OPTIMALISASI PEMANFAATAN PEKARANGAN MELALUI PENGEMBANGAN TANAMAN BIOFARMAKA UNTUK MENINGKATKAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT DI KABUPATEN KARANGANYAR (OPTIMIZING THE USE OF THE YARD THROUGH DEVELOPMENT OF MEDICINAL PLANTS TO IMPROVE THE ECONOMICS IN KARANGANYAR) Samanhudi*, Bambang Pujiasmanto, Ahmad Yunus, Muji Rahayu, dan Amalia Tetrani Sakya
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Kentingan Surakarta 57126 Telp/Fax. (0271) 637457 *)
Email :
[email protected] – HP. 081329060000
ABSTRAK Permintaan bahan baku obat alami semakin meningkat sejalan dengan peningkatan kesadaran masyarakat dan semakin berkembangnya industri yang menggunakan tanaman obat sebagai bahan bakunya. Salah satu industri yang berkembang serta menggunakan bahan baku tanaman obat adalah industri jamu dan minuman tradisional. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan industri jamu dan minuman tradisional adalah sebagian besar bahan baku (80%) berasal dari hutan atau habitat alami dan sisanya (20%) dari hasil budidaya tradisional. Penyediaan bahan baku yang masih mengandalkan pada alam tersebut telah mengakibatkan terjadinya erosi genetik pada beberapa tumbuhan obat penting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pengembangan tanaman biofarmaka sebagai upaya untuk optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan. Penelitian dilakukan di empat wilayah kecamatan di Kabupaten Karanganyar yaitu Kecamatan Jumantono, Jumapolo, Jatipuro, dan Kerjo, dengan melibatkan responden yang terdiri atas petani tanaman biofarmaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat daerah tersebut berpotensi sebagai daerah pengembangan biofarmaka khususnya jahe, kunyit, temulawak, kencur, dan kunir putih. Dalam budidaya biofarmaka, petani sudah menerapkan sistem monokultur, tumpangsari dan campuran (mix cropping) di pekarangan atau di tegalan. Dengan pemanfaatan lahan secara optimal untuk ditanami tanaman biofarmaka tersebut diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di Kabupaten Karanganyar. Kata kunci: biofarmaka, pekarangan, perekonomian, optimal.
PENDAHULUAN Kabupaten Karanganyar selain memiliki komoditi tanaman makanan dan buahbuahan juga memiliki potensi tanaman obat-obatan. Tanaman ini cukup beragam dan tersebar hingga daerah sekitarnya bahkan hingga lintas propinsi. Komoditas tanaman obat-obatan yang menjadi unggulan adalah tanaman jahe, kencur, kunyit, dan temulawak. Dalam pemanfaatannya bahan baku tumbuhan obat masih tergantung pada tumbuhan yang ada di hutan alam atau berasal dari pertanaman rakyat yang diusahakan secara tradisional. Pengadaan bahan baku obat atau jamu dengan cara pemungutan langsung dari hutan alam akan mengancam keberadaan populasinya. Menurut Muharso (2000) kegiatan eksploitasi tanaman liar secara berlebihan melebihi kemampuan regenerasi dari tanaman dan tanpa disertai usaha budidaya, akan mengganggu kelestarian tanaman tersebut. Ancaman kelestarian plasma nutfah tumbuhan obat hutan tropika saat ini menurut Zuhud et al. (2001) sangat serius karena formasi hutan tropika dataran rendah selama dua dekade belakangan ini mengalami kerusakan yang sangat parah, akibat eksploitasi kayu, perambahan hutan, kebakaran hutan, konversi hutan, perladangan berpindah, dan lain-lain. Meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai dampak negatif penggunaan obat dari bahan kimia mengakibatkan banyak yang beralih ke obat tradisional. Hal ini berdampak pada peningkatan kebutuhan tumbuhan obat. Pada tahun 2002, permintaan bahan obat senilai minimial Rp. 1 triliun dan meningkat menjadi Rp. 1,4 triliun pada tahun 2003. Permintaan bahan baku obat tradisional akan meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk dan jumlah perusahaan obat tradisional sehingga tanaman obat tradisional sangat berpotensi untuk dikembangkan. Salah satu upaya meningkatkan produksi berbagai tanaman obat adalah melalui pemanfaatan pekarangan untuk budidaya tanaman obat. Pada umumnya di daerah pedesaan, penduduk masih memiliki lahan pekarangan yang cukup luas sehingga berpotensi untuk dikembangkan untuk budidaya tanaman obat. Apabila dimanfaatkan secara optimal pekarangan akan mampu menambah penghasilan keluarga serta memenuhi sebagian kebutuhan jasmani dan rohani. Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu sentra tanaman obat-obatan yang menyediakan bahan baku jamu tradisional antara lain jahe, kencur, kunyit, temulawak, kapulaga, dan lain-lain. Masyarakat di wilayah tersebut, terutama yang tinggal di daerah pedesaan banyak yang memiliki lahan pekarangan yang cukup luas dan ada yang sudah dimanfaatkan untuk berbagai usaha pertanian. Seiring dengan berkembangnya sentra
produksi jamu tradisional di Kabupaten Karanganyar seperti di Kecamatan Jaten, dan Jumapolo dan meningkatnya jumlah perusahaan jamu di Kabupaten Karanganyar, pemanfaatan lahan pekarangan secara optimal untuk produksi tanaman obat cukup potensial untuk
dikembangkan.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
untuk
mengetahui
potensi
pengembangan tanaman biofarmaka sebagai upaya untuk optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan Kecamatan Jumantono, Jumapolo, Jatipuro, dan Kerjo Kabupaten Karanganyar.
METODE PENELITIAN Penelitian lapangan dilakukan di Kecamatan Jumantono, Jumapolo, Jatipuro, dan Kerjo (Kabupaten Karanganyar). Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan September 2012. Penelitian laboratorium dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi, Fakultas Pertanian UNS Surakarta dan Laboratorium Pusat FMIPA UNS Surakarta. Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman biofarmaka (jahe, kunyit, kencur, temulawak, dan kunir putih). Peralatan yang digunakan meliputi kuisioner, peralatan tanam, cangkul, pisau, dan alat tulis. Penelitian diawali dengan penentuan wilayah untuk dilakukan identifikasi biofarmaka yang dilakukan secara sengaja (purpossive). Pemilihan daerah penelitian berdasarkan petani yang mengusakan tanaman obat dan dengan pertimbangan populasi tanaman biofarmaka yang cukup besar serta lokasi budidaya biofarmaka. Pengambilan sampel dilakukan secara acak pada daerah yang telah ditentukan (Random Sampling). Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari petani di lapangan dengan cara mewawancarai langsung menggunakan kuisoner Data sekunder bersumber dari Dinas Pertanian, atau instansi lain yang terkait. Variabel yang diamati meliputi aspek lahan kepemilikan lahan (jenis atau bentuk dan status kepemilikan lahan) dan budidaya tanaman (jenis tanaman yang dibudidakan, cara budidaya, sistem tanam, dan produksi). Data yang diperoleh dari lapangan kemudian dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Bentuk Kepemilikan Lahan Petani responden dari beberapa kecamatan di Karanganyar (Jumantono, Jumapolo, Jatipuro, dan Kerjo) sebagian besar memiliki lahan berupa pekarangan, sawah maupun tegalan (Tabel 1). Tabel 1. Bentuk kepemilikan lahan oleh petani responden Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Sawah √ √ √
Tegalan √ √ √ √ √ √ √ √
Pekarangan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ -
Hutan -
lainnya -
Sumber: Data Primer Tabel 1 menunjukkan lahan yang dimiliki petani sebagian besar berupa pekarangan (16 responden atau 84 %). Namun ada pula petani yang selain memiliki pekarangan, juga memiliki sawah dan tegal. Jumlah petani yang memiliki tegalan sebanyak 8 orang atau 42 %, sedangkan yang memiliki sawah sebanyak 3 orang atau 16 %. Diantara 19 responden, petani yang memiliki lahan baik dalam bentuk sawah, tegalan, maupun pekarangan hanya 2 orang, sedangkan lainnya hanya memiliki pekarangan saja, tegalan, atau tegalan dan sawah. Berdasarkan data tersebut pekarangan di wilayah keempat kecamatan di Kabupaten Karanganyar tersebut sangat potensial sekali untuk dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan dan diversifikasi hasil pertanian.
