HUBUNGAN KARAKTERISTIK ATLET, PENGETAHUAN GIZI, KONSUMSI PANGAN, DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI TERHADAP KEBUGARAN ATLET BOLA BASKET DI SMP/SMA RAGUNAN JAKARTA SELATAN
FAIZ NUR HANUM
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT Faiz Nur Hanum: Relationship between characteristics of athletes, nutrition knowledge, food intake, nutritional adequacy and the basketball athletes's fitness in the Junior/Senior High School Ragunan South Jakarta. Under the guidance of Hadi Riyadi and Eddy S Mudjajanto.
Basketball is a popular sport in the world that require maximum utilization capacity of oxygen from the lungs to keep in shape in an activity that is quite a long time without experiencing fatigue. One of the factors that affect the fitness of the body is adequate nutrition needed to achieve fitness excellence.The purpose of this study was to determine the relationship between characteristics, nutrition knowledge, food consumption and nutritional adequacy of the level of fitness basketball athletes in the junior / senior high school Ragunan South Jakarta. The research was conducted in March-May 2011 with a cross-sectional study design. Purposively selected sample (n = 21) consisting of 9 samples of males (mean age 14.7 ± 0.97 years, average weight 68.5 ± 11.68 kg, and mean height 176.2 ± 3.92 cm) and 12 sample of women (mean age ± 15:33 00:49 years, average weight 63.8 ± 8.76 kg, and mean height 163.7 ± 4.62 cm). The results of this study indicate that the average score of nutritional knowledge are examples of men in the category of being (66.67%) and examples of women are in a category is less (58.33%). Most of the examples of men and women have normal nutritional status. Most of the examples of food consumption consists of lowcarbohydrate diet, but high in protein and fat. For the consumption of micronutrients such as vitamin C, calcium and iron samples were under the normal range. Pearson correlation test results between the age of athletes with the fitness levels showed no significant negative relationship (p = 0369, r = 0206). Pearson correlation between test weight with fitness levels showed no significant negative relationship (p = 0673, r =- 0.98). Pearson correlation test between height with fitness levels showed a positive and significant (p = 0.001, r = 0651). spearman correlation test between the sex of the fitness levels showed negative and highly significant relationship (p = 0.000, r = -0716). spearman correlation test between the nutritional status of fitness level showed a negative relationship was not significant (p = 0171, r =- 0310). Pearson correlation test between the level of energy sufficiency by level of fitness showed a positive and not significant (p = 0954, r = 0.013). Based on this research note that the athletes should pay attention to food regulation to achieve the optimal diet on exercise period and the period of the game in order to optimize nutritional intake necessary to achieve optimal fitness. Keywords: basketball athletes, the level of adequacy of nutrition, physical fitness, VO2 max.
Faiz Nur Hanum: Hubungan karakteristik atlet, pengetahuan gizi, konsusmi pangan, dan tingkat kecukupan gizi terhadap kebugaran atlet bola basket di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan. Di bawah bimbingan Hadi Riyadi dan Eddy S Mudjajanto.
Bola basket merupakan salah satu olahraga populer di dunia yang membutuhkan kapasitas pengeluaran oksgen dari paru-paru yang maksimal untuk menjaga kebugaran tubuh dalam melakukan aktivitas yang cukup lama tanpa mengalami kelelahan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kebugaran tubuh adalah gizi yang cukup yang dibutuhkan untuk mencapai kebugaran yang prima. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara karakteristik, pengetahuan gizi, konsumsi pangan, dan tingkat kecukupan gizi terhadap kebugaran atlet basket di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan pada bulan maret-mei 2011 dengan design cross sectional study. Sampel dipilih secara purposive (n=21) yang terdiri dari 9 sampel laki-laki (ratarata umur 14.7 ± 0.97 tahun, rata-rata berat badan 68.5 ± 11.68 kg, dan rata-rata tinggi badan 176.2 ± 3.92 cm) dan 12 sampel perempuan (rata-rata umur 15.33 ± 0.49 tahun, rata-rata berat badan 63.8 ± 8.76 kg, dan rata-rata tinggi badan 163.7 ± 4.62 cm). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata skor pengetahuan gizi contoh laki-laki berada dalam kategori sedang (66.67%) dan contoh perempuan berada dalam kategori kurang (58.33%). Sebagian besar contoh lakilaki dan perempuan memiliki status gizi normal. Sebagian besar konsumsi pangan contoh terdiri dari makanan rendah karbohidrat, namun tinggi protein dan lemak. Untuk konsumsi zat gizi mikro seperti vitamin C, kalsium dan zat besi contoh berada di bawah rentang normal. Hasil uji korelasi pearson antara usia atlet dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif yang tidak signifikan (p=0.369, r= -0.206). uji korelasi pearson antara berat badan dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif yang tidak signifikan (p=0.673, r=-0.98). uji korelasi pearson antara tinggi badan dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan positif dan signifikan (p=0.001, r=0.651). uji korelasi spearman antara Jenis kelamin dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif dan sangat signifikan (p=0.000, r= -0.716). uji korelasi spearman antara status gizi dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif yang tidak signifikan (p=0.171, r=-0.310). uji korelasi pearson antara tingkat kecukupan energi dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan yang positif dan tidak signifikan (p=0.954, r=0.013). Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa atlet sebaiknya memperhatikan pengaturan makanan untuk mencapai diet yang optimal pada periode latihan maupun pada periode pertandingan guna mengoptimalkan asupan gizi yang diperlukan untuk mencapai kebugaran yang optimal. Keywords: atlet basket, tingkat kecukupan gizi, latihan fisik, VO2 max.
RINGKASAN Faiz Nur Hanum. Hubungan Karakteristik Atlet, Pengetahuan Gizi, Konsumsi Pangan, dan Tingkat Kecukupan Gizi terhadap Kebugaran Atlet Bola Basket di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan. Dibimbing Oleh Hadi Riyadi dan Eddy S Mudjajanto. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara karakteristik, pengetahuan gizi, konsumsi pangan, dan tingkat kecukupan gizi terhadap kebugaran atlet bola basket di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan. Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu 1) Menganalisis karakteristik atlet bola basket meliputi umur, berat badan, tinggi badan, dan kondisi sosial ekonomi. 2) Menganalisis pengetahuan atlet bola basket mengenai gizi. 3) Menganalisis konsumsi dan tingkat kecukupan gizi atlet bola basket SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan. 4) Menganalisis hubungan antara karakteristik atlet, status gizi, dan tingkat kecukupan gizi dengan kebugaran atlet bola basket SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2011 di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive karena SMP/SMA Ragunan merupakan sekolah pembinaan atlet, khususnya bola basket dan memiliki fasilitas asrama sehingga terdapat penyelenggaraan makanan di sekolah. Contoh pada penelitian ini adalah siswa yang terdaftar di SMP/SMA Ragunan, Jakarta Selatan. Siswa-siswi ini adalah calon atlet Indonesia yang sedang menerima pendidikan dan pembinaan. Contoh ditentukan secara purposive sampling dengan kriteria atau persyaratan bahwa contoh merupakan atlet basket. Contoh merupakan siswa yang menerima pembinaan dan pendidikan dari Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga dan PUSDIKLAT DKI di cabang bola basket. Contoh yang dipilih tidak mengalami cidera dan tidak mempunyai masalah dengan pihak-pihak tertentu terutama Institusi Sekolah. Contoh mengikuti latihan secara intensif, serta contoh adalah semua atlet yang ikut melaksanakan tes kebugaran yang dilakukan oleh pihak sekolah dan bersedia menjadi sampel penelitian. Dari 25 populasi yang ada, yang dapat dijadikan contoh penelitian berjumlah 21. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan contoh dan penyebaran kuesioner. Data primer ini meliputi data karakteristik contoh, data pengetahuan gizi, antropometri (tinggi badan, berat badan), konsumsi pangan. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi data kebugaran contoh (hasil Tes Balke) untuk menentukan nilai VO2 max contoh sehingga kebugaran contoh dapat diketahui, data denyut nadi contoh pada saat melakukan Tes Balke, serta gambaran umum tempat sekolah yang dijadikan sebagai lokasi penelitian dan jumlah siswa untuk olahraga bola basket. Contoh terdiri dari laki-laki (42.86%) dan perempuan (57.14%). Rata-rata usia contoh laki laki yaitu 14.7 ± 0.97 tahun dan rata-rata usia contoh perempuan yaitu 15.33 ± 0.49 tahun. Suku bangsa contoh terdiri dari suku Jawa (33.33%), Sunda (23.81%), Ambon (14.76%), dan suku Palembang, Minang, Batak, Melayu, Papua masing-masing 4.76%. secara keseluruhan contoh berasal dari keluarga dengan keadaan ekonomi menengah ke atas dengan pendidikan minimal orang tua yaitu SMA. Rata-rata berat badan contoh laki laki 68.5 ± 11.68 kg dan rata-rata berat badan contoh perempuan yaitu 63.8 ± 8.76 kg. Tinggi
badan contoh contoh laki-laki yaitu 176.2 ± 3.92 cm dan rata-rata tinggi badan contoh perempuan yaitu 163.7 ± 4.62 cm. Pengetahuan gizi contoh laki laki sebagian besar berada dalam kategori sedang (66.67%) dan pengetahuan gizi contoh perempuan sebagian besar berada dalam kategori kurang (58.33%). Status gizi contoh laki-laki dan perempuan sebagian besar berada dalam kategori normal. Contoh memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan lengkap tiga kali dalam sehari (96.24%). Sebagian besar contoh mengkonsumsi air putih lebih dari delapan gelas sehari (71.43%) dan mengkonsumsi minuman sport drink. Seluruh contoh tidak mengkonsumsi alkohol. Kebiasaan makan periode pertandingan: sebelum bertanding sebagian besar (38.10%) contoh mengkonsumsi makanan lengkap 1-2 jam sebelum bertanding dan menghindari makanan berupa mie instan, fast food, makanan pedas, es, dan minuman bersoda. Selama bertanding sebagian besar contoh (61.90%) mengkonsumsi sport drink dan buah pisang. Segera setelah bertanding contoh mengkonsumsi air dingin, air mineral, dan sari buah. Sebagian besar contoh (95.24%) mengkonsumsi makanan lengkap 1-2 jam setelah bertanding. Tingkat kecukupan energi contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (66.67%) dan contoh perempuan sebagian besar berada dalam kategori defisit sedang (33.33%). Tingkat kecukupan protein contoh lakilaki sebagian besar berada dalam kategori kurang (55.56%) dan contoh perempuan sebagian besar dalam kategori lebih (58.33%). Tingkat kecukupan lemak contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori normal (55.56%) dan contoh perempuan sebagian besar berada dalam kategori lebih (91.6%). Tingkat kecukupan karbohidrat contoh laki-laki dan perempuan sebagian besar berada dalam kategori kurang. Tingkat kecukupan vitamin A contoh laki-laki maupun perempuan sebagian besar berada dalam kategori normal. Tingkat kecukupan vitamin B1 contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori kurang dan contoh perempuan sebagian besar berada dalam kategori cukup. Tingkat kecukupan vitamin C, kalsium, dan zat besi contoh laki-laki maupun perempuan sebagian besar berada dalam kategori kurang. Hubungan usia atlet dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif yang tidak signifikan (p=0.369, r= -0.206). Hubungan antara berat badan dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif yang tidak signifikan (p=0.673, r=-0.98). Hubungan tinggi badan dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan positif dan signifikan (p=0.001, r=0.651). Jenis kelamin dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif dan sangat signifikan (p=0.000, r= -0.716). Status gizi dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif yang tidak signifikan (p=0.171, r=-0.310). Tingkat kecukupan energi dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan yang positif dan tidak signifikan (p=0.954, r=0.013). Intensitas latihan dan riwayat kesehatan juga merupakan faktor yang mempengaruhi kebugaran seorang atlet. Atlet yang memiliki kesehatan yang optimal, dan latihan yang intensif tentu memiliki kebugaran yang baik. Oleh sebab itu perlu penelitian lanjutan tentang riwayat kesehatan terhadap kebugaran seorang atlet bola basket dan juga pengaruhnya terhadap prestasi atlet. Selain itu atlet sebaiknya mulai mengoptimalkan asupan energi dan zat gizi yang dibutuhkannya, karena gizi yang optimal akan sangat mempengaruhi performa dan kebugaran atlet dalam olahraga.
HUBUNGAN KARAKTERISTIK ATLET, PENGETAHUAN GIZI, KONSUMSI PANGAN, DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI TERHADAP KEBUGARAN ATLET BOLA BASKET DI SMP/SMA RAGUNAN JAKARTA SELATAN
FAIZ NUR HANUM
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
Judul
: Hubungan Karakteristik Atlet, Pengetahuan Gizi, Konsumsi Pangan, dan Tingkat Kecukupan Gizi terhadap Kebugaran Atlet Bola Basket di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan
Nama
: Faiz Nur Hanum
NIM
: I14070119
Disetujui
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr.Ir. Hadi Riyadi, MS
Ir. Eddy S Mudjajanto
NIP. 19610615 198603 1 004
NIP. 19601119 198803 1 001
Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan Kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat dari-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi sarjana yang berjudul “Hubungan Karakteristik, Pengetahuan Gizi, Konsumsi Pangan, dan Tingkat Kecukupan Gizi terhadap Kebugaran Atlet Bola Basket di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan”.Skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan, doa, semangat, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada: 1. Kedua orang tua penulis, Bapak Darmolis dan Ibu Arce yang telah memberikan doa, semangat, nasihat, motivasi dan pengorbanan serta kasih sayang kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS dan Bapak Ir. Eddy S Mudjajanto selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa sabar dalam memberikan bimbingan, motivasi, perhatian dan semangat kepada penulis. 3. Ibu Prof. Dr. Clara M Kusharto selaku dosen pemandu dan dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis. 4. Kakak-kakak penulis, Yasmin Oktavia, Yulhaidir, Irma Suryani, dan Aulia Putra B beserta seluruh keluarga besar penulis. 5. Teman-teman satu perjuangan (Imam, Tami, Dedol, Becky, Jijul) dan seluruh keluarga besar „LUMINAIRE‟ tercinta atas semangat, bantuan, dan motivasi untuk perjuangan yang luar biasa ini. 6. Keluargaku di Rempati Kost (Michele, Ajeng, Ima, Sherly, Dede, Nyenyo, Acuy, dan Bibi Mariana). 7. Ren Refli Kurniawan, Lina Aminah, Pratiwi APatas semangat dan dukungannya kepada penulis 8. Pihak sekolah SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan, atlet dan pelatih basket SMP/SMA Ragunan, dan seluruh keluarga GM ‟45 dan GM ‟46 beserta
seluruh
pihak
yang
telah
membantu
penulis
dalam
menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Bogor, Agustus 2011
Faiz Nur Hanum
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Solok, Sumatera Barat pada tanggal 22 Desember 1989 silam dan diberi nama Faiz Nur Hanum. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan bapak Darmolis dan ibu Arce. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1995 sampai dengan tahun 2001 di SD Negeri 12 Tanjung Paku, Kota Solok, Sumatera Barat. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 2 Kota Solok, Sumatera Barat dan lulus pada tahun 2004. Penulis kemudian melanjutkan ke pendidikan menengah umum di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kota Solok, Sumatera Barat dan lulus pada tahun 2007. Penulis mengawali pendidikan sebagai mahasiswa pada tahun 2007 di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis di IPB terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Departemen Gizi Masyarakat, dengan program studi Ilmu Gizi. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif ikut dalam berbagai kepanitiaan, seperti Indonesian Ecology Expo (INDEX) 2009, Nutrition Fair (NF) 2009, Seminar Gizi Nasional (SENZATIONAL) 2010, dan lain lain. Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah, seperti Pengantar Biokimia Gizi, Gizi Olahraga, Evaluasi Nilai Gizi, dan Pendidikan Gizi. Penulis juga pernah melakukan Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta. Adapun penghargaan yang berhasil didapatkan penulis selama kuliah yaitu Atlet Terbaik di Liga Gizi Masyarakat (LIGIMA). Tahun
2011
Penulis
melakukan
penelitian
mengenai
“Hubungan
Karakteristik, Pengetahuan Gizi, Konsumsi Pangan, dan Tingkat Kecukupan Gizi terhadap Kebugaran Atlet Bola Basket di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan” di bawah bimbingan Dr. Ir. Hadi Riyadi,MS dan Ir. Eddy S Mudjajanto untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
PENDAHULUAN Latar Belakang Olahraga merupakan salah satu bentuk aktivitas fisik atau kegiatan jasmani maupun rohani yang bertujuan untuk mencapai status kesehatan yang optimal bagi setiap individu. Olahraga juga merupakan aktivitas fisik yang berguna untuk meningkatkan kebugaran dan stamina tubuh yang akan memberikan manfaat bagi kesehatan, sehingga olahraga dianjurkan untuk dilakukan secara teratur. Terdapat hubungan yang sangat erat antara praktik gizi dengan performa atlet dalam olahraga, yang
nantinya akan berujung pada
kesuksesan atlet. Gizi adalah salah satu faktor utama bagi atlet dalam mencapai kesuksesan, selain faktor genetik, dan tingkat latihan. Kapasitas fisiologi dan latihan yang menggunakan aktivitas aerobik yang tinggi juga pada akhirnya akan menunjukkan konsumsi oksigen secara maksimum (VO2 max) yang merupakan indikator untuk menentukan kebugaran atlet dalam upaya mencapai kesuksesan (Salarkia, Kimiagar & Aminpour 2004). Kebugaran merupakan kemampuan tubuh untuk untuk melaksanakan suatu kegiatan dengan menggunakan kekuatan, daya kreasi, dan daya tahan dengan efisien dalam waktu yang relatif lama tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti, serta dengan cadangan energi yang tersisa masih mampu untuk menikmati waktu luang dan menghadapi hal-hal yang tidak terduga. Kebugaran dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu latihan yang intensif dan teratur, faktor genetik, dan asupan gizi yang cukup (Kushendar 2008). Kecukupan gizi merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kebugaran tubuh seseorang terutama bagi olahragawan. Asupan gizi yang cukup sangat dibutuhkan untuk mencapai ketahanan fisik dan kondisi tubuh yang prima. Kecukupan gizi seorang atlet dapat dicapai jika asupan energi yang diperoleh dari makanan sama dengan energi yang dikeluarkan untuk olahraga. Makanan untuk seorang atlet harus mengandung zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan untuk aktivitas sehari-hari dan olahraga. Menurut Suharjo dan Kusharto (1999) makanan harus mengandung zat gizi penghasil energi yang jumlahnya tertentu. Disamping itu harus jadi pengganti sel-sel yang rusak. Pengaturan makanan terhadap seorang atlet harus individual. Pemberian makanan harus memperhatikan jenis kelamin atlet, umur, berat badan, serta jenis olahraga yang dilakukan. Selain itu, pemberian makanan juga harus memperhatikan periodisasi latihan, masa kompetisi, dan masa pemulihan. Faktor
2
gizi merupakan salah satu faktor yang sangat perlu diperhatikan mulai dari awal pembinaan sampai pada saat pertandingan. Tingkat
kebugaran
tubuh
seorang
atlet
dapat
diukur
dengan
menggunakan VO2 max. VO2 maksimum merupakan indikator suatu kesegaran jasmani dan kapasitas fisik seseorang. VO2 maksimum merupakan jumlah ratarata oksigen maksimal yang dapat dikonsumsi oleh tubuh selama melakukan aktivitas fisik dan bernafas pada kerapatan oksigen normal sehingga semakin tinggi VO2 maksimum maka semakin tinggi pula tingkat ketahanan dan adaptasi seseorang terhadap suatu aktivitas fisik. Salah satu olahraga yang menuntut kebugaran tubuh yang optimal adalah olahraga bola basket. Bola basket adalah olahraga bola berkelompok yang terdiri atas dua tim beranggotakan masing-masing lima orang yang saling bertanding mencetak poin dengan memasukkan bola ke dalam keranjang lawan. Bola basket sangat cocok untuk ditonton karena biasa dimainkan di ruang olahraga tertutup dan hanya memerlukan lapangan yang relatif kecil (KONI 2007). Olahraga basket adalah salah satu cabang olahraga yang aktivitasnya cukup tinggi serta menuntut banyak ketahanan fisik, kecepatan, dan pengeluaran energi yang terus menerus. Untuk mendukung kegiatan tersebut, sangat diperlukan kondisi kebugaran jasmani yang cukup baik yang dapat diperoleh melalui asupan gizi yang cukup. SMP/SMA
Ragunan
Jakarta
Selatan
merupakan
sekolah
yang
mengampu dan bergerak di dalam bidang olahraga. SMP/SMA Ragunan membina atlet agar menjadi lebih baik lagi dan lebih berprestasi lagi di dalam bidang-bidang olahraga yang mereka tekuni. SMP/SMA Ragunan membina atletatlet yang masih berada di dalam usia pertumbuhan, dimana usia tersebut memerlukan asupan gizi dan makanan yang cukup yang sesuai dengan aktivitas yang mereka lakukan. Oleh sebab itu perhatian mengenai masalah gizi sangat dibutuhkan,
mengingat
gizi
merupakan
salah
satu
faktor
yang
dapat
mempengaruhi prestasi dari atlet-atlet tersebut. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara karakteristik, pengetahuan gizi, konsumsi pangan, dan tingkat kecukupan gizi terhadap kebugaran atlet bola basket di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan.
