PENGETAHUAN PETANI DALAM TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN TERPADU DI PROVINSI BENGKULU Umi Pudji Astuti) dan Bunaiyah Honorita2) Penyuluh Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 Telp. (0736) 23030 email:
[email protected]
ABSTRACT Behavior improved through the increasing of knowledge, attitudes, and skills is one of the strategies to accelerate the transfer of agricultural technologies to the user. The increasing knowledge of farmers is expected to bring a positive attitude that can ultimately fix farmers' skills in the application of technology that has been disseminated. This study aims to determine the level of farmers’ knowledge in technologies of land yard usage before and after the implementation of Models of Sustainable Food Houses Area Development (m-KRPL) openfield. The study was conducted in November 2013 with respondents are 25 farmer cooperators of m-KRPL in the Province of Bengkulu. The data is taken from the primary data, including characteristics of respondents and the level of farmers’ knowledge to use the technologies. The data was analyzed using a class interval and Simple Paired T Test. The study results showed that the increasing of farmers’ knowledge in philosophy of land yard usage and technical cultivation are 8.92% and 19.57%. With the increasing of farmers’ knowledge, the development of technological innovations which is related to the usage of land yards grow as expected. Keywords:m-KRPL, knowledge, increasing, farmers
PENDAHULUAN Lahan pekarangan merupakan salah satu sumber potensial penyedia bahan pangan yang bernilai gizi dan memiliki nilai ekonomi tinggi, bila ditata dan dikelola dengan baik. Selain dapat memenuhi kebutuhan pangan dan gizi dari keluarga sendiri, juga berpeluang meningkatkan penghasilan rumah tangga, apabila dirancang dan direncanakan dengan baik. Pemanfaatan pekarangan tersebut juga dirancang untuk meningkatkan konsumsi aneka ragam sumber pangan lokal dengan prinsip gizi seimbang (Badan Litbang Pertanian, 2012). Menurut Afrinis, N (2009), pemanfaatan pekarangan dapat mendukung penyediaan anekaragam pangan di tingkat rumah tangga, sehingga terwujud pola konsumsi pangan keluarga yang beragam, bergizi seimbang, dan aman. Ketahanan dan kemandirian pangan secara nasional dapat tercapai jika dimulai dari rumah tangga. Pemanfaatan lahan pekarangan secara terpadu merupakan salah satu inovasi teknologi yang dapat digunakan untuk mewujudkan ketahanan pangan khususnya yang dimulai dari rumah tangga. Sejalan dengan hal tersebut, Kementerian Pertanian telah mengembangkan suatu konsep pemanfaatan pekarangan dengan sebutan “Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL)” yang merupakan rumah yang pekarangannya dimanfaatkan secara intensif, ramah lingkungan dan berkelanjutan. Provinsi Bengkulu memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah yang tersedia baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Ketersediaan jenis pangan dan rempah yang beraneka ragam, berbagai jenis tanaman pangan seperti padi-padian, umbi-umbian, kacang-kacangan, sayur, buah, dan pangan dari hewani banyak dijumpai di daerah ini. Namun demikian realisasi konsumsi masyarakat masih di bawah anjuran pemenuhan gizi, yang ditunjukkan dengan skor PPH Provinsi Bengkulu tahun 2012 sebesar 84 (BKP, 2012). Senada dengan hal tersebut, Rahayu dan Prawiroatmodjo (2005) menyatakan bahwa pekarangan, sebagai salah satu bentuk usahatani belum mendapat perhatian, meskipun secara sadar telah dirasakan manfaatnya. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan keluarga dan gizi masyarakat harus diawali dari pemanfaatkan sumberdaya yang tersedia maupun yang dapat disediakan di lingkungannya. Upaya tersebut ialah memanfaatkan pekarangan yang dikelola oleh keluarga. Berdasarkan pengamatan, selama pelaksanaan kegiatan pemanfaatan lahan pekarangan (m-KRPL, P2KP, dan program lainnya), menunjukkan bahwa perhatian petani terhadap pemanfaatan lahan pekarangan relatif masih terbatas, sehingga pengembangan berbagai inovasi yang terkait dengan lahan pekarangan belum banyak berkembang sebagaimana yang diharapkan (Astuti, U.P, dkk 2012). Peningkatan perilaku melalui peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan merupakan salah satu strategi untuk mempercepat transfer teknologi pertanian kepada pengguna. Menurut Angel, dkk dalam Hidayah, N (2012), pengetahuan didefinisikan sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan. Dalam akselerasi pembangunan pertanian, pengetahuan petani mempunyai arti penting, karena pengetahuan petani dapat mempertinggi kemampuannya untuk mengadopsi
teknologi baru di bidang pertanian. Jika pengetahuan petani tinggi dan petani bersikap positif terhadap suatu teknologi baru di bidang pertanian, maka penerapan teknologi tersebut akan menjadi lebih sempurna, yang pada akhirnya akan memberikan hasil secara lebih memuaskan baik secara kuantitas maupun kualitas (Sudarta, 2005). Sangat penting arti peningkatan pengetahuan sebagai tahap awal dalam suatu proses adopsi inovasi. Peningkatan pengetahuan petani dalam inovasi teknologi pemanfaatan lahan pekarangan diharapkan dapat melahirkan sikap positif terhadap teknologi yang disampaikan, yang pada akhirnya dapat memperbaiki keterampilan petani dalam aplikasi teknologi yang telah didiseminasikan. Melalui peningkatan pengetahuan, transfer teknologi pemanfaatan pekarangan diharapkan dapat lebih cepat sampai kepada pengguna. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan petani dalam teknologi pemanfaatan lahan pekarangan sebelum dan sesudahdilaksanakannya temu lapang Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL).
METODE PENELITIAN Pengkajian dilaksanakan pada bulan November 2013 dengan responden adalah petani kooperator m-KRPL di Provinsi Bengkulu sebanyak 25 orang. Metode yang digunakan dalam pengkajian ini adalah metode komunikasi langsung melalui temu lapang dan wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Data yang diambil terdiri dari data primer, meliputi karakteristik responden dan tingkat pengetahuan responden dalam teknologi pemanfaatan lahan pekarangan. Analisis terhadap tingkat pengetahuan petani menggunakan statistik deskriptif dan interval kelas. Menurut Nasution dan Barizi dalam Rentha, T (2007), penentuan interval kelas untuk masing-masing indikator adalah:
NR = NST – NSRdan PI Dimana :NR: Nilai Range PI NST: Nilai Skor TertinggiJIK : Jumlah Interval Kelas NSR: Nilai Skor Terendah
= NR : JIK
: Panjang Interval
Peningkatan pengetahuan petani dianalisis dengan menggunakan Uji Statistik Paired Simple
T Test dengan rumus Riduwan dan Alma, B (2009):
t Dimana : t
: D : SD : N :
=
nilai t hitung rata-rata selisih pengukuran 1 dan 2 standar deviasi pengukuran 1 dan 2 jumlah sampel
D 𝑺𝑫 √𝑵
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani Contoh Rata-rata umur petani contoh adalah 43,1 tahun dan tergolong usia produktif. Kondisi ini akan mempengaruhi perilaku (baik pengetahuan, sikap, dan keterampilan), pola pengambilan keputusan, dan cara berpikir petani. Pengelompokkan petani contoh berdasarkan umur, yang terbanyak adalah kelompok umur antara 30-44 dan 45-59 tahun yaitu masing-masing sebanyak 11 orang atau 44,00%. Kemudian kelompok umur 15-29 tahun, dengan persentase 12,00% dari jumlah petani contoh. Sebagian besar petani contoh (52,00%) berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 16% diantaranya berpendidikan Sekolah dasar (SD). Kemudian berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan telah menamatkan pendidikan Sarjana masing-masing sebanyak 12%, sedangkan 8,00% telah menamatkan pendidikan Diploma. Pendidikan petani contoh menggambarkan bahwa petani berpeluang untuk menerima teknologi dengan baik. Karakteristik petani contoh tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Petani Kooperator m-KRPL Tahun 2013.
No. 1.
