PRESTASI BELAJAR ANAK YANG MENDERITA GAKI DAN TIDAK MENDERITA GAKI DI DAERAH ENDEMIK BERAT DI SD NEGERI 1 DAN 2 TRIBUDAYA KECAMATAN AMONGGEDO, KABUPATEN KONAWE, PROPINSI SULAWESI TENGGARA
SUTOMO
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
PRESTASI BELAJAR ANAK YANG MENDERITA GAKI DAN TIDAK MENDERITA GAKI DI DAERAH ENDEMIK BERAT DI SD NEGERI 1 DAN 2 TRIBUDAYA KECAMATAN AMONGGEDO, KABUPATEN KONAWE, PROPINSI SULAWESI TENGGARA
SUTOMO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Judul Skripsi
: Prestasi Belajar Anak yang Menderita GAKI dan Tidak Menderita GAKI di Daerah Endemik Berat di SD Negeri 1 dan 2 Tribudaya, Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara
Nama
: Sutomo
NIM
: A54105306
Menyetujui Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Amini Nasoetion, M.S
Dr. Ir. Hadi Riyadi, M.S
NIP. 130 234 811
NIP. 131 628 531
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir.Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal lulus: 30 Nopember 2007
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul “Prestasi Belajar Anak yang Menderita GAKI dan Tidak Menderita GAKI di Daerah Endemik Berat di SD Negeri 1 dan 2 Tribudaya Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara
”
yang merupakan salah satu syarat untuk kelulusan sarjana Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Ir. Amini Nasoetion, MS dan Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi MS selaku
dosen
mengarahkan,
pembimbing dan
yang
memotivasi
telah
penulis
banyak
selama
membimbing,
penelitian
hingga
penyelesaian skripsi. 2. Alm. Bapak dan Ibuku yang telah memberi motivasi dan selalu mendoakanku di masa hidupnya, semoga arwah beliau diterima di sisi Allah SWT. 3. Istriku
tercinta dan dua buah hatiku yang selalu mendampingi dalam
suka dan duka. 4. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS yang menjadi pemandu dan penguji yang telah memberikan banyak masukan pada skripsi ini. 5. Devi Ruspriyana, Prita Dhyani S, dan Suci Pujianti yang menjadi pembahas pada seminar hasil penelitian ini. 6. Teman-teman Alih Jenjang satu angkatan, Basir, Dian, Muthmainnah, Zuryati, dan Sri atas segala bentuk bantuannya dan telah sudi menjadi tempat berbagi. 7. Teman – teman mahasiswa GMSK angkatan ’40 dan ’41 (Aris, Darmaning, Udin, Kuswan dan satu)
yang
selalu
yang tidak dapat disebutkan satu per
memberikan
motivasi
dan
membantu
dalam
penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis berdoa semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pihakpihak yang memerlukan. Amin Bogor,
Nopember 2007
Penulis
ABSTRAK Sutomo. Prestasi Belajar Anak yang Menderita GAKI dan Tidak Menderita GAKI di Daerah Endemik Berat di SD Negeri 1 dan 2 Tribudaya Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara Anak-anak di daerah kekurangan iodium rata-rata mempunyai IQ 13,5 poin lebih rendah dari anak normal. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan menurunnya prestasi belajar anak. Penelitian ini secara umum bertujuan mempelajari prestasi belajar anak Sekolah Dasar (SD) yang menderita GAKI dan tidak menderita GAKI di daerah endemik berat. Disain penelitian adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di SDN 1 dan 2 Tribudaya, Konawe, Sulawesi Tenggara pada bulan Juni – Juli 2007. Sampel yang digunakan adalah siswa kelas 4, 5, dan 6. Data status GAKI diperoleh dengan screening palpasi, sedangkan data prestasi belajar diperoleh dari nilai relatif lima mata pelajaran. Jumlah anak yang menderita gondok berdasarkan palpasi kelenjar gondok yang dilakukan adalah sebanyak 37 siswa (27,6 %). Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar contoh sebesar 58.3 % baik, sedangkan yang kurang baik sebesar 41.7 %. Contoh yang tidak menderita GAKI cenderung memiliki prestasi belajar yang baik. Sebesar 72.2 % contoh yang tidak menderita GAKI mempunyai prestasi belajar yang baik. Sedangkan contoh yang menderita GAKI 55.6 % memiliki prestasi belajar yang kurang baik. Dari hasil uji beda t-test diketahui bahwa terdapat perbedaan nyata antara prestasi belajar pada contoh penderita GAKI dengan contoh bukan penderita GAKI. Hasil uji korelasi Rank Spearman dalam penelitian ini menunjukkan bahwa status GAKI berhubungan negatif secara nyata dengan prestasi belajar (p < 0.05) dengan koefisien korelasi -0.282. Dengan demikian status GAKI menurunkan prestasi belajar anak SD.
ABSTRACT Sutomo. Academic Achievement of Children with and without Iodine Deficiency in Severe Endemic Area in SDN (Public Elementary School) 1 and 2 Tribudaya, Amonggedo Sub-district, Konawe District, Southeast Sulawesi Province. Children in iodine deficiency area have the average IQ 13.5 point lower than normal children. This means iodine deficiency can decrease academic achievement of children. The general objective of this research is to identify academic achievement of elementary school (SD) children with and without iodine deficiency in severe endemic area. This research was conducted from June until July 2007 by using cross sectional study design. The locations of the research were SDN (public elementary school) 1 and 2 Tribudaya, Konawe, Southeast Sulawesi. The samples of this research were 4th, 5th, and 6th grade students. Data of iodine deficiency was obtained by palpation screening, while academic achievement data was taken from the average score of five subjects. The numbers of children suffered from gondok based on gondok gland palpation screening are 37 students (27.6%). The result shows that 58.3% samples have good academic achievement and 41.7% have less good academic achievement. Children without iodine deficiency tend to get good academic achievement. More than half (72.2%) children without iodine deficiency have good academic achievement, while 55.6% of samples with iodine deficiency have less good academic achievement. T-Test shows that there is significant difference between academic achievement of children with iodine deficiency and them without iodine deficiency. Based on Rank Spearman Correlation Test, iodine deficiency status have negative significant correlation with academic achievement (p < 0.05), with correlation coefficient -0.282. Thus, iodine deficiency status decreases academic achievement of elementary school (SD) students.
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.....................................................................
i
DAFTAR ISI.................................................................................
ii
DAFTAR TABEL...........................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR.......................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................………………
1
Rumusan Masalah................……………………………………...
2
Tujuan Penelitian............................................………………...
3
Hipotesis.....................................……………………………….
3
Kegunaan Penelitian...……………………………………………...
4
TINJAUAN PUSTAKA Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)............................. Pengertian GAKI................................................................ Prevalensi GAKI dan Cara Penentuan.................................. Klasifikasi Endemik GAKI................................................... Pengaruh Hormon Tiroid pada Sistem Saraf........................ Konsumsi Iodium dalam Tubuh........................................... Faktor Penyebab GAKI.......................................................
5 5 5 6 6 7 7
Dampak GAKI.........................................................................
9
Usaha Pencegahan dan Penanggulangan GAKI.........................
9
Karakteristik Keluarga............................................................... Tingkat Pendidikan Orangtua.............................................. Pendapatan Keluarga.........................................................
10 10 11
Pola Konsumsi dan Kebiasaan makan……………………………...
11
Status Gizi............................................................................... Pengertian......................................................................... Penilaian Status Gizi..........................................................
12 12 13
Prestasi Belajar ……………………………………………..………... Pengertian......................................................................... Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar...............
15 15 15
Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar……………….......
16
KERANGKA PEMIKIRAN METODOLOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian, Lokasi dan Waktu.…………………………..
20
Penarikan Contoh ............................………………..…………….
20
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ………………………………....
20
iii
Pengolahan dan Analisis Data ……………………………………....
21
Definisi Operasional …………………………………………………..
23
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian..................………………….......
24
Karakteristik Contoh dan Keluarga Contoh...................................
25
Status GAKI Contoh.................................................................. Status GAKI Contoh Berdasarkan Pekerjaan Ayah................... Status GAKI Contoh Berdasarkan Pendidikan Ayah.................. Status GAKI Contoh Berdasarkan Pendapatan Kepala Keluarga.......................................................................... Status GAKI Contoh Berdasarkan Umur................................... Status GAKI Contoh Berdasarkan Jenis Kelamin.......................
26 26 26
Status Gizi Contoh.................................................................... Status Gizi Contoh Berdasarkan Status GAKI………….............
29 29
Prestasi Belajar Contoh……………………………………………….. Prestasi Belajar Contoh Berdasarkan Status GAKI.................... Tingkat Absensi Contoh Berdasarkan Status GAKI…………....
30 30 31
27 28 28
Perbedaan Prestasi Belajar Contoh yang Menderita GAKI dengan Contoh yang Tidak Menderita GAKI............................... Pola Konsumsi dan Kebiasaan Makan.……………………………... Frekuensi Makan Makanan Sumber Zat Iodium ....................... Frekuensi Makan Makanan Sumber Zat Goitrogenik................. Pengaruh Konsumsi Makanan Sumber Iodium dan Zat Goitrogenik Tehadap Status GAKI.............................................
31 32 33 34 35
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan.............................................................................
37
Saran......................................................................................
38
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….....
39
LAMPIRAN ………………………………………………………………......
42
iv
DAFTAR TABEL Halaman 1. Distribusi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin..........................................................................
24
2. Distribusi penduduk menurut mata pencaharian ayah..............
25
3. Distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan formal...........
25
4. Distribusi contoh menurut mata pencaharian ayah dan status GAKI....................................................................................
26
5. Distribusi tingkat pendidikan ayah contoh menurut status GAKI …........................................................................................
27
6. Distribusi contoh menurut pendapatan orang tua dan status GAKI....................................................................................
27
7. Distribusi contoh berdasarkan kelompok umur dan status GAKI....................................................................................
28
8. Distribusi contoh berdasarkan jenis kelamin dan status GAKI...
28
9. Distribusi contoh berdasarkan status gizi dan status GAKI .......
29
10. Distribusi contoh berdasarkan prestasi belajar dan status GAKI
31
11. Distribusi contoh berdasarkan jumlah absen dalam 1 semester dan status GAKI....................................................
31
12. Sebaran contoh yang menderita GAKI dan tidak menderita GAKI berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber iodium..
33
13. Sebaran contoh yang menderita GAKI dan tidak menderita GAKI berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber zat goitrogenik..........................................................................
34
v
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pemikiran ...........…………………………………........
20
vi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kuesioner Penelitian……………………… ……………................
43
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma
pembangunan
nasional
yang
berorientasi
global
dan
berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan terlaksana tanpa peningkatan sumberdaya manusia (SDM). Salah satu indikator pengukuran tinggi rendahnya kualitas SDM adalah indeks kualitas hidup (Human Development Index- HDI). Tahun 2000 peringkat HDI Indonesia sangat rendah, yaitu urutan ke-109 dari 174 negara, jauh di bawah peringkat HDI negara-negara ASEAN lainnya. Tiga faktor utama penentu HDI adalah pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan status gizi masyarakat (Depkes, 2000). Gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) merupakan salah satu masalah gizi utama disamping masalah gizi lainnya seperti KEP, KVA dan anemia. Hubungan antara zat iodium dengan kualitas SDM telah banyak diungkapkan oleh para ahli. Namun demikian, kekurangan iodium sering hanya diasosiasikan dengan pembengkakan kelenjar thyroid pada leher (goiter). Dampak negatif dari GAKI bukan hanya sekedar kekurangan zat iodium tetapi lebih berdampak pada ibu yang sering melahirkan bayi kretin, yaitu bayi dengan gangguan fisik, mental, dan intelektualnya. Anak-anak di daerah kekurangan iodium rata-rata mempunyai IQ 13,5 poin lebih rendah dari anak normal. Keadaan ini amat berpengaruh terhadap upaya-upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Anak dengan GAKI memiliki daya tahan tubuh terhadap infeksi yang kurang dan derajat gizinya lebih rendah.