3
Tujuan khusus 1. Menganalisis karakteristik atlet bola basket meliputi umur, berat badan, tinggi badan, dan kondisi sosial ekonomi. 2. Menganalisis pengetahuan atlet bola basket mengenai gizi secara umum dan gizi olahraga secara khusus. 3. Menganalisis konsumsi dan tingkat kecukupan gizi atlet bola basket SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan. 4. Menganalisis hubungan antara karakteristik atlet, status gizi, dan tingkat kecukupan energi dengan kebugaran atlet bola basket SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan Hipotesis 1. Terdapat hubungan yang positif antara karakteristik atlet dan kebugaran atlet basket. 2. Terdapat hubungan yang positif antara pengetahuan gizi terhadap tingkat kecukupan gizi atlet. 3. Terdapat hubungan antara karakteristik atlet, status gizi, dan tingkat kecukupan energi terhadap kebugaran atlet basket.
4
TINJAUAN PUSTAKA Olahraga Olahraga adalah kegiatan pelatihan jasmani, yaitu kegiatan jasmani untuk memperkaya dan meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar maupun gerak keterampilan (kecabangan olahraga). Kegiatan itu merupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera jasmani atau sehat jasmani yang berarti juga sehat dinamis yaitu sehat yang disertai dengan kemampuan gerak yang memenuhi segala tuntutan gerak kehidupan sehari-hari, artinya memiliki tingkat kebugaran jasmani yang memadai (Santosa & Komariah 2007). Aktivitas dalam olahraga dapat dibedakan menjadi aktivitas aerobik, anaerobik, dan kombinasi antara aktivitas aerobik dan anaerobik. Aktivitas aerobik merupakan aktivitas kegiatan fisik yang dilakukan pada tingkat intensitas sedang untuk jangka waktu tertentu. Dalam hal ini, oksigen digunakan untuk "membakar" lemak dan gula untuk menghasilkan adenosin trifosfat yang merupakan pembawa dasar dari energi di tingkat sel. Contoh olahraga aerobik yaitu gerak jalan cepat, jogging, bola basket, sepak bola, senam, renang. Olahraga anaerobik (tanpa oksigen) adalah kebalikan dari olahraga aerobik (dengan oksigen). Olahraga aerobik dan anaerobik, lebih menggunakan energi selama melakukan aktivitas fisik. Olahraga anaerobik membakar lebih banyak kalori, membutuhkan oksigen yang lebih besar dimana oksigen tersebut tidak tersedia dalam jumlah yang cukup untuk sel-sel dalam membakar lemak. Contoh olahraga anaerobik yaitu angkat besi, sprint 100m (Riyadi 2007). Tipe atlet dalam olahraga dapat dibedakan menjadi atlet endurance (daya tahan, atlet strength (kekuatan), dan atlet beregu. Atlet daya tahan merupakan atlet yang berpartisipasi dalam olahraga yang aktivitasnya berkesinambungan (30 menit hingga 4 jam) dan melibatkan otot secara keseluruhan. Adapun contoh olahraganya yaitu, renang, lari, dan bersepeda. Atlet kekuatan merupakan atlet yang berpartisipasi dalam olahraga yang keberhasilan dalam olahraga tersebut sangat bergantung kepada kekuatan otot contohnya yaitu, angkat berat, gulat, dan senam. Atlet beregu merupakan atlet yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berpartisipasi dalam suatu olahraga secara bersama-sama yang terkadang dipengaruhi oleh kemampuan fisik seperti daya tahan tubuh contohnya yaitu bola basket, sepak bola, dan bola voli (Riyadi 2007).
5
Olahraga Basket Bola basket adalah olahraga bola berkelompok yang terdiri atas dua tim beranggotakan masing-masing lima orang yang saling bertanding mencetak poin dengan memasukkan bola ke dalam keranjang lawan (Anonim 2010). Bola basket termasuk ke dalam aktivitas olahraga aerobik yang membutuhkan oksigen dalam aktivitasnya (Riyadi 2007). Bola basket sangat cocok untuk ditonton karena biasa dimainkan di ruang olahraga tertutup dan hanya memerlukan lapangan yang relatif kecil. Olahraga bola basket juga mudah dipelajari karena bentuk bolanya yang besar, sehingga tidak menyulitkan pemain ketika memantulkan atau melempar bola tersebut (KONI 2007). Bola basket adalah salah satu jenis permainan yang termasuk olahraga permainan. Permainan olahraga bola basket termasuk permainan yang menggunakan bola besar. Permainan bola basket keterampilan
gerak
memiliki ciri-ciri dimana pemain membutuhkan
yang
memukau
dalam
menggiring
(dribble)
bola,
memasukkan (shoot) bola ke dalam ring basket (Faruq 2008). Penilaian Status Gizi Secara Antropometri Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Banyak cara untuk melakukan penilaian status gizi terhadap individu yaitu dengan cara penilaian status gizi secara antropometri, secara biokimia, secara klinis dan juga dengan asupan pangan (Arisman 2004). Metode
antropometri
merupakan
pengukuran
ukuran
tubuh
dan
komposisi tubuh secara kasar. Pengukuran ini dapat berubah-ubah sesuai dengan usia dan juga dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin. Antropometri merupakan salah satu metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran antropometri mempunyai keuntungan dalam menyediakan informasi status gizi pada masa lampau yang tidak dapat diperoleh dengan teknik penilaian yang lain (Gibson 2005). Pengukuran antropometri dapat digunakan dengan cepat, mudah, dan dapat dipercaya. Menurut Roedjito (1988) ukuran fisik seseorang sangat berhubungan dengan status gizi. Oleh karena itu, ukuran antropometri diakui sebagai indeks yang paling baik dan dapat diandalkan dalam penentuan status gizi untuk negara berkembang. Hal ini sangat penting karena penilaian status gizi lain lebih sulit dan lebih mahal.
6
Metode
antropometri
juga
menggunakan
pengukuran-pengukuran
dimensi fisik dan komposisi tubuh. Pengukuran tersebut bervariasi menurut umur dan derajat gizi, sehingga bermanfaat terutama pada keadaan dimana terjadinya ketidakseimbangan energi dan protein secara kronis. Antropometri juga dapat digunakan untuk mendeteksi malnutrisi derajat sedang dan berat. Keuntungan lain dari pengukuran antropometri adalah memberikan informasi tentang riwayat gizi masa lampau, hal ini tidak dapat diperoleh (dengan tingkat kepercayaan yang sama) dengan menggunakan teknik penilaian lainnya (Riyadi 2003). Parameter-parameter yang biasanya diukur dalam pemeriksaan status gizi secara antropometri meliputi berat badan, tinggi badan, tebal lipatan kulit (biseps, triseps, subscapula, suprailliac), lingkar lengan, lingkar kepala dan dada (Arisman 2004). Kategori remaja metode pengukuran status gizi menurut antropometri yang umumnya dilakukan adalah metode pengukuran status gizi antropometri berdasarkan IMT/U. Pengukuran status gizi dengan parameter IMT menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja. Indikator ini memerlukan informasi mengenai umur. Tabel 1 Nilai titik batas yang direkomendasikan untuk remaja berdasarkan IMT/U Status gizi Kurus Normal At risk Gemuk Obese Sumber: Depkes 1996
Kategori -3 SD ≤ Z-score ≤ -2SD -2 SD ≤ Z-score ≤ +1 SD +1 SD ≤ Z-score ≤ +2 SD +2 SD ≤ Z-score ≤+3 Z-score ≥ +3 SD
Pengetahuan Gizi Menurut Karyadi (1997) pengetahuan gizi sangat erat hubungannya dengan baik-buruknya kualitas gizi dan makanan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang tepat dan benar mengenai gizi, orang tersebut akan berupaya untuk mengatur pola makannya sedemikian rupa sehingga seimbang, tidak kekurangan, tidak berlebihan. Pengetahuan gizi khususnya tentang pengaturan makanan untuk atlet sangat bermanfaat karena memberikan beberapa keuntungan bagi atlet. Keuntungan itu antara lain: 1) memberikan pengetahuan tentang makanan yang dapat mencapai atau mempertahankan kondisi tubuh yang telah diperoleh dalam latihan, 2) memberikan informasi mengenai makanan yang dapat menyediakan energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas fisik dan olahraga, 3)
7
menentukan bentuk makanan dan frekuensi makan yang tepat pada waktu latihan intensif sebelum, selama, dan sesudah pertandingan, 4) menggunakan prinsip gizi dalam menurunkan dan menaikkan berat badan sesuai yang diinginkan, 5) menggunakan prinsip gizi untuk mengembangkan atau membuat rencana diet individu sesuai dengan aturan tubuh, keadaan fisiologi dan metabolismenya serta mempertimbangkan selera serta kebiasaan dan daya cerna atlet (Napu 2006). Pengukuran Pengetahuan Gizi Pengukuran pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan menggunakan instrument dalam bentuk tes obyektif yang paling sering digunakan. Di dalam menyusun instrument, diperlukan alternatif jawaban yang benar yang disebut sebagai “jawaban”, sedangkan alternatif jawaban yang salah disebut distracter. Multiple choice tes dapat digunakan untuk mengukur berbagai aspek yang terkait di dalam ranah kognitif. Oleh karena itu, bentuk tes ini sangat baik untuk mengetahui pengetahuan gizi individu (Khomsan 2000). Menurut Khomsan (2000) kategori pengetahuan gizi bisa dibagi dalam tiga kelompok yaitu baik, sedang, dan kurang. Cara pengkategorian dilakukan dengan menetapkan cut off point dari skor yang telah dijadikan dalam bentuk persentase. Cut off point yang biasa digunakan yaitu. Tabel 2 Cut off point Pengetahuan Gizi Kategori pengetahuan gizi
Skor
Baik Sedang
>80% 60%-80%
Kurang Sumber: Khomsan 2000
<60%
Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan
seseorang
atau
kelompok
dengan
tujuan
tertentu.
