PENGETAHUAN GIZI IBU DAN KEBIASAAN JAJAN SISWA SERTA KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI CIPICUNG 01 KECAMATAN CIJERUK KABUPATEN BOGOR
EKO GUNAWAN
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ii
ABSTRACT Eko Gunawan. Mother’s Nutritional Knowledge and Snack Behaviour, and It’s Relationship with Nutritional Status of Student in Cipicung 01 Elementary School, Cijeruk Sub District, Bogor District. Under supervision of M. Rizal M. Damanik This study aims to determine relationship between mother’s nutritional knowledge and snack intake habitual on student’s nutritional status in Cipicung 01 elementary school, Cijeruk sub district, Bogor District, West Java Province. Cross sectional study was used in this study. The selection of sample was conducted purpossively. Total samples were 113 children. The results of this study showed that most mother’s sample had nutritional knowledge with median category (48.7%). Distribution of sample’s snack intake habitual were always (91.%) with most reason to eat snack was it’s organoleptic (51%). Frequency of consumption of snack mostly were snack of extruction product with average consumption frequency 25.9 ± 11.9 times/week. Meanwhile most sample’s nutritional status were good depend on H/A (55.7%) and BMI/A (76.1%). Furthermore, results of bivariate analysis showed that there were no significant relations between mother’s nutritional knowledge and sample’s nutritional status depend on H/A and BMI/A (p>0.05), between mother’s nutritional knowledge and snack intake habitual (p>0.05), between snack intake habitual and sample’s nutritional status depend on H/A and BMI/A (p>0.05), between breakfast habitual and snack intake habitual (p>0.05), between mother’s nutritional knowledge and breakfast habitual (p>0.05, and between mother’s education and mother’s nutritional knowledge (p>0.05). Key words: snack intake habitual, mother’s nutritional knowledge, nutritional status
RINGKASAN EKO GUNAWAN. Pengetahuan Gizi Ibu dan Kebiasaan Jajan Siswa serta Kaitannya dengan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Negeri Cipicung 01 Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh M. RIZAL M. DAMANIK. Penelitian ini bertujuan mempelajari kaitan antara pengetahuan gizi ibu dan kebiasaan jajan terhadap status gizi siswa Sekolah Dasar Negeri Cipicung 01 di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Adapun tujuan khusus yaitu: (1) mengidentifikasi karakteristik contoh; (2) mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi keluarga; (3) mengidentifikasi pengetahuan gizi ibu contoh; (4) mengidentifikasi kebiasaan sarapan dan jajan contoh; (5) mengidentifikasi status gizi contoh; (6) mengidentifikasi asupan dan tingkat kecukupan zat gizi contoh; (7) mengidentifikasi kontribusi makanan jajanan contoh terhadap angka kecukupan gizi; dan (8) menganalisis hubungan antara berbagai variabel. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Cipicung 01 di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi sekolah dilakukan secara purpossive sampling, yaitu berdasarkan pertimbangan bahwa sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah yang menjadi bagian dalam program yang digagas Institut Pertanian Bogor (IPB) bersama PT Ajinomoto Indonesia serta dengan pertimbangan kemudahan dalam melakukan penelitian. Adapun waktu penelitian ini adalah sejak bulan Mei sampai dengan Juni 2012. Populasi adalah siswa Sekolah Dasar Negeri Cipicung 01 di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Penentuan contoh dilakukan secara purpossive terhadap semua siswa kelas 3, 4, dan 5 yang totalnya berjumlah 119 siswa. Pada proses penelitian ini terdapat enam siswa yang drop out sehingga jumlah contoh pada penelitian ini adalah 113 siswa dengan rincian 38 siswa kelas 3, 38 siswa kelas 4, dan 37 siswa kelas 5. Pemilihan siswa kelas 3, 4, dan 5 tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa siswa seusia tersebut mampu memiliki respon dan memahami pertanyaan dari suatu kuesioner. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi peubah-peubah yang akan diteliti, yaitu: 1) karakteristik contoh, meliputi kelas, usia, jenis kelamin, dan besar uang saku; 2) karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh, meliputi usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan; 3) kebiasaan sarapan dan jajan contoh; 4) data status gizi, meliputi berat badan dan tinggi badan; 5) pengetahuan gizi ibu. Data sekunder mengenai keadaan umum sekolah diperoleh melalui informasi baik lisan maupun tulisan dari pihak Tata Usaha Sekolah. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan Microsoft Excel 2007, WHO Antro Plus, dan SPSS version 16.0 for Windows. Analisis statistik yang dilakukan adalah analisis deskriptif dan uji korelasi Spearman. Contoh terdiri atas siswi (52.2%) dan siswa (47.8%). Rata-rata usia contoh adalah 10.7 ± 1.2 tahun dengan sebaran 11 tahun (27.4%), usia 8 tahun (0.9%), 9 tahun (19.5%), 10 tahun (23.9%), 12 tahun (23.0%), dan 13 tahun (5.3%). Sebagian besar contoh memiliki uang saku pada kisaran nominal kurang dari Rp 3000 (46%) dan sisanya menyebar pada kisaran RP 3000 - Rp 5000 (42%) dan lebih besar sama dengan Rp 5000 (12%). Rata-rata persentase uang saku contoh adalah Rp 2854 ± 1256.6. Sebaran contoh untuk umur orang tua pada ayah yang paling tinggi dengan persentase 51.3% berada pada kisaran golongan dewasa madya (41-60 tahun), sedangkan untuk sebaran contoh pada umur ibu yang paling tinggi
iv
adalah pada golongan dewasa muda (20-40 tahun), yaitu sebesar 59.3%. Persentase tertinggi untuk sebaran pendidikan orang tua contoh adalah tingkat sekolah dasar baik ayah contoh (63.8%) maupun ibu contoh (67.3%). Persentase sebaran pekerjaan ayah tertinggi pada pilihan lainnya (44.3%), yaitu dengan rincian buruh, penjahit, wirausaha, penjaga vila, pensiunan, dan tukang parkir. Adapun sebaran pekerjaan ibu adalah sebagian besar sebagai ibu rumah tangga (72.6%). Sebagian besar keluarga contoh tergolong pada kategori miskin (56.6%) dan sisanya tergolong keluarga hampir miskin (27.4%) serta menengah ke atas (15.9%). Adapun sebaran besar keluarga contoh antara lain kategori besar (66.4%), kategori sedang (31%), dan kategori kecil (2.6%). Sebanyak 48.7% ibu contoh memiliki pengetahuan gizi dengan kategori sedang dan sebanyak 44.2% ibu contoh memiliki pengetahuan gizi kategori kurang. Adapun ibu contoh yang memiliki pengetahuan gizi dengan kategori baik adalah sebanyak 7.1%. Sebagian besar contoh memiliki kebiasaan kadang-kadang sarapan (47.8%). Adapun sisanya menyebar pada selalu sarapan (45.1%), jarang sarapan (6.2%), dan tidak pernah sarapan (0.9%). Sebagian besar contoh melakukan sarapan di rumah (99.1%) dengan menu nasi dan lauk-pauk (74.3%), dan yang membuatkan sarapan adalah ibu atau ayah (83.2%). Adapun sebaran kebiasaan jajan contoh adalah selalu jajan (91.%), kadang-kadang (6.2%), dan jarang jajan (2.7%). Sebagian besar alasan contoh untuk jajan adalah dari segi organoleptik baik rasa, warna, maupun penampilan dari makanan jajanan (51%). Frekuensi makanan jajanan yang paling sering dikonsumsi adalah kelompok produk ekstruksi dengan rata-rata frekuensi konsumsi 25.9 ± 11.9 kali/minggu. Kontribusi zat gizi tertinggi dari makanan jajanan yaitu kalsium (36%). Hal tersebut disebabkan makanan jajanan yang paling sering dikonsumsi oleh contoh adalah kelompok ekstruksi yang mengandung banyak kalsium. Selain itu, kontribusi zat gizi lainnya dari makanan jajanan terhadap angka kecukupan gizi contoh antara lain energi (31%), protein (19%), zat besi (35%), dan vitamin C (31%). Kontribusi zat gizi terendah dari makanan jajanan adalah vitamin A (5%) yang diduga disebabkan oleh kurangnya contoh dalam mengonsumsi makanan jajanan yang terbuat dari pangan hewani. Rata-rata konsumsi energi dan protein contoh adalah 1165 kkal dan 30 gram. Sebagian besar contoh mengalami defisit berat, baik energi (56.6%) maupun protein (47.8%). Rata-rata konsumsi zat gizi mikro masih berada di bawah angka kecukupannnya kecuali vitamin A. Tingkat kecukupan zat gizi mikro sebagian besar contoh tergolong dalam kategori kurang kecuali tingkat kecukupan vitamin A. Status gizi contoh beragam berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur (TB/U) dan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U). Berdasarkan indikator TB/U diperoleh sebaran status gizi contoh antara lain 55.7% normal, 43.4% pendek, dan 0.9% tinggi. Sebagian besar contoh berstatus gizi normal menurut IMT/U (76.1%) dan sisanya menyebar pada status gizi sangat kurus (8.8%), kurus (8.8%), gemuk (5.3%), dan obesitas (0.9%). Hasil uji korelasi yang dilakukan menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara variabel-variabel yang diuji (p>0.05) yang berarti tidak terdapat hubungan antara kebiasaan jajan contoh dengan pengetahuan gizi ibu contoh, dan pengetahuan gizi ibu contoh dengan status gizi contoh baik menurut TB/U maupun IMT/U, kebiasaan jajan dengan status gizi contoh menurut TB/U maupun IMT/U, kebiasaan sarapan dengan kebiasaan jajan contoh, pengetahuan gizi ibu dengan kebiasaan sarapan contoh, dan pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi ibu contoh.
PENGETAHUAN GIZI IBU DAN KEBIASAAN JAJAN SISWA SERTA KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI CIPICUNG 01 KECAMATAN CIJERUK KABUPATEN BOGOR
EKO GUNAWAN
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul
:
Pengetahuan Gizi Ibu dan Kebiasaan Jajan Siswa serta Kaitannya dengan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar Negeri Cipicung 01 Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor
Nama
:
Eko Gunawan
NIM
:
I14080101
Menyetujui : Dosen Pembimbing
drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD NIP 19640731 199003 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Disetujui :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wata’ala atas segala nikmat dan karunia yang senantiasa dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam serta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada : 1. drh. M. Rizal Damanik, MRepSc, PhD selaku dosen Pembimbing Skripsi dan Dr. Ir. Drajat Martianto, Msi selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sejak awal hingga terselesaikannya skripsi ini. 2. Leily Amalia Furkon, S.TP, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan penguji atas saran, masukan, dan arahannya kepada penulis. 3. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti M.Kes atas saran, masukan, dan arahannya kepada penulis. 4. Keluarga tercinta (bapak, ibu, dan saudara) atas dukungan moril, materil, cinta serta kasih sayangnya. 5. Nining Tyas Tri Atmaja S.Gz atas dukungan moril, materil, motivasi serta kasih sayangnya. 6. Teman satu bimbingan: Ahmad Soleman, Indah Yuliyanti, Kartika W, Ika Meilaty, dan Oktavianus Para Endro atas semangat dan kerjasamanya. 7. Saudara-saudara anggota CSS MoRA (Community of Santri Scholar of Ministry of Religion Affair) IPB. 8. SAMEFA family, keluarga di Bogor (Saidong, Adi, Mumtaz, Fendry, Agus) serta teman-teman Patriot CSS MoRA IPB lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas canda tawa, semangat, dan motivasi dalam pembuatan skripsi. 9. Kepala Sekolah serta guru-guru di SDN Cipicung 01 yang telah memberikan izin, sarana, dan kesempatan bagi penulis sehingga proses penelitian berjalan dengan lancar. 10. Adik-adik kelas 3, 4, dan 5 SDN Cipicung 01 beserta orang tua yang telah bersedia berpartisipasi pada penelitian ini. 11. Soleman, Azni, Sensen, dan Tami yang telah menjadi pembahas dalam seminar hasil penelitian ini.
viii
12. Teman-teman Gizi Masyarakat 45, adik kelas 46-49, kakak kelas 42-44 dan teman-teman yang selama ini telah mendukung penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan bagi penyempurnaan skripsi penelitian ini.
