OPTIMALISASI LAHAN PEKARANGAN DENGAN KONSEP PERTANIAN ORGANIK PENDAHULUAN World
Health
Cut Nina Herlina
Organization
(WHO)
mendefinisikan
tiga
komponen utama ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan. Ketersediaan pangan merupakan kemampuan memiliki sejumlah pangan yang cukup untuk kebutuhan dasar. Akses pangan adalah kemampuan dalam memiliki sumber daya, secara ekonomi maupun fisik, untuk mendapatkan bahan pangan bernutrisi. Sedangkan pemanfaatan pangan diartikan sebagai kemampuan dalam memanfaatkan bahan pangan dengan benar dan tepat secara proporsional. Food and Agriculture
Organization
(FAO)
menambahkan
komponen
keempat, yaitu kestabilan dari ketiga komponen tersebut dalam kurun waktu yang panjang (Wikipedia, 2013) Di Indonesia, ketahanan pangan menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan nasional. Ada tiga alasan utama yang melandasi adanya kesadaran dari semua komponen bangsa atas pentingnya ketahanan pangan yaitu: 1). Akses atas pangan yang cukup dan bergizi bagi setiap penduduk merupakan salah satu pemenuhan hak azasi manusia; 2). Konsumsi pangan dan gizi yang cukup merupakan basis bagi pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas; 3). Ketahanan pangan merupakan basis
bagi ketahanan ekonomi, bahkan bagi ketahanan nasional suatu negara berdaulat (Suparyanto, 2014). Mengingat pentingnya ketahanan pangan bagi kehidupan bangsa dan negara, maka ketersediaan pangan sehat dalam jumlah yang cukup dan berkelanjutan sangatlah penting. Syarat terpenting dari pangan yang sehat adalah pangan yang hygienis yang bebas dari kontaminan baik dari berbagai penyakit maupun dari residu bahan kimia berbahaya. Sayuran atau buah-buahan yang
disemprot
pestisida
akan
meninggalkan
residu
yang
berdampak pada kesehatan. Menurut Yusnani, dkk (2013) Residu pestisida menimbulkan efek yang bersifat tidak langsung terhadap konsumen, namun dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan kesehatan diantaranya berupa gangguan pada syaraf dan metabolisme enzim. Pertanian
intensif
atau
konvensional
yang
selama
ini
diterapkan, memanfaatkan sejumlah besar masukan dalam bentuk pupuk, pestisida, tenaga kerja dan modal untuk memacu produksi pangan guna memenuhi kebutuhan global saat ini (Smil, 2000). Namun, praktik seperti ini membuat pertanian menjadi penggerak utama perubahan penggunaan lahan (Goldewijk and Ramankutty, 2004), menyebabkan kerusakan lingkungan dan penurunan fungsi ekosistem (Tilman et al., 2001). Oleh sebab itu pertanian organik merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan dalam pemenuhan pangan sehat tanpa merusak lingkungan.
Hasil penelitian oleh Badgley et al. (2006), yang meneliti 293 kasus dari seluruh dunia yang membandingkan sistem organik dan konvensional, menunjukkan bahwa pertanian organik memiliki potensi untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pasokan
pangan
global.
Mengatasi
kekhawatiran
tentang
keamanan pangan di negara maju dan berkembang yang membutuhkan pertanian berkelanjutan
untuk memenuhi laju
kebutuhan pangan seiring pertumbuhan populasi (Ericksen et al., 2009). Pertanian organik menawarkan potensi besar untuk mengembangkan biaya rendah, input rendah, tersedia secara lokal eko-teknologi untuk memproduksi pangan dan serat (Badgley et al., 2006), tanpa menyebabkan kerusakan pada kesehatan manusia dan lingkungan (PBB 2008). Untuk memenuhi ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup dan berkelanjutan dapat diusahakan di lahan pekarangan. Berdasarkan data statistik menunjukkan bahwa potensi luas lahan pekarangan di Indonesia saat ini mencapai 10,3 juta hektar (Litbang, 2011). Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah menyiapkan langkah pemanfaatan 500.000 hektar lahan pekarangan masyarakat untuk memperkuat ketahanan pangan
nasional
dan
mempercepat
diversifikasi
pangan
(Kementan, 2011). Keberadaan luas lahan pekarangan ini cukup produktif untuk menghasilkan bahan pangan skunder, seperti ubi, jagung, buah-buahan, sayuran atau tanaman obat-obatan yang umumnya
untuk
memenuhi
kebutuhan
pangan
keluarga.
