 5. Istirahat secara cukup. Meningkatnya kebutuhan hidup akibat tuntutan penyesuaian dengan lingkungan modern, mengharuskan seseorang untuk bekerja keras dan berlebihan sehingga waktu istirahat menjadi
9
berkurang. Hal tersebut apabila terus berlanjut dapat membahayakan kesehatan. 6. Mengendalikan stres. Stres dapat terjadi pada siapa saja, dan lebih sebagai akibat dari tuntutan hidup yang sulit. Stres tidak dapat dihindari, namun yang terpenting dalam menjaga agar stres tidak menyebabkan gangguan kesehatan. Stres dapat dikendalikan dengan melakukan kegiatan-kegiatan positif. 7. Perilaku atau gaya hidup yang positif bagi kesehatan, misalnya dengan tidak berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks, dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Perilaku hidup sehat sangat erat kaitannya dengan higiene perorangan (personal hygiene). Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan dengan sabun dan air bersih merupakan salah satu yang termasuk dalam higiene perorangan yang mampu mencegah resiko terkena diare (Nurwulan 2003). Selain itu kebersihan pribadi juga mencakup : kebersihan kulit, rambut, mata, kuku, hidung, telinga, mulut dan gigi, tangan dan kaki, pakaian, serta kebersihan sesudah buang air kecil dan besar (Depkes 2004). Cuci tangan sebelum makan merupakan salah satu faktor determinan status anemia. Sebagaimana diketahui bahwa cuci tangan sebelum makan merupakan salah satu perilaku hidup sehat. Melalui membiasakan mencuci tangan sebelum makan diharapkan kuman-kuman tersebut tidak turut masuk ke dalam mulut, selanjutnya akan menyebabkan kecacingan sebab cacing di perut sebagai pemicu terjadinya anemia. Anak yang rutin mencuci tangan ternyata mempunyai resiko lebih kecil untuk terkena anemia (Irawati et al 2000). Kecukupan Gizi Remaja Kelompok umur remaja menunjukkan fase pertumbuhan yang pesat, yang disebut “adolescence growth spurt”, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang relatif besar jumlahnya. Pada remaja laki-laki kegiatan jasmaniah sangat meningkat, karena biasanya pada umur inilah perhatian untuk olahraga sedang tinggi-tingginya, seperti atletik, mendaki gunung, sepak bola, hiking, dan sebagainya (Ricket 1996). Remaja putri sangat mementingkan bentuk badannya, sehingga banyak yang berdiet tanpa nasihat atau pengawasan seorang ahli kesehatan dan gizi (Sediaoetama 2000). Tidak sedikit survei yang mencatat ketidakcukupan asupan zat gizi para remaja. Mereka bukan hanya melewatkan waktu makan (terutama
10
sarapan) dengan alasan sibuk, tetapi juga terlihat sangat senang mengkonsumsi junk food. Disamping itu, kekhawatiran menjadi gemuk telah memaksa mereka untuk mengurangi jumlah pangan yang seharusnya dikonsumsi. Gaya hidup dan kebiasaan makan cenderung berubah ketika masa remaja, hal ini sangat mempengaruhi asupan zat gizi (Arisman 2002). Kebutuhan zat gizi remaja secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Angka kecukupan gizi remaja Zat Gizi Energi (Kal) Protein (g) Kalsium (mg) Besi (mg) Vit A (RE) Vit E (mg) Vit B1 (mg) Vit C (mg) Folat (mg)
Perempuan (tahun) 13-15 16-18 2350 2200 57 55 1000 1000 26 26 600 600 15 15 1.1 1.1 65 75 400 400
Laki-laki (tahun) 13-15 16-18 2400 2600 60 65 1000 1000 19 15 600 600 15 15 1.2 1.3 75 90 400 400
Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI (2004)
Banyaknya zat besi yang hilang dari tubuh seseorang berbeda-beda, tergantung simpanan zat besi yang dimilikinya. Apabila tubuh mempunyai simpanan zat besi dalam jumlah banyak, maka zat besi yang dikeluarkan dari tubuh juga banyak. Sebaliknya pada orang yang menderita anemia gizi, jumlah zat besi yang dikeluarkan juga sedikit (Wirakusumah 2001). Besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi heme (dalam hemoglobin dan mioglobin makanan hewani) dan besi non heme (dalam makanan nabati). Sumber besi non heme yang baik diantaranya adalah kacangkacangan. Asam fitat yang terkandung dalam kedelai dan hasil olahannya dapat menghambat penyerapan besi. Namun karena zat besi yang terkandung dalam kedelai dan hasil olahannya cukup tinggi, hasil akhir terhadap penyerapan besi pun biasanya akan positif. Sayuran daun berwarna hijau memiliki kandungan zat besi yang tinggi sehingga jika sering dikonsumsi maka akan meningkatkan cadangan zat besi di dalam tubuh. Beberapa jenis sayuran hijau juga mengandung asam oksalat yang dapat menghambat penyerapan besi, namun efek menghambatnya relatif lebih kecil dibandingkan asam fitat dalam serealia dan tannin yang terdapat dalam teh dan kopi (Almatsier 2002). Bioavailabilitas zat besi dalam makanan sangat dipengaruhi oleh faktor pendorong dan penghambat. Absorpsi zat besi dapat bervariasi dari 1-40 persen tergantung pada faktor pendorong dan penghambat dalam makanan (WHO 2001). Menurut FAO/WHO (2001), faktor pendorong penyerapan zat besi
11
diantaranya : Besi heme yaitu terdapat dalam daging, unggas, ikan, dan seafood, asam askorbat atau vitamin C, terdapat dalam buah-buahan, serta makanan fermentasi seperti asinan dan kecap. Sedangkan faktor penghambat penyerapan zat besi : Fitat yaitu terdapat dalam sekam dan butir serealia, tepung, kacangkacangan, makanan dengan kandungan inositol tinggi, besi yang terikat phenolic (tannin); teh, kopi, coklat, beberapa bumbu (seperti oregano), sumber kalsium terutama dari susu dan produk olahan susu Sumber baik zat besi berasal dari pangan hewani seperti daging, unggas, dan ikan karena mempunyai ketersediaan biologik yang tinggi (Almatsier 2001). Pangan hewani seperti daging sapi, daging unggas, dan ikan memiliki Meat, Fish, Poultry Factor (MPF Factor) yang dapat meningkatkan penyerapan besi. hasil pencernaan ketiga pangan tersebut menghasilkan asam amino cystein dalam jumlah besar. Selanjutnya asam amino tersebut mengikat besi dan membantu penyerapannya (Groff & Gropper 2000 diacu dalam Puri 2007). Konsumsi pangan yang rendah kandungan zat besi dapat menyebabkan ketidakseimbangan besi di dalam tubuh. Selain itu, tingginya konsumsi pangan yang dapat menghambat penyerapan besi dan rendahnya konsumsi pangan yang dapat membantu penyerapan besi di dalam tubuh juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan besi di dalam tubuh. Jika hal tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka dapat menyebabkan defisiensi besi (Almatsier 2002). Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui konsumsi pangan adalah metode frekuensi pangan yang dalam pelaksanaannya dilakukan pencatatan frekuensi atau banyak kali penggunaan pangan yang biasanya dikonsumsi untuk suatu periode waktu tertentu. Metode ini bertujuan untuk memperoleh data konsumsi pangan secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi. Dengan metode ini dapat dilakukan penilaian frekuensi penggunaan pangan atau kelompok pangan tertentu (sumber lemak, sumber protein, sumber zat besi, dan lain sebagainya) selama kurun waktu yang spesifik (per hari, minggu, bulan, tahun) dan sekaligus mengestimasi konsumsi zat gizinya. Kuisioner biasanya mempunyai dua komponen utama yaitu daftar pangan dan frekuensi penggunaan pangan (Kusharto & Sa’diyyah 2006). Konsumsi Pangan Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang
12
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat (Sedioetama 2000). Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan (Harper et al. 1986). Konsumsi pangan seseorang yang telah memenuhi kecukupan gizi dianjurkan untuk hidup sehat diketahui setelah dilakukan perbandingan antara masing-masing zat gizi yang diperoleh dari pangan yang dikonsumsi dengan jumlah masing-masing kecukupan gizi yang dianjurkan (Hardinsyah & Martianto 1989). Selanjutnya Hardinsyah dan Martianto (1989) juga mengemukakan bahwa pengertian konsumsi gizi berbeda dengan kecukupan gizi. Konsumsi adalah sesuatu yang nyata, sedangkan kecukupan adalah kondisi yang seharusnya atau sebaliknya. Makanan yang cukup adalah makanan yang jika dikonsumsi setiap harinya dapat memenuhi kebutuhan zat-zat gizi dalam kualitas maupun kuantitasnya. Kualitas makanan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh dalam susunan makanan dan perbandingannya yang satu terhadap yang lain. Kuantitas menunjukkan jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh (Sediaoetama 2000). Konsumsi pangan keluarga, individu maupun golongan tertentu dapat diketahui dengan melakukan survei konsumsi pangan secara kualitatif maupun kuantitatif (Suhardjo 1989). Selanjutnya dikatakan bahwa survei konsumsi pangan secara kualitatif dimaksudkan untuk mengetahui frekuensi konsumsi menurut jenis pangan yang dikonsumsi dan menggali informasi tentang kebiasaan makan serta cara memperoleh pangan. Survei pangan secara kuantitatif dapat dilakukan dengan empat metode yaitu (a) metode recall (mengingat), (b) metode inventaris, (c) metode pendaftaran dan (d) metode penimbangan (Riyadi 1995). Konsumsi, jumlah dan jenis pangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Harper et al. (1986), faktor-faktor yang sangat mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah produksi dan ketersediaan pangan. Menurut Sedioetama (2000), Untuk tingkat konsumsi lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan
13
mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi. Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein, pada tahap awal akan meyebabkan rasa lapar dan dalam jangka waktu tertentu berat badan akan menurun yang disertai dengan menurunnya produktivitas kerja. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi yang selanjutnya dapat menyebabkan kematian (Hardinsyah & Martianto 1994). Menurut Suhardjo (1989), pada umumnya remaja mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik. Beberapa remaja, khususnya remaja putri sering mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak seimbang dibandingkan dengan kebutuhannya karena takut kegemukan. Kebiasaan makan remaja ratarata tidak lebih dari 3 kali dan disebut makan bukan hanya dalam konteks mengkonsumsi makanan pokok saja tetapi makanan ringan juga dianggap sebagai makan. Survei yang dilakukan Hurlock (1997) menunjukkan bahwa remaja suka sekali jajan makanan ringan. Jenis makanan ringan yang dikonsumsi adalah kuekue yang rasanya manis dan golongan pastry serta permen. Sedangkan golongan sayur-sayuran dan buah-buahan yang mengandung vitamin A dan vitamin C tidak popular atau jarang dikonsumsi, sehingga dalam diet mereka rendah akan zat besi, kalsium, vitamin C, vitamin A dan lain-lain. Disamping itu hasil survei juga menunjukkan bahwa remaja suka minum-minuman ringan (soft drink), teh dan kopi. Frekuensi minum-minuman ringan (soft drink), teh dan kopi lebih sering dibandingkan dengan minum susu. Anemia Status zat besi tiap individu bermacam-macam mulai dari kelebihan zat besi sampai anemia defisiensi zat besi. Walaupun kebutuhan zat besi bervariasi pada tiap grup yang tergantung pada faktor-faktor seperti pertumbuhan (bayi, remaja, kehamilan), dan perbedaan kehilangan normal zat besi (menstruasi dan kelahiran), terjadi proses yang diatur tubuh dalam meningkatkan absorpsi zat besi sejalan dengan penggunaan zat besi dan menurunkan absorpsi zat besi
14
yang disimpan di dalam tubuh sejalan dengan adanya asupan makanan (Gleason & Scrimshaw 2007). Anemia terjadi apabila kepekatan hemoglobin dalam darah di bawah batas normal. Hemoglobin ialah sejenis pigmen yang terdapat dalam sel darah merah, bertugas membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. Zat besi mempunyai peranan penting dalam tubuh, selain membantu hemoglobin mengangkut oksigen dan mioglobin menyimpan oksigen, zat besi juga membantu berbagai macam enzim dalam mengikat oksigen untuk proses pembakaran (Brody 1994). Anemia gizi adalah suatu keadaan kekurangan kadar hemoglobin dalam darah yang disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin (Depkes 1998). Menurut WHO (2001), batas ambang anemia untuk wanita usia 11 tahun keatas adalah apabila konsentrasi atau kadar hemoglobin dalam darah kurang dari 12 g/dl. Penggolongan jenis anemia menjadi ringan, sedang, dan berat belum ada keseragaman mengenai batasannya, namun untuk mempermudah pelaksanaan pengobatan dan mensukseskan program lapangan, menurut ACC/SCN (1991), anemia dapat digolongkan menjadi tiga : Tabel 2 Penggolongan anemia menurut kadar Hb Anemia Ringan Sedang Berat Sumber : ACC/SCN (1991)
Hb (g/dl) 10.0-11.9 7.0-9.9 < 7.0
Hemoglobin (Hb) Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Hemoglobin berfungsi sebagai pembawa oksigen. Hemoglobin memiliki afinitas (daya gabung)
kuat
dengan
O2
dan
dengan
oksigen
tersebut
membentuk
oxihemoglobin di dalam sel darah merah, maka oksigen dapat dibawa dari paruparu ke jaringan tubuh (Roosita, Uripi dan Nasoetion 2006). Ganong (2001) mengatakan bahwa hemoglobin adalah molekul globuler yang dibentuk dari empat subunit. Tiap-tiap sub unit mengandung heme yang bergabung dengan polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi. polipeptida secara keseluruhan dinyatakan sebagai bagian globin dari molekul hemoglobin. Terdapat dua pasang pada tiap-tiap molekul hemoglobin, 2 sub unit mengandung satu jenis polipeptida pada tiap-tiap molekul hemoglobin, 2 sub unit mengandung satu jenis polipeptida dan 2 mengandung polipeptida lain.
15
Menurut Brody (1994), hemoglobin memiliki berat molekul 64500 dan tersusun atas empat sub unit. Dua sub unit disebut α-globin, dan dua lainnya disebut β-globin. Masing-masing sub unit mengandung sebuah grup heme yang dapat mengikat sebuah molekul oksigen. Atom besi yang terdapat dalam kelompok heme tersebut harus dalam bentuk fero untuk mengikat oksigen. Kadar hemoglobin (Hb) ± 15 g % (gram per dl darah). Hemoglobin merupakan molekul protein didalam sel darah merah yang bergabung dengan oksigen dan karbon dioksida untuk diangkut melalui sistem peredaran darah kedalam jaringan tubuh. Ion besi dalam bentuk Fe+2 dalam hemoglobin memberikan warna merah pada darah. Dalam keadaan normal 100 ml darah mengandung 15 gram hemoglobin yang mampu mengangkut 0.03 gram oksigen. Kadar hemoglonin normal dalam darah untuk wanita usia subur adalah 12 g % (g per dl darah). Cara penentuan kadar hemoglobin yang dianggap cukup teliti dan dianjurkan oleh International Communite
for
Cyanmethemoglobin
Standarrization
in
(Sediaoetama
2000).
Hematology Adapun
(ICHS)
batas
normal
adalah kadar
hemoglobin menurut WHO (2001) adalah sebagai berikut: Tabel 3 Batas normal kadar hemoglobin (Hb) Kelompok
Kadar Hb (g%) 11 g% 12 g% 12 g% 13 g% 11 g% 12 g%
Anak balita Anak usia sekolah Wanita dewasa Laki-laki dewasa Ibu hamil Ibu menyusui Sumber : WHO (2001)
Pengukuran Anemia Metode yang sering digunakan untuk pengukuran hemoglobin adalah metode cyanmethemoglobin menggunakan system HemoCue sesuai anjuran WHO dan International Commite for Standardization in Himatologi (ICSH). Metode ini digunakan untuk melihat kadar hemoglobin secara kuantitatif dan merupakan metode laboratorium yang terbaik (Stoltfus dan Dreyflus 1998 diacu dalam Basri). Untuk memperkirakan prevalensi anemia dengan mengukur hemoglobin dengan metode cyanmethemoglobin, mempunyai nilai sensitivitas dan spesifisitas masing-masing sebesar 82.4% dan 94% (Basri 2011). Faktor penyebab anemia Sebelum terjadi anemia biasanya terjadi kekurangan zat besi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal, simpanan zat besi yang berbentuk ferritin dan hemosiderin menurun dan absorpsi besi meningkat. Daya ikat besi (iron binding
16
capacity) meningkat seiring dengan menurunnya simpanan zat besi dalam sumsum tulang dan hati. Hal ini menandakan berkurangnya zat besi dalam plasma. Selanjutnya zat besi yang tersedia untuk pembentukan sel-sel darah merah (sistem eritropoesis) di dalam sumsum tulang berkurang dan terjadi penurunan jumlah sel darah merah dalam jaringan. Pada tahap akhir, hemoglobin menurun (hypocromic) dan eritrosit menjadi (microcytic) dan terjadi anemia gizi besi (Wirakusumah 2001). Anemia dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Depkes (1998), anemia terjadi karena : (1) kandungan zat besi makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan, (2) meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, dan (3) meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh. Penyebab utama anemia yang paling umum diketahui adalah : (1) kurangnya kandungan zat besi dalam makanan, (2) penyerapan zat besi dari makanan yang sangat rendah, (3) adanya zat-zat yang menghambat penyerapan zat besi, dan (4) adanya parasit di dalam tubuh seperti cacing tambang atau cacing pita, atau kehilangan banyak darah akibat kecelakaan atau operasi (Biesalki dan Erhardt 2007). Defisiensi zat besi dari makanan biasanya menjadi faktor utama. Jika zat besi yang dikonsumsi telalu sedikit atau bioavailabilitasnya rendah atau makanan berinteraksi dengan membatasi absorpsi yang dibutuhkan tubuh untuk memenuhi kebutuhan zat besi, cadangan zat besi dalam tubuh akan digunakan dan hal tersebut dapat menimbulkan defisiensi zat besi (Gleason & Scrimshaw 2007). Defisiensi zat besi seperti asupan asam folat dan vitamin A, B1, dan C yang rendah dan penyakit infeksi seperti malaria dan kecacingan dapat pula menimbulkan anemia (WHO 2001). Faktor Risiko Anemia Menstruasi Anemia pada remaja putri disebabkan masa remaja adalah masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi lebih tinggi termasuk zat besi. Selain itu pada masa remaja putri, seseorang akan mengalami menstruasi. Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus disertai pelepasan endometrium. Lama menstruasi biasanya antara 3-5 hari dan ada yang 1-2 hari. Beberapa faktor yang mengganggu kelancaran siklus menstruasi yaitu faktor stress, perubahan berat badan, olahraga yang berlebihan, dan keluhan menstruasi. Panjang daur dapat bervariasi pada satu wanita selama saat-saat yang berbeda dalam hidupnya (Affandi 1990).