Bogor, Desember 2012
Eko Gunawan
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 11 Septemer 1989. Penulis merupakan anak ke sembilan dari sepuluh bersaudara dari Bapak H. Arwani (alm.) dan Ibu Hj. Munayah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Bojong Sapi yang sekarang telah berganti nama menjadi SDN II Cibugel pada tahun 2001. Pendidikan menengah pertama dilanjutkan penulis di SMPN 1 Cisoka hingga tahun 2004 dan melanjutkan pendidikan menengah atas di Pondok Pesantren Daar El-Qolam hingga tahun 2008. Penulis melanjutkan perkuliahan di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Kementerian Agama RI. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah mengikuti klub keprofesian yang ada di departemen gizi masyarakat, yaitu Creative Learning Club (CLC) dan berpartisipasi dalam kegiatan klub peduli pangan dan gizi. Selain itu, penulis juga aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia dan di CSS MoRA (Community of Santri Scholar of Ministry of Religion Affair) IPB yang merupakan organisasi mahasiswa peserta Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB).
Penulis juga ikut terlibat dalam berbagai kepanitiaan di lingkup
departemen, fakultas, maupun institusi. Pada bulan Juli-Agustus 2011 penulis mengikuti Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Kasimpar, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara. Internship Dietetika penulis dilakukan pada bulan Februari-April 2012 di Rumah Sakit Kanker Dharmais untuk mendalami Penyakit Dalam, Penyakit pada Anak, dan Bedah.
DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI ........................................................................................................ x DAFTAR TABEL ................................................................................................xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xiv PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 Tujuan .............................................................................................................. 2 Tujuan Umum ............................................................................................... 2 Tujuan Khusus ............................................................................................. 2 Hipotesis .......................................................................................................... 2 Kegunaan......................................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4 Siswa Sekolah Dasar ....................................................................................... 4 Uang Saku ....................................................................................................... 4 Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga ............................................................. 5 Pendidikan.................................................................................................... 5 Pekerjaan ..................................................................................................... 5 Pendapatan .................................................................................................. 6 Besar Keluarga ............................................................................................. 7 Karakteristik Ibu ............................................................................................... 8 Umur ............................................................................................................ 8 Pendidikan.................................................................................................... 8 Pekerjaan ..................................................................................................... 9 Pengetahuan Gizi ......................................................................................... 9 Sarapan dan Jajan ......................................................................................... 10 Kebiasaan Sarapan .................................................................................... 10 Kebiasaan Jajan ......................................................................................... 11 Makanan Jajanan ....................................................................................... 11 Konsumsi Pangan .......................................................................................... 13 Penilaian Konsumsi Pangan........................................................................... 13 Recall 24 Jam ............................................................................................. 13 Food Frequency Questionaire (FFQ) .......................................................... 14 Kecukupan Gizi .............................................................................................. 15 Angka Kecukupan Gizi ............................................................................... 15 Energi ......................................................................................................... 15 Protein ........................................................................................................ 16 Besi (Fe) ..................................................................................................... 17 Kalsium ...................................................................................................... 17 Vitamin A .................................................................................................... 18 Vitamin C .................................................................................................... 20 Status Gizi...................................................................................................... 20 Penilaian Status Gizi pada Anak .................................................................... 22 Antropometri ............................................................................................... 22 Pengukuran Berat Badan ........................................................................... 22 Pengukuran Tinggi Badan .......................................................................... 23 Hubungan antara Pengetahuan Gizi Ibu, Kebiasaan Jajan, dan Status Gizi Anak............................................................................................................... 23
xi
KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................. 25 METODE ........................................................................................................... 27 Desain, Tempat, dan Waktu ........................................................................... 27 Jumlah dan Cara Penarikan Contoh............................................................... 27 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................................ 28 Pengolahan dan Analisis Data ....................................................................... 29 Definisi Operasional ....................................................................................... 35 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 37 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................... 37 Karakteristik Contoh ....................................................................................... 38 Jenis Kelamin ............................................................................................. 38 Usia ............................................................................................................ 39 Uang Saku.................................................................................................. 39 Karakteristik Keluarga Contoh ........................................................................ 40 Usia Orang Tua ......................................................................................... 40 Pendidikan Orang Tua ................................................................................ 41 Pekerjaan Orang Tua ................................................................................. 42 Pendapatan Keluarga ................................................................................. 43 Besar Keluarga .......................................................................................... 44 Pengetahuan Gizi Ibu Contoh ........................................................................ 45 Konsumsi Pangan .......................................................................................... 46 Jenis Sarapan ............................................................................................ 46 Kebiasaan Sarapan .................................................................................... 47 Tempat sarapan ......................................................................................... 48 Orang yang Membuatkan Sarapan ............................................................. 49 Kebiasaan Jajan ......................................................................................... 50 Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan ...................................................... 51 Kontribusi Makanan Jajanan terhadap AKG ............................................... 53 Asupan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi .................................................... 54 Status Gizi Contoh ......................................................................................... 57 Hubungan Berbagai Variabel ......................................................................... 58 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 61 Kesimpulan .................................................................................................... 61 Saran ............................................................................................................. 62 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 64 LAMPIRAN........................................................................................................ 71
xii
DAFTAR TABEL Hal 1
Angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan untuk anak usia 7-9 tahun serta pria dan wanita usia 10-15 tahun ................................................................ 15
2
Kategori status gizi anak .............................................................................. 21
3
Peubah, alat, dan cara pengumpulan serta skala pengukuran yang digunakan ................................................................................................... 28
4
Kategori peubah .......................................................................................... 33
5
Sebaran contoh menurut jenis kelamin ........................................................ 38
6
Sebaran contoh menurut usia (tahun) .......................................................... 39
7
Sebaran contoh menurut besarnya uang saku ............................................. 40
8
Sebaran contoh menurut usia orang tua ...................................................... 41
9
Sebaran contoh menurut pendidikan orang tua............................................ 42
10 Sebaran contoh menurut pekerjaan orang tua ............................................. 43 11 Sebaran keluarga contoh menurut pendapatan per kapita ........................... 43 12 Sebaran contoh menurut jumlah anggota keluarga ...................................... 44 13 Sebaran ibu contoh yang menjawab pertanyaan dengan benar ................... 45 14 Sebaran contoh menurut kategori pengetahuan gizi ibu .............................. 46 15 Sebaran contoh menurut jenis sarapan........................................................ 47 16 Sebaran contoh menurut kebiasaan sarapan ............................................... 48 17 Sebaran contoh menurut tempat sarapan .................................................... 49 18 Sebaran contoh menurut sumber sarapan ................................................... 49 19 Sebaran contoh menurut kebiasaan jajan .................................................... 50 20 Frekuensi konsumsi makanan jajanan ......................................................... 52 21 Kontribusi makanan jajanan terhadap angka kecukupan zat gizi ................. 53 22 Rataan konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh............ 54 23 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan energi dan protein ................... 56 24 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan mineral dan vitamin................. 56 25 Sebaran status gizi contoh ........................................................................... 58
DAFTAR GAMBAR Hal 1 Kerangka Pemikiran ....................................................................................... 26 2 Sebaran Contoh berdasarkan Alasan Jajan .................................................... 51
DAFTAR LAMPIRAN Hal 1 Hubungan antar Variabel ................................................................................ 72 2 Kuesioner Penelitian ....................................................................................... 73 3 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian ..................................... 82 4 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ........................................................ 84
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya manusia yang berkualitas dapat dibentuk dari generasi yang sehat dan cerdas baik secara intelegensia maupun emosi dan spiritualnya. Menurut Khomsan (2004) mencetak generasi yang sehat dan cerdas harus dimulai sejak anak dalam janin sampai remaja. Dalam hal ini anak sekolah merupakan sasaran strategis dari peningkatan gizi masyarakat. Sebagai usaha memenuhi peningkatan gizi tersebut perlu adanya pengetahuan tentang pemenuhan gizi termasuk tentang asupan gizi dari kebiasaan jajan kepada keluarga khususnya ibu. Asupan gizi yang cukup sangat berpengaruh terhadap status gizi dan kesehatan anak. Seseorang yang kurang gizi maupun gizi berlebih cenderung lebih rentan terhadap penyakit dan memiliki respon yang lamban. Hal tersebut menyebabkan terganggunya proses peningkatan kualitas anak sekolah. Anak sekolah siswa yang menjadi sasaran pada penelitian ini adalah anak sekolah dasar. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pola makan siswa sekolah dasar adalah kebiasaaan jajan. Hal tersebut berdasarkan pada kecenderungan anak-anak terhadap makanan jajanan lebih besar daripada makanan biasa. Menurut hasil penelitian Syarifah (2010) yang dilakukan pada salah satu sekolah dasar negeri di Kabupaten Bogor menyebutkan bahwa kontribusi makanan jajanan terhadap konsumsi sehari siswa sebesar 30% energi dan 22,3% protein. Namun kebiasaan makan jajanan tersebut juga sangat rentan terhadap kesehatan anak terutama berkaitan dengan keamanan makanan jajanan dan pola makan siswa. Kebiasaan makan jajanan juga menyebabkan anak cenderung tidak suka dan meninggalkan makan di rumah. Pola makan yang kurang baik tersebut dapat berpengaruh terhadap status gizi anak. Pemilihan pangan jajanan anak dapat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga salah satunya pengetahuan gizi ibu. Ketidaktahuan tentang bahan makanan dapat menyebabkan pemilihan makanan yang salah dan tingkat pengetahuan gizi ibu yang rendah juga akan menyebabkan sikap acuh ibu terhadap pangan jajanan yang dikonsumsi anak. Oleh karena itu, dilakukan penelitian tentang pengetahuan gizi ibu dan kebiasaan jajan dan kaitannya
2
terhadap status gizi siswa di Sekolah Dasar Negeri Cipicung 01 di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Tujuan Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan mempelajari kaitan antara pengetahuan gizi ibu dan kebiasaan jajan dengan status gizi siswa Sekolah Dasar Negeri Cipicung 01 di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mengidentifikasi karakteristik contoh. 2. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh. 3. Mengidentifikasi pengetahuan gizi ibu contoh. 4. Mengidentifikasi kebiasaan sarapan dan jajan contoh. 5. Mengidentifikasi kontribusi makanan jajanan contoh terhadap angka kecukupan gizi contoh. 6. Mengidentifikasi asupan dan tingkat kecukupan zat gizi contoh. 7. Mengidentifikasi status gizi contoh. 8. Menganalisis hubungan antara berbagai variabel. Hipotesis 1. Ada hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi siswa Sekolah Dasar Negeri Cipicung 01 di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. 2. Ada hubungan kebiasaan jajan dengan status gizi siswa Sekolah Dasar Negeri Cipicung 01 di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. 3. Ada hubungan pengetahuan gizi ibu dengan kebiasaan jajan siswa Sekolah Dasar Negeri Cipicung 01 di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Kegunaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi mengenai keterkaitan pengetahuan gizi ibu dan kebiasaan makan jajanan terhadap status gizi siswa SD. Dengan demikian dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi orang tua, pendidik, serta pengambilan kebijakan dalam upaya pengawasan jajanan makanan siswa sekolah dasar. Hasil penelitian ini
3
juga diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pelaksanaan edukasi gizi lanjutan dari program Ajinomoto IPB Nutrition Program (AINP) yang berjudul “Peningkatan Status Gizi dan Kesehatan Anak Sekolah melalui Peningkatan Mutu dan Keamanan Makanan Jajanan Kantin” yang akan dilakukan di lokasi penelitian. Bagi perguruan tinggi diharapkan juga sebagai perwujudan
Tri
Dharma
Perguruan
Tinggi
yang
pengembangan penelitian dan pengabdian masyarakat.