Ibu hamil yang disuplementasi
iodium melahirkan anak yang lebih
berat, sehat, dan kemungkinan hidupnya lebih besar daripada ibu yang tidak memperoleh suplementasi iodium. Wanita yang tinggal di daerah yang kekurangan iodium, tingkat kegugurannya lebih tinggi dibanding di daerah yang tidak kekurangan iodium (Soeharyo, Margawati, Setyawan & Djokomoeljanto, 2002). Berdasarkan hasil survei pemetaan GAKI di Propinsi Sulawesi Tenggara akhir tahun 2003, prevalensi TGR (Total Goitre Rate) pada anak usia sekolah sebesar 10,6 % yang tersebar di 5 kabupaten/kota dan 72 kecamatan dari 6 kabupaten/kota dari 110 kecamatan yang ada. Dari kelima kabupaten/kota daerah penyebaran GAKI, terdapat tiga kabupaten yang merupakan daerah
2
endemik berat yaitu Kabupaten Konawe, Kabupaten Buton dan Kabupaten Muna, dua daerah endemik sedang yaitu Kabupaten Kolaka dan Kota Bau-Bau. Prevalensi GAKI tertinggi terdapat di Kabupaten Konawe yaitu sebesar 34,5% yang tersebar di 24 kecamatan, dengan 20 kecamatan tergolong daerah endemik berat. Dari 20 kecamatan endemik berat tersebut kecamatan dengan prevalensi tertinggi adalah Kecamatan Amonggedo dengan prevalensi GAKI sebesar 37,2 % ( Dinkes Prop. Sultra, 2002). Anak sekolah di daerah endemik berisiko memiliki prestasi belajar yang kurang, sehingga dikhawatirkan akan terjadi
penurunan produktivitas. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis
ingin mengetahui seberapa jauh
perbedaan antara
prestasi belajar anak
Sekolah Dasar (SD) yang menderita GAKI dengan yang tidak menderita GAKI pada daerah endemik di SDN 1 dan 2 Tribudaya, Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Rumusan Masalah GAKI merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang masih membawa dampak yang cukup besar terhadap kualitas sumberdaya manusia. Pencapaian prestasi belajar yang rendah merupakan salah satu akibat dari masalah GAKI tersebut. Selain masalah GAKI, beberapa penyebab prestasi belajar yang rendah adalah kualitas teknologi pengajaran yang masih rendah, buku-buku pelajaran yang kurang bermutu, pendidikan formal orangtua yang masih rendah, keadaan fisik anak, motivasi, perilaku, genetik anak, dan angka ketidakhadiran di sekolah yang tinggi. Penulis membatasi penelitian ini pada permasalahan prestasi belajar pada anak yang menderita GAKI dan tidak menderita GAKI di daerah endemik berat ( SDN 1 dan 2 Tribudaya) dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana status GAKI anak SDN 1 dan 2 Tribudaya.
2.
Bagaimana status gizi anak SDN 1 dan 2 Tribudaya.
3.
Bagaimana angka absensi dan prestasi belajar anak SDN 1 dan 2 Tribudaya.
4.
Bagaimana hubungan status GAKI dengan prestasi belajar anak SD.
5.
Bagaimana frekuensi konsumsi pangan penyumbang iodium dan zat goitrogenik pada anak SD Negeri 1 dan 2 Tribudaya.
3
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mempelajari prestasi belajar anak Sekolah Dasar yang menderita GAKI dan yang tidak menderita GAKI di daerah endemik berat. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik contoh
dan
keluarga
contoh di daerah
endemik GAKI berat. 2. Menganalisis status GAKI anak SD. 3. Menganalisis status gizi anak SD. 4. Menganalisis prestasi belajar anak SD. 5. Menganalisis tingkat absensi anak SD. 6. Menganalisis perbedaan antara prestasi belajar anak SD yang menderita GAKI dengan anak SD yang tidak menderita GAK.I 7. Menganalisis hubungan antara status GAKI dengan tingkat
absensi dan
prestasi belajar anak SD. 8. Menganalisis hubungan antara frekuensi dan jenis bahan makanan sumber iodium dan zat goitrogenik yang dikonsumsi anak SD penderita GAKI dan bukan penderita GAKI dengan prestasi belajar. 9. Menganalisis pengaruh frekuensi dan jenis bahan makanan sumber iodium dan zat goitrogenik yang dikonsumsi anak SD penderita GAKI dan bukan penderita GAKI terhadap prestasi belajar. Hipotesis Penelitian 1. Terdapat perbedaan prestasi belajar antara anak SD yang menderita GAKI dengan yang tidak menderita GAKI. 2. Terdapat
hubungan antara frekuensi dan jenis bahan makanan yang
mengandung iodium dan zat goitrogenik yang dikonsumsi dengan prestasi belajar anak SD yang menderita GAKI dan yang tidak menderita GAKI. 3. Terdapat hubungan antara status GAKI dengan angka absensi anak SD. 4. Terdapat hubungan antara status GAKI dengan prestasi belajar anak SD.
4
Kegunaan Penelitian 1. Sebagai
pemacu dalam meningkatkan
kualitas
anak didik dan
tambahan informasi tentang keadaan gizi murid yang berkaitan dengan prestasi belajar. 2. Sebagai
pemacu
dalam
meningkatkan
mutu
penyelenggaraan
pelayanan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) secara bertahap sesuai kemampuan. 3. Sebagai prioritas
masukan sasaran
bagi intervensi
pengelola masalah
program
dalam
menentukan
kesehatan masyarakat
mengaktifkan peran Tim Pangan dan Gizi terutama pokja GAKI. 4. Sebagai informasi untuk peneliti selanjutnya.
dengan
5
TINJAUAN PUSTAKA Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) Pengertian GAKI Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) adalah sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur iodium secara terus menerus, dalam jangka waktu yang relatif lama (Depkes, 2000). Zat iodium adalah zat kimia yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk menghasilkan hormon thyroid. Hormon ini diproduksi oleh dua buah kelenjar gondok yang terletak di leher bagian depan di bawah dagu. Hormon ini diangkut oleh darah ke seluruh tubuh untuk mengatur proses kimiawi yang terjadi dalam sel-sel berbagai organ tubuh termasuk sel-sel otak dan susunan syaraf pusat. Selain berfungsi dalam metabolisme energi, iodium juga sangat berpengaruh dalam perkembangan otak dan sistem susunan syaraf (Soekirman, 2000). Definisi lain menyebutkan bahwa penyakit gondok atau nama ilmiahnya struma simplex adalah salah satu manifestasi gambaran penyakit kekurangan zat iodium yang terjadi karena kekurangan hormon thyroid yang dihasilkan kelenjar thyroid (Sediaoetama, 1993). Prevalensi GAKI dan Cara Penentuan Prevalensi GAKI diukur dengan mengukur pembesaran kelenjar gondok yang dapat dilakukan dengan palpasi. Tingkat keparahan GAKI dapat diukur dengan derajat pembesaran hasil palpasi, dengan kriteria sebagai berikut : Grade 0
: apabila tidak terlihat atau teraba artinya tidak ada gondok.
Grade 1A
: apabila pembesaran gondok lebih besar dari ibu jari.
Grade 1B
: gondok membesar dan dapat dilihat pada posisi kepala menengadah ke atas.
Grade 2
: gondok kelihatan nyata membesar dengan posisi leher biasa.
Grade 3
: gondok membesar dan kelihatan dari jarak 10 meter.
Grade 2 dan 3 keduanya disebut gondok yang nyata (Visible Goitre). Bila semua grade dijumlahkan (1A+1B+2+3) disebut gondok total (Total Goitre), dan angka prevalensinya disebut TGR (Total Goitre Rate) (Soekirman, 2000). Total Goitre Rate (TGR) adalah angka prevalensi gondok yang dihitung berdasarkan seluruh stadium pembesaran kelenjar gondok, baik yang teraba (palpable) maupun yang terlihat (visible). TGR digunakan untuk menentukan tingkat endemisitas GAKI (Depkes, 2000). Pengukuran lain yang dianggap lebih obyektif dan teliti adalah dengan mengukur kadar iodium dalam urine. Dengan
6
mengukur kadar iodium dalam urine dapat diperkirakan kadar iodium dalam makanan yang baru dikonsumsi. Klasifikasi kadar iodium dalam urine dalam populasi adalah sebagai berikut : - Median 100 – 200 mikrogram/liter : normal - Median 50 – 99 mikrogram/liter
: ringan
- Median 20 – 49 mikrogram/liter
: sedang
- Median < 20 mikrogram/liter
: berat.
Bila dirinci menurut keparahan GAKI, di Indonesia diperkirakan masih terdapat 3.8 juta orang (18.8 %) menderita GAKI ringan, 8.2 % menderita GAKI sedang, dan 4.5 % menderita GAKI berat (Soekirman, 2000). Hasil survei pemetaan GAKI nasional 1998 menunjukkan bahwa 9.8 % anak usia sekolah menderita GAKI. Disamping itu diketahui pula terdapat 354 kecamatan endemik GAKI berat, 299 kecamatan endemik GAKI sedang dan 1169 kecamatan endemik GAKI ringan (Depkes & WHO, 2000). Klasifikasi Endemik GAKI Daerah endemik GAKI (selanjutnya disebut daerah GAKI) adalah daerah dimana penduduknya mengalami pembesaran kelenjar gondok dengan klasifikasi sebagai berikut (Soekirman, 2000): a. Daerah endemik GAKI berat
: bila TGR ≥ 30.0 %
b. Daerah endemik GAKI sedang
: bila TGR 20.0 – 29.9 %
c. Daerah endemik GAKI ringan
: bila TGR 5.0 – 19.9 %
d. Daerah non endemik
: bila TGR < 5.0 %.
Pengaruh Hormon Tiroid Pada Sistem Saraf Pada hipotiroid, pergerakan lamban dan kadar protein dalam cairan otak meningkat. Sebagian efek hormon tiroid
terhadap otak mungkin bersifat
sekunder terhadap meningkatnya kepekaan terhadap katekolamin yang diikuti dengan peningkatan aktivitas “sistem retikularis” barrier darah otak tidak berkembang pada saat lahir dan hormon tiroid mempunyai efek nyata pada perkembangan otak. Pada bayi hipotiroid, sinaps-sinaps berkembang tidak normal, mielinisasi terganggu, dan perkembangan mental terhambat. Perubahan mental adalah irreversibel bila terapi pengganti tidak dimulai segera setelah lahir. Hormon tiroid juga menunjukkan pengaruhnya terhadap susunan saraf tepi, dan waktu untuk timbulnya reaksi terhadap refleks peregangan memanjang pada hipotiroid (Syahbudin, 2006).
7
Konsumsi Iodium dalam Tubuh Kebutuhan iodium seseorang dipengaruhi beberapa faktor antara lain umur, jenis kelamin, dan tempat tinggal. Secara umum dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI (1998) kebutuhan iodium per hari sekitar 1-3 μg per Kg BB. Perkiraan kecukupan yang dianjurkan sekitar 40–120 μg per hari untuk anak sampai usia 10 tahun dan 150 μg per hari untuk orang dewasa, dan untuk ibu hamil dan menyusui dianjurkan tambahan masing-masing 25 μg per hari (Depkes, 1998). Faktor Penyebab GAKI Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya GAKI antara lain : 1. Defisiensi Iodium dalam Makanan Rendahnya konsumsi iodium pada masyarakat sangat dipengaruhi oleh tempat tumbuhnya bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Bahan makanan yang tumbuh pada daerah yang tanahnya miskin akan iodium maka bahan makanan yang dihasilkan juga miskin iodium. Faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan iodium dalam tanah antara lain: a. Faktor Geografis Rendahnya kandungan iodium dalam tanah secara geografis disebabkan oleh adanya erosi yang menyebabkan iodium terkikis, tanah sarang (tanah lahar, kapur) yang tidak dapat menyimpan air, sehingga air bersama iodium yang larut di dalamnya akan meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam. Hal tersebut menyebabkan akar tanaman pangan dan sayuran tidak dapat menjangkaunya sehingga kadar iodium dalam tanaman itu akan rendah pula. Disamping itu eksploitasi tanah yang berlebihan dan pencemaran limbah tanah pertanian yang berat menyebabkan tanah menjadi terlalu asam atau basa (Hetzel dalam Bambang, Merryana, & Inong, 2001) b. Faktor non-Geografis Rendahnya kandungan iodium dalam makanan di suatu daerah dapat disebabkan oleh rendahnya kandungan iodium tanah di daerah lain akibat dari daerah tersebut bahan makanan sehari-harinya sangat tergantung pada daerah yang minim iodium. Daerah importer ini biasanya adalah daerah pinggiran kota yang tanah pertaniannya mengalami penyempitan karena industrialisasi (Soegianto,1996 dalam Bambang, Merryana, & Inong, 2001).
