Cut Nina Herlina et al. (2016)
J. Floratek 11 (1): 1-9
EFEKTIVITAS DOSIS VERMIKOMPOS DAN JENIS MIKORIZA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril) PADA TANAH ULTISOL JANTHO Vermicompost Doses and Mycorrhiza Types Effectivity to Growth and Yield of Soybean (Glycine max L. Merril) on Jantho`s Ultisol Cut Nina Herlina1), Syafruddin 2) dan Zaitun2) Mahasiswi Magister Agroekoteknologi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2) Dosen Magister Agroekoteknologi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
1)
ABSTRACT This study aims to determine the effect of multiple doses of vermicompost and types of mycorrhiza on the growth and yield of soybean in Jantho`s Ultisol. The experiment was conducted at the screen house in the Office of Assessment Institute for Agricultural Technology (AIAT) Aceh. The research was conducted from June to September 2014. The method used in this study is the experimental method with pot experiment using a factorial randomized block design with three replications. Vermicompost doses consists of 4 levels: 0, 50, 100 and 150 g pot-1. Giving FMA consists of: without mycorrhiza, 50 g pot-1 (Gigospora decipien) and 50 g pot-1 (Glomous mosseae). The study consisted of 12 combinations. Variables measured include: the response of plants (plant height, stem diameter, number of pods, number of seeds per plant, seed weight per plant, weight per 100 seeds, stover weight of fresh and dry stover, fresh root weight and root dry). The results showed that the best combination treatment is dose of vermicompost 150 g pot-1 with mycorrhizal Glomous mosseae. Keywords : vermicompost, mycorrhiza, Ultisol, soybeans PENDAHULUAN Kedelai sebagai sumber protein dan pangan fungsional mempunyai nilai strategis dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional. Saat ini produksi kedelai nasional hanya dapat memenuhi 32 % dari kebutuhan dalam negeri (Tastra et al, 2012) sedangkan sisanya harus diimpor dari negara lain. Oleh karena itu upaya peningkatan kinerja sistem produksi kedelai sebagai subsistem ketahanan pangan menjadi suatu keharusan. Upaya peningkatan kinerja sistem produksi kedelai yang dapat dilakukan yaitu dengan peningkatan produksi kedelai pada lahan kering. Salah satu jenis tanah lahan kering yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah tanah Ultisol. Tanah Ultisol mempunyai sebaran yang sangat luas mencapai 45.794 juta Ha, meliputi hampir
25% dari total daratan Indonesia. Pemanfaatan tanah Ultisol ini menghadapi kendala karakteristik tanah yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman bila tidak dikelola dengan baik. Kendala yang umum pada tanah Ultisol adalah miskin kandungan hara makro dengan kandungan bahan organik yang rendah, upaya untuk mengatasi miskinnya kandungan unsur hara pada tanah ultisol dapat dilakukan dengan pemberian bahan organik (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Menurut Rosliani dan Sumarni (2009), penggunaan bahan organik sebagai pupuk dapat memperbaiki kesuburan tanah dengan menyediakan unsur hara untuk tanaman, memelihara produktivitas tanah dan memperbaiki sistem penanaman secara berkelanjutan. Vermikompos atau kascing merupakan bahan organik yang memiliki kelebihan dari bahan organik lainnya karena 1
banyak mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Vermikompos mengandung nutrisi tanaman seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Zn, Cu dan B. Penyerapan oleh tanaman memiliki efek positif untuk proses fotosintesis, yaitu dapat meningkatkan kandungan klorofil daun dan meningkatkan hara pada akar, tunas dan buah-buahan (Theunissen et al., 2010). Hasil penelitian vermikompos jerami padi yang diberikan sebanyak 2,5 t ha - 1 pada tanaman sorgum menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap panjang tunas (1-12 %), luas daun (20-34 %), biomassa tanaman ( 9-27 % ), volume akar dan kolonisasi mikoriza (Hameeda, 2007). Kombinasi perlakuan 100 g pot-1 kascing dan 10 g pot-1 inokulasi MVA memberikan kontribusi yang nyata terhadap serapan hara N dan P tanaman jagung (Sinwin et al, 2005). Di sisi lain, penggunaan pupuk hayati atau “biofertilizers” yang