JRL
Vol.6
No.1
Hal. 47 - 53
Jakarta,
Maret 2010
ISSN : 2085-3866
PEMANFAATAN LIMBAH JAGUNG MENJADI PUPUK ORGANIK UNTUK PENYUBURAN LAHAN PERTANIAN Daru Mulyono Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB), BPPT Jl. M.H. Thamrin 8, Gedung II, Lantai 17, Jakarta 10340 email:
[email protected] Abstract The use of maize waste plant materials (stem, leaf, and husk cover) have high economic value to be processed become organic fertilizer for agricultural land fertilizer. Maize have several and quite high contents of macro and micro nutrients. This activity was hoped that the farmers can overcome the increasing price of inorganic fertilizer recently and furthermore farmers can reap higher income. Beside higher income the use of organic fertilizer can improve the nature and behaviour of land through improving of soil chemical, soil physical, and soil microorganism. Therefore, the appropriate technology for processing of maize become organic fertilizer is very important to be diffused or socialized to farmers. Keywords: fertilizer, maize waste
1.
Latar Belakang
Jagung telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia dan memiliki banyak manfaat yang dapat diolah menjadi minyak goreng, tepung maizena, dextrin, gula cair, dan lain lainnya. Sebagai makanan, jagung sangat berkahsiat bagi pertumbuhan dan menjaga kondisi sel-sel tubuh karena mengandung berbagai unsur dan zat makanan penting. Oleh karena itu jagung merupakan komoditas strategis dan mempunyai pangsa pasar yang luas, baik didalam negeri maupun di luar negeri. Budidaya jagung terus dikembangkan, dimana produksi jagung selama 10 tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup meyakinkan, yaitu rata-rata 4% per tahun. Tercatat pada tahun 2008 produksi jagung nasional mencapai 15,86 juta ton (pipilan kering) yang berarti naik 19,3 % dari 2007 yang hanya mencapai 13,29 juta ton. (Kadin. 2009). Sedangkan menurut ramalan dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2009 ini produksi jagung diperkirakan akan mencapai 17,66 juta ton (BPS. 2009). Lebih jauh lagi 47
Departemen Pertanian memprediksi produksi jagung nasional pada tahun 2020 akan mencapai 22.066 juta ton (Deptan. 2007). Namun, permintaan jagung untuk konsumsi di dalam negeri ternyata ternyata juga terus semakin meningkat yang diperhitungkan mencapai rata-rata sebesar kurang lebih 5% per tahun. Sebagai konsekuensinya, untuk mencukupi kebutuhan permintaan dalam negeri pemerintah sampai saat ini masih terus melakukan impor jagung. Pada tahun 2006, impor jagung mencapai 1,76 juta ton, tahun 2007 sebanyak 676,7 ribu ton, dan tahun 2008 sebanyak 170 ribu ton (Kadin. 2009). Untuk itu upaya peningkatan produksi jagung perlu terus dilakukan terutama melalui program intensifikasi. (ICN. 2009). Program intensifikasi ini oleh pemerintah telah dilakukan melalui Departemen Pertanian yang memperkenalkan program Gema Palagung (Gerakan Mandiri Padi, Kedelai, dan Jagung) untuk mencapai swasembada pada tahun 2001 (Mulyono. 2005). Namun, program Gema Palagung tersebut ternyata belum membuahkan hasil, bahkan impor padi, kedelai, dan jagung semakin JRL Vol. 6 No. 1, Maret 2010 : 47-53