Tujuan
mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu (Hardinsyah & Martianto 1992). Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994) banyak hal yang mempengaruhi konsumsi pangan individu diantaranya faktor ekonomi dan harga, serta faktor
8
sosio budaya dan religi yang ada di suatu daerah. Selain itu faktor kesehatan individu juga berpengaruh dalam konsumsi pangan, serta faktor fisiologis individu juga sangat menentukan jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsi oleh individu. Survei diet atau penilaian konsumsi pangan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan tingkat asupan gizi perorangan atau kelompok. Dalam melakukan penilaian konsumsi pangan banyak terjadi bias yang
disebabkan
oleh
beberapa
faktor
seperti
ketidaksesuaian
dalam
menggunakan alat ukur, waktu pengumpulan data yang tidak tepat, instrumen tidak sesuai dengan tujuan, kemampuan dalam mengumpulkan data, daya ingat responden, dan daftar komposisi makanan yang digunakan tidak sesuai dengan makanan yang dikonsumsi responden sehingga interpretasi hasil yang kurang tepat. Oleh karena itu, perlu pemahaman yang baik dalam melakukan survei konsumsi pangan baik untuk individu, kelompok, maupun rumah tangga. Walaupun data konsumsi pangan sering digunakan sebagai salah satu metode penentuan status gizi, namun survei konsumsi tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung (Supariasa, Bakri, Fajar 2002). Supariasa et al. (2002) menjelaskan bahwa dalam survei konsumsi pangan terdapat tiga metode yang digunakan yaitu metode kualitatif, metode kuantitatif, serta gabungan dari metode keduanya. Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan pangan, dan menggali informasi tentang kebiasaan makan. Metode kuantitaif digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Metode yang biasa digunakan dalam menilai konsumsi pangan baik tingkat individu, keluarga maupun masyarakat antara lain metode penimbangan (weighed method), metode mengingat-ingat (recall method), riwayat makan (dietary history), frekuensi pangan (food frequency) dan metode kombinasi (Kusharto & Sa’adiyyah 2008). Food Recall 24 Jam Metode Food Recall 24 Jam merupakan salah satu metode dalam melakukan survei konsumsi pangan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan
9
makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Mengingat kembali dan mencatat jumlah serta jenis pangan dan minuman yang telah dikonsumsi 24 jam merupakan metode pengumpulan data yang paling banyak digunakan dan paling mudah digunakan (Arisman 2004). Hal yang perlu diketahui bahwa dengan menggunakan metode recall 24 jam maka data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Untuk mendapatkan data kuantitatif maka data jumlah konsumsi pangan individu ditanyakan secara lebih jelas dengan teliti dengan menggunakan alat ukuran rumah tangga seperti sendok, gelas, piring, mangkuk, dan lain-lain (Supariasa et al. 2002). Metode recall ini mencatat mengenai jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi pada waktu yang lalu. Pengukuran konsumsi biasanya diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam URT, setelah itu baru dikonversikan ke dalam satuan berat. Metode recall ini murah, dan tidak memakan waktu banyak (Kusharto & Sa’adiyyah 2008). Pengukuran jika hanya dilakukan sebanyak satu kali (1x24 jam) maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu. Pengukuran recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Pengukuran sebaiknya dilakukan minimal dua kali (2x24 jam) tanpa berturut-turut sehingga dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intik harian indvidu (Gibson 2005). Metode ini cukup baik diterapkan dalam survei terhadap suatu kelompok masyarakat karena setiap orang telah memiliki menu yang relatif tetap selama seminggu kecuali pada hari libur tertentu atau ketika mereka diundang menghadiri jamuan tertentu. Keberhasilan metode recall 24 jam ini sangat ditentukan oleh daya ingat responden, kesungguhan serta kesabaran dari pewawancara, kemampuan responden dalam memperkirakan ukuran makanan yang telah dimakan, dan derajat motivasi. Oleh karena itu, untuk dapat meningkatkan mutu data recall 24 jam maka sebaiknya dilakukan selama beberapa kali pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut) tergantung dari variasi menu keluarga dari hari ke hari (Arisman 2004). Kebutuhan Energi untuk Aktivitas Fisik Aktivitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuk metabolisme basal. Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem
10
penunjangnya. Selama aktivitas
fisik,
otot
membutuhkan
energi
diluar
metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung kepada banyaknya otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat kerja yang dilakukan (Almatsier 2001). Kecukupan Gizi Atlet Kecukupan gizi merupakan suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh, dan kondisi fisiologis khusus untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Sandjaja et al 2009). Jenis aktivitas fisik misalnya adalah berjalan, berkebun, melakukan pekerjaan rumah tangga, menari, dan juga mencuci mobil juga termasuk ke dalam aktivitas fisik (Hoeger & Hoeger 2005). Menurut Almatsier (2001) aktivitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuk metabolisme basal. Pada saat melakukan aktivitas fisik, otot memerlukan tambahan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan selama aktivitas fisik bergantung pada banyaknya otot yang bergerak, berapa lama, dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan. Oleh sebab itu, kecukupan gizi seseorang yang melakukan aktivitas fisik seperti atlet lebih besar dibandingkan orang biasa. Energi Aktivitas fisik membutuhkan energi yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi setiap hari. Menurut Angka Kecukupan Gizi yang tercantum dalam Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 1998, rata-rata kecukupan energi yang harus dipenuhi oleh seorang laki-laki yang berumur 16-19 tahun yang berprofesi bukan sebagai atlet adalah 2500 kkal, sedangkan kebutuhan energi orang yang berprofesi sebagai atlet akan lebih besar daripada non atlet. Oleh karena itu penyusunan menu untuk memenuhi kebutuhan gizi seorang atlet harus dimulai dengan menentukan kebutuhan energi terlebih dahulu. Kebutuhan energi pada saat berolahraga dapat dipenuhi melalui sumbersumber energi yang tersimpan di dalam tubuh yaitu melalui pembakaran karbohidrat, pembakaran lemak, serta kontribusi sekitar 5% melalui pemecahan protein. Diantara ketiganya, simpanan protein bukanlah merupakan sumber
11
energi yang langsung dapat digunakan oleh tubuh dan protein baru akan terpakai jika simpanan karbohidrat ataupun lemak tidak lagi mampu untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Penggunaan antara lemak ataupun karbohidrat oleh tubuh sebagai sumber energi untuk dapat mendukung kerja otot akan ditentukan oleh 2 faktor yaitu intensitas serta durasi olahraga yang dilakukan (Irawan 2007). Protein Protein bukan merupakan substrat penghasil energi yang bermakna selama berolahraga karena hanya 5-10% dari total energi yang dikeluarkan berasal dari protein (Depkes 1993). Protein berperan sebagai zat pembangun komponen dan struktur jaringan tubuh yang rusak seperti otot, dan berperan dalam pembentukan enzim, hormon, neurotransmitter, dan antibodi. Metabolisme protein dalam tubuh atlet dipengaruhi oleh asupan energi dimana asupan energi yang optimal akan mengoptimalkan metabolisme protein di dalam tubuh. Selain itu juga dipengaruhi oleh asupan karbohidrat, asupan protein dari makanan, asam amino, interaksi antara zat gizi, hormon, jenis kelamin, dan status hidrasi (Driskell 2007) Kebutuhan protein remaja putri berusia 11-18 tahun yang bukan atlet adalah 66 gram per hari. Namun sesungguhnya kebutuhan protein atlet itu sebesar 1gr/kgBB/hari. Misalnya untuk atlet yang mempunyai berat badan 60 kg, sebaiknya mengkonsumsi 60 gram protein per hari. Tetapi, untuk atlet yang berlatih intensif, lama atau sedang dalam program membesarkan otot membutuhkan protein lebih tinggi yaitu 1.2-1.6 gram/kg BB/hari (Depkes 1993). Menurut Husaini (2000) untuk atlet remaja yang sedang dalam proses pertumbuhan membutuhkan protein yaitu 1.5 gram/kg BB/hari. Peningkatkan kebutuhan protein bagi atlet ini disebabkan oleh karena atlet lebih berisiko untuk mengalami kerusakan jaringan otot terutama saat menjalani latihan/pertandingan olahraga yang berat (Irawan 2007). Menurut Riyadi (2007) kebutuhan protein seseorang yang berprofesi sebagai bukan atlet sebesar 0,8g/kg berat badan, kebutuhan atlet daya tahan sebesar 1.2-1.4 g/kg berat badan, sedangkan untuk atlet kekuatan dan atlet beregu kebutuhan proteinnya sebesar 1.4-2.0 g/kg berat badan. Atlet
sebaiknya
mengkonsumsi
pangan
yang
bervariasi
untuk
meningkatkan kualitas protein. Akan tetapi, atlet tidak dianjurkan mengkonsumsi pangan sumber protein dalam jumlah berlebih. Asupan protein yang berlebih
12
akan diubah menjadi lemak badan dan menyebabkan diuresis sehingga dapat menyebabkan dehidrasi (Depkes 1993). Pengunaan protein sebagai sumber energi tubuh saat berolahraga biasanya akan dicegah karena hal tersebut akan menganggu fungsi utamanya sebagai bahan pembangun tubuh dan fungsiya untuk memperbaiki jaringan-jaringan tubuh yang rusak. Hubungan pemecahan protein dengan laju produksi energi di dalam tubuh memberikan kontribusi yang lebih kecil dibandingkan dengan karbohidrat dan lemak (Irawan 2007). Lemak Lemak atau disebut trigliserida yang digunakan utnuk pembentukan energi terutama yang berasal dari lemak endogen yaitu lemak yang dibentuk tubuh. Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak, akan tetapi seseorang yang berprofesi bukan sebagai atlet sebaiknya mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak 15-30% (Almatsier 2004), sedangkan kebutuhan lemak atlet berkisar antara 20-25% dari total energi yang dibutuhkan (Depkes 1993). Menurut Mihardja (2007) Jumlah lemak dalam makanan yang dibutuhkan seorang atlet berkisar antara 20 – 25% dari energi total. Asam lemak esensial harus terdapat di dalam diet, sementara lemak jenuh harus direstriksi tidak lebih dari 10% asupan energi. Lemak disimpan di dalam jaringan lemak. Lemak tubuh berperan sebagai sumber energi terutama pada olahraga dengan intensitas sedang dalam waktu lama, misalnya olahraga endurance (daya tahan). Latihan endurance meningkatkan kapasitas metabolisme lemak pada otot. Lemak atau trigliserida yang digunakan untuk pembentukan energi terutama berasal dari lemak endogen yaitu lemak yang dibentuk tubuh dalam keadaan asupan energi dari makanan melebihi kebutuhan. Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber energi utama dan memegang peranan sangat penting untuk seorang atlet dalam melakukan olahraga. Untuk berolahraga, energi berupa ATP dapat diambil dari karbohidrat yang terdapat dalam tubuh berupa glukosa dan glikogen yang disimpan dalam otot dan hati. Selama beberapa menit permulaan kerja glukosa darah merupakan sumber energi utama, selanjutnya tubuh menggunakan glikogen otot dan hati. Glikogen otot dipergunakan langsung oleh otot untuk pembentukan energi, sedangkan glikogen hati mengalami perubahan menjadi glukosa yang akan masuk ke peredaran darah untuk selanjutnya dipergunakan oleh otot (Depkes 1993).
13
Menurut Almatsier (2004) kebutuhan karbohidrat untuk orang yang bukan berprofesi sebagai atlet adalah 55-75% berasal dari karbohidrat kompleks dan 10% berasal dari gula sederhana. Pemberian karbohidrat bagi seorang atlet bertujuan untuk mengisi kembali simpanan glikogen otot dan glikogen hati yang telah dipakai pada kontraksi otot. Pada atlet yang mempunyai simpanan glikogen sangat sedikit, akan mengalami cepat lelah dan kurang berprestasi. Oleh karena itu, sebaiknya karbohidrat diberikan 60-70% dari total energi yang dibutuhkan atau sama dengan 6-10 gram/kg BB/hari. Karbohidrat dalam makanan sebagian besar harus adalam bentuk karbohidrat kompleks, sedangkan karbohidrat sederhana hanya sebagian kecil saja (Depkes 1993). Ilyas (2007) di negara maju kebutuhan karbohidrat orang aktif atau atlet yang melakukan latihan berat dan intensif adalah 60% dari kebutuhan energi total (400-600gram) sehari yang diberikan dalam bentuk karbohidrat kompleks. Menurut Riyadi (2007) kebutuhan karbohidrat sehari-hari atlet beregu seperti atlet basket adalah sebanyak 350-490gram atau setara dengan 14001960 kalori. Vitamin A Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang pertama ditemukan dan merupakan
nama
generik
yang
menyatakan
semua
retinoid
dan
prekursor/provitamin A/karotenoid yang mempunyai aktivitas bilogik seperti retinol. Fungsi utama dari Vitamin A adalah sebagai bagian yang vital pada sistem penglihatan (Wolinsky & Driskell 2006). Vitamin A selain berperan dalam proses penglihatan juga berperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2004). Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam differensiasi sel, oleh sebab itu intik vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan performa atlet dan pemulihan latihan. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006) intik vitamin A yang dianjurkan bagi atlet yang berumur diantara 14-18 tahun sebaiknya lebih dari 900 µgRE dan tidak melebihi 2800 µgRE. Kelebihan konsumsi vitamin A menurut Sulaeman dan Muhilal (2004) dapat memberikan efek teratogenik, kelainan jantung, kelainan saluran kemih, mengganggu sistem saraf pusat dan tulang otot.
14
Vitamin C Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan nama asam askorbat merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam sintesis kolagen, katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh. Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. Vitamin C juga berguna dalam absorbsi zat besi, peredaran, dan juga cadangannya. Dalam aktivitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari ancaman radikal bebas (Chen 2000). Kecukupan vitamin C yang dianjurkan untuk individu adalah sebanyak 60 mg per hari (Setiawan & Rahayuingsih 2004). Namun jumlah tersebut dapat melebihi anjuran, hal ini dikarenakan terdapat beberapa aktivitas fisik yang terkadang menurunkan kadar vitamin C di dalam tubuh. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006) intake vitamin C bagi atlet dapat bervariasi dari 100 mg hingga 1000 mg per hari bergantung kepada aktivitas yang dilakukan. Vitamin B1 Vitamin B1 atau yang lebih biasa dikenal dengan nama Tiamin merupakan vitamin yang berfungsi sebagai koenzim yang penting dalam metabolisme energi dari karbohidrat. Tiamin dalam betuk koenzim dikenal sebagai Tiamin Pirofisfat (TPP) atau Trifosfat (TTP). Timain terdapat pada seluruh jaringan tubuh, tapi tidak terdapat caringan cadangan tiamin, sehingga asupan sehari-hari sangat penting untuk mencukupi kebutuhan tubuh. Jumlah tiamin yang dianjurkan dalam kebutuhan harus berdasarkan pada jumlah karbohidrat dalam makanan (Setiawan & Rahayuningsih 2004). Kebutuhan tiamin dipengaruhi oleh umur, asupan energi, asupan karbohidrat, dan berat badan. Angka kecukupan tiamin sehari-hari pada remaja yang berumur 13-16 tahun adalah 1 mg per hari menurut WKNPG tahun 2004. Sumber utama tiamin di dalam makanan adalah serealia, kacang-kacangan, semua daging organ, daging tanpa lemak, dan kuning telur (Almatsier 2004). Zat Besi Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi mempunyai beberapa fungsi essensial di dalam tubuh, yaitu sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bahan terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier 2004). Zat besi ada dihampir
15
semua bentuk makanan dan minuman serta wadah yang digunakan baik untuk menyimpan maupun untuk tempat makanan. Dalam bentuk padat, besi dikenal sebagai metal atau senyawa besi. Sedangkan dalam larutan, besi ada dalam bentuk ferro maupun ferri (Kartono & Soekatri 2004). Kecukupan zat besi yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004 untuk remaja pria berumur 13-15 tahun adalah sebanyak 19 mg, sedangkan untuk remaja pria berumur 16 tahun sebanyak 15 mg. Kecukupan besi untuk remaja wanita berumur 15 dan 16 tahun sebanyak 26 mg. Kalsium Atlet yang masih remaja memerlukan kalsium yang jumlahnya relatif lebih tinggi untuk pertumbuhan tulangnya. Menurut Kartono dan Soekatri (2004) anak yang masih tumbuh dan kembang seperti remaja memerlukan pembentukan tulang yang lebih banyak daripada orang tua. Oleh sebab itu atlet remaja masih sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalsium dalam mencapai pertumbuhan yang optimal. Kecukupan kalsium yang dianjurkan oleh WKNPG 2004 untuk remaja baik pria maupun wanita yang berumur 15-16 tahun adalah sebanyak 1000 mg setiap harinya. Kebugaran Jasmani Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang berarti (Riyadi 2007).
Menurut Giriwijoyo dan Ali (2005) kebugaran jasmani
sesungguhnya adalah derajat sehat dinamis tertentu yang dapat menanggulangi tuntutan jasmani dalam menjalankan tugas hidup sehari-hari dengan selalu masih mempunyai cadangan kemampuan untuk melakukan kegiatan aktivitas fisik ekstra serta pulih kembali sebelum menjalani tugasnya sehari-hari. Kebugaran fisik atau jasmani adalah suatu kualitas atau kondisi fisiologis dan karena itu jelas berbeda dengan aktivitas fisik serta latihan fisik yang merupakan tipe perilaku lainnya. Kebugaran fisik dapat diklasifikasikan sebagai kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan dan kebugaran yang berkaitan dengan kinerja. Kebugaran
yang
berkaitan
dengan
kesehatan
meliputi
kebugaran
kardiorespiratori, kekuatan dan ketahan otot, komposisi tubuh dan kelenturan (fleksibilitas). Sedangkan kebugaran yang berkaitan dengan kinerja meliputi kebugaran kardiorespiratori, kekuatan dan ketahanan otot, komposisi tubuh,
16
kelenturan (fleksibilitas), tenaga otot (muscle power), kecepatan (speed), agilitas dan keseimbangan (Gibney et al 2008). Kebugaran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, umur jenis kelamin, keturunan, makanan dan gizi yang seimbang, serta kebiasaan merokok. Ciri-ciri kebugaran jasmani yang baik yaitu, tahan jika bekerja dalam waktu yang lama, tidak lekas capai, tidak mudah terkena stress, tidak mudah terserang penyakit, dan produktivitas kerja yang tinggi (Riyadi 2007). VO2 Max Kebugaran dapat diukur dengan cara mengukur volume oksigen yang dapat dikonsumsi selama berolahraga pada kapasitas maksimum. Nilai VO2 maximum seorang atlet dan non atlet dapat dikategorikan berdasarkan umur dan jenis kelamin. Nilai VO2 max seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, 1) kemampuan kimia dari sistem jaringan otot selular untuk menggunakan oksigen dalam mengurai bahan bakar dan 2) kemampuan gabungan sistem jantung dan paru untuk mengangkut oksigen ke sistem jaringan otot Tabel 3 Normatif nilai VO2 maximum atlet dan non atlet Non Atlet Umur
Laki-laki
Perempuan
10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69
47-56 43-52 39-48 36-44 34-41 31-38
38-46 33-42 30-38 26-35 24-33 22-30
70-79
28-35
20-27
Atlet Jenis Olahraga Bolabasket Bersepeda Senam Sepakbola Skating Berenang Atletik Atletik Bola voli Angkat berat Gulat
Umur 18-30 18-26 18-22 22-28 18-24 10-25 18-39 40-75 18-22 20-30 20-30
Sumber: Mackenzie 1997
Laki-laki 40-60 62-74 52-58 54-64 56-73 50-70 60-85 40-60 38-52 52-65
Perempuan 43-60 47-57 35-50 50-60 44-55 40-60 50-75 35-60 40-56
17
Individu yang berada dalam kondisi sehat memiliki nilai VO2 max yang lebih tinggi dan dapat melaksanakan aktivitas lebih baik daripada individu yang berada dalam kondisi tidak sehat. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa seorang individu
dapat meningkatkan VO2 max dengan melakukan aktivitas
yang intensitasnya dapat meningkatkan denyut jantung menjadi antara 65 dan 85% dari keadaan maksimum (pada keadaan normal) setidaknya selama 20 menit tiga sampai lima kali seminggu. Nilai rata-rata VO2 max untuk atlet laki-laki adalah sekitar 3,5 liter / menit dan untuk atlet perempuan itu adalah sekitar 2,7 liter / menit (Mackenzie 1997) Tes Balke Tes Balke merupakan salah satu metode untuk mengukur VO2 maksimum atau kebugaran aerobik yang dilakukan dengan cara atlet berlari selama 15 menit kemudian diukur jarak yang mampu ditempuh selama selang waktu tersebut. Untuk menghitung berapa VO2 maksimum atlet tersebut maka digunakan perhitungan berdasarkan jarak yang telah ditempuh oleh atlet tersebut. Total VO2 maksimum = (((Total jarak yang ditempuh ÷ 15) - 133) × 0.172) + 33.3 Hasil uji yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan hasil uji Balke yang telah dilakukan sebelum-sebelumnya. Hal ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh latihan seorang atlet untuk meningkatkan VO2 maksimum atlet tersebut (Mackenzie 1997). Hasil pengukuran Tes Balke dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1. Suhu, tingkat kebisingan dan kelembaban 2. Waktu tidur atlet sebelum melaksanakan tes dan emosi atlet 3. Obat-obatan yang sedang dikonsumsi oleh atlet 4. Waktu pelaksanaan tes (sebaiknya dilakukan sebelum jam 11 siang) 5. Asupan kafein atlet 6. Waktu makan terakhir atlet 7. Lingkungan pelaksanaan tes (rumput, track, jalanan, gym) 8. Pengetahuan atlet 9. Akurasi pengukuran 10. Apakah atlet benar benar menggunakan usaha maksimal untuk melakukan tes 11. Kepribadian, pengetahuan dan kemampuan penguji. (Mackenzie 1997)
18
Denyut Jantung Denyut jantung dapat diartikan sebagai jumlah detak jantung setiap satu menit. Jumlah denyut jantung pada orang normal berkisar antara 60-80 kali per menit. Pada olahragawan seperti atlet jumlah denyut jantung per menit nya lebih rendah dari pada orang normal. Denyut jantung akan meningkat karena berbagai macam sebab diantaranya karena emosi, kelelahan, kurang tidur, dan olahraga. Pada saat berolahraga dan melakukan aktivitas, denyut jantung akan meningkat dan akan menurun kembali pada saat beristirahat. Hal ini dikarenakan pada saat berolahraga tubuh memerlukan oksigen lebih besar dari pada saat aktivitas normal, sehingga akan membuat jantung bekerja lebih keras dan akan mempercepat denyut jantung (Wibowo 2005).