8
2. Zat Goitrogenik dalam Makanan Menurut Winarno (1997) goitrin merupakan senyawa anti tiroid, terdapat pada tanaman dalam bentuk calon (precursor) yang disebut progoitrin yang dapat berubah menjadi bahan goitrin dengan pertolongan enzim. Bahan ini terdapat pada bahan makanan seperti kol dan sebangsa kubis lainnya. Pada umumnya bahan ini mudah rusak akibat pemanasan. Bahan makanan yang banyak dikonsumsi di negara berkembang yang bersifat goitrogenik adalah singkong yang kadar sianidanya bervaiasi antara 70 mg – 400 mg per kg bahan, sedangkan batas aman sianida menurut FAO/WHO adalah kurang dari 10 mg per 100 gr bahan mentah. Kadar sianida dalam sayuran dapat dikurangi lebih banyak dengan cara direbus. Cara rebus dapat menghilangkan kadar sianida hingga 100 %. Dengan cara tumis atau kukus sisa kadar sianida masih sekitar 60-90 %. Cara lainnya adalah dalam pengolahan bahan diiris tipis-tipis lalu direbus. Mayun, et al. (1996) dalam Depkes (1998) dalam penelitiannya tentang pengaruh cara pemasakan terhadap kandungan asam sianida dan zat gizi ubi kayu melaporkan bahwa daun ubi kayu jenis karet kadar asam sianida dan vitamin C-nya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kuning atau putih. Kadar sianida ketiga jenis daun ubi kayu tersebut berturut-turut 388.33 mg, 80.66 mg dan 85.14 mg. Kadar vitamin C 508.78 mg, 430.72 mg dan 325.56 mg, sedangkan kadar protein dari ketiga jenis tersebut tidak berbeda bermakna. Berdasarkan hasil penelitian ini juga disarankan dalam menghidangkan daun ubi kayu sebaiknya dipilih jenis putih dan kuning, cara memasaknya dengan direbus kemudian airnya ditiriskan. 3. Konsumsi Garam Garam beriodium adalah garam natrium klorida (NaCl) yang diproduksi melalui proses iodisasi yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan mengandung iodium antara 30-80 ppm untuk konsumsi manusia atau ternak, pengasinan ikan dan bahan penolong industri kecuali pemboran minyak, chlor alkali plan (CAP) dan industri kertas pulp. SNI garam konsumsi diterapkan secara wajib terhadap produsen dan distributor sesuai dengan Kepres no 69 tahun 1994 tentang pengadaan garam beriodium untuk melindungi kesehatan masyarakat (Depkes, 2000).
9
Dampak GAKI Pada ibu hamil penderita GAKI berat untuk kurun waktu lama, dampak buruk mulai terlihat pada kehamilan trimester II tetapi masih dapat diperbaiki dengan suplemen zat iodium. Bila terjadi pada kehamilan tua dampak buruknya tidak dapat diperbaiki. Artinya kelainan yang terjadi pada janin atau bayi akan bersifat permanen sampai dewasa. Dampak buruknya antara lain keguguran, lahir mati, lahir cacat, kretin, kelainan psikomotor dan kematian bayi. Pada usia sekolah dan orang dewasa GAKI dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok, cacat mental dan fisik. Dampak buruk GAKI tingkat ringan ternyata lebih mengejutkan. Pada tingkat
ini
sudah
terjadi
kelainan
perkembangan
sel-sel
saraf
yang
mempengaruhi kemampuan belajar anak, seperti ditunjukkan dengan rendahnya IQ anak penderita GAKI. Perkembangan sel otak terjadi dengan pesat pada janin dan anak sampai usia 2 tahun, karena itu ibu hamil penderita GAKI meskipun hanya pada tahap ringan, dapat berdampak buruk pada perkembangan saraf motorik dan kognitif janin yang berkaitan dengan kecerdasan anak (Soekirman, 2000). Secara ringkas UNICEF menggambarkan dampak GAKI dalam suatu piramida. Sebanyak 1-10 % sebagai puncak gunung es (yang kelihatan) adalah dampak fisik dalam bentuk kretin dan pembesaran kelenjar gondok, sedangkan dibawahnya (5–30 %) sedikit tersembunyi tetapi apabila diperhatikan dengan seksama mereka sudah menderita gondok tingkat sedang dan ringan (1A dan 1B) dan pengurangan tingkat kecerdasan, dan bagian kaki piramida sebesar 3070 % adalah dampak GAKI yang tersembunyi yaitu kerusakan sel-sel otak, hilangnya produktivitas kerja dan gangguan metabolisme energi. Usaha Pencegahan dan Penanggulangan GAKI Kegiatan penanggulangan GAKI yang dilakukan oleh pemerintah antara lain : 1. Penanggulangan Jangka Panjang Berbagai upaya jangka panjang yang dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 1970-an adalah fortifikasi zat iodium dalam garam, tetapi baru beberapa tahun menunjukkan hasilnya. Dari hasil survei garam 1996-1998 diketahui bahwa 65 % garam di Indonesia telah mengandung iodium sesuai dengan peraturan pemerintah. Program fortifikasi ini dikatakan berhasil bila 90-100 % garam yang dikonsumsi manusia dan hewan telah mengandung
10
zat iodium dalam takaran (dosis) yang disyaratkan yaitu 30-80 ppm (part per million) atau 30-80 miligram dalam 1 kilogram garam. Program jangka panjang lainnya yang dilakukan pemerintah untuk penanggulangan GAKI pada daerah endemik berat adalah dengan memasukkan zat iodium ke dalam air minum. Suatu larutan zat Iodium (KIO3) yang pekat diteteskan langsung dengan aturan tertentu pada tempat air minum seperti tempayan, bak penyimpanan air namun masih sebatas penelitian. 2. Penanggulangan Jangka Pendek Upaya jangka pendek yang dilakukan oleh pemeintah berupa pemberian kapsul minyak beriodium pada daerah GAKI sedang dan berat. Dosis pemberian kapsul iodium tersebut adalah sebagai berikut (Depkes, 2000) : a. Pada Daerah GAKI Sedang : Wanita Subur
: 2 kapsul/tahun
Ibu Hamil
: 1 kapsul/tahun
Ibu Meneteki
: 1 kapsul/tahun
b. Pada Daerah GAKI Berat : Wanita Subur
: 2 kapsul/tahun
Ibu Hamil
: 1 kapsul/tahun
Ibu Meneteki
: 1 kapsul/tahun
Anak SD (kelas 1-6) : 1 kapsul/tahun. Karakteristik Keluarga Tingkat Pendidikan Orangtua Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi tingkat konsumsi, dimana tingkat pendidikan yang cukup tinggi biasanya mempunyai kemampuan dalam menyusun ataupun pengadaan bahan makanan dalam rangka pemenuhan kebutuhan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Kemampuan tersebut erat kaitannya dengan kebiasaan makan individu atau keluarga yang dipelajari sejak dini dan pengetahuan gizi (Suhardjo, 2003). Peran orangtua dalam rumahtangga sangat penting dalam membentuk kebiasaan makan keluarga, terutama peran ibu rumahtangga. Ibu rumahtangga harus menguasai pengetahuan tentang pemilihan bahan makanan, sehingga dapat melatih kebiasaan makan yang sehat kepada anak-anaknya sedini mungkin. Pengetahuan tentang pemilihan bahan makanan sangat penting
11
dikuasai untuk memperoleh makanan yang sehat dan sesuai dengan standar (Nasoetion & Riyadi, 1994). Pendapatan Keluarga Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan paling sedikit selama satu jam dalam satu minggu dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan. Pekerjaan orangtua berkaitan erat dengan pendapatan yang didapatkan oleh keluarga dan menjadi faktor penting bagi kemampuan daya beli pangan keluarga (Sayogyo, 1986). Seorang ibu rumahtangga yang bekerja cenderung mempunyai waktu yang sedikit untuk memperhatikan konsumsi keluarga (Sanjur, 1981). Rendahnya pendapatan merupakan rintangan lain yang menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan (Sayogyo, 1986). Namun terdapat keluarga yang sebenarnya mempunyai penghasilan cukup akan tetapi sebagian anaknya menderita gizi kurang. Hal ini karena belum adanya
perencanaan
pengeluaran
keluarga
sehingga
hasilnya
belum
memuaskan. Masalah lainnya yang sering ditemui adalah keluarga mampu menyediakan bahan makanan yang cukup untuk keluarga tetapi keterampilan dalam mengolah bahan makanan tersebut kurang memenuhi syarat, sehingga zat gizi yang dihasilkan dari bahan makanan tersebut kurang memenuhi kebutuhan zat gizi keluarga. Pengukuran pendapatan menggunakan klasifikasi ukuran kemiskinan Sayogyo adalah, cukup atau tidak miskin apabila pendapatan ≥ 320 kg beras/tahun, dikatakan kurang atau miskin apabila pendapatan < 320 kg beras/tahun, sedangkan menurut BPS Propinsi Sulawesi Utara tahun 2006, keluarga dikatakan miskin jika pendapatan perbulan kurang dari Rp 400.000,- . Suhardjo (1986) menyatakan bahwa pada umumnya jika pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung meningkat pula. Peningkatan pendapatan perorangan akan
menyebabkan
perubahan dalam
susunan
makanan. Namun pengeluaran uang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi. Pola Konsumsi dan Kebiasaan Makan Pola makan menurut Hong dan Kardjati (1989) adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Dapat dikatakan pula bahwa kebiasaan makan adalah caracara individu dan kelompok individu memilih, mengkonsumsi dan menggunakan
12
makanan-makanan yang tersedia, dan didasarkan kepada faktor-faktor sosial dan budaya di mana mereka hidup. Tingkat konsumsi makanan merupakan macam dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu waktu tertentu. Tingkat konsumsi makanan ini merupakan penerapan pola konsumsi makan yaitu susunan jenis makanan yang biasa dikonsumsi oleh seseorang
atau
sekelompok orang berupa makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, buah-buahan, dan susu. Dalam susunan menu ini mengandung energi, protein, karbohidrat, vitamin dan mineral yang sesuai dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Suhardjo (1989) menegaskan pula bahwa pola makan suatu negara atau daerah tertentu, umumnya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang. Pola konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai jumlah, jenis, dan frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakat tertentu. Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang, dengan demikian diharapkan konsumsi pangan yang beraneka ragam dapat memperbaiki mutu gizi makanan seseorang. Tiap-tiap jenis pangan atau makanan mempunyai cita rasa, tekstur, bau, campuran zat gizi dan daya cerna masing-masing. Oleh sebab itu tiap-tiap jenis komoditi dapat memberikan sumbangan zat gizi yang unik (Suhardjo, 1989). Di negara-negara berkembang konsumsi iodium paling banyak diperoleh dari makanan yang berasal dari laut mengingat air laut mengandung iodium tinggi. Oleh karena itu bahan makanan seperti rumput laut, ikan, kepiting, udang dan tanaman yang ada didekat laut merupakan sumber yang baik akan iodium, selain itu konsumsi iodium juga dapat diperoleh dari garam yang telah difortifikasi iodium dan air (Muchtadi, 1992). Status Gizi Pengertian Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat penyerapan, pemakaian dan penggunaan makanan. Makanan yang memenuhi kebutuhan tubuh akan zat-zat gizi umumnya menghasilkan status gizi yang memuaskan. Kekurangan dan kelebihan zat gizi esensial dalam makanan untuk waktu lama di sebut gizi salah. Bentuk dari gizi salah tersebut dapat berupa gizi lebih atau gizi kurang.
13
Gizi normal adalah suatu keadaan sebagai akibat adanya keseimbangan antara kebutuhan akan zat gizi untuk kelangsungan kehidupan, pertumbuhan dan pemeliharaan fungsi normal tubuh (Suhardjo, 1986). Status gizi dan kesehatan anak sekolah sangat penting artinya sebagai gambaran keadaan gizi anak untuk dapat digunakan dalam meningkatkan program UKS (Lamid, 1992). Penilaian Status Gizi Antropometri adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penilaian status gizi yang umum digunakan di Indonesia adalah pengukuran antropometri. Pengukuran antropometri ini dibedakan menjadi dua bagian yaitu : 1. Ukuran Linier adalah pengukuran antropometri dengan menggunakan parameter tinggi badan (TB) atau panjang badan (PB), lingkar dada (LD) dan lingkar kepala (LK). Parameter ini digunakan untuk menilai keadaan gizi seseorang pada masa lampau. 2. Ukuran
masa
jaringan
adalah
pengukuran
antropometri
dengan
menggunakan parameter berat badan (BB), lingkar lengan atas (LILA), indek masa tubuh (IMT) dan tebal lemak dibawah kulit (TLBK). Parameter ini digunakan untuk menilai status gizi seseorang pada saat dilakukan pengukuran. Pengukuran antropometri sangat umum digunakan untuk menilai status gizi didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut : a.
Pertumbuhan dan perkembangan badan mencerminkan kecukupan gizi dan kesehatan.
b.
Bila pertumbuhan dan perkembangan badan baik berarti anak itu mendapat cukup zat gizi.
c.
Bila zat gizi kurang, anak menderita KEP, cadangan tubuh digunakan (lemak atau protein) akibatnya tubuh tampak kurus dan ototnya tipis.
d.