meningkat. Padahal peluang pengembangan budidaya jagung ini memiliki prospek yang cerah, yang akan mampu untuk: (a). meningkatkan pendapatan petani, (b). meningkatkan penerimaan devisa negara melalui pengurangan impor, dan (c). mendorong pertumbuhan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja melalui industri pengolahan pascapanen (Supardi. 1979). Keberhasilan pengembangan budidaya jagung itu tidak dapat dilepaskan dengan tersedianya sarana produksi, terutama pupuk yang memadai. Mengingat bahwa pupuk anorganik selama ini harganya terus melambung yang semakin tidak terjangkau oleh kemampuan petani pada umumnya. Ketersediaan pupuk yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga yang murah seringkali sulit diakses oleh petani karena banyak yang disalahgunakan. Hal ini disebabkan oleh adanya disparitas harga antara pupuk bersubsidi (Rp 1.200 per kg) dan harga pupuk nonsubsidi (Rp 5.500 per kilogram) yang sangat besar yang merupakan faktor utama yang memicu terjadinya penyelewengan penggunaan pupuk bersubsidi. Padahal pemerintah pada 2008 yang lalu telah mengucurkan dana sebesar Rp 15,18 triliun untuk subsidi pupuk, namun petani pangan yang seharusnya menikmati pupuk bersubsidi tersebut masih selalu saja kesulitan untuk mendapatkannya. Oleh karena itu upaya pemanfaatan limbah khususnya limbah jagung menjadi pupuk organik akan memberikan prospek cerah dalam pengembangan sektor pertanian (Lakitan B. 2008). Kegiatan pemanfaatan limbah tanaman jagung menjadi pupuk organik ini dilakukan dalam program Iptekda BPPT tahun anggaran 2005 melalui kerjasama antara Badan Pengkajian dan Penerapan teknologi (BPPT), Pemerintah Provinsi Gorontalo, dan Pusat Kegiatan Belajar dan Mengajar (PKBM) di Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo sebagai Mitra Usaha. Untuk selanjutnya Mitra Usaha ini berperan melakukan pembinaan langsung kepada petani, baik dalam budidaya tanaman jagung dengan menggunakan pupuk organik maupun dalam memfasilitasi pemasaran produk pupuk organik ini untuk menunjang keberlanjutan usaha. Pemanfaatan limbah jagung sebagai pupuk organik ini dirasakan mempunyai nilai ekonomi yang cukup besar, mengingat khususnya harga pupuk yang terus naik, dimana sudah tidak sebanding lagi dengan nilai hasil pertaniannya. Dengan teknologi pembuatan pupuk organik, limbah tanaman jagung yang semula tidak/kurang memiliki nilai ekonomi dapat diubah menjadi 48
komoditas yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Produk pupuk organik sebagai hasil kegiatan ini telah diujicobakan untuk budidaya tanaman jagung di Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo dengan produksi jagung yang tidak kalah dibandingkan dengan penggunaan pupuk anorganik pada umumnya. 2.
Pemanfaatan Limbah Tanaman Jagung
Sektor pertanian di Indonesia berperan sangat besar bagi perekonomian nasional sehingga pemerintah terus berupaya menggalakkan pembangunan sektor pertanian ini. Dengan terus digalakkannya sektor pertanian ini, berarti dibutuhkan sarana produksi yang terus meningkat, termasuk dalam hal ini adalah pupuk. Namun, kebutuhan pupuk saat ini berupa pupuk anorganik terus meningkat tidak diimbangi dengan ketersediaan pupuk yang mencukupi dan harga yang terjangkau oleh petani. Pupuk anorganik yang biasa digunakan oleh petani, seperti: Urea, ZA, SP-36, KCl dan lain-lain harganya terus melambung tinggi sehingga tidak terjangkau oleh kemampuan petani. Masalah lain yang muncul pada saat ini adalah adanya disparitas harga yang cukup besar antara pupuk yang bersubsidi dengan pupuk yang tidak bersubsidi, sehingga petani seringkali sulit untuk memperoleh pupuk yang bersubsidi. Lebih lanjut, berdasarkan atas beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk anorganik yang terus menerus dan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan rusaknya struktur tanah yang mengakibatkan terjadinya penurunan kesuburan tanah (Atmojo. 