B. Status Kepemilikan Lahan Lahan yang dimiliki petani responden dari Kecamatan Jumantono, Jumapolo, Jatipuro, dan Kerjo baik yang berupa tegalan, sawah, maupun pekarangan sebagian besar berstatus milik sendiri. Namun demikian ada pula petani yang memiliki lahan dengan status kepemilikan dengan menyewa (Tabel 2). Tabel 2. Status kepemilikan lahan oleh petani responden Status Kepemilikan Lahan Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Milik sendiri √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Sewa
Bagi hasil
Perhutani
lainnya
√ √ √
-
-
√ -
Sumber: Data Primer Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa semua petani responden memiliki lahan dengan status kepemilikan sendiri (100 %). Namun demikian, selain memiliki lahan sendiri, ada juga petani yang memiliki lahan dengan status sewa, yaitu sebanyak 3 orang. Kepemilikan lahan dengan status milik sendiri ini cukup menguntungkan bagi petani, karena apabila akan digunakan untuk usaha petani tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk menyewa lahan sehingga akan meningkatkan keuntungan petani. C. Pemanfaatan Lahan Pada umumnya, petani memanfaatkan lahan yang dimiliki untuk usaha di bidang pertanian dengan menanam berbagai jenis tanaman. Petani di keempat kecamatan di Kabupaten Karanganyar tersebut menggunakan lahannya untuk budidaya tanaman obat, tanaman pangan, sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hutan (sengon, jati, dll), dan
rumput. Jenis tanaman obat yang diusahakan dan jenis tanaman obat yang banyak diusahakan oleh petani di wilayah tersebut disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Pemanfaatan lahan oleh petani responden untuk budidaya tanaman obat Respon den
Jawaban Jahe
1
-
2
√
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
0,03 1 petak 0,4 50m x 20 m 1000 m2 3000 m2 50 100 m 200 m 100 m2 50 m ¼ petak 34m 2000 m2 2 petak 20 – 30 m 3000 m2
18 19
Kunyit
Kunir Putih -
Temulawak
Kencur
1500 m √
√
-
0,02 1 petak 0,7 50 x 25 m 2500 m2 500 m2 1000 50 m 2000 m 200 m2 200 m 4 petak 50 x 25 1000 m2
0,03 0,3 75 x 25 m 1500 m2 500 m2 50 Ada 500 m 1700 m2 1000 m 1 petak 75 x 25 -
100 400 m ½ petak -
0,3 300 m2 Ada Ada ½ petak -
3 petak
1 petak
½ petak
½ petak
-
500 m2
-
-
-
-
2
lainnya Total: 2000 m2 0,3 -
Sumber: Data Primer
Tabel 3 menunjukkan jenis tanaman obat yang banyak diusahakan oleh petani responden adalah jahe, kunyit, temulawak, kencur, dan kunir putih. Selain itu, ada juga petani yang mengusahakan tanaman obat lain seperti bangle, dan sambiloto. Luas lahan yang digunakan untuk penanaman masing-masing jenis tanaman obat juga berbeda-beda tergantung dari kepemilikan lahan masing-masing petani. Pada umumnya, petani mengusahakan berbagai tanaman obat di pekarangan dan tegalan yang dimiliki. Selain memanfaatkan lahan yang dimiliki untuk budidaya tanaman obat, petani lain juga mengusahakan tanaman lain di lahannya. Jenis tanaman lain yang diusahakan oleh petani selain tanaman obat dapat dilihat di Tabel 4.