17
Menstruasi adalah suatu proses fisiologis yang dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain lingkungan, musim, dan tingginya tempat tinggal dari permukaan laut. Faktor lain yang penting adalah faktor sosial misalnya status perkawinan dan lamanya menstruasi ibu. Rata-rata lama perdarahan pada kebanyakan wanita setiap periode kurang lebih tetap (Affandi 1990). Pada saat menstruasi terjadi pengeluaran draah dari dalam tubuh. Hal ini menyebabkan zat besi yang terkandung dalam hemoglobin, salah satu komponen sel darah merah, juga ikut terbuang. Semakin lama menstruasi berlangsung, maka semakin banyak pengeluaran dari tubuh. Hal tersebut mengakibatkan pengeluaran zat besi meningkat dan keseimbangan zat besi dalam tubuh terganggu (Depkes 1998). Menstruasi menyebabkan wanita kehilangan zat besi hingga dua kali jumlah kehilangan zat besi pada laki-laki (Brody 1994). Apabila darah yang keluar saat menstruasi cukup banyak, berarti jumlah zat besi yang hilang dari tubuh juga cukup besar. Setiap orang mengalami kehilangan darah dalam jumlah yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keturunan, keadaan kelahiran, dan besar tubuh (Affandi 1990). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah darah yang hilang selama satu periode menstruasi berkisar antara 20-25 cc dan dianggap abnormal jika kehilangan darah menstruasi lebih dari 80 ml (Affandi 1990). Jumlah 20-25 cc menyiratkan kehilangan zat besi sebesar 12.5-15 mg/bulan atau kira-kira sama dengan 0.4-0.5 mg sehari. Jika jumlah tersebut ditambah dengan kehilangan basal maka jumlah total zat besi yang hilang sebesar 1.25 mg per hari (Arisman 2002). Wanita usia muda relatif lebih sedikit kehilangan darah menstruasi dibandingkan dengan wanita usia lanjut yang masih mendapat menstruasi. Kebanyakan wanita dengan tingkat menstruasi yang berat sangat mungkin terkena anemia ringan (Wiseman 2002). Status Gizi Status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik (Supariasa et al 2001). Pengukuran antropometri terdiri dari dua dimensi yaitu pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh (pengukuran komponen lemak dan komponen bukan lemak).
18
Menurut Riyadi (2001), indikator antropometri yang dipakai di lapangan adalah berat badan untuk mengetahui massa tubuh dan panjang atau tinggi badan untuk mengetahui dimensi berat linier dan indikator tersebut sangat tergantung pada umur. Antropometri sangat penting pada masa remaja karena antropometri dapat memonitor dan mengevaluasi perubahan pertumbuhan dan kematangan yang dipengaruhi oleh faktor hormonal. Pengukuran paling reliabel untuk ras spesifik dan popular untuk menentukan status gizi pada masa remaja saat ini adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan indeks berat badan seseorang dalam hubungannya dengan tinggi badan, yang ditentukan dengan membagi berat badan dalam satuan kg dengan kuadrat tinggi badan dalam satuan meter. Berikut adalah rata-rata berat berat badan dan tinggi badan wanita berdasarkan usia menurut WNPG 2004. Tabel 4 Rata-rata BB dan TB wanita berdasarkan usia Usia
Berat badan (kg) Rata-rata SD 10-12 tahun 38.4 9.2 13-15 tahun 44.6 6.7 16-18 tahun 46.3 4.6 Sumber : Jahari & Jus’at (2004) dalam WNPG (2004)
Tinggi badan (cm) Rata-rata SD 145.4 8.8 152.3 4.6 149.1 4.9
Pada periode remaja, 20 persen tinggi badan dan 50 persen berat badan saat dewasa telah dicapai. Oleh karena itu kebutuhan zat gizi mencapai titik tertinggi saat remaja dan adanya kekurangan zat gizi makro dan mikro dapat mengganggu pertumbuhan dan menghambat pematangan seksual. Wanita yang berstatus gizi baik akan lebih cepat mengalami pertumbuhan badan dan akan lebih cepat mengalami menstruasi. Sebaliknya wanita yang berstatus gizi buruk pertumbuhannya akan lambat serta menstruasinya akan lebih lambat (ABD/SCN 2001 diacu dalam Briawan 2008). IMT mempunyai korelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin (Thomson 2007). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Permaesih dan Herman (2005) yang menunjukkan bahwa remaja yang mempunyai IMT kurang atau tubuh kurus mempunyai risiko 1.5 kali untuk menjadi anemia. Riwayat Penyakit Anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi (Permaesih dan Herman 2005). Telah diketahui secara luas bahwa infeksi merupakan faktor yang penting dalam menimbulkan kejadian anemia, dan anemia merupakan konsekuensi dari peradangan dan asupan makanan yang tidak memenuhi kebutuhan zat besi (Thurnham & Northrop-Clewes 2007). Kehilangan darah akibat schistosomiasis, infestasi cacing, dan trauma dapat
19
menyebabkan defisiensi zat besi dan anemia. Angka kesakitan akibat penyakit infeksi meningkat pada populasi defisiensi besi akibat efek yang merugikan terhadap sistem imun. Malaria karena hemolisis dan beberapa infeksi parasit seperti cacing, trichuriasis, amoebiasis, dan schistosomiasis menyebabkan kehilangan
darah
secara
langsung
dan
kehilangan
darah
tersebut
mengakibatkan defisiensi besi (WHO 2001). Adanya infeksi cacing tambang menyebabkan pendarahan pada dinding usus,
meskipun
sedikit
tetapi
terjadi
terus-menerus
sehingga
dapat
mengakibatkan hilangnya darah atau zat besi. Infeksi cacing merupakan contributor utama terjadinya anemia dan defisiensi besi. Cacing tambang dapat menyebabkan perdarahan usus yang memicu kehilangan darah akibat beban cacing dalam usus. Intensitas infeksi cacing tambang yang menyebabkan anemia defisiensi zat besi bervariasi menurut spesies dan status zat besi populasi. Cacing tambang yang menyebabkan kehilangan darah terbesar adalah A. duodenale (Dreyfuss et al 2000). Peningkatan kejadian akibat malaria pada penderita anemia gizi besi dapat memperberat keadaan anemia. Malaria adalah infeksi parasit yang ditimbulkan oleh satu dari empat spesies dari genus Plasmodium yaitu P. vivax, P. falciparum, P. ovale, dan P. malariae. Pada malaria P. falciparum, anemia sering ditemukan dan menggambarkan anemia berat (Shulman et al 1994). Menurut hasil penelitian Wijianto (2002), penyakit infeksi seperti malaria dapat menyebabkan rendahnya kadar Hb yang terjadi akibat hemolisis intravaskuler. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada wanita hamil di Nepal, terdapat bukti bahwa malaria berhubungan dengan defisiensi besi. Konsentrasi serum ferritin pada wanita yang terjangkit P. vivax lebih rendah dan proporsi wanita dengan serum ferritin lebih rendah cenderung meningkat (Dreyfuss et al 2000). Peradangan dan pemanfaatan hemoglobin oleh parasit memegang peranan penting dalam etiologi anemia pada malaria. Peradangan tersebut terlihat dalam studi pada anak-anak India (2-11 tahun) yang menderita malaria parah, sedang, asimtomatik, dan tidak malaria. Hasil penelitian menunjukkan malaria asimtomatik memiliki konsentrasi hemoglobin yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak menderita malaria. Walaupun persentase sel darah merah yang terinfeksi malaria biasanya lebih sedikit, anemia dapat timbul akibat blokade penempatan sel darah merah oleh faktor penghambat seperti hematopoiesis (Thurnham & Northrop-Clewes 2007).
20
Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan output sekolah yang sangat penting dan merupakan alat pengukuran kemampuan kognitif siswa. Sebelum mengetahui tentang prestasi belajar, perlu kiranya mengetahui tentang definisi belajar. Menurut Winkel (1996) belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersikap relatif konstan dan berbekas. Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat dari luar. Hasil belajar tidak dapat
langsung
terlihat,
tanpa
seseorang
melakukan
sesuatu
yang
memperlihatkan hasil belajar tersebut melalui prestasi belajar. Pengertian belajar menurut Crow dan Crow (1969) dalam Utami (1993) belajar sebagai suatu program terencana tentang penguasaan suatu bidang studi tertentu, yang meliputi penguasaan terhadap fakta, ide, dan prosedur dari subyek tersebut. Belajar juga meliputi mempelajari suatu materi baru, pemecahan masalah, menemukan hubungan baru antara suatu konsep dengan konsep lainnya. Prestasi menurut Munandar (1992) merupakan perwujudan dari bakat dan kemampuan seseorang. Pengertian prestasi menurut Sudjana (1999), adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Sedangkan Suryadi (1998) memberikan pengertian prestasi merupakan kesanggupan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, bermutu dan tepat mengenai sasaran dengan tujuan yang telah ditetapkan. Prestasi menurut Siswanto (1987) adalah hasil kerja yang dicapai oleh
seseorang
dalam
melaksanakan
pekerjaannya
yang
dibebankan
kepadanya. Prestasi adalah tingkat pelaksanaan tugas yang dapat dicapai oleh seseorang, unit, atau divisi dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan
yang
telah
ditetapkan
untuk
mencapai
tujuan
organisasi/perusahaan (Samsudin 2003). Prestasi belajar adalah hasil penilain pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa. Keberhasilan siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kecerdasan kognitif dan kesuksesan belajar di sekolah (school achievement) yang secara umum diketahui sebagai keberhasilan siswa di sekolah (Atkinson 2000). Menurut Yuliawati (1997) prestasi akademik atau
21
prestasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kemampuan dasar (intelegensi), bakat, cara belajar, motivasi/dorongan, kondisi fisik, fasilitas belajar, lingkungan fisik, keadaan/suasana psikologis dirumah dan hibungan anak dengan orang tua, guru serta teman. Cangelosi (1995) menyatakan bahwa prestasi siswa merupakan tingkat kemajuan yang telah dicapai siswa dengan tujuan belajar. Suparno (2001) mengemukakan kesulitan-kesulitan atau masalah yang dihadapi dalam proses belajar. Masalah tersebut diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu masalah internal, eksternal dan lingkungan (fisik, sosial dan ekonomi). Prestasi belajar dapat diukur dengan melakukan tes atau ujian. Fungsi tes prestasi belajar adalah untuk menentukan keterampilan dan pengetahuan yang sudah diajarkan di berbagai tingkat pendidikan atau menilai sejauh mana siswa dapat memperoleh manfaat dari pelajaran yang telah diperoleh. Setiap tes tersebut mempunyai butir-butir soal yang berfungsi untuk menilai materi-materi yang telah disajikan (Arikuntoro 2002). Prestasi belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahanperubahan dalam bidang pengetahuan atau pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap. Adanya perubahan tersebut tampak dalam prestasi belajar yang dihasilkan oleh murid terhadap pertanyaan/persoalan/tugas yang diberikan oleh guru. Penilaian yang dilakukan oleh guru terhadap prestasi belajar murid biasanya diterapkan dalam angka-angka (Winkel 1991). Prestasi yang menonjol dalam salah satu bidang akan mencerminkan bakat yang unggul dalam bidang tersebut. Sebaliknya belum tentu orang yang berbakat akan selalu mencapai prestasi yang tinggi. Sedangkan cara yang dapat digunakan untuk mengukur prestasi belajar anak dapat dinilai dari angka rapor atau tes prestasi belajar baku. Kelemahan dari angka rapor ialah bahwa angka rapor berdasarkan hasil prestasi belajar hanya menunjukkan hasil sesaat. Jika kebetulan anak pada waktu pengetesan berada dalam konsisi kurang sehat, maka hal itu dapat mempengaruhi hasil tesnya. Banyak siswa yang terhambat perkembangan kecerdasannya karena kurangnya asupan gizi yang berkualitas. Gizi kurang pada anak dapat mempengaruhi perkembangan mental dan kecerdasan anak. Status gizi yang buruk, kekurangan zat gizi berupa mineral, vitamin dan zat gizi lainnya dapat mempengaruhi metabolisme di otak, sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan syaraf. Hal tersebut mengakibatkan terganggunya pertumbuhan sel
22
otak dan melinasi sel otak, terutama pada usia di bawah tiga tahun sehingga sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak (Judarwanto 2004). Kemampuan kognitif pada remaja khususnya siswi sekolah menengah mempengaruhi kemampuan dalam konsentrasi belajar yang secara tidak langsung dapat berdampak pada tingkat prestasi akademik yang dihasilkan selama sekolah. Soemantri et al. (1985) telah meneliti hubungan mengenai anemia defisiensi besi dengan kesuksesan sekolah dengan membandingkan grup anemia (n=42) dan grup normal (n=17) dengan IQ, prestasi belajar dan konsentrasi belajar (p<0.05). Di Indonesia telah ada penelitian yang menunjukan peningkatan kemampuan kognitif melalui perlakuan pada grup anemia dan non anemia yang dipantau selama tiga bulan sekolah. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, salah satunya adalah faktor kurangnya atau tidak efektifnya pengajaran oleh guru di sekolah, faktor perhatian siswa, dan motivasi belajar siswa (Grantham 2001). Murray (2007) menemukakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status besi dengan performa kognitif pada wanita usia reproduksi atau wanita usia subur dengan n=34 dan p=0.038. Selain itu anemia berhubungan kuat dengan perkembangan balita dan rendahnya skor kognitif pada test dan prestasi belajar anak. Beberapa faktor dapat dihubungkan antara anemia dan kemampuan kognitif antara lain, kemiskinan, status ekonomi, IQ, BBLR dan infeksi parasit. Selain itu anemia menyebabkan remaja wanita menjadi pasif, sering mengantuk dan tidur, tidak melakukan apa-apa, malas dan jarang bergaul serta bermain dengan teman sebaya (Soeswondo 1989). Survey NHANES pada tahun 1999-2000 melaporkan prevalensi anemia defisiensi besi terbesar terdapat pada remaja perempuan (9-16%) dan pada anak balita sebesar 7%. Anemia defisiensi besi dapat berpengaruh pada fungsi kognitif, pelilaku dan fungsi otak lainnya yang dapat terjadi pada masa perkembangan otak (Mc Cann 2007). Anemia juga menyebabkan terjadinya penurunan skor kemampuan mental MDI (Mental Development Index) yang signifikan pada grup anemia. Studi longitudinal mengenai anemia juga telah membuktikan bahwa pada anak anemia
memiliki kemampuan
kognitif,
perkembangan motorik dan prestasi belajar yang buruk (Grantham et al. 2001). Besi berperan dalam sisitem syaraf pusat perifer dalam enzim yang diperlukan untuk sintesis neurotransmitter dan berperan dalam mielinisasi. Selain itu,
23
dampak akibat rendahnya status besi yaitu efek negatif pada perkembangan kognitif, kemampuan berkonsentrasi yang buruk, minat belajar yang kurang dan prestasi yang buruk di sekolah (Barasi 2009). Batra (2005) mengemukakan dampak yang terjadi akibat anemia pada usia sekolah melalui beberapa test yang terdiri dari aritmatik test, test kurikulum sekolah dan test pembendaharaan kata (vocabulary test), dengan hasil bahwa terjadi penunan skor yang signifikan p=0.02 pada subjek anemia di usia sekolah. Selain itu pada anak usia lebih dari dua tahun dengan anemia biasanya memiliki kemampuan kognitif yang buruk dan prestasi sekolah yang rendah dibandingkan anak non anemia. Anemia juga menyebabkan penurunan kemampuan verbal (verbal learning) dan kemampuan mengingat memori pada remaja wanita, dimana kemampuan verbal dan memori sangatlah penting dalam peningkatan performa akademik (Bruner et al. 1996) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar anak adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain terdiri dari aspek fisik, keadaan gizi anak, minat, motivasi, konsentrasi, keingintahuan, kepercayaan diri dan intelegensi. Adapun faktor eksternal meliputi faktor lingkungan keluarga, lingkungan sekolah (seperti bahan pelajaran, metode mengajar, media pendidikan) dan lingkungan masyarakat (Opit 1996). Hawadi
(2001)
menjabarkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
keberhasilan seorang murid dalam studinya meliputi faktor dari dalam (internal) dan dari luar murid (eksternal) tersebut. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri yaitu minat, sikap, bakat, motivasi berprestasi, konsep diri dan sistem nilai. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang diantaranya adalah lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Pencapaian prestasi belajar pada seorang anak akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: faktor individu sendiri, faktor keluarga dan sekolah. Ketiga faktor ini akan bekerjasama membentuk seorang anak untuk dapat berprestasi di sekolah (Puspitasari 2008). Kecerdasan Kecerdasan/intelegensi menurut Sarwono (1986) didefinisikan sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Gani (1984) dalam Priyatno (2001) mengemukakan dua cara yang dapat dilakukan untuk mengukur
24
kecerdasan, yaitu pengukuran secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran langsung
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
tes
psikologi
yang
menghasilkan ukuran taraf kecerdasan Intelegence Quotient (IQ), sedangkan mengukur tidak langsung dapat dilakukan dengan memantau prestasi akademik. Minat Menurut Chaplin (1979) dalam Yustiana (1999) secara umum, setiap manusia akan melakukan suatu hal. Minat adalah perasaan seseorang bahwa aktivitas, pekerjaan atau obyek tertentu berharga baginya. Bila seorang siswa sangat berminat untuk belajar dan menganggap belajar sebagai sesuatu yang berharga, maka prestasi belajar yang dapat diraihnya dapat tinggi. Menurut Sowekanto (1981) minat adalah bagian dari sikap karena pengertian dari sikap adalah suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu obyek dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda menyenangi obyek tersebut. Motivasi Winkel (1996) mengemukakan bahwa motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar demi mencapai suatu tujuan. Motivasi memegang peranan penting dalam memberikan gairah atau semangat belajar, sehingga siswa termotivasi kuat memiliki energi banyak untuk melakukan kegiatan belajar. Menurut Syah (1999) motivasi belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu motivasi intrinsik (motivasi yang berasal dari dalam diri siswa) dan motivasi ekstrinsik (motivasi yang berasal dari luar diri siswa). Motivasi intrinsik mencakup perasaan menyenangi materi dan kebutuhan akan materi tersebut. Sedangkan motivasi ekstrinsik meliputi adanya pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib, teladan orangtua dan guru. Cara Belajar Cara belajar mempengaruhi keberhasilan dalam belajar. Kartono (1985) mengemukakan beberapa hal mengenai cara belajar yang efisien yaitu: (a) konsentrasi sebelum dan saat belajar, (b) segera mempelajari kembali bahan yang telah diterima, (c) membaca secara teliti dan betul bahan yang sedang dipelajari serta menguasainya, (d) menyelesaikan soal-soal. Kesulitan dalam belajar disebabkan oleh kebiasaan belajar yang kurang baik seperti pengaturan
25
waktu yang tidak tepat sehingga siswa sering tidak siap untuk belajar dan hanya menemukan rutinitas tanpa tahu tujuan sebelumnya (Gunarsa & Gunarsa 1995). Faktor Lingkungan Faktor lingkungan juga sangat menentukan prestasi belajar siswa di sekolah. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama mempengaruhi perkembangan anak. Kegagalan sering dirasakan orang tua karena ada hal-hal tertentu yang kurang diperhatikan, padahal dapat menjadi sumber utama ke arah munculnya kesulitan-kesulitan belajar anak. Suasana hubungan antara orang tua dengan anak seringkali menjadi sumber yang mempengaruhi motivasi anak untuk berprestasi. Benturan nilai antara orang tua dan anak dapat menimbulkan ketegangan yang berlarut-larut yang mengganggu pola konsentrasi anak (Gunarsa & Gunarsa 1995). Lingkungan sekolah meliputi hubungan antara anak dengan guru, anak dengan teman, cara mengajar guru dan fasilitas di sekolah. Lingkungan yang sempit, penerangan kadang kurang baik, kebisingan dapat mempengaruhi motivasi dan secara tidak langsung mempengaruhi pula proses belajar anak di sekolah. Hubungan Anemia Dengan Prestasi Belajar Menurut Soekirman (2000), gangguan pada proses pertumbuhan dan perkembangan atau kematangan sel otak serta produksi dan pemecahan zat senyawa transmitter yang diperlukan untuk mengantar rangsangan pesan dari satu sel neuron ke neuron lainnya yang menjadi terhambat disebabkan oleh kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi dapat mengakibatkan prestasi belajar menurun. Almatsier (1989) menyatakan perkembangan anak sekolah akan terganggu karena menderita sakit, kurang gizi dan anemia. Keadaan ini akan mempengaruhi proses belajar yang mempunyai dampak lebih lanjut terhadap konsentrasi dan prestasi belajar. Penelitian Astuti (2002) yang dilakukan pada 60 orang siswa SMUN 1 Trenggalek, Jawa Timur menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara status anemia dengan prestasi belajar. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Atasasih (2002) pada siswa-siswi SMU 68 Jakarta Pusat, yang mengemukakan bahwa tidak ada hubungan antara anemia dengan prestasi belajar. Siswa dengan status anemia berat ternyata juga dapat memiliki prestasi belajar cukup. Hal ini disebabkan karena meskipun kadar Hb rendah namun jika faktor lain yang dapat mendukung prestasi belajar dalam keadaan baik seperti pola belajar serta sarana dan perlengkapan belajar maka hal tersebut
26
kemungkinan juga dapat mempengaruhi prestasi belajar. Menurut Wirakusumah (1999) status anemia baru dapat berdampak terhadap prestasi belajar jika termasuk dalam kategori berat dan sudah berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hubungan Status Gizi dan Prestasi Belajar Menurut Soewando dkk (1971) diacu dalam Mursidah 1991, menunjukkan bahwa
gizi
kurang
berpengaruh
pada
kemampuan
anak
dan
dapat
mengakibatkan perhatian dan konsentrasi belajar menurun. Anak yang menderita gizi kurang akan tertinggal dalam belajar, kurang gesit dalam bergaul dengan sesama temannya atau kurang tanggap atas kejadian di lingkungan sekitarnya. Gizi yang baik akan sangat membantu dalam meningkatkan kesehatan anak. Menurut Gani (1984) zat-zat gizi yang terdapat dalam makanan berperan dalam perkembangan bobot fisik (besar badan), perkembangan mental dan intelektual serta produktivitas. Kekurangan gizi menyebabkan seseorang sering terserang penyakit, kurang motivasi, bereaksi lambat, apatis sehingga prestasi belajarnya pun berkurang. Hubungan Lingkungan Belajar dengan Prestasi Belajar Lingkungan tempat tinggal seseorang akan sangat memberikan pengaruh terhadap orang yang tinggal pada lingkungan tersebut. Lingkungan belajar yang dimaksudkan sebagai situasi atau suasana tempat seseorang berada dan belajar (Thanthowi 1998). Lingkungan belajar akan mempengaruhi seseorang dalam membentuk suatu pola belajar yang akan digunakan untuk mencapai prestasi belajar. Lingkungan yang nyaman akan memberikan ketenangan bagi yang tinggal disekitarnya dan sebaliknya lingkungan yang tidak nyaman akan membawa dampak yang kurang baik terhadap masyarakat disekitarnya (Slamet 1993). Lingkungan belajar yang mendukung terselenggaranya kegiatan belajar mengajar sangat diharapkan sehingga memungkinkan seseorang belajar dengan baik dan mencapai prestasi yang baik pula. Lingkungan belajar yang baik didukung dengan kelengkapan fasilitas belajar yang baik pula. Lingkungan belajar yang baik yang dinilai dari lingkungan fisik maupun non fisik serta fasilitas belajar yang lengkap, akan memberikan pola belajar yang baik bagi seseorang. Sehingga akan mendukung seseorang untuk mencapai prestasi yang baik.