Berdasarkan uraian di atas, pengkajian Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Dengan Konsep Pertanian Organik Untuk Mendukung Ketahanan Pangan di Provinsi Aceh sangat diperlukan. DAMPAK PESTISIDA Pestisida merupakan sarana untuk membunuh hama-hama tanaman, dalam Konsep Pengendalian Hama Terpadu pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian. Pestisida dengan cepat menurunkan populasi hama hingga meluasnya serangan dapat dicegah, dan kehilangan hasil panen dapat dikurangi. Tetapi,
benefit
bagi
produksi
pertanian
tanaman
tersebut bukan tidak menimbulkan dampak. Para ahli menyatakan bahwa salah satu penyebab terbesar penyakit dan penuaan dini pada manusia adalah banyaknya bahan kimia yang ada di lingkungan kita, dan rekayasa genetika yang kerap dilakukan pada budidaya bahan pangan non-organik merupakan salah satu penyebabnya. Sekitar 40 % kematian di dunia disebabkan oleh pencemaran lingkungan termasuk tanaman-tanaman yang dikonsumsi manusia, sementara dari 80 ribu jenis pestisida dan bahan kimia lain yang digunakan saat ini, hampir 10 % bersifat karsinogenik atau dapat menyebabkan kanker. Sebuah penelitian tentang kanker juga pernah menyatakan bahwa sekitar 1,4 juta kanker di dunia disebabkan oleh pestisida.
Penggunaan pestisida sangat berdampak terhadap kesehatan dan lingkungan. Setiap hari ribuan petani dan para pekerja dipertanian diracuni oleh pestisida oleh pestisida dan setiap tahun diperkirakan jutaan orang yang terlibat dipertanian menderita keracunan akibat penggunaan pestisida. Dalam beberapa kasus keracunan pestisida, petani dan pekerja di pertanian lainnya terkontaminasi (terpapar) pestisida pada proses mencampur dan menyemprotkan
pestisida (Pan
AP,2001).
Di
samping
itu
masyarakat sekitar lokasi pertanian sangat beresiko terkontaminasi pestisida melalui udara, tanah dan air yang ikut tercemar, bahkan konsumen melalui produk pertanian yang menggunakan pestisida juga beresiko terkontaminasi pestisida. Penelitian terbaru mengenai bahaya pestisida terhadap keselamatan
nyawa
dan
kesehatan
manusia
sangat
mencengankan. WHO (World Helth Organization) dan Program Lingkungan PBB memperkirakan ada 3 juta orang yang bekerja pada sektor pertanian di negara-negara berkembang terkena racun pestisida dan sekitar 18 ribu orang diantaranya meninggal setiap tahunnya (Miller, 2004). Menurut NRDC (Natural Resources Defenns Council) tahun 1998, hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan penderita kanker otak, leukemia dan cacat pada anakanak awalnya disebabkan tercemar pestisida kimia.
KONSEP PERTANIAN ORGANIK Pertanian Organik adalah suatu sistem pertanian yang tidak menggunakan bahan kimia buatan; mewujudkan sikap dan perilaku hidup yang menghargai alam; dan berkeyakinan bahwa kehidupan adalah anugerah Tuhan yang harus dilestarikan (Prayogo dkk., 1999). Dengan demikian kegunaan budidaya organik pada dasarnya ialah membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya kimiawi atau yang seringkali disebut sebagai pertanian konvensional. Rosenow, et all (1996) menyatakan pertanian organik dalam versi lain, yaitu merupakan sistem pertanian yang mempromosikan aspek 8 lingkungan, sosial, ekonomi, dengan memproduksi pangan dan serat. Sistem ini memperhatikan kesuburan tanah sebagai dasar kapasitas produksi dan sifat alami tanaman, hewan, biofisik, landskap, sehingga mampu mengoptimalkan kualitas semua faktor-faktor yang saling terintegrasi atau tergantung tersebut. Pertanian organik menekankan praktik rotasi tanaman, daur ulang limbah-limbah organik secara alami tanpa input kimia. Tingkat
persediaan
optimal
bahan-bahan
organik
tersebut
dibutuhkan untuk mencapai siklus nutrisi unsur hara dalam tanah. Oleh karena itu, pertanian organik bisa dikatakan sebagai dasar produksi hasil pertanian, dasar untuk peternakan hewan, dasar untuk keseimbangan ekologi secara alami. Secara garis besar filosofi Pertanian organik adalah siklus kehidupan menurut hukum
alam, kembali ke alam, selaras dengan alam, melayani alam secara ikhlas, utuh, holistik, sehingga alam pun akanmemberikan hasil produksi pertanian yang maksimal kepada manusia. Jadi, hubungan ini bersifat timbal balik. Terdapat perbedaan yang mencolok antara pertanian organik dan konvensional, baik secara anatomi maupun ekonomi. JENIS-JENIS PUPUK Menurut Hamida (2010) Pupuk dapat dibedakan berdasarkan bahan asal, senyawa, fasa, cara penggunaan, reaksi fisiologi, jumlah dan macam hara yang dikandungnya. Adapun jenis – jenis pupuk adalah sebagai berikut : a. Berdasarkan asal : Pupuk alam, merupakan pupuk yang terdapat di alam atau dibuat dengan bahan alam tanpa proses yang berarti. Misalnya, pupuk kompos, pupuk kandang, pupuk guano, pupuk hijau, dan pupuk batuan P. Pupuk buatan, merupakan pupuk yang dibuat oleh pabrik. Misalnya, TSP, urea, rustika, dan nitrophoska. Pupuk ini dibuat oleh pabrik dengan mengubah sumber daya alam melalui proses fisika atau proses kimia. b. Berdasarkan senyawa : Pupuk organik, merupakan pupuk yang berupa senyawa organik. Kebanyakan pupuk alam tergolong pupuk organik, seperti pupuk kandang, pupuk kompos, dan pupuk guano.