19
KERANGKA PEMIKIRAN Kebugaran
merupakan
kemampuan
tubuh
seorang
atlet
dalam
melakukan kegiatan yang menggunakan kekuatan, daya kreasi, dan daya tahan dalam waktu relatif lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Kebugaran merupakan hal penting yang harus dipenuhi oleh seorang atlet untuk mampu mencapai prestasi yang optimal. Kebugaran atlet dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu genetik, faktor latihan yang intensif dan teratur, dan faktor gizi. Kebugaran yang optimal dapat dicapai melalui kecukupan energi dan zat gizi yang optimal. Atlet yang memiliki kecukupan gizi yang baik secara tidak langsung akan memilki kualitas kebugaran yang baik pula. Atlet bola basket di SMP/SMA Ragunan membutuhkan energi yang sesuai dengan aktivitas dan cabang olahraga bola basket yang dikuasainya untuk melakukan aktivitas olahraga semaksimal mungkin baik pada saat latihan maupun pada saat pertandingan. Untuk mendapatkan kebutuhan gizi yang cukup, maka atlet bola basket tersebut harus diberikan pengaturan makanan yang baik dari penyelenggaraan makanan baik dari sekolah (asrama) maupun luar sekolah (luar asrama). Tujuan pengaturan makanan yang baik ini adalah untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat gizi lainnya baik makro maupun makro sesuai dengan ukuran tubuh, aktivitas, program latihan dari tiap jenis olahraga. Pengetahuan gizi atlet akan mempengaruhi konsumsi pangan dari seorang atlet dimana nantinya konsumsi pangan dari seorang atlet ini akan menentukan jumlah zat gizi yang diasup oleh tubuh atlet. Asupan zat gizi seorang atlet sangat menentukan kecukupan energi dan zat gizi atlet. Pengetahuan gizi selain mempengaruhi konsumsi pangan juga mempengaruhi kebiasaan makan seorang atlet. Kebiasaan makan dan konsumsi pangan yang baik dari seorang atlet sangat diperlukan untuk mencapai dan mempertahankan status gizi yang optimal bagi seorang atlet. Secara keseluruhan, pengaturan makanan dan pengetahuan gizi seorang atlet akan mempengaruhi konsumsi dari seorang yang pada akhirnya akan menentukan kecukupan gizi atlet. Oleh sebab itu dengan adanya pengaturan makanan yang baik maka atlet dapat memperoleh asupan gizi secara optimal sehingga mampu menjaga stamina dan kebugaran dan mempertahankan status gizi atlet guna mencapai prestasi yang optimal dan akan berujung kepada kesuksesan atlet baik dalam latihan maupun dalam pertandingan.
20
Kebiasaan Makan
Pengetahuan Gizi
Konsumsi Pangan
Karakteristik Sampel
Kesehatan
Status Gizi
Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Tingkat Kebugaran Performance
Prestasi
Gambar 1 Kerangka berpikir Keterangan :
= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti = hubungan yang diteliti = hubungan yang tidak diteliti
21
METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2011 di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive karena SMP/SMA Ragunan merupakan sekolah pembinaan atlet, khususnya bola basket dan memiliki fasilitas asrama sehingga terdapat penyelenggaraan makanan di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan. Cara Pengambilan Contoh Contoh pada penelitian ini adalah siswa yang terdaftar di SMP/SMA Ragunan, Jakarta Selatan. Siswa-siswi ini adalah calon atlet Indonesia yang sedang menerima pendidikan dan pembinaan. Contoh ditentukan secara purposive sampling dengan kriteria atau persyaratan bahwa contoh merupakan siswa yang merupakan atlet basket. Contoh merupakan siswa yang menerima pembinaan dan pendidikan dari Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA) dan PUSDIKLAT DKI di cabang bola basket. Contoh
yang
dipilih tidak mengalami cidera dan tidak mempunyai masalah dengan pihak-pihak tertentu terutama Institusi Sekolah. Contoh mengikuti latihan secara intensif, serta contoh adalah semua atlet yang ikut melaksanakan tes kebugaran yang dilakukan oleh pihak sekolah dan bersedia menjadi sampel penelitian. Dari 25 populasi yang ada, terpilih 21 atlet bola basket yang dapat dijadikan contoh. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan contoh dan penyebaran kuesioner (Lampiran 1). Data primer ini meliputi data karakteristik contoh, data pengetahuan gizi, antropometri (tinggi badan, berat badan), konsumsi pangan. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi data kebugaran contoh (hasil Tes Balke) yang karena keterbatasan peneliti diperoleh dari data hasil tes yang telah dilakukan pihak sekolah untuk menentukan nilai VO2 max contoh sehingga kebugaran contoh dapat diketahui, data denyut nadi contoh pada saat melakukan Tes Balke, serta gambaran umum tempat sekolah yang dijadikan sebagai lokasi penelitian dan jumlah siswa untuk olahraga bola basket.
22
Tabel 4 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian No 1
Jenis data Karakteristik contoh
Antropometri contoh dan status gizi
Variabel Jenis kelamin
Cara pengumpulan data Wawancara langsung dengan contoh
Usia Suku Keadaan sosial ekonomi keluarga Berat badan
Tinggi badan
IMT/U
2
Pengetahuan gizi
3
Konsumsi pangan
4
Tingkat kebugaran
Pertanyaan mengenai gizi dan gizi olahraga Kebiasaan makan
Konsumsi makan Nilai VO2 max Denyut jantung
Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan injak Tinggi badan diukur dengan menggunakan microtouise dengan ketelitian 0.1 cm IMT/U dihitung dengan menggunakan WHO anthroplus 2007 Wawancara langsung dengan contoh Wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan metode recall 2x 24 jam Hasil Tes Balke
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahapan pengkodean dimulai dengan cara menyusun
kode-kode
tertentu
sebagai
panduan
dalam
mengentri
dan
pengolahan data. Kemudian data dientri ke tabel yang sudah ada. Setelah itu dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16 for windows. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman. Data karakteristik contoh diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan menggunakan pertanyaan yang ada pada kuesioner. Data karakteristik ini pada akhirnya akan memberikan gambaran mengenai contoh. Data antropometri contoh yang diukur berupa data tinggi badan dan berat badan yang digunakan untuk mengukur data status gizi dengan menggunakan IMT/U. Data berat badan diperoleh dengan melakukan penimbangan langsung dengan menggunakan timbangan injak. Data tinggi badan diperoleh dengan
23
mengukur tinggi badan secara langsung dengan menggunakan microtouise dengan skala pengukuran 0.1 cm. Data status gizi ditentukan berdasarkan data yang diperoleh yaitu usia contoh, berat badan, dan tinggi badan dengan parameter Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dengan menggunakan software WHO anthroplus 2007. Nilai
indeks massa tubuh menurut IMT/U
disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Kategori status gizi menuru IMT/U Status gizi
Kategori
Kurus
-3 SD ≤ Z-score ≤ -2SD
Normal
-2 SD ≤ Z-score ≤ +1 SD
At risk
+1 SD ≤ Z-score ≤ +2 SD
Gemuk
+2 SD ≤ Z-score ≤+3
Obese
Z-score ≥ +3 SD
Sumber: Depkes 1996
Data pengetahuan gizi contoh diperoleh dengan memberikan pertanyaan kepada contoh melalui kuesioner. Pertanyaan yang diberikan kepada contoh berjumlah 20 pertanyaan tentang gizi secara umum dan tentang gizi olahraga. Pertanyaan yang diberikan dinilai dengan memberikan nilai 1 untuk jawaban yang benar dan nilai 0 untuk jawaban yang salah sehingga skor total untuk nilai pengetahuan gizi contoh yaitu 20. Persentase hasil pengetahuan gizi contoh kemudian dibandingkan dengan skor pengetahuan gizi berdasarkan Khomsan (2000) yaitu kurang jika kurang dari 60% (<60%), sedang jika antara 60-80% dan baik jika lebih dari 80% (>80%). Data konsumsi pangan yang diperoleh kemudian dikonversikan untuk menentukan zat gizi contoh yatu energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi. Data konsumsi pangan dihitung dengan menggunakan software nutrisurvey dan dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 2004). Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan: KGij
= Kandungan zat gizi –i dalam bahan makanan –j
Bj
= Berat makanan –j yang dikonsumsi
Gij
= Kandungan zat gizi –i dalam 100 gram BDD bahan makanan –j
24
BDDj = Bagian yang dapat dimakan dalam bahan makanan –j Untuk menentukan Angka Kecukupan Gizi (AKG) contoh digunakan rumus: AKGI = (Ba/Bs) x AKG Keterangan: AKGI = Angka kecukupan gizi contoh Ba
= Berat badan aktual sehat (kg)
Bs
= Berat badan standar (kg)
AKG
= Angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan Widya Karya
Nasioanal Pangan dan Gizi (WKNPG 2004). Untuk vitamin dan mineral dihitung langsung dengan menggunakan angka kecukupan tanpa menggunakan AKGI. Selanjutnya tingkat kecukupan energi dan protein diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan menggunakan rumus. TKG = (K/AKGI) x 100 TKG
= Tingkat kecukupan zat gizi
K
= Konsumsi zat gizi
AKGI = Angka kecukupan gizi contoh Untuk menentukan kecukupan energi contoh digunakan formula WKNPG tahun 2004 (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Formula yang digunakan yaitu. Proses Estimasi AKE Remaja AKE = (88.5 – 61.9U) + 26.7B (Akf) + 903TB + 25 AKE
= Angka kecukupan energi (kkal)
U
= Usia (tahun)
B
= Berat badan (kg)
Akf
= Angka Kegiatan Fisik (untuk remaja sangat aktif) laki laki 1.42 dan wanita 1.31
TB
= Tinggi badan (m)
25
Data tingkat kebugaran diperoleh dari pengukuran nilai VO2 max dan data denyut jantung maksimum contoh. Data nilai VO2 max dan denyut jantung yang diperoleh merupakan data sekunder yaitu dengan menggunakan data hasil Tes Balke contoh. Tes Balke dilakukan dengan cara
mengukur denyut nadi
contoh sebelum melakukan tes, kemudian contoh berlari terus menerus tanpa henti selama selang waktu 15 menit. Setelah selesai melakukan tes, denyut nadi contoh diukur kembali dan dihitung jarak yang telah ditempuh oleh contoh selama berlari 15 menit. Hasil perhitungan jarak tersebut kemudian dihitung dengan menggunakan software perhitungan Tes Balke (Balke VO2 max calculator). Hasil perhitungan jarak yang telah ditempuh contoh juga dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut. %VO2 max = [((Jarak total yang ditempuh/15) – 133) x 0.172] + 33.3 Data denyut jantung digunakan untuk mengetahui perubahan denyut jantung contoh selama melakukan tes. Sebelum dan sesudah tes denyut jantung contoh dihitung, kemudian dibandingkan dengan data denyut jantung normal untuk individu yang berprofesi sebagai atlet. Uji Statistik yang digunakan pada penelitian ini antara lain 1.
Hubungan antara pengetahuan gizi contoh dengan tingkat kecukupan energi diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson
2.
Hubungan antara usia contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson
3.
Hubungan antara tinggi badan contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson
4.
Hubungan antara berat badan contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson
5.
Hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kebugaran diuji dengan analisis korelasi Spearman
6.
Hubungan antara status energi contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Spearman
7.
Hubungan antara tingkat kecukupan gizi contoh dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson
26
Definisi Operasional Contoh adalah siswa SMA/SMP Ragunan Jakarta Selatan yangberprofesi sebagai atlet basket. Atlet adalah siswa yang memiliki keahlian di bidang olahraga basket dan memiliki prestasi di bidang olahraga basket. Konsumsi gizi adalah jumlah zat gizi yang dikonsumsi tubuh baik individu maupun kelompok setelah mengkonsumsi pangan. Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan konsumsi dari rata-rata zat gizi makro maupun zat gizi mikro terhadap angka kecukupan yang dianjurkan menurut umur berdasarkan WKNPG (2004) yang dinyatakan dalam persen. Antropometri adalah metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung yaitu tinggi badan, berat badan. Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh contoh yang diakibatkan oleh konsumsi, absorbsi, dan penggunaan zat gizi yang ditentukan melalui Indek Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dan dikelompokkan menjadi 5 kategori: Kurus= -3SD≤Z-score≤-2SD, Normal= -2SD≤Z-score≤+1SD, At Risk= +1SD≤Z-score≤+2SD, Gemuk= +2SD≤Z-score≤+3SD, Obesitas= Z-score >+3SD (Depkes 1996). Pengetahuan gizi contoh adalah pengetahuan gizi contoh yang diukur dengan cara menanyakan pertanyaan mengenai gizi secara umum dan pertanyaan mengenai gizi atlet bola basket. Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani atau kebugaran fisik. Bugar adalah kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang berarti baik fisik maupun mental VO2 max adalah kemampuan tubuh dalam mengkonsumsi oksigen yang merupakan
suatu
indikator
untuk
menentukan
kebugaran
melakukan aktivitas (Mackenzie 1997). Denyut jantung adalah jumlah detakan jantung setiap satu menit
dalam
27
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMP/SMA Negeri Ragunan Jakarta merupakan sekolah khusus yang didirikan sebagai tempat pembinaan dan pelatihan atlet remaja dari berbagai cabang olahraga. SMP/SMA Negeri Ragunan didirikan pada tanggal 15 Januari 1977 yang berlokasi di Jalan HR Harsono Komplek Gelora Ragunan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Atlet remaja yang berbakat dalam bidang olahraga tertentu serta mempunyai prestasi olahraga di tingkat daerah maupun di tingkat nasional di SMP/SMA ini dididik dan dibina. Pembinaan atlet ini ditujukan agar nantinya atlet-atlet tersebut dapat memberikan prestasi yang membanggakan baik di tingkat nasional maupun internasional. Persyaratan untuk masuk SMP/SMA Negeri Ragunan Jakarta tidak jauh berbeda dari persyaratan masuk SMP/SMA lainnya, namun di SMP/SMA Negeri Ragunan Jakarta ada persyaratan khusus untuk berbagai cabang olahraga. Serangkaian tes harus dilakukan oleh calon siswa yang akan masuk ke SMP/SMA Negeri Ragunan Jakarta seperti tes psikologi, tes kesehatan, tes kemampuan fisik, dan tes keterampilan cabang olahraga. Selain itu terdapat persyaratan khusus untuk tiap cabang olahraga seperti usia, tinggi badan (untuk beberapa
cabang
olahraga),
dan
sudah
pernah
mengikuti
kejuaraan
junior/tingkat provinsi/nasional. Calon siswa yang mempunyai prestasi dalam bidang olahraga tertentu baik di tingkat daerah maupun tingkat nasional akan menjadi pertimbangan dan mempunyai nilai lebih untuk masuk ke SMP/SMA Negeri Ragunan Jakarta. SMP/SMA Negeri Ragunan Jakarta Selatan mempunyai asrama dimana para siswa yang tercatat sebagai siswa SMP/SMA Ragunan diwajibkan untuk tinggal di asrama, baik asrama putra maupun asrama putri. Fasilitas yang ada di SMP/SMA Negeri Ragunan ini selain asrama antara lain ruang makan atlet atau biasa disebut menza, ruang fitness, dan sarana penunjang olahraga lainnya seperti kolam renang, lapangan volli, bola basket, senam, tenis lapang, panahan, bulu tangkis, lapangan sepak bola dan lapangan olahraga lainnya. Fasilitas lain yang berada di komplek SMP/SMA Ragunan antara lain gedung serbaguna, rumah guru, rumah pelatih dan pembina olahraga, poliklinik, mesjid, gedung sekolah, aula, kantin, wisma tamu, asrama atlet dari institusi lain, serta perkantoran dan Graha Wisata Pemuda.
28
SMP/SMA Ragunan memiliki cabang olahraga yang berbeda-beda dengan jumlah atlet yang berbeda-beda setiap cabangnya baik dari institusi KEMENPORA maupun dari PUSDIKLAT DKI. Daftar cabang olahraga dan jumlah atlet setiap cabang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Daftar cabang olahraga dan jumlah atlet setiap cabang olahraga Cabang olahraga
Jumlah atlet
Sepak bola
45
Sepak takraw
9
Bola voli
43
Senam artistik
19
Senam ritmik
1
Angkat besi
10
Pencak silat
19
Bola basket
25
Judo
10
Bulu tangkis
30
Tae kwon do
26
Renang
20
Gulat
17
Tenis meja
23
Atletik
31
Loncat indah
6
Panahan
19
Tenis lapangan
10
Selama pendidikan dan pembinaan, setiap atlet dari berbagai cabang olahraga wajib untuk tinggal di asrma yang telah disediakan oleh pihak sekolah. Asrama putra dan asrama putri terpisah. Asrama putri memiliki lima gedung yang terpisah, sedangkan asrama putra terdiri dari gedung bertingkat. Setiap kamar dihuni oleh siswa dengan cabang olahraga yang sama. Siswa akan menempati kamar sesuai dengan cabang olahraga yang dijalaninya dengan tujuan untuk saling lebih mengenal karakter dan lebih akrab untuk kepentingan tim olahraga tertentu seperti bola basket.