bertumpu pada penggunaan organisme tanah yang ramah lingkungan juga banyak mendapat perhatian. Salah satu jamur yang dapat digunakan dan efektif dalam memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman adalah mikoriza. Marschner dan Dell (1994) menyatakan bahwa mikoriza mempunyai peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan jalan meningkatkan serapan hara melalui perluasan permukaan area serapan. Mikoriza pada tanaman inang, dapat meningkatkan penyerapan fosfor, nitrogen, seng, tembaga dan besi. Mikoriza mampu meningkatkan serapan hara N, P, K dan berat berangkasan tanaman jagung (Niswati et al., 1996). Dosis 50 g mikoriza merupakan dosis yang paling berpengaruh positif terhadap pertumbuhan vegetatif kedelai (Wahyu et al., 2013). Tanaman bawang sangat responsif terhadap jamur AM (Arbuskular Mikoriza) dan menunjukkan peningkatan konsentrasi nutrisi daun. Terutama pada jenis Glomus intraradices yang memiliki kemampuan meningkatkan nutrisi (Miranda et al., 2012 ). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas beberapa dosis
vermikompos dan jenis mikoriza serta mengetahui interaksi antara dosis vermikompos dan jenis mikoriza terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai pada tanah Ultisol Jantho METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di rumah kasa pada Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kedelai varietas Kipas Putih, mikoriza jenis Glomus mosseae dan Gigospora decipien , pupuk urea, pupuk SP 36, KCl dan vermikompos. Media yang digunakan untuk Glomus mosseae terdiri dari campuran zeolit, pasir, dan tanah mediteran. Sedangkan media untuk Gigospora decipien digunakan zeolit. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan percobaan pot menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial. Adapun faktor yang diteliti adalah : dosis vermikompos yang terdiri dari 4 taraf : 0, 50, 100, dan 150 g pot-1, dan pemberian FMA terdiri dari 2 jenis : Gigospora decipien (50 g pot-1), Glomous mosseae (50 g pot-1) dan tanpa mikoriza (0 g pot-1). Penelitian terdiri dari 12 kombinasi dengan tiga ulangan sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Pupuk dasar diberikan dalam jumlah sedikit yaitu pupuk urea 0,30 g pot-1, SP 36 sebanyak 0,40 g pot-1, dan KCl sebanyak 0,40 g pot-1. Pupuk dasar dilakukan seminggu sebelum tanam, sedangkan pemberian vermikompos dilakukan pada saat sebelum tanam dengan cara mencampur secara merata pada media tanam sesuai dengan dosis perlakuan yaitu 0, 50, 100, dan 150 g pot-1. Dua jenis mikoriza yaitu Glamous mosseae dan Gigasfora decipien diberikan pada saat tanam sesuai perlakuan dengan dosis 0 g pot-1 dan 50 g pot-1 pada kedalaman 5 cm. Setiap lubang diisi dengan 2 benih kedelai per pot, dengan jarak antar pot 40 cm x 30 cm. Pengamatan terhadap respon tanaman meliputi : tinggi tanaman (cm) dan diameter batang (mm) umur 15, 30, 45 HST, jumlah 2
polong per tanaman (polong), jumlah biji per tanaman (biji), berat biji per tanaman (g), berat per 100 biji (g), berat brangkasan segar dan berat brangkasan kering (g) dan berat akar segar dan berat akar kering (g).
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Dosis Vermikompos terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis vermikompos berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman umur 15 HST, jumlah polong, jumlah biji, berat berangkasan segar, berat berangkasan kering, berat akar segar, dan berat akar kering, berpengaruh nyata terhadap berat biji, serta
tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 30 dan 45 HST, diameter batang umur 15, 30 dan 45 HST, dan berat 100 biji. Tabel 1 memperlihatkan bahwa dosis vermikompos 100 g pot-1 memberikan nilai rata-rata tinggi tanaman tertinggi yaitu 16,44 cm. Untuk jumlah perlakuan dosis vermikompos 150 g pot-1 menghasilkan ratarata polong terbanyak (25,89 polong), ratarata jumlah biji terbanyak (75,78 biji), ratarata berat biji tertinggi (6,43 g), rata-rata berat berangkasan segar tertinggi (31,67 g), rata-rata berat berangkasan kering tertinggi (15,35 g), nilai rata-rata berat akar segar tertinggi (8,16 g), dan rata-rata berat akar kering tertinggi (4,13 g).