Karakteristik Petani Contoh Umur
Jumlah 2. Pendidikan
Jumlah 3. Luas lahan pekarangan yang dimanfaatkan (m2) Jumlah
Kelompok 15 – 29 30 – 44 45 – 59 SD SMP SMA Diploma Sarjana < 100 100 – 200
Jumlah (orang)
%
3 11 11 25 4 3 13 2 3 25 21 4
12,00 44,00 44,00 100,00 16,00 12,00 52,00 8,00 12,00 100,00 84,00 16,00
25
100,00
Sumber : Tabulasi data primer.
Menurut Bandolan, Y (2008), tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap penerimaan teknologi yang diberikan. Senada dengan hal tersebut, Drakel, A (2008) menyatakan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi cara berpikir terhadap respon-respon inovatif dan perubahan-perubahan yang dianjurkan. Dalam hal menerima inovasi baru, responden dengan kondisi ini tergolong dalam kelompok mudah menerima inovasi baru. Sedangkan rata-rata luas lahan pekarangan yang dimanfaatkan petani contoh adalah 50,84 m 2 dan termasuk dalam kategori model pekarangan strata 1. Model pekarangan yang diperkenalkan pada strata 1 dominan menggunakan polybag/pot dan rak vertikultur/para-para dengan budidaya sayuran dan toga.
Pengetahuan Petani dalam Teknologi Pemanfaatan Lahan Pekarangan Pengetahuan merupakan tahap awal dari persepsi yang kemudian mempengaruhi sikap dan pada gilirannya melahirkan perbuatan atau tindakan (keterampilan). Dengan adanya wawasan petani yang baik tentang suatu hal, akan mendorong terjadinya sikap yang pada gilirannnya mendorong terjadinya perubahan perilaku. Hasil pengkajianmemperlihatkan bahwa pengetahuan petani dalam pemanfaatan lahan pekarangan, baik pengetahuan filosofi pemanfataan lahan pekarangan maupun teknis budidaya tanaman, meningkat (Tabel 2). Pengetahuan petani mengenai filosofi pemanfaatan lahan pekarangan meningkat sebesar 8,92% dari 6,28 menjadi 6,84 sesudah dilaksanakannya temu lapang kegiatan m-KRPL, meskipun tidak terjadi peningkatan secara signifikan. Petani cukup memahami filosofi pemanfaatan lahan pekarangan. Pengalaman petani dalam memanfaatkan lahan pekarangan mempengaruhi pengetahuan petani terhadap filosofi pemanfaatan lahan pekarangan tersebut. Disamping itu, pengetahuan petani mengenai teknis budidaya tanaman juga meningkat yaitu sebesar 19,57% dari 5,52 menjadi 6,60. Petani sudah melaksanakan kegiatan pekarangan melalui kegiatan m-KRPL selama lebih kurang satu tahun dan sebagian petani telah melakukan budidaya tanaman di pekarangan sejak sebelum adanya kegiatan m-KRPL, meskipun tanpa penataan model pekarangan. Pengetahuan mencerminkan tingkat kesadaran petani untuk mencari dan menerima informasi inovasi teknologi. Artinya, pengetahuan yang tinggi dimiliki oleh petani yang mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi pula. Kesadaran yang tinggi mendorong petani untuk lebih memberdayakan diri mereka sendiri dengan meningkatkan pengetahuannya. Peningkatan pengetahuan mencerminkan tingkat kesadaran penyuluh pendamping untuk mencari dan menerima informasi inovasi teknologi. Artinya, pengetahuan yang tinggi dimiliki oleh individu yang mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi pula. Pendapat ini didukung oleh pandangan bahwa penyuluh sebagai orang dewasa telah mempunyai konsep diri, pengalaman belajar, dan kesiapan belajar (Apps dalam Sadono D, 2008) sehingga sisi manusianya dan proses belajarnya perlu dikedepankan.
Tabel 2.
Deskripsi Tingkat Pengetahuan Penyuluh Pendamping P2KP dalam Teknologi Pemanfaatan Lahan Pekarangan Terpadu di Provinsi Bengkulu Tahun 2013.