meliputi
pendidikan,
TINJAUAN PUSTAKA Siswa Sekolah Dasar Anak usia sekolah (AUS) adalah anak yang berusia 6 sampai 12 tahun. Menurut Hurlock (1999) masa ini sebagai akhir masa kanak-kanak (late chilhood) yang berlangsung dari usia enam tahun sampai anak menjadi matang secara seksual, yaitu 13 tahun bagi perempuan dan 14 tahun bagi laki-laki. Namun secara umum anak usia sekolah adalah anak yang masuk Sekolah Dasar (SD). Anak SD dibagi menjadi dua bagian, yaitu kelas rendah yang berumur 6-9 tahun dan kelas tinggi yang berumur 10-12 tahun. Menurut Kemendiknas (2010) usia sekolah dasar adalah usia seorang anak mengikuti jenjang pendidikan formal paling dasar dan setiap Warga Negara Indonesia berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni Sekolah Dasar (atau sederajat) enam tahun dan Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat) tiga tahun. Seiring dengan masuknya anak ke sekolah dasar maka kemampuan kognitifnya turut mengalami perkembangan yang pesat. Hal tersebut didukung oleh dunia dan minat anak yang bertambah luas di lingkungan sekolah sehingga bertambah pula pengertian tentang manusia dan objek-objek yang sebelumnya dirasakan kurang berarti bagi anak. Pikiran anak usia sekolah berkembang secara berangsur-angsur dalam keadaan normal. Daya pikir anak masih pada masa sebelumnya bersifat imajinatif dan egosentris, sedangkan pada usia sekolah dasar ini daya pikir anak berkembang ke arah berpikir konkrit, rasional, dan objektif. Daya ingatannya menjadi sangat kuat sehingga anak benar-benar dalam suatu stadium belajar (Desmita 2009). Uang Saku Uang jajan merupakan bagian dari alokasi pendapatan keluarga yang diberikan pada anak untuk keperluan makan jajanan. Menurut Napitu (1994) yang diacu dalam Stevanie (2011) pemberian uang jajan menjadi suatu kebiasaan sehingga anak dapat belajar bertanggung jawab untuk mengelola uang jajan yang dimiliki. Hasil penelitian Stevanie (2011) yang dilakukan di salah satu sekolah dasar di kota Bogor menunjukkan bahwa sebagian besar siswa (52%) memiliki besar uang saku sebesar
5
siswa sekolah dasar di Kabupaten Bogor mengalokasikan uang saku yang diberikan oleh orang tuaya untuk membeli jajan. Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Pendidikan Tingkat pendidikan akan sangat mempengaruhi cara, pola pikir, dan kerangka
pikir,
persepsi,
pemahaman,
dan
kepribadian
yang
nantinya
merupakan bekal dalam berkomunikasi. Oleh sebab itu, tingkat pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pola konsumsi antar keluarga. Pendidikan yang tinggi akan memberikan peluang yang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan yang baik. Menurut Suhardjo et al. (1988), makin tinggi tingkat pendidikan yang diperoleh maka kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik juga semakin besar sehingga akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh oleh seseorang. Menurut Fikawati & Syafiq (2007) yang diacu dalam Stevanie (2011) berdasarkan kepentingan keluarga, pendidikan amat diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga dan dapat mengambil tindakan secepatnya. Selain itu, pengetahuan dan pendidikan formal serta keikutsertaan dalam pendidikan non formal dari orang tua dan anak-anak sangat dalam menentukan status kesehatan, fertilitas, dan status gizi keluarga seperti halnya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana (Sukarni 1989). Pekerjaan Besarnya pendapatan yang diterima oleh seseorang akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan (Suhardjo 1989). Pekerjaan seseorang akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas makanan. Hal ini karena pekerjaan akan menentukan pendapatan yang dihasilkan. Pendapatan ini akan digunakan salah satunya untuk membeli makanan. Tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap jenis pekerjaan. Menurut Fikawati & Syafiq (2007) yang diacu dalam Stevanie (2011) bahwa semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang maka peluang untuk memperoleh pekerjaan akan semakin besar. Tingkat konsumsi pangan pada skala keluarga ditentukan olah adanya pangan yang cukup, yang dipengaruhi oleh kemampuan keluarga untuk memperoleh bahan pangan yang diperlukan. Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor
6
yang paling menentukan tentang kuantitas dan kualitas makanan (Sukandar 2007). Pendapatan Martianto dan Ariani (2004) dalam Aprilian (2010) menyebutkan bahwa tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya. Berdasarkan Hukum Bennet, semakin tinggi pendapatan maka kualitas bahan pangan yang dikonsumsi semakin baik pula. Hal tersebut tercermin dari perubahan pembelian bahan pangan yang harganya murah menjadi bahan pangan yang harganya lebih mahal dengan kualitas yang lebih baik. Rendahnya pendapatan yang dimiliki seseorang biasanya akan mengakibatkan terjadinya perubahan kebiasaan makan yang tercermin dari pengurangan frekuensi makan (< tiga kali makan). Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Winarno (1993) menyebutkan, tingkat ekonomi (pendapatan) yang rendah dapat mempengaruhi pola makan. Pemenuhan kebutuhan pangan sebagian besar dipenuhi dengan mengonsumsi pangan sumber karbohidrat lebih banyak yang disebabkan harga pangan tersebut lebih murah dibandingkan pangan sumber zat gizi lain. Keluarga dengan pendapatan terbatas akan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya. Tingginya tingkat pendapatan cenderung diikuti dengan tingginya jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Tingginya pendapatan akan mencerminkan kemampuan untuk membeli bahan pangan. Soekirman (2000) menyebutkan secara teoritis terdapat hubungan positif antara pendapatan dengan jumlah permintaan pangan sehingga konsumsi makanan baik jumlah maupun mutunya dipengaruhi oleh pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga. Pendapatan keluarga juga tergantung pada jenis pekerjaan suami dan anggota keluarga lainnya. Pendapatan keluarga akan menentukan alokasi pengeluaran pangan dan non pangan sehingga apabila pendapatan keluarga rendah maka akan mengakibatkan penurunan daya beli (Firlie 2001). Penurunan daya beli pada skala keluarga akan menurunkan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan serta aksesibilitas pelayanan kesehatan terutama bagi warga kelas ekonomi ke bawah. Hal ini akan berdampak negatif terhadap kesehatan anak yang rentan terhadap
7
gangguan kesehatan dan gizi (Sukandar 2007). Apabila penghasilan keluarga meningkat, biasanya penyediaan lauk pauk meningkat mutunya. Golongan ekonomi kuat cenderung boros dan konsumsinya melampaui kebutuhan seharihari akibatnya berat badan terus menerus bertambah dan beberapa penyakit karena kelebihan gizi sering ditemukan (Sukandar 2007). Jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh keluarga dipengaruhi juga oleh status ekonomi. Salah satu ukuran status ekonomi adalah pendapatan per kapita yang berarti tingkat pendapatan total yang diterima oleh keluarga atau pengeluaran total keluarga dibagi jumlah anggota keluarga. Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumber daya yang sama. Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu. Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan (Sukandar 2007). Menurut Hurlock (2004) membagi keluarga menjadi tiga kategori berdasarkan jumlah anggota keluarga, yaitu besar (> 7 orang), sedang (5-7 orang), dan kecil (<4 orang). Menurut Suhardjo (1989) jumlah anggota keluarga mempunyai andil dalam permasalahan gizi. Keluarga yang memiliki anggota keluarga yang jumlahnya banyak akan berusaha membagi makanan yang terbatas sehingga makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan masing-masing anggota keluarga. Besar keluarga akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga. Hal ini disebabkan oleh besar keluarga akan mempengaruhi konsumsi zat gizi di dalam satu keluarga. Anak-anak yang sedang tumbuh dari suatu keluarga miskin adalah yang paling rawan terhadap gizi kurang di antara semua anggota keluarga, anak yang paling kecil biasanya yang paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Situasi semacam ini sering terjadi sebab seandainya besar keluarga bertambah maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sedang tumbuh memerlukan pangan yang relatif lebih tinggi daripada golongan yang lebih tua. Kurang energi protein berat akan sedikit dijumpai apabila jumlah anggota keluarganya lebih kecil (Suhardjo 1989).
8
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya apabila yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo 1989). Karakteristik Ibu Umur Orang tua muda terutama ibu, cenderung kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengasuh anak sehingga umumnya mereka mengasuh dan merawat anak menggunakan pengalaman orang terdahulu. Dengan demikian pengasuhan gizi terhadap anak berdasarkan yang pengalaman dan diperoleh dari orang tua mereka. Selain itu pada umumnya orang tua muda lebih mendahulukan
kepentingannya
sendiri
dibandingkan kewajibannya
untuk
mengasuh dan mengurus anak. Hal ini menyebabkan secara kualitas dan kuantitas pengasuhan yang dilakukan kurang terpenuhi. Sebaliknya orang tua yang berumur lebih cenderung untuk melaksanakan kewajibannya dalam mengasuh anak semaksimal mungkin dan sepenuh hati (Hurlock 1998). Menurut Ghozaly (2011), umur orang tua contoh dapat dikelompokkan ke dalam usia dewasa muda (20-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir atau usia lanjut (>60 tahun). Pendidikan Salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi keluarga adalah pendidikan orang tua terutama ibu. Pendidikan ibu adalah faktor yang sangat penting dalam proses tumbuh kembang anak. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah dalam menerima pesan dan informasi gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006). Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak karena tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap tingkat pemahamannya terhadap perawatan kesehatan, hygiene, dan kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarga (Madanijah 2003).
9
Tingkat
pendidikan,
khususnya
tingkat
pendidikan
wanita
dapat
mempengaruhi derajat kesehatan. Hasil penelitian Stevanie (2011) yang dilakukan di salah satu sekolah dasar di kota Bogor menunjukkan bahwa sebagian besar persentase pendidikan ibu siswa adalah pada tingkat SD (36%). Adapun hasil Riskedas 2010 menunjukkan bahwa masih ada seorang ibu siswa yang tidak bersekolah (Depkes RI 2010). Hasil analisis lanjut yang dilakukan oleh Salimar (2010) menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan ibu minimal SLTP. Pekerjaan Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan tentang kualitas dan kuantitas makanan. Pendapatan yang meningkat berpengaruh terhadap perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi hampir berlaku umum pada semua tingkat pendapatan. Rendahnya pendapatan dan rendahnya daya beli tidak memungkinkan untuk mengatasi kebiasaan makan dan cara-cara tertentu yang menghalangi perbaikan gizi yang efektif, terutama untuk anak-anak (Suhardjo 1988). Pengetahuan Gizi Pengetahuan
gizi
merupakan
aspek
kognitif
yang
menunjukkan
pemahaman responden tentang ilmu gizi, jenis zat gizi, serta interaksinya terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi merupakan landasan yang penting dalam menentukan konsumsi makanan (Khomsan 2000). Pengetahuan gizi merupakan prasyarat penting untuk terjadinya perubahan sikap, persepsi, dan perilaku gizi. Pengetahuan gizi dapat diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, kerabat, dan sebagainya. Pengetahuan juga merupakan
hal
yang
mempengaruhi
seseorang
dalam
memilih
dan
mengonsumsi makanan. Semakin baik pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin memperhatikan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsinya (Khomsan dkk 2009). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan
10
gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Irawati, Damanhuri, dan Fachrurrozi 1992). Pengetahuan tentang gizi yang harus dimiliki masyarakat antara lain kebutuhan-kebutuhan gizi bagi tubuh (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral). Menurut Notoatmodjo (2005) masyarakat juga harus mengetahui jenisjenis makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh, baik secara kualitatif dan kuantitatif, akibat atau penyakit-penyakit yang disebabkan kekurangan gizi dan sebagainya. Pada umumnya penyelenggaraan makanan dalam rumah tangga sehari-hari dikoordinir oleh ibu. Ibu yang mempunyai pengetahuan gizi dan berkesadaran gizi yang tinggi akan melatih kebiasaan makan yang sehat sedini mungkin kepada semua putra-putrinya. Ibu merupakan guru pertama bagi anak. Oleh karena itu ibu harus mengajarkan pola makan yang beragam dan seimbang sejak dini. Suhardjo et al. (1988), menyatakan bahwa terdapat tiga kenyataan yang mendasari pentingnya pengetahuan gizi: 1) Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan, 2) Setiap orang hanya akan cukup gizi apabila makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan, dan energi, dan 3) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi. Pengetahuan tentang gizi dan makanan yang harus dikonsumsi agar tetap sehat, merupakan faktor penentu kesehatan seseorang. Sarapan dan Jajan Kebiasaan Sarapan Kebiasaan makan merupakan istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makan dan makanan seperti frekuensi makan, jenis makanan, kepercayaan terhadap makanan (pantangan), preferensi terhadap makanan dan cara pemilihan makanan (Suhardjo 1989). Kebiasaan makan pada anak usia sekolah tergantung pada kehidupan sosial di sekolah. Anak usia sekolah cenderung lebih menyukai makan secara bersamaan dengan teman sekolahnya. Kadang-kadang anak malas makan di rumah, hal ini disebabkan akibat stres atau sakit (Hidayat dan Alimul 2004). Kebiasaan makan anak yang dianalisis pada penelitian ini adalah kebiasaan sarapan dan jajan.