27
KERANGKA PEMIKIRAN Karakteristik individu yang meliputi usia, berat dan tinggi badan, status gizi, pengetahuan gizi, serta usia menarche, lama dan frekuensi menstruasi serta karakteristik keluarga berupa besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan dan pendapatan orang tua diketahui memberi pengaruh dalam kebiasaan makan dan konsumsi makan remaja. Konsumsi makan yang baik dari remaja merupakan faktor penting untuk memperoleh asupan gizi yang cukup setiap harinya melalui konsumsi makanan yang beragam. Kebiasaan makan yang baik pada remaja dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai pangan dan gizi yang selanjutnya membentuk sikap serta praktek gizi. Masa remaja membutuhkan asupan pangan yang tinggi dalam mencukupi kebutuhan energi dan zat gizi untuk mendukung aktivitas dan menjalankan fungsi biologis tubuh setiap harinya dengan status gizi yang baik. Kadar hemoglobin di dalam tubuh dipengaruhi oleh jumlah zat besi yang tersedia untuk proses pembentukan hemoglobin. Zat besi yang tersedia di dalam tubuh terutama diperoleh dari makanan yang dikonsumsi maupun suplemen zat besi. Salah satu masalah defisiensi zat gizi yang mempengaruhi kemampuan belajar remaja di sekolah adalah anemia. Anemia adalah suatu keadaan yang salah satunya ditandai dengan kadar hemoglobin darah yang lebih rendah dari nilai normal. Upaya dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, investasi dibidang gizi penting untuk diperhatikan disamping melakukan investasi dalam ekonomi dan pendidikan. Masalah gizi yang terjadi pada anak sekolah khususnya remaja akan mempengaruhi proses belajar di sekolah dan akan berdampak pada prestasi belajar di sekolah. Terbentuknya kebiasaan makan yang baik dapat memenuhi kebutuhan zat besi setiap hari yang akan berpengaruh pada keseimbangan status besi dalam tubuh. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi makanan yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi. Selain itu perilaku hidup bersih dan sehat juga dapat mempengaruhi terjadinya anemia. Anemia juga dapat mempengaruhi kemampuan belajar siswi dan dapat mempengaruhi prestasi belajar. Selain itu banyak faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar, antara lain faktor eksternal yaitu lingkungan belajar, sekolah, masyarakat dan pergaulan serta faktor internal yaitu minat, bakat, intelegensi dan motivasi. Kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
28
Karakteristik individu: Usia dan usia menarche, lama & frekuensi menstruasi Berat & tinggi badan Status gizi Pengetahuan gizi Karakteristik keluarga: Besar keluarga Pekerjaan orang tua Pendapatan orang tua Pendidikan orang tua
Ketersediaan makanan
Penyakit kronik, penyakit infeksi, dan perdarahan kronis (malaria dan kecacingan)
Pola konsumsi pangan: • Frekuensi makan • Kebiasaan makan • Kebiasaan minum • Makanan pantangan
Konsumsi energi dan zat gizi
Status anemia (kadar Hb)
Faktor eksternal: Lingkungan belajar, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, pergaulan
Prestasi belajar (Nilai UTS, Nilai rapor, Nilai ulangan harian)
Perilaku hidup bersih dan sehat
Faktor internal: Minat, konsep diri, bakat, intelegensi
Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang dianalisis : Hubungan yang tidak dianalisis Gambar 1 perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, status anemia dan prestasi belajar pada remaja putri SMPN 27 di kelurahan sumur batu bantar gebang bekasi.
29
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survei dengan desain Cross Sectional Study.
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kelurahan Sumur Batu
Bantar Gebang Bekasi. Penelitian dilaksanakan selama bulan OktoberNovember 2012. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Populasi contoh dalam penelitian ini adalah remaja putri usia 13-15 tahun, siswi kelas 2 SMP negeri 27 Bekasi. Kriteria contoh yang diambil adalah siswi SMP Negeri 27 Bekasi yang bertempat tinggal di kawasan tempat pembuangan sampah akhir wilayah Bantar Gebang. Metode penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling. Kriteria inklusi yang digunakan adalah 1) remaja putri siswa SMPN 27 Bekasi yang sudah mengalami menstruasi, 2) bersedia diambil darah, 3) tidak menderita penyakit saat pengambilan darah 4) bertempat tinggal di wilayah Bantar Gebang Bekasi, 5) tidak mengkonsumsi obat-obatan, 6) telah mendapatkan izin dari orang tua dan bersedia menandatangani surat pernyataan ikut serta (informed consent) dalam penelitian. Jumlah contoh ditentukan dengan menggunakan asumsi power of study 95%, presisi 10%, dan prevalensi anemia pada remaja putri yang terjadi di Bekasi sebesar 38.3%, populasi siswa SMPN 27 bekasi 1067 siswa dengan menggunakan rumus study cross sectional menurut Lemeshowb, et al (1997) Berikut ini adalah perhitungan sampel :
n n
1.96
0.38 0.1
Z
pq d
1
0.38
89.58
Keterangan : n = jumlah sampel minimal yang diperlukan α = derajat kepercayaan p = prevalensi anemia remaja putri di SMP 27 Bekasi q=1–p d = presisi N = populasi
90
30
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengisian kuisioner oleh contoh setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti dan wawancara langsung dengan para siswi SMP Negeri 27 Bekasi. Jenis data primer yang diambil meliputi: karakteristik individu (usia, menarche, lama dan frekuensi menstruasi, berat dan tinggi
badan,
pengetahuan
gizi),
karakteristik
keluarga
(pekerjaan
dan
pendapatan orang tua, besar keluarga, pendidikan orang tua), kebiasaan makan, konsumsi pangan, status anemia, serta perilaku hidup bersih dan sehat. Data sekunder meliputi kondisi umum Bantar Gebang, jumlah penduduk, gambaran umum SMP Negeri 27 Bekasi dan data pribadi siswa yang didapatkan dari data biodata anggota siswa di sekolah tersebut, nilai rapor dan nilai ulangan harian. Data kebiasaan makan dan konsumsi makanan diperoleh dengan menggunakan metode semi kuantitatif Food Frequency Questionaire (FFQ). Data status gizi remaja dikumpulkan dengan menggunakan metode antropometri. Data konsumsi pangan yang diperoleh dikonversikan dari ukuran rumah tangga ke satuan gram, kemudian dihitung kandungan gizinya menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Kemudian berat badan (BB), tinggi badan (TB), dan IMT contoh diukur untuk menentukan status gizinya, dimana berat badan (BB) diukur dengan bathroom scale dengan ketelitian 0.1 kg dan tinggi badan (TB) diukur dengan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Status anemia contoh diketahui berdasarkan kadar Hb (Hemoglobin) dengan pengambilan sampel darah oleh petugas Parahita Diagnostical Center yang kemudian dilakukan pengukuran biokimia darah dengan menggunakan metode
Cyanmethemoglobin
untuk
menentukan
konsentrasi
hemoglobin.
Pemeriksaan kadar Hb menggunakan metode tersebut direkomendasikan oleh International Committee for Standardiaztion in Hematology (ICHS) dan dianggap paling teliti dan akurat berdasarkan anjuran WHO (Gibson 2005). Sampel darah yang didapatkan, dikumpulkan dan dibawa ke laboratorium Parahita Diagnostical Center untuk dilakukan analisis.Berikut ini adalah jenis data primer dan sekunder dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 5.
31
Tabel 5 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian No 1
3
Variabel Karakteristik keluarga : - Pendidikan orangtua - Besar keluarga - Pekerjaan orangtua - Pendapatan orangtua Karakteristik individu : - Usia, berat dan tinggi badan, menarche, lama dan frekuensi menstruasi - Pengetahuan gizi Kebiasan makan
4
Konsumsi pangan
Primer
5
Primer
6
Perilaku hidup bersih dan sehat Riwayat penyakit
7
Status gizi (IMT)
Primer
8
Status anemia : - Hemoglobin
Primer
9
Keadaan umum Bantar Gebang Jumlah siswi SMPN 27 Bekasi Keadaan umum SMPN 27 Bekasi Prestasi belajar
2
10 11 12
Jenis data Primer
Cara pengumpulan data Wawancara dengan alat bantu kuisioner
Primer
Wawancara dengan alat bantu kuisioner
Primer
Wawancara dengan alat bantu kuisioner dengan metode semi kuantitatif Food Frequency Questionaire (FFQ) Metode semi kuantitatif Food Frequency Questionaire (FFQ) dengan alat bantu kuisioner Wawancara dengan alat bantu kuisioner Wawancara dengan alat bantu kuisioner Pengukuran berat badan dan tinggi badan secara langsung dengan menggunakan bedroom scale dan microtoise Pemeriksaan darah secara biokimia di laboratorium menggunakan metode cyanmethemoglobin Data Kecamatan Bantar Gebang Bekasi
Primer
Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder
Data administrasi siswa Data administrasi sekolah Pencatatan nilai UTS, nilai dari buku rapor milik sekolah, nilai ulangan harian
Pengolahan dan Analisis Data Data-data yang diperoleh baik data primer maupun sekunder, selanjutnya dikumpulkan untuk diolah dan dianalisis secara statistik. Tahapan pengolahan data meliputi entry, coding, editing, dan analisis. Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan program computer Microsoft Excel 2007 dan Statistical Program Social Sciences (SPSS) versi 16.0 for Windows. Hubungan antara variabel yang akan diteliti dianalisis dengan menggunakan uji korelasi untuk melihat hubungan perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan, dan status anemia gizi terhadap prestasi belajar remaja putri. Secara rinci pengolahan data dilakukan sebagai berikut:
32
Karakteristik keluarga: Besar keluarga. Besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan Hurlock (2004), yaitu: 1) Kecil (≤4 orang). 2) Sedang (5-6 orang), 3) Besar (≥7 orang). Pendidikan
orang
tua.
Pendidikan
orang
tua
dikelompokkan
berdasarkan lama pendidikan formal yang ditempuh oleh ayah dan ibu contoh yaitu: 1) Tidak sekolah, 2) SD/sederajat, 3) SMP/sederajat, 4) SMA/sederajat, 5) Perguruan tinggi. Pekerjaan orang tua. Berdasarkan data yang diisi contoh pada kuisioner, selanjutnya dibahas secara deskriptif. Pendapatan orang tua. Data pendapatan orang tua dibandingkan dengan berdasarkan UMR Kota Bekasi. Karakteristik contoh: Usia. Usia contoh dikelompokkan berdasarkan sebaran data yaitu: 1) <13 tahun, 2) 13-14 tahun dan 3) >14 tahun. Usia menarche. Usia pertama kali contoh mengalami menstruasi (menarche) dikelompokkan berdasarkan sebaran data yaitu: 1) 9-10 tahun, 2) 1112 tahun, 3) 13-14 tahun. Lama menstruasi. Lama menstruasi dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan Affandi (1990), yaitu 1) <3 hari, 2) 3-7 hari, 3) >8 hari. Frekuensi menstruasi. Frekuensi menstruasi dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan Affandi (1990), yaitu 1) 2-3 bulan sekali, 2) sebulan sekali, 3) sebulan 2 kali. Status anemia. Status anemia berdasarkan kadar Hb dan dikelompokkan menjadi empat kategori berdasarkan tingkat keparahan anemia (ACC/SCN 1991), yaitu: 1) Normal apabila kadar Hb: ≥12-15 g/dl, 2) Anemia ringan Hb: >10.1-11.9 g/dl, 3) Anemia sedang Hb: 7-10 g/dl, 4) Anemia berat Hb: <7 g/dl. Status gizi. Status gizi diperoleh dengan metode antropometri melalui perhitungan indeks massa tubuh berbanding umur (IMT/U) berdasarkan rumus: IMT = Berat Badan (kg) Tinggi Badan2 (m)
Data hasil penimbangan berat badan dihitung menggunakan simpang baku z-score yang dihitung menggunakan software WHO Anthro Plus (Riyadi 2001). Penilaian status gizi berdasarkan
nilai
z-score
dan
dibandingkan
33
dengan
baku
rujukan WHO/NHCS dengan perhitungan untuk tiap indeks
adalah: z-score = Nilai individu subyek – Nilai median referensi Nilai standar deviasi referensi Pengetahuan gizi. Data pengetahuan gizi contoh diperoleh dengan menilai jawaban yang diberikan pada contoh terhadap pertanyaan meliputi empat hal yaitu pangan sumber zat gizi, fungsi zat gizi, kebiasaan makan yang baik, dan anemia. Setiap jawaban yang sesuai pada pengetahuan gizi diberikan skor 1, sedangkan setiap jawaban yang tidak sesuai diberikan skor 0. Pengetahuan gizi contoh dihitung dengan menjumlahkan seluruh skor yang diperoleh. Total skor yang diperoleh kemudian diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yang diacu dalam Khomsan (2009), yaitu: 1. Pengetahuan gizi dikategorikan “Baik”, apabila skor yang diperoleh ≥80% dari total jawaban yang benar. 2. Pengetahuan gizi dikategorikan “Sedang”, apabila skor yang diperoleh diantara 60 dan 79% dari total jawaban yang benar. 3. Pengetahuan gizi dikategorikan “Kurang”, apabila skor yang diperoleh <60% dari total jawaban yang benar. Perilaku hidup bersih dan sehat. Data perilaku hidup sehat diukur melalui 20 pernyataan mengenai kebersihan anggota keluarga (kebiasaan mandi, mengganti pakaian setelah mandi, menggosok gigi, mencuci tangan, menggunting kuku), kebiasaan membuang sampah, penggunaan air bersih, penggunaan jamban, kebiasaan konsumsi alkohol, kebiasaan makan keluarga, kebersihan makanan dan kebersihan peralatan makan, kebiasan olahraga dan kebiasaan tidak merokok. Pertanyaan mengenai kebersihan anggota keluarga (kebiasaan mandi, mengganti pakaian setelah mandi, menggosok gigi, mencuci tangan, menggunting kuku), kebiasaan makan keluarga, kebersihan makanan dan kebersihan peralatan makan dengan pilihan jawaban tidak dan ya. Jawaban tidak diberi skor 1 dan jawaban ya diberi skor 3. Pengkategorian perilaku hidup sehat juga berdasarkan perhitungan interval kelas data. Pemberian skor digolongkan berdasarkan nilai skor dengan menggunakan teknik skoring Slamet (1993) dengan menggunakan rentang kelas dengan rumus sebagai berikut : Rentang Kelas = Skor Maksimum – Skor Minimum Jumlah Kategori
34
Konsumsi Pangan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi. Data konsumsi
pangan
diperoleh
dengan
cara
pengisian
semiquantitative food frequency quetioners (FFQ) kemudian dikonversikan ke dalam energi dan zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994), konversi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kej = Bj x BDDj x Gj 100 100 Keterangan: Kej : Kandungan energi dari bahan makanan j yang dikonsumsi (g) Bj : Berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g) Gj : Kandungan energi dalam 100 g BDD bahan makanan BDDj : Persen bahan makanan yang dapat dimakan (% BDD)
Menurut Hardinsyah et al. (2002) kecukupan protein contoh diacu berdasarkan formula sebagai berikut: AKP = (Ba/Bs) x AKGi Keterangan: AKP : Angka kecukupan protein (g) Ba : Berat badan aktual (Kg) Bs : Berat badan rujukan (Kg) AKGi : Angka kecukupan protein yang dianjurkan
Perhitungan tingkat kecukupan zat gizi untuk energi dan protein memperhitungkan berat badan aktual yang dibandingkan dengan berat badan standar yang terdapat dalam Angka Kecukupan Gizi (AKG). Nilai standar yang menyatakan apakah telah mengkonsumsi gizi yang cukup, kurang atau lebih yaitu defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), kurang (<90%), cukup (90-119%), dan lebih (≥120%) (Depkes 1996). Tingkat konsumsi zat gizi siswa dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994). TKGi = Ki x 100% AKGi Keterangan: TKGi : Tingkat kecukupan zat gizi i Ki : Konsumsi zat gizi i AKGi : Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan
Kebiasaan makan. Data kebiasaan makan diperoleh semiquantitative Food Frequency Questionare (FFQ). Kebiasaan makan contoh diambil untuk mengetahui kebiasaan makan selama satu bulan terakhir untuk pangan sumber karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayuran, buah-buahan, jajanan dan minuman. Kebiasaan makan contoh diperoleh dalam bentuk frekuensi dan perkiraan berat konsumsi dalam satu minggu untuk seluruh jenis pangan. Data kebiasaan makan ini kemudian dijelaskan secara deskriptif dan dibandingkan
35
dengan anjuran Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Frekuensi konsumsi pangan contoh dikategorikan menjadi empat kategori yang dimodifikasi dari Gibson (2005) yaitu selalu (1 kali sehari hingga lebih dari 1 kali sehari), kadangkadang (3-6 kali seminggu), jarang (1 atau 2 kali seminggu), dan tidak pernah. Prestasi Belajar. Data prestasi belajar diperoleh dari nilai rapor semester satu tahun ajaran 2011/2012. Prestasi belajar merupakan nilai yang diperoleh dari rata-rata nilai rapor Sembilan mata pelajaran contoh. Pengolahan data prestasi belajar digolongkan menjadi empat kategori berdasarkan Pedoman Buku Rapor dari Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yaitu: a. Baik jika nilai rata-rata rapor di atas 8.0 b. Lebih dari cukup jika nilai rata-rata rapor di antara 7.0 – 7.9 c. Cukup jika nilai rata-rata rapor di antara 6.0 – 6.9 d. Kurang jika nilai rata-rata rapor di bawah 6.0 Definisi Operasional Remaja putri siswi SMPN 27 yang berusia antara 13-15 tahun yang tinggal di Bantar Gebang Bekasi. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak serta anggota keluarga lainnya. Pekerjaan orang tua adalah sumber pendapatan keluarga, dapat berupa pekerjaan tetap atau tidak tetap. Pendapatan orang tua adalah jumlah penghasilan keluarga yang diperoleh dari pekerjaan kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya yang dinilai dengan uang selama satu bulan terakhir. Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal yang telah atau sedang ditempuh dan dikategorikan berdasarkan jenjang pendidikan SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Perilaku hidup bersih dan sehat adalah perilaku remaja putri dalam kehidupan sehari-hari yang mencerminkan upaya hidup sehat dalam memelihara kesehatan meliputi kebersihan anggota keluarga (kebiasaan mandi, mengganti pakaian setelah mandi, menggosok gigi, mencuci tangan, menggunting kuku), kebiasaan makan keluarga, kebersihan makanan dan peralatan makan, kebiasaan olahraga, dan kebiasaan tidak merokok.
