UNDIP PRESS
OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN UNTUK USAHATANI SAYURAN DI KABUPATEN BLORA Forita Dyah Arianti, Sodiq Jauhari dan Eman Supratman Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah
ABSTRAK Pangan dan gizi merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi setiap saat dan merupakan unsur yang sangat penting dan strategis dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, karena pangan selain mempunyai arti biologis juga mempunyai arti ekonomis dan politis. Upaya pemenuhan kebutuhan pangan tidak pernah akan berhenti bahkan akan terus ditingkatkan. Kegiatan optimalisasi pekarangan dilakukan di Desa Klagen, Kecamatan Kedung Tuban, Kabupaten Blora dengan melibatkan 4 petani kooperator. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas tanaman sayuran yang dibudidayakan di lahan pekarangan dengan pemanfaatan sumberdaya usahatani sayuran yang optimal, sehingga dapat memberikan tambahan pendapatan harian keluarga pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Kegiatan ini dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia dilingkungannya. Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat tersebut adalah dengan pemanfaatan lahan pekarangan yang dikelola oleh keluarga tani utamanya ibu-ibu sehingga mudah untuk pemeliharaan dan pemanenannya. Pada kajian ini diintroduksikan beberapa tanaman sayuran seperti : kangkung, bayam, sawi dan cabe rawit. Data yang dikumpulkan berupa data keragaan produksi dan sosial ekonomi. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil kajian menunjukkan bahwa pendapatan dari penjualan hasil panen tanaman sayuran pada musim tanam I dan musim tanam II antara Rp 287.250,- s/d Rp 583.500,-. Walupun terdapat penurunan hasil penjualan dari MT - I ke MT – 2 sekitar 15 - 35 %, namun secara umum hasil dari lahan pekarangan dapat memberikan sumbangan pendapatan keluarga sekitar 7% - 20%,. Usaha di lahan pekarangan jika dikelola secara intensif sesuai dengan potensi pekarangan, disamping dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga, juga dapat memberikan sumbangan pendapatan bagi keluarga. Kata Kunci : pemanfaatan, lahan pekarangan, usahatani sayuran
PENDAHULUAN Untuk meningkatkan gizi terutama pada gizi mikro masyarakat pada umumnya dan keluarga pada khususnya, dapat dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia dilingkungannya. Dasar proses pemberdayaan adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaannya yang sangat luas dan berguna serta kemauan mereka untuk menjadi lebih baik. Proses pemberdayaan masyarakat ini bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Lebih lanjut, harapan dari
838
proses pemberdayaan ini adalah terwujudnya masyarakat yang bermartabat. Dan dalam proses pembangunan ini harus dapat meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban masyarakat, dengan memegang teguh aturan-aturan mengenai apa yang menjadi hak dan mana yang bukan, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, termasuk menumbuh kembangkan perilaku yang berbudaya. Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat adalah dengan pemanfaatan pekarangan untuk usahatani sayuran oleh keluarga tani sehingga mudah untuk pemeliharaan dan pemanenan hasilnya. Pemanfaatan pekarangan sebagai salah satu lahan alternatif untuk meningkatkan ketahanan pangan di masyarakat cukup besar
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012
UNDIP PRESS