29
Karakteristik Contoh Karakterisitik merupakan suatu gambaran mengenai contoh meliputi sifat maupun ciri-ciri baik secara fisik maupun sosial. Karakterisitik ini dibutuhkan untuk mengetahui lebih jelas mengenai gambaran contoh dalam penelitian. Karakteristik yang diteliti meliputi jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, suku bangsa, serta keadaan sosial ekonomi keluarga. Jenis Kelamin Contoh adalah atlet bola basket secara keseluruhan (baik laki-laki maupun perempuan) yang mengikuti program pelatihan khusus di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan. Atlet bola basket di SMP/SMA Ragunan berjumlah sebanyak 25 orang, sehingga semua populasi digunakan sebagai contoh dalam penelitian dengan metode purposive sampling. Akan tetapi, empat orang atlet drop out karena tidak memenuhi kriteria. Tiga orang atlet tidak melakukan latihan secara rutin, dan satu orang atlet tidak melakukan tes kebugaran yang seharusnya dilakukan. Oleh karena itu dari 25 populasi yang ada, terpilih 21 orang yang dijadikan sebagai contoh 57.14
Persentase (%)
42.86
Laki-Laki
Perempuan Jenis Kelamin
Gambar 2 Sebaran atlet bola basket menurut jenis kelamin Sebagian besar contoh yang mengikuti program pelatihan khusus atlet di SMP/SMP Ragunan Jakarta Selatan berjenis kelamin perempuan dengan persentase 57.14% dan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 42.86% (Gambar 2). Tingginya persentase atlet yang berjenis kelamin perempuan dibandingkan dengan atlet yang berjenis kelamin laki-laki sebenarnya tidak
30
memiliki pengaruh dalam program latihan. Hal ini dikarenakan atlet-atlet yang dipilih untuk masuk ke SMP/SMA Ragunan adalah atlet-atlet yang berprestasi dan direkomendasikan untuk mengikuti program latihan khusus di sekolah ini. Usia Atlet yang masuk ke SMP/SMA Ragunan adalah atlet- atlet berprestasi yang tidak memerlukan usia khusus untuk mengikuti program di SMP/SMA Ragunan. Oleh sebab itu usia contoh sedikit beragam. Berdasarkan hasil wawancara dengan contoh diketahui bahwa rata-rata usia contoh laki laki yaitu 14.7 ± 0.97 tahun dan rata-rata usia contoh perempuan yaitu 15.33 ± 0.49 tahun. Berdasarkan usia tersebut dapat diketahui bahwa contoh tergolong ke dalam usia remaja (Hardinsyah & Tambunan 2004). Suku SMP/SMA Ragunan merupakan sekolah yang sekaligus dijadikan tempat pembinaan atlet-atlet dari berbagai cabang olahraga yang mempunyai potensi, bakat dan prestasi di salah satu cabang olahraga. Atlet yang masuk di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan tidak hanya berasal dari daerah Jakarta dan sekitarnya, namun dari berbagai daerah di Indonesia. Tabel 7 Sebaran atlet bola basket menurut suku bangsa Suku Palembang Jawa Minang Ambon Sunda Batak Melayu Papua Manado Total
Jumlah 1 7 1 3 5 1 1 1 1 21
Persentase (%) 4.76 33.33 4.76 14.29 23.81 4.76 4.76 4.76 4.76 100%
Suku contoh yang paling banyak adalah suku jawa yaitu sebanyak 13 atlet (33.33%). Suku atlet terbanyak kedua yaitu suku sunda sebanyak lima orang atlet (23.81%), suku berikutnya yaitu suku ambon sebanyak tiga orang atlet (14.76%), sedangkan untuk suku palembang, minang, batak, melayu, papua, dan manado masing masing memiliki jumlah yang sama yaitu satu orang atlet dengan persentase 4.76%. Pemilihan atlet di SMP/SMA Ragunan ini tidak didasarkan pada subjektivitas dari contoh. Pemilihan atlet dilakukan melalui seleksi dan pemilihan
31
ketat yang dilakukan oleh pelatih, pembina, maupun pihak sekolah yang didasarkan oleh Keputusan Kementerian Pemuda dan Olahraga dan oleh pihak Pendidikan dan Latihan Daerah Khusus Ibukota (PUSDIKLAT DKI). Keadaan Sosial Ekonomi Contoh yang diteliti sebagian besar berasal dari keluarga yang memiliki kondisi ekonomi dari golongan menengah ke atas. Hal ini dapat dilihat dari ratarata penghasilan orangtua contoh setiap bulanannya yaitu > Rp. 2.000.000. Dilihat dari riwayat pendidikan contoh diketahui bahwa rata-rata pendidikan terakhir dari orang tua contoh adalah tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA). Karakterisitik Antropometri Metode antropometri menggunakan pengukuran dimensi-dimensi fisik dan komposisi tubuh secara kasar. Pengukuran antropometri ini bervariasi menurut umur dan derajat gizi, sehingga bermanfaat terutama pada keadaan terjadinya ketidakseimbangan energi dan protein secara kronis. Menurut Riyadi (2003), antropometri juga dapat digunakan untuk mendeteksi malnutrisi derajat sedang dan berat. Keuntungan lain dari pengukuran antropometri adalah memberikan informasi tentang riwayat gizi masa lampau, hal ini tidak dapat diperoleh (dengan tingkat kepercayaan yang sama) dengan menggunakan teknik penilaian lainnya. Oleh karena itu, teknik pengukuran antropometri diakui sebagai indeks yang paling baik dan dapat diandalkan dalam penentuan status gizi untuk negara berkembang. Hal ini sangat penting karena penilaian status gizi lebih sulit dan lebih mahal. Antropometri sangat penting pada masa remaja, hal ini karena dengan antropometri dapat dimonitor dan dievaluasi perubahan pertumbuhan dan kematangan yang dipengaruhi oleh faktor selama periode remaja ini. Pengukuran antropometri yang dilakukan pada contoh adalah pengukuran berat badan dan tinggi badan. Berat Badan Pengukuran
antropometri
yang
dilakukan
pada
contoh
meliputi
pengukuran berat badan, dan tinggi badan. Berat badan contoh dihitung dengan menggunakan timbangan injak dengan ketelitian pengukuran 0.1 kg, dan tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise.
32
Tabel 8 Berat badan atlet bola basket Berat Badan (kg) 51-60 61-70 71-80 81-85 Total
n 9 4 5 3 21
Persentase (%) 42.86 19.05 23.81 14.29 100
Contoh sebagian besar memiliki kisaran berat badan antara 50-60 kg yaitu sebanyak sembilan orang dengan persentase 42.86%. Contoh yang memiliki berat badan antara 61-70 kg yaitu berjumlah empat orang dengan persentase 19.05%. Sedangkan contoh yang memiliki kisaran berat badan antara 71-80 kg berjumlah lima orang dengan persentase 23.81%, sisanya yang memiliki berat badan lebih dari 80 kg berjumlah tiga orang dengan persentase 14.29%. Contoh laki-laki memiliki rata-rata berat badan yaitu 68.5 ± 11.68 kg dan rata-rata berat badan contoh perempuan yaitu 63.8 ± 8.76 kg. Rata-rata berat badan contoh tersebut sudah memenuhi rata-rata berat badan standar untuk remaja menurut Widya Karya Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2004 yaitu 55 kg (Hardinsyah & Tambunan 2004). Tinggi Badan Tinggi badan atau panjang badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan
tumbuh
bersamaan
dengan
pertambahan
umur
(Riyadi
2003).
Pengukuran tinggi badan ini dilakukan dengan menggunakan microtouise dengan ketelitian 0.1 cm yang ditempelkan ke dinding. Menurut Arisman (2004) tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung dan bokong menempel pada dinding, dan pandangan diarahkan ke depan. sebagian besar contoh memiliki tinggi rata-rata yaitu diantara 161-165 cm, 166-170 cm dan 176-180 cm yaitu masing masing sebanyak lima orang contoh dengan persentase sebesar 23.81%. Sebanyak tiga orang contoh memiliki tinggi antara 171-175 cm dengan persentase 14.29%. Sebaran tinggi badan contoh disajikan pada Tabel 9.
33
Tabel 9 Tinggi badan atlet bola basket Tinggi Badan (cm) 151-155 156-160 161-165 166-170 171-175 176-180 181-185 Total
n 1 1 5 5 3 5 1 21
Persentase (%) 4.76 4.76 23.81 23.81 14.29 23.81 4.76 100
Secara keseluruhan diketahui rata-rata tinggi badan contoh laki-laki yaitu 176.2 ± 3.92 cm dan rata-rata tinggi badan contoh perempuan yaitu 163.7 ± 4.62 cm. Seorang atlet basket sangat diharapkan memiliki tinggi badan yang besar, hal ini disebabkan karena olahraga bola basket sangat membutuhkan tinggi badan yang tinggi dalam membantu memudahkan atlet memasukkan bola ke ring. Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi diberikan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan contoh terhadap gizi. Pengetahuan gizi yang diberikan sebanyak 20 soal dengan yang berhubungan dengan gizi secara umum dan gizi olahraga secara khusus. Jawaban dari soal diberi nilai dengan menggunakan sistem angka yang kemudian
dipersentasekan
dengan
skor
jawaban
total.
Persentase
ini
dibandingkan dengan persentase skor tingkat pengetahuan gizi yaitu rendah jika pengetahuan gizi kurang dari 60%, sedang jika 60-80%, dan baik jika lebih dari 80%. 66.67
Persentase
58.33 41.67 33.33 laki laki perempuan 0 kurang
sedang
0
baik
Kategori Pengetahuan Gizi
Gambar 3 Sebaran atlet bola basket menurut pengetahuan gizi
34
Pengetahuan gizi contoh laki laki sebagian besar berada dalam kategori sedang (66.67%) dan pengetahuan gizi contoh perempuan sebagian besar berada dalam kategori kurang (58.33%). Pengetahuan gizi dibutuhkan untuk mencapai gizi yang optimal. Pengetahuan tentang gizi sangat bermanfaat bagi atlet karena dapat memberikan banyak keuntungan diantaranya dengan gizi yang tepat merupakan dasar utama bagi penampilan prima seorang atlet pada saat bertanding. Selain itu pemberian gizi yang tepat juga dibutuhkan pula pada kerja biologik tubuh, untuk penyediaan energi tubuh pada saat seorang atlet melakukan berbagai aktivitas fisik, misalnya pada saat latihan (training), bertanding dan saat pemulihan, baik setelah latihan maupun setelah bertanding. Gizi yang optimal juga dibutuhkan untuk memperbaiki atau mengganti sel tubuh yang rusak. Banyak pelatih atau atlet yang menganggap bahwa asupan gizi pada atlet sama saja dengan yang bukan atlet. Kenyataannya tidak demikian, asupan gizi pada atlet disiapkan berdasarkan pengetahuan tentang dominasi energi yang akan digunakan, peran sumber zat gizi tertentu pada proses penyediaan energi (Ilyas 2007).
Status sekelompok
gizi
merupakan
orang
yang
Status Gizi keadaan kesehatan
diakibatkan
oleh
tubuh
konsumsi,
individu
atau
penyerapan,
dan
penggunaan zat gizi. Beberapa cara untuk mengukur status gizi adalah dengan konsumsi, biokimia/laboratorium, antropometri dan secara klinis. Pengukuran status gizi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode antropometri. Untuk menentukan status gizi contoh terlebih dahulu ditentukan IMT contoh. Penentuan status gizi contoh dilakukan dengan menggunakan indikator IMT/Umur yang direkomendasikan sebagai indikator penentuan status gizi untuk remaja (Riyadi 2003).
44.44 41.67
Persentase
55.56 50
laki laki 8.33 0 0 kurang
0 normal
at risk
gemuk
0 0 obese
Kategori status gizi
Gambar 4 Sebaran atlet bola basket menurut status gizi
perempuan
35
Gambar 4 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh laki-laki dan contoh perempuan sebagian besar memiliki status gizi normal. Status gizi yang baik sangat penting bagi atlet karena dapat meningkatkan kemampuan dan performa atlet (Williams 1983). Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan individu atau kelompok atlet bola basket dengan tujuan tertentu. Tujuan mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu (Hardinsyah & Martianto 1992). Supariasa et al. (2002) menjelaskan bahwa dalam survei konsumsi pangan terdapat tiga metode yang digunakan yaitu metode kualitatif, metode kuantitatif, serta gabungan dari metode keduanya. Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan pangan, dan menggali informasi tentang kebiasaan makan. Metode kuantitaif digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi individu atau kelompok. Frekuensi makan Frekuensi makan dan kebiasaan makan contoh digunakan untuk mengetahui konsumsi pangan secara kualitatif. Frekuensi makan contoh diukur dalam satuan kali per hari, kali perminggu, dan kali per bulan. Frekuensi makan yang diukur pada penelitian ini adalah dalam satuan kali per hari dengan menggunakan metode recall. Frekuensi makan contoh dapat dilihat dari Tabel 10. Tabel 10 Sebaran atlet bola basket menurut frekuensi makan Frekuensi makan (kali/hari)
Sebaran
3 2
n 20 1
% 96.24 4.76
Total
21
100
Tabel 10 menunjukkan bahwa sebanyak 96.24% contoh memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali setiap harinya, sedangkan sisanya memiliki frekuensi makan sebanyak dua kali yaitu sebesar 4.76%. Kebiasaan makan tiga
36
kali sehari pada contoh sudah dianggap cukup baik untuk menghindari terjadinya masalah gizi (Suhardjo 1989). Kebiasaan makan Atlet diharapkan memiliki kondisi fisik yang optimal selama menjalani latihan yang intensif. Untuk mencapai kondisi yang optimal tersebut dibutuhkan kebiasaan makan yang baik untuk mencapai gizi yang optimal dan akan menghasilkan kondisi fisik yang prima bagi atlet. Kebiasaan makan contoh diperoleh melalui hasil wawancara dengan menggunakan metode recall dan disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran atlet bola basket menurut kebiasaan makan Kebiasan makan
Sebaran n
%
19 2 0 0
90.48 9.52 0.00 0.00
20 1 0 0
96.24 4.76 0.00 0.00
Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah
21
100
Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur
0
0.00
Nasi, lauk hewani
0
0.00
Lainnya
0
0.00
Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah
18
85.71
Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur
3
14.29
Nasi, lauk hewani
0
0.00
Lainnya
0
0.00
Selalu
0
0.00
Kadang-kadang
7
33.33
Jarang
13
61.90
Tidak pernah
1
4.77
Kebiasaan Sarapan Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak pernah Menu sarapan Nasi+lauk pauk Roti Mie Lainnya Susunan menu siang hari
Susunan menu malam hari
Konsumsi fastfood
Hasil recall mengenai kebiasaan makan pada contoh menunjukkan bahwa sebagian besar contoh selalu membiasakan diri untuk sarapan dengan menu berupa nasi dan lauk pauk. Makan siang dan malam contoh sebagian
37
besar diisi dengan menu berupa nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah. Untuk konsumsi makanan cepat saji (fast food) sebagian besar contoh menyatakan jarang mengkonsumsi fast food (61.90%) sedangkan sisanya kadang
kadang
mengkonsumsi
fast
food
(33.33%)
dan
tidak
pernah
mengkonsumsi fast food (4.77%). Kebiasaan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya
yaitu,
konsumsi
pangan,
preferensi
(kesukaan atau
ketidaksukaan) makan, ideologi terhadap makanan, dan faktor sosial budaya seorang individu. Kebiasaan minum Konsumsi cairan bagi seorang atlet sangat diperlukan untuk menjaga status hidrasi tubuh. Pemberian cairan pada atlet bertujuan untuk mencegah dehidrasi dan untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh. Selain itu, pemberian cairan yang adekwat ditujukan untuk mencegah cedera akibat panas tubuh yang berlebihan. Hasil recall mengenai kebiasaan minum contoh menunjukkan bahwa contoh sebagian besar (71.43 %) mengkonsumsi air putih lebih dari 8 gelas setiap harinya, sebanyak 19.05% contoh mengkonsumsi air putih sebanyak 7 gelas setiap harinya, dan sisanya mengkonsumsi air putih 5 gelas setiap harinya. Seluruh contoh tidak mengkonsumsi minuman beralkohol. Untuk konsumsi sport drink, diketahui bahwa lebih dari 50% contoh mengkonsumsi sport drink. Tabel 12 Sebaran atlet bola basket menurut kebiasaan minum Kebiasaan minum Konsumsi air putih ≥ 8 gelas 7 gelas 5 gelas < 5 gelas Konsumsi minuman beralkohol Ya Tidak Konsumsi sport drink Ya Tidak
Sebaran n
%
15 4 2 0
71.43 19.05 9.52 0.00
0 21
0.00 100.00
12 9
57.14 42.86
Sport drink merupakan salah satu produk pangan yang ditujukan bagi atlet yang mengandung gula dan elektrolit dan berguna untuk mencegah dehidrasi, mengganti cairan tubuh yang hilang, hidrasi sebelum berolahraga, dan rehidrasi setelah berolahraga. Williams (1989) menyatakan bahwa sport drink
38
penting bagi penggantian elektrolit dan rehidrasi selama berolahraga, teruatama olahraga yang memiliki waktu yang panjang seperti marathon, tenis, atau olahraga kompetitif lainnya. Kebiasaan makan sebelum pertandingan Semua contoh sebelum pertandingan mengkonsumsi makanan lengkap namun
dengan
rentang
yang
bervariasi.