Pupuk alam tidak termasuk pupuk organik, seperti rock phosphate, umumnya berasal dari batuan sejenis apatit [Ca3(PO4)2] Pupuk anorganik atau mineral merupakan pupuk dari senyawa anorganik. Hampir semua pupuk buatan tergolong pupuk anorganik. c. Berdasarkan fasa : Pupuk padat, merupakan kelarutan yang beragam, mulai yang mudah larut dalam air sampai yang sukar larut. Pupuk cair, merupakan pupuk yang dilarutkan dulu ke dalam air, umumnya pupuk ini disemprotkan ke daun. Karena mengandung banyak hara, baik makro
maupun mikro,
harganya relatif mahal. Pupuk amoniak cair merupakan pupuk Universitas Sumatera Utaracair yang kadar N-nya sangat tinggi sekitar 83%, penggunaannya dapat diinjeksika lewat tanah. d. Berdasarkan cara penggunaan : Pupuk daun, merupakan pupuk yang cara pemupukan dilarutkan dalam air dan disemprotkan pada permukaan daun. Pupuk akar atau pupuk tanah, merupakan pupuk yang diberikan ke dalam tanah di sekitar agar diserap oleh akar tanaman. e. Berdasarkan reaksi fisiologi : Pupuk yang mempunyai reaksi fisiologis masam, artinya bila pupuk diberikan ke dalam tanah, menimbulkan kecenderungan
tanah menjadi lebih masam (pH menjadi rendah). Misalnya, Za dan urea. Pupuk yang mempunyai reaksi fisiologis basis, merupakan pupuk yang bila diberikan ke dalam tanah menyebabkan pH tanah cenderung naik, misalnya pupuk chili saltpeter, calnitro, kalsium sianida. f. Berdasarkan jumlah hara yang dikandung : Pupuk yang hanya mengandung satu jenis hara tanaman saja. Misalnya, urea hanya mengandung hara N, TSP hanya dipenting hara P saja (meskipun ada mengandung hara Ca) Pupuk majemuk, merupakan pupuk yang mengandung 2 atau lebih
hara
tanaman.
Contoh
:
NPK,
amophoska,
dan
nitrophoska. g. Berdasarkan macam hara tanaman : Pupuk makro, merupakan pupuk yang hanya mengandung hara makro saja. Contohnya NPK dan nitrophoska. Pupuk mikro, merupakan pupuk yang hanya mengandung hara mikro saja. Contohnya mikrovet, mikroplek, metalik. Pupuk campuran makro dan mikro, misalnya pupuk gandasil, bayfolan, rustika.