(Sismihardjo, 2008). Dengan menanam tanaman produktif di pekarangan seperti tanaman hias, buah, sayuran, rempah-rempah dan obat-obatan akan memberi keuntungan ganda, salah satunya adalah kepuasan jasmani dan rohani (Anonim, 2009). Menurut Ginting (2010) fungsi lahan pekarangan sangat beragam, yaitu (1) sumber penghasilan dan dapat memasok bahan pangan, obat-obatan, serta ternak, (2) memberikan kenyamanan dan pemenuhan kebutuhan jasmaniah dan rohaniah anggota keluarga, (3) mengandung nilai pendidikan agar anggota keluarga cinta lingkungan serta menjadi laboratorium hidup, (4) dapat dikembangkan menjadi industri pekarangan, serta (5) merupakan bagian dari pembangunan hutan kota. Fungsi pekarangan juga dapat ditinjau dari fungsinya secara ekonomi, sosial budaya dan biofisik. Dalam konteks budaya Jawa misalnya, pekarangan cenderung tidak eksklusif dan tidak berpagar dan kalaupun berpagar selalu ada bagian terbuka atau mudah dibuka sehingga siapapun leluasa untuk keluar masuk. Berkaitan dengan fungsi ekonomi, pekarangan menjadi tempat budidaya satu atau beberapa jenis tanaman. Fungsi biofisik ditunjukkan oleh pola pengusahaan pekarangan yang multi komoditas, di mana tanaman dan ternak diusahakan bersama di pekarangan sehingga secara alami berlangsung proses daur ulang (recycling) dan tidak ada yang terbuang. Limbah dari suatu proses menjadi sumberdaya dalam proses berikutnya. Pekarangan adalah sebidang tanah darat terletak langsung di sekitar rumah yang jelas batas-batasnya, ditanami dengan satu atau berbagai jenis tanaman dan masih mempunyai hubungan pemilikan dan/atau hubungan fungsional dengan rumah yang bersangkutan (Soemarwoto et al., 1976 dalam Danoesastro, 1997). Karyono (2000) mendefinisikan pekarangan sebagai suatu system tataguna tanah tradisional yang terletak di sekitar rumah yang umumnya ditanami dengan berbagai tanaman semusim dan tanaman tahunan. Hal tersebut dikarenakan umumnya pekarangan lebih berfungsi sebagai basis pangan rumah tangga dibandingkan sebagai sumber ekonomi, hal ini dikarenakan masih terbatasnya informasi dan inovasi teknologi yang dapat mengulas tentang manfaat lahan pekarangan. Selama ini lahan pekarangan belum
dimanfaatkan secara optimal dan hasil yang didapatkan dari pekarangan baru dijual ke pasar bila sebuah keluarga membutuhkan pangan lain atau alat-alat rumah tangga yang tidak bisa dibuat sendiri. Adanya inovasi teknologi pertanian pada pemanfatan lahan merupakan salah satu terobosan strategis di dalam upaya peningkatan ketahanan pangan. Karena inovasi teknologi pertanian dapat berperan dalam meningkatkan produktivitas pangan, meningkatkan deversifikasi dalam jenis kualitas pangan, meningkatkan nilai tambah, kesempatan kerja dan menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Selain itu halaman pekarangan bila dikelola dengan tepat dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan baik berupa bahan makanan, bunga, kayu, dan peneduh maupun sebagai salah satu sumber tambahan penghasilan rutin. Atas dasar pertimbangan tersebut maka kajian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas tanaman sayuran yang dibudidayakan di lahan pekarangan dengan pemanfaatan sumberdaya usahatani sayuran yang optimal, sehingga dapat memberikan tambahan pendapatan harian keluarga pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. METODE Kegiatan pengkajian dilakukan di Desa Klagen, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora dengan melibatkan 4 (empat) petani kooperator. Ukuran petak pengkajian disesuaikan dengan keadaan /kepemilikan lahan petani. Pengkajian menggunakan pendekatan OFCOR (On Farm Client Orientid Research) dengan partisipatif aktif dari petani. Tanaman pekarangan yang diintroduksikan adalah cabe rawit (Capsicum frutescens), kangkung (Ipomoea aquatica Forsk.), bayam cabut (Amaranthus spp.) dan sawi (Brassica rapa). Tanaman sayuran ini ditanam di pekarangan yang sebelumnya berupa tanah pekarangan yang tidak pernah ditanami (bera). Tanaman sayuran ditanam secara tumpang sari sehingga dalam satu hamparan terdapat ber macam – macam tanaman sayuran. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk organik dan pupuk buatan. Sebanyak 2-5 biji kangkung darat ditanam di lubang tanam dengan jarak antar lubang 20 x 20