Sebanyak
38.10%
contoh
mengkonsumsi makanan lengkap 1-2 jam sebelum bertanding, 33.33% contoh mengkonsumsi makanan lengkap 2-3 jam sebelum bertanding dan sisanya mengkonsumsi makanan lengkap 3-4 jam sebelum bertanding. Tabel 13 Kebiasaan makan atlet bola basket sebelum bertanding Kebiasaan makan sebelum bertanding Rentang waktu konsumsi makanan lengkap 1-2 jam 2-3 jam 3-4 jam 4-5 jam Makanan dan minuman yang dihindari Ada Tidak
Jumlah n
%
8 7 6 0
38.10 33.33 28.57 0.00
15 6
71.43 28.57
Tabel 13 menunjukkan bahwa contoh memiliki pantangan terhadap makanan atau minuman saat sebelum pertandingan. Makanan dan minuman yang dihindari atau dijadikan sebagai pantangan oleh contoh sebelum bertanding yaitu mie instan, makanan cepat saji (fast food), makanan pedas, es dan minuman bersoda. Menurut Brouns (1993) sebelum pertandingan, atlet disarankan untuk mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat 2-4 jam sebelum bertanding untuk meningkatkan cadangan glikogen atlet. Mengkonsumsi cairan secara cukup untuk menjaga agar status hidrasi atlet tetap dalam kondisi baik, menghindari diet yang tinggi serat untuk menghindari terjadinya masalah pencernaan selama pada saat pertandingan. Kebiasaan makan selama bertanding Mengkonsumsi makanan dan minuman selama bertanding penting dilakukan oleh atlet. Hal ini bertujuan untuk memperoleh makanan dan cairan yang cukup untuk memenuhi energi dan zat gizi agar cadangan glikogen dan status hidrasi tetap terpelihara. Seperti sebelum bertanding, pada saat selama pertandingan contoh memiliki makanan dan minuman yang sering dikonsumsi
39
selama bertanding seperti minuman olahraga (sport drink) dan pisang. Selain itu contoh juga memiliki pantangan atau makanan yang dihindari selama periode pertandingan. Tabel 14 Kebiasaan makan atlet bola basket selama bertanding Kebiasaan makan selama bertanding Konsumsi makanan/minuman Ya (sport drink, pisang) Sport drink Pisang Tidak Makanan dan minuman yang dihindari Ada Tidak
Jumlah n
%
9 4 8
42.85 19.05 38.10
5 16
23.81 76.19
Contoh mengkonsumsi makanan/minuman selama pertandingan berupa sport drink (42.85%) dan pisang (19.05%). Selama pertandingan sebagian besar contoh (76.19%) menyatakan tidak mempunyai makanan atau minuman yang dihindari pada saat pertandingan. Menurut Browns (1993) konsumsi makanan atlet pada saat bertanding sebaiknya mengandung karbohidrat yang mencukupi untuk menjaga kadar gula darah dan oksidasi karbohidrat, mengandung cukup cairan dan elektrolit guna menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh, tidak menyebabkan gangguan pencernaan dan memiliki citarasa yang menarik. Selain itu konsumsi buah pisang juga sangat disarankan pada saat pertandingan, hal ini dikarenakan pisang merupakan buah yang mengandung kadar pati yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai makanan sumber karbohidrat pada saat pertandingan. Menurut Irawan (2007) jika durasi pertandingan semakin lama maka atlet disarankan mengkonsumsi karbohidrat sebanyak 30-60 gram setiap jam nya dan mengkonsumsi cairan sebanyak 6001500 ml untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang pada saat bertanding. Kebiasaaan makan setelah bertanding Setelah pertandingan, energi di dalam tubuh berkurang dengan cepat. Selain itu, tubuh juga mengalami kehilangan cairan dan elektrolit melalui keringat karena aktivitas yang dilakukan selama pertandingan. Oleh sebab itu, makanan dan minuman setelah pertandingan sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk memulihkan keadaan tubuh seperti mengembalikan glikogen, mengganti cairan dan elektrolit yang terbuang untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh.
40
Tabel 15 Kebiasaan makan atlet bola basket setelah bertanding Kebiasaan makan setelah bertanding Konsumsi makanan/minuman Ya (air dingin, sari buah, air mineral) Air dingin Sari buah Air mineral Tidak Makanan dan minuman yang dihindari Ada Tidak Rentang waktu konsumsi makanan lengkap 1-2 jam 2-3 jam 3-4 jam 4-5 jam
Jumlah n
%
6 9 4 1
28.57 42.86 19.05 4.76
1 20
4.76 95.24
9 8 4 0
42.86 38.10 19.04 0.00
Contoh mengkonsumsi makanan/minuman segera setelah bertanding berupa air dingin (28.57%), air mineral (19.05%) dan sari buah (42.86%). Tujuan dari pemberian air dingin setelah bertanding adalah karena pada saat pertandingan terjadi peningkatan pengeluaran energi yang besar, sehingga terjadi pengosongan lambung. Oleh sebab itu, sebaiknya diberikan air dingin yang bersuhu 5-100 C untuk mengatasi kekosongan lambung, karena air dingin lebih cepat diserap oleh usus. Selain itu, pemberian sari buah ditujukan untuk mengembalikan kadar glikogen atlet segera setelah bertanding. Hal ini karena sari buah mengandung karbohidrat yang tinggi yang mampu mengembalikan kadar gula darah tubuh. Pemberian cairan setelah bertanding bertujuan untuk mengembalikan air dan elektrolit yang hilang dari tubuh selama pertandingan. Setelah bertanding, sebagian besar contoh menyatakan bahwa tidak ada pantangan terhadap makanan atau minuman yang dikonsumsi, sisanya menyatakan memiliki pantangan terhadap makanan yang akan dikonsumsi yaitu berupa makanan cepat saji (fast food). Untuk konsumsi makanan lengkap setelah bertanding, sebanyak 42.86% contoh menyatakan mengkonsumsi makanan lengkap 1-2 jam setelah bertanding, 38.10% contoh mengkonsumsi makanan lengkap 2-3 jam setelah bertanding dan sisanya mengkonsumsi makanan lengkap 3-4 jam setelah bertanding. Atlet setelah bertanding sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan sesegera mungkin untuk mengembalikan glikogen tubuh. Menurut Browns (1993) setelah bertanding atlet disarankan untuk mengkonsumsi makanan tinggi
41
karbohidrat dua jam setelah bertanding. Makanan sumber karbohidrat yang disarankan adalah makanan yang mempunyai indeks glikemik sedang hingga tinggi. Menambahkan konsumsi protein pada saat mengkonsumsi karbohidrat untuk meningkatkan stimulasi pengembalian glikogen,serta mengkonsumsi elektrolit untuk mengganti elektrolit yang hilang selama bertanding. Tingkat Kecukupan Gizi Energi Makanan seorang atlet hendaknya mencukupi kebutuhan semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Hal ini dikarenakan pada saat berolahraga zat-zat gizi di dalam tubuh berkurang akibat aktivitas yang dilakukan. Oleh sebab itu perlu pemenuhan gizi yang cukup bagi atlet dalam rangka memenuhi kebutuhan energi, protein. Lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air. Konsumsi energi contoh diperoleh dengan menggunakan metode recall 2 x 24 jam yaitu satu hari recall hari libur dan satu hari recall hari sekolah. Tujuan dari metode recall 2x24 jam ini adalah untuk dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi yang lebih optimal pada saat berada di asrama dan diluar asrama. Hal ini dikarenakan pada saat di hari libur, konsumsi contoh sebagian besar tidak ditentukan oleh penyelenggara makanan di asrama. Dari hasil recall kemudian diperoleh data konsumsi contoh yang kemudian dibandingkan dengan angka kecukupan energi dan zat gizi lainnya. Angka kecukupan energi contoh diperoleh dari WKNPG 2004, dimana hal ini sudah disesuaikan dengan kondisi tubuh orang indonesia. Faktor aktivitas yang digunakan adalah faktor aktivitas sangat aktif, dimana aktivitas yang dilakukan oleh contoh sangat aktif dari pagi hingga malam hari terutama pada saat latihan intensif.
Persentase
66.67
33.33 25 16.67
11.11
25
11.11 0.00
defisit berat
defisit sedang
defisit ringan
laki laki 11.11
normal
0
perempuan
lebih
Kategori TKE
Gambar 5 Sebaran atlet bola basket menurut tingkat kecukupan energi
42
Hasil recall menunjukkan rata-rata konsumsi energi contoh secara keseluruhan yaitu 2399 kkal, dengan konsumsi energi paling tinggi yaitu sebesar 3821 kkal dan konsumsi energi paling rendah yaitu 1780 kkal. Gambar 5 menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi contoh baik laki-laki maupun perempuan sebagian besar adalah defisit atau kurang dari yang dianjurkan. Tingkat kecukupan energi contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit tingkat berat (66.67%) dan contoh perempuan sebagian besar memiliki tingkat kecukupan energi dalam kategori defisi tingkat sedang (33.33%). Menurut Williams (1993), kebutuhan energi pada atlet remaja tergantung pada jenis olahraga dan durasinya. Beberapa olahraga tidak membutuhkan energi besar, tidak mengeluarkan energi besar dan dilakukan dalam waktu singkat. Namun beberapa olahraga, seperti olahraga bola basket, yang membutuhkan daya tahan tubuh yang lebih besar juga membutuhkan energi dalam jumlah yang cukup besar pula. Hasil uji korelasi Pearson antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan energi menunjukkan hubungan negatif yang signifikan (p=0.008, r= 0.560). Hal ini menunjukkan dengan semakin baiknya tingkat pengetahuan gizi maka tingkat kecukupan energinya semakin rendah. Hal ini tidak sesuai, karena secara tidak langsung individu yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan memiliki kecukupan zat gizi yang baik pula (Mardayanti 2008). Protein Protein merupakan salah satu jenis zat gizi yang mempunyai fungsi penting sebagai bahan dasar bagi pembentukan jaringan tubuh atau bahan dasar untuk memperbaiki jaringan tubuh yang telah rusak. Selain dari kedua fungsi tersebut, protein juga mempunyai fungsi sebagai bahan pembentuk hormon dan pembentukan enzim yang kemudian juga akan terlibat di dalam proses metabolisme tubuh (Irawan 2007). Protein sangat dibutuhkan bagi atlet remaja dalam pertumbuhan dan pembentukan tubuh guna mencapai bentuk tubuh yang optimal. Sumber protein dapat berasal dari bahan pangan hewani dan nabati. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, baik dalam segi jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Sedangkan protein nabati berasal dari kacang-kacangan dan hasil olahannya. Rata-rata konsumsi protein contoh secara keseluruhan adalah 89.1 gram dengan konsumsi paling tinggi
43
sebanyak 125 gram dan paling rendah senilai 61.1 gram. Tingkat kecukupan protein contoh disajikan pada Gambar 6. 58.33
55.56
Persentase
33.33 22.22
22.22
laki laki perempuan
8.33
kurang
normal
lebih
Tingkat Kecukupan Protein
Gambar 6 Sebaran atlet bola basket menurut tingkat kecukupan protein Tingkat kecukupan protein contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori kurang (55.56%) sedangkan contoh perempuan sebagian besar memiliki tingkat kecukupan protein dalam kategori lebih (58.33%). Menurut Irawan (2007) kebutuhan protein atlet disebutkan berada berada pada rentang 1.2-1.6 gr/kg berat badan per-harinya dan nilai ini berada diatas kebutuhan protein bagi nonatlet yaitu sebesar 0.6-0.8 gr/kg berat badan. Peningkatkan kebutuhan protein bagi atlet ini disebabkan oleh karena atlet lebih berisiko untuk mengalami kerusakan jaringan otot terutama saat menjalani latihan/pertandingan olahraga yang berat. Selain itu pada olahraga yang bersifat ketahanan (endurance) dengan durasi panjang sebagian kecil asam amino dari protein juga akan digunakan sebagai sumber energi terutama saat simpanan glikogen sudah semakin berkurang. Oleh karena hal-hal tersebut diatas maka kebutuhan konsumsi protein seorang atlet dalam kesehariannya akan relatif lebih besar jika dibandingkan dengan kebutuhan non-atlet. Kelebihan protein yang dikonsumsi oleh seorang atlet pada akhirnya akan disimpan dalam bentuk lemak, sehingga pada nantinya akan menyebabkan kegemukan. Selain itu kelebihan protein juga akan menyebabkan kerusakan hati dan ginjal, dan juga akan menimbulkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah, kenaikan ureum darah dan demam. Oleh sebab itu batas yang dianjurkan untuk konsumsi protein adalah dua kali dari Angka Kecukupan Gizi (Almatsier 2004).
44
Lemak Lemak merupakan zat gizi yang menghasilkan energi terbesar, besarnya lebih dari dua kali energi yang dihasilkan oleh karbohidrat. Walaupun lemak sangat dibutuhkan oleh atlet yang melakukan olahraga dalam intensitas waktu yang lama, namun konsumsi lemak yang berlebihan tidak dianjurkan bagi seorang atlet. Hal ini bertujuan agar atlet mengkonsumsi karbohidrat yang adekwat agar supaya penggantian glikogen otot dan hati berlangsung dengan baik. Pengosongan lambung menjadi lambat akibat mengkonsumsi lemak yang berlebihan sehingga perut terasa penuh. Rasa kenyang dan penuh yang terjadi akibat makan lemak yang berlebihan dapat mengurangi konsumsi karbohidrat yang adekwat. Selain itu konsumsi lemak yang berlebihan dapat mengakibatkan peningakatan trigliserida, kolesterol total dan LDL kolesterol. Risiko kesehatan seperti aterosklerosis, penyakit jantung, penyakit kanker dapat timbul pada seorang atlet akibat konsumsi lemak yang tinggi (Primana 2000). Saat berolahraga kompetitif dengan intensitas tinggi seperti olahraga bola basket, pengunaan lemak sebagai sumber energi tubuh akibat dari mulai berkurangnya simpanan glikogen otot dapat menyebabkan tubuh terasa lelah sehingga secara perlahan intensitas olahraga akan menurun. Hal ini disebabkan karena produksi energi melalui pembakaran lemak berjalan lebih lambat jika dibandingkan dengan laju produksi energi melalui pembakaran karbohidrat walaupun pembakaran lemak akan menghasilkan energi yang lebih besar jika dibandingan dengan pembakaran karbohidrat.
Persentase
91.67
55.56 laki laki 22.22
22.22 0
kurang
perempuan
8.33
normal
lebih
Tingkat Kecukupan Lemak
Gambar 7 Sebaran atlet bola basket menurut tingkat kecukupan lemak Sebagian besar contoh laki-laki memiliki tingkat kecukupan lemak dalam kategori normal (55.56%) sedangkan contoh perempuan sebagian besar memiliki
45
tingkat kecukupan lemak dalam kategori lebih (91.67%). Rata-rata konsumsi lemak contoh secara keseluruhan yaitu 96.1 gram, dengan konsumsi tertinggi sebanyak 157.1 gram dan konsumsi paling rendah sebanyak 57.2 gram. Angka kecukupan lemak atlet adalah sebanyak 20-25% menurut WKNPG 2004. Hal ini dikarenakan konsumsi makanan contoh yang cukup banyak mengandung lemak seperti telur, daging sapi, daging unggas, minyak, ataupun santan dalam pengolahan menu. Karbohidrat Karbohidrat merupakan zat gizi sumber energi yang tidak hanya berfungsi untuk mendukung aktivitas fisik seperti berolahraga namun karbohidrat juga merupakan sumber energi utama bagi sistem pusat syaraf termasuk otak. Di dalam tubuh, karbohidrat yang dikonsumsi oleh manusia dapat tersimpan di dalam hati dan otot sebagai simpanan energi dalam bentuk glikogen. Hasil recall menunjukkan bahwa hampir keseluruhan contoh laki-laki memilki tingkat kecukupan karbohidrat dalam kategori kurang (88.89%) dan seluruh contoh perempuan memiliki tingkat kecukupan karbohidrat dalam kategori kurang dari yang dianjurkan oleh WKNPG yaitu 60-70% dari total kebutuhan energi. Rata-rata konsumsi karbohidrat contoh adalah 299.9 gram dengan konsumsi terendah sebanyak 193.7 gram dan konsumsi tertinggi yaitu 488.7 gram. Konsumsi karbohidrat yang kurang dikarenakan contoh kurang mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat seperti nasi, umbi, kentang dan cenderung
mengkonsumsi
protein
yang
berlebih
dibandingkan
dengan
karbohidrat. 100
Persentase
88.89
laki laki perempuan 11.11 0 kurang
normal
0
0
lebih
Tingkat Kecukupan Karbohidrat
Gambar 8 Sebaran atlet bola basket menurut tingkat kecukupan karbohidrat
46
Menurut Irawan (2007) atlet seharusnya mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat. Hal ini dikarenakan jika atlet mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang besar dalam sehari-hari akan memilki simpanan glikogen yang relatif lebih besar jika dibandingan dengan atlet yang mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang kecil. Dengan simpanan glikogen yang rendah, seorang atlet dalam menjalankan latihan/pertandingannya akan cepat merasa lelah sehingga kemudian mengakibatkan terjadinya penurunan intensitas dan performa olahraga. Hal ini berbeda dengan seorang atlet yang akan memiliki performa dan ketahanan yang lebih baik apabila memiliki simpanan glikogen yang besar. Vitamin A Vitamin A merupakan salah satu vitamin larut lemak yang mempunyai fungsi penting dalam penglihatan. Selain berperan dalam proses penglihatan, vitamin
A
juga
berperan
dalam
kekebalan
tubuh,
pertumbuhan
dan
perkembangan, reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2004). Angka kecukupan vitamin A bagi remaja berumur 15-16 tahun adalah 600 µgRE. Rata-rata konsumsi vitamin A contoh secara keseluruhan yaitu 946.2 µgRE, dengan konsumsi tertinggi sebanyak 2694 µgRE dan konsumsi terendah sebanyak 365.8 µgRE.
Persentase
77.78
83.33
laki laki 22.22
< 77%
perempuan
16.67
normal Tingkat Kecukupan Vitamin A
Gambar 9 Sebaran atlet bola basket menurut tingkat kecukupan vitamin A Sebagian besar contoh baik laki-laki (77.78%) maupun perempuan (83.33%) memiliki tingkat kecukupan vitamin A dalam kategori normal karena sudah mengkonsumsi vitamin A lebih dari 77% angka kecukupan vitamin A. Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam differensiasi sel, oleh sebab itu
47
intik vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan performa atlet dan pemulihan latihan. Vitamin C Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan nama asam askorbat merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam sintesis kolagen, katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh. Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. Vitamin C juga berguna dalam absorbsi zat besi, peredaran, dan juga cadangannya. Dalam aktivitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari ancaman radikal bebas (Chen 2000). Angka kecukupan vitamin C bagi remaja yang berumur 15-16 tahun adalah 60 mg menurut WKNPG 2004. Rata-rata konsumsi vitamin C contoh secara keseluruhan yaitu 111.3 mg dengan konsumsi tertinggi yaitu sebanyak 576.2 mg dan konsumsi terendah sebanyak 57.2 mg. Tingkat kecukupan vitamin C contoh disajikan pada Gambar 10.