Tabel 1. Pengaruh Dosis Vermikompos terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max)
Variable Tinggi Tanaman (cm): 15 HST 30 HST 45 HST Diameter Batang (mm) : 15 HST 30 HST 45 HST Jumlah Polong (polong) Jumlah Biji (biji) Berat biji (g) Berat 100 Biji (g) Berat Brangkasan segar (g) Berat Brangkasan Kering (g) Berat Akar Segar (g) Berat Akar Kering (g)
Dosis Vermikompos (g pot-1) 50 g pot-1 100 g pot-1 150 g pot-1
BNJ
13,56 a 22,72 34,22
15,33 ab 23,67 35,44
16,44 b 25,50 38,78
16,22 b 25,56 37,78
1,77 -
1,72 2,11 2,72 19,44 a 56,44 a 5,29 a 9,36 19,61 a 10,16 a 5,78 a 10,16 a
1,75 2,11 3,11 19,56 a 58,11 a 5,42 a 9,45 21,41 a 12,55 b 6,21 a 12,55 b
1,78 2,11 2,95 21,44 a 62,33 a 5,76 ab 9,28 25,60 b 13,43 b 7,96 b 13,43 b
1,89 2,07 3,03 25,89 b 75,78 b 6,43 b 8,78 31,67 c 15,35 c 8,16 b 15,35 c
4,10 11,76 0,93 3,83 1,65 1,21 1,65
0 g pot-1
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama berbeda tidak nyata pada taraf peluang 5% (uji BNJ 0,05). Dari uraian di atas, menunjukkan bahwa pada taraf 100 g pot-1 vermikompos sudah dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan pada fase awal vegetatif tanaman kedelai. Pada tahap fase pertumbuhan selanjutnya diperlukan dosis yang lebih tinggi untuk ketersediaan hara bagi tanaman kedelai. Vermikompos memiliki banyak kelebihan jika
dibandingkan dengan pupuk organik lain, karena vermikompos kaya akan unsur hara makro dan mikro essensial serta mengandung hormon tumbuh tanaman seperti auksin, giberelin dan sitokin yang mutlak dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yang maksimal (Marsono dan Sigit, 2001). Penyerapannya oleh tanaman memiliki efek positif untuk proses 3
fotosintesis, yaitu dapat meningkatkan kandungan klorofil daun dan meningkatkan hara pada akar, tunas dan buah-buahan (Theunissen et al., 2010). Selain itu vermikompos mengandung unsur hara nitrogen. Nitrogen berfungsi pada bagian terpenting dari asam-asam amino, asam nukleat, dan klorofil, meningkatkan kadar protein tanaman dan mempercepat pertumbuhan vegetatif, sehingga menjadikan jumlah daun tumbuh berkembang bertambah banyak (Suparno et al., 2013). Efek dari vermikompos pada tanaman tidak hanya disebabkan oleh kualitas nutrisi mineral yang tersedia tetapi juga untuk pertumbuhan lainnya seperti mengatur hormon pertumbuhan tanaman dan asam humat (Norman et al., 2005). Pupuk organik yang memakai sistem vermikompos dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Talkah, 2010). Vermikompos dihasilkan dari proses degadasi non termofilik bahan organik yang dihasilkan melalui interaksi antara cacing tanah dan mikroorganisme (Aria et al., 2002 dan Sellaku et al., 2009). Cacing tanah memperbaiki kondisi sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, untuk pertumbuhan tanaman dan penyerapan unsur hara (Curry, 1987). Menurut Singh et al. (2008), vermikompos yang diterapkan sebagai pupuk organik ke dalam tanah dapat meningkatkan kandungan C, H, dan O dan kandungan hara seperti NO3, PO4, Ca, K, Mg, S serta hara mikro yang memberi pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, pertumbuhan dan kualitas tanaman dapat ditingkatkan melalui peningkatan kualitas tanah (Theunissen et al., 2010). Penambahan vermikompos ke dalam tanah akan meningkatkan aktivitas mikroba dan biomassa mikroba sebagai komponen kunci dalam siklus hara dan produksi zat pengatur tumbuh (Norman et al., 2005). sehingga memiliki potensi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman (Atiyeh et al., 2000).