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis”
839
UNDIP PRESS
cm pada bedengan yang telah dipersiapkan. Sistem penanaman dilakukan secara zigzag atau system garitan (baris). Pada tanaman kangkung pupuk urea diberikan hanya sekali dengan cara dilarutkan dalam air lalu disiram pada tanaman kangkung dengan dosis 15 g/m2 dan pupuk organik 4 kg/ m2. Pada tanaman bayam diberi pupuk urea 25 g/ m2, TSP 15 g/ m2, KCl 7,5 g/ m2 dan pupuk organik 1 kg/ m2. N diberikan dua kali, setengah takaran pada waktu tanam dan yang setengahnya lagi pada umur 30 hari setelah tanam. Pupuk P diberikan sekali pada waktu tanam, sedangkan pupuk K diberikan dua kali, setengah takaran pada waktu tanam dan setengah lagi pada umur 30 hari setelah tanam. Bayem dipanen pertama umur 25 - 30 hari setelah tanam, kemudian panen berikutnya adalah 3-5 hari sekali. Cabe rawit ditanam dengan jarak tanam 50 x 70 cm dan di beri pupuk NPK 7,5 g/ m2 dan pupuk organik 0,5 g/m2, dan pada tanaman sawi pupuk organik yang diberikan sebanyak 4 g/ m2 dan pupuk urea 19 g/ m2. Penyiangan dilakukan bila terdapat rumput liar (tanaman pengganggu). Pembumbunan dilakukan untuk mendekatkan unsur hara bagi tanaman sayuran sehingga dapat mempermudah akar tanaman untuk mentransfernya. Pembumbunan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu. Selama tidak ada hujan, perlu dilakukan penyiraman. Penyiraman gunanya untuk mencegah tanaman sayuran terhadap kekeringan. Penyiraman dilakukan sekali sehari pada sore hari. Penyiraman dilakukan dengan gembor penyiram. Data yang dikumpulkan adalah hasil produksi masing- masing tanaman dan data sosial ekonomi. Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Kajian Agroekositem wilayah kajian termasuk dalam zonasi lahan tadah hujan dataran rendah. Kondisi tanah dan elevasi yang demikian cocok untuk pertumbuhan tanaman padi dan polowijo (jagung, padi, ubi kayu) dan tanaman sayuran (cabe, sawi, tomat, bayam dan lain-lain). Batas desa Klagen meliputi sebelah utara Desa Ngloram, sebelah Timur Desa Sumber
840
(perbatasan propinsi Jawa Timur), sebelah Selatan Desa Panolan dan sebelah Barat Desa Kemantren. Jumlah penduduk Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora tahun 2011 tercatat sebanyak 54.484 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 26.944 dan penduduk perempuan sebanyak 27.540. Data kependudukan pada tahun 2011, juga mencatat tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Kedungtuban sebesar 510 jiwa/km2 (Anonim, 2011). Berdasarkan data monografi desa didapatkan data penduduk Desa Klagen berjumlah 1.626 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 805 jiwa dan 821 jiwa perempuan. Masyarakat Desa Klagen Kecamatan Kedung Tuban sebagian besar masyarakat pemilik lahan dan berprofesi sebagai petani, buruh tani, beternak Sapi/domba/kambing. Sebaran mata pencaharian penduduk desa Klagen terdiri dari petani 54,7% ; buruh tani 31,9 %; beternak 10,6 %, Swasta 2,2% dan pegawai negeri 8 % (Monografi Desa Klagen, 2009).
Gambar 1. Luas Penggunaan Lahan Di Kecamatan Kedungtuban, 2011 Sumber : Kabupaten Blora dalam Angka, 2011.
Sektor pertanian merupakan penggerak utama perekonomian sekaligus sumber utama mata pencaharian masyarakat di kecamatan Kedungtuban. Hal ini tercermin dari luas penggunaan lahan di desa Klagen terdiri dari: Lahan sawah 44%, Hutan 33 %, Bangunan/Pekarangan 11%, Tegalan 10 % dan penggunaan lahan lainnya 2 % (Gambar 1). Penggunaan lahan pertanian merupakan suatu sistem yang menggunakan input produksi (lahan, tenaga kerja, modal, dan manajemen) yang melalui sebuah proses alam akan menghasilkan produk pertanian.