SYARAT-SYARAT PUPUK ORGANIK Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari sisa tanaman, hewan, atau manusia, seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos yang berbentuk cair maupun padat. Pupuk organik bersifat bulky dengan kandungan hara makro dan mikro rendah sehingga diperlukan dalam jumlah banyak. Keuntungan utama
menggunakan
pupuk
organik
adalah
dapat
dapat
memperbaiki kesuburan kimia, fisik, dan biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanaman (Suriyadikarta, 2006). Syarat-syarat yang harus dimiliki pupuk organik, yaitu : a). Zat N atau zat lemasnya harus terdapat dalam bentuk persenyawaan organik, jadi harus mengalami peruraian menjadi persenyawaan N yang mudah dapat diserap oleh tanaman. b). Pupuk tersebut dapat dikatakan tidak meninggalkan sisa asam organik didalam tanah. c). Pupuk organik tersebut seharusnya mempunyai kadar persenyawaan C organik yang tinggi, seperti hidrat arang (Sutejo dan Kartasaputra, 1990). MANFAAT PUPUK ORGANIK Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan karbon organik dalam tanah, yaitu 2%. Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan karbon organik sekitar 2,5%. Pupuk organik sangat bermanfaat
bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia yang sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap
lahan
dan
tanaman
dapat
bervariasi. Selain
itu,
peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi humus. Bahan organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman. Rosmarkam dan Nasih (2002), menyatakan sifat-sifat baik yang dimiliki pupuk organik terhadap kesuburan tanah antara lain sebagai berikut : a. Bahan organik dalam proses mineralisasi akan melepaskan hara tanaman yang lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S, serta hara mikro) dalam jumlah tidak terlalu banyak dan relatif kecil. b. Bahan
organik
dapat
memperbaiki
struktur
tanah,
menyebabkan tanah menjadi ringan untuk diolah, dan mudah ditembus akar
c. Bahan organik dapat mempermudah pengolahan tanahtanah yang berat. d. Bahan organik meningkatkan daya menahan air, sehingga kemampuan tanah untuk menyediakan air menjadi lebih banyak. Kelengasan air lebih terjaga. e. Bahan organik membuat permeabilitas tanah menjadi lebih baik, menurunkan permeabilitas pada tanah bertekstur kasar (pasiran) dan meninggalkan permeabilitas pada tanah bertekstur sangat lembut (lempungan). f. Bahan organik meningkatkan KPK (kapasitas pertukaran kation) sehingga kemampuan mengikat kation menjadi lebih tinggi. Akibatnya, jika tanah yang dipupuk dengan bahan organik dengan dosis tinggi, hara tanaman tidak mudah tersusun. g. Bahan organik memperbaiki kehidupan biologi tanah (baik hewan tingkat tinggi ataupun tingkat rendah) menjadi lebih baik karena ketersediaan makan lebih terjamin.
DAFTAR PUSTAKA Badgley C., Jeremy Moghtader, Eileen Quintero, Emily Zakem, M. Jahi Chappell, 2006. Organic agriculture and the global food supply. Renewable Agriculture and Food Systems: 22(2); 86– 108.
Badan Litbang Pertanian. 2011. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Ericksen, P.J., Ingram, J.S.I., Liverman, D.M., 2009. Food security and global environmental change: emerging challenges. Environmental Science and Policy 12, 373–377. Ferizal, 2013. Petunjuk Teknis Pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di Provinsi Aceh. BPTP Aceh. Goldewijk, K.K. and N. Ramankutty (2004). Land cover change over the last three centuries due to human activities: the availability of new global data sets, Geojournal 61: 335-344, Kluwer Academic Publishers, The Netherlands. Hamidah.(2010).http://hamidahmamur.wordpress.com/2010/05/2 8/jenis-dankegunaan -unsur-hara http://balitsa.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/krpl/299pemanfaatan-pekarangan-untuk-budidaya-sayuran.html http://id.wikipedia.org/wiki/Ketahanan_pangan. http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Kesehatan_Dunia. Joko Prayogo, Toni Suyono, Michael Berney. 1999. Apa itu pertanian Organik? Pusat Pengembangan Penataran Guru Pertanian (VEDCA) Cianjur. Indah Offset Malang. Kasumbogo Untung. 1997. Pertanian Organik Sebagai Alternatif Teknologi dalam Pembangunan Pertanian. Diskusi Panel Tentang Pertanian Organik. DPD HKTI Jawa Barat, Lembang 1996. Kementerian Pertanian, 2011. Pedoman umum model kawasan rumah pangan lestari. Jakarta 42 Hlm.
Rosmarkam, A dan N.W Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. Rosenow, Soltysiak, dan Verschuur. 1996. Organic Farming, Sustainable Agriculture Put Into Practice. Jerman: IFOAM. Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik, Pemasyarakatan & Pengembangannya. Yogyakarta: Kanisius. Saragih S.E. 2008. Pertanian Organik : solusi hidup harmoni dan berkelanjutan. Penebar Swadaya, Jakarta. Smil, V., 2000. Feeding the World. MIT Press, Cambridge, MA. Suryadikarta, Didi Arti. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Sutedjo, M. M., dan A.G. Kartasaputra, 1990. Pupuk dan Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta. Sutanto, Rachman. (2002). Pertanian organik: Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Jakarta:Kanisius. ISBN 979-210187-X,9789792101874. Suriadikarta, Didi Ardi., Simanungkalit, R.D.M. (2006).Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Jawa Barat:Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Hal 2. ISBN 978-979-9474-57-5. Soekartawi, 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Tilman, D., Fargione, J., Wolff, B., D’Antonio, C., Dobson, A., Howarth, R., Schindler, D., Schlesinger, W.H., Simberloff, D., Swackhamer, D., 2001. Forecasting agriculturally driven global environmental change. Science 292, 281–284.
Yusnani, Anwar Daud dan Anwar, 2013. Identifikasi Residu Pestisida Golongan Organofosfat Pada Sayuran Kentang Di Swalayan Lottemart Dan Pasar Terong Kota Makassar.