66.67
Persentase
50
50 33.33 laki laki perempuan
<77%
>77%
Tingkat Kecukupan Vitamin C
Gambar 10 Sebaran atlet bola basket menurut tingkat kecukupan vitamin C Tingkat kecukupan vitamin C contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori kurang (66.67%) sedangkan tingkat kecukupan vitamin C contoh perempuan sebagian berada dalam kategori normal (50%) dan kurang (50%) dari angka kecukupan vitamin C. Bahan pangan sumber vitamin C yang sering dikonsumsi oleh contoh yaitu buah-buahan seperti jeruk, melon, semangka, dan pisang. Selain itu contoh juga mengkonsumsi minuman dengan kadar vitamin C yang cukup tinggi yaitu You C 1000. Kelebihan konsumsi vitamin C dalam bahan
48
pangan tidak menimbulkan gejala, namun konsumsi vitamin C berupa suplemen setiap hari dapat menimbulkan risiko hiperoksaluria dan memiliki risiko lebih tinggi terhadap batu ginjal (Almatsier 2004). Vitamin B1 Vitamin B1 atau yang lebih dikenal dengan nama tiamin di dalam tubuh berfungsi sebagai koenzim yang penting dalam metabolisme enrgi dari karbohidrat. Bagi atlet, konsumsi tiamin dapat meningkatkan kinerja tubuh dalam mencapai performa optimal atlet. Asupan tiamin yang dianjurkan bagi remaja yang berumur 13-16 tahun adalah 1 mg per hari. Konsumsi rata-rata tiamin contoh secara keseluruhan yaitu 0.75 mg dengan konsumsi terendah sebanyak 0.4 mg dan konsumsi tertinggi sebanyak 1.1 mg.
66.67 58.33
Persentase
41.67 33.33 laki laki perempuan
< 77%
> 77%
Tingkat kecukupan tiamin
Gambar 11 Sebaran atlet bola basket menurut tingkat kecukupan vitamin B1 Sebagian besar contoh laki-laki (66.67%) memiliki tingkat kecukupan tiamin dalam kategori kurang dan sebagian besar contoh perempuan (58.33%) memiliki tingkat kecukupan tiamin dalam kategori cukup (Gambar 11). Peningkatan konsumsi tiamin bagi seorang atlet sangat dianjurkan. Hal ini dikarenakan tiamin berfungsi dalam metabolisme energi dari karbohidrat yang dapat meningkatkan kinerja atlet dan juga berperan dalam transportasi oksigen dalam darah yang penting dalam olahraga yang memerlukan intensitas dan durasi yang cukup lama.
49
Kalsium Fungsi utama kalsium di dalam tubuh adalah peranannya dalam pembentukan tulang dan gigi. Kekurangan kalsium dapat meningkatkan risiko osteoporosis yaitu gangguan yang menyebabkan penurunan secara bertahap dan jumlah kekuatan jaringan tulang. Menurut WKNPG 2004 kecukupan kalsium remaja yang berumur 16-18 tahun adalah sebanyak 1000 mg setiap harinya. Seluruh contoh baik laki-laki maupun perempuan memiliki tingkat kecukupan kalisum yang kurang (Gambar 12). Rata-rata konsumsi kalsium contoh secara keseluruhan yaitu 309.4 mg dengan konsumsi paling tinggi yaitu 659.8 mg dan konsumsi terendah sebanyak 120.8 mg. 100
Persentase
100
laki laki perempuan 0 <77%
0
>77%
Tingkat Kecukupan Kalsium
Gambar 12 Sebaran atlet bola basket menurut tingkat kecukupan kalsium Keseluruhan contoh yang memiliki tingkat kecukupan kalsium yang kurang dari angka kecukupan disebabkan karena pangan sumber kalsium seperti susu kurang dikonsumsi oleh atlet. Kekurangan kalsium pada masa remaja akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan tulang sehingga tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh (Almatsier 2004). Zat Besi Zat besi merupakan mineral yang sangat diperlukan tubuh dalam pembentukan hemoglobin, mioglobin dan juga sebagai enzim yang diperlukan dalam metabolisme. Kekurangan zat besi terutama pada remaja dapat menyebabkan anemia gizi besi dan juga menurunkan kinerja fisik, hambatan perkembangan, dan menurunkan kemampuan kognitif.
50
Persentase
88.89 91.67
laki laki 11.11 8.33
<77%
perempuan
>77%
Tingkat Keckupan Fe
Gambar 13 Sebaran atlet bola basket menurut tingkat kecukupan zat besi Rata-rata konsumsi zat besi contoh secara keseluruhan yaitu 11 mg, dengan konsumsi tertinggi sebanyak 21.2 mg dan konsumsi terendah sebanyak 5.6 mg. Tingkat kecukupan zat besi sebagian besar contoh laki-laki berada dalam kategori kurang (88.89%) dan sebagian besar contoh perempuan memiliki tingkat kecukupan besi dalam kategori kurang (91.67%). Atlet juga membutuhkan mineral lain seperti seng, selenium, magnesium, fosfor, iodium, mangan, dan fluor. Semua mineral tersebut diperlukan oleh atlet dalam pertumbuhan, perkembangan dan proses metabolisme tubuh. Tingkat Kebugaran Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang berarti (Riyadi 2007). Nilai kebugaran jasmani setiap orang berbeda-beda sesuai dengan tugas atau profesi masing-masing. Tingkat kebugaran jasmani dapat dilihat dari VO2 maksimum yang diperoleh dari Tes Balke dan denyut jantung. VO2 Maksimum Kebugaran dapat diukur dengan cara mengukur volume oksigen yang dapat mengkonsumsi selama berolahraga pada kapasitas maksimum. VO2 max adalah jumlah maksimum oksigen dalam mililiter, yang dapat digunakan dalam satu menit per kilogram berat badan. Individu yang berada dalam kondisi sehat memiliki nilai VO2 max yang lebih tinggi dan dapat melaksanakan aktivitas lebih baik daripada individu yang berada dalam kondisi tidak sehat (Mackenzie 1997).
51
Atlet bola basket mempunyai nilai VO2 max yang berbeda-beda, tergantung kepada jenis kelamin dan umur dari atlet. Tabel 16 Nilai VO2 max atlet bola basket berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
Jumlah (atlet) 9 12
Nilai VO2 max (ml/kg/menit) 45.12 ± 1.52 41.95 ± 1.61
Jenis kelamin atlet dapat mempengaruhi nilai VO2 max atlet bola basket. Selain jenis kelamin nilai VO2 max juga dipengaruhi oleh kemampuan kimia dari sistem jaringan otot selular untuk menggunakan oksigen dalam mengurai bahan bakar dan kemampuan gabungan sistem jantung dan paru untuk mengangkut oksigen ke sistem jaringan otot (Mackenzie 1997). Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa rata-rata nilai VO2 max atlet bola basket yang berjenis kelamin laki-laki berada pada kisaran standar nilai VO2 max atlet bola basket, sedangkan rata-rata nilai VO2 max perempuan berada di bawah nilai kisaran standar VO2 max untuk atlet basket perempuan. Selain jenis kelamin, nilai VO2 maximum juga dapat berbeda-beda antara setiap individu karena dipengaruhi oleh faktor umur. Tabel 17 Nilai VO2 max atlet bola basket berdasarkan umur Umur (tahun) 13 14 15 16
Jumlah (atlet) 1 2 12 6
Nilai VO2 max (ml/kg/menit) 44.25 45.46 42.94 43.16
Hasil dari nilai VO2 max ini dapat disebabkan oleh hasil Tes Balke yang dilakukan oleh atlet. Banyak hal yang dapat mempengaruhi hasil Tes Balke diantaranya suhu, tingkat kebisingan dan kelembaban, waktu tidur atlet sebelum melaksanakan tes, emosi atlet, obat-obatan yang sedang dikonsumsi oleh atlet, waktu pelaksanaan tes, asupan kafein atlet, waktu makan terakhir atlet, lingkungan pelaksanaan tes (rumput, track, jalanan, gym), pengetahuan atlet, akurasi pengukuran, apakah atlet benar benar menggunakan usaha maksimal untuk melakukan tes, kepribadian, pengetahuan dan kemampuan penguji (Mackenzie 1997). Denyut Jantung Denyut jantung dapat diartikan sebagai jumlah detak jantung setiap satu menit. Jumlah denyut jantung pada orang normal berkisar antara 60-80 kali per
52
menit. Pada olahragawan seperti atlet jumlah denyut jantung per menit nya lebih rendah dari pada orang normal.
82 Denyut nadi/menit
61
sebelum
sesudah
Pengukuran denyut nadi
Gambar 14 Pengukuran denyut nadi atlet bola basket sebelum dan setelah tes Rata-rata denyut nadi atlet sebelum melakukan tes yaitu sebanyak 61 kali per menit, dan rata-rata denyut nadi setelah melakukan tes yaitu 82 kali per menit. Menurut Wibowo (2005) pada saat berolahraga dan melakukan aktivitas, denyut jantung akan meningkat dan akan menurun kembali pada saat beristirahat. Hal ini dikarenakan pada saat berolahraga tubuh memerlukan oksigen lebih besar dari pada saat aktivitas normal, sehingga akan membuat jantung bekerja lebih keras dan akan mempercepat denyut jantung. Uji Antar Variabel Uji statistik yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel dalam penelitian ini terdiri dari uji korelasi Pearson dan Spearman. Hubungan antar variabel yang diuji yaitu hubungan antar karakteristik atlet dengan tingkat kebugaran, hubungan status gizi dengan tingkat kebugaran, dan hubungan antara tingkat kecukupan energi degan tingkat kebugaran. Hasil uji statistik antar variabel disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Hasil uji korelasi antar variabel Variabel Karakterisitik Usia Berat badan Tinggi badan Jenis kelamin Status gizi Tingkat kecukupan energi
Tingkat Kebugaran Signifikansi Koefisien korelasi 0.369 0.673 0.001 0.000 0.171 0.954
-0.206 -0.98 0.651 -0.716 -0.310 0.013
53
Karakteristik atlet dengan tingkat kebugaran Usia dengan tingkat kebugaran Hasil uji korelasi Pearson antara usia atlet dengan tingkat kebugaran atlet bola basket (VO2 max) menunjukkan hubungan negatif yang tidak signifikan (p=0.369, r= -0.206). Hal ini ditunjukkan dengan semakin tingginya usia atlet maka tidak ada hubungan dengan kebugaran atlet, begitupun sebaliknya. Menurut Macmurray dan Ondrak (2008) bahwa nilai VO2 max individu akan turun secara normal sejalan dengan bertambahnya umur yang dapat disebabkan oleh perubahan komposisi tubuh dan gaya hidup orang dewasa yang tidak aktif. Berat badan dengan tingkat kebugaran Hasil uji korelasi Pearson antara berat badan atlet dengan tingkat kebugaran (VO2 max) menunjukkan hubungan negatif yang tidak signifikan (p=0.673, r= -0.98). Hal ini menunjukkan bahwa berat badan atlet tidak berpengaruh terhadap tingkat kebugaran atlet. Atlet bola basket yang memiliki berat badan yang rendah belum tentu memiliki tingkat kebugaran yang rendah, begitupun sebaliknya. Menurut Macmurray dan Ondrak (2008) tingkat kebugaran (VO2 max) tidak hanya dipengaruhi oleh berat badan, namun juga dipengaruhi oleh massa otot, dan massa lemak. Tinggi badan dengan tingkat kebugaran Hasil uji korelasi Pearson antara tinggi badan atlet dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan (p=0.001, r=0.651). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi seorang atlet maka akan semakin bugar atlet tersebut. Tinggi badan tidak berpengaruhi terhadap tingkat kebugaran, yang berpengaruh terhadap kebugaran adalah usia, jenis kelamin, keturunan, dan komposisi tubuh (Karim 2002). Jenis kelamin dengan tingkat kebugaran Hasil uji korelasi Spearman antara jenis kelamin dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif yang sangat signifikan (p=0.000, r= 0.716. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap kebugaran individu. Menurut Riyadi (2007) salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang adalah jenis kelamin. Status gizi dengan tingkat kebugaran Hasil uji korelasi Spearman antara status gizi dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan yang negatif dan tidak signifikan (p=0.171, r= -0.310). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
54
status gizi dengan tingkat kebugaran, begitupun sebaliknya. Alet bola basket yang memiliki status gizi yang kurus, belum tentu memiliki tingkat kebugaran yang rendah, begitupun sebaliknya. Menurut Kusumaningrum (2009) status gizi bergantung kepada Indeks Massa Tubuh (IMT) yang akan menentukan komposisi tubuh individu. Komposisi tubuh menggambarkan perbandingan bagian tubuh yang secara metabolisme aktif terutama otot dibandingkan dengan bagian yang kurang aktif terutama lemak. Baik otot maupun lemak mempunyai berat/massa, yang jika dibandingkan dengan tinggi badan akan menggambarkan komposisi tubuh secara tidak langsung. Komposisi tubuh erat kaitannya dengan daya tahan kardiorespirasi. Selain itu, kebugaran tubuh tidak hanya dipengaruhi oleh faktor gizi, namun juga dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor intensitas latihan individu, umur, jenis kelamin, dan kebiasaan merokok individu (Riyadi 2007). Tingkat kecukupan energi dengan tingkat kebugaran Hasil uji korelasi Pearson
antara tingkat kecukupan energi dengan
tingkan kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan yang positif dan tidak signifikan (p=0.954, r=0.013). Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin cukup mengkonsumsi energi belum tentu mempunyai tingkat kebugaran (VO2 max) yang baik, begitupun sebaliknya. Menurut Kartika (2006) salah satu upaya untuk mendapatkan kebugaran jasmani yang baik diperlukan tingkat konsumsi yang cukup. Konsumsi zat gizi yang baik sesuai dengan kebutuhan gizi akan membuat kebugaran atlet menjadi baik sehingga menjadi tidak cepat lelah dan mampu melakukan aktivitasnya dengan baik pula sehingga mampu mencapai prestasi olahraga yang maksimal.
55
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Contoh terdiri dari laki-laki (42.86%) dan perempuan (57.14%). Rata-rata usia contoh laki laki yaitu 14.7 ± 0.97 tahun dan rata-rata usia contoh perempuan yaitu 15.33 ± 0.49 tahun. Suku bangsa contoh terdiri dari suku Jawa (33.33%), Sunda (23.81%), Ambon (14.76%), dan suku Palembang, Minang, Batak, Melayu, Papua masing-masing 4.76%. secara keseluruhan contoh berasal dari keluarga dengan keadaan ekonomi menengah ke atas dengan pendidikan minimal orang tua yaitu SMA. Rata-rata berat badan contoh laki laki 68.5 ± 11.68 kg dan rata-rata berat badan contoh perempuan yaitu 63.8 ± 8.76 kg. Tinggi badan contoh contoh laki-laki yaitu 176.2 ± 3.92 cm dan rata-rata tinggi badan contoh perempuan yaitu 163.7 ± 4.62 cm. Pengetahuan gizi contoh laki laki sebagian besar berada dalam kategori sedang (66.67%) dan pengetahuan gizi contoh perempuan sebagian besar berada dalam kategori kurang (58.33%). Status gizi contoh laki-laki dan perempuan sebagian besar berada dalam kategori normal. Contoh memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan lengkap tiga kali dalam sehari (96.24%). Sebagian besar contoh mengkonsumsi air putih lebih dari delapan gelas sehari (71.43%) dan mengkonsumsi minuman sport drink. Seluruh contoh tidak mengkonsumsi alkohol. Kebiasaan makan periode pertandingan: sebelum bertanding sebagian besar (38.10%) contoh mengkonsumsi makanan lengkap 1-2 jam sebelum bertanding dan menghindari makanan berupa mie instan, fast food, makanan pedas, es, dan minuman bersoda. Selama bertanding sebagian besar contoh (61.90%) mengkonsumsi sport drink dan buah pisang. Segera setelah bertanding contoh mengkonsumsi air dingin, air mineral, dan sari buah. Sebagian besar contoh (95.24%) mengkonsumsi makanan lengkap 1-2 jam setelah bertanding. Tingkat kecukupan energi contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (66.67%) dan contoh perempuan sebagian besar berada dalam kategori defisit sedang (33.33%). Tingkat kecukupan protein contoh lakilaki sebagian besar berada dalam kategori kurang (55.56%) dan contoh perempuan sebagian besar dalam kategori lebih (58.33%). Tingkat kecukupan lemak contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori normal (55.56%) dan contoh perempuan sebagian besar berada dalam kategori lebih (91.6%). Tingkat kecukupan karbohidrat contoh laki-laki dan perempuan sebagian besar
56
berada dalam kategori kurang. Tingkat kecukupan vitamin A contoh laki-laki mauun perempuan sebagian besar berada dalam kategori normal. Tingkat kecukupan vitamin B1 contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori kurang dan contoh perempuan sebagian besar berada dalam kategori cukup. Tingkat kecukupan vitamin C, kalsium, dan zat besi contoh laki-laki maupun perempuan sebagian besar berada dalam kategori kurang. Hubungan usia atlet dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif yang tidak signifikan (p=0.369, r= -0.206). Hubungan antara berat badan dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif yang tidak signifikan (p=0.673,
r=-0.98).