Apabila berlangsung lama dan disertai dengan kekurangan zat gizi lain, mengakibatkan pertumbuhan terhambat, badannya pendek, badannya kecil, Lingkar dada/kepala juga kecil dibandingkan anak yang normal. Penilaian status gizi baik langsung maupun tidak langsung dapat
digunakan secara terpisah ataupun secara bersama-sama tergantung metode yang akan dipakai, biaya dan fasilitas yang tersedia serta tujuan yang hendak dicapai. Namun dengan mengkombinasikan kedua penilaian di atas dan tergantung dari hasil yang diperoleh maka dapat memberikan gambaran dan
14
keadaan yang lebih jelas mengenai status gizi masyarakat (Roedjito, 1987). Berat badan memberikan gambaran konstitusi tubuh atau masa jaringan dan sering digunakan untuk menilai pertumbuhan berat badan, berat badan tersebut sangat berfluktuasi dari waktu ke waktu, karena sangat mudah dipengaruhi oleh keadan yang terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Dengan demikian berat badan baik dalam hubungannya dengan tinggi badan maupun umur memberikan gambaran status gizi masa kini. Sedangkan tinggi badan tidak begitu terpengaruh oleh perubahan keadaan yang terjadi dalam waktu singkat. Tinggi badan juga merupakan indikator yang baik untuk status energi dan protein masa lalu (Handajani, 1994). Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan dalam penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan terhadap berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Dalam menginterpetasikan atau memantau pertumbuhan anak dari waktu ke waktu diperlukan suatu baku antropometri. Hingga saat ini nilai ambang batas (Cut of Point) diekspresikan dalam tiga cara yaitu %tase terhadap median, %til dan unit simpang baku (SD) (Aritonang, 1996). Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur. Tinggi badan menurut umur tidak sensitif terhadap defesiensi gizi dalam jangka pendek, sehingga pengaruh defesiensi gizi terhadap tinggi badan akan muncul setelah beberapa waktu yang cukup lama, seperti pada GAKI.
Status gizi
diperoleh dengan mengukur IMT per umur anak, kemudian dibandingkan data referensi
NCHS/WHO berdasarkan persentil pada umur yang sama dengan
kriteria; 1. Kurus atau IMT/U rendah :
< persentil ke-5
2. Berisiko overweight
≥ persentil ke-85
:
Berbagai penelitian yang pernah dilakukan terhadap anak sekolah baik di kota maupun di pedesaan di Indonesia, didapatkan kenyataan bahwa pada umumnya berat badan dan tinggi badan rata-rata anak sekolah dasar ini berada di bawah ukuran normal. Tidak jarang pula pada anak-anak ini ditemukan adanya tanda-tanda penyakit gizi, baik dalam bentuk ringan maupun dalam bentuk agak berat (Riyadi, 2003).
15
Prestasi Belajar Pengertian Prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku karena memperoleh pengalaman belajar berupa pengetahuan. Prestasi belajar menggambarkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan. Untuk mengetahui seberapa jauh materi pelajaran tersebut dikuasai dan dipahami siswa , dilakukan evaluasi hasil belajar. Melalui evaluasi belajar juga dapat diketahui apakah proses belajar mengajar telah berjalan secara efektif. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan guru untuk mengetahui prestasi belajar anak adalah mengajukan pertanyaan secara lisan, memberikan pekerjaan rumah, memberikan tes tertulis dan penampilan aktual dari tugas keterampilan (Hawadi, 2001). Soemantri (1978) dalam Supriyadi (1995) menyebutkan bahwa prestasi belajar dapat diukur melalui skor prestasi belajar dari beberapa mata pelajaran. Beberapa mata pelajaran tersebut meliputi PMP, Bahasa Indonesia, Matemátika, IPA, dan IPS. Dari kelima mata pelajaran tersebut sudah dapat diperoleh gambaran nilai kognitif anak, dan hasil pengukurannya dinyatakan dalam angka. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat berasal dari dalam dirinya (faktor internal) dan dari luar dirinya (faktor eksternal). Faktor internal meliputi: a. Kemampuan intelektual. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif dan cukup kuat antara taraf intelegensi dengan prestasi belajar, yaitu sebesar 0.70. b. Minat. Pada umumnya seseorang akan merasa senang melakukan sesuatu sesuai dengan minatnya. c. Bakat. Bakat merupakan kapasitas untuk belajar, oleh karena itu baru terwujud ketika mendapatkan latihan. d. Sikap. Seseorang akan menerima atau menolak sesuatu berdasarkan peneilaiannya terhadap suatu obyek. e. Motivasi berprestasi. Semakin tinggi motivasi seseorang, maka semakin baik prestasi yang akan diraihnya. f.
Konsep diri. Konsep diri menunjukkan bagaimana seseorang memandang dirinya serta kemampuan yang ia miliki. Siswa yang memiliki konsep diri yang positif akan lebih berhasil di sekolah.
16
g. Sistem nilai. Sistem nilai merupakan keyakinan yang dimiliki seseorang tentang cara bertingkah laku dan kondisi akhir dari yang diinginkannya. Sistem niali yang dianut dapat mempengaruhi dan menentukan motivasi, gaya hidup, dan tindakan seseorang. Faktor eksternal meliputi: a. Lingkungan sekolah. Hal-hal yang mempengaruhi prestasi siswa di sekolah adalah keadaan fisik sekolah, fisik ruangan, kelengkapan alat pelajaran, disiplin sekolah, metode belajar mengajar serta hubungan antara siswa dengan guru. Beberapa peneltian membuktikan bahwa ada hubungan positif antara sikap guru dan pelajaran dengan prestasi beljar siswa. b. Lingkungan keluarga. Hal-hal yang mempengaruhi prestasi siswa dari keluarga adalah hubungan siswa dengan anggota keluarganya, ukuran besarnya keluarga, bentuk keluarga, pendidikan orangtua, dan keadaan ekonomi keluarga. c. Lingkungan masyarakat. Hal ini berupa kegiatan-kegiatan yang diikuti oleh siswa seperti klub olahraga, karang taruna dan lainnya (Hawadi, 2001).
Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Status gizi yang buruk pada masa anak-anak, terutama ketika pada perkembangan otak sedang berlangsung dengan cepat, dapat menyebabkan cacat menetap antara lain gangguan
pada perkembangan intelektualitas.
Keadaan gizi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan anak. Keadaan gizi seseorang dipengaruhi oleh keadaan makanan yang dimakannya. Makanan yang bergizi dapat membuat seseorang lebih berprestasi dalam hal kemampuan belajar di sekolah (Nasoetion & Riyadi 1994). Pertumbuhan dan perkembangan anak akan terganggu karena menderita sakit, kurang gizi atau menderita anemia. Keadaan ini mempengaruhi proses belajar, yang lebih lanjut akan mengurangi konsentrasi dan prestasi belajar disekolah (Lamid, 1992). Perut lapar pada umumnya dianggap sebagai penyebab kelesuan, apatis, dan ketidakmampuan mencurahkan perhatian. Secara mental dan fisik anak akan lesu dan karena itu mendapat kesukaran dalam menunjukan perhatian di dalam kelas. Anak yang mengalami gizi kurang menjadi terbelakang, dan sering sekali sampai ia tidak sanggup lagi menyesuaikan diri dengan situasi sekolah.
17
Gizi kurang ikut berperan dalam penampilan anak yang kurang baik, kemampuan yang rendah untuk mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Sebagian besar penduduk di negara berkembang berbadan pendek karena kurang gizi. Anak yang kurang gizi mengalami 20-30 % gangguan pertumbuhan dibandingkan dengan anak yang gizinya baik. Anak yang kurang gizi berumur 9 tahun maka sama besarnya dengan anak-anak yang berumur 6-7 tahun. Hal ini menunjukan bahwa orang-orang pendek dan kecil karena sebelumnya menderita kurang gizi, kemampuan berprestasinya juga kecil. Prestasi belajar murid sekolah dasar ditentukan oleh beberapa faktor antara lain kualitas sekolah dan keadaan anak itu sendiri, dalam hal ini status gizi anak tersebut (Lamid, 1992). Penelitian Puslitbang Gizi Bogor selama 25 tahun terakhir telah membuktikan bahwa anak yang menderita gizi kurang akan terbelakang intelektualnya sebanyak 10-20 skor IQ meskipun gizinya telah diperbaiki, bahkan KEP ringan pun akan menimbulkan gangguan motorik dan kognitif pada perkembangan selanjutnya (Kodyat, 1996). Studi kasus anak sekolah dasar di kabupaten Bogor tentang kaitan indeks prestasi dengan status gizi anak menggambarkan bahwa status gizi anak sekolah menurut TB/U berkaitan dengan hasil belajar sebagaimana ditunjukan nilai IP siswa, semakin rendah status gizi siswa maka semakin rendah nilai IP mereka (Lamid, 1992). Pada hipotiroidisme, pergerakan lamban dan kadar protein dalam cairan otak meningkat. Sebagian efek hormon tiroid terhadap otak mungkin bersifat sekunder terhadap meningkatnya kepekaan terhadap katekolamin, yang diikuti dengan peningkatan aktivitas “sistem retikularis” barrier darah otak yang tidak berkembang pada saat lahir dan hormon tiroid mempunyai efek nyata pada perkembangan otak (Ganong, 1986). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bleichordt et al., (1987) di daerah endemik di Las Hurdes Spanyol didapatkan bahwa perkembangan mental anak di daerah kekurangan iodium lebih rendah daripada anak di daerah non endemik. Pada anak 6-12 tahun terjadi penurunan pada kemampuan bahasa, dengan lancar (verbal fluidity) dan kecepatan persepsi dan mengutarakan pendapat.
18
KERANGKA PEMIKIRAN Prestasi belajar sebagai variabel dependen dipengaruhi oleh faktor keadaan kesehatan yang tercermin pada tingkat kehadiran siswa di sekolah dan kebiasaan belajar siswa sehari–hari. Dalam hal ini status gizi sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi keadaan kesehatan. Rendahnya konsumsi pangan atau kurang seimbangnya gizi makanan yang dikonsumsi dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan organ dan jaringan tubuh, terjadinya penyakit defesiensi gizi dan atau lemahnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit atau infeksi serta menurunnya aktivitas dan produktivitas kerja, seperti aktivitas belajar pada anak sekolah. Tingkat pendapatan keluarga, secara tidak langsung mempengaruhi status gizi, karena tingkat pendapatan menggambarkan pola konsumsi pangan sehari–hari dalam rumah tangga.
Dalam hal ini besar keluarga berpengaruh
pada distribusi makanan dalam keluarga. Keadaan lingkungan, dukungan keluarga dan ketersediaan fasilitas belajar yang cukup, baik di sekolah maupun di rumah memiliki andil dalam prestasi belajar anak. Faktor utama yang lain adalah tingkat kecerdasan (IQ) yang dimiliki oleh masing–masing individu. Penurunan IQ dapat diakibatkan oleh terjadinya GAKI, sehingga anak yang menderita GAKI akan mengalami penurunan prestasi belajar. Penelitian Puslitbang Gizi Bogor selama 25 tahun terakhir telah membuktikan bahwa anak yang menderita gizi kurang akan terbelakang intelektualnya sebanyak 10-20 skor IQ meskipun gizinya telah diperbaiki, bahkan KEP ringan pun akan menimbulkan gangguan motorik dan kognitif pada perkembangan selanjutnya (Kodyat, 1996), selain penurunan IQ, akibat GAKI lain adalah terjadinya penurunan tingkat kesehatan. Data dari food frequency dapat menunjukkan seberapa sering tingkat konsumsi iodium dan penyumbang zat goitrogen pada penderita GAKI. Status atau tingkat keparahan GAKI dipengaruhi oleh tingkat konsumsi iodium dan zat goitrogeniknya. Status gizi diperoleh dengan cara pengukuran tinggi badan dan berat badan kemudian dibandingkan dengan baku rujukan NCHS/WHO. Prestasi belajar diukur dengan melihat nilai tiap bidang studi dibagi dengan nilai rata-rata relatif dikali 100 % (semester ganjil) dari 5 bidang studi yaitu PPKN, Bahasa Indonesia, IPS, IPA dan Matematika.
19
Karakteristik Keluarga - Pendidikan ayah - Pendapatan ayah - Pekerjaan ayah
Karakteristik Contoh : - Jenis Kelamin - Umur - Kelas
- Perilaku ayah: Pengetahuan Sikap Tindakan
Pola makan - Jenis konsumsi iodium - Frekuensi konsumsi iodium
Konsumsi Iodium dan Zat Goitrogenik
TIDAK GAKI
Status Gizi
Status Kesehatan
GAKI Penurunan IQ
Lingkungan - Dukungan Keluarga - Fasilitas Belajar
Angka absensi
Prestasi Belajar
Diteliti Tidak Diteliti
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Kebiasaan belajar
20
METODOLOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat cross sectional study untuk membandingkan prestasi belajar anak yang menderita GAKI dengan yang tidak menderita GAKI di daerah endemik berat. Lokasi penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 1 dan 2 Tribudaya yang terletak di desa Puasana dan Ulu Benua, Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe pada bulan Juni sampai Juli Tahun 2007. Penarikan Contoh Jumlah contoh dalam penelitian ini sebanyak 72 siswa, yang terdiri dari 36 siswa penderita GAKI dan 36 siswa bukan penderita GAKI. Baik siswa penderita GAKI dan bukan penderita GAKI dipilih secara random sampling, dengan kriteria contoh adalah pelajar SD kelas 4, 5, dan 6 (umur 10-12 tahun) yang berdomisili di desa Puasana dan Ulu Benua sekurangnya
lima tahun,
karena dampak GAKI baru terlihat dalam jangka waktu yang cukup lama (3 – 5 tahun) ( Kartono, Muhilal, Untoro & Djokomoeljanto, 2007).