Tabel 4. Pemanfaatan lahan oleh petani responden selain untuk budidaya tanaman obat Responden
Tan. Pangan
1
-
2 3
Jagung Jagung
4
Padi
5 6
Sawah padi Padi, singkong Kacang, jagung, singkong
7
Tan. Sayur2an
Tan. Buah2an
Tan. Hutan
lainnya
-
-
-
-
-
-
Mangga, rambutan
-
-
Tegalan Jati, sengon, johar Sengon laut, jati
-
Kacang panjang, lombok, terong Kacang panjang, tomat, lombok -
pekarangan -
-
-
-
8
Padi, jagung
Kacang panjang
Pepaya
9
Ubi kayu
Kacang panjang
Rambutan, durian
kayu
Rumput
Ada 1
Mangga, durian, ace
Kayu, bambu
rumput
√
√
-
-
-
Kayu jati, kayu tahun
-
-
-
-
-
-
Kacang panjang, bayam, cabai Kacang panjang, kangkung
Pepaya
15 16 17
Jagung, kedelai, kacang tanah √ Kacang, singkong Singkong, kacang Kacang, singkong Singkong Singkong Padi, jagung
18
Singkong
19
Padi, jagung
10 11 12 13 14
Pohon jati, mahoni Sengon
-
-
-
Durian, rambutan
-
-
Pepaya
Sengon
-
Sumber: Data Primer Tabel 4. menunjukkan selain tanaman obat, tanaman lain yang diusahakan petani berupa tanaman pangan (jagung, kedelai, singkong, padi, dan kacang tanah), tanaman sayur-sayuran (kacang panjang, bayam, kangkung, cabai, tomat, dan terong), tanaman buah-buahan (pepaya, durian, rambutan, dan mangga), tanaman hutan atau pohonpohonan (jati, mahoni, sengon, dan bambu) serta rumput. Rumput biasanya digunakan sebagai pakan ternak baik kambing maupun sapi. Jenis tanaman tersebut ada yang diusahakan di sawah, tegalan, mapun pekarangan menyesuaikan kebutuhan hidup dan persyaratan tumbuh masing-masing tanaman. Lahan pekarangan selain untuk budidaya
tanaman obat, juga banyak dimanfaatkan untuk menanam tanaman pangan, tanaman buah-buahan , sayur-sayuran, dan tanaman hutan. Jenis tanaman pangan yang banyak diusahakan di pekarangan adalah singkong, sedangkan padi, kacang tanah, dan jagung pada umumnya diusahakan di sawah. Tanaman buah-buahan seperti pepaya, durian, rambutan, dan mangga juga banyak diusahakan di pekarangan karena pada umumnya tanaman tersebut mudah dalam pemeliharaannya. D. Sistem Budidaya Tanaman Obat yang Diterapkan Petani Dalam usaha budidaya tanaman obat, petani menerapkan berbagai sistem pertanaman antara lain monokultur (monocultur), tumpangsari (inter cropping), campuran (mix cropping), maupun budidaya tanaman obat di bawah naungan tanaman hutan (agroforestry). Sistem pertanaman yang diterapkan petani responden dalam budidaya tanaman obat di Jumantono, Jumapolo, Jatipuro, dan Kerjo disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Sistem budidaya tanaman obat yang dilakukan petani Responden 1 2
Monokultur √
3
-
4 5 6
Ada √
7
-
8 9
Tumpangsari Kacang tanah Temulawak + kunyit + jahe + kacang tanah √ Ada -
Campuran -
lainnya -
-
-
-
Dengan tanaman pangan
-
Dengan ubi kayu -
√
√
-
-
11 12
Ada yang khusus -
Di bawah naungan pohon jati -
√ √
-
13
-
-
14 15
-
√ -
16
-
-
17 18 19
√ √
-
√ √ (dgn singkong) √ √ (dgn singkong, durian, sayuran) √ -
10
Sumber: Data Primer
-
Berdasarkan Tabel 5, sebagian besar petani responden menerapkan sistem tanam tumpangsari dan campuran untuk budidaya tanaman obat, walaupun ada juga yang menerapkan sistem tanam secara monokultur dan di bawah tegakan atau naungan pohon jati. Biasanya dalam budidaya secara tumpangsari, tanaman obat ditumpangsarikan dengan tanaman singkong atau ubi kayu, tanaman pangan lain, kacang tanah, dan bersamaan dengan jenis tanaman obat lain. Sedangkan dalam sistem tanam campuran, tanaman obat ditanam bersamaan dengan tanaman singkong, sayuran, durian. Dalam sistem tanam secara campuran biasanya tidak diatur mengenai jarak tanam dan susunan barisatau lajur untuk masing-masing jenis tanaman.