Hubungan
tinggi
badan
dengan
tingkat
kebugaran
menunjukkan hubungan positif dan signifikan (p=0.001, r=0.651). Jenis kelamin dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif dan sangat signifikan (p=0.000, r= -0.716). Status gizi dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan negatif yang tidak signifikan (p=0.171, r=-0.310). Tingkat kecukupan energi dengan tingkat kebugaran menunjukkan hubungan yang positif dan tidak signifikan (p=0.954, r=0.013). Saran Kebugaran atlet yang optimal dapat ditentukan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor diet. Atlet sebaiknya memperhatikan pengaturan makanan untuk mencapai diet yang optimal pada periode latihan maupun pada periode pertandingan. Asuhan gizi yang tepat sangat diperlukan bagi atlet dalam usaha untuk mencapai pengaturan diet yang optimal. Hal ini dikarenakan,jika asupan gizi atlet tersebut baik maka atlet tersebut akan memiliki kebugaran fisik yang baik. Intensitas latihan dan riwayat kesehatan juga merupakan faktor yang mempengaruhi kebugaran seorang atlet. Oleh sebab itu perlu penelitian lanjutan tentang riwayat kesehatan terhadap kebugaran seorang atlet bola basket dan juga pengaruhnya terhadap prestasi atlet. Selain itu atlet sebaiknya mulai melakukan pengaturan pola makan yang baik guna mengoptimalkan asupan energi dan zat gizi yang dibutuhkannya, karena gizi yang optimal akan sangat mempengaruhi performa dan kebugaran atlet dalam olahraga. Perlunya ahli gizi khusus yang mengatur kebutuhan gizi atlet juga dapat membantu atlet dalam memenuhi gizinya menjadi lebih baik.
57
DAFTAR PUSTAKA [Depkes] Departemen Kesehatan. 1993. Pedoman Pengaturan Makan Atlet. Jakarta: Departemen Kesehatan. ----------.1996. Pedoman Praktik Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Anonim. 2010. Olahraga Bola Basket. www.wikipedia.org [13 Desember 2010] Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Brouns F. 1993. Essential of Sport Nutrition. England: John Wiley & Sons, Ltd. Chen J. 2000. Vitamin: Effect of Exercise on Requirements. Oxford: Blackwell Science, Ltd. Driskell J. 2007. Sports Nutrition Fats and Proteins. New York: CRC Press. Faruq M. 2008. Meningkatkan Kebugaran Melalui Permainan Olahrga Bola Basket. Jakarta: Grasindo. Gibney J, Margetts B, Kearney J, Arab L. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. EGC: Jakarta. Gibson RS. 2005. Principles of Nutrition Assesment. New York: Oxford University Press. Giriwijoyo S, Ali M. 2005. Ilmu Faal Olahraga. Bandung: Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan perencanaan pangan.Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
asupan
Hardinsyah, Martianto D. 1992. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein Serta Penilaian Mutu Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari. Hardinsyah, Tambunan V. 2004. Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Hoeger W, Hoeger S. 2005. Lifetime Physical Fitness and Wellness A Personalyzed Program. USA: Thomson, Wadsworth. Ilyas E. 2007. Nutrisi pada Atlet. www.gizi.net.pdf [10 Januari 2011] Irawan A. 2007. Nutrisi, Energi dan Performa Olahraga. www.pssplab.com [13 Februari 2011]
58
Karim F. 2002. Panduan Kesehatan Olahraga bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Program Studi Ilmu Kedokteran Olahraga FKUI. Kartika E. 2006. Hubungan Tingkat Konsumsi Gizi (Energi, Protein, Besi) dan Status Gizi (Indeks Massa Tubuh, Kadar Hemoglobin) dengan Ketahanan Fisik pada Atlet Sepak Bola di PSIS Semarang Tahun 2006 [skripsi]. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas DIponegoro Kartono D, Soekantri M. 2004. Angka Kecukupan Mineral: Kalsium, Fosfor, Magnesium, Fluor. Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. -------------. 2004. Angka Kecukupan Mineral: Besi, Iodium, Seng, Mangan, Selenium. Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Karyadi D, Muhilal. 1990. Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan. Jakarta: Gramedia Karyadi E. 1997. Tiga Belas Pesan Pengganti 4 Sehat 5 Sempurna. www.indomedia.com [12 Desember 2010] Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor Komite Nasional Olahraga Indonesia (KONI). 2007. Bola Basket. www.koni.or.id [9 Desember 2010] Kusharto CM, Sa’adiyyah NY. 2008. Diktat Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor Kushendar D. 2008. Pengertian Kebugaran Jasmani. www.multiply.com [10 Desember 2010] Kusumaningrum R. 2009. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Ambilan Oksigen Maksimal pada Orang Sehat [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Mackenzie. 1997. VO2 Max. www.brianmac.co.uk [13 Desember 2010] -----------. 1997. Performance Evaluation Tes.. www.brianmac.co.uk [20 Januari 2011] -----------. 1997. The Balke VO2 max Tes. www.brianmac.co.uk [20 Januari 2011] Mardayanti P. 2008. Hubungan antara Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Makan, Aktivitas Fisik, terhadap Kejadian Obesitas pada Siswa di SLTPN 7 Bogor [skripsi]. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia McMurray R, Ondrak K. 2008. Energy Expenditure of Athletes. Di dalam Wollinsky I, Driskell J, editor. Sport Nutrition Energy Metabolism and Exercise. Boca Raton: CRC Press. Mihardja L. 2007. Sistem Energi dan Zat Gizi yang Diperlukan pada Olahraga Aerobik dan Anaerobik. www.gizi.net.pdf [18 Januari 2011]
59
Napu A. 2005. Pengaturan Berat Badan Dalam Menunjang Kemampuan Fisik Atlet. www.gizi.net [10 Desember 2010] Primana D. 2000. Pemenuhan Energi pada Olahraga. Jakarta: Departemen Kesehatan Riyadi H.2003. Diktat Penilaian Gizi secara Antropometri. Bogor: Institut Pertanian Bogor -----------. 2007. Diktat Mata Kuliah Gizi Olahraga. Bogor: Institut Pertanian Bogor Roedjito D. 1988. Penilaian dan Metode Survey Gizi. Bogor: Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian. Salarkia N, Kimiagar M, Aminpour A. 2004. Food Intake, Body Composition and Endurance Capacitty of National Basketball Team Players in I.R. of Iran. Medical Journal of The Islamic Republic of Iran. Volume 18 Sandjaja et al. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta: Kompas Santosa G, Komariyah L. 2007. Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga Pendidikan. www.wordpress.com [19 Januari 2011]. Setiawan B, Rahayuningsih S. 2004. Angka Kecukupan Vitamin Larut Air. Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Suharjo, Kusharto CM. 1999. Prinsip Prinsip Ilmu Gizi. Bogor: Kanisius. Sulaeman A, Muhilal. 2004. Angka Kecukupan Vitamin Larut Lemak. Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Wibowo D. 2005. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Gramedia Williams M. 1989. Nutrition for Fitness & Sport. USA: WM. C. Brown Communication, Inc. Wolinsky I, Driskell J. 2006. Sports Nutritions Vitamins and Trace Minerals. New York: CRC Press.
60
LAMPIRAN
61
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode:
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN GIZI, KONSUMSI PANGAN, DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI TERHADAP KEBUGARAN ATLET BOLA BASKET DI SMP/SMA RAGUNAN JAKARTA SELATAN
Nama Responden
:
Enumerator
:
Tanggal Wawancara :
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
62
HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN GIZI, KONSUMSI PANGAN, DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI TERHADAP KEBUGARAN ATLET BOLA BASKET DI SMP/SMA RAGUNAN JAKARTA SELATAN
A. Karakteristik Responden 1. Nama Lengkap
:
2. Tempat Tanggal Lahir
:
3. Umur
:
4. Suku Bangsa
:
5. No.Telp/Hp
:
6. Berat Badan
:
7. Tinggi Badan
:
8. Jenis kelamin
:
Keadaan Sosial Ekonomi Keluarga 9. Pendidikan Orang tua a. Ayah b. Ibu 10. Pendapatan Orang tua a. Ayah b. Ibu 11. Umur orang tua a. Ayah b. Ibu
: : : : : :
63
B. Pengetahuan Gizi 1. Makanan yang sehat adalah a. Makanan yang mengandung gizi yang cukup dan higienis b. Makanan yang mudah di dapat dan pengelolaannya praktis c. Makanan yang mahal dan enak d. Makanan yang banyak dan menyenangkan 2. Zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh antara lain a. Karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air b. Karbohidrat, protein dan lemak c. Karbohidrat dan protein d. Vitamin dan mineral 3. Zat gizi yang berfungsi sebagai sumber energi utama saat berolahraga yaitu a. Karbohidrat c. Vitamin b. Protein d. Mineral 4. Makanan sumber karbohidrat yaitu a. Beras c. Daging b. Ayam d. Telur 5. Protein bagi atlet berfungsi sebagai a. Sumber energi utama b. Perkembangan dan perbaikan jaringan c. Mengatur keseimbangan suhu tubuh d. Mengatur gula darah 6. Tujuan pemberian karbohidrat bagi atlet yaitu a. Mempunayai cadangn glikogen b. Mencegah terjadinya penyakit c. Mencegah terjadinya dehidrasi d. Mencegah terjadinya osteoporosis 7. Jenis makanan yang mengandung protein yang baik bagi atlet yaitu a. Tempe c. Tahu b. Kacang tanah d. Ayam 8. Makanan yang cocok untuk mengembalikan glikogen tubuh sehabis berolahraga adalah makanan yang mengandung a. Glikogen tinggi c. Protein tinggi b. Glikogen rendah d. Protein rendah 9. Lemak yang digunakan oleh otot terutama dalam bentuk a. Asam lemak tak jenuh c. Asam lemak jenuh b. Asam lemak bebas d. Asam lemak tak bebas 10. Di bawah ini yang termasuk pangan tinggi lemak antara lain a. Roti, nasi, daging b. Keju, mentega, mintak goreng c. Nasi, roti, serealia d. Daging, ikan telur
64
11. Pemberian cairan bagi atlet bertujuan untuk a. Menambah cadangan glikogen b. Memperbaiki jaringan yang rusak c. Mencegah dehidrasi dan mempertahankan keseimbangan cairan tubuh d. Mencegah kerusakan otot 12. Konsumsi cairan bagi atlet sebaikanya dilakukan pada saat a. Sebelum pertandingan b. Selama pertandingan c. Sesudah pertandingan d. Sebelum, selama, dan sesudah pertandingan 13. Jenis elektrolit yang banyak hilang pada melalui keringat saat berolahraga yaitu a. Natrium (Na) dan Magnesium (Mg) b. Natrium (Na) dan Kalium (K) c. Natrium (Na) dan Klorida (Cl) d. Magnesium (Mg) dan Klorida (Cl) 14. Minuman isotonik alami yang dapat dikonsumsi setelah atlet berolahraga yaitu a. Air putih c. Es krim b. Air kelapa d. Air jeruk 15. Tujuan pengaturan makan bagi atlet yaitu a. Mencegah terjadinya cidera b. Mencegah terjadinya penyakit c. Memperoleh gizi yang optimal d. Mengurangi pengeluaran keuangan 16. Kekurangan cairan selama latihan dapat menyebabkan a. Dehidrasi c. Anemia b. Osteoporosis d. Avitaminosis 17. Kebugaran atlet dapat dipengaruhi oleh a. Gizi c. Kondisi fisik b. Intensitas latihan d. Semua benar 18. Aktivitas dalam olahraga basket termasuk aktivitas a. Aerobik (membutuhkan oksigen) b. Anaerobik (tidak membutuhkan oksigen) c. Intensif d. Semua salah 19. Dalam istilah olahraga, semua bahan atau zat yang meningkatkan atau diperkirakan dapat meningkatkan penampilan fisik atlet disebut a. Alat bantu ergogenik (ergogenic aids) b. Suplemen c. Dopping d. Multivitamin
65
20. Sumber energi yang paling banyak digunakan untuk kolahraga endurance (daya tahan) yaitu a. Karbohidrat
c. Protein
b. Lemak
d. Air
C. KONSUMSI PANGAN Kualitatif 1. Berapa kali kamu makan dalam sehari? a. 1 kali c. 3 kali b. 2 kali d. >3 kali 2. Apakah kamu sarapan pagi? a. Selalu b. Kadang-kadang
c. Jarang d. Tidak pernah
3. Apa yang biasa kamu makan saat sarapan? a. Mie c. Nasi+lauk pauk b. Roti d. Lainnya, sebutkan 4. Bagaimana susunan menu makan siang kamu? a. Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah b. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur c. Nasi, lauk hewani d. Lainnya, sebutkan… 5. Bagaimana susunan menu makan malam kamu? a. Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah b. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur c. Nasi, lauk hewani d. Lainnya, sebutkan… 6. Berapa gelas kamu minum air putih dalam sehari? a. 5 gelas c. 7 gelas b. <5 gelas d. ≥ 8 gelas 7. Apakah kamu suka mengkonsumsi fastfood ? a. Selalu c. Jarang b. Kadang-kadang d. Tidak pernah 8. Apakah kamu mengkonsumsi minuman olahraga (sport drink) a. Ya, sebutkan merk dan kemasan b. Tidak 9. Berapa banyak kamu mengkonsumsi sport drink setiap hari a. …………….(gelas/botol/sachet/kaleng) b. Tidak pernah 10. Apakah kamu mengkonsumsi alkohol a. Ya
66
b. Tidak Sebelum Pertandingan 11. Kapan kamu mengkonsumsi makanan lengkap sebelum pertandingan a. 1-2 jam
c. 3-4 jam
b. 2-3 jam
d. 4-5 jam
12. Apakah ada makanan.minuman yang dihindari sebelum pertandingan a. Ada, sebutkan ………………… b. Tidak ada Selama Pertandingan 13. Apakah ada minuman/makanan yang dikonsumsi selama pertandingan a. Ada, sebutkan……………. b. Tidak pernah 14. Apakah ada makanan/minuman yang dihindari selama pertandingan a. Ada, sebutkan……………….. b. Tidak ada Setelah Pertandingan 15. Apakah kamu konsumsi segera setelah pertandingan.. a. Air dingin
c. tidak ada
b. Sari buah
d. lainnya, sebutkan…….
16. Kapan kamu mengkonsumsi makanan lengkap setelah pertandingan a. 1-2 jam
c. 3-4 jam
b. 2-3 jam
d. 4-5 jam
17. Adakah makanan/minuman yang dihindari setelah pertandingan a. Ada, sebutkan………….. b. Tidak ada
67
Kuntitatif Recall Konsumsi Pangan 2 x 24 Jam Hari Sekolah Waktu Makan Pagi
Selingan 1
Siang
Selingan 2
Malam
Menu
Bahan Pangan
URT
Berat (gram)
Keterangan
68
Hari Libur Waktu Makan Pagi
Selingan 1
Siang
Selingan 2
Malam
Menu
Bahan Pangan
URT
Berat (gram)
Keterangan
69
D. KEBUGARAN TUBUH Test Balke Jarak yang ditempuh dalam waktu 15 menit: (berlari) Denyut nadi sebelum melakukan test: Denyut nadi setelah melakukan test:
meter
70
Lampiran 2 Hasil Uji Statistik
Hubungan antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan energi
Correlations penggiz penggiz
Pearson Correlation
tke 1
-.560
Sig. (2-tailed)
.008
N tke
Pearson Correlation
21
21
**
1
-.560
Sig. (2-tailed)
.008
N
21
21
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hubungan antara usia denga tingkat kebugaran
Correlations vo2max
usia usia
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
-.206 .369
N vo2max
21
21
-.206
1
Sig. (2-tailed)
.369
N
21
21
Hubungan antara berat badan dengan kebugaran
Correlations vo2max
bb bb
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed) N vo2max
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
**
-.098 .673
21
21
-.098
1
.673 21
21
71
Hubungan antara tinggi badan dengan tingkat kebugaran
Correlations vo2max
tb tb
Pearson Correlation
1
.651
Sig. (2-tailed)
.001
N vo2max
**
Pearson Correlation
21
21
**
1
.651
Sig. (2-tailed)
.001
N
21
21
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hubungan jenis kelamin dengan tingkat kebugaran
Correlations v02max
jk Spearman's rho jk
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
-.716
.
.000
20
20
**
1.000
.000
.
20
21
statgizi
vo2max
N v02max Correlation Coefficient
**
1.000
-.716
Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hubungan status gizi dengan tingkat kebugaran
Correlations
Spearman's rho
statgizi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
vo2max
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
1.000
-.310
.
.171
21
21
-.310
1.000
.171
.
21
21
72
Hubungan tingkat kecukupan energi dengan kebugaran
Correlations vo2max
tke tke
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed) N vo2max
.013 .954
21
21
Pearson Correlation
.013
1
Sig. (2-tailed)
.954
N
21
21
Lampiran 3 Hasil pengetahuan gizi atlet No
Pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7
Pengertian makanan sehat Macam-macam zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh Zat gizi yang berfungsi sebagai sumber energi utama Jenis pangan sumber karbohidrat Fungsi utama protein Tujuan pemberian karbohidrat bagi atlet Jenis pangan sumber protein Makanan yang berfungsi dalam pengembalian tubuh setelah berolahraga Asam lemak yang digunakan oleh otot Jenis pangan tinggi lemak Tujuan pemberian cairan bagi atlet Waktu yang tepat untuk mengkonsumsi cairan Jenis elektrolit yang hilang melalui keringat saat berolahraga Minuman isotonik alami Tujuan pengaturan makan bagi atlet Akibat kekurangan cairan selama latihan Faktor yang mempengaruhi kebugaran atlet Jenis aktivitas yang dilakukan saat melakukan olahraga basket Pengertian ergogenic aids Sumber energi untuk olahraga endurance
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Persentase (%) Jawaban Benar 100 100 61.90 80.95 47.62 28.57 38.10 14.29 9.52 61.90 100 90.48 4.76 71.43 80.95 100 80.95 61.90 9.52 0