Jumlah sampel
dihitung berdasarkan rumus estimasi proporsi dengan presisi mutlak :
n= n
z12−α / 2P (1 − P ) d2
: jumlah contoh 36 penderita GAKI dan 36 contoh bukan penderita
z12−α / 2 P
: 1,96 dengan derajat kepercayaan 95 % : prevalensi TGR (Total Goitre Rate) pada anak usia sekolah sebesar 10,6% provinsi Sulawesi Tenggara
d
: Presisi yang diinginkan 10 %
Sumber
: Sastroasmoro, 1995 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer meliputi : -
Karakteristik contoh dan keluarga contoh, diperoleh dengan wawancara dan kuesioner.
-
Data antropometri pelajar SD, berat badan, diukur dengan timbangan injak detekto ketelitian 0,1 kg, tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm.
21
-
Data frekuensi dan jenis konsumsi bahan makanan sumber iodium dan zat goitrogen, diperoleh dari wawancara dengan metode frekuensi pangan.
-
Data status GAKI contoh, diperoleh dengan screening palpasi.
Data sekunder meliputi: -
Prestasi belajar contoh, diperoleh berdasarkan nilai relatif yaitu nilai rata-rata (nilai harian + nilai akhir raport) tiap bidang studi dibagi dengan nilai rata-rata kelas tiap bidang studi dikali 100 %.
-
Angka absensi contoh, diperoleh dari daftar absen pelajar selama satu semester.
-
Keadaan umum desa, diperoleh dari kantor desa, kecamatan dan Dinas Kesehatan. Pengolahan dan Analisa Data Setelah data terkumpul selanjutnya data diolah melalui proses editing dan
pengkodean sebelum dianalisis. Data pendidikan diukur menurut lama pendidikan (dinyatakan dalam tahun). Data pendapatan keluarga contoh dibagi menjadi dua kategori yaitu keluarga dengan pendapatan pendapatan kurang
miskin apabila
dari Rp 400.000,- / bulan, sedangkan tidak miskin apabila
lebih dari Rp. 400.000,- / bulan (BPS Sultra, 2006). Status gizi diperoleh dengan mengukur IMT per umur anak, kemudian dibandingkan data
referensi
NCHS/WHO (1995) berdasarkan persentil pada
umur yang sama. dengan kriteria; 1. Kurus atau IMT/U rendah :
< persentil ke-5
2. Berisiko overweight
≥ persentil ke-85
:
Data frekuensi konsumsi bahan makanan sumber iodium dan bahan makanan yang mengandung zat goitrogenik dikelompokkan dengan kategori: 1. Tidak pernah
:0
2. Kadang-kadang
: 1 x/bulan – 1-2 x/minggu
3. Sering
: 3-6 x/minggu - > 1 x/hari.
Status GAKI diukur dengan derajat pembesaran hasil palpasi, dengan kriteria sebagai berikut : Grade 0
: apabila tidak terlihat atau teraba artinya tidak ada gondok
Grade 1A
: apabila pembesaran gondok lebih besar dari ibu jari
Grade 1B
: gondok membesar dan dapat dilihat pada posisi kepala menengadah keatas
Grade 2
: gondok kelihatan nyata membesar dengan posisi leher biasa
22
Grade 3
: gondok membesar dan kelihatan dari jarak 10 meter.
Grade 2 dan 3 keduanya disebut gondok yang nyata (Visible Goitre). Bila semua grade dijumlahkan (1A+1B+2+3) disebut gondok total (Total Goitre), dan angka prevalensinya disebut TGR (Total Goitre Rate) (Soekirman, 2000). Prestasi belajar contoh diperoleh berdasarkan nilai relatif yaitu nilai ratarata ( nilai harian + nilai akhir raport )dari nilai tiap bidang studi dibagi dengan nilai rata-rata kelas tiap bidang studi dikali 100 %, dengan kriteria baik (≥ Nilai rata – rata kelas) dan kurang baik (< Nilai rata – rata kelas ). Angka absensi contoh, diperoleh dari daftar absen pelajar selama satu semester, dikriteriakan menjadi tidak pernah (0), sedang ( 1-3 hari ), sering ( > 3 hari ). Setelah mengalami proses pengolahan, data-data tersebut dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan SPSS versi 11.5
for window
Data
antropometri diolah dengan menggunakan software Gizi Comp (Puslitbang Gizi dan Makanan, Depkes RI versi Desember 2005). Hubungan antar variabel status GAKI, angka absensi, frekuensi konsumsi bahan makanan sumber iodium dan zat goitrogenik dengan prestasi belajar dan status gizi dengan status GAKI diuji dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman, sedangkan untuk komparasi prestasi belajar anak yang menderita GAKI dengan yang tidak menderita GAKI dilakukan uji stastistik dengan Uji t, dan pengaruh frekuensi makanan sumber iodium dan zat goitrogenik terhadap status GAKI diuji dengan regresi linier dengan menggunakan metode stepwise.
23
Definisi Operasional Karakteristik contoh adalah pelajar SD kelas 4 - 6 (umur 10-12 tahun) yang berdomisili di desa Puasana dan Ulu Benua selama paling kurang lima tahun. Karakteristik keluarga adalah keragaan keluarga yang ditunjukan oleh tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan. Pendapatan keluarga
adalah jumlah pendapatan kepala keluarga, yang
dinyatakan dalam rupiah per bulan. Pola makan adalah cara contoh mengkonsumsi pangan yang meliputi frekuensi dan konsumsi jenis bahan makanan sumber iodium dan zat goitrogenik. Status Gizi adalah keadaan gizi contoh berdasarkan indeks massa tubuh menurut umur. Status
GAKI adalah keadaan
pembesaran kelenjar gondok yang dapat
dilakukan dengan palpasi. Angka Absensi adalah ketidakhadiran contoh di sekolah selama dalam semester penelitian. Prestasi Belajar adalah nilai yang diambil berdasarkan nilai relatif yaitu nilai rata-rata ( nilai harian + nilai akhir raport ) dibagi dengan nilai rata-rata kelas tiap bidang studi dikali 100 % diambil dari 5 mata pelajaran (Bahasa Indonesia, PPKN, IPS, IPA, Matematika ).
24
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Puasana dan Desa Ulu Benua terletak +
30 Km dari Ibu Kota
Kabupaten Kendari (yang sekarang berubah menjadi Kabupaten Konawe) dan 17 Km di sebelah utara kota Kecamatan Pondidaha (yang sekarang berubah menjadi Kecamatan Amonggedo). Kedua Desa ini sebelumnya merupakan satu desa dengan nama Desa Tribudaya dengan latar belakang 3 budaya yaitu Jawa, Bali dan Lombok. Dalam pembahasan selanjutnya penyebutan kedua desa ini adalah dengan sebutan Desa Tribudaya. Desa ini adalah desa transmigrasi sejak tahun 1981. Kedua Desa ini merupakan daerah dataran tinggi dengan luas daerah keseluruhan kurang lebih 10.000 Ha, dan terdiri atas 5 % daerah pemukiman dan fasilitas lainnya, 20 % areal persawahan, 15 % areal perkebunan dan 60 % merupakan hutan lindung. Kepadatan penduduk mencapai 6,4 jiwa/Ha dengan tingkat pertumbuhan penduduk sekitar 0,03 %. Jumlah penduduk Desa Puasana dan Ulu Benua mencapai 3.176 jiwa. Adapun distribusi penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Distribusi kelamin
penduduk
menurut
kelompok
Desa Puasana No.
Kel. Umur (tahun)
Jenis Kelamin Laki Perempuan n
%
n
%
umur
dan
jenis
Desa Ulu Benua Jumlah Penduduk (jiwa) n %
n
Jenis Kelamin Laki Perempuan %
n
%
Jumlah Penduduk (jiwa) n %
1
<1
32
4.3
33
4.3
65
4.3
49
5.9
54
6.5
103
6.2
2
1-5
84
11.2
68
8.9
152
10.0
92
11.0
77
9.3
169
10.2
3
6 - 14
129
17.2
135
17.7
264
17.4
142
17.0
156
18.8
298
17.9
4
15-35
156
20.7
149
19.6
305
20.1
183
22.0
164
19.8
347
20.9
5
36-45
186
24.7
193
25.3
379
25.0
176
21.1
168
20.3
334
20.1
6
46-65
106
14.1
117
15.4
223
14.7
123
14.8
161
19.4
254
15.3
7
> 65
59
7.8
67
8.8
126
8.3
68
8.2
79
9.5
147
8.8
Jumlah penduduk
752
100.0
762
100.0
1514
100.0
833
100.0
829
100.0
1662
100.0
Sumber Data
: Monografi Desa Puasana dan Ulu Benua tahun 2007
Secara fisik geografis, kehidupan masyarakat di kedua desa ini lekat dengan kehidupan pertanian (85 %) yang telah menjadi pokok mata pencaharian (Tabel 2). Prasarana ekonomi yang tersedia di Desa Tribudaya belum baik, termasuk adanya jalan belum beraspal
sehingga belum dapat menampung
25
beberapa jenis angkutan, baik penumpang maupun barang, sehingga akses ke fasilitas umum (pasar, puskesmas) masih terganggu. Tabel 2. Distribusi penduduk menurut mata pencaharian ayah Desa Puasana Desa Ulu Benua No. Mata Pencaharian n % n % 85,2 316 86,4 325 Pertanian 1. 3,2 12 4,3 16 Perdagangan 2. 8,1 30 6,4 24 Pertukangan 3. 0,8 3 0,8 3 Jasa Angkutan 4. 2,7 10 2,1 8 Pemerintahan/Guru 5. Jumlah 376 100 371 100 Sumber : Monografi Desa Puasana dan Ulu Benua Tahun 2007
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Puasana dan Ulu Benua sebagian besar adalah tamat SD, meskipun begitu masih terdapat penduduk dengan buta aksara
(Tabel 3) .