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012
UNDIP PRESS
Tabel 1. Luas Panen Dan Hasil Produksi Komoditas Pertanian Di Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora, Tahun 2011 Luas Rata-rata Produksi Uraian Panen Produksi (Kw) (Ha) (Kw/Ha) Padi 9.330 45.557 48,83 Jagung 2.879 11.613 40,34 Kedelai 20 200 10 Bawang merah 5 210 42 Cabe besar 12 60 5,00 Cabe rawit 5 19 3,80 Ketimun 2 26 13 Tomat 6 33 5,50 Terung 4 33 8,25 Bayam 7 95 13,57 Kacang panjang 4 34 8,50 Kangkung 4 194 48,50 Sumber : Kabupaten Blora dalam Angka (2011)
Nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat pedesaan, pengetahuan, ketrampilan, teknologi dan institusi mempengaruhi jenis budidaya
pertanian yang telah, sedang dan akan berkembang. Adapun luas panen dan hasil produksi beberapa komoditas pertanian di Kecamatan Kedungtuban terdapat pada Tabel 1. Komponen Hasil Pertanaman sayuran dengan pemanfaatan lahan pekarangan pada musim tanam I dan musim tanam II memberikan hasil yang cukup baik (Tabel 2), karena apabila dilihat dari pengalaman usahataninya, petani setempat atau di desa Klagen belum pernah melakukan budidaya tanaman sayuran pada lahan pekarangannya. Pertumbuhan dan hasil produksi tanaman sayuran dipengaruhi oleh kondisi lahan yang digunakan. Peranan tanah sebagai media tumbuh dan sumber unsur hara yang diperlukan oleh tanaman merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung tercapainya pertumbuhan dan hasil tanaman secara maksimal. Tanah yang cocok untuk ditanami sayuran adalah tanah yang subur, gembur dan banyak
Tabel 2. Kooperator, Komoditas, Luas Lahan, Hasil Panen Dan Nilai Jual Dari Tanaman Sayuran Yang Dibudidayakan Di Pekarangan Di Desa Klagen Pada MT I Dan MT II 2 Musim Tanam I Musim Tanam II Kooperator Komoditas Luas m / tanaman Hasil Panen Nilai Jual Hasil Panen Nilai Jual Yanto Bayam 75 585 ikat 277.875 530 ikat 252.000 Kangkung 185 395 ikat 118.500 334 ikat 100.200 Sawi 33 158 ikat 47.400 132 ikat 39.600 Cabe 46 31 kg 124.000 25 kg 100.000 Jumlah 567.775 491.800 Ansori Bayam 25 400 ikat 160.000 258 ikat 103.100 Kangkung 20 85 ikat 34.425 59 ikat 23.900 Sawi 10 81 ikat 26.650 50 ikat 16.250 Cabe 60 42 kg 168.000 36 kg 144.000 Jumlah 389.075 287.250 Sukiran Bayam 5 165 ikat 57.750 120 ikat 42.000 Kangkung 60 890 ikat 356.000 780 ikat 312.000 Sawi 17 85 ikat 29.750 60 ikat 21.000 Cabe 50 35 kg 140.000 28 kg 112.000 Jumlah 583.500 487.000 Ramijan Bayam 15 275 ikat 130.625 220 ikat 104.500 Kangkung 20 100 ikat 52.000 81 ikat 42.000 Sawi 11 79 ikat 48.980 60 ikat 37.000 Cabe 40 31 kg 124.000 27 kg 108.000 Jumlah 355.605 291.500
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis”
841
UNDIP PRESS
mengandung bahan organik (humus), tidak menggenang (becek), tata aerasi dalam tanah berjalan dengan baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6 sampai pH 7 (Haryanto dkk, 2006). Kemasaman tanah sangat berpengaruh terhadap ketersediaan hara didalam tanah. Semakin tinggi pH tanah ketersediaan hara mikro semakin kecil (Hasibuan, 2010). Pada pH tanah yang rendah akan menyebabkan terjadinya gangguan pada penyerapan hara oleh tanaman sehingga secara menyeluruh tanaman akan terganggu pertumbuhannya. Di samping itu, produksi yang tinggi juga disebabkan karena faktor pemupukan. Yuwono (2008) mengemukakan bahwa manfaat yang didapat dari penggunaan pupuk organik terhadap kesuburan tanah antara lain ialah:a) Bahan organik dalam proses mineralisasi akan melepaskan hara tanaman dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S, serta hara mikro); b) Dapat memperbaiki struktur tanah;c) Meningkatkan daya menahan air (water holding capacity); d) Permeabilitas tanah menjadi lebih baik; e) Meningkatkan Kapasitas Pertukaran Kation (KPK); f) Memperbaiki kehidupan biologi tanah menjadi lebih baik karena ketersediaan makan lebih terjamin. Selain pupuk, penggunaan