Pengaruh Jenis Mikoriza terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis mikoriza berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman umur 15 HST, jumlah polong, jumlah biji, berat biji, berat akar segar dan berat akar kering. Berpengaruh nyata terhadap berat berangkasan segar dan berat berangkasan kering, serta tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 30 dan 45 HST, diameter batang umur 15, 30, dan 45 HST, dan berat 100 biji. Tabel 2 menunjukkan bahwa jenis mikoriza 50 g pot-1 (Glomous mosseae) memberikan nilai rataan tinggi tanaman tertinggi (16,5 cm), jumlah polong terbanyak (24,92 polong), jumlah biji terbanyak (72,08 biji), berat biji tertinggi (6,26 g), berat berangkasan segar tertinggi (26,52 g), berat berangkasan kering tertinggi (13,70 g), berat akar segar tertinggi (7,64 g), dan berat akar kering tertinggi (3,71 g). namun tidak berbeda nyata dengan jenis mikoriza 50 g pot-1 (Gigospora decipien) namun berbeda nyata dengan tanpa mikoriza. Pemberian mikoriza 50 g pot-1 (Glomous mosseae) dan 50 g pot-1 (Gigospora decipien) dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai di bandingkan dengan tanpa pemberian mikoriza, dikarenakan fungsi mikoriza Glomous mosseae dan Gigospora decipien mampu bersimbiosis dan beradapatsi dengan baik terhadap tanaman kedelai. Mikoriza merupakan suatu hubungan simbiosis mutualisme antara jamur (mykes) dan akar (rhiza) tanaman tingkat tinggi (Setiadi, 1994; Rahayu dan Akbar, 2003). Tanaman membantu mikoriza dengan memberikan karbohidrat untuk perkembangan mikoriza, dan mikoriza memberikan beberapa keuntungan bagi tanaman dengan berperan dalam perbaikan nutrisi tanaman dan meningkatkan pertumbuhan. Dengan adanya mikoriza, laju penyerapan unsur hara oleh akar bertambah hampir empat kali lipat dibandingkan pada perakaran normal, dan luas penyerapan akar dapat bertambah 80 kali (Sufardi, 2012). 4
Cut Nina Herlina et al. (2016)
J. Floratek 11 (1): 1-9
Tabel 2. Pengaruh Jenis Mikoriza terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine Max) Variabel Tinggi Tanaman (cm) : 15 HST 30 HST 45 HST Diameter Batang (mm) : 15 HST 30 HST 45 HST Jumlah Polong (polong) Jumlah Biji (biji) Berat Biji (biji) Berat 100 Biji (g) Berat Brangkasan segar (g) Berat Brangkasan Kering (g) Berat Akar Segar (g) Berat Akar Kering (g)
Tanpa mikoriza
Jenis Mikoriza Gigospora decipien
Glomous mosseae
BNJ
13,83 a 23,00 34,92
15,83 ab 24,58 36,67
16,5 b 25,50 38,09
1,38 -
1,77 2,14 2,81 1717 a 49,5 a 4,71 a 9,52 23,15 a 12,20 a 6,15 a 3,01 a
1,73 2,00 3,02 22,67 b 67,92 b 6,21 b 9,22 24,05 ab 12,72 ab 7,29 b 3,43 ab
1,85 2,17 3,02 24,92 b 72,08 b 6,26 b 8,91 26,52 b 13,70 b 7,64 b 3,71 b
3,21 9,21 0,73 3,00 1,29 0,95 0,45
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama berbeda tidak nyata pada taraf peluang 5% (uji BNJ 0,05) Simbiosis mikoriza dengan tanaman dimulai dari perkecambahan spora atau bentuk lain dalam propagul yang terdapat di dalam tanah. Spora kemudian berkecambah dan masuk ke dalam koteks akar membentuk arbuskula, yang merupakan tempat pertukaran hara antara mikoriza dengan tanaman inangnya. Hifa mikoriza berkembang keluar dari akar masuk ke dalam tanah yang disebut hifa eksternal yang berperan menyerap hara dan air. Hal ini menyebabkan perubahan fisiologis pada tanaman inang, yaitu meningkatnya pertumbuhan tanaman (Mosse, 1981). Selanjutnya Purwaningsih (2011) menyatakan peningkatan penyerapan unsur hara terjadi dengan perluasan jangkauan penyerapan karena adanya hifa eksternal yang dapat mencapai 8 cm diluar sistem perakaran, eksploitas sampai ke pori mikro karena kecilnya diameter hifa eksternal yang kurang dari 20 % dari diameter bulu-bulu akar, dan menambah perluasan sistem penyerapan. Hal senada diungkapkan oleh Wahyu (2013) mikoriza mampu meningkatkan penyerapan unsur hara pada tanaman