Tabel 3. Distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan formal Desa Puasana Desa Ulu Benua Tingkat No. Pendidikan Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan n
%
n
%
n
%
n
%
1
Buta Aksara
20
4.5
26
7.4
31
8.7
21
6.8
2
Tidak Tamat SD
50
11.3
65
18.4
42
11.8
37
12.0
3
Tamat SD
255
57.7
176
49.9
153
43.0
164
53.2
4
SLTP
67
15.2
46
13.0
70
19.7
49
15.9
5
SLTA/Sederajat
42
9.5
35
9.9
47
13.2
32
10.4
6
Diploma/Akademi
6
1.4
3
0.8
7
2.0
3
1.0
7
Perguruan Tinggi
2
0.5
2
0.6
6
1.7
2
0.6
Jumlah
442
100.0
353
100.0
356
100.0
308
100.0
Sumber Data
: Monografi Desa Puasana dan Ulu Benua tahun 2007
Karakteristik Contoh dan Keluarga Contoh Contoh yang merupakan anak usia sekolah adalah salah satu kelompok masyarakat yang sangat rawan terhadap dampak kekurangan iodium (GAKI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (65.3 %) berjenis kelamin laki-laki. Usia contoh berkisar antara 10 – 12 tahun dengan sebagian besar contoh (63.9 %) berusia 10 tahun. Hampir semua ayah contoh bekerja sebagai petani, yaitu sebesar 93.1 %. Hanya sebagian kecil yang bekerja sebagai pedagang, PNS, dan wiraswasta. Pendidikan ayah contoh beragam mulai dari SD sampai SMA. Sebesar 38.9 % ayah contoh memiliki tingkat pendidikan SD, sedangkan ayah contoh yang memiliki tingkat pendidikan SMP sebesar 43.1 %. Berdasarkan BPS Sultra tahun
26
2006, dilihat dari besarnya pendapatan keluarga, sebagian besar keluarga contoh tergolong keluarga tidak miskin, yaitu sebesar 62.5 %. Status GAKI Contoh Pemeriksaan kelenjar gondok (palpasi) dilakukan oleh 2 tenaga palpator terlatih dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tenggara dan Puskesmas Kecamatan Amonggedo. Palpasi dilakukan pada siswa kelas 4, 5 dan 6 SDN Tribudaya 1 dan 2, sesuai dengan jumlah yang hadir, yaitu sebanyak 134 siswa . Dari hasil palpasi kelenjar gondok , ditemukan 37 siswa (27.6 %) menderita gondok. Siswa dengan gradasi IA sebanyak 35 dan 2 anak (1.49 %) dengan gradasi IB, sedangkan 97 siswa (72 % ) dalam kondisi normal ( gradasi 0 ). Status GAKI Contoh Berdasarkan Pekerjaan Ayah Ayah contoh penderita GAKI dan bukan penderita GAKI sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani (transmigran), dengan kisaran masa tanam sebanyak dua kali dalam setahun, dengan luas tanah garapan kurang lebih 1 ha per kepala keluarga dan hanya dapat ditanami
satu jenis komoditi tanaman
pangan yaitu padi . Dalam hal ini sebesar 94.4 % pekerjaan ayah penderita GAKI adalah sebagai petani pemilik dan penggarap (Tabel 4). Demikian juga dengan ayah contoh bukan penderita GAKI, sebesar 91.7 % bekerja sebagai petani. Hanya 5.6 % ayah penderita GAKI yang bekerja sebagai pedagang, sedangkan 5.6 % ayah anak yang tidak menderita GAKI bekerja sebagai PNS. Tabel 4. Distribusi contoh menurut mata pencaharian ayah dan status GAKI Status GAKI Pekerjaan Ayah Total GAKI TIDAK GAKI n % n % n % Dagang 2 5.6 0 0 2 2.8 PNS 0 0.0 2 5.6 2 2.8 Petani 34 94.4 33 91.7 67 93.1 Wiraswasta 0 0.0 1 2.8 1 1.4 Total 36 100.0 36 100 72 100.0 Status GAKI Contoh Berdasarkan Pendidikan Ayah Hasil penelitian menunjukkan bahwa separuh (50 %) ayah contoh yang menderita GAKI hanya lulus SMP. Ayah contoh penderita GAKI yang berlatar belakang pendidikan SLTA/sederajat hanya sebesar 16.7 %. Pada contoh yang tidak menderita GAKI sebanyak 44,4 % tingkat pendidikan ayah contoh adalah SD, sedangkan yang memiliki tingkat pendidikan SLTA/sederajat hanya 19,4 %
27
(Tabel 5). Dengan demikian pendidikan ayah contoh baik yang menderita GAKI maupun yang tidak menderita GAKI sebagian besar adalah SD dan SMP. Tabel 5. Distribusi tingkat pendidikan ayah contoh menurut status GAKI Status GAKI Total Tingkat Pendidikan Ayah GAKI tidak GAKI SD
n 12
% 33.3
n 16
% 44.4
n 28
% 38.9
SMP
18
50.0
13
36.1
31
43.1
SLTA/Sederajat
6
16.7
7
19.4
13
18.1
Total
36
100.0
36
100.0
72
100.0
Status GAKI Contoh Berdasarkan Pendapatan Kepala Keluarga Berdasarkan status GAKI contoh, sebagian besar (64 %) pendapatan keluarga contoh penderita GAKI tergolong tidak miskin (Tabel 6). Sedangkan pendapatan keluarga contoh yang tidak menderita GAKI sebagian besar (61 %) juga tergolong tidak miskin. Dengan demikian pendapatan keluarga contoh yang menderita GAKI dan tidak menderita GAKI tidak jauh berbeda. Pendapatan ayah
contoh yang sebagian besar petani adalah jumlah
pendapatan yang diperoleh dari hasil bertani/panen. Pendapatan kepala keluarga contoh menunjukkan besarnya pendapatan keluarga, karena ibu rumahtangga pada contoh yang ayahnya bekerja sebagai petani tidak memiliki pekerjaan sampingan. Ibu rumahtangga bekerja membantu suaminya bekerja sebagai petani, sehingga besarnya pendapatan baik dari ibu maupun ayah contoh menunjukkan besarnya pendapatan keluarga contoh, yaitu dari dari hasil bertani/panen. Tabel 6. Distribusi contoh menurut pendapatan orang tua dan status GAKI Kategori pendapatan keluarga setara BPS
Status GAKI GAKI
TIDAK GAKI
Total
n
%
n
%
n
%
Miskin
13
36
14
39
27
38
Tidak miskin
23
64
22
61
45
63
36 100
36
100
72 100
Total
28
Status GAKI Contoh Berdasarkan Umur Distribusi umur contoh yang terpilih sebagai sampel adalah umur 10 -12 tahun. Sebagian besar contoh penderita GAKI berada pada umur 10 tahun, yaitu sebesar 58.3 % (Tabel 7). Penentuan umur dilakukan dengan perhitungan tahun penuh. Prevalensi GAKI pada daerah endemik berat, meningkat dengan tajam mulai usia 10 tahun dan mencapai puncaknya di masa pubertas dan usia subur (Syahbudin, 2006 ). Kebutuhan akan zat iodium pada kisaran umur kurang dari 11 tahun sebesar 90-120 μg/hari, dan bertambah menjadi 150 μg/hari ketika remaja , sehingga apabila kebutuhan fisiologis pada umur tersebut tidak terpenuhi, maka akan terjadi kelainan fungsi tiroid, gondok dan kretin endemik. Oleh karena itu, faktor usia sangat penting dalam peran terjadinya GAKI, karena semakin muda usia saat mulai terkena defisiensi iodium akan makin berat akibatnya, terutama pada susunan saraf pusat (Syahbudin, 2006). Tabel 7. Distribusi contoh berdasarkan kelompok umur dan status GAKI Status GAKI Umur Contoh Total GAKI tidak GAKI n % n % n % 10 21 58.3 25 69.5 46 63.9 11 11 30.6 4 11.1 15 20.8 12 4 11.1 7 19.4 11 15.3 Total 36 100.0 36 100.0 72 100.0 Status GAKI Contoh Berdasarkan Jenis Kelamin Contoh dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita GAKI dibanding contoh perempuan, yaitu sebesar 63.9 % (Tabel 8). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi GAKI pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki, terutama mulai usia 10 tahun (Syahbudin, 2006). Hal ini disebabkan rasio laki-laki yang menjadi sampel dalam penelitian ini lebih besar daripada perempuan. Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa jumlah contoh laki-laki yang tidak menderita GAKI juga cukup besar, yaitu sebesar 66.7 %. Tabel 8. Distribusi contoh berdasarkan jenis kelamin dan status GAKI Status GAKI Jenis Kelamin Contoh Total GAKI tidak GAKI n % n % n % Laki 23 63.9 24 66.7 47 65.3 Perempuan Total
13 36.1
12
33.3
25 34.7
36
36
100
72
100
100
29
Status Gizi Contoh Status gizi pelajar SD diukur berdasarkan IMT/U. IMT/U digunakan sebagai
data
referensi
karena
merupakan
indikator
terbaik
yang
direkomendasikan untuk mengukur status gizi remaja. Hal tersebut dikarenakan penggunaan BB/TB dapat berubah menurut umur selama remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada contoh yang memiliki status gizi obes atau berisiko obes. Sebagian besar contoh memiliki status gizi tidak kurus (72.2 %), hanya 27.8 % yang berstatus gizi kurus. Status Gizi Contoh Berdasarkan Status GAKI Berdasarkan status gizi dengan perhitungan IMT/U, contoh dengan status gizi tidak kurus cenderung tidak menderita GAKI. Sebesar 97.2 % contoh yang tidak menderita GAKI memiliki status gizi tidak kurus. Sebesar 52.2 % contoh yang menderita GAKI memiliki status gizi kurus (Tabel 9). Dari Tabel 9 juga terlihat kriteria contoh dengan status gizi berisiko obes ataupun obesitas tidak ada. Tabel 9. Distribusi contoh berdasarkan status gizi dan status GAKI Status GAKI
Status gizi IMT/U
GAKI
Total
TIDAK GAKI
Kurus
n 19
% 52.8
n 1
% 2.8
n 20
% 27.8
Tidak kurus
17
47.3
35
97.2
52
72.2
Total
36
100
36
100
72
100
Hubungan antara status gizi dengan kejadian GAKI berdasarkan korelasi Rank Spearman berhubungan negatif secara nyata (p<0.01) dengan koefisien korelasi -0.558. Artinya semakin baik status gizi contoh, prevalensi GAKI semakin rendah atau menurun. Status gizi adalah kondisi atau keadaan tubuh sebagai akibat dari konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dalam hal ini status gizi bisa buruk, kurang, baik, atau lebih. Status gizi yang baik menunjukkan tercukupinya kebutuhan energi dan zat-zat gizi yang diperlukan tubuh seseorang. Sehingga semakin baik pemenuhan gizi seseorang, maka status gizi dan kesehatan orang tersebut akan semakin baik. Sementara kekurangan energi dan zat gizi yang diperlukan tubuh dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap status gizi dan kesehatan (Almatsier, 2003).
30
Pada daerah endemik berat, penyebab utama terjadinya GAKI adalah kekurangan iodium secara terus menerus akibat rendahnya unsur iodium yang terdapat pada daerah tersebut Masyarakat di daerah endemik berat memiliki pola konsumsi makan yang rendah asupan iodium (Triyono & Gunanti, 2004). Dalam penelitian ini peneliti tidak mengukur besarnya asupan iodium dalam pola konsumsi contoh.
Peneliti hanya menghitung frekuensi konsumsi makanan
sumber iodium pada contoh. Status gizi yang baik menunjukkan telah tercukupinya kebutuhan zat-zat gizi dalam tubuh, dalam hal ini contoh yang memiliki status gizi yang baik bisa dianggap memiliki asupan iodium yang baik pula. Prestasi Belajar Contoh Prestasi belajar contoh diukur berdasarkan nilai relatif dengan kriteria baik dan kurang baik. Prestasi belajar berdasarkan nilai relatif menunjukkan kemampuan pelajar dalam memahami pelajaran yang diukur dalam angka. Kemampuan sesorang dalam memahami pelajaran yang diberikan dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk status GAKI. Studi di daerah endemik di Jawa Tengah, mendapatkan adanya hubungan antara Minimal Brain Damage (MBD) dengan gangguan kognitif dan psikomotor pada murid-murid sekolah dasar (Soeharyo et al., 2002). Hal ini juga berkaitan dengan penurunan IQ pada penderita GAKI hingga 13.5 point yang berdampak langsung pada prestasi belajar siswa (Djokomoeljanto, 1994). Hasil penelitian menunjukkan prestasi belajar contoh sebesar 58.3 % baik, sedangkan yang kurang baik sebesar 41.7 %. Angka tersebut menunjukkan jumlah pelajar SD yang prestasi belajarnya kurang baik di daerah endemik masih cukup besar. Prestasi Belajar Contoh Berdasarkan Status GAKI Pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa contoh yang tidak menderita GAKI cenderung memiliki prestasi belajar yang baik. Sebesar 72.2 % contoh yang tidak menderita GAKI mempunyai prestasi belajar yang baik. Sedangkan contoh yang menderita GAKI 55.6 % memiliki prestasi belajar yang kurang baik. Hasil uji korelasi Rank Spearman dalam penelitian ini menunjukkan bahwa status GAKI berhubungan negatif secara nyata dengan prestasi belajar (p < 0.05) dengan koefisien korelasi -0.282. Dengan demikian status GAKI dapat menurunkan prestasi belajar anak SD.
31
Tabel 10. Distribusi contoh berdasarkan prestasi belajar dan status GAKI Status GAKI
Kategori prestasi belajar anak berdasarkan nilai relatif
GAKI
Total
tidak GAKI
n
%
n
%
n
%
Baik (≥ Nilai Rata-Rata Kelas)
16
44.4
26
72.2
42
58.3
Kurang (< nilai rata-rata kelas)
20
55.6
10
27.8
30
41.7
Total
36
100
36
100
72
100
Tingkat Absensi Contoh Berdasarkan Status GAKI Tingkat absensi contoh dalam satu semester sangat rendah, dan jumlahnya berimbang antara contoh yang menderita GAKI dengan yang tidak menderita GAKI. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa status GAKI tidak berhubungan dengan tingkat absensi (p>0.05). Hal ini menyatakan bahwa GAKI tidak berdampak pada
halangan untuk tidak hadir di sekolah.
Persepsi contoh terhadap penyakit gondok tidak mempengaruhi aktivitas keseharian, seperti kehadiran dalam kelas. Hasil temuan kualitatif di Magelang, Jawa Tengah, memperlihatkan bahwa penyakit gondok dianggap bukan suatu penyakit, dan tidak menyebabkan hambatan untuk melakukan perilaku keseharian (Soeharyo, et al., 2002). Sebagian besar contoh menderita GAKI pada grade 1A, sehingga belum terlihat pembesaran kelenjar gondoknya dan hal ini dimungkinkan sebagai alasan untuk hadir di kelas. Tabel 11. Distribusi contoh berdasarkan status GAKI
Jumlah absen dalam 1 semester Rendah Tinggi Total
jumlah absen dalam 1 semester dan
Status GAKI GAKI Tidak GAKI n % n % 34 94.4 32 88.9 2 5.6 4 11.1 36 100 36 100
Total n 66 6 72
% 91.7 8.3 100
Perbedaan Prestasi Belajar Contoh yang Menderita GAKI dengan Contoh yang Tidak Menderita GAKI Perbedaan prestasi belajar contoh yang menderita GAKI dengan contoh yang tidak menderita GAKI dianalisis dengan menempatkan prestasi belajar sebagai variabel dependen, contoh penderita GAKI dan contoh tidak GAKI sebagai independent variabel. Untuk pengujian ini level signifikansi yang digunakan adalah 95 % dengan pengujian dua sisi. Karena jenis pengujian yang dilakukan adalah pengujian dua sisi, maka alpha dibagi dua sehingga tingkat
32
kepercayaan yang digunakan adalah 97,5 % dengan nilai alpha 2,5 % atau 0,025. Dari hasil uji beda t-test diperoleh derajat signifikansi (0.017) yang lebih kecil dari alpha (0.025) berarti H0 tidak terbukti, maka kesimpulan yang bisa diambil adalah terdapat perbedaan nyata antara prestasi belajar pada contoh penderita GAKI dengan contoh bukan penderita GAKI. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bleichordt et al. (1987) di daerah endemik di Las Hurdes Spayol didapatkan bahwa perkembangan mental anak di daerah kekurangan iodium lebih rendah dari pada anak di daerah non endemik GAKI.