benih berkualitas juga dapat meningkatkan produksi. Menurut Soba (2002), benih bermutu akan berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas hasil Hasil kajian menunjukkan bahwa pendapatan dari penjualan hasil panen tanaman sayuran pada musim tanam I berkisar antara Rp. 355.605,- s/d Rp. 583.500,- dan musim tanam II berkisar Rp. 287.250,- s/d Rp. 491.800,- (Tabel 2) dan hasil tersebut belum termasuk sebagian hasil panen (40%) untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga dan masyarakat sekitar. Berdasarkan pada Tabel 2, terlihat juga penurunan pendapatan dari MT I ke MT II, sekitar 15 - 35 %, namun demikian secara umum hasil dari lahan pekarangan dapat memberikan sumbangan pendapatan keluarga sekitar 7% 20% (Tabel 3). Penurunan hasil produksi dan pendapatan pada MT 2 ini lebih disebabkan karena kebutuhan air untuk budidaya tanaman sayuran tidak tercukupi. Menurut Manan (2005), air merupakan faktor produksi yang tidak dapat disubstitusi dan memegang peranan penting
842
untuk mendukung keberhasilan sistem produksi pertanian, sehingga air dapat dikategorikan sebagai faktor pembatas produksi pertanian. Zubachtirodin (2009) menyebutkan bahwa salah satu faktor pembatas produksi adalah cekaman lingkungan seperti cekaman air (kelebihan dan kekurangan), cekaman hara (defisiensi dan keracunan), terkena herbisida atau serangan hama penyakit yang akan menyebabkan tanaman tumbuh tidak normal, atau tidak sesuai dengan morfologi tanaman. Peran inovasi teknologi pertanian terkait dengan pemanfaatan lahan pekarangan untuk peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan dan hortikultura sebagai sumber pangan. Secara teoritis penerapan inovasi teknologi budidaya seperti penggunaan bibit unggul, pengelolaan sumberdaya lahan yang baik, pemupukan yang tepat dan sebagianya, akan dapat meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani. Hasil penelitian Puslitbangtanak (2005) menunjukkan bahwa penerapan teknologi penggunaan pupuk organik dengan tidak menggunakan bahan kimia sintesis tetapi dengan menggunakan pupuk kandang dan hijauan titonia dengan kombinasi masing-masing 20 kg + 30 kg/bedeng dengan ukuran 1 x 8 meter pada tanaman sayuran akan diperoleh berbagai keuntungan. Diantara berbagai keuntungan tersebut adalah (1) meningkatkan dan menjaga produktivitas pertanian jangka panjang serta memelihara sumberdaya alam dan lingkungan; (2) meminimalkan semua bentuk polusi yang dihasilkan dari pertanian; (3) menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi petani; (4) menghasilkan sayuran yang sehat dan bergizi untuk meningkatkan kesehatan; dan (5) meningkatkan pendapatan petani. Selain dari manfaat estetis dan produktif dari taman sayur ada manfaat lain yang bisa kita peroleh. Dengan taman sayur di pekarangan kita ikut mendukung gaya hidup hijau yang merupakan suatu usaha untuk mengatasi laju pemanasan global yang bisa kita mulai dari rumah kita (Anonim, 2012). Sebagaimana kita tahu tumbuhan pada siang hari berfotosintersis dengan mengambil CO2 dari udara dan sebagai hasilnya tumbuhan melepaskan O2 ke udara. Jadi dengan menanam sayuran di pekarangan rumah dapat mengurangi konsentrasi CO2 yang semakin meningkatkan akibat emisi kendaraan bermotor
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012
UNDIP PRESS