2003). Kondisi yang kurang menguntungkan tersebut salah satunya dapat diatasi dengan penggunaan pupuk organik, dimana pupuk organik ini dapat dibuat dengan menggunakan limbah tanaman, antara lain adalah limbah tanaman jagung, lihat pada Gambar 1. Pembuatan pupuk organik pada umumnya melalui proses pengomposan. Bila dibiarkan terjadi secara alami, proses pengomposan membutuhkan waktu yang relatif lama. Untuk membuat kompos dibutuhkan waktu 2 - 3 bulan, bahkan ada yang sampai 6 bulan. Waktu pembuatan yang relatif lama ini mengakibatkan ketersediaan pupuk organik kurang terjamin kesinambungannya. Dengan ditemukannya teknologi pembuatan pupuk organik yang tepat dan unggul, proses pembuatan pupuk organik ini dapat dipercepat menjadi kurang dari satu minggu, dengan demikian ketersediaan pupuk organik ini akan dapat lebih terjamin (Indriani. 1999). JRL Vol. 6 No. 1, Maret 2010 : 47-53
Prinsip pemanfaatan limbah tanaman jagung menjadi pakan ternak ini adalah mengacu pada kaidah pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dimana output dari suatu kegiatan dapat dimanfaatkan sebesar
besarnya sebagai input dari kegiatan lainnya, sehingga terjalinlah suatu siklus yang saling terkait dan saling melengkapi (komplementer), yang dideskripsikan pada Gambar 2 sebagai berikut:
Tanaman Jagung
Batang Pohon
Daun & Kulit Jagung
Jagung Pipilan
Minyak - Minyak Goreng - Minyak Salad - Sabun
Pati Bahan Pembuat Kertas
Pupuk Organik
Pupuk organik (Silase)
Tepung Maizena Industri Makanan
Gula - Sirup Jagung - Dextrosa - Ethanol - Asam Organik
Dextrin - Industri Tekstil - Industri Perekat - Industri Farmasi
Gambar 1. Diversifikasi Produk Jagung
Tanaman Jagung
lim
ba
h
limbah
Pupuk Organik
lim
Silase
ba
h
Ternak Sapi
Gambar 2. Siklus Pemanfaatan Limbah 49
JRL Vol. 6 No. 1, Maret 2010 : 47-53
3.
Pembuatan Pupuk Organik
Limbah jagung (batang, daun, dan klobot) mempunyai nilai guna yang tinggi sebagai pupuk organik untuk penyubur tanah yang potensial. Limbah tersebut memiliki kandungan berbagai unsur hara baik makro maupun mikro yang tinggi. Pembuatan pupuk organik ini secara garis besar dideskripsikan melalui dua tahapan unit kegiatan sebagai berikut : 3.1
Unit Penyiapan Bahan baku
Unit Penyiapan Bahan Baku ini digunakan untuk mempersiapkan bahan baku pupuk organik dan bahan baku pupuk organik, sebelum diproses lebih lanjut di dalam Unit Pemrosesan. 3.2
Unit Pemrosesan
Unit Pemrosesan ini digunakan sebagai tempat untuk memproses bahan baku menjadi pupuk organik dan pupuk organik. Bentuk luaran (output) akhir dari kegiatan ini adalah Pupuk Organik Halus (Fine Organic Fertilizer) yang siap dipasarkan dan digunakan oleh masyarakat petani. Dalam pembuatan pupuk organik ini digunakan aktivator EM-4 (Efektive Microorganism) yang pertama kali dikembangkan oleh Prof. Teruo Higa dari Jepang. Aktivator ini mengandung berbagai mikriorganisme yang bermanfaat (terutama bakteri fotosintetik dan bakteri asam laktat, ragi, actinomycetes, dan jamur peragian) dan dapat digunakan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman mikroba tanah (Nasir. 2007). Berbagai mikroorganisme tersebut mampu menghancurkan bahan organik mentah dalam waktu relatif singkat dan bersifat antagonis terhadap beberapa jenis penyakit tanaman. Kedua isolat tersebut memiliki kemampuan yang tinggi dalam menghasilkan enzym penghancur lignin dan selulosa. Selain itu aktivator ini juga mengandung beberapa golongan bakteri yang dapat bekerja secara efektif dalam memfermentasikan bahan organik (Nasir. 2007). Proses pembuatan pupuk ini membutuhkan waktu kurang lebih lima hari, yang akan menghasilkan pupuk organik halus (fine organic fertilizer) yang siap dipasarkan dan digunakan oleh petani. Secara garis besar teknis pembuatan pupuk organik dengan menggunakan bahan baku limbah tanaman jagung dideskripsikan pada Gambar 3. 50
4.