11
Sarapan akan menyumbangkan gizi sekitar 25% kebutuhan gizi ideal (Khomsan 2005), sedangkan menurut Depkes (1995) sarapan pagi sebaiknya menyediakan 20- 30% kebutuhan gizi sehari. Oleh karena itu, kebiasaan sarapan yang baik perlu dibiasakan terhadap anak sekolah agar bekal kebutuhan gizi sebelum aktifitas atau belajar di sekolah dapat terpenuhi. Terdapat beberapa manfaat sarapan, antara lain yaitu sarapan menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah sehingga gairah dan kosentrasi belajar di sekolah menjadi lebih baik dan berdampak positif terhadap prestasi akademik di sekolah, sarapan dapat memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin, mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk proses fisiologis dalam tubuh (Khomsan 2005), dan sarapan pagi bermanfaat untuk memelihara ketahanan fisik dan meningkatkan produktivitas kerja (Depkes 1995). Selain itu, hidangan saat sarapan pagi sebaiknya terdiri dari makanan sumber zat tenaga, sumber zat pembangun, dan sumber zat pengatur dalam jumlah yang seimbang (Depkes 1995). Kebiasaan Jajan Kebiasaan jajan adalah salah satu bentuk kebiasaan makan. Faktorfaktor yang mempengaruhi persepsi orang atas makanan adalah penampakkan, rasa, lingkungan, mutu makanan, dan selera. Aspek negatif dari jajan yang terlalu sering yaitu dapat mengurangi nafsu makan anak di rumah (Khomsan 2002). Kebiasaan jajan anak sekolah sering kali tidak memperhatikan aspek gizi dan higienitas. Unsur keamanan pangan belum mendapat cukup perhatian dari masyarakat. Hal ini terkait erat dengan tingkat pendidikan dan ekonomi penduduk Indonesia yang masih rendah (Khomsan 2004). Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan jajanan anak sekolah. Hasil penelitian Yasmin dan Madanijah (2009) terhadap siswa Sekolah Dasar Negeri Lawanggintung Bogor menunjukkan bahwa kebiasaan jajan anak sekolah tidak berhubungan dengan jenis kelamin, usia, dan pengetahuan gizi siswa. Makanan Jajanan Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No
942/MENKES/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa
12
boga, rumah makan atau restoran, dan hotel (Depkes RI 2003). Pangan jajanan umumnya dijual untuk langsung dikonsumsi tanpa proses penanganan atau pengolahan lebih lanjut. Untuk beberapa pangan jajanan, tahapan akhir pengolahannya dilakukan di tempat penjualan. Peranan pangan jajanan di Indonesia sangat strategis dan mudah dijumpai di lingkungan sekitar sekolah, serta pada umumnya rutin dikonsumsi oleh sebagian besar anak usia sekolah. Dari hasil Survei Ekonomi Sosial Nasional (SUSENAS) 2004 menunjukkan bahwa pengeluaran keluarga untuk pangan jajanan di Indonesia mencapai 18.84% perkapita per minggu dari total makanan dan minuman atau 10.36% dari total pengeluaran keluarga (BPS 2004). Kontribusi pangan jajanan terhadap pemenuhan gizi juga dilaporkan cukup penting, misalnya rata-rata kebutuhan energi dan protein murid SD dapat terpenuhi olah pangan jajanan hingga sekitar 36% untuk energi dan 30% untuk protein (Komalasari 1991). Makanan jajanan yang biasa dikonsumsi anak bermacam-macam. Berdasarkan penelitian Suci (2009), siomay merupakan makanan jajanan yang paling disukai (46.5%) oleh murid SD di Jakarta dengan alasan rasa siomay yang enak. Beberapa makanan favorit yang sering dibeli oleh sebagian murid SD di Jakarta antara lain batagor (41.3%), es krim (31%), es sirop (25%), cakwe (26%), dan nasi uduk (25%). Siswa SD dapat membeli pangan jajanan baik di kantin sekolah, penjaja makanan di dalam pagar sekolah, dan penjaja makanan di luar pagar sekolah. Hampir seluruh responden, yaitu sebagian murid SD di Jakarta, pernah berkunjung ke kantin sekolah (98%). Sekitar 68% resonden menyatakan pernah mengunjungi penjaja makanan di luar pagar sekolah dan 48% menyatakan pernah mengunjungi penjaja makanan di dalam pagar sekolah. Kontribusi makanan jajanan sebaiknya tidak dihilangkan dari konsumsi harian karena memberikan sumbangan yang cukup berarti. Hasil penelitian Yasmin dan Madanijah (2010) menyatakan bahwa rata-rata konsumsi makanan jajanan siswa SD sudah melebihi 20% energi, yaitu sebesar 426 kkal. Makanan jajanan siswa memberikan kontribusi terhadap total konsumsi masing-masing sebesar 26% energi, 18.7% protein, 22.9% lemak, 20% zat besi, 19.1% vitamin A, dan 24.8% vitamin C. Konsumsi makanan jajanan memberikan kontribusi lebih dari sepertiga rata-rata energi, vitamin dan mineral. Makanan jajanan kurang mengandung densitas gizi daripada makanan utama. Makanan non-basic menyumbang lebih banyak energi daripada lima kelompok makanan dasar
13
(Bremner et al. 1990). Kebiasaan menyediakan makanan camilan di rumah secara berlebihan dan kurangnya aktivitas fisik karena rajin menonton televisi atau bermain games dapat memberikan kontribusi terhadap munculnya kegemukan (Khomsan 2004). Konsumsi Pangan Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Definisi ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi, kedua informasi ini (jenis dan jumlah pangan) merupakan hal yang penting. Batasan ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau berdasarkan aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Pangan sebagai sumber berbagai zat gizi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi setiap hari (Kusharto dan Sa’diyyah 2007 yang diacu dalam Rizki 2010). Penilaian Konsumsi Pangan Menurut Gibson (2005) penilaian konsumsi pangan individu dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penilaian secara kuantitatif terdiri atas food record dan recall. Metode kuantitatif didesain untuk mengukur kuantitas konsumsi pangan individu selama periode satu hari. Penambahan jumlah hari yang diukur akan dapat memperkirakan kebiasaan intake individu. Metode penilaian secara kualitatif salah satunya adalah Food Frequency Questionnaire. Recall 24 Jam Metode kuantitatif yang sering digunakan dalam penilaian konsumsi pangan individu salah satunya adalah metode mengingat kembali atau recall 24 jam. Hal ini disebabkan metode ini cukup akurat, cepat pelaksanaannya, murah, mudah, dan tidak memerlukan peralatan yang mahal dan rumit. Prinsip metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu (Supariasa et al. 2001). Meskipun demikian diperlukan orang yang ahli untuk dapat melakukannya, karena metode ini mengandalkan ingatan responden. Disamping itu diperlukan ketepatan menyampaikan ukuran rumah tangga (URT) dari pangan yang telah dikonsumsi oleh responden, serta ketepatan pewawancara untuk menggali semua makanan
14
dan minuman yang dikonsumsi responden beserta ukuran rumah tangga (URT). Recall konsumsi gizi atau pangan memiliki unit analisis terkecil selama 24 jam atau sehari. Jangka waktu minimal yang dibutuhkan untuk recall adalah satu hari (dalam kondisi variasi konsumsi pangan dari hari ke hari tidak beragam) dan maksimal tujuh hari (Widajanti 2009). Metode recall 24 jam memiliki kelebihan dan kelemahan. Metode recall 24 jam memiliki kelebihan diantaranya adalah: (1) pelaksanaanya mudah dan tidak membebani responden, (2) biaya relatif murah, (3) cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden, (4) dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu, sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari (Supariasa et al. 2001). Recall 24 jam mempunyai kelemahan, antara lain tidak selalu menunjukkan pola makan harian kerena umumnya pola makan tiap hari bervariasi, responden dapat memberikan informasi overreport atau underreport, memori responden terbatas sehingga informasi yang diperoleh tidak akurat (Nelms et al. 2011). Food Frequency Questionaire (FFQ) Kuesioner ini digunakan untuk meranking orang berdasarkan besaran asupan zat gizi, tetapi tidak dirancang untuk memperkirakan asupan secara absolut. Untuk memperoleh asupan zat gizi secara relatif atau mutlak, kebanyakan FFQ sering dilengkapi dengan ukuran khas setiap porsi dan jenis makanan. Oleh karena itu, FFQ tidak jarang ditulis sebagai riwayat pangan semi kuantitatif (Arisman 2004). FFQ sering digunakan dalam studi epidemiologi hubungan antara kebiasaan makan dan penyakit (Kesse et al. 2001 dalam Gibson 2005). Kuesioner FFQ terdiri atas daftar makanan dan berhubungan dengan sekelompok frekuensi penggunaan pangan. Daftar makanan fokus pada kelompok pangan spesifik. Kategori frekuensi dapat harian, mingguan, bulanan, atau tahunan. Metode ini mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan metode ini adalah tidak mahal dan cepat. Kekurangan metode ini meliputi respon responden kurang, daftar makanan yang disediakan tidak lengkap (Nelms et al. 2011), dan hanya menghasilkan data yang bersifat kualitatif (Arisman 2004).
15
Kecukupan Gizi Angka Kecukupan Gizi Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua penduduk menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu, seperti kehamilan dan menyusui (Riyadi 2006). Berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, kecukupan zat gizi anak yang berusia 7-9 tahun serta pria dan wanita usia 10-15 tahun adalah disajikan pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan untuk anak usia 7-9 tahun serta pria dan wanita usia 10-15 tahun Zat Gizi d d b b c Kategori umur Energia Proteina Cad P (mg) Fe Vit A Vit B12 Vit C (kkal) (gram) (mg) (mg) (RE) (mg) (mg) Anak (7-9 1800 45 500 400 10 500 0.9 45 tahun) Laki-laki (10- 2050 50 700 500 13 600 1 50 12 tahun) Perempuan 2050 50 700 450 20 600 1 50 (10-12 tahun) Laki-laki (13- 2400 64 700 450 14 500 1 50 15 tahun) Perempuan 2100 62 700 450 19 500 1 60 (13-15 tahun) a b Sumber: ( Hardinsyah & Tambunan 2004; Muhilal & Sulaeman 2004; c d Setiawan & Rahayuningsih 2004; Kartono & Soekatri 2004)
Energi Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu, dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi, dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (IOM 2002 diacu dalam Hardinsyah dan Tambunan 2004). Pangan sumber energi adalah pangan sumber lemak, karbohidrat, dan protein. Pangan sumber energi yang kaya lemak antara lain lemak/gajih dan minyak, buah berlemak (alpokat), biji berminyak (biji wijen, bunga matahari, dan kemiri), santan, coklat, kacang-kacangan dengan kadar air rendah (kacang tanah dan kacang kedelai), dan aneka pangan produk turunannya. Pangan sumber energi yang kaya karbohidrat antara lain beras, jagung, oat, serealia lainnya, umbi-umbian, tepung, gula, madu, buah dengan kadar air rendah (pisang dan
16
kurma), dan aneka produk turunannya. Pangan sumber energi yang kaya protein antara lain daging, ikan, telur, susu, dan aneka produk turunannya. Kebutuhan energi golongan umur 10-15 tahun lebih besar daripada golongan 7-9 tahun, karena pertumbuhannya lebih cepat, terutama penambahan tinggi badan. Mulai umur 10-15 tahun kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda dengan perempuan. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik sehingga membutuhkan energi lebih banyak sedangkan perempuan biasanya sudah mulai haid sehingga memerlukan protein dan zat besi lebih banyak (RSCM & Persagi 1990). Protein Protein terdiri dari asam-asam amino. Protein atau asam amino esensial berfungsi terutama sebagai katalisator, pembawa, penggerak, pengatur, ekspresi genetik, neurotransmitter, penguat struktur, penguat imunitas, dan untuk pertumbuhan. Komposisi dan jumlah asam amino esensial ini dalam suatu protein pangan turut menentukan mutu protein dari suatu jenis pangan. Mutu protein juga ditentukan oleh daya cerna protein. Semakin lengkap komposisi dan jumlah asam amino esensial dan semakin tinggi daya cerna protein suatu jenis pangan atau menu, maka semakin tinggi mutu proteinnya (Gibney, Vorster, & Kok 2002) diacu dalam Hardinsyah dan Tambunan (2004). Pangan hewani mempunyai mutu protein yang lebih baik dibandingkan pangan nabati. Di Indonesia kontribusi energi dari protein hewani terhadap total energi relatif rendah yaitu 4% (Hardinsyah et al. 2001 di dalam Hardinsyah dan Tambunan 2004), yang menurut FAO RAPA (1989) sebaiknya sekitar 15% dari total energi. Apabila terjadi defisiensi protein, maka akan menyebabkan gangguan pada absorpsi dan transportasi zat-zat gizi termasuk besi (Almatsier 2006). Sumber protein berasal dari pangan hewani seperti susu, telur, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sedangkan sumber yang berasal dari pangan nabati seperti kedelai dan produk olahannya (tempe, tahu, dan kacang-kacangan lainnya). Protein yang berasal dari pangan hewani mengandung 40% besi hem dan 60% besi nonhem. Protein yang berasal dari bahan pangan hewani mempunyai faktor yang membantu penyerapan zat besi, mutu cerna (digestibility) dan daya manfaat (utilizable) yang tinggi dibandingkan dengan protein nabati (Almatsier 2006). Kebutuhan protein pada anak usia sekolah dibedakan menurut jenis kelamin dan umur. Kebutuhan protein bayi dan anak relatif lebih besar apabila
17
dibandingkan dengan orang dewasa. Angka kebutuhan protein tergantung pula pada mutu protein. Semakin baik mutu protein, semakin rendah angka kebutuhan protein. Besi (Fe) Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi memiliki beberapa fungsi esensial di dalam tubuh antara lain sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Zat besi merupakan komponen penting dalam Hb darah, mioglobin, sitokrom, dan enzim katalase dan peroksidase. Sebagian besar besi dalam bentuk feri direduksi menjadi bentuk fero. Hal ini terjadi dalam suasana asam di dalam lambung dengan adanya HCl dan vitamin C yang terdapat di dalam makanan (Almatsier 2006). Faktor yang mempengaruhi kebutuhan zat besi adalah keasaman lambung dan bioavailabilitas termasuk pemacu dan penghambat penyerapan besi nonheme. Menurunnya keasaman lambung karena berbagai sebab, misalnya konsumsi antasida berlebihan, dapat menghambat penyerapan besi. Vitamin C dan asam organik merupakan pemacu penyerapan besi nonheme, sedangkan fitat, polyfenol, protein nabati dan kalsium merupakan penghambat penyerapan besi nonheme (Gallagher 2004). Besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi heme seperti terdapat dalam hemoglobin dan mioglobin makanan hewani, dan besi nonheme dalam makanan nabati.