sehingga pertumbuhan dan perkembangan organ vegetatif juga meningkat. Perkembangan daun yang lebih baik membuat tanaman mampu melakukan fotosintesis lebih optimal, karena permukaan daun yang menerima cahaya matahari sebagai energi utama dalam proses fotosintesis menjadi lebih luas. Marschner (2011), infeksi akar oleh fungi mikoriza arbuskula menyebabkan terjadinya perubahan pertumbuhan dan aktivitas akar tanaman melalui terbentuknya miselia eksternal yang menyebabkan peningkatan serapan hara dan air. Interaksi antara Dosis Vermikompos dan Jenis Mikoriza terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine Max) Hasil uji F pada analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata antara dosis vermikompos dan jenis mikoriza terhadap berat biji serta interaksi yang sangat nyata terhadap jumlah polong, dan jumlah biji. . Tabel 3 menunjukkan bahwa dosis vermikompos 150 g pot-1 dengan jenis mikoriza Glomous mosseae memberikan 5
nilai rataan jumlah polong terbanyak (36 polong) dan jumlah biji terbanyak (102 biji) yang berbeda sangat nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya, serta memberikan nilai
rataan berat biji terbanyak (7,22 g) yang berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan dosis vermikompos tanpa mikoriza.
Tabel 3. Rata-rata jumlah polong, jumlah biji, dan berat biji, akibat Pemberian Berbagai Dosis Vermikompos dan JenisMikoriza Jenis Mikoriza Dosis BNJ 0,05 Tanpa Gigospora Glomous Vermikompos mikoriza decipien mosseae Jumlah Polong (polong) 0 g pot-1 15,33 a 19 abcd 24 bcd -1 50 g pot 17,33 abc 21,33 abcd 20 abcd 7,96 -1 100 g pot 19,67 abcd 25 cd 19,67 abcd 150 g pot-1 16,33 ab 25,33 d 36 e Jumlah Biji (butir) 0 g pot-1 42,33 a 57,33 abc 69,67 bc -1 50 g pot 51,67 ab 64,33 abc 58,33 abc 22,86 -1 100 g pot 54 abc 74,67 c 58,33 c 150 g pot-1 43 a 75,33 c 102 d Berat Biji (g) 0 g pot-1 0,17a 5,47 abcd 6,39 bcd -1 50 g pot 5,06 abc 5,83 bcd 5,41 abcd 1,81 100 g pot-1 5,06 abc 6,72 cd 5,5 abcd 150 g pot-1 4,75 ab 6,83 cd 7,22 d Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf peluang 5% (uji BNJ 0,05). Hal ini memperlihatkan semakin tinggi dosis vermikompos, maka semakin tinggi unsur hara yang dikandung vermikompos. Vermikompos mengandung 2,8 % N, 0,17 % P, 0,91 K, 0,83 % Ca, dan 0,27 % Mg (Pratomo dan Suhardinanto, 2000). Bahan organik vermikompos yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai C/N 9,10 yang tergolong sudah terdekomposisi, sehingga sudah menjadi bentuk tersedia yang dapat dimanfaatkan tanaman dengan kandungan karbon organik sebesar 15,478. Proses infeksi akar oleh Glomus sp. dibantu dengan kehadiran bahan organik (vermikompos) dapat meningkatkan jumlah spora (Vaidya et al., 2007). Vermikompos mengandung senyawa dan bahan-bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan Glomus sp. Selain itu bahan organik dari vermikompos dapat
meningkatkan porositas tanah sehingga mengurangi penghalang mekanik bagi pertumbuhan hifa sehingga hifa dapat terus tumbuh mendekati akar tanaman dan menginfeksinya. Disebutkan juga bahwa kemampuan fungi arbuskular mikoriza menginfeksi rambut akar tanaman berbedabeda tergantung dari tingkat infektivitas dan efektivitas setiap simbiosis antara tanaman inang dan FAM (Chalimah, et al., 2007; Ulfa, et al., 2011). Menurut Yulianita (2011) Glomus sp. merupakan jenis mikoriza yang mempunyai penyebaran paling dominan dengan kemampuan simbiosis dan adaptasi lebih luas terhadap jenis tanaman budidaya jika dibandingkan dengan genus Gigaspora. Diperkuat dengan pernyataan Resti, et al. (2015), bahwa Glomus mempunyai tingkat adaptasi yang tinggi terhadap 6