yang lalu lalang di sekitar rumah kita. Dengan demikian kualitas udara di sekitar rumah kita menjadi lebih baik Berdasarkan hasil wawancara dengan petani kooperator (4 orang) dan petani non kooperator (15 orang), dapat dikemukakan bahwa sumber pendapatan rumah tangga petani di desa Klagen adalah berasal dari usahatani sendiri (on farm) baik dari lahan sawah dan lahan tegalan, kemudian dari sektor non pertanian (non farm), on farm lahan pekarangan dan kontribusi dari luar usahatani sendiri seperti buruh tani (off farm) (Tabel 3). Tingginya kontribusi on farm dalam struktur pendapatan rumah tangga menunjukkan bahwa sektor pertanian berperan penting bagi perekonomian masyarakat. Tabel 3. Struktur Pendapatan Dan Pengeluaran Rumah Tangga Di Desa Klagen. Petani Petani non Sumber Kooperator Pendapatan dan Kooperator Pengeluaran Prosentase (%) On farm ( Lahan 62 - 76 49,8 - 57 sawah dan Tegalan) On farm (Lahan 7 - 20 7 – 12,5 pekarangan) Off farm 2,5 – 3,8 4,7 – 9,8 Non farm 13,2 - 15,5 27,9 - 31,3 Total 100 100 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan inovasi teknologi pertanian di bidang usahatani pertanian mampu meningkatkan produksi, ketersediaan pangan dan pendapatan rumah tangga petani. Peningkatan pendapatan petani secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan daya beli dan akses terhadap pangan dan pada gilirannya dapat meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga. KESIMPULAN Peningkatan produksi, ketersediaan pangan dan pendapatan rumah tangga (khususnya rumahtangga petani) dapat dilakukan melalui penerapan inovasi teknologi pertanian. Hasil kajian menunjukkan bahwa pendapatan dari penjualan hasil panen tanaman sayuran pada musim tanam I dan musim tanam II adalah antara Rp 287.250,- s/d Rp 583.500,-. Walupun terdapat
penurunan hasil penjualan dari MT - I ke MT – 2 sekitar 15 - 35 %, namun secara umum hasil dari lahan pekarangan dapat memberikan sumbangan pendapatan keluarga sekitar 7% - 20%,. Usaha di lahan pekarangan jika dikelola secara intensif sesuai dengan potensi pekarangan, disamping dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga, juga dapat memberikan sumbangan pendapatan bagi keluarga. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2009. Tips Green Living Sederhana. diambil 27September 2010. Anonim, 2009. http://conagry.blogspot.com/2009/09/ budayakonsumtif- mulailah.html manfaatkan Pekarangan Rumah yang Sempit Menjadi Lahan Produktif , diakses 27 September 2012. BPS Jawa Tengah, 2010. Profil Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010. Berita Resmi Statistik No. 34/07/33/Th. IV, 1 Juli 2010. BPS, 2011. Kabupaten Blora dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik, Blora. Danoesastro, H. 1997. Peranan pekarangan dalam usaha meningkatkan ketahanan nasional pedesaan. Pidato Dies Natalis XXVIII UGM. Hadjah Mada University Press. Ginting, M. 2010. Eksplorasi Pemanfaatan Pekarangan secara Konseptual Sebagai Konsep ”Program Gerakan Dinas Pertanian Kota Pematangsiantar”http://musgin.wordpress. com/2010/03/27/pemanfaatan-pekarangan/ diambil 27 September 2010. Manan, H. 2005. Kebijakan Pemanfaatan Sumber Daya Air Dalam Rangka Mendukung Revitalisasi Pertanian Untuk Ketahanan Pangan. Disampaikan Pada Seminar Nasional Optimalisasi Pemanfaatan SDA Untuk Penanggulangan Kemarau Panjang Masa Kini dan Mendatang, di Mataram 31 Agustus 2005. Monografi Desa Klagen, 2009. Karakteristik Wilayah Desa. Statistik Kabupaten Blora
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis”
843
UNDIP PRESS
Pusat Penelitian dan Pengembangan tanah dan Agroklimat. 2005. Satu Abad Kiprah Lembaga Penelitian Tanah di Indonesia 1905 – 2005. Mengoptimalkan Sumberdaya Lahan Nasional untuk Pembangunan Pertanian dan Kesejahteraan Masyarakat. Puslitbangtanak. Bogor. Sismihardjo. 2008, Kajian Agronomis Tanaman Buah dan Sayuran pada Struktur Agroforestri Pekarangan di Wilayah Bogor, Puncak dan Cianjur (Studi Kasus di
844
DAS Ciliwung dan DAS Cianjur). Tesis. Program Studi Agronomi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Soba, H.S. 2002. Agribisnis benih, http// Situs Hijau. Co. id. Diakses 2 Pebruari 2011. Yuwono, N.S. 2008. Pupuk Organik. Nasih @ UGM.ac.id.25- 08 - 2011. Zubachtirodin. 2009. Teknologi Peningkatan Produksi jagung. Materi Pelatihan Pembinaan Penangkar Benih Komposit Berbasis Komunal. Blora.
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012