Besi heme hanya merupakan bagian kecil dari besi yang
diperoleh dari makanan (kurang lebih 5% dari besi total makanan), terutama di Indonesia, namun yang dapat diabsorpsi dapat mencapai 25% sedangkan nonheme hanya 5%. Agar dapat diabsorpsi, besi nonheme di dalam usus halus harus berada dalam bentuk terlarut. Besi nonheme diionisasi oleh asam lambung, direduksi menjadi bentuk fero dan dilarutkan dalam cairan pelarut seperti asam askorbat, gula, dan asam amino yang mengandung sulfur (Almatsier 2006). Kalsium Kalsium merupakan mineral yang jumlahnya melimpah dalam tubuh, yaitu sekitar 1.5% sampai 2% dari total berat badan atau antara 1-1.4 gram dalam 70
18
kg berat badan. Sekitar 99% total kalsium dalam tubuh terdapat pada tulang dan gigi, dan 1% lainnya tersebar di cairan intraselular dan ekstraselular (Gallagher 2004; Gropper, Smith&Groff 2009). Kalsium dibutuhkan untuk mineralisasi dan menjaga pertumbuhan pada anak. Kebutuhan aktual tergantung pada kecepatan penyerapan individu dan faktor pangan lainnya seperti jumlah protein, vitamin D, dan fosfor. Anak-anak membutuhkan kalsium per kilogram dua sampai empat kali lebih banyak daripada dewasa. Karena susu dan dairy products adalah sumber kalsium utama, anak-anak yang mengonsumsi pangan tersebut dalam jumlah terbatas beresiko mengalami mineralisasi tulang yang buruk. Konsumsi kalsium dan vitamin D yang kurang dapat menyebabkan osteomalacia. Konsumsi kalsium yang rendah juga dapat menyebabkan beberapa penyakit degeneratif, misalnya kanker kolon dan hipertensi. Kalsium yang rendah juga berpengaruh terhadap kegemukan (Gallagher 2004). Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Ikan dimakan dengan tulang termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serealia, kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu, tempe dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik namun bahan makanan ini mengandung banyak zat yang menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat, dan oksalat. Susu non-fat merupakan sumber terbaik kalsium karena ketersediaan biologinya yang tinggi (Almatsier 2004). Vitamin A Vitamin A dalam bentuk aktif ditemukan pada pangan hewani sedangkan tumbuhan mengandung senyawa yang dapat diubah menjadi vitamin A dalam bentuk yang aktif, yaitu karatenoid. Karatenoid berperan sebagai antioksidan dan hanya beberapa senyawa yang dapat diubah menjadi vitamin. Senyawa tersebut dinamakan β-karoten. Vitamin A mempunyai peran penting dan peran tersebut terpisah antara fungsi penglihatan dan fungsi sistemik, seperti diferensiasi dan fungsi permukaan sel, pertumbuhan dan perkembangan, fungsi imun, dan reproduksi. Provitamin A hanya terdapat pada pangan hewani. Konsentrasi vitamin A yang sangan tinggi terdapat pada minyak ikan kod dan minyak hati ikan. Provitamin A dalam bentuk karatenoid ditemukan pada sayuran berwarna hijau tua dan buah-buahan berwarna kuning atau jingga seperti wortel, bayam, jeruk, kentang, dan sebagainya (Gallagher 2004). Defisiensi vitamin A dapat bersifat primer dan sekunder. Defisiensi vitamin A bersifat primer disebabkan karena ketidakcukupan asupan vitamin A
19
atau karatenoid. Defisiensi vitamin A bersifat sekunder merupakan hasil malabsorbsi yang disebabkan ketidakcukupan asupan lemak, ketidakcukupan cairan empedu dan pankreas, penyakit hati, malnutrisi energi protein, dan defisiensi zink. Defisiensi vitamin A merupakan penyebab utama terjadinya kebutaan dan diperkirakan sekitar 250 juta adalah anak-anak. Penelitian menunjukkan bahwa 4.4 juta anak usia sekolah di Asia Selatan mengalami xeropthalmia karena defisiensi vitamin A. Defisiensi vitamin A juga menyebabkan kegagalan fungsi sistemik, yang ditandai dengan kegagalan perkembangan embrionik, kegagalan spermatogenesis atau aborsi spontan, anemia, kegagalan fungsi imunitas. Defisiensi vitamin A juga menyebabkan terjadinya keratinisasi pada membran mukosa pada saluran pernapasan, saluran urin, kulit, dan epitel pada mata (Gallagher 2004). Hasil penelitian Jiang et al. (2008) pada anak di Cina menyatakan bahwa konsentrasi serum retinol pada kelompok sosioekonomi rendah secara signifikan lebih rendah daripada kelompok sosioekonomi tinggi. Hal ini disebabkan anak pada kelompok sosioekonomi rendah di pedesaan mempunyai frekuensi konsumsi daging lebih rendah daripada kelompok lainnya. Pendapatan keluarga secara statistik juga mempunyai hubungan yang signifikan terhadap serum retinol. Berdasarkan hasil penelitian ini juga disebutkan bahwa prevalensi anak yang mengalami defisiensi vitamin A secara klinis adalah sebesar 11.7% dan prevalensi anak yang diduga mengalami defisiensi vitamin A secara klinis adalah sebesar 39.2%. Defisiensi vitamin A berhubungan dengan pemberian makanan pada saat bayi, hal ini dapat dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu dan status sosioekonomi.
Kemiskinan
berhubungan
dengan ketidakcukupan asupan
makanan yang dapat menyebabkan rendahnya status vitamin A pada anak. Makanan yang berasal dari pangan hewani jarang diberikan kepada anak-anak di daerah sosioekonomi rendah sehingga rata-rata konsentrasi serum retinol rendah dan prevalensi defisiensi vitamin A tinggi (Jiang et al. 2008). Anak-anak dengan aksesibilitas rendah terhadap pangan dengan kualitas tinggi (susu, telur, sayuran, dan buah-buahan) mempunyai resiko tinggi defisiensi vitamin A (Villalpando 2003). Sebanyak 27 µg β-karoten yang diperoleh dari sayuran berwarna hijau tua dapat menghasilkan 1 µg retinol. Oleh karena itu, hal yang sulit untuk anak-anak mengonsumsi sayuran dalam jumlah yang cukup apabila sayuran hanya sumber β-karoten.
20
Vitamin C Vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut vitamin C mudah
rusak
karena
bersentuhan
dengan
udara
(oksidasi)
terutamaapabilaterkena panas Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam. Vitamin C adalah vitamin yang paling labil. Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim atau kofaktor. Banyak proses metabolisme dipengaruhi oleh asam askorbat, namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Vitamin C mereduksi besi feri menjadi fero dalam usus halus sehingga mudah diabsorpsi. Absorpsi besi dalam bentuk nonheme meningkat empat kali lipatapabilaada vitamin C. Vitamin C berperan dalam memindahkan besi dari transferin di dalam plasma ke feritin hati (Almatsier 2006). Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeruk, nenas, rambutan, papaya, gandaria, dan tomat. Vitamin C juga banyak terdapat di dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol. (Almatsier 2006). Status Gizi Gibson (2005) menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilitas zat gizi makanan. Menurut Supariasa et al. (2001) status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penilaian gizi yang dilakukan secara langsung meliputi antropometri, biokimia, klinis dan biofisik. Penilaian yang dilakukan secara tidak langsung seperti survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Setiap metode memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Cara pengukuran status gizi yang paling sering dilakukan di masyarakat adalah dengan menggunakan metode antropometri. Menurut Thuluvath dan Triger (1994) dalam Yulita (2012) menyatakan bahwa pengukuran antropometri merupakan indikator yang reliable terhadap pengukuran status gizi. Gibson (2005) menyatakan bahwa pada anak-anak indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Indeks antropometri dapat dinyatakan dalam istilah z-skor, persentil atau persen terhadap median.
21
Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini karena mudah berubah. Namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan tidak hanya dipengaruhi oleh umur saja tetapi juga oleh tinggi badan (TB). Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu dan indikator BB/TB menggambarkan status gizi saat ini secara sensitif dan spesifik. Terdapat beberapa indikator dalam pengukuran antropometri. Depkes RI (2011) menyatakan bahwa terdapat empat indikator yang dapat digunakan untuk menilai status gizi anak, yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menuurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan indeks massa tubu menurut umur (IMT/U). Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun direkomendasikan menggunakan TB/U dan IMT/U. Status gizi contoh menurut TB/U menggambarkan keadaan gizi sebagai akumulasi dari masa lampau dengan berbagai faktor seperti kondisi ibu saat hamil dan pola konsumsi zat gizi pada masa lalu (Yuniar R et al.
2010).
Pengkategorian status gizi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2 Kategori status gizi anak
Indeks Antropometri Variabel TB/U z< -3 SD -3 ≤ z < -2 SD -2 ≤ z ≤ +2 z > +2 IMT/U z< -3 SD -3 ≤ z < -2 SD -2 ≤ z < +1 SD +1 ≤ z < +2 SD > + 2 SD
Kategori · Sangat pendek · Pendek · Normal · Tinggi -Sangat kurus -Kurus -Normal -Gemuk -Obesitas
Sumber: WHO (2007)
Menurut Supariasa et al. (2001) pengukuran status gizi dengan menggunakan metode antropometri memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dari metode ini adalah (a) tidak sensitif, (b) faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunanaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri, (c) kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas pengukuran antropometri gizi. Sedangkan kelebihannya adalah (a) relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, (b) metode ini tepat dan akurat, (c) dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi dimasa lampau, (d) umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang dan gizi buruk, (e) dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu.