Peran Pupuk Organik
Menurut beberapa penelitian, pupuk organik mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan pupuk anorganik, antara lain berperan dalam perbaikan sifat kimia, fisik, dan biologi tanah (Nasir. 2007). Dari perbaikan sifat kimia tanah, pupuk organik mengandung berbagai unsur hara baik makro maupun mikro yang lengkap dan mampu meningkatkan daya ikat tanah terhadap unsur hara. Meskipun pupuk organik mengandung kadar unsur hara yang relatif rendah, namun mempunyai peran penting yaitu: (a) menyediakan hara makro dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, Ca, Mg, dan Si, (b) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dn (c) dapat bereaksi dengan ion logam untuk membentuk senyawa kompleks, sehingga ion logam yang meracuni tanaman atau menghambat penyediaan hara seperti Al, Fe dan Mn dapat dikurangi (BPT. 2005). Peran bahan organik dalam perbaikan sifat fisik tanah antara lain adalah: (a). memperbaiki struktur tanah atau menggemburkan tanah, (b). menambah daya serap air, (c). memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah, (d). dan (e). memperbaiki kehidupan mikroorganisme tanah yang berguna dalam menyuburkan tanah. (Atmojo. 2003). Lebih lanjut peran bahan organik adalah dalam pembentukan agregat tanah karena adanya kandungan komponen organik seperti asam humat dan asam fulvat yang berperan sebagai semen pembentukan komplek lempunglogam-humus (Stevenson. 1982). Pada tanah pasiran bahan organik dapat berperan merubah struktur tanah dari berbutir tunggal menjadi bentuk gumpal, sehingga meningkatkan derajat struktur dan ukuran agregat atau meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi sedang atau kasar sehingga lebih mudah untuk diolah (Scholes et al., 1994). Keadaan ini akan lebih lanjut akan mempengaruhi terhadap tingkat porositas, penyimpanan air serta aerasi tanah maupun temperatur tanah (BPT. 2005).
JRL Vol. 6 No. 1, Maret 2010 : 47-53
UNIT PENYIAPAN
UNIT PEMROSESAN
Gambar 3. Teknis Pembuatan Pupuk Organik dengan Bahan Baku Limbah Tanaman Jagung
51
JRL Vol. 6 No. 1, Maret 2010 : 47-53
Keterangan Proses Pembuatan: n
Campurkan (merata) dedak/bekatul, serbuk limbah jagung, dan kotoran kambing sebagai bahan baku pupuk.
n
Campurkan (merata) EM-4, molases, dan air sebagai aktivator (masukkan ke dalam gembor).
n
Bahan baku pupuk (butir 1) disiram dengan aktivator (butir 2) dilakukan perlahan dan merata, hingga kandungan air + 30 % sebagai adonan pupuk.
Catatan: kandungan air ini ditandai dengan tidak menetesnya air bila bahan digenggam. n
Adonan pupuk (butir 3) diletakkan di atas tempat yang kering (lantai) & terlindung, dengan tinggi tumpukan + 25 cm, kemudian ditutup dengan karung goni.
n
Setiap hari suhu adonan pupuk dikontrol (menggunakan termometer tongkat) dan dijaga sehingga suhu tidak melebihi 600C. Apabila suhu melebihi 600C maka tutup karung goni dibuka dan adonan pupuk segera dibalik (menggunakan sekop), setelah itu tutup kembali dengan karung goni.
n
Proses fermentasi berlangsung selama tujuh hari, pupuk organik yang telah jadi ditandai dengan kurang/tidak adanya bau, bentuk asli bahan berubah, dan warna semakin tua.