36
Kebiasaan makan adalah tindakan makan remaja putri yang telah dilakukan secara berulang untuk memenuhi kebutuhan gizinya yang digambarkan dengan kebiasaan konsumsi sumber karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayuran, buah, jajanan dan minuman yang diketahui jenis, jumlah bahan makanan, dan frekuensi makanan selama satu minggu, menggunakan semi food frequency questionare (FFQ). Frekuensi konsumsi pangan adalah adalah tindakan makan remaja putri yang telah dilakukan secara berulang untuk memenuhi kebutuhan gizinya yang digambarkan dengan kebiasaan frekuensi konsumsi serealia dan umbi, pangan hewani, pangan nabati, sayuran, buah, minuman, jajanan dan suplemen. Konsumsi pangan adalah segala aktivitas yang dilakukan contoh secara berulang-ulang dan dapat mempengaruhi jumlah asupan makan seperti frekuensi makan, kebiasaan makan (sarapan pagi, jajan, sayur, dan buah), kebiasaan minum (suplemen, kopi, teh, soft drink dan susu) dan makanan pantangan. Tingkat kecukupan zat gizi adalah rata-rata asupan pangan sumber energi, protein, vitamin C, vitamin A dan zat besi yang dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Status gizi adalah keadaan kesehatan seseorang sebagai hasil dari absorbsi dan metabolisme makanan yang dapat diukur dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT/U). Status anemia diperoleh melalui pengukuran kadar hemoglobin dalam darah contoh yang diukur dan dikategorikan menjadi anemia apabila hasil pengukuran kadar hemoglobin contoh <12 g/dl dan dikategorikan tidak anemia, jika kadar hemoglobin contoh ≥12 g/dl. Kadar hemoglobin (Hb) adalah banyaknya hemoglobin dalam darah remaja putri yang diukur dengan menggunakan pemeriksaan uji biokimia darah di laboratorium menggunakan metode cyanmethemoglobin yang lebih akurat. Usia menarche adalah usia saat pertama kali contoh mengalami menstruasi. Lama menstruasi adalah lamanya menstruasi remaja putri yang berlangsung dalam satu periode siklus menstruasi. Frekuensi
menstruasi
adalah
durasi
menstruasi
yang
menggambarkan keteraturan menstruasi yang dialami.
dialami
contoh
37
Prestasi belajar adalah nilai rapor contoh yang diukur menggunakan nilai ratarata seluruh mata pelajaran yang terdapat pada rapor contoh semester satu tahun ajaran 2011/2012. Pengetahuan gizi adalah kemampuan kognitif contoh dalam menjawab pertanyaan terkait perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi makanan yang baik serta anemia yang dapat mempengaruhi prestasi belajar.
38
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 27 yang berlokasi di Jalan Sapta Taruna IV, Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. Kelurahan Sumur Batu merupakan salah satu dari delapan yang ada di Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari 7 rukun warga dan 41 rukun tetangga dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: • Sebelah Utara
: Kelurahan Padurenan Kecamatan Mustika Jaya
• Sebelah Timur
: Desa Burangkeng Kabupaten Bekasi
• Sebelah Selatan
: Desa Taman Rahayu Kabupaten Bekasi
• Sebelah Barat
: Kelurahan Cikiwul Kecamatan Bantargebang
Letak kota Pemerintahan Kelurahan Sumur Batu berada di sebelah tenggara dari kota Pemerintahan Kecamatan Bantargebang, dengan luas ±568.995 ha. Dari luas ±568.995 ha areal yang ada, sekitar 318 ha dipergunakan untuk pemukiman penduduk dan pertanian, sedangkan sisanya dipergunakan untuk sarana gedung perkantoran dan prasarana pendidikan serta tempat pembuangan akhir (TPA) Pemda DKI 20 ha dan Kota Bekasi 17 ha. Keberadaan lokasi TPA Bantargebang membawa dampak tersendiri bagi masyarakat sekitarnya. Permasalahan lain yang dihadapi dengan adanya lokasi TPA sampah adalah adanya udara yang tidak bersahabat di wilayah Kelurahan Sumur Batu dan sekitarnya akibat bau yang tidak sedap apabila tersengat hidung. Sekolah SMP Negeri 27 ini didirikan pada tahun 2000. Sekolah ini berdiri diatas tanah milik pribadi yang berdiri di atas tanah seluas 5200 M2 dan dengan luas seluruh bangunan seluas 2241 M2. SMP Negeri 27 Bekasi dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah yang dibantu oleh 38 guru. Jumlah siswa SMP Negeri 27 sebanyak 609 orang laki-laki dan 580 orang perempuan yang terdiri atas tiga kelas yaitu kelas VII, VIII, dan IX. Jumlah siswa kelas VIII sebanyak 190 orang laki-laki dan 191 orang perempuan yang terdiri dari delapan kelas. SMP Negeri 27 memiliki akreditasi A. Fasilitas kegiatan pendidikan tersebut terdiri atas ruangan kelas bertingkat. Jumlah ruang kelas yang dimiliki sebanyak 18 kelas, ruang tata usaha, ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang keterampilan, ruang laboratorium IPA, perpustakaan, dan laboratorium komputer. Kegiatan belajar di SMP Negeri 27 dibagi kedalam dua waktu belajar yaitu dimulai dari pagi hingga siang hari yang dimulai pukul 07.00-12.00 WIB dan siang hingga sore hari dimulai pukul 12.30-17.30 WIB.
39
Karakteristik Keluarga Karakteristik keluarga contoh terdiri dari besar keluarga, pendapatan keluarga, pendidikan orangtua dan pekerjaan orangtua. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak (keluarga inti). Besar keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah (Suhardjo 1989). Menurut Hurlock (2004), data besar keluarga dikategorikan menjadi tiga yaitu keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, keluarga sedang 5-6 orang, dan keluarga besar dengan jumlah anggota keluarga ≥ 7 orang. Sebaran Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga Kategori Keluarga kecil (≤ 4) Keluarga sedang (5-6) Keluarga besar (≥ 7) Total Kategori SD SMP SMA Perguruan tinggi Total Kategori
Besar keluarga n 7 76 7 90 Pendidikan Orangtua Ayah n % 50 55.6 22 24.4 17 18.9 1 1.1 90 100.0 Pekerjaan Orangtua Ayah
% 7.8 84.4 7.8 100.0 Ibu n 64 13 13 0 90
% 71.1 14.4 14.4 0.0 100.0 Ibu
n
%
n
%
Pemulung Ibu rumah tangga PNS Karyawan Pedagang Lainnya
72 0 5 7 3 3
80.0 0.0 5.6 7.8 3.3 3.3
0 80 1 1 3 5
0.0 88.9 1.1 1.1 3.3 5.6
Total
90
100
90
100
Kategori Miskin (< Rp 231438) Tidak miskin (> 231438) Total
Pendapatan Orangtua n 69 21 90
% 77 23 100
Berdasarkan Tabel 6, Sebagian besar contoh (84.4%) berada pada kategori keluarga sedang dan rata-rata besar jumlah keluarga contoh adalah 5±1.2. Menurut Suhardjo (1989), besar keluarga berkaitan langsung dengan pemenuhan kebutuhan hidup baik kebutuhan sandang, pangan, maupun papan
40
dalam suatu keluarga. Semakin besar jumlah anggota keluarga maka kebutuhan hidup juga akan semakin meningkat sehingga diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan pendapatan agar kebutuhan hidup dalam keluarga dapat dipenuhi. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982). Menurut Sediaoetama (2000), pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak mencukupi kebutuhan. Pendidikan orangtua contoh cukup bervariasi, mulai dari lulusan sekolah dasar (SD) hingga perguruan tinggi. Sebagian besar ayah dan ibu contoh menempuh pendidikan minimal hingga jenjang SD. Namun jumlah pada ibu lebih banyak yang hanya menempuh pendidikan minimal hingga SD yaitu sebesar 64 orang (71.1%). Rendahnya tingkat pendidikan orang tua dapat berpengaruh terhadap pemberian informasi dan pengetahuan kepada anak khususnya dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Tingkat pendapatan
pendidikan
yang
diperoleh
yang
semakin
seseorang.
tinggi
Ayah
mempengaruhi
sebagai
kepala
tingkat keluarga
bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga perlu pendidikan yang tinggi. Pendidikan ayah mempengaruhi perkembangan anak dalam pengasuhan yang diberikan. Pengetahuan dan tingkat pendidikan formal serta keikutsertaan dalam pendidikan non formal dari orangtua sangat penting dalam menentukan status kesehatan dan status gizi keluarga (Suhardjo 1989). Tingkat pendidikan terakhir ibu contoh merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006). Berdasarkan Tabel 6 diatas sebagian besar ayah contoh bekerja sebagai pemulung (80%), sedangkan sebagian besar ibu contoh adalah ibu rumah tangga (88.9%). Menurut Suhardjo (1989), jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima. Pekerjaan memiliki hubungan dengan tingkat pendidikan sehingga nantinya akan mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi (Sukarni 1994).
41
Total pendapatan keluarga contoh terendah sebesar Rp.300.000 dan tertinggi sebesar Rp.3.000.000. Pendapatan total tersebut dibagi dengan jumlah anggota keluarga untuk mendapatkan pendapatan perkapita perbulan, yaitu berkisar antara Rp.62.500 sampai Rp.600.000 dengan rata-rata sebesar Rp.188.081 perkapita perbulan. Apabila dibandingkan dengan Garis Kemiskinan (GK) daerah Jawa Barat pada tahun 2012, yaitu Rp 231.438/kapita/bulan. Sebagian besar pendapatan keluarga (77%) berada pada kategori miskin. Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besat peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan perorangan maka terjadi perubahan dalam susunan makanan (Suhardjo 1989). Karakteristik Contoh Usia WHO mendefinisikan remaja sebagai bagian dari siklus hidup antara usia 10-19 tahun dan dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu 10-12 tahun, 13-15 tahun, dan 16-18 tahun (Jahari & Jus’at 2004). Contoh pada penelitian ini berusia 13-15 tahun. Remaja memiliki pertumbuhan yang cepat (growth spurt) dan merupakan waktu pertumbuhan yang cepat setelah masa bayi serta satu-satunya periode dalam hidup individu terjadi peningkatan pertumbuhan (UNS-SCN 2006). Adanya kekurangan zat gizi makro dan mikro dapat mengganggu pertumbuhan dan menghambat pematangan seksual (DiMeglio 2000). Pada Tabel 7, menunjukkan bahwa lebih dari separuh remaja putri (70%) berada pada usia 13 tahun dan rata-rata usia contoh 13±0.5 tahun. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan usia Usia (tahun) 13 14 15 Total
n 63 25 2 90
% 70.0 27.8 2.2 100.0
Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk (Suhardjo 1996). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizinya (Khomsan et al.
42
2007). Sebagian besar pengetahuan gizi siswi (72.2%) berada pada kategori sedang yaitu 65 orang. Adapun rata-rata skor dari pengetahuan gizi adalah 68,4 dengan
nilai
memberikan
minimum-maksimum jawaban
yang
adalah
kurang
tepat
15-95. pada
Sebagian
besar
pertanyaan
siswi
mengenai
pengetahuan umum gizi, sumber pangan hewani yang mengandung tinggi zat besi, sumber vitamin A dan penyebab anemia. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi Kategori
n 14 65 11 90
Kurang Sedang Baik Total
% 15.6 72.2 12.2 100
Menstruasi Masa remaja adalah masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi lebih tinggi termasuk zat besi. Selain itu pada masa remaja, seseorang akan mengalami menstruasi. Menstruasi adalah periode pengeluaran darah secara periodik (biasanya setiap bulan) dari uterus berupa campuran darah, cairan jaringan dan hasil luruhnya dinding uterus (endometrium). Sedangkan, menurut Ganong (2005), menstruasi adalah perdarahan vagina periodik yang terjadi dengan terlepasnya mukosa uterus. Kebutuhan zat besi akan meningkat pada remaja putri sehubungan dengan terjadinya menstruasi. Menstruasi contoh digambarkan oleh usia pertama kali menstruasi, lama menstruasi setiap periodenya dan frekuensi menstruasi. Usia Menarche Menarche atau menstruasi pertama merupakan salah satu perubahan pubertas yang pasti dialami setiap anak perempuan (Ganong 2005). Menarche merupakan perdarahan pertama dari uterus yang terjadi pada seorang wanita dan biasanya rata-rata terjadi pada usia 11-13 tahun. Tetapi semakin lama, usia menarche telah bergeser ke usia yang lebih muda. Hal ini mungkin disebabkan oleh semakin baiknya nutrisi dan kesehatan pada generasi sekarang (Jacoeb 2007). Sebaran contoh berdasarkan usia menarche disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan usia menarche Usia menarche 9-10 tahun 11-12 tahun 13-14 tahun Total
n 4 70 16 90
% 4.4 77.8 17.8 100
43
Berdasarkan Tabel 9, sebagian besar contoh (77.8%) mengalami menstruasi pertama kali pada usia 11-12 tahun sebanyak 70 orang dan rata-rata usia menstruasi pertama kali contoh adalah 12±0.83 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Batubara, Soesanti dan Van de waal (2010), menarche termuda di Indonesia adalah remaja berumur 9 tahun dan menarche tertua berumur 18 tahun. Lama Menstruasi Lama menstruasi biasanya antara 3-7 hari dan dianggap tidak normal jika lebih dari delapan atau sembilan hari (Affandi 1990). Saat menstruasi terjadi pengeluaran darah dari dalam tubuh. Hal itu menyebabkan zat besi yang terkandung dalam hemoglobin juga ikut terbuang. Lama menstruasi yang tinggi dapat menyebabkan darah yang dikeluarkan tubuh semakin banyak, sehingga kemungkinan kehilangan zat besi juga semakin tinggi (Affandi 1990). Sebaran contoh berdasarkan lama menstruasi disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan lama menstruasi Lama mens <3 hari 3-7 hari >8 hari Total
n 12 73 5 90
% 13.3 81.1 5.6 100
Lama menstruasi dikatakan rendah jika kurang dari tiga hari dan normal apabila berada diantara 3-7 hari serta dikatakan tinggi jika lebih dari delapan hari. Pada tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (81.1%) memiliki lama mentruasi yang tergolong normal (3-7 hari). Hanya sekitar 20% yang memiliki lama menstruasi tidak normal, yaitu golongan rendah sebesar 13.3% dan tinggi sebesar 5.6%. Rata-rata menstruasi contoh 3±0.43 hari. Menurut Affandi (1990), beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah darah yang keluar rata-rata 33.2±16 cc dan dianggap abnormal jika kehilangan darah menstruasi lebih dari 80 ml. Jumlah 20-25 cc menyiratkan kehilangan zat besi sebesar 12.5-15 mg/bulan atau kira-kira sama dengan 0.4-0.5 mg/hari. Jika jumlah tersebut ditambah dengan kehilangan basal maka jumlah total zat besi yang hilang sebesar 1.25 mg/hari (Arisman 2002). Banyaknya darah yang keluar dapat berbeda-beda pada setiap orang, bahkan pada seorang remaja wanita dapat berbeda-beda dari bulan ke bulan. Frekuensi Menstruasi Frekuensi menstruasi menggambarkan keteraturan menstruasi seorang wanita setiap bulannya. Frekuensi menstruasi dibedakan menjadi rendah (2-3
44
bulan sekali), normal (sebulan sekali), dan tinggi (sebulan dua kali). Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan frekuensi menstruasi yang disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi menstruasi Frekuensi mens 2-3 bulan sekali Sebulan 1 kali Sebulan 2 kali Total
n 13 74 3 90
% 14.4 82.2 3.3 100
Berdasarkan Tabel 11, menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (82.2%) memiliki frekuensi menstruasi yang normal yaitu dengan frekuensi menstruasi sebulan satu kali. Pada saat menstruasi terjadi pengeluaran darah dari dalam tubuh. Semakin sering menstruasi berlangsung, maka semakin banyak pengeluaran dari tubuh. Hal tersebut mengakibatkan pengeluaran besi meningkat dan keseimbangan zat besi dalam tubuh terganggu (Depkes 1998). Adanya frekuensi menstruasi contoh yang tidak normal seperti rendah dan tinggi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mengganggu kelancaran siklus menstruasi diantaranya yaitu faktor stress, perubahan berat badan, olahraga yang berlebihan, dan keluhan menstruasi (Affandi 1990). Sedangkan Ganong (2005), menyatakan bahwa lama siklus menstruasi pada wanita sangat bervariasi, namun rata-rata adalah 28 hari dari permulaam masa menstruasi ke permulaam menstruasi berikutnya. Status Gizi Menurut Supariasa et al (2002), status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi) dan penggunaan (utilization) zat gizi. Status gizi tergantung dari konsumsi, tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas makanan yang dikonsumsi (Sediaoetama 2000). Pengukuran status gizi dilakukan dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT). Kategori IMT/U remaja berdasarkan WHO (2007), yaitu sangat kurus, kurus, normal, overweight dan obese. Berikut sebaran contoh berdasarkan status gizi contoh dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Sebaran status gizi contoh Status Gizi Sangat kurus (z <-3) Kurus (-3 ≤ z < -2) Normal (-2 ≤ z ≤ 1) Overweight (>1 ≤ z ≤ 2) Obese (z >2) Total
n 8 11 66 5 0 90
% 8.9 12.2 73.3 5.6 0.0 100.0
45
Berdasarkan Tabel 12, sebaran status gizi contoh sebagian besar (73.3%) berada dalam sebaran kategori normal yaitu sebanyak 66 contoh. Berdasarkan hasil penelitian Permaesih dan Herman (2005), bahwa remaja yang mempunyai IMT kurang atau tubuh kurus mempunyai risiko 1.5 kali untuk menjadi anemia. Status Anemia Status zat besi tiap individu bermacam-macam mulai dari kelebihan zat besi sampai anemia defisiensi zat besi (Gleason & Scrimshaw 2007). Anemia terjadi apabila kadar hemoglobin dalam darah dibawah batas normal. Pada penelitian ini, status anemia ditentukan menggunakan indikator hemoglobin, karena penggunaan indikator hemoglobin merupakan pengukuran anemia defisiensi besi yang paling luas. Sebaran contoh berdasarkan kadar hemoglobin disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kadar hemoglobin Kadar Hb Anemia berat (<7 g/dl) Anemia sedang (7-10 g/dl) Anemia ringan (>10.1-11.9 g/dl) Normal (≥12-15 g/dl) Total
n 1 3 10 76 90
% 1.1 3.3 11.1 84.4 100
Kadar hemoglobin contoh berkisar antara 6.5 hingga 15.4 g/dl dengan rata-rata kadar hemoglobin 12.7 g/dl. Pada penelitian ini lebih dari separuh contoh (84.4%) tidak mengalami anemia (normal). Adanya contoh yang berada pada kondisi anemia sedang ini akan berdampak pada status imunitas dan fungsi kognitif (Ruel 2001). Menurut Soekirman (2000), anemia pada kelompok remaja dapat menimbulkan berbagai dampak antara lain menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena penyakit dan menurunkan aktivitas yang berkaitan dengan kemampuan kerja fisik dan prestasi belajar. Selain itu remaja yang menderita
anemia
mengalami
penurunan
kebugaran
sehingga
akan
menghambat prestasi olahraga dan produktivitas. Secara keseluruhan terdapat 15.6% contoh yang mengalami anemia yaitu keadaan kadar hemoglobin kurang dari 12.0 g/dl. Prevalensi ini lebih rendah dibandingkan dari hasil penelitian Permaesih dan Herman (2005) yaitu sebesar 30% pada remaja wanita. Begitu pula bila dibandingkan dengan prevalensi anemia di SD dan SMU di Jawa Tengah (57.4%) dan Jawa Timur (80.2%) (Depkes 2003 diacu dalam Briawan 2008).