22
Penilaian Status Gizi pada Anak Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data baik obyektif maupun subyektif dan dibandingkan dengan baku yang tersedia. Komponen penilaian status gizi, meliputi 1) antropometri, 2) pemeriksaan biokimiawi, 3) pemeriksaan klinis dan riwayat mengenai kesehatan, dan 4) konsumsi pangan (Arisman 2004). Antropometri Antropometri merupakan pengukuran ukuran tubuh, berat, dan proporsi. Komposisi tubuh menunjukkan distribusi penyusun tubuh (massa otot dan lemak tubuh) sebagai bagian dari berat badan. Pengukuran antropometri bervariasi menurut umur dan keadaan gizi individu. Antropometri dapat digunakan untuk mendeteksi derajat malnutrisi namun tidak dapat digunakan untuk menentukan defisiensi zat gizi secara spesifik. Kelebihan penilaian status gizi dengan antropometri lainnya adalah dapat menilai riwayat gizi yang telah lampau (Gibson 2005). Pengukuran Berat Badan Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberi gambaran massa tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, penurunan nafsu makan atau penurunan makanan yang dikonsumsi sehingga berat badan merupakan ukuran antropometri yang sangat labil. Sifat berat badan yang sangat labil tersebut sehingga indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi pada saat ini. Indeks ini dapat digunakan untuk mendeteksi underweight dan overweight. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral pada tulang. Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, apabila umur tidak diketahui dengan tepat (Supariasa et al. 2001). Pengukuran berat badan sebaiknya dilakukan setelah perut kosong dan sebelum makan. Alat pengukur berat badan berupa a beam balance with nondetachable weights dan a spring balance. Alat beam balance with nondetachable weights berat dan tidak umum digunakan di lapangan dan yang biasa digunakan adalah a spring balance. Sebelum penimbangan dilakukan, alat ukur dipastikan berada dalam keadaan setimbang dan penunjuk angka menunjuk angka nol. Subyek yang diukur berdiri di tengah plat timbangan, pandangan lurus
23
ke depan, relaks, dan memakai pakaian seminimal mungkin. Sebaiknya penimbangan dilakukan berulang. Alat penimbangan dikalibrasi setiap dipindah dari suatu tempat (Gibson 2005). Pengukuran Tinggi Badan Pengukuran tinggi badan untuk anak dengan tinggi >85 cm sebaiknya dilakukan dalam posisi berdiri. Alat pengukur tinggi badan yang disarankan adalah mikrotoise atau pita nonstretchable yang digunakan pada posisi tegak. Pakaian yang dikenakan pada saat pengukuran dianjurkan seminimal mungkin agar postur badan dapat terlihat dengan jelas. Alas kaki juga sebaiknya dilepas untuk meminimalisir kesalahan pengukuran. Pada alat yang lebih modern atau yang disebut stature memiliki ketelitian sampai 0,1 mm.
Subyek sebaiknya
mengambil napas dalam-dalam sebelum diukur dan berdiri tegak. Tangan subyek dalam posisi bebas dan pundak dalam keadaan relaks. Pengukuran diambil saat subyek menghirup napas maksimum dan mata pengukur sejajar dengan tinggi subyek untuk menghindari kesalahan paralak. Tinggi badan yang dicatat adalah yang mendekati milimeter (Gibson 2005). Hubungan antara Pengetahuan Gizi Ibu, Kebiasaan Jajan, dan Status Gizi Anak Menurut Suhardjo (2008), dalam penyediaan makanan keluarga dalam hal ini dilakukan oleh seorang ibu, banyak yang tidak memanfaatkan bahan makanan yang bergizi, hal ini disebabkan salah satunya karena kurangnya pengetahuan akan bahan makanan yang bergizi. Semakin banyak pengetahuan gizinya, semakin diperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang dipilih untuk dikonsumsinya. Ibu yang mempunyai pengetahuan gizi yang rendah akan memilih makanan yang paling menarik panca indera, dan tidak mengadakan pilihan berdasarkan nilai gizi makanan. Sebaliknya ibu yang memiliki pengetahuan gizi yang cukup, lebih mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan tentang gizi makanan tersebut (Sediaoetama 2000). Pengetahuan gizi tersebut juga akan membantu seorang ibu dalam mendidik anaknya termasuk dalam perilaku jajan. Kondisi status gizi yang baik dapat dicapai apabila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang akan digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja untuk mencapai tingkat kesehatan optimal (Depkes RI 2003). Tingkat konsumsi
24
ditentukan
oleh
kualitas
serta
kuantitas
hidangan.
Kualitas
hidangan
menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan hidangan dan perbandingannya yang satu terhadap yang lain (Soegeng Santoso dan Anne Lies Ranti 1999 yang diacu dalam Lusiyana 2011). Dengan pengetahuan tentang gizi yang baik, seorang ibu dapat memilih dan menyelenggarakan makanan dengan baik berdasarkan konsep gizi seimbang baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang memenuhi angka kecukupan gizi. Kebiasaan jajan anak yang baik juga akan berpengaruh pada asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi yang dapat mempengaruhi status gizinya. Kebiasaan jajan yang baik akan terbentuk sebagai hasil pola makan yang baik. Khomsan (2002) menyebutkan bahwa jajanan bagi anak SD merupakan fenomena yang menarik untuk ditelaah karena berbagai hal (a) merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan energi karena aktivitas di sekolah yang tinggi (apalagi bagi anak yang tidak sarapan pagi), (b) pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan kebiasaan penganekaragaman pangan sejak kecil, (c) memberikan perasaan meningkatnya gengsi anak. Tidak sedikit anak tidak mau makan di rumah yang disebabkan oleh stres atau sakit (Hidayat&Alimul 2004). Oleh karena itu, membentuk pola makan yang baik untuk seorang anak menuntut kesabaran dan pengetahuan gizi seorang ibu. Pada usia prasekolah, anak-anak sering kali mengalami fase sulit makan. Apabila permasalahan perilaku ini berkepanjangan maka dapat mengganggu tumbuh kembang anak karena jumlah dan jenis gizi yang masuk dalam tubuhnya kurang. Dengan disertai pola asuh yang baik, anak-anak akan tumbuh dan berkembang secara optimal menjadi generasi yang sehat dan cerdas (Khomsan 2004).
KERANGKA PEMIKIRAN Anak usia sekolah berada pada masa pertumbuhan dan perkembangan. Pada masa tersebut anak usia sekolah membutuhkan konsumsi makanan yang seimbang baik jenis, jumlah, dan mutunya. Permasalahan makan yang sering ditemui pada anak sekolah antara lain kebiasaan jajan yang tinggi yang juga disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya karakteristik individu (umur, jenis kelamin, dan besar uang saku) dan karakteristik keluarga siswa (besar keluarga, pekerjaan keluarga, dan pendidikan orang tua siswa). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Syafitri et al (2009) terhadap salah satu sekolah dasar di Bogor menyebutkan bahwa sebanyak 50.0% siswa membeli makanan utama 2-3 jenis/minggu, 46.0% siswa membeli makanan ringan 6-7 jenis/minggu, dan 46.0% siswa membeli minuman 4-5 jenis/minggu. Frekuensi jajan makanan utama siswa (3-5 kali/minggu) sebesar (44.0%), 66.0% siswa memiliki frekuensi jajan > 11 kali/minggu, dan 30.0% siswa memiliki frekuensi jajan minuman 6-8 kali/minggu. Pendidikan orang tua akan mempengaruhi tinggi rendahnya pekerjaan orang tua siswa yang berdampak pada besarnya pendapatan orang tua dan juga berpengaruh terhadap pengetahuan gizi orang tua. Selain itu pengetahuan gizi orang tua juga akan mempengaruhi jumlah dan mutu konsumsi makanan jajanan anak karena orang tua masih sangat berperan menentukan makanan anak pada usia sekolah. Dalam penelitian ini fokus utama dari keluarga dan orang tua contoh orang tua yang diteiliti adalah ibu. Pendidikan ibu berpengaruh terhadap pemahamannya terhadap perawatan kesehatan, higiene, dan kesadaran terhadap kesehatan anak dan keluarga (Madanijah 2006). Pengetahuan gizi ibu akan menentukan makanan jajanan yang baik dan yang tidak baik bagi tubuh untuk dikonsumsi anak. Semakin baik pengetahuan ibu diharapkan dapat berpengaruh terhadap anak dalam mengonsumsi makanan jajanan yang baik pula untuk tubuhnya dan begitu pula sebaliknya. Pengetahuan gizi ibu tersebut juga akan berpengaruh terhadap pembentukan sikap dan tindakan anak dalam konsumsi makanan jajanan. Pengetahuan gizi ibu tersebut dan kebiasaan jajan siswa dapat berpengaruh terhadap status gizi siswa. Pengetahuan gizi ibu sangat berpengaruh terhadap pemilihan dan konsumsi makanan anak (Madanijah 2003).
26
Siswa Sekolah Dasar Negeri Cipicung 01Cijeruk Bogor
Karakteristik Individu Usia
Jenis Kelamin
Pekerjaan orang tua
Besaran Uang Saku
Pendapatan keluarga
Besar Keluarga
Usia orang tua
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Pendidikan orang tua
Konsumsi Pangan
Kebiasaan Jajan Siswa
Aktivitas Fisik
Pengetahuan Gizi Ibu
Status Gizi
Keterangan: = Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka pemikiran
Kebiasaan sarapan Siswa
Penyakit Infeksi
METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang bertujuan mempelajari hubungan pengetahuan gizi ibu dan kebiasaan jajan siswa serta kaitannya dengan status gizi siswa sekolah dasar. Desain ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi pengetahuan gizi ibu, kebiasaan jajan, dan status gizi pada siswa-siswi kelas 4-6 dari populasi siswa sekolah dasar dalam satu waktu. Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Cipicung 01 di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi sekolah dilakukan secara purpossive sampling, yaitu berdasarkan pertimbangan bahwa sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah yang menjadi bagian dalam program yang digagas Institut Pertanian Bogor (IPB) bersama PT Ajinomoto Indonesia. IPB bekerja sama dengan PT Ajinomoto Indonesia meluncurkan program kantin sehat melalui program Ajinomoto IPB Nutrition Program (AINP). Program ini bertujuan menyediakan jajanan bergizi dan sehat bagi anak sekolah. SDN Cipicung 01 merupakan sekolah yang menjadi controll project AINP. Dalam pelaksanaan kegiatan program tersebut, siswa, orang tua siswa, dan pedagang jajanan di lingkungan sekolah ikut dilibatkan. IPB dan Ajinomoto memberikan edukasi kepada siswa, orang tua, guru, dan pedagang makanan tentang makanan yang sehat dan berkualitas terutama tentang makanan jajanan dan segala aspek yang berkaitan dengannya. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mei sampai dengan Juni 2012. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Populasi adalah siswa Sekolah Dasar Negeri Cipicung 01 di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Penentuan contoh dilakukan secara purpossive terhadap semua siswa kelas 3, 4, dan 5 yang totalnya berjumlah 119 siswa. Pada proses penelitian ini terdapat enam siswa yang drop out sehingga jumlah contoh pada penelitian ini adalah 113 siswa dengan rincian 38 siswa kelas 3, 38 siswa kelas 4, dan 37 siswa kelas 5. Pemilihan siswa kelas 3, 4, dan 5 tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa siswa seusia tersebut mampu memiliki respon dan memahami pertanyaan dari suatu kuesioner. Siswa sekolah dasar sudah mampu berpikir secara sistematik terhadap obyek dan sudah dapat mengambil kesimpulan dari suatu pertanyaan (Hurlock 1999).
28
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Tipe data, peubah, dan metode pengumpulan disajikan dalam Tabel 3 berikut ini: Tabel 3 Peubah, alat, dan cara pengumpulan serta skala pengukuran No
Peubah
1.
Data Primer Karakteristik contoh
2.
Indikator
Karakteristik sosial ekonomi keluarga
Wawancara menggunakan kuesioner
Ordinal Ordinal Nominal Rasio
Wawancara menggunakan kuesioner
Ordinal
Ordinal
Nominal
Ordinal
Wawancara menggunakan kuesioner Wawancara menggunakan kuesioner
Rasio
Ordinal
Nominal
Nominal Nominal
Wawancara langsung dengan menggunakan Food Frequencies Questionnaires
Nominal Ordinal
Nominal
Wawancara menggunakan Recall 1x24 jam Penimbangan Pengukuran
Nominal Rasio
Pengetahuan ibu
gizi
Skor jawaban
4.
Kebiasaan sarapan
6.
Konsumsi pangan
Frekuensi sarapan Tempat sarapan Jenis Orang yang menyediakan sarapan Jenis Frekuensi jajan Alasan membeli makanan Jenis Jumlah
7.
Status gizi
Berat badan Tinggi badan
8.
Data Sekunder Profil SD
Lokasi SD Jumlah siswa
5.
Kebiasaan jajan
Skala data
Kelas Usia Jenis kelamin Besar uang saku Usia orang tua Pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua Pendapatan keluarga
3.
Alat dan cara pengumpulan
Rasio
Data dari Tata Usaha
Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan dengan teknik wawancara dan pengukuran menggunakan alat timbangan berat badan dan microtoise. Data sekunder diperoleh dari dokumen sekolah. Data karakteristik contoh, karakteristik sosial ekonomi keluarga, kebiasaan sarapan,
29
kebiasaan jajan, dan pengetahuan gizi ibu diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner. Frekuensi kebiasaan jajan contoh dilakukan dengan wawancara menggunakan instrumen FFQ (Food Frequency Questionnaire). Contoh diwawancarai tentang frekuensi konsumsi suatu jenis makanan jajanan dalam satu minggu. Data konsumsi pangan contoh diperoleh dengan wawancara menggunakan Food Recall 1 x 24 jam. Contoh diminta untuk mengingat kembali pangan yang dikonsumsi satu hari sebelum waktu wawancara. Status
gizi
dinilai
dengan
menggunakan
indikator
antropometri.