Skor Pengetahuan Responden* Sebelum Sesudah
Uraian Filosofi Pemanfaatan Lahan pekarangan Terpadu Budidaya Tanaman
6,28 5,52
6,84 6,60
Sumber : data primer terolah.
Hasil pengkajian setelah diuji analisis statistik Paired Simple T Test, memperlihatkan ada perbedaan rata-rata pengetahuan petani, terutama mengenai teknis budidaya tanaman sebelum dan sesudah temu lapang kegiatan m-KRPL. Dimana nilai signifikansi 0,000 < 0,05. Artinya, adanya temu lapang dapat meningkatkan pengetahuan petani dalam teknologi pemanfaatan lahan pekarangan, khususnya mengenai teknik budidaya tanaman (Tabel 3). Tabel 3. Pengetahuan Petani Sebelum dan Sesudah Temu Lapang Tahun 2013. Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Lower
Upper
Pair 1 Filosofi Pemanfaatan Pekarangan (Sebelum Temu Lapang) - Filosofi Pemanfaatan Pekaranagan (Sesudah Temu Lapang)
-.560
2.347
.469
-1.529
.409
-1.193 24
.244
Pair 2 Teknik Budidaya Tanaman Sayuran (Sebelum Temu lapang) - Teknik Budidaya Tanaman Sayuran (Sesudah Temu Lapang)
-1.080
2.253
.451
-2.010
-.150
-2.397 24
.025
t
df
Sig. (2tailed)
Sumber: Data primer terolah.
Peningkatan pengetahuan petani mengenai suatu inovasi teknologi pertanian merupakan bagian dari pemberdayaan petani. Dimana petani diberi kuasa, kekuatan, dan motivasi untuk meningkatkan pengetahunnya. Sadono, D (2008) menyebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan masyarakat menekankan kemandirian masyarakat itu sebagai suatu sistem yang mampu mengorganisir dirinya. Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus mampu mengembangkan teknik-teknik pendidikan tertentu yang imajinatif untuk menggugah kesadaran masyarakat. Peningkatan pengetahuan petani merupakan bagian yang penting dalam proses adopsi inovasi. Seperti yang dikemukakan oleh Sudarta (2005) bahwa dalam akselerasi pembangunan pertanian, pengetahuan individu pertanian mempunyai arti penting, karena pengetahuan dapat mempertinggi kemampuan dalam mengadopsi teknologi baru di bidang pertanian. Jika pengetahuan tinggi dan individu bersikap positif terhadap suatu teknologi baru di bidang pertanian, maka penerapan teknologi tersebut akan menjadi lebih sempurna, yang pada akhirnya akan memberikan hasil secara lebih memuaskan baik secara kuantitas maupun kualitas. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan petani sebagai bagian dari perilaku penerapan inovasi. Soekartawi (1988) mengatakan, perilaku penerapan inovasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dari dalam diri petani maupun faktor dari luar lingkungan. Faktor dari dalam diri meliputi umur, pendidikan, status sosial, pola hubungan sikap terhadap pembaharuan, keberanian mengambil resiko, fatalisme, aspirasi dan dogmatis (sistem kepercayaan tertutup). Termasuk faktor lingkungan antara lain: kosmopolitas, jarak ke sumber informasi, frekuensi mengikuti penyuluhan, keadaan prasarana dan sarana dan proses memperoleh sarana produksi.
Syafruddin, dkk (2006) menyatakan bahwa setiap individu memiliki kemampuan berbeda untuk mengembangkan pengetahuan. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik individu tersebut. Tiap karakter yang melekat pada individu akan membentuk kepribadian dan orientasi perilaku tersendiri dengan cara yang berbeda pula.Pengetahuan sebagai alat jaminan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang dari pengalaman, dan hasil penelitian membuktikan bahwa perilaku didasarkan atas pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan dengan tanpa didasari pengetahuan. Dengan adanya pengetahuan yang baik tentang suatu hal, akan mendorong terjadinya perubahan perilaku sebagaimana yang dikatakan oleh Ancok (1997), bahwa adanya pengetahuan tentang manfaat suatu hal akan menyebabkan seseorang bersikap positif terhadap hal tersebut. Niat untuk ikut serta dalam suatu kegiatan, sangat tergantung pada apakah seseorang mempunyai sikap positif terhadap kegiatan itu. Adanya niat yang sungguhsungguh untuk melakukan suatu kegiatan akhirnya dapat menentukan apakah kegiatan itu betulbetul dilakukan. Meningkatnya pengetahuan petani mencerminkan proses transfer teknologi pemanfaatan lahan pekarangan. Diharapkan pengembangan berbagai inovasi teknologi yang terkait dengan pemanfaatan lahan pekarangan dapat berkembang sebagaimana yang diharapkan.