46
Riwayat Penyakit Riwayat penyakit dilihat untuk mengetahui jenis penyakit yang pernah diderita contoh selama dua bulan terakhir. Riwayat penyakit contoh yang diamati meliputi kejadian sakit (pernah/tidak), jenis penyakit yang dialami dan frekuensi sakit. Riwayat penyakit diamati untuk melihat adanya penyakit yang dialami yang berhubungan dengan kejadian anemia pada contoh. Seseorang yang anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi (Permaesih dan Herman 2005). Infeksi merupakan faktor yang penting dalam menimbulkan kejadian anemia dan anemia merupakan konsekuensi dari peradangan dan asupan makanan yang tidak memenuhi kebutuhan zat besi (Thurnham & Northrop-Clewes 2007). Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit (pernah/tidaknya selama dua bulan terakhir) disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit Kategori Sakit Tidak Sakit Total
n 75 15 90
% 83.3 16.7 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (83.3%) pernah mengalami sakit dalam dua bulan terakhir. Hasil penelitian Permaesih dan Herman (2005) menunjukkan sakit yang diderita contoh baik dalam satu tahun atau satu bulan terakhir dapat berhubungan secara signifikan dengan status anemia. Sedangkan contoh yang tidak mengalami sakit dalam dua bulan terakhir sebanyak 16.7%. Adapun jenis penyakit dan frekuensi penyakit yang dialami contoh selama dua bulan terakhir terdapat pada Tabel 15. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit dan frekuensi sakit Jenis Penyakit Tipus Cacingan Diare kronis Lain-lain
1 kali/2 bulan n % 23 25.6 12 13.3 1 1.1 5 5.6
2 kali/2 bulan n % 5 5.6 2 2.2 2 2.2 1 1.1
≥ 3kali/2 bulan n % 0 0.0 0 0.0 0 0.0 19 21.1
Total n % 28 31.1 14 15.6 3 3.3 25 27.8
Berdasarkan Tabel 15, dapat dilihat bahwa jenis penyakit yang paling banyak diderita contoh dalam dua bulan terakhir adalah tipus sebesar 31.1%. Penyakit tipus menyerang seseorang melalui berbagai cara salah satunya melalui makanan yang tercemar Salmonella Thypi. Namun terdapat contoh yang mengalami cacingan pada dua bulan terakhir sebesar 15.6%. Penyakit infeksi kecacingan merupakan faktor penting yang memberikan kontribusi terhadap prevalensi anemia pada banyak populasi (WHO 2004). Jenis penyakit lain-lain yang dialami contoh diantaranya penyakit kulit, maag, pusing, sariawan, batuk,
47
flu, radang tenggorokan, sakit perut dan 5L (lemah, letih, lesu, lelah dan lunglai) dengan frekuensi rata-rata 3-5 kali selama dua bulan terakhir. Rata-rata frekuensi contoh mengalami sakit selama dua bulan terakhir adalah satu kali. Menurut Dreyfuss et al (2000), adanya infeksi cacing tambang menyebabkan pendarahan pada dinding usus, meskipun sedikit tetapi terjadi terus menerus sehingga dapat mengakibatkan hilangnya darah atau zat besi. Hasil penelitian Permaesih dan Herman (2005) memperlihatkan bahwa sakit yang diderita baik pada satu tahun atau satu bulan sebelumnya berhubungan secara bermakna dengan status anemia. Sakit yang diderita, terutama penyakit infeksi mempengaruhi metabolisme dan utilisasi zat besi yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin dalam darah. Sebagian besar contoh (60%) tidak pernah mengkonsumsi obat cacing dan sebanyak 34% contoh menyatakan 6 bulan sekali mengkonsumsi obat cacing. Adapun frekuensi konsumsi obat cacing yang dialami contoh dapat dilihat pada Tabel 16 dibawah ini. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi obat cacing Frekuensi Konsumsi Obat Cacing 3 bulan 6 bulan Tidak pernah Total
n 5 31 54 90
% 6 34 60 100
Periaku Hidup Bersih dan Sehat Menurut Depkes (2004), perilaku hidup bersih dan sehat adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Perilaku hidup sehat sangat erat kaitannya dengan higiene perorangan (personal hygiene). Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan dengan sabun dan air bersih merupakan salah satu yang termasuk dalam higiene perorangan yang mampu mencegah resiko terkena diare (Nurwulan 2003). Selain itu kebersihan pribadi juga mencakup: kebersihan kulit, rambut, mata, kuku, hidung, telinga, mulut dan gigi, tangan dan kaki, pakaian, serta kebersihan sesudah buang air kecil dan besar (Depkes 2004). Sebaran contoh berdasarkan perilaku hidup bersih dan sehat dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan perilaku hidup bersih dan sehat Kategori Rendah (36-42) Sedang (43-49) Baik (50-58) Total
n 3 14 73 90
% 3.3 15.6 81.1 100
48
Berdasarkan Tabel 17, dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh (81.1%) memiliki perilaku hidup bersih dan sehat yang baik . Hygiene perorangan atau kebersihan pribadi seperti mencuci tangan sebelum makan merupakan salah satu faktor determinan status anemia. Melalui membiasakan mencuci tangan sebelum makan diharapkan kuman-kuman tidak ikut masuk ke dalam mulut, yang selanjutnya akan menyebabkan kecacingan sebab cacing diperut sebagai pemicu terjadinya anemia (Irawati et al. 2000). Kebiasaan Makan Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Frekuensi makan akan menentukan jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuh seseorang sehingga akan menentukan tingkat kecukupan gizi. Sebaran contoh berdasarkan kategori kebiasaan makan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan kategori kebiasaan makan Kategori Baik (35-40) Cukup (41-46) Kurang (47-53) Total
n 23 52 15 90
% 26 58 17 100
Kebiasaan makan contoh sebagian besar (58%) terdapat pada kategori cukup dengan rata-rata sebesar 44.6. Berdasarkan hasil uji analisis korelasi spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan dengan kadar hemoglobin contoh (p>0.05). Kebiasaan makanan yang baik dimulai di rumah atas bimbingan dari orangtua. Peran ibu paling berpengaruh terhadap pembentukan kebiasan makan. Kebiasan makan yang baik merupakan kebiasaan makan yang dapat menunjang terpenuhinya kecukupan gizi, sedangkan kebiasaan makan yang buruk merupakan kebiasaan yang dapat menghambat terpenuhinya kecukupan zat gizi, seperti adanya pantangan atau tabu yang berlawanan dengan konsep gizi (Sukandar 2007). Faktor dasar yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi adalah rasa lapar dan kenyang, ketersedian pangan, suku, budaya, status sosial ekonomi dan pendidikan. Frekuensi Konsumsi Pangan Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Batasan ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau berdasarkan
49
aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Pengukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui konsumsi pangan adalah dengan metode frekuensi pangan yang dalam pelaksanaannya dilakukan pencatatan frekuensi atau banyaknya penggunaan pangan yang biasanya dikonsumsi untuk suatu periode waktu tertentu (Kusharto dan Sa’diyyah 2006). Semiquantitative
Food
Frequency
Questionnaire
adalah
metode
memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Pencatatan frekuensi sumber zat besi dibagi menjadi serealia, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah-buahan, makanan jajanan, minuman dan suplemen. Ketujuh jenis pangan ini kemudian dikategorikan menurut frekuensi konsumsi selama seminggu. Frekuensi Konsumsi Serealia dan Umbi-Umbian Pedoman umum gizi seimbang (PUGS) menganjurkan agar 60-75% kebutuhan energi diperoleh dari karbohidrat terutama karbohidrat kompleks (Almatsier 2008). Beberapa jenis pangan yang merupakan sumber energi seperti beras, jagung, ubi, singkong, talas serta bahan hasil olahannya seperti mie, bihun, roti, makaroni dan havermouth (Almatsier 2002). Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi serealia dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Sebaran frekuensi konsumsi serealia dan umbi-umbian contoh Frekuensi konsumsi per minggu Serealia dan umbi Nasi Jagung Singkong Ubi Mie Soun Bihun Kentang Roti
Selalu (>1 kali sehari dan 1 kali sehari)
n 90 0 1 1 19 1 3 1 3
% 100 0 1 1 21 1 3 1 3
Jarang
Kadang
(1 atau 2 kali seminggu)
(3-6 kali seminggu)
n 0 14 17 2 34 10 10 8 8
% 0 16 19 2 38 11 11 9 9
n 0 7 4 2 34 2 4 2 4
% 0 8 4 2 38 2 4 2 4
Total
Tidak pernah n 0 69 68 85 3 77 73 79 75
% 0 77 76 94 3 86 81 88 83
n 90 90 90 90 90 90 90 90 90
% 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Berdasarkan Tabel 19, Lebih dari separuh contoh tidak pernah mengkonsumsi serealia seperti jagung, singkong, ubi, soun, bihun, kentang dan roti. Seluruh contoh mengkonsumsi nasi 100% dengan frekuensi selalu dan sebagian contoh mengkonsumsi mie dengan frekuensi jarang dan kadang 38%. Berdasarkan hasil analisis korelasi spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara konsumsi serealia dengan kadar hemoglobin contoh
50
(p>0.05). Hal ini memperlihatkan bahwa masih kurangnya contoh dalam mengkonsumsi pangan sumber serealia. Menurut Almatsier (2002), kandungan fitat yang terdapat dalam serat serealia dapat mengikat besi sehingga mempersulit penyerapannya. Frekuensi Konsumsi Lauk Hewani Menurut Almatsier (2002) diperkirakan hanya 5%-15% besi makanan diabsorpsi seseorang yang bersifat status besi baik. Jika dalam keadaan defisiensi besi, absorpsi dapat mencapai 50%. Faktor bentuk besi berpengaruh terhadap absorpsi besi. Besi heme yang terdapat dalam pangan hewani dapat diserap dua kali lipat daripada besi non heme. Oleh karena itu kurangnya konsumsi pangan sumber heme dapat mempengaruhi penyerapan zat besi. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi lauk hewani dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi lauk hewani Frekuensi konsumsi per minggu Lauk Hewani Ikan laut Ikan asin Ikan pindang Ikan tawar Sapi Ayam Kambing Bebek Nugget Hati sapi Hati ayam Telur ayam Telur bebek Telur Puyuh Sosis Rebon
Tabel
Selalu (>1 kali sehari dan 1 kali sehari)
Jarang
Kadang
(1 atau 2 kali seminggu)
(3-6 kali seminggu)
Total
Tidak pernah
n 2 1
% 2.2 1.1
n 20 32
% 22.2 35.6
n 13 4
% 14.4 4.4
n 55 53
% 61.1 58.9
n 90 90
% 100 100
1
1.1
11
12.2
6
6.7
72
80.0
90
100
2
2.2
41
45.6
8
8.9
39
43.3
90
100
1 5 0 0 3 0
1.1 5.6 0.0 0.0 3.3 0.0
14 55 9 1 18 2
15.6 61.1 10.0 1.1 20.0 2.2
1 17 0 0 13 0
1.1 18.9 0.0 0.0 14.4 0.0
74 13 81 89 56 88
82.2 14.4 90.0 98.9 62.2 97.8
90 90 90 90 90 90
100 100 100 100 100 100
1
1.1
18
20.0
1
1.1
70
77.8
90
100
14
15.6
31
34.4
34
37.8
11
12.2
90
100
0
0.0
4
4.4
1
1.1
85
94.4
90
100
1
1.1
6
6.7
3
3.3
80
88.9
90
100
0 1
0.0 1.1
4 2
4.4 2.2
1 0
1.1 0.0
85 87
94.4 96.7
90 90
100 100
20
menunjukkan
bahwa
hampir
separuh
contoh
jarang
mengkonsumsi daging ayam (61.1%). Telur ayam merupakan lauk hewani yang memiliki persentase terbesar yang dikonsumsi oleh contoh setiap hari (15.6%). Telur termasuk sumber zat besi yang baik walaupun tidak mengandung faktor
51
yang dapat meningkatkan penyerapan besi. Pangan sumber zat besi yang berasal dari pangan hewani seperti daging, unggas, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik yang tinggi (Almatsier 2002). Pangan hewani seperti daging sapi, daging unggas, dan ikan memiliki Meat, Fish, Poultry Factor (MFP Factor) yang dapat meningkatkan penyerapan besi. Hasil analisis korelasi spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi udang rebon dengan kadar hemoglobin dengan nilai korelasi yang positif (p<0.05). Hal ini diduga udang rebon merupakan pangan sumber heme yang dapat meningkatkan cadangan besi dalam tubuh dengan kadar zat besi dalam udang rebon sebesar 21.4 mg dan dan rata-rata frekuensi konsumsi udang rebon kadar Fe sebesar 6.5 mg. Frekuensi Konsumsi Lauk Nabati Besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi heme (dalam makanan hewani) dan besi non heme (dalam makanan nabati). Sumber besi non heme yang baik diantaranya adalah kacang-kacangan (kacang tanah dan kacang hijau). Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi lauk nabati contoh dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi lauk nabati Frekuensi konsumsi per minggu Selalu Lauk nabati
Tempe Tahu Oncom Kc. Tanah Kc. Tolo Kc. Buncis Kc. Panjang Kc. Merah Kc. Ijo
(>1 kali sehari dan 1 kali sehari)
n 13 11 1 2 0 1 3 1 0
% 14 12 1 2 0 1 3 1 0
Jarang
Kadang
(1 atau 2 kali seminggu)
(3-6 kali seminggu)
n 41 45 14 27 5 15 28 1 3
% 46 50 16 30 6 17 31 1 3
n 30 19 0 8 0 3 7 1 0
% 33 21 0 9 0 3 8 1 0
Total
Tidak pernah n 6 15 75 53 85 71 52 87 87
% 7 17 83 59 94 79 58 97 97
n 90 90 90 90 90 90 90 90 90
% 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Berdasarkan Tabel 21, Sebagian besar contoh jarang mengkonsumsi tahu dan tempe. Hanya sebagian kecil contoh yang mengkonsumsi lauk nabati setiap hari. Asam fitat yang terkandung dalam kedelai dan hasil olahannya dapat menghambat penyerapan besi. Namun karena zat besi yang terkandung dalam kedelai dan hasil olahannya cukup tinggi, hasil akhir terhadap penyerapan besi pun biasanya akan positif (Almatsier 2002). Hasil analisis korelasi spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan antara frekuensi konsumsi pangan nabati
52
dengan kadar hemoglobin contoh (p>0.05). Hal ini diduga karena jarangnya contoh mengkonsumsi lauk nabati. Frekuensi Konsumsi Sayuran Sayuran merupakan pangan sumber vitamin dan mineral, termasuk zat besi. Namun sayuran juga mengandung asam oksalat dan serat yang dapat menghambat penyerapan zat besi di dalam tubuh. Tabel 22 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh tidak mengkonsumsi sayuran setiap hari. Sayuran daun berwarna hijau memiliki kandungan zat besi yang tinggi sehingga jika sering dikonsumsi maka akan meningkatkan cadangan zat besi di dalam tubuh. Beberapa jenis sayuran hijau juga mengandung asam oksalat yang dapat menghambat penyerapan besi, namun efek menghambatnya relatif lebih kecil dibandingkan asam fitat dalam serealia dan tanin yang terdapat dalam teh dan kopi (Almatsier 2002). Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi sayuran dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi sayuran Frekuensi konsumsi per minggu Selalu Sayuran
Bayam Kangkung Sawi putih Caisim Kool Daun singkong Daun papaya Daum melinjo Selada Labu siam Wortel Tomat Ketimun Nangka muda Pepaya muda Terong Brokoli
(>1 kali sehari dan 1 kali sehari)
Jarang
Kadang
(1 atau 2 kali seminggu)
(3-6 kali seminggu)
Tidak pernah
Total
n 3 3 3 1 0
% 3 3 3 1 0
n 37 46 11 11 21
% 41 51 12 12 23
n 16 13 10 3 10
% 18 14 11 3 11
n 55 28 66 75 59
% 61 31 73 83 66
n 90 90 90 90 90
% 100 100 100 100 100
1
1
15
17
7
8
67
74
90
100
0
0
1
1
2
2
87
97
90
100
0
0
6
7
1
1
83
92
90
100
0 0 2 2 3
0 0 2 2 3
5 20 32 25 35
6 22 36 28 39
0 5 12 4 7
0 6 13 4 8
85 65 44 59 45
94 72 49 66 50
90 90 90 90 90
100 100 100 100 100
0
0
14
16
2
2
74
82
90
100
0
0
9
10
1
1
80
89
90
100
0 0
0 0
5 15
6 17
2 2
2 2
83 73
92 81
90 90
100 100
Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi sayuran dengan kadar
53
hemoglobin (p>0.05). Hal ini diduga karena jarangnya contoh mengkonsumsi sayur-sayuran. Frekuensi Konsumsi Buah-Buahan Buah-buahan merupakan pangan sumber vitamin dan mineral. Vitamin yang banyak terkandung dalam buah-buahan diantaranya adalah vitamin C yang sangat membantu penyerapan zat besi terutama nonheme. Buah-buahan sumber vitamin C seperti mangga, jeruk, papaya, tomat, dan jambu biji dapat membantu penyerapan zat besi. asam organik seperti vitamin C dapat membantu penyerapan zat besi nonheme dengan cara mengubah besi bentuk feri menjadi bentuk fero yang lebih mudah diserap. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan frekuensi konsumsi buah-buahan dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Frekuensi konsumsi buah-buahan Frekuensi konsumsi per minggu Selalu Buah
Jeruk Tomat Pepaya Jambu biji Mangga Nanas Pisang Semangka Melon Apel Anggur Pir
(>1 kali sehari dan 1 kali sehari)
n 4 0 1 2 9 0 3 0 2 0 1 1
% 4 0 1 2 10 0 3 0 2 0 1 1
Jarang
Kadang
(1 atau 2 kali seminggu)
(3-6 kali seminggu)
n 34 16 16 13 40 1 15 12 29 18 4 6
% 38 18 18 14 44 1 17 13 32 20 4 7
n 17 2 3 5 20 1 2 2 4 1 0 3
% 19 2 3 6 22 1 2 2 4 1 0 3
Tidak pernah n 35 72 70 70 21 88 70 76 55 71 85 80
% 39 80 78 78 23 98 78 84 61 79 94 89
Total n 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90
% 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Berdasarkan Tabel 23, Sebagian besar contoh tidak pernah konsumsi buah setiap hari. Hampir separuh dari contoh (44%) mengkonsumsi mangga dalam frekuensi jarang. Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi buah mangga dengan kadar hemoglobin contoh dengan nilai korelasi negatif (p<0.05). Hal ini diduga contoh selalu mengkonsumsi buah mangga setiap hari. Bila dilihat dari konsumsi contoh, mangga menyumbangkan 2.6% zat besi dan 8.4% vitamin C dalam sehari. Selain itu di dalam mangga terdapat kandungan serat yang tinggi, sehingga penyerapan zat besi menjadi rendah.