berbagai kondisi lingkungan ekstrim. Glomus mampu hidup pada kondisi tanah asam (Puspitasari, et al., 2012) dan kondisi tanah netral (Sundari, et al., 2011). Perkembangan spora glomus banyak dijumpai pada kondisi tanah liat berpasir dan liat berdebu, sedangkan gigaspora banyak dijumpai pada tanah berpasir (Yulianitha, 2011). KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis vermikompos berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman umur 15 HST, jumlah polong, jumlah biji, berat berangkasan segar, berat berangkasan kering, berat akar segar, dan berat akar kering. Berpengaruh nyata terhadap berat biji, serta tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 30 dan 45 HST, diameter batang umur 15, 30 dan 45 HST, dan berat 100 biji. Jenis mikoriza berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman umur 15 HST, jumlah polong, jumlah biji, berat biji, berat akar segar dan berat akar kering. Berpengaruh nyata terhadap berat berangkasan segar dan berat berangkasan kering, serta tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 30 dan 45 HST, diameter batang umur 15, 30, HST, dan berat 100 biji. Terdapat interaksi yang nyata antara dosis vermikompos dan jenis mikoriza terhadap berat biji serta interaksi yang sangat nyata terhadap jumlah polong, dan jumlah biji. . DAFTAR PUSTAKA Aira, M., F. Monray, J. Dominguez, S. Mato. 2002. How eartworm density effects microbial biomass and activity in pig manure. European Journal of Soil Biology, 38:7-10. Atiyeh, R.M., S. Subler, C.A. Edwards, G. Bachman, J.D. Metzger, W. Shuster. 2000. Effects of vermikomposs and composts on plant gowth in
horticultural container media and soil. Pedo Biologia, 44:579–590. Chalimah, S., Muhadiono, L. Aznam, S.Haran, N. T. Mathius, 2007. Perbanyakan Gigaspora sp. dan Acaulospora sp. dengan kultur pot di rumah kaca. Biodiversitas, 7(4):12-19. Curry JP, 1987. The invertebrate fauna of gassland and its influence on productivity. The Compotition of The Fauna. Gass For Sci. 42: 103-120. Hameeda, G. Harini1, O.P. Rupela1 and Gopal Reddy, 2007. Effect of composts or vermikomposs on sorghum growth and mycorrhizal. African Journal of Biotechnology, 6 (1):009-012. Marsono dan P. Sigit. 2001. Pupuk Akar, Jenis dan Aplikasinya. Penebar Swadaya. Jakarta. Marschner, H. and B. Dell. 1994. Nutrient uptake in mycorrhiza symbiosis. Plant Soil. 159: 89-102. Marschners, P. 2011. Mineral Nutrion of Higher Plants. Academic Press. London Miranda, M. Hart, Jennifer, A. Forsythe. 2012. Using arbuscular mycorrhizal fungi to improve the nutrient quality of crops; nutritional benefits in addition to phosphorus. Scientia Horticulture 148:206-214. Mosse, S. 1981. Vesicular Arbuscular Mycorrhiza Research For Tropical Agriculture. Hawaii Institute of Tropical Agriculture and Human Resources, College of Tropical Agriculture and Human Resources, University of Hawaii. 82 halaman. Niswati, A., S.G. Nugoho, M. Utomo dan Suryadi. 1996. Pemanfaatan mikoriza vesikular arbuskular untuk mengatasi pertumbuhan jagung akibat cekaman kekeringan. Jurnal Ilmu Tanah. 2(3):25-27. Norman Q. Arancon and Clive A. Edwards. 2005. Effects of Vermikomposs on Plant Growth. Paper presented during the International Symposium Workshop on Vermi Technologies for 7