Pola Konsumsi dan Kebiasaan Makan Pola konsumsi dan kebiasaan makan menunjukkan bagaimana individu memilih dan mengkonsumsi makanan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi tubuhnya. Pola konsumsi dan kebiasaan makan masyarakat tidak terlepas dari ketersediaan pangan di tempatnya. Dengan adanya sumber-sumber pangan di tempat sekelilingnya, setiap anggota masyarakat bisa memenuhi kebutuhan pangannya. Pada masyarakat di daerah endemik GAKI, kurangnya asupan iodium dari makanan selalu dikaitkan dengan rendahnya kandungan iodium di daerah tersebut. Rendahnya kandungan iodium pada air dan tanah di daerah tersebut menyebabkan rendahnya kandungan iodium pada setiap pangan yang tumbuh. Sehingga asupan iodium pada konsumsi pangan masyarakat juga rendah (Soeharyo et.al., 2002). Pada penelitian ini, peneliti tidak menghitung besarnya asupan iodium pada makanan yang dikonsumsi contoh. Pola konsumsi makanan hanya dilihat dari frekuensi konsumsi yang diukur dengan metode food frequency. Frekuensi konsumsi merupakan bagian dari pola konsumsi yang juga dapat mempengaruhi besarnya asupan gizi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa asupan iodium dalam tubuh tidak hanya dipengaruhi oleh konsumsi makanan sumber iodium, tetapi juga dipengaruhi oleh konsumsi makanan sumber zat goitrogenik yang dapat menghambat penyerapan iodium dalam tubuh. Oleh karena itu, selain mengukur frekuensi konsumsi makanan sumber iodium, peneliti juga mengukur frekuensi konsumsi makanan sumber zat goitrogenik pada contoh.
33
Frekuensi Makan Makanan Sumber Zat Iodium Frekuensi konsumsi makanan sumber iodium yang diukur dalam penelitian ini adalah frekuensi konsumsi ikan tawar basah, ikan tawar kering, ikan laut basah, ikan laut kering, daging, susu, dan telur. Jenis makanan sumber iodium tersebut merupakan jenis makanan sumber iodium yang biasa dikonsumsi masyarakat dan mengandung iodium yang lebih banyak dibanding makanan sumber iodium lainnya (Triyono & Gunanti, 2004). Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar contoh dengan status GAKI tidak pernah mengkonsumsi bahan makanan sumber iodium (Tabel 12). Tabel 12. Sebaran contoh yang menderita GAKI dan tidak menderita GAKI berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber iodium Status GAKI Tidak pernah n %
GAKI KadangSering kadang n % n %
n
%
23
59
7
19.4
6
16.6
36
28
77.8
3
8.3
5
13.9
12
33.3
19
52.8
5
11
30.6
7
19.4
Daging
24
66.7
7
Susu
15
41.7
Telur
21
58.3
Pangan sumber iodium Ikan tawar basah Ikan tawar kering Ikan laut basah Ikan laut kering
Keterangan : Tidak pernah Kadang-kadang Sering
Tidak pernah n %
Tidak GAKI KadangSering kadang n % n %
n
%
100
18
50
13
36.1
5
13.9
36
100
36
100
17
47.3
3
8.3
16
44.4
36
100
13.9
36
100
8
22.2
22
61.1
6
16.7
36
100
18
50
36
100
8
22.2
8
22.2
20
55.6
36
100
19.4
5
13.9
36
100
19
52.8
9
25
8
22.2
36
100
19
52.8
2
5.5
36
100
4
11.1
21
58.3
11
30.6
36
100
9
25.1
6
16.6
36
100
2
5.5
18
50
16
44.5
36
100
Total
Total
:0 : 1 x /bulan – 1-2 x/minggu : 3-6 x /minnggu - > 1 x/hari
Dari Tabel 12 di atas dapat diketahui bahwa contoh penderita GAKI sebagian besar tidak pernah mengkonsumsi pangan sumber iodium berupa ikan tawar basah, ikan tawar kering, daging, dan telur. Pangan sumber iodium yang kadang-kadang dikonsumsi oleh sebagian contoh yaitu sebesar 52.8 % adalah ikan laut basah dan susu. Hanya 50 % contoh yang mengkonsumsi ikan laut kering lebih dari 1 kali dalam sehari. Dengan demikian, pangan sumber iodium
34
yang masuk dalam pola konsumsi anak SD penderita GAKI adalah ikan laut basah, ikan laut kering, dan susu. Pada contoh bukan penderita GAKI hanya separuh contoh yang tidak pernah mengkonsumsi ikan tawar basah, ikan tawar kering, dan daging. Sebagian besar contoh bukan penderita GAKI mengkonsumsi ikan laut basah dan susu dalam frekuensi kadang-kadang. Sementara pangan sumber iodium yang dikonsumsi dalam frekuensi sering adalah ikan tawar kering, yaitu sebesar 44.4 % contoh, ikan laut kering sebesar 55.6 % contoh, dan telur sebesar 44.5 % contoh. Berdasarkan data tersebut pola konsumsi pangan anak SD bukan penderita GAKI telah memasukkan ikan laut basah, ikan laut kering, ikan tawar kering, telur, dan susu sebagai pangan sumber iodium. Hal ini menunjukkan pola konsumsi pangan sumber iodium anak SD bukan penderita GAKI lebih baik daripada anak penderita GAKI. Frekuensi Makan Makanan Sumber Zat Goitrogenik Yang dimaksud dengan bahan makanan sumber zat goitrogenik adalah bahan makanan yang mengandung suatu zat penghambat proses penyerapan iodium di dalam tubuh, sehingga iodium yang dikonsumsi tidak dapat diserap secara sempurna oleh tubuh. Bahan makanan sumber zat goitrogenik yang dikonsumsi sebagian besar dalam pola makan keseharian contoh antara lain adalah kol, singkong, dan sawi.
Contoh dengan status GAKI mengkonsumsi
sawi, singkong , dan kol dengan frekuensi lebih tinggi dibanding contoh dengan status tidak GAKI dalam pola makannya (Tabel 13). Tabel 13. Sebaran contoh yang menderita GAKI dan tidak menderita GAKI berdasarkan frekuensi konsumsi pangan sumber zat goitrogenik Status GAKI Tidak pernah n %
GAKI KadangSering kadang n % n %
n
%
Sawi
11
28.2
9
25
16
46.8
36
Singkong
6
16.7
8
22.2
22
61.1
19 52.8 8 Keterangan : Tidak pernah Kadang-kadang Sering
22.2
9
25
Pangan sumber zat goitrogenik
Kol
Tidak pernah n %
Tidak GAKI KadangSering kadang n % n %
n
%
100
12
33.3
10
27.8
14
38.9
36
100
36
100
17
47.2
9
25
10
27.8
36
100
36
100
19
52.8
14
38.9
3
7.9
36
100
Total
:0 : 1 x /bulan – 1-2 x/minggu : 3-6 x /minnggu - > 1 x/hari
Total
35
Sebagian besar contoh penderita GAKI (61.1 %) mengkonsumsi singkong hampir lebih dari 1 kali dalam sehari. Sedangkan contoh bukan penderita GAKI hanya sebesar 27.8 %. Sebagian besar contoh bukan penderita GAKI tidak pernah mengkonsumsi sawi, singkong, dan kol, sedangkan contoh penderita GAKI mengkonsumsi pangan tersebut dalam frekuensi sering. Sawi, singkong, dan kol memiliki kadar sianida bervariasi antara 70 mg – 400 mg per kg bahan. Kadar sianida, frekuensi, jumlah konsumsi, dan cara pengolahan bahan tersebut berpengaruh terhadap terjadinya efek goitrogenik. Pengolahan dengan cara merebus dapat mengurangi kandungan sianida pada singkong sampai 100 % (Kartasurya, 2006). Pengaruh Konsumsi Makanan Sumber Iodium dan Zat Goitrogenik tehadap Status GAKI Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa konsumsi makanan sumber iodium yang berdampak secara signifikan terhadap penurunan angka kejadian GAKI pada contoh (p<0.01) adalah ikan tawar kering (r = -0.288), susu (-0.329), dan telur (r = 0.302). Sedangkan Hasil uji korelasi Rank Spearman dari bahan makanan sumber zat goitrogenik menunjukkan hanya singkong yang berdampak nyata terhadap kejadian GAKI (p<0.01) dengan koefisien korelasi 0.313. Berdasarkan hasil tersebut besarnya pengaruh
frekuensi konsumsi
makanan sumber iodium dan makanan sumber zat goitrogenik dilihat dari besarnya angka koefisien determinasi
dari
frekuensi konsumsi ikan tawar
kering, susu, telur, dan singkong tersebut. Angka koefisien determinasi menunjukkan frekuensi konsumsi ikan tawar kering mempengaruhi status GAKI contoh sebesar 9.1 %. Frekuensi konsumsi susu berpengaruh sebesar 10.6 % terhadap status GAKI contoh. Besarnya pengaruh frekuensi konsumsi telur terhadap status GAKI contoh adalah 9.1 %, sedangkan frekuensi konsumsi singkong mempunyai pengaruh terhadap status GAKI contoh sebesar 8.6 %. Besarnya status GAKI contoh dapat dihitung dengan menggunakan model persamaan yang dihasilkan dari analisis regresi linier. Analisis regresi yang dilakukan yaitu dengan metode stepwise dengan memasukkan variabel frekuensi konsumsi ikan tawar kering, susu, telur, dan singkong sebagai independent variable. Output dari hasil analisis tersebut hanya menghasilkan dua model persamaan.
36
Model persamaan pertama memiliki koefisien korelasi 0.325 dan koefisien determinasi 0.106 dengan variabel bebas frekuensi konsumsi susu. Model persamaan kedua memiliki koefisien korelasi sebesar 0.466 dan koefisien determinasi 0.217 dengan variabel bebas frekuensi konsumsi susu dan frekuensi konsumsi singkong. Masing-masing variabel pada kedua persamaan tersebut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap status GAKI. Persamaan pertama hasil analisis regresi linier adalah Y = 2.236 – 0.346X. Y adalah status GAKI dan X adalah frekuensi konsumsi susu. Persamaan kedua adalah Y = 1.545 – 0.390X1 + 0.322X2 dimana Y adalah status GAKI, X1 adalah frekuensi konsumsi susu, dan X2 adalah frekuensi konsumsi singkong. Berdasarkan persamaan kedua, penambahan frekuensi konsumsi susu 1x akan mengurangi status GAKI sebesar 0.390. Sedangkan penambahan frekuensi konsumsi singkong 1x dapat meningkatkan status GAKI sebesar 0.322.
37
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Sebagian besar contoh (65,3 %) berjenis kelamin laki-laki. Umur contoh berkisar antara 10 – 12 tahun. Pekerjaan ayah contoh sebagian besar (93.1 %) adalah petani (transmigran). Pada penderita GAKI tingkat pendidikan ayah contoh (43.1 %) adalah lulusan SMP dan (38.9 %) ayah contoh tidak GAKI hanya lulus SD. Sebagian besar pendapatan keluarga contoh penderita GAKI berdasarkan BPS Sultra tahun 2006 tergolong tidak miskin (62.5 %). 2. Berdasarkan palpasi kelenjar gondok yang dilakukan pada contoh kelas 4, 5 dan 6 SD 1 dan 2 Tribudaya ditemukan 37 siswa (27,6 %) menderita gondok. Siswa dengan gradasi IA sebanyak 35 dan 2 anak (1.49 %) dengan gradasi IB. 3. Berdasarkan IMT/U sebagian besar pelajar SD memiliki status gizi tidak kurus (72.2%), 39 % contoh berstatus gizi kurus. 4. Status gizi dengan kejadian GAKI berdasarkan korelasi Rank Spearman berhubungan negatif secara nyata (p<0.01) dengan koefisien korelasi -0.558. Artinya semakin baik status gizi contoh, prevalensi GAKI semakin rendah atau menurun. 5. Contoh yang tidak menderita GAKI cenderung memiliki prestasi belajar yang baik. Hasil uji korelasi Rank Spearman dalam penelitian ini menunjukkan bahwa status GAKI berhubungan negatif secara nyata dengan prestasi belajar (p < 0.05) dengan koefisien korelasi -0.282. Dengan demikian status GAKI menurunkan prestasi belajar anak SD. 6. Tingkat absensi contoh dalam satu semester sangat rendah, dan jumlahnya berimbang antara contoh yang menderita GAKI dengan yang tidak menderita GAKI. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa status GAKI tidak berhubungan dengan tingkat absensi (p>0.05). Hal ini menyatakan bahwa GAKI tidak berdampak pada halangan untuk tidak hadir di sekolah. 7. Dari hasil uji beda t-test diketahui bahwa terdapat perbedaan nyata antara prestasi belajar pada contoh penderita GAKI dengan contoh bukan penderita GAKI.