54
Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan Hasil pada Tabel 24 menggambarkan frekuensi konsumsi makanan jajanan contoh. Makanan jajanan pada penelitian ini meliputi bakso, siomay, pisang goreng, mie ayam, bakwan, chiki, biskuit, cilok, cireng, dan cokelat. Tabel 24 Frekuensi konsumsi makanan jajanan Frekuensi konsumsi per minggu Selalu Jajanan
Bakso Siomay Pisang goreng Mie ayam Bakwan Chiki Biskuit Cilok Cireng Coklat
(>1 kali sehari dan 1 kali sehari)
Jarang
Kadang
(1 atau 2 kali seminggu)
(3-6 kali seminggu)
Tidak pernah
Total
n 2 2
% 2 2
n 45 27
% 50 30
n 8 9
% 9 10
n 35 52
% 39 58
n 90 90
% 100 100
5
6
17
19
3
3
65
72
90
100
1 7 10 6 0 16 4
1 8 11 7 0 18 4
35 24 25 28 7 22 27
39 27 28 31 8 24 30
2 7 10 14 2 19 7
2 8 11 16 2 21 8
52 52 45 42 81 33 52
58 58 50 47 90 37 58
90 90 90 90 90 90 90
100 100 100 100 100 100 100
Tabel 24 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (50%-90%) tidak pernah mengkonsumsi makanan jajanan seperti cilok, pisang goreng, siomay, cokelat, bakwan, mie ayam, dan chiki. Sekitar 18 persen contoh yang mengkonsumsi makanan jajanan setiap hari yaitu makanan jajanan seperti cireng yang dijual di kantin sekolah. Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi jajanan dengan kadar hemoglobin contoh dengan nilai korelasi negatif, yaitu pada makanan jajanan siomay dan cokelat (p<0.05). Hal ini diduga karena frekuensi konsumsi jajanan yang sering dikonsumsi memberikan kontribusi energi sebesar 80%. Selain itu kandungan gula dan karbohidrat yang tinggi pada siomay dan cokelat memberikan rasa kenyang sehingga konsumsi makanan yang lain menjadi berkurang terutama sumber zat besi sehingga kadar hemoglobin rendah. Frekuensi Konsumsi Minuman dan Suplemen Minuman dalam penelitian ini meliputi teh, kopi, dan susu serta konsumsi suplemen. Bioavailabilitas zat besi dalam makanan sangat dipengaruhi oleh faktor
pendorong
dan
penghambat.
Menurut
FAO/WHO
(2001),
faktor
penghambat penyerapan zat besi diantaranya adalah teh dan kopi. Tabel 25 menggambarkan frekuensi konsumsi minuman dan suplemen contoh.
55
Tabel 25 Frekuensi konsumsi minuman dan suplemen Frekuensi konsumsi per minggu Selalu
Minuman & suplemen
(>1 kali sehari dan 1 kali sehari)
Jarang
Kadang
(1 atau 2 kali seminggu)
(3-6 kali seminggu)
Teh Kopi Susu Suplemen
n 28 0 14 1
n 16 12 24 0
Berdasarkan
% 31 0 16 1.1
Tabel
% 18 13 27 0
25,
n 17 2 15 0
sebagian
% 19 2 17 0
besar
Total
Tidak pernah n 29 76 37 89
% 32 84 41 98.9
contoh
n 90 90 90 90
tidak
% 100 100 100 100
pernah
mengkonsumsi teh, kopi, susu, dan suplemen setiap hari. Menurut survey yang dilakukan oleh Hurlock (1997) menunjukkan bahwa remaja menyukai minuman ringan dan teh yang frekuensinya lebih sering dibandingkan dengan konsumsi susu. Teh dan kopi mengandung tanin yang dapat menghambat absorpsi besi dengan cara mengikatnya (Almatsier 2001). Menurut Groff & Gropper (2000) diacu dalam Puri (2007), senyawa fenol dalam teh yang dikonsumsi bersama dengan pangan sumber zat besi dapat menurunkan absorpsi besi hingga 60%, sedangkan konsumsi kopi setelah makan dapat menurunkan absorpsi besi hingga 40%. Menurut jumlah besi yang diabsorpsi akan menurunkan cadangan besi di dalam tubuh. Susu merupakan pangan sumber protein yang baik dan memiliki bioavailabilitas yang tinggi. Protein yang terkandung didalamnya berperan dalam distribusi zat gizi termasuk distribusi zat besi. Namun susu juga mengandung kalsium yang tinggi yang dapat menghambat penyerapan zat besi. Tabel 25 menunjukkan bahwa hanya 16 persen contoh yang mengkonsumsi susu setiap hari. Produk suplemen pada penelitian ini yaitu suplemen vitamin C. Suplemen makanan adalah produk yang digunakan untuk melengkapi makanan. Pada dasarnya fungsi suplemen adalah sebagai zat tambahan untuk memperbaiki dan meningkatkan daya tahan tubuh (Sudarisman 1997 diacu dalam Habibi 2003). Berdasarkan Tabel 25, terlihat bahwa hanya 1.1% contoh yang mengkonsumsi suplemen setiap hari. Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi minuman seperti teh, kopi, dan susu serta suplemen dengan kadar hemoglobin (p>0.05). Hal ini diduga karena jarangnya contoh mengkonsumsi minuman dan suplemen.
56
Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Martianto 1988). Pengukuran konsumsi pangan contoh dilakukan melalui metode semiquantitative food frequency yang diterjemahkan ke dalam kandungan energi, protein, vitamin A, vitamin C, dan zat besi. Tingkat kecukupan gizi contoh diketahui dengan membandingkan konsumsi aktual dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) 2004. Berdasarkan PUGS dikutip dari Almatsier (2005), anjuran konsumsi nasi untuk remaja berusia 13-15 tahun sebesar 650 g/hari atau dengan satuan penukar 6 ½ penukar. Anjuran konsumsi lauk hewani yang disetarakan dengan ikan sebesar 150 g/hari atau 3 penukar. Anjuran konsumsi lauk nabati yang disetarakan dengan tempe sebesar 150 g/hari. Anjuran konsumsi sayur adalah 400 g/hari. Anjuran konsumsi buah yang disetarakan dengan pepaya adalah 400 g/hari. Anjuran konsumsi susu adalah 200 mL/hari. Susunan makanan rata-rata sehari menurut umur 13-15 tahun dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Susunan makanan rata-rata sehari menurut umur 13-15 tahun Golongan umur 13-15 tahun
BB (kg)
TB (cm)
Nasi 100 g
Ikan 50 g
Tempe 50 g
Sayur 100 g
Pepaya 100 g
Susu 200 mL
48
153
6½p
3p
3p
3p
4p
1p
Sumber: Almatsier (2005)
Berdasarkan Tabel 27, sebagian besar contoh mengkonsumsi konsumsi pangan serealia dan umbi-umbian sebesar 220.8 gram, namun konsumsi tersebut masih kurang apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) yaitu konsumsi nasi (beras) sebesar 325 g/hari. Sebagian besar contoh mengkonsumsi lauk nabati sebesar 76.7 gram, namun konsumsi tersebut masih kurang apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) yaitu konsumsi tempe sebesar 150 g/hari. Sebaran rata-rata konsumsi pangan contoh dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 27 Sebaran rata-rata konsumsi pangan contoh Jenis Pangan Serealia & Umbi-Umbian Lauk nabati Lauk hewani Sayuran Buah-Buahan Makanan Jajanan Minuman Jumlah
Konsumsi (g/hari) 220.8 76.7 152.0 52.0 152.9 83.6
E (kkal) 773 115 228 26 52 158 51.3 1403
P (g) 11.5 6.9 19.1 1.7 1.4 2.8 5.8 49.2
KH (g) 155.8 7.0 2.7 4.1 11.7 22.1 20.9 224.3
Fe (mg) 4.0 1.4 3.6 1.3 0.8 1.5 3.2 15.8
Vit A (RE) 2.0 5.4 135.4 451.6 131.4 0.1 5.2 731.1
Vit C (mg) 3.6 1.3 0.0 41.0 21.7 0.3 0.0 67.9
57
Sebagian besar contoh mengkonsumsi daging, unggas, ikan dan telur sebesar 152 gram, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori normal dari anjuran konsumsi lauk hewani, yaitu sebanyak 150 g/hari. Sebagian besar contoh mengkonsumsi sayuran sebesar 52 gram, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori kurang dari anjuran konsumsi sayuran, yaitu sebanyak 300 g/hari. Sebagian besar contoh mengkonsumsi buah-buahan sebesar 152.9 gram, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori kurang dari anjuran konsumsi buah-buahan, yaitu sebanyak 400 g/hari. Sebagian besar contoh mengkonsumsi minuman sebesar 83.6 ml, apabila dibandingkan dengan PUGS (Almatsier 2005) tergolong dalam kategori kurang dari anjuran konsumsi susu, yaitu sebanyak 200 ml/hari. Tingkat Konsumsi Zat Gizi Energi Kebutuhan
energi
seseorang
menurut
FAO-WHO
(2001)
adalah
konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang apabila mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang dan yang memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Nilai kecukupan energi menurut WNPG (2004) untuk wanita usia 13-15 tahun adalah 2350 kkal. Rata-rata konsumsi energi yang didapat sebesar 1506±532 kkal. Tabel 28 menggambarkan tingkat kecukupan energi contoh. Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi Energi
Tingkat Kecukupan
n 48 11 10 15 6 90
Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Lebih Total
% 53 12 11 17 7 100
Persentase tingkat kecukupan energi dikategorikan berdasarkan Depkes (2010).
Berdasarkan
Tabel
28
bahwa
konsumsi
energi
yang
didapat
menunjukkan sebagian besar contoh pada kategori defisit tingkat berat (<70%) dengan persentase sebesar 53%. Berdasarkan Riskesdas (2010), secara nasional, penduduk Indonesia yang mengkonsumsi energi dibawah kebutuhan minimal (<70%) dari angka kecukupan gizi bagi orang Indonesia adalah
58
sebanyak 37%. Menurut Almatsier (2008), tingkat kecukupan energi yang defisit dalam jangka waktu tertentu dapat mengakibatkan tubuh kekurangan energi sehingga mengalami keseimbangan energi yang negatif akibat lebih banyak energi yang dikeluarkan daripada energi yang masuk. Jika keadaan ini tidak segera diperbaiki dapat menyebabkan penuruan berat badan dan kerusakan jaringan. Protein Menurut Almatsier (2002), protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Sedangkan fungsi protein yang lainnya adalah mengatur keseimbangan air, mengangkut zat-zat gizi dan pembentukan ikatan-ikatan essensal tubuh. Berdasarkan sumbernya, protein dibedakan menjadi dua bagian, yaitu protein hewani dan nabati. Nilai kecukupan protein untuk wanita berusia 1315 tahun adalah 57 gram (WNPG 2004). Tabel 29 menggambarkan tingkat kecukupan protein contoh. Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein Tingkat Kecukupan Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Lebih Total
Protein n 25 3 6 17 39 90
% 28 3 7 19 43 100
Rata-rata konsumsi protein sebesar 60.6±35.5 gram. Persentase tingkat kecukupan protein dikategorikan berdasarkan Depkes (2010). Berdasarkan Tabel 32, bahwa konsumsi protein yang didapat melalui semiquantitative food frequency sebesar 43% berada pada kategori lebih. Vitamin A Secara luas, vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid (prekusor vitamin A) yang mempunyai aktivitas biologik sebagai retinol. Vitamin A berperan dalam pembentukan sel darah merah, kemungkinan melalui interaksi dengan besi (Almatsier 2002). Tabel 30 menggambarkan tingkat kecukupan vitamin A contoh. Nilai kecukupan vitamin A menurut WNPG (2004) untuk wanita berusia 13-15 tahun adalah 600 RE. Rata-rata konsumsi vitamin A yang didapat sebesar 741.6±698.0 RE.
59
Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan Vit.A Tingkat Kecukupan Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Lebih Total
Vit. A n 35 6 3 7 39 90
% 39 7 3 8 43 100
Berdasarkan Tabel 30, Konsumsi vitamin A melalui semiquantitative food frequency 43% berada pada kategori lebih. Menurut Charles et al. (2012), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kekurangan vitamin A dengan status besi remaja putri, dengan melihat hasil serum retinol dan kadar hemoglobin contoh. Kekurangan vitamin A juga dapat menurunkan kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi dan selanjutnya akan berpengaruh absensi contoh dan akan berpengaruh terhadap konsentrasi dan prestasi belajar (Whitney 1990). Vitamin C Menurut Almatsier (2004) vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air. Pada keadaan kering vitamin C cukup stabil, akan tetapi dalam keadaan larut, vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Vitamin C berperan penting dalam memindahkan besi dari transferin di dalam plasma ke feritin hati. Absorpsi besi dalam bentuk nonheme dapat meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C. Nilai kecukupan vitamin C menurut WNPG (2004) untuk wanita berusia 13-15 tahun adalah 65 mg. Rata-rata konsumsi vitamin C yang didapat sebesar 68.0±67.9 mg. Tabel 31 menggambarkan tingkat kecukupan vitamin C contoh. Tabel 31 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan Vit.C Vit.C Tingkat Kecukupan
Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Lebih Total
n 43 4 3 14 26 90
% 48 4 3 16 29 100
Berdasarkan Tabel 31, bahwa konsumsi vitamin C yang didapat menunjukkan sebagian besar contoh berada pada kategori defisit tingkat berat sebesar 48%. Menurut Allen dan Gillespie (2001), meningkatkan asupan vitamin C yang berasal dari beberapa pangan mungkin tidak akan mencukupi untuk
60
memperbaiki
kadar
hemoglobin
pada
kasus
defisiensi
besi
sehingga
dibutuhkannya tambahan seperti diberikannya suplementasi vitamin. Menurut Almatsier (2008), kurangnya vitamin C dalam tubuh dapat mengakibatkan terganggunya penyerapan besi, karena vitamin C membentuk besi-askorbat yang tetap larut di dalam duodenum sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia. Namun apabila konsumsi vitamin C yang terlalu berlebihan juga akan menurunkan kadar hemoglobin. Zat Besi (Fe) Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi memepunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh, yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Nilai kecukupan zat besi menurut WNPG (2004) untuk wanita berusia 13-15 tahun adalah 26 mg. Rata-rata konsumsi zat besi yang didapat sebesar 22.3±16.9 mg. Berdasarkan Tabel 31, konsumsi zat besi sebagian besar contoh berada pada kategori defisit tingkat berat yaitu 48%. Tabel 32 menggambarkan tingkat kecukupan zat besi contoh. Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan Fe Tingkat Kecukupan Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Lebih Total
Zat Besi n 43 4 3 12 28 90
% 48 4 3 13 31 100
Prestasi Belajar Prestasi belajar dalam penelitian ini diperoleh dari rata-rata nilai raport dan nilai ulangan harian dari enam mata pelajaran PKN, Bahasa Inggris, Matematika, Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Menurut Atkinson et al. (2000), prestasi belajar merupakan hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa. Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal maupun faktor eksternal (Ahmadi & Supriyono 2004). Skor prestasi belajar merupakan hasil yang diwujudkan dalam bentuk angka (Soemantri 1978 dalam Agustina 2003). Menurut Syah (2010), penilaian prestasi belajar dikategorikan menjadi 4, yaitu sangat baik (80-100),
61
baik (70-79), cukup (60-69), kurang (50-59). Sebaran sampel berdasarkan prestasi belajar dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33 Sebaran contoh berdasarkan prestasi belajar Prestasi belajar
n
%
Sangat baik (80-100) Baik (70-79) Cukup (60-69) Kurang (50-59)
9 59 22 0
10 66 24 0
90
100
Total
Tabel diatas menunjukkan sebagian besar prestasi belajar contoh tergolong pada kategori baik yaitu sebanyak 59 siswi (66%). Hanya 10 persen siswi yang memiliki prestasi belajar yang tergolong pada kategori sangat baik. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu kurangnya konsentrasi belajar, kemampuan menangkap pelajaran yang berbeda pada setiap siswi dan berbedanya perlakuan dan gaya belajar antar guru mata pelajaran. Menurut Agustina (2003) manfaat yang dapat diperoleh melalui pengukuran atau prestasi belajar antara lain untuk mengetahui apakah proses belajar telah berlangsung secara efektif atau belum. Seorang siswa dapat dikatakan sukses disekolah apabila siswa secara relatif konstan dapat menyelesaikan pendidikan di sekolah tanpa mengalami kesulitan-kesulitan dalam belajar yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Prestasi belajar adalah salah satu ukuran tingkat intelegensi. Prestasi belajar merupakan output sekolah yang sangat penting dan merupakan alat ukur kemampuan kognitif siswa. Prestasi belajar merupakan gambaran penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan (Hawadi 2001). Berdasarkan kategori masing-masing mata pelajaran, contoh tersebar pada kategori sangat baik, baik, cukup, dan kurang. Terdapat tiga mata pelajaran pada kategori kurang yaitu Pendidikan Kewarganegaraan (PKN), Matematika (MTK), dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Untuk mata pelajaran Matematika sebagian besar contoh berada pada kategori cukup (54%), sedangkan untuk mata
pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan,
Bahasa
Inggris,
Bahasa
Indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagian besar contoh berada pada kategori baik. Berikut Tabel 34 Sebaran contoh berdasarkan prestasi belajar setiap mata pelajaran.