E. Produksi Tanaman Obat Hasil atau produksi masing-masing jenis tanaman obat di keempat kecamatan di wilayah Kabupaten Karanganyar tersebut cukup beragam. Besarnya produksi masingmasing jenis tanaman obat yang diusahakan petani responden dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Produksi masing-masing tanaman obat yang dihasilkan petani responden Jawaban Responden 1 2 3 4 5 6 7 8
Jahe
Kunyit
Temulawak
Kencur
150 m2 = 45 kg 50 kg 800 kg/1000m2
150.000 75 m2 = 30 kg 100 kg -
-
-
Kunir Putih -
-
-
-
-
-Umur 1 tahun -
-
-
50 kg 5 kg -
-
9
12 ton/ Ha
10 11 12 13 14 15 16 17
5 kg 50 kg/petak 800 kg/1000m2
18 19
Sumber: data primer
12 ton/Ha 50 kg 10 kg 70 kg/petak
75 m2 = 45 kg 800 kg/1000m2 15 ton/Ha
10 ton/Ha
50 kg -
50 kg -
lainnya
-
Berdasarkan Tabel 6. Produksi jahe oleh petani cukup ber variasi yaitu 45 kg/150 m2 (2,7 ton/ha), 8 ton/ha dan 12 ton/ha. Untuk tanaman kunyit produksi yang dihasilkan 30 kg/75m2 (4 ton/ha), namun ada yang mencapai 12 ton/ha. Produksi temulawak oleh petani responden yaitu sebesar 45 kg/75 m2 ( 6 ton) dan ada yang mencapai 15 ton/ha. Bervariasinya produksi tanaman obat dipengaruhi oleh sistem budidaya yang diterapkan dan varietas jahe yang ditanam petani.
KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: a.
Kecamatan Jumantono, Jumapolo, Jatipuro, dan Kerjo Kabupaten Karanganyar berpotensi sebagai daerah pengembangan biofarmaka khususnya jahe, kunyit, temulawak, kencur, dan kunir putih.
b.
Dalam budidaya biofarmaka, petani sudah menerapkan sistem tanam secara monokultur, tumpangsari dan campuran (mix cropping) di pekarangan atau di tegalan.
c.
Pemanfaatan lahan secara optimal untuk ditanami tanaman biofarmaka dapat meningkatkan produktivitas lahan dan meningkatkan perekonomian masyarakat di Kabupaten Karanganyar.
DAFTAR PUSTAKA
Muharso. 2000. Kebijakan Pemanfaatan Tumbuhan Obat Indonesia. Makalah Seminar Tumbuhan Obat di Indonesia, Kerjasama Inonesian Research Centre For Indegeneous Knowledge (INRIK), Universitas Pajajaran dan Yayasan Ciungwanara dengan Yayasan KEHATI 26-27 April 2000. Zuhud, E.A.M., Azis, S., M. Ghulamahdi, L.K. Darusman. 2001. Dukungan Teknologi Pengembangan Obat Asli Indonesia dari Segi Budaya, Pelestarian, Pasca Panen. Makalah Lokakarya Agribisnis Berbasis Biofarmaka. Pemanfaatan dan Pelestraian Sumber Hayati Mendukung Agribisnis Tanaman Obat.