38
8. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa konsumsi makanan sumber iodium yang berdampak secara signifikan terhadap penurunan angka kejadian GAKI pada contoh (p<0.01) adalah ikan tawar kering, susu, dan telur. Sedangkan hasil uji korelasi Rank Spearman dari bahan makanan sumber zat goitrogenik menunjukkan hanya singkong yang berdampak nyata terhadap kejadian GAKI (p<0.01). Saran 1. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang faktor penyebab GAKI dan faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa di daerah endemik berat selain status GAKI. 2. Siswa penderita GAKI tetap memiliki kesempatan untuk berprestasi, oleh karena itu faktor luar yang mempengaruhi prestasi belajar siswa di daerah endemik berat seperti kebiasaan belajar, sarana dan prasarana pendidikan anak SD, tenaga pengajar, dan lain-lain harus tetap diperbaiki dan ditingkatkan. 3. Perlunya informasi atau penyuluhan yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang mengandung iodium dan zat goitrogenik di daerah endemik berat GAKI. 4. Membudayakan pedoman umum gizi seimbang (PUGS) agar anak SD dapat memenuhi kecukupan gizinya, terutama untuk meningkatkan konsumsi pangan sumber iodium yang masih kurang dari kecukupan yang dianjurkan.
39
DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Aritonang, I. 1996. Pemantauan Pertumbuhan dan Petunjuk Teknis Menilai Status Gizi dan Kesehatan. Kanisius. Jakarta . Bambang, Merryana A & Inong R.G. 2001. Identifikasi Penyebab Timbulnya Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium di Daerah Dataran Rendah. FKM Unair. Bleichordt, N. et al. 1996. Development Disorders Associated with Iodine Deficiency. Amsterdam. Chapman, B. A. 1982. A Medical Geography of Endemic Goiter in Central Java. A disertation Submited to The Garduate Division of University of Hawai. USA. Depkes. 1998. Info Pangan dan Gizi Volume VIII No. 3. Jakarta. ______. 2000. Pedoman Pelaksanaan Pemantauan Garam Beriodium di Tingkat Masyarakat, Cetakan II. Jakarta. ______. 2000. Rencana Aksi Pangan dan Gizi 2001 - 2005. Pemerintah Republik Indonesia bekerjasama dengan World Health Organization. Jakarta. Diknas Kab. Konawe, 2002. Laporan Daya Serap dan Kemajuan Belajar Anak Sekolah Dasar. Dinkes Prop. Sultra, 2002. Laporan Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium di Propinsi Sulawesi Tenggara, Tim Pokja GAKI Sultra. Djokomoeldjanto, R. 1994. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium dan Gondok Endemik. Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Handajani, S. 1994. Pangan dan Gizi. Sebelas Maret University Press. Solo. Hawadi, R.A. 2001. Psikologi Perkembangan Anak: Mengenal Sifat, Bakat, dan Kemampuan Anak. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Hong, L.G. dan S. Kardjati. 1989. Pola Makan di Indonesia, Aspek Kesehatan dan Gizi Anak Balita. Yayasan Obor. Surabaya . Kartasurya, M.I. 2006. Goitrogenik substance. Jurnal GAKI Indonesia, vol.5, No.1, April 2006. Kartono, J. et. al. 2007. Ekskresi iodium urine anak sekolah survei evaluasi gangguan akibat kekurangan iodium di Indonesia 2003. Jurnal GAKI Indonesia, Vol.5, No.1, April 2007.
40
Kodyat, B.A. 1996. Kurang Energi Protein, Makanan Formula untuk Mengatasi KEP Balita. Jakarta. Lamid, A. 1992. Status Gizi, Kesehatan dan Pertumbuhan Anak Sekolah. Jakarta : Persagi. Linder, M.C. 1992. Biokimia dan Nutrisi Metabolisme dengan Pemakaian Secara Klinis. UI Press. Jakarta. LIPI. 1998. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Muchtadi, D. 1992. Masalah-masalah Fortifikasi Iodium dalam Penanggulangan GAKI. Pusat Antar Universitas Pangan (PAU) dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Nasoetion, A & Riyadi, H. 1994. Gizi Terapan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Riyadi, H. 2003. Penilaian Gizi Secara Antropometri, GMSK, Fakultas Pertanian IPB. Roedjito, D. 1987. Perencanaan Gizi. Media Sarana Press. Jakarta Sanjur, D. 1981. Social and Cultural Perpective in Nutrition. Precentile Hall Inc. Englewood Cliffs. Sastroasmoro, S. & S. Ismail. 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Binarupa Aksara. Jakarta Sayogyo. 1986. Menuju Gizi Baik Yang Merata di Pedesaan dan di Kota. Yogyakarta. UGM Press. Yogyakarta. Sediaoetama, D. 1993. Ilmu Gizi Jilid I. Dian Rakyat. Jakarta Soeharyo, H. et al. 2002. Aspek sosio-kultura pada program penanggulangan GAKI. Jurnal GAKI Indonesia Vol.1, No. 1, April 2002. Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Kelurga dan Masyarakat. Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. _________, 1978. Materi Advokasi SKPG. Tim Teknis SKPG Tingkat Pusat. Jakarta. Suhardjo. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. IPB Bogor. _______. 1989. Sosio Budaya Gizi, Depdikbud. Dirjen Dikti PAU Pangan dan Gizi. IPB Bogor _______. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta.
41
Supriyadi, S. 1995. Beberapa faktor yang mempengaruhi defisiensi iodium dan kaitannya dengan prestasi belajar anak SD. [Skripsi] Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Syahbudin, S. 2006. GAKI dan usia. Jurnal GAKI Indonesia. Triyono & Gunanti, I. R. 2004. Identifikasi faktor yang diduga berhubungan dengan kejadian gondok pada anak Sekolah Dasar di daerah dataran rendah (studi di Kelurahan Kejayan, Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan). Jurnal GAKI Indonesia, Vol. 3, No. 1-3, April, Agustus, dan Desember 2004. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
44 Lampiran 1. KUESIONER
A. Karakteristik Contoh { Murid ) a. Nama b. Jenis kelamin c. Umur/Tgl Lahir d. Kelas
: : : :
B. Karakteristik Keluarga
No
Nama
L/P
Umur (th/bl)
Hub. Dengan KK
Pendidikan Pekerjaan akhir
Pendapatan Per bulan (Rp)
1 2 3 4 5 C.Frekuensi Penggunaan Bahan Makanan Isilah dengan memberi tanda cawang (V) pada kolom, sesuai dengan frekuensi makan adik terhadap bahan makanan tersebut dalam seminggu. Frekuensi Makan Per - Minggu
Jenis Bahan Makanan Tidak Pernah
1. Makanan Pokok - Beras - Jagung - Mie - Roti - Ketela - Kentang - …………… 2. Lauk Hewani - Telur - Ayam - Daging - Udang - Ikan Segar - Ikan Asin - Ikan Pindang - ……………. 3. Lauk Nabati - Tahu - Tempe - ……………….
1x
2x
3x
4-6 x
Setiap Hari
45 4. Sayur-sayuran - Bayam - Kc.Panjang - Daun Singkong - Kangkung - Buncis - Wortel - Kubis/kol - Taoge - Sawi - ………………… 5. Buah - buahaan - Alpokat - Apel - Jeruk - Belimbing - Mangga - Pepaya - Pisang - Salak - Nanas - Rambutan - Semangka - Melon - ……………….. 6. Susu - Susu sapi segar - Susu bubuk - Susukental manis
D. Frekuensi Konsumsi Makanan Sumber Iodium Frekuensi Bahan Makanan Ikan tawar basah Ikan tawar kering Ikan laut basah Ikan laut kering Daging Susu Telur Kacangkacangan Buah- buahan Sayuran
Tdk Pernah
1 kali / bulan
1-2 kali / minggu
3-6 kali / minggu
1 kali / hari
> 1 kali / hari
46 E. Frekuensi Konsumsi Makanan Sumber Goitrogenik Frekuensi Bahan Makanan
Tdk pernah
1 kali / bulan
1-2 kali / minggu
3- 6 kali / minggu
1 kali / hari
> 1 kali / hari
Sawi Kol Singkong Kubis Lobak
F. Status GAKI No
Nama Responden Grade (0)
Status GAKI Grade Grade Grade (1A) (1B) (2)
Grade (3)
1 2 3 4 G.
No
Status Gizi
Nama Responden Penderita dan Bukan GAKI
Umur (th)
TB (Cm)
Status Gizi (WHO NHCS)
1 2 3 4 5 6 7 H. No
1 2 3
Angka Absensi
Nama Responden Penderita dan bukan GAKI
Absensi (Dalam Semester Penelitian) Bln Bln Bln Bln Bln Bln (1) (2) (3) (4) (5) (6) hari hari hari hari hari hari
Jumlah Absensi
47 I.
No
Data Indentitas dan Prestasi Belajar Responden
Nama
L/P
Status GAKI
Status Gizi
Prestasi Belajar Nilai 1
Nilai relatif
2
Nilai relatif
3
Nilai relatif
4
Nilai relatif
5
Keterangan : Bidang Studi 1 2 3 4 5
= = = = =
Bahasa Indonesia PPKN IPS IPA Matematika
Kepala Sekolah
-------------------------------------NIP.
Enumerator
----------------------------
Nilai relatif
43
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
A. Karakteristik Contoh ( Murid ) a. Nama b. Jenis kelamin c. Umur/Tgl Lahir d. Kelas
: : : :
B. Karakteristik Keluarga
No
Nama
L/P
Umur (th/bl)
Hub. Dengan KK
Pendidikan Pekerjaan akhir
Pendapatan Per bulan (Rp)
1 2 3 4 5 C.Frekuensi Penggunaan Bahan Makanan Isilah dengan memberi tanda cawang (V) pada kolom, sesuai dengan frekuensi makan adik terhadap bahan makanan tersebut dalam seminggu. Frekuensi Makan Per - Minggu
Jenis Bahan Makanan Tidak Pernah
1. Makanan Pokok - Beras - Jagung - Mie - Roti - Ketela - Kentang - …………… 2. Lauk Hewani - Telur - Ayam - Daging - Udang - Ikan Segar - Ikan Asin - Ikan Pindang - ……………. 3. Lauk Nabati - Tahu - Tempe - ……………….
1x
2x
3x
4-6 x
Setiap Hari
44
4. Sayur-sayuran - Bayam - Kc.Panjang - Daun Singkong - Kangkung - Buncis - Wortel - Kubis/kol - Taoge - Sawi - ………………… 5. Buah - buahaan - Alpokat - Apel - Jeruk - Belimbing - Mangga - Pepaya - Pisang - Salak - Nanas - Rambutan - Semangka - Melon - ……………….. 6. Susu - Susu sapi segar - Susu bubuk - Susukental manis
D. Frekuensi Konsumsi Makanan Sumber Iodium Frekuensi Bahan Makanan Ikan tawar basah Ikan tawar kering Ikan laut basah Ikan laut kering Daging Susu Telur Kacangkacangan Buah- buahan Sayuran
Tdk Pernah
1 kali / bulan
1-2 kali / minggu
3-6 kali / minggu
1 kali / hari
> 1 kali / hari
45
E. Frekuensi Konsumsi Makanan Sumber Goitrogenik Frekuensi Bahan Makanan
Tdk pernah
1 kali / bulan
1-2 kali / minggu
3- 6 kali / minggu
1 kali / hari
> 1 kali / hari
Sawi Kol Singkong Kubis Lobak
F. Status GAKI No
Nama Responden Grade (0)
Status GAKI Grade Grade Grade (1A) (1B) (2)
Grade (3)
1 2 3 4 G.
No
Status Gizi
Nama Responden Penderita dan Bukan GAKI
Umur (th)
TB (Cm)
Status Gizi (WHO NHCS)
1 2 3 4 5 6 7 H. No
1 2 3
Angka Absensi
Nama Responden Penderita dan bukan GAKI
Absensi (Dalam Semester Penelitian) Bln Bln Bln Bln Bln Bln (1) (2) (3) (4) (5) (6) hari hari hari hari hari hari
Jumlah Absensi
46
I.
No
Data Identitas dan Prestasi Belajar Responden
Nama
L/P
Status GAKI
Status Gizi
Prestasi Belajar Nilai 1
Nilai relatif
2
Nilai relatif
3
Nilai relatif
4
Nilai relatif
5
Keterangan : Bidang Studi 1 2 3 4 5
= = = = =
Bahasa Indonesia PPKN IPS IPA Matematika
Kepala Sekolah
-------------------------------------NIP.
Enumerator
----------------------------
Nilai relatif