KESIMPULAN 1. Inovasi teknologi pemanfaatan lahan pekarangan sudah cukup dipahami oleh para petani kooperator. 2. Pengetahuan petani terhadap filosofi pemanfaatan lahan pekarangan dan teknis budidaya tanaman meningkat sebesar 8,92% dan 19,57%. 3. Metode temu lapang dapat dipilih sebagai metode penyuluhan efektif dalam percepatan transfer teknologi pertanian kepada petani.
DAFTAR PUSTAKA Afrinis, Nur. 2009. Pengaruh Program Home Gardening dan Penyuluhan Gizi terhadap Pemanfaatan Pekarangan dan Konsumsi Pangan Balita. Tesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 155 hlm. Ancok, D. 1997. Teknik Penyusunan Skala Pengukuran. Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Angel, J.F., Blackwell, R.D., dan Miniard., P.W. (1992). Consumer Behavior.Chicago: The Dryden Press. Apps, J.W. 1973. Toward A Working Philosophy of Adult Education. New York: Publication In Continuing Education. Syracuse University. Astuti.UP, dkk. 2012. Laporan Akhir Tahun: Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Provinsi Bengkulu TA 2012. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. Bengkulu. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu. 2012. Bahan Presentasi Rakorbang. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu. Bengkulu. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2012. Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari. Jakarta. Bandolan Y, Abd. Aziz, dan Sumang. 2008. Tingkat Adopsi petani Terhadap Teknologi Budidaya Rambutan di Desa Romangloe Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa. Jurnal Agrisistem, Desember 2008, Vol. 4 No.2. Hidayah, Nurul. 2012. Kesiapan Psikologis Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan Menghadapi Diversifikasi Pangan Pokok. Jurnal Humanitas, Vol. VIII No.1 Januari 2011. Drakel, Arman. 2008. Analisis Usahatani Terhadap Masyarakat Kehutanan di Dusun Gumi Desa Akelamo Kota Tidore Kepulauan. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan Volume I Oktober 2008. Rahayu, M. dan S. Prawiroatmodjo. 2005. Keanekaragaman Tanaman Pekarangan dan Pemanfaatannya di Desa Lampeapi, Pulau Wawoni Sulawesi Tenggara. J. Tek. Ling. P3TL-BPPT, 6 (2): 360-364. Rentha, T. 2007. Identifikasi Perilaku, Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Irigasi Teknis Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga Pupuk di Desa Bedilan Kecamatan Belitang OKU Timur (Skripsi S1). Universitas Sriwijaya.Palembang. Riduwan dan Alma, B. 2009. Pengantar Statistika Sosial. Alfabeta: Bandung. Sadono, Dwi. 2008. Pemberdayaan Petani: Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian di Indonesia. Jurnal Penyuluhan Maret 2008, Vol. 4 No.1. Soekartawi, 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia (UI-press). Jakarta. 137 hal. Sudarta, W. 2005. Pengetahuan dan Sikap Petani Terhadap Pengendalian Hama Tanaman Terpadu (Online). http://ejournal .unud. ac.id/ abstrak/(6)%20soca-sudarta-pks%20pht(2).pdf diakses 30 Desember 2009. Syafruddin, dkk. 2006. Hubungan Sejumlah Karakteristik Petani Mete dengan Pengetahuan Mereka dalam Usahatani Mete di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Jurnal Penyuluhan Juni 2006, Vol. 2 No.2.