62
Tabel 34 Sebaran contoh berdasarkan prestasi belajar setiap mata pelajaran Prestasi Belajar Sangat baik Baik Cukup Kurang Total
Pendidikan Kewarganegaraan n %
Bahasa Inggris n %
Bahasa Indonesia n %
Matematika
IPA
IPS
n
%
n
%
n
%
17
19
15
17
20
22
5
6
11
12
10
11
56 14 3 90
62 16 3 100
39 36 0 90
43 40 0 100
64 6 0 90
71 7 0 100
29 49 7 90
32 54 8 100
51 26 2 90
57 29 2 100
67 13 0 90
74 14 0 100
Hubungan Antar Variabel Hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan prestasi belajar Hasil uji korelasi spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan antara PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) dengan prestasi belajar dengan nilai sebesar 0.690 (p>0.05). Berdasarkan hasil pengamatan, perilaku hidup bersih dan sehat contoh tergolong baik, walaupun tinggal dilingkungan yang tergolong jauh dari kriteria baik. Hal ini diduga karena contoh terbiasa menerapkan PHBS dalam kehidupannya sehari-hari, seperti mencuci tangan dengan sabun, tidak merokok, tidak membuang sampah sembarangan, menggunakan alas kaki ketika keluar rumah. Hal tersebut memperlihatkan bahwa perilaku hidup bersih dan sehat contoh tidak mempengaruhi kecendrungan seseorang dalam belajar. Perilaku hidup bersih dan sehat bukan merupakan faktor yang langsung berpengaruh terhadap prestasi belajar seseorang. Ada faktor lain yang paling menentukan prestasi belajar siswi seperti faktor motivasi, lingkungan internal dan lingkungan eksternal siswi. Keberhasilan siswa juga dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kecerdasan koginitif atau yang sering disebut dengan IQ secara umum diketahui sebagai prediktor utama dalam keberhasilan siswa di sekolah (Atkinson et al 2000). Hubungan antara status anemia contoh dengan prestasi belajar contoh Kekurangan zat besi dapat mengakibatkan prestasi belajar menurun. Almatsier (1989) menyatakan perkembangan anak sekolah akan terganggu karena
menderita
sakit,
kurang
gizi
dan
anemia.
Keadaan
ini
akan
mempengaruhi proses belajar yang mempunyai dampak lebih lanjut terhadap konsentrasi dan prestasi belajar. Hasil uji korelasi spearman terlihat bahwa tidak terdapat hubungan antara status anemia dengan prestasi belajar yang ditandai dengan nilai sebesar 0.433 (p>0.05). Ada faktor lain yang paling menentukan seperti faktor motivasi, lingkungan internal dan lingkungan eksternal siswi. Selain itu penelitian Astuti
63
(2002) yang dilakukan pada 60 orang siswa SMUN 1 Trenggalek, Jawa Timur menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara status anemia dengan prestasi belajar. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Atasasih (2002) pada siswa-siswi SMU 68 Jakarta Pusat, yang mengemukakan bahwa tidak ada hubungan antara anemia dengan prestasi belajar. Siswa dengan status anemia berat ternyata juga dapat memiliki prestasi belajar cukup. Penelitian Anggraeni (2004) juga memperlihatkan hasil yang sama dimana uji chi square menunjukan tidak terdapat hubungan antara status anemia dengan indeks prestasi kumulatif (IPK). Hal ini disebabkan karena meskipun kadar Hb rendah namun jika faktor lain yang dapat mendukung prestasi belajar dalam keadaan baik seperti pola belajar serta sarana dan perlengkapan belajar maka hal tersebut kemungkinan juga dapat mempengaruhi prestasi belajar. Menurut Wirakusumah (1999) status anemia baru dapat berdampak terhadap prestasi belajar jika termasuk dalam kategori berat dan sudah berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hubungan antara konsumsi pangan dengan prestasi belajar Hasil uji korelasi spearman terlihat bahwa tidak terdapat hubungan antara konsumsi pangan dengan prestasi belajar rata-rata yang ditandai dengan nilai sebesar p>0.05. Sebagian besar contoh memiliki pola konsumsi pangan yang sama (homogen). Masalah yang menyebabkan kekurangan gizi adalah tidak cukupnya pengetahuan gizi dan kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan yang baik. Makanan yang dikonsumsi oleh remaja tidak hanya tergantung dari pengaruh pola makan keluarga, tetapi dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk pandangan (image) diri, teman sebaya (peers), media dan harapan sosial dalam hubungannya dalam bentuk dan ukuran tubuh. Pengaruh lingkungan eksternal seringkali lebih besar dibandingkan lingkungan internal keluarga, termasuk media massa yang menonjolkan penampilan diri. Menurut Gani (1984) zat-zat gizi yang terdapat dalam makanan berperan dalam perkembangan bobot fisik (besar badan), perkembangan mental dan intelektual serta produktivitas.
64
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian lebih dari separuh contoh berusia 13 tahun 70.0%, 27.8% 14 tahun, dan 2.2% 15 tahun. Sebagian besar contoh memiliki status gizi dengan kategori normal yaitu sebanyak 66 contoh (73.3%) berdasarkan z-score IMT/U WHO (2007). Sebagian besar contoh (77.8%) mengalami menstruasi pada usia 11-12 tahun, 17.8% pada usia 13-14 tahun dan 4.4% pada usia 9-10 tahun. Sebagian besar contoh (81.1%) memiliki lama mentruasi yang tergolong normal (3-7 hari) dengan 83% contoh memiliki frekuensi menstruasi yang tergolong normal yakni 1 bulan sekali. Sebagian besar contoh (84.4%) berada pada kategori keluarga sedang (5-6 orang). Tingkat pendidikan orangtua masih tergolong rendah. Sebagian besar pendidikan ayah (56.6%) yaitu sekolah dasar, begitu pula dengan pendidikan ibu yang sebagian besar (71.1%) adalah sekolah dasar. Sebagian besar ayah contoh (80%) bekerja sebagai pemulung, sedangkan sebagian besar ibu contoh (88.9%) sebagai ibu rumah tangga dan sebagian besar pendapatan keluarga 77% berada pada kategori miskin. Perilaku hidup bersih dan sehat sebagian besar contoh tergolong baik (81.1%) dengan rentang skor 50-57. Ratarata skor contoh sebesar 52±3.6. Hampir separuh contoh (58%) memiliki kebiasaan makan yang cukup. Berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi sebagian besar contoh tergolong defisit tingkat berat dengan rata-rata konsumsi energi sebesar 1506±532 kkal dan rata-rata konsumsi protein sebesar 60.6±35.5 gram. Ratarata konsumsi vitamin A sebesar 741.6±698.0 RE. Rata-rata konsumsi vitamin C sebesar 68.0±67.9 mg. Rata-rata konsumsi zat besi sebesar 22.3±16.9 mg. Tingkat kecukupan energi berada pada kategori defisit berat. Sedangkan tingkat kecukupan protein berada pada kategori lebih dan kecukupan vitamin A contoh juga berada pada kategori lebih. Tetapi tingkat kecukupan vitamin C tergolong defisit tingkat berat. Hal ini juga sama dengan tingkat kecukupan zat besi contoh yang berada pada kategori defisit tingkat berat. Sebagian besar contoh (84.4%) tidak mengalami anemia (normal) dan 1.1% contoh mengalami anemia berat, 3.3% anemia sedang, 11.1% anemia ringan. Sebagian besar prestasi belajar contoh (66%) tergolong pada kategori baik yaitu sebanyak 59 siswi dengan rata-rata nilai 70-79.
65
Hasil uji hubungan antar variabel menunjukkan tidak terdapat hubungan yang erat antara perilaku hidup bersih dan sehat, konsumsi pangan secara umum, status anemia dan prestasi belajar remaja putrid di SMPN 27 Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang Bekasi. Saran Saran yang diberikan yaitu dengan adanya contoh yang mengalami anemia berat dan belum tentu contoh yang normal atau tidak anemia belum terjadi penipisan cadangan zat besi maka diperlukan adanya usaha peningkatan asupan zat gizi baik kuantitas maupun kualitasnya, karena ada beberapa asupan zat gizi yang masih rendah seperti sumber zat besi. Perlu melakukan penelitian lanjutan mengenai kadar hemoglobin atau status anemia yang terjadi pada remaja putri. Sebaiknya dalam melihat status anemia tidak hanya dilihat dari kadar hemoglobin tetapi perlu dilihat juga serum iron dan serum ferritin untuk mengetahui kadar zat besi dalam darah. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut antara status anemia dengan status prestasi yang lebih mendalam. Status prestasi belajar sebaiknya tidak hanya dilihat dari nilai rapot dan nilai ulangan harian, namun perlu instrumen untuk mengukur prestasi dengan test prestasi belajar tersendiri melalui ujian dan instrumen yang sudah dikonsultasikan dengan psikolog untuk melihat gambaran prestasi belajar secara keseluruhan.
66
DAFTAR PUSTAKA ACC/SCN. 1991. Controlling Iron Deficiency. Geneva. [ADB/SCN] Asian Developement Bank/ Standing Commotte on Nutrition. 2001. What works? A riview of the effivcacy and effectiveness of nutrition intervention. http.//www.unscn.org/en/home/search [26 Juli 2012]. Affandi B. 1990. Gangguan Haid pada Remaja dan Dewasa. Jakarta : FKUI. Agustina H. 2003. Alokasi Waktu Anak Untuk leisure dan Hubungannya dengan Prestasi Belajar Siswa SD di Kota Medan [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Allen LH, Stuart R. Gillepse. 2001. A Review of the Efficacy and Effectiveness of Nutrition Interventions. Geneva in collaboration with the Asian Development Bank [22 September 2012]. Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Almatsier S. 2005. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan: PT. Gramedia Pustaka Utama. Anggraeni D. 2004. Status Anemia Mahasiswa Putri Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB Tahun 2003/2005 dan Hubungannya dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK). Skripsi, Bogor : Ilmu Gizi FEMA IPB. Arikuntoro S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Arisman MB. 2002. Gizi dalam Daur Kehidupan : Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Arumsari E. 2008. Faktor Risiko Anemia Pada Remaja Putrid Peserta Program Pencegahan Dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) di Kota Bekasi [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Astuti, R.W. 2002. Status Anemia, Status Gizi dan Prestasi Belajar Siswi SMUN 1 Trenggalek, Jawa Timur. Skripsi Sarjana Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Atasasih, H. 2002. Status Anemia dan Hubungannya dengan Prestasi Belajar Siswa-Siswi SMU 68 Jakarta Pusat. Skripsi Sarjana Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Atkinson RL. 2000. Pengantar Psikologi.Batam: Interaksara. Barasi EM. 2009. At a Glance: Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga.
67
Basri AF. 2011. Faktor yang Berhubungan dengan Anemia Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Wajo Kota Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Batra J & Archana S. 2005. Iron Deficiency Anaemia : Effect on Cognitive Development in Children. Indian Journal of Clinical Biochemistry, 20, 119125. Batubara JR, Soesanti F, van de Waal HD. 2010.Age at menarche in Indonesian girls: a national survey.Acta Med IndonesApr;42(2):78-81. Beard JL. 2000. Iron Requirements in Adolescent Females. The Journal of Nutrition 130:440S-442S [27 Agustus 2012]. Briawan D. 2008. Efikasi suplementasi besi-multivitamin terhadap perbaikan status besi remaja wanita [disertasi]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Brody T. 2004. Nutrition Biochemistry. London : Academis Press. Bruner A, Alain J, Anne D, James C & Brandt J. 1996. Randomised Study of Cotnitive Effect of Iron Supplementation in Non-Anaemic iron Deficient Adolescent Girls. The Lancet 348, 992-996. Cangelosi JS. 1995. Principles of Nutrition Assasement. Oxford University Press: Oxford. Charles CV, Alastair JS Summerlee, Cate E Dewey. 2012. Anemia in Cambodia: prevalence, etiology and research needs. Asia Pac J Clin Nutr 21 (2): 171-181 [22 Agustus 2012]. Depkes [Departemen Kesehatan]. 1998. Pedoman Penanggulangan Anemia Gizi untuk Remaja Putri dan Wanita Usia Subur. Jakarta : Depkes RI. Depkes [Departemen Kesehatan]. 2004. Kualitas Sumber Daya Manusia Ditentukan Pendidikan dan Kesehatan. www.depkes.go.id [20 Agustus 2012]. Dreyfuss ML, RJ Stoltzfus, JB Shrestha, EK Pradhan, SC LeClerq, SK Khatry, SR Shrestha, J Katz, M Albonico, KP West, JR. 2000. Hookworms, Malaria and Vitamin A Deficiency Contribute to Anemia and Iron Deficiency among Pregnant Women in the Plains of Nepal. The Journal of Nutrition 130:2527-2536 [27 Agustus 2012]. DiMeglio G. 2000. Nutrition in Adolescenne. Journal of the American Academy of Pediatrics [23 Agustus 2008]. FAO/WHO. 2001. Human Vitamin and Mineral Requirement. Rome : FAO Food & Nutrition Division. Gani, A. 1984.Indikator Kualitas Manusia dan Penduduk. Prisma (9): 24-30. LP3ES, Jakarta.
68
Ganong WF. 2001. Fisiologi Kedokteran (Review of Medical Physiology). Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Gibson R. 2005. Principal of Nutritional Assessment. Oxford : Oxford University Perss. Gleason G, NS Scrimshaw. 2007. An overview of the functional significance of iron deficiency. Didalam Nutritional Anemia, Edited by Klaus Kraemer & Michael B. Zimmermann. Switzerland : Sight and Life Press. Grantham S & Cornelius A. 2001. A Review of Studies on The Effect of Iron Deficiency on Cognitve Development in Children. The Journal of Nutrition 131, 649-668. Gunarsa, S.A. & Y.S.A. Gunarsa. 1995. Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan Keluarga. BPK Gunung Mulia. Jakarta. Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian. IPB. , Martianto D. 1998. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein serta Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Jakarta : Wirasari. Harper LJ, BJ. Deaton & JA Driskel. 1985. Pangan GIzi Pertanian (Suhardjo, penerjemaah). Jakarta: UI Press. Hawadi RA. 2001. Psikologi Perkembangan Anak: Mengenal Sifat, Bakat dan Kemampuan Anak. Jakarta: PT Grasindo. Hurlock EB. 1997. Psikologi Perkembangan Edisi ke-5. Jakarta : Penerbit Erlangga. Irawati A, et al. 2000. Faktor Determinan Status Gizi dan Anemia Murid SD di Desa IDT Penerima PMT-AS di Indonesia. Laporan Penelitian Rutin 1999/2000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI. Jahari AB, I Jus’at. 2004. Review Data Berat Badan dan Tinggi Badan Penduduk Indonesia. Didalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta. Judarwanto W. 2004. Mengatasi Kesulitan Makan Anak. Jakarta: Puspaswara. Kartono, K. 1985. Bimbingan Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi. Srigunting. Jakarta. Khomsan A. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian. IPB. Mc Cann J & Bruce NA. 2007. An Overview of Evidence for a Causal Relation Between Iron Deficieny During Development and Deficits in Cognitive or Behavioral Function. Am J Clin Nutr 85, 931-945.
69
Munandar, S.D. 1992. Mengembangkan Bakat dan Kecerdasan Anak Sekolah. Gramedia. Jakarta. Murray LE & John LB. 2007. Iron Treatment Normalizes Cognitive Functioning in Young Women. Am J Clin Nutr, 85, 778-787. Mursidah, S. 1991. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Prestasi Belajar (Studi Kasus di SDN Papandayan II Kecamatan Bogor Utara, Kotamadya Bogor Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nurwulan I. 2003. Hubungan karakteristik lingkungan fisik rumah, perilaku hidup sehat, serta akses terhadap pelayanan kesehatan dengan status kesehatan anak usia 3-5 tahun pada keluarga miskin di kecamatan Bogor Selatan [skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Opit HE. 1996. Prestasi belajar anak sekolah dasar luar biasa kaitannya dengan konsumsi pangan danm pola asuh belajar [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Permaesih D, S Herman. 2005. Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada remaja. Buletin Penelitian Kesehatan 33(4):162-171. Priyatno, D. 2001. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar serta Pengetahuan tentang Profesi Ahli Gizi dari Mahasiswa Ahli Gizi Departemen Kesehatan, Semarang. Skripsi Sarjana Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Faperta, IPB, Bogor. Puspitasari F. 2008. Pengaruh faktor individu, keluarga dan sekolah terhadap prestasi belajar siswa sekolah dasar [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ricket J. 1996. Adolescent Nutrition Assessment and Management. Chapman & Hall. Texas: University of Texas. Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi Secara Antropometri. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor. Roosita K, Uripi V, Nasoetion A. 2006. Pengembangan Modul E-Learning Fisiologi Manusia. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Samsudin S. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Pustaka Setia. Sanjur D. 1982. Social and Cultural Perspectives in Nutrition. Engleworld Cliff: N. J. Prentice hall. Sarwono, S.W. 1986. Intelegensi, Apakah itu? Dalam S. Sahli. Intelegensi, Bakat dan Test IQ. Gaya Favorit Press, Jakarta.
70
Sediaoetama. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jilid 1. Cet.4. Jakarta : Dian Rakyat. Siswanto B. 1987. Manajemen Tenaga Kerja Ancaman dalam Pendayagunaan dan Pengembangan Unsur Tenaga Kerja. Jakarta: Airlangga. Slamet, Y. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Dabara Publisher. Solo. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Soemantri AG, Pollitt E & Insun K. 1985. Iron Deficiency Anemia and Educational Achievement. Am J Clin Nutr, 42, 1221-1228. Soewondo S, Husaini M & Pollitt E. 1989. Effect of Iron Deficiency on Attention and Learning Processes in School Children: Bandung, Indonesia. Am J Clin Nutr, 50, 667-74. Sowekanto, S. 1981. Sosiologi Suatu Pengantar. UI Press. Jakarta. Sudjana N. 1999. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi: IPB. Supariasa IDN, I Fajar, B Bakri. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Suparno AS. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pendidikan Nasional. Suryadi A. 1998. Membuat siswi Aktif Belajar. Bandun: Bina Cipta. Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi Sanitasi. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
dan
Syah, M. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. PT. Remaja Prima Karya. Bandung. Thanthowi, S. 1998. Dasar-dasar Gizi Kuliner. Grasindo. Jakarta. Thomson B. 2007. Food-based approaches for combating iron deficiency. Didalam Nutritional Anemia, Edited by Klaus Kraemer & Michael B. Zimmermann. Switzerland : Sight and Life Press. Thurnham DI, CA Northrop-Clewes. 2007. Infection and the etiology of anemia. Didalam Nutritional Anemia, Edited by Klaus Kraemer & Michael B. Zimmermann. Switzerland : Sight and Life Press. UNS-SCN [United Nation System-Standing Committee on Nutrition]. 2006. Adolescence. Geneva.
71
Utami, M.D. 1993 Hubungan antara Persepsi Mengenai Dimensi-Dimensi dalam Keluarga dengan Prestasi Belajar pada Siswa yang Berasal dari Keluarga Kecil dan dari Keluarga Besar (Penelitian terhadap Siswa SMA 13 Jakarta). Skripsi Sarjana. Fakultas Psikologi, UI, Depok. Veryana H. 2004. Hubungan status anemia, status kecacingan, status gizi dan konsumsi pangan anak sekolah dilingkungan TPA Bantar gebang, Bekasi [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Whitney et al. 1990. Under Nutrition Fifth Edition. West Publishing Company. [WHO] World Health Organization. 2001. Iron Deficiency Anaemia, Assesment, Prevention, and Control : A guide for programme managers. Geneva : World World Health Organization. [WHO] World Health Organization. 2004. Global Database on Body Mass Index. [Terhubung Berkala] http://who.int/bmi/index.jsp?intropage=intro-3.html [15 Maret 2012]. [WHO] World Health Organization. 2006. Adolescent Nutrition: A Review of the Situation in Selected South-East Asian Countries. New Delhi : WHO Region Office for South-East Asia. [WHO] World Health Organization. 2008. Global Database on Body Mass Index. [Terhubung Berkala] http://who.int/bmi/index.jsp?intropage=intro-3.html [15 Maret 2012]. Wijianto. 2002. Dampak suplementasi tablet tambah darah (TTD) dan faktorfaktor yang berpengaruh terhadap anemia gizi ibu hamil di kabupaten Banggai propinsi Sulawesi Tengah [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Winkel, W.S. 1991. Psikologi Pengajaran. Grasindo. Jakarta. Wirakusumah ES. 1998. Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi. Jakarta : Trubus Agriwidya. Wiseman G. 2002. Nutrition & Health. London : Taylor & Francis Inc. [WNPG] Widiakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta. LIPI. Yuliawati. 1997. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Siswa Sekolah Menengah Umum yang Mondok dan Tidak Mondok (Studi Kasus di SMU Regina Pacis Bogor, Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat IPB.