Pengukuran antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan. Pengukuran berat badan menggunakan timbangan injak yang memiliki ketelitian 0.5 kg dan kapasitas maksimum 120 kg. Contoh berdiri di atas timbangan dan pandangan lurus ke depan tanpa menggenggam atau menyentuh apapun, dan tas, sepatu, dan barang lain dilepas kemudian angka penunjuk dibaca. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan microtoise. Tinggi badan diukur dengan posisi berdiri tegak. Adapun data sekunder terdiri dari data kesiswaan berupa nama, kelas, dan jumlah siswa tiap kelas yang diperoleh dari dokumen sekolah serta program pemerintah terkait pangan jajanan anak sekolah. Pengolahan dan Analisis Data Data primer yang telah diperoleh diolah dengan tahapan-tahapan, meliputi entry, coding, editing, cleaning, reviewing, dan perhitungan untuk dianalisis selanjutnya. Data kuesioner yang telah diperoleh dilakukan entry untuk kemudian dilakukan coding sesuai dengan peubah yang telah dibuat oleh peneliti agar memudahkan dalam proses editing untuk mengecek konsistensi informasi. Cleaning dilakukan apabila data terlalu berlebihan atau terlalu kurang sehingga terjadi pencilan, yaitu dengan cara menghapus data tersebut atau menghapus data tersebut dan menggantinya dengan data rata-rata. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excell 2007 dan WHO Antro Plus dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS version 16.0 for Windows untuk melihat hubungan antara pengetahuan gizi ibu dan kebiasaan jajan contoh, pengetahuan gizi ibu dan status gizi contoh, kebiasaan jajan dan status gizi contoh, pendidikan ibu dan pengetahuan gizi ibu contoh, pengetahuan gizi ibu dan kebiasaan sarapan contoh, dan hubungan kebiasaan jajan dan sarapan contoh.
30
Karakteristik individu contoh, yaitu kelas, usia, jenis kelamin, dan besar uang saku, serta karakteristik sosial ekonomi keluarga dan ibu, yaitu pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan keluarga diolah dengan memberikan kategori atau pengelompokan pada masing-masing peubah. Usia contoh dikelompokkan berdasarkan sebaran data yaitu 8 tahun, 9 tahun, 10 tahun, 11 tahun, 12 tahun, dan 13 tahun. Jenis kelamin dibedakan menjadi 1) perempuan dan 2) laki-laki. Besar uang saku contoh yang diperoleh kemudian dicari interval kelas dan dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi dengan cara mengurangi skor terbesar dengan skor terkecil kemudian dibagi dengan jumlah kelas yang akan dikategorikan (Sugiyono 2011). Berdasarkan sebaran data diperoleh kategori uang saku yang terdiri dari: 1) Rendah (≤Rp 3000/hari), 2) Sedang (Rp 3000-Rp 5000/hari), 3) Tinggi (≥Rp 5000/hari). Pada penelitian ini usia orang tua contoh dibagi menjadi tiga kategori, yaitu usia dewasa muda (20-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir atau usia lanjut (>60 tahun) (Ghozaly 2011). Tingkat pendidikan orang tua contoh dikategorikan menjadi tidak pernah sekolah, tidak tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, diploma, sarjana, dan pasca sarjana. Pekerjaan ayah contoh dibedakan menjadi tidak bekerja, petani, pedagang, pegawai negeri sipil (PNS), supir, pegawai swasta, dan lainnya. Adapun pekerjaan ibu contoh dibedakan menjadi ibu rumah tangga, petani, pedagang, pegawai negeri sipil (PNS), bibi cuci, pegawai swasta, dan lainnya. Pendapatan keluarga contoh diindikasikan menjadi tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga yang dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu miskin apabila pendapatan
perkapita
<1GK
(garis
kmiskinan),
hampir
miskin
apabila
pendapatan perkapita antara 1GK-2GK, dan menengah atas apabila pendapatan perkapita >2GK (Puspitawati 2010). Garis kemiskinan Propinsi Jawa Barat di daerah pedesaan yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar 2012 yaitu Rp. 231.438/kap/bulan. Data kebiasaan sarapan terdiri atas jenis, frekuensi, tempat, dan orang yang menyediakan sarapan contoh. Jenis sarapan antara lain makanan pokok (nasi dan lauk-pauk), mi, roti, dan lainnya. Kebiasaan sarapan dikategorikan menjadi tidak pernah (0 kali sehari), jarang (1-3 kali sehari), kadang-kadang (4-6 kali sehari), dan selalu (> 7 kali sehari). Tempat sarapan dibedakan menjadi rumah, sekolah, atau keduanya. Orang yang menyediakan contoh dibedakan menjadi ibu dan atau ayah, membeli, lainnya. Kebiasaan jajan terdiri atas jenis,
31
jumlah, frekuensi konsumsi, dan alasan memilih makanan jajanan contoh. Frekuensi jajan diukur dengan Food Frequencies Questionnaires (FFQ). Makanan jajanan yang sering dikonsumsi contoh kemudian dikelompokkan menjadi sembilan kelompok makanan jajanan, yaitu makanan sepinggan, makanan tradisional, produk ekstruksi, aneka gorengan, biskuit dan wafer, hasil olahan daging dan ikan, aneka kue, minuman, dan buah dan olahannya. Kebiasaan jajan ditentukan berdasarkan hasil jawaban mengenai kebiasaan konsumsi makanan jajanan dan dinilai dengan menggunakan FFQ dalam seminggu. Frekuensi jajan, dikelompokkan menjadi tidak pernah (0 kali sehari), jarang (1-3 kali sehari), kadang-kadang (4-6 kali sehari), dan selalu (> 7 kali sehari). Tingkat kecukupan yang dihitung meliputi Tingkat Kecukupan Energi (TKE), Tingkat Kecukupan Protein (TKP), Tingkat Kecukupan Kalsium (TKCa), Tingkat Kecukupan Besi (TKFe), Tingkat Kecukupan Vitamin A (TKVitA), dan Tingkat Kecukupan Vitamin C (TKVitC). Data jumlah makanan yang dikonsumsi responden dikonversikan dari Ukuran Rumah Tangga ke dalam ukuran berat dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan sehingga diperoleh konsumsinya sendiri (Supariasa et al. 2001). Sebelum menentukan tingkat kecukupan gizi contoh, terlebih dahulu menghitung konsumsi zat gizi contoh. Konsumsi zat gizi dapat dihitung menggunakan rumus: KGij
= (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
Keterangan: KGij
= Kandungan zat gizi dalam bahan makanan j yang dikonsumsi
Bj
= Berat bahan makanan j yang dikonsumsi (gram)
Gij
= Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan j
BDDj = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan (%BDD) Setelah konsumsi zat gizi dihitung kemudian angka kecukupan zat gizi (AKG) baik energi maupun protein dihitung. Perhitungan AKG aktual baik energi maupun protein menggunakan koreksi berat badan contoh. Contoh dengan status gizi di atas atau di bawah normal menggunakan berat badan ideal sedangkan contoh yang mempunyai status gizi normal menggunakan berat badan aktual untuk koreksi berat badan. Perhitungan AKG aktual dihitung dengan rumus: AKG = BBi x zat gizi yang dianjurkan BBj
32
Keterangan: BBi
= berat badan aktual atau ideal
BBj
= berat badan standar Nilai AKG yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menghitung TKG.
Rumus yang digunakan untuk menghitung TKG adalah: TKG = ∑ Asupan zat gizi x100 AKG
Tingkat kecukupan energi dan protein diklasifikasikan ke dalam lima tingkat, yaitu defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%) dan kelebihan (≥120%) (Depkes 1996). Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dihitung tanpa menggunakan koreksi berat badan. Perhitungan dilakukan dengan langsung membandingkan konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi (AKG) berdasarkan WNPG VIII tahun 2004. Tingkat kecukupan vitamin dan mineral <77% AKG tergolong kurang dan ≥ 77% tergolong cukup (Gibson 2005). Pengetahuan gizi ibu diukur dengan menggunakan 25 pertanyaan tentang sumber dan jenis zat gizi dalam pangan, manfaat zat gizi dan akibat kekurangan zat gizi tertentu, serta kebiasaan jajan. Masing-masing pertanyaan diberikan nilai 1 untuk jawaban yang benar dan 0 untuk jawaban yang salah, sehingga total nilai maksimal yang diperoleh adalah 25 dan total nilai minimum yang diperoleh adalah 0. Penilaian pengetahuan gizi ibu dikategorikan menjadi tiga, yaitu pengetahuan gizi ibu baik apabila total nilai >80%, sedang apabila 6080%, dan kurang apabila<60% (Khomsan 2000). Pengolahan data status gizi menggunakan data hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan. Pengukuran status gizi dilakukan dengan dua indeks antropometri, yaitu indeks TB/U dan indeks IMT/U. TB/U dan IMT/U direkomendasikan sebagai indikator terbaik yang dapat digunakan pada remaja (WHO 2007). Kedua indeks tersebut dapat menggambarkan status gizi yang merupakan akumulasi dari keadaan gizi masa lampau yang dikaitkan dengan indikator usia dan pertumbuhan fisik. Berdasarkan indeks TB/U, status gizi dikategorikan ke dalam status gizi sangat pendek, pendek, normal, dan tinggi, sedangkan indikator IMT/U, status gizi dikategorikan ke dalam status gizi sangat kurus, kurus, nomal, gemuk, dan obesitas. Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan uji statistik sesuai jenis data. Uji statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif dan statistik
33
inferensia. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan tiap-tiap peubah dengan menggunakan distribusi frekuensi dan tabulasi silang. Statistik inferensia yang digunakan adalah uji korelasi. Jenis analisis disesuaikan dengan jenis datanya. Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data untuk mengetahui sebaran distribusi data. Uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Rank Spearman. Uji korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui kecenderungan hubungan antar peubah-peubah penelitian dengan skala ordinal, meliputi hubungan antara kebiasaan jajan contoh dengan pengetahuan gizi ibu contoh, dan pengetahuan gizi ibu contoh dengan status gizi contoh baik menurut TB/U maupun IMT/U, kebiasaan jajan dengan status gizi contoh menurut TB/U maupun
IMT/U,
kebiasaan
sarapan
dengan
kebiasaan
jajan
contoh,
pengetahuan gizi ibu dengan kebiasaan sarapan contoh, dan pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi ibu contoh. Pengkategorian peubah disajikan pada Tabel 4 di bawah ini: No 1
Peubah Karakteristik individu - Kelas
-
Usia
-
Jenis kelamin
-
Besar uang saku
Tabel 4 Kategori peubah Kategori 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2.
3 4 5 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun 13 tahun Laki-laki Perempuan
1. < Rp 3000 2. Rp 3000-Rp 5000 3. > Rp 5000 2
Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh - Usia ayah
-
Usia Ibu
-
Pendidikan Orangtua
1. Dewasa muda (20-40 tahun) 2. Dewasa madya (41-60 tahun) 3. Dewasa akhir (> 61 tahun) 1. Dewasa muda (20-40 tahun) 2. Dewasa madya (41-60 tahun) 3. Dewasa akhir (> 61 tahun) 1. Tidak Pernah Sekolah 2. Tidak Tamat SD 3. SD/sederajat
Keterangan Sebaran data
Sebaran data
Sebaran data Sugiyono (2010)
Ghozaly (2011)
Ghozaly (2011)
Sebaran data
34
No
3
4
Peubah
-
Pekerjaan Ayah
-
Pekerjaan Ibu
-
Pendapatan
-
Besar keluarga
Kebiasaan sarapan dan jajan - Jenis
-
Kebiasaan sarapan
-
Yang menyediakan sarapan
Tempat sarapan
-
Kebiasaan jajan
-
Alasan makanan
memilih
Asupan zat gizi - Tingkat kecukupan
4. 5. 6. 7. 8. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1.
Kategori SMP/sederajat SMA/sederajat Diploma/Akademi Sarjana Pasca Sarjana/S2/S3 Tidak Bekerja Petani Pedagang PNS Supir Pegawai Swasta Lainnya Ibu Rumah Tangga Petani Pedagang PNS Bibi Cuci Pegawai Swasta Lainnya Rendah
2. 1. 2. 3.
Tinggi Kecil (<4 orang) Sedang (5-6 orang) Besar (>6 orang)
1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 1.
Nasi dan lauk-pauk Mi Roti Lainnya Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak pernah Rumah Sekolah Rumah dan sekolah Sekolah
2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5.