Developing Countries. The Ohio State University, Columbus, USA. Prasetyo B.H., D. Subardja, dan B. Kaslan, 2005. Ultisol dari Bahan Volkan Andestic dan Lereng Bawah G. Ungaran. Jurnal Tanah dan Iklim 23:112. Pratomo, H, dan A. Suhardinanto, 2000. Studi aspek fisik, biologi dan kimia terhadap cacing tanah dan kascing pada pengolahan sampah menjadi kompos. J.P. Matematika, Sains dan Teknologi, 1(1): 22-34. Purwaningsih, E. 2011. Mikoriza Veskular Abuskular (MVA) sebagai pupuk hayati. www.widyamandala.ac.id. Puspitasari, D., K. I. Purwani, dan A.Muhibuddin, 2012. Eksplorasi vesicular arbuscular mycorrhiza (VAM) indigenousous pada lahan jagung di desa Torjun, Sampang Madura. Jurnal Sains dan Seni ITS. 1: 19-22.. Rahayu, N. dan A.K. Akbar, 2003. Pemanfaatan mikoriza dan bahan organik dalam rangka reklamasi lahan pasca penambangan. Karya tulis ilmiah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura. Pontianak. Rosliani, R dan N. Sumarni, 2009. Pemanfaatan mikoriza dan aplikasi pupuk anorganik pada tumpangsari cabai dan kubis di dataran tinggi. Hortikultura. 19(3):313-333. Sellaku G., I. Babaj, S. Kaciu, A. Baliu. 2009. The influence of vermikompos on plant gowth characteristics of cucumber (Cucumis sativus L.) seedling under saline conditions, J. Ford Agic. Environ. 7(3-4):869-872. Setiadi. 1994. Pemanfaatan Teknologi Mikoriza. Makalah. Kursus Singkat tentang aplikasi mikoriza untuk pertanian. PAU Bioteknologi Fahutan IPB. Bogor. Singh, K., B.S. Bhimawat, and N.K. Punjabi., 2008. Adaption of vermiculture technology by tribal farmers in Udaipur District of
Rajasthan. International of Rural Studies. 15(1):1-3. Sinwin, R.M., Mulyati dan Lolita, E.S, 2005. Peranan Kascing dan Inokulasi Jamur Mikoriza Terhadap Serapan Hara Tanaman Jagung. http://ntb.litbang.pertanian.go.id/ind/20 05/TPH/peranankascing.doc. Diakses 20 Agustus 2015. Sufardi, 2012. Pengantar Nutrisi Tanaman. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Sundari, S., T. Nurhidayati, dan I, Trisnawati. 2011. Isolasi dan identifikasi mikoriza indigenousous dari perakaran tembakau sawah (Nicotianatabacum L) di area persawahan kabupaten Pamekasan Madura. (Skripsi) Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya. Suparno, B. Prasetya, A. Talkah, dan Soemarno. 2013. Aplikasi vermikompos pada budidaya organik tanaman ubijalar (Ipomoea batatas L.) Indonesian Green Technology journal. 2(1):37-44. Talkah, A. 2010. Kajian Pengolahan Limbah Jengkok Tembakau Industri Rokok sebagai Pupuk Organik. Disertasi. Prog Doktor Ilmu Pertanian. Fak. Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Tidak dipublikasikan. Tastra, I K., E. Ginting, dan G.S.A. Fatah, 2012. Menuju Swasembada Kedelai Melalui Penerapan Kebijakan yang Sinergis Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Badan Litbang Pertanian. Theunissen, J., P.A. Ndakidemi and C.P. Laubscher. 2010. Potential of vermikompos produced from plant waste on the growth and nutrient status in vegetable production, International Journal of the Physical Sciences. 5(13):1964-1973. Ulfa, M., A. Kurniawan, Sumardi, dan I.Sitepu, 2011. Populasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) loka l pada lahan pasca tambang batubara. 8
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 8(3):301-309. Vaidya, G.S., K. Shrestha, B. R. Khadge, N.C. Johnson, and H. Walland, 2007. Organic matter stimulates bacteria and Arbuscular Mycorrhizal Fungi in Bauhinia purpurea and Leucaena diversifolia Plantation and Eroded slopes in Nepal. Restoration Ecology. 16(1):79-87.
Wahyu, E. R., K.I. Purwani, dan S. Nurhatika. 2013. Pengaruh Glomus fasciculatum pada pertumbuhan vegetatif kedelai yang terinfeksi Sclerotium rolfsii. Jurusan Biologi. Sains dan Seni Pomits. 2(2):64-68. Yulianita, A., 2011. Komposisi Mikoriza Dari Perakaran Tembakau. (Skripsi) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
9