72
LAMPIRAN
73
Hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan prestasi belajar Correlations prestasi Spearman's rho
Prestasi
Phbs 1.000
.043
.
.690
90
90
Correlation Coefficient
.043
1.000
Sig. (2-tailed)
.690
.
90
90
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Phbs
N
Hubungan antara status anemia contoh dengan prestasi belajar contoh Correlations prestasi Spearman's rho
Prestasi
1.000
.084
.
.433
90
90
Correlation Coefficient
.084
1.000
Sig. (2-tailed)
.433
.
90
90
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
status anemia
status anemia
N
Hubungan kadar hb dan absensi dengan prestasi Correlations Prestasi Prestasi
Pearson Correlation
absensi -.045
-.125
.671
.241
90
90
90
-.045
1
.043
1
Sig. (2-tailed) N Absensi
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Kadarhb
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Kadarhb
.671
.690
90
90
90
-.125
.043
1
.241
.690
90
90
90
74
Hubungan konsumsi contoh dengan prestasi belajar contoh konsumsi energi Spearman's konsumsi rho energi
Correlation Coefficient
konsumsi protein
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
konsumsi vitamin C
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
konsumsi vitamin A
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
konsumsi zat besi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
konsumsi kalsium
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
.855
konsumsi vitamin C
**
.425
konsumsi vitamin A
**
.458
konsumsi zat besi
**
.791
prestasi belajar
**
.070
.
.000
.000
.000
.000
.510
90
90
90
90
90
90
**
1.000
**
**
**
.066
.000
.
.000
.537
.855
90 .425
**
.420
.000
90
90
**
1.000
.420
.510
.000 90 .622
**
.912
90
90
**
-.087
.403
.000
.000
.
.000
.000
.417
90
90
90
90
90
90
**
**
**
1.000
**
-.036
.458
.510
.622
.449
.000
.000
.000
.
.000
.736
90
90
90
90
90
90
**
**
**
**
1.000
.109
.000
.
.308
.791
.000 90 .660
**
.912
.000 90 .866
**
.403
.000 90 .317
**
.449
90 .421
**
90
90
**
.105
.863
.000
.000
.002
.000
.000
.324
90
90
90
90
90
90
Correlation Coefficient
.070
.066
-.087
-.036
.109
1.000
Sig. (2-tailed)
.510
.537
.417
.736
.308
.
90
90
90
90
90
90
N prestasi belajar
1.000
Sig. (2-tailed) N
konsumsi protein
N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
75
Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT, KONSUMSI PANGAN SERTA STATUS ANEMIA TERHADAP PRESTASI BELAJAR REMAJA PUTRI DI SMPN 27 KELURAHAN SUMUR BATU BANTAR GEBANG BEKASI
Nama Siswa
: …………………………………..
Kelas
: …………………………………..
Nama Sekolah
: SMP Negeri 27 Bekasi
Alamat Sekolah
: …………………………………..
Enumerator
: …………………………………..
Tanggal Wawancara
: …………………………………..
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
76
Kuesioner ini semata-mata ditujukan untuk kepentingan akademik sebagai salah satu syarat kelulusan studi. Untuk itu, saya mohon kesediaan saudara untuk mengisi kuesioner ini dengan keadaan yang sebenar-benarnya. Atas kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih. A. Identitas Contoh 1. Nama Lengkap 2. Tempat/tanggal lahir 3. Umur 4. No. Telp/HP
: ________________________________ : _______________/_________________ : ___________________________(tahun) : ________________________________
B. Identitas Keluarga 1. Pekerjaan Orangtua*) ‐ Ayah:
PNS/Pegawai BUMN
Swasta
lainnya, sebutkan
Swasta
lainnya, sebutkan
_________ ‐ Ibu :
PNS/Pegawai BUMN
_________ 2. Pendidikan Orangtua*)
:
‐ Ayah:
SD
SMP
SMA
Diploma
S1/S2/S3
‐ Ibu :
SD
SMP
SMA
Diploma
S1/S2/S3
3. Pendapatan Orang Tua
: ________________________________
4. Jumlah Anggota Keluarga
: ________________________________
(orang) Keterangan: *) diisi dengan tanda silang C. Data Status Gizi (diisi oleh enumerator) 1. Berat Badan : ________ (kg) 2. Tinggi Badan : ________ (cm) D. Status Anemia (diisi oleh enumerator) 1. Kadar Hb (hemoglobin) : ________ (g/dl) E. Pengetahuan Gizi (Lingkari hurup sesuai dengan jawaban yang benar) 1. Zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh terdiri dari: a. Karbohidrat, lemak, vitamin, air dan protein b. Karbohidrat, lemak, vitamin dan air c. Karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air 2. Kebutuhan gizi seseorang dapat dipenuhi dangan cara : a. Membiasakan makan pagi b. Mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam c. Mengkonsumsi makanan siap santap (fastfood) setiap hari 3. Pangan yang termasuk sumber karbohidrat adalah : a. Nasi b. Ikan c. Sayuran 4. Pangan yang termasuk sumber protein adalah : a. Singkong
77
b. Bayam c. Telur 5. Pangan yang termasuk sumber lemak : a. Mentega, minyak goreng, margarine, santan b. Kentang, singkong, ubi jalar, bihun, mie, roti c. Jeruk, pisang, sirsak, alpukat, belimbing 6. Sumber pangan hewani yang tinggi zat besi adalah : a. Ikan segar dan yogurt b. Telur ayam dan susu c. Hati dan daging sapi 7. Makanan yang kita makan berguna bagi tubuh untuk: a. Sumber tenaga dan pengatur b. Sumber pembangun dan pemeliharaan jaringan c. Sumber tenaga, pembangun dan pengatur 8. Vitamin A sangat diperlukan tubuh karena berfungsi untuk: a. Meningkatkan daya tahan tubuh b. Membantu proses pencernaan c. Meningkatkan konsentrasi dan kecerdasan 9. Makanan yang banyak mengandung vitamin A : a. Sereal, roti dan beras b. Bayam dan ubi jalar merah c. Pie, cake dan puding 10. Manakah kelompok zat gizi berikut, banyak terdapat pada buah-buahan? a. Vitamin A dan Vitamin C b. Pati dan Vitamin c. Lemak dan kalsium 11. Sayuran yang tinggi zat besi adalah : a. Bayam dan daun singkong b. Wortel dan lobak c. Kol dan kembang kol 12. Anemia adalah : a. Kurangnya jumlah sel darah merah dalam tubuh b. Darah sukar membeku c. Kurangnya jumlah sel darah putih dalam tubuh 13. Kelompok yang berisiko tinggi terkena anemia : a. Remaja putri dan ibu hamil b. Pria dewasa c. Remaja putera 14. Tanda-tanda remaja yang mengalami anemia : a. Penampilan seperti orang sakit b. Lesu, Lemah, Letih, Lelah, dan Lalai c. Badan kurus 15. Jika mengalami anemia (kurang darah) maka hal tersebut disebabkan oleh kekurangan : a. Zat besi b. Lemak c. Protein 16. Anemia pada remaja dapat menyebabkan : a. 5L (lemah, letih, lesu, lelah dan lunglai) b. Kurangnya konsentrasi, 5L dan penurunan kebugaran c. Nafsu makan berkurang
78
17. Berikut ini yang bukan penyebab terjadinya kekurangan zat besi: a. Kecelakaan mengakibatkan kaki lecet-lecet b. Menstruasi c. Infeksi penyakit seperti malaria dan kecacingan 18. Yang termasuk perilaku hidup bersih dan sehat : a. Mencuci tangan hanya dengan air saja b. Makan-makanan yang beragam c. Merokok 19. Tahapan mencuci tangan yang baik dan benar adalah : a. Membasahi, mencuci dengan sabun, membilas, mengeringkan b. Membasahi, mencuci tangan deengan sabun, mengeringkan, membilas c. Mencuci tangan dengan sabun, membilas, mengeringkan, membasahi 20. Air bersih biasanya baik digunakan untuk kegiatan dibawah ini, kecuali : a. Air minum b. Cuci tangan c. Membajak sawah F.
Kebiasaan makan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Pertanyaan Berapa kali anda biasa makan sehari ? 1. 2 kali sehari 2. 3 kali sehari 3.4 kali sehari Apakah anda biasa sarapan pagi setiap hari 1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah Apakah anda biasa mengkonsumsi cemilan? 1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah Jenis camilan seperti apa yang biasa anda konsumsi? 1. Makanan ringan 2. Kue/pudding 3. Lainnya....... Apakah anda biasa mengkonsumsi sayur-sayuran? 1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah Apakah anda biasa mengkonsumsi buah-buahan? 1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah Berapa gelas air minum yang anda konsumsi sehari 1. 8 gelas/hari 2. < 8 gelas/hari 3. > 8 gelas/hari Apakah anda biasa mengkonsumsi susu? 1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah Berapa kali anda minum susu dalam satu hari? 1. 1 kali sehari 2. ≥ 2 kali sehari 3. Tidak pernah Jenis susu apa yang sering anda konsumsi? 1. Full cream 2. Kental manis 3. Sapi segar 4. Instan 5. Skim Apakah anda biasa mengkonsumsi Teh? 1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah Berapa kali anda minum teh dalam satu hari? 1. 1 kali sehari 2. ≥ 2 kali sehari 3. Tidak pernah Apakah anda biasa mengkonsumsi kopi? 1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah Berapa kali anda minum kopi dalam satu hari? 1. 1 kali sehari 2. ≥ 2 kali sehari 3. Tidak pernah Apakah anda biasa mengkonsumsi coklat? 1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah Apakah anda biasa mengkonsumsi lauk hewani? 1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah Berapa kali anda mengonsumsi lauk hewani dalam satu hari? 1. 1 kali sehari 2. ≥ 2 kali sehari 3. Tidak pernah
Jawaban
79
18 19 20 21 22 23 24 25
Apakah anda biasa mengkonsumsi lauk nabati? 1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah Berapa kali anda mengonsumsi lauk nabati dalam satu hari? 1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah Apakah anda memiliki makanan pantangan? 1. Ya 2. Tidak *) Jika Tidak, lanjut ke nomer 23 Sebutkan jenis makanan yang menjadi pantangan anda? Apakah anda mengkonsumsi suplement tertentu? 1. Ya 2. Tidak *) Jika Tidak, lanjut ke nomer 25 Sebutkan jenis suplemen yang anda konsumsi? Berapa kali anda mengonsumsi suplemen dalam satu hari? 1. 1 kali sehari 2. ≥ 2 kali sehari 3. Tidak pernah Apakah mengkonsumsi suplement tertentu ketika anda sedang mengalami menstruasi? Jika YA, sebutkan jenis suplemen yang anda konsumsi? 1. Ya ........................ 2. Tidak
G. Riwayat Kesehatan 1. Anamnesa : a. Keluhan kesehatan selama dua bulan terakhir, ada/tidak ada?...................................... Bila ada, sebutkan .......................................................................................................... b. Riwayat penyakit selama dua bulan terakhir:.................................................................. ....................................................................................................................... ....................................................................................................................... .................................... 2. Pemeriksaan fisik (diisi oleh enumerator) a. Tekanan darah : ....................................mm/Hg b. Suhu badan : .....................................°C 3. Penyakit yang pernah anda alami No Nama Penyakit Pernah* Tidak Frekuensi Pernah* 1 Tipus 2 Cacingan 3 Diare kronis (lama) 4 Lain-lain, sebutkan .............. Keterangan : *) isi dengan tanda (√ ) H. Riwayat Kecacingan No Pertanyaan Apakah anda pernah merasakan gatal pada dubur 1 (anus)? 1. Ya 2. Tidak Apakah anda pernah mengkonsumsi obat cacing? 2 1. Ya 2. Tidak Berapa kali anda mengkonsumsi obat cacing dalam 3 setahun? 1. 1 tahun sekali 2. 6 bulan sekali 3. 3 bulan sekali 4 Apakah anda pernah mengalami adanya darah pada
Jawaban
80
5 6
I.
feces? 1. Ya 2. Tidak Apakah anda pernah mengalami adanya cacing pada feces? 1. Ya 2. Tidak Apakah anda memiliki riwayat kecacingan sebelumnya? 1. Ya 2. Tidak Menstruasi (Lingkari hurup sesuai dengan jawaban yang benar dan isilah titik-titik dibawah ini) Usia pertama kali menstruasi?.......................... Lama siklus menstruasi (jarak antar menstruasi) 1. < 25 hari 2. 25-30 hari 3. > 30 hari Keteraturan jadwal menstruasi 1. Selalu tepat waktu 2. Datang lebih awal dari biasanya 3. Datang terlambat, selama ____ hari Lama menstruasi 1. < 3 hari 2. 3-9 hari 3. >9 hari Frekuensi Menstruasi 1. 1 bulan sekali 2. 1 bulan dua kali 3. Belum tentu satu bulan sekali Apakah ada keluhan selama haid 1. Pusing 2. Lemas 3. Sakit perut 4. Berkunang-kunang 5. Tidak ada keluhan Apakah anda sering merasa cepat lelah ketika mengerjakan pekerjaan/kegiatan anda? 1. Ya 2. Tidak Apakah anda sering cepat lupa atau mengalami kesulitan dalam mengingat? 1. Ya 2. Tidak
1. 2. 3.
4. 5. 6.
7.
8.
J.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Pertanyaan Apakah anda perokok? 1. Ya 2. Tidak Apakah anda mengkonsumsi alkohol? 1. Ya 2. Tidak Apakah anda selalu mencuci tangan dengan sabun? 1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah Apakah anda selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah makan? 1. Ya 2. Tidak Apakah anda selalu mencuci tangan setelah buang air? 1. Ya 2. Tidak Apakah anda selalu mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan ? 1. Ya 2. Tidak Apakah anda selalu menggosok gigi setiap hari? 1. Ya 2. Tidak Berapa kali anda biasa menggosok gigi?
Jawaban
81
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1. 1 kali sehari 2. 2 kali sehari 3. 3 kali sehari Apakah anda selalu mandi 2 kali sehari? 1. Ya 2. Tidak Apakah anda biasa menggunakan sabun ketika mandi? 1. Ya 2. Tidak Apakah anda buang air besar (BAB) di jamban/WC/kamar mandi? 1. Ya 2. Tidak Apakah anda selalu mengunakan air bersih dirumah? 1. Ya 2. Tidak Apakah anda selalu membuang sampah di pada tempatnya? 1. Ya 2. Tidak Apakah anda selalu menggunakan alas kaki ketika keluar rumah? 1. Ya 2. Tidak Apakah anda selalu mengkonsumsi makanan yang beragam setiap hari? 1. Ya 2. Tidak Apakah anda terbiasa menggunting kuku? 1. Ya 2. Tidak Berapa kali anda menggunting kuku setiap bulan? 1. 1 kali/bulan 2. 2-3 kali/bulan 3. ≥ 4 kali/bulan Apakah anda selalu rutin berolah raga? 1. Ya 2. Tidak Berapa kali anda melakukan olahraga dalam seminggu? 1. 1 kali seminggu 2. 2 kali semingu 3. >3 kali seminggu Berapa lama anda melakukan olahraga 1. <30 menit 2. 30 menit 3. >30 menit
K. Keadaan Lingkungan dan Tempat Tinggal No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Pertanyaan Apakah lokasi rumah anda dekat dengan TPA Bantar Gebang 1. Ya 2. Tidak Jarak rumah dengan lokasi TPA Bantar Gebang 1. < 5 km 2. > 5 km Jarak rumah dengan kandang 1. < 10 meter 2. > 10 meter Jenis rumah 1. Panggung 2. Setengah tembok 3. Permanen Lantai rumah anda berbahan dasar : 1. Tanah 2. Ubin 3. Keramik 4. Semen Jumlah penghuni rumah, sebutkan Bagaimana ventilasi (yang bisa dibuka) rumah anda ? 1. ≥ 15% luas ruangan 2. ≤ 15% luas ruangan Penerangan : 1. Listrik 2.Minyak tanah 3. Lainnya ........ Jumlah kamar, sebutkan Sumber utama air : 1. Mata air 2. Sumur 3. PAM 4. Sungai 5. Lainnya....... Apakah rumah anda memiliki septic tank (penampungan kotoran) : 1. Ya 2. Tidak Apakah rumah anda memiliki tempat pembuangan sampah sendiri : 1. Ya 2. Tidak Bagaimana anda membuang sampah : 1. Ke tempat pembuangan sampah 2. Ke tempat bukan pembuangan sampah (sungai/selokan)
Jawaban
82
L. Prestasi belajar (nilai rapor) siswa Nama peserta didik : Nomor induk : Nama sekolah : No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kelas : Semester : Tahun ajaran :
Mata pelajaran
Kriteria Ketuntasan Minimal
Nilai Angka
Huruf
Pendidikan Agama Pendidikan Kewarganegaraan Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Sosial Computer Pendidikan Jasmani, Olahraga dan kesehatan
M. Food Frequency Quitionaire Semikuantitative Pilih bahan makanan yang anda konsumsi dengan cara memberi tanda (√) pada kolom yang telah disediakan No
Bahan Makanan
Frekuensi (x/...)
(√ ) Hari
1
2
3
Serealia dan umbi 1. Beras 2. Jagung 3. Singkong 4. Ubi jalar 5. Talas 6. Mie 7. Soun 8. Bihun 9. ........ Daging dan telur 1. Ikan laut segar 2. Ikan asin 3. Ikan pindang 4. Ikan tawar 5. Daging Sapi 6. Daging ayam 7. Daging kambing 8. Daging bebek 9. Chicken nugget 10. Hati sapi 11. Hati ayam 12. Telur ayam 13. Telur bebek 14. Telur puyuh 15. ...... Kacang-kacangan 1. Tempe 2. Tahu 3. Oncom 4. Kc. Tanah
Minggu
Bulan
Rata-rata Konsumsi URT Gram
83
4
5
6
7
8
5. Kc. Toro 6. Kc. Buncis 7. Kc. Panjang 8. Kc. Merah 9. ......... Sayur daun-daunan 1. Bayam 2. Kangkung 3. Sawi putih 4. Caisim 5. Kol 6. Daun singkong 7. Daun pepaya 8. Daun melinjo 9. Selada 10. ......... Sayuran buah 1. Labu siam 2. Wortel 3. Tomat 4. Mentimun 5. Lobak 6. Nangka muda 7. Pepaya muda 8. Terong 9. Brokoli 10. .......... Buah-buahan 1. Jeruk 2. Tomat 3. Pepaya 4. Jambu biji 5. Mangga 6. Nanas 7. Pisang 8. Semangka 9. Melon 10. Apel 11. Anggur 12. Pir 13. ....... Jajanan 1. Bakso 2. Siomay 3. Pisang goreng 4. Mie ayam 5. Bakwan 6. Chiki 7. Biskuit/cookies 8. Cilok 9. Cireng 10. Cokelat 11. ..... Lainnya 1. Teh
84
2. Kopi 3. Susu 4. Air putih 5. Suplement, sebutkan .............................. 6. Minuman kemasan sebutkan ..............................