Adapun peran bahan organik dalam perbaikan sifat biologi tanah adalah melalui peningkatan aktivitas mikroorganisme indogenus dalam tanah yang menguntungkan, seperti mycorhiza, rhizobium, dan bakteri pelarut fosfat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nasir (2007) bahwa dengan penggunaan pupuk organik dengan menggunakan aktivator EM-4 dalam jumlah yang memadai akan membawa dampak meningkatkan kemampuan tanaman untuk menekan serangan hama dan penyakit tanaman. Penggunaan bahan organik akan menstimulasi perkembangan berbagai mikriorganisme yang bermanfaat (terutama bakteri fotosintetik dan bakteri asam laktat, ragi, actinomycetes, dan jamur peragian) sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman mikroba yang sangat bermanfaat untuk penyuburan tanah (Nasir. 2007). 5.
Daftar Pustaka 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kesimpulan
Teknologi pembuatan pupuk organik khususnya dari bahan baku limbah perlu disosialisasikan ke masyarakat petani dengan lebih intensif lagi. Hal ini perlu dilakukan mengingat 52
harga pupuk kimia (pupuk anorganik) seperti Urea, ZA, SP-36, KCl yang terus melambung tinggi sehingga tidak terjangkau oleh kemampuan petani. Disamping itu limbah jagung (batang, daun, dan klobot) mempunyai nilai guna yang tinggi sebagai pupuk organik untuk penyubur tanah yang potensial karena pupuk organik mempunyai peran yang sangat komplek dalam memperbaiki sifat kimia, fisik, dan biologi tanah. Melalui penggunaan pupuk organik ini secara lebih luas khususnya di masyarakat petani diharapkan akan meningkatkan kuantitas maupun kualitas produksi pertanian, yang hal ini akan berdampak meningkatkan pendapatan petani. Dampak selanjutnya yang diharapkan adalah adanya multiplier effects yang semakin besar terhadap sektor-sektor lain yang terkait, seperti sektor: industri, transportasi, perdagangan, maupun jasa-jasa lainnya.
7.
Anonimous 2009. Badan Pusat Statistik Prediksikan Produksi Jagung dan Kedelai Meningkat. Sumber: http://www.bps. go.id. --------------- 2009. Kadin Ragukan Data Produksi Jagung BPS. http:// news. id.finroll.com/ bisnis/agriculture/109530kadin-ragukan-data-produksi-jagung-bps. html --------------- 2009. Pertanian Turut Menyelamatkan Ekonomi Nasional. Indonesian Commercial Newsletter (ICN). Sumber: http://www.datacon.co.id/Seed2009Fokus. html ---------------- 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta. ---------------- 2005. Pupuk Organik. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol 27 No 6, tahun 2005. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Atmojo. SW. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Indriani YH. 1999. Membuat Kompos
JRL Vol. 6 No. 1, Maret 2010 : 47-53
8. 9.
10.
53
Secara Kilat. P.T. Penebar Swadaya. Bogor. Lakitan B. 2008. Antara Subsidi dan Kelangkaan Pupuk. Republika, 1 Desember 2008. Jakarta. Mulyono D. 2005. Peningkatan Produktivitas Lahan Melalui Pemanfaatan Biomas Tanaman Flemengia congesta Untuk Budidaya Tanaman Jagung di Daerah Transmigrasi Kuro Tidur, Bengkulu. Laporan Teknis. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. Nasir. SP 2007. Pengaruh Penggunaan Pupuk Bokashi Pada Pertumbuhan dan Produksi Padi, Palawija, dan Sayuran. Sumber: http://www.deptan.go.id/daerah_ new/banten/ dispertanak_ pandeglang/ artikel_13.htm
11.
12. 13.
Scholes. M.C., Swift, O.W., Heal, P.A. Sanchez, JSI., Ingram and R. Dudal, 1994. Soil Fertility Research in Response to Demand for Sustainability. In The Biological Managemant of Tropical Soil Fertility (Eds Woomer, Pl. and Swift, MJ.) John Wiley & Sons. New York. Soepardi. G. 1979. Sifat dan Ciri Tanah. Jilid I dan II. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Stevenson. FT 1982. Humus Chemistry. John Wiley and Sons, New York.
JRL Vol. 6 No. 1, Maret 2010 : 47-53