Ibu atau ayah Membeli Lainnya Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak pernah Organoleptik Kebiasaan Ekonomi Sosial Lainnya
1. Defisit berat (<70%)
Keterangan
Sebaran data
Sebaran data
Puspitawati (2010) Hurlock (2004)
Andarwulan et al. (2008)
Andarwulan et al. (2008)
Depkes (1996)
35
No
Peubah energi dan protein
-
5
Tingkat kecukupan kalsium, zat besi, vitamin A, dan vitmin C Pengetahuan gizi
2. 3. 4. 5. 1. 2.
Kategori Defisit sedang (70-79%) Defisit ringan (80-89% Normal (90-119%) Lebih (≥120%) Kurang (<77%) Cukup (>77%)
1. Kurang (<60%)
Keterangan
Gibson (2005)
Khomsan (2000)
2. Sedang (60-80%) 3. Baik (>80%) 6
Status gizi - TB/U
-
IMT/U
1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat pendek : z< -3 SD Pendek : -3 ≤ z < -2 SD Normal : -2 ≤ z ≤ +2 SD Tinggi : z > +2 SD Sangat kurus : z< -3 SD Kurus : -3 ≤ z < -2 SD Normal : -2 ≤ z < +1 SD Gemuk : +1 ≤ z < +2 SD Obesitas : > +2 SD
WHO (2007)
WHO (2007)
Definisi Operasional Contoh adalah siswa-siswi sekolah dasar kelas 3, 4, dan 5 di SDN Cipicung 01 Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Karakteristik contoh adalah kondisi pribadi contoh meliputi kelas, usia, jenis kelamin, dan uang saku per hari. Usia adalah umur contoh pada saat penelitian dilakukan yang dinyatakan dalam tahun dan berada pada usia anak sekolah. Jenis kelamin adalah jenis kelamin contoh yang dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. Uang saku adalah jumlah uang jajan yang diberikan oleh orang tua contoh per hari untuk makanan dan atau minuman. Karakteristik sosial ekonomi adalah ciri khas sosial ekonomi keluarga contoh yang meliputi usia, pendidikan, dan pekerjaan, orang tua serta besar keluarga dan pendapatan keluarga contoh. Pendidikan adalah tingkatan orang tua contoh dalam belajar dan menuntut ilmu di pendidikan formal berupa perhitungan, ilmu alam, ilmu sosial, dan kejuruan berdasarkan kategori tidak pernah sekolah, tidak tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Diploma/Akademi, Sarjana, Pascasarjana/S2/S3.
36
Pekerjaan adalah adalah profesi yang dimiliki oleh orang tua contoh dalam usaha memperoleh penghasilan berupa uang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari berupa kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Kebiasaan sarapan adalah tindakan sarapan contoh yang telah dilakukan secara berulang untuk memenuhi kebutuhan gizinya, menggunakan instrumen kuesioner. Kebiasaan jajan adalah tindakan jajan contoh yang telah dilakukan secara berulang dan dengan frekuensi selama seminggu untuk memenuhi kebutuhan gizinya, menggunakan instrumen kuesioner. Konsumsi pangan adalah jumlah zat gizi yang dikonsumsi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi contoh dan diperoleh melalui recall 1x24 jam. Tingkat kecukupan adalah persentasi asupan zat gizi aktual contoh dibandingkan kecukupan energi dan zat gizi. Pola makan yaitu kebiasaan siswa dalam mengonsumsi makanan yang meliputi jenis, jumlah, dan frekuensi makan rata-rata per hari dalam dua kali waktu pengukuran. Jumlah makanan adalah angka yang menunjukkan berapa banyak makanan yang dikonsumsi siswa per hari dalam satuan kkal. Makanan jajanan adalah jenis makanan dan minuman yang siap dikonsumsi, yang dipersiapkan dan dijual di tempat-tempat umum. Makanan sepinggan adalah hidangan yang biasanya sudah mengandung seluruh lauk terdapat dalam satu porsi. Makanan tradisional adalah segala jenis makanan olahan khas daerah setempat, mulai dari makanan lengkap, selingan dan minuman, serta biasa dikonsumsi oleh contoh Produk ekstruksi adalah makanan jajanan yang telah diolah lebih lanjut sehingga memiliki keragaman jenis produk pangan dalam berbagai bentuk, tekstur, warna, dan cita rasa dan biasanya diiklankan. Pengetahuan gizi adalah skor pengetahuan contoh tentang hal yang berhubungan
dengan
gizi
dan
kesehatan
yang
diukur
dengan
menjumlahkan seluruh jawaban yang benar dari 25 pertanyaan yang diberikan melalui kuesioner. Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dengan penggunaan atau pengeluarannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Cijeruk merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Bogor. Terdapat sembilan desa di Kecamatan Cijeruk, yaitu Desa Palasari, Sukaharja, Tajur Halang, Tanjung Sari, Cipicung, Cipelang, Cibalung, Cijeruk, dan Warung Menteng. Sarana kesehatan yang terdapat di Kecamatan Cijeruk antara lain rumah bersalin, puskesmas, puskesmas pembantu, praktek dokter, dukun khitan atau sunat, dukun bayi, dan pelayanan Keluarga Berencana serta posyandu. Sarana kesehatan yang paling berperan penting adalah posyandu. Posyandu dilakukan satu kali dalam satu bulan. Jumlah posyandu yang terdapat di setiap desa berbeda dan tergantung dari jumlah penduduk yang ada di desa tersebut. SDN Cipicung 01 adalah sekolah dengan akreditasi B dan sudah berdiri sejak tahun 1948. Sekolah Dasar Negeri Cipicung 01 terletak di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. SDN Cipicung 01 dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Sarjana Pendidikan. Jumlah pendidik dan tenaga kependidikan SDN Cipicung 01 berjumlah delapan orang, terdiri dari satu kepala sekolah, enam guru yang masing-masing bertanggung jawab terhadap satu kelas atau disebut juga sebagai wali kelas, guru agama, dan satu orang guru olah raga yang merangkap wali kelas. Sebagian besar ijazah tertinggi dari pendidik dan tenaga kependidikan antara lain Strata 1 (S1) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Sarana
dan
prasarana
sekolah
terdiri
dari
ruang
kelas,
ruang
perpustakaan, ruang pimpinan, ruang guru, ruang UKS, dan toilet. Ruang kelas berjumlah enam kelas dengan kapasitas maksimum 40 orang. Ruang perpustakaan terdiri dari buku teks pelajaran, buku panduan pendidik, buku pengayaan, buku referensi , dan sumber belajar lain. Ruang UKS terdiri dari peralatan P3K, termometer badan, dan timbangan badan. Waktu belajar siswa dimulai sejak jam 07.15 WIB sampai 12.00 WIB untuk kelas tiga sampai kelas enam. Kelas satu dan kelas dua dari jam 07.15 WIB sampai 10.00 WIB. Fasilitas yang dimiliki terdiri dari lima ruang kelas, satu ruang guru sekaligus ruang kepala sekolah, satu lapangan olahraga sekaligus tempat parkir, satu perpustakaan dan gudang, dan satu toilet guru. Kegiatan ektrakurikuler antara lain terdiri dari pramuka. Biaya SPP untuk siswa diperoleh dari dana BOS.
38
Program kesehatan yang dilakukan setiap tahun oleh puskesmas Cijeruk terhadap siswa SDN Cipicung 01 diantaranya adalah pemberian obat cacing, penjaringan kesehatan anak sekolah, bulan imunisasi anak sekolah (BIAS), dan kegiatan pengukuran tinggi badan anak baru masuk sekolah (TBABS). Pemberian obat cacing dilakukan terhadap siswa kelas satu dan enam. Jenis obat cacing yang diberikan terhadap siswa kelas satu dan enam adalah albendazole. Kegiatan penjaringan kesehatan anak sekolah dilakukan setiap bulan agustus dan november. Kegiatan bulan imunisasi anak sekolah (BIAS) dilakukan pada bulan agustus untuk imunisasi campak dan bulan november untuk imunisasi DT/TT. Kegiatan pengukuran tinggi badan anak baru masuk sekolah (TBABS) dilakukan setiap lima tahun sekali. Selain itu, tidak jarang SDN Cipicung 01 mendapatkan donatur yang memberikan vitamin atau suplemen gratis kepada siswa. Karakteristik Contoh Jenis Kelamin Anak usia sekolah yang digunakan sebagai contoh dalam penelitian ini adalah semua murid kelas 3 sampai 5 di SD Negeri Cipicung 01 Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Contoh terdiri dari siswa maupun siswi. Siswa sekolah dasar di Indonesia mempunyai proporsi jumlah lebih banyak daripada siswi. Berdasarkan BPS RI (2012), jumlah laki-laki anak usia sekolah (51.5%) lebih banyak daripada jumlah wanita anak usia sekolah (48.5%). Berikut Tabel 5 mengenai sebaran contoh menurut jenis kelamin di SD Negeri 01 Cipicung. Tabel 5 Sebaran contoh menurut jenis kelamin Jenis kelamin n % Perempuan 59 52.2 Laki-laki 54 47.8 Total 113 100.0 Berdasarkan Tabel 5 di atas diketahui bahwa jumlah contoh siswi di SD Negeri 01 Cipicung lebih banyak daripada contoh siswa. Contoh perempuan berjumlah 59 (52.2%) dan jumlah contoh laki-laki adalah 54 (47.8%). Hal yang sama terjadi pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Umardhani (2011) terhadap anak sekolah dasar di Bogor, menyatakan bahwa jumlah siswi sekolah dasar lebih banyak daripada jumlah siswanya. Adapun berdasarkan data Kemendiknas (2010), jumlah siswa SD (51.8%) lebih banyak daripada siswi SD (48.2%).
39
Usia Menurut Kemendiknas (2010), pada umumnya usia anak sekolah dasar adalah berkisar antara 7-12 tahun. Total jumlah contoh yang menjadi contoh penelitian ini adalah 113 orang dengan rincian 38 contoh kelas 3, 38 contoh kelas 4, dan 37 contoh kelas 5. Berikut ini merupakan sebaran contoh menurut umur pada contoh. Tabel 6 Sebaran contoh menurut usia (tahun) Usia (tahun) n % 8 1 0,9 9 22 19,5 10 27 23,9 11 31 27,4 12 26 23,0 13 6 5,3 Total 113 100,0 Rata-rata ± SD (tahun) 10.7 ± 1.2 Berdasarkan Tabel 6 di atas dapat diketahui bahwa usia contoh pada penelitian ini berkisar antara 8 sampai 13 tahun. Menurut Syarief (1997) diacu dalam Thiana (2008) periode usia sekolah merupakan bagian dari tahapan dalam siklus hidup manusia yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia (SDM). Anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara kognitif, motorik, dan emosional pada periode ini. Sebagian besar usia contoh adalah 11 tahun (27.4%) dan lainnya menyebar pada kisaran usia 8 tahun (0.9%), 9 tahun (19.5%), 10 tahun (23.9%), 12 tahun (23.0%), dan 13 tahun (5.3%). Rata-rata usia contoh pada penelitian ini adalah (10.7 ± 1.2) tahun. Uang Saku Setiap anak sekolah biasanya dibekali uang saku oleh orang tuanya sebagai uang untuk pegangan anak selama di sekolah. Uang saku tersebut umumnya digunakan anak sekolah untuk membeli jajanan sekolah baik berupa makanan maupun non makanan atau mainan. Uang saku di dalam penelitian ini adalah uang yang benar-benar dipergunakan oleh contoh untuk jajan makanan dan minuman baik di sekolah maupun di rumah selama satu hari dan tidak termasuk hal lain seperti transportasi atau tabungan. Penelitian yang dilakukan oleh Madanijah et. al. (2010) menunjukkan bahwa 46% siswa sekolah dasar di Kabupaten Bogor mengalokasikan uang saku yang diberikan oleh orang tuanya untuk membeli jajan. Berdasarkan sebaran uang saku contoh, maka uang saku dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu rendah (<3000), sedang
40
(3000-5000), dan tinggi (≥ 5000) (Sugiyono 2011). Sebaran contoh menurut besarnya uang saku dijabarkan pada Tabel 7 berikut ini. Tabel 7 Sebaran contoh menurut besarnya uang saku Uang Saku (Rp) <3000 3000-5000 >5000 Total Rata-rata ± SD (Rp)
n % 52 46 47 42 14 12 113 100 2854 ± 1256.6
Sebaran contoh menurut besarnya uang saku dapat diketahui bahwa persentase tertinggi berada pada kisaran nominal