Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008
KAJIAN USAHATANI LAHAN PANTAI DI KABUPATEN BANTUL oleh
Aris Slamet Widodo
PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2008
KAJIAN USAHATANI LAHAN PANTAI DI KABUPATEN BANTUL The Farming Study of Coastal Land in Bantul District Aris Slamet Widodo, SP, MSc. Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jl Lingkar Barat, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta
ABSTRAK Penelitian tentang kajian usahatani lahan pantai di Kabupaten Bantul bertujuan untuk: menganalisis pola usahatani, keuntungan usahatani serta (iii) mencari kombinasi optimal penggunaan sarana produksi guna mendapatkan keuntungan maksimal dalam usahatani lahan pantai di Kabupaten Bantul. Methode analisis yang digunakan adalah Linier Programming (LP) dengan model multi period. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa usahatani lahan pantai adalah kombinasi antara dua aktivitas yaitu antara ternak sapi dengan tanaman. Pola pergiliran tanamannya adalah padi, bawang merah, cabe merah dan tumpangsari antara bawang merah dan cabe merah. Hasil analisis keuntungan usahatani padi adalah Rp 4,766,670; Rp bawang merah adalah Rp 16,560, 909; cabe merah Rp 3,379,957 and tumpang sari bawang merah dan cabe merah adalah Rp 15,968,285. Total keuntungan dalam satu tahun adalah Rp 40,675,822,-. Keuntungan maksimal menggunakan linier programming adalah sebesar Rp 61,227,215,-. Hasil tersebut didapatkan apabila petani mengusahakan tanaman padi, bawang merah, bawang merah dan tumpang sari bawang merah dengan cabe merah. Petani juga perlu mengusahakan ternak sapi sejumlah dua ekor. Kata Kunci: Sistem usahatani, lahan pantai, memaksimalkan keuntungan
ABSTRACT This study is an attempt to analyze the farming system on coastal land in Bantul District. The specific objectives of this study were: (i) to evaluate the farming pattern (ii) to analysis the profit and (iii) to determine the optimal combination of allocation resources used in the farming system. The Linear Programming method was used to determine the optimal allocation of resources. Descriptive analysis was also used to explain the coastal land farming system that had been practiced in the study area. The study found that the coastal land farming system practiced is combination between two activities are husbandry (cow) and plant. The coastal land farming system has four planting season are paddy, shallot, red chilly and inter cropping between shallot Var. Tiron with red chilly. The profit farming system analysis found that the profit for each farming system (paddy, shallot, red chilly and inter cropping between shallot Var. Tiron with red chilly) respectively are Rp 4,766,670; Rp 16,560, 909; Rp 3,379,957 and Rp 15,968,285. The total profit for one year is Rp 40, 675, 822,-. The Linear Programming (LP) analysis found that the profit maximum in the coastal land farming system practiced in the Sanden, Srandakan and Kretek sub district is Rp 61,227,215,-. Its have to support by the optimal combination of allocation inputs in the coastal land farming system. The farmers have to planting paddy in the first planting season, shallot in the second and third planting season and inter cropping between shallot Var. Tiron with red chilly in the fourth planting season. The farmers also have to use two cows to be supplier of organic fertilizer. Keywords: Farming system, Coastal land, profit maximizes
.
1
PENDAHULUAN
Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah merencanakan untuk memanfaatkan secara optimal lahan marginal sepanjang pantai selatan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lahan tersebut berupa gundukan pasir pantai yang tandus yang tersebar didaerah Kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek di wilayah Kabupaten Bantul. Berdasarkan konsep pengelolaan bahwa daerah tersebut akan dikembangkan menjadi kawasan agrowisata pantai sehingga harus didukung dengan sistem pertanian dan pengeloiaan air yang baik (Widodo M., dkk, 2004). Sejalan dengan rencana Pemerintah Propinsi DIY, Pemerintah Kabupaten Bantul juga telah mempersiapkan rencana strategis pengelolaan pesisir dan laut terpadu (RSPPLT). RSPPLT tersebut merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Bantul yang mengkonsentrasikan pada permasalahan tingginya tingkat kemiskinan dan pengelolaan wilayah pesisir dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan. Kebijakan pembangunan yang diterapkan adalah dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut secara optimal dan berkelanjutan (Bappeda Kab. Bantul, 2007). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bantul (2007), bahwa wilayah pesisir di Kabupaten Bantul terbentang dari barat ke timur dengan luas 6.446 ha yang meliputi Kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek. Wilayah pesisir yang cukup luas tersebut merupakan potensi bagi pengembangan sektor pertanian yang meliputi pertanian pangan, hortikultura, kehutanan, dan perikanan. Petani lahan pantai di Kabupaten Bantul dengan segala keterbatasan yang dimilikinya telah berusaha untuk mengelola sumber daya yang ada. Lahan pantai memiliki sifat agroklimat yang spesifik yaitu jenis tanah berpasir sehingga memiliki tingkat porositas yang cukup tinggi, kesuburan yang rendah dan ketersediaan air yang kurang. Kondisi yang lain adalah kecepatan angin yang cukup kuat namun kelembaban cukup tinggi sehingga evaporasi dan transpirasi cukup tinggi. Kondisi lahan pantai yang demikian tentunya memerlukan suatu usaha pemanfaatan yang memperhatikan faktor ekologi dalam rangka memaksimalkan hasil dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Upaya pengembangan usaha pertanian lahan pantai seringkali dihadapkan pada kendala ekologis yang merupakan sifat agroklimat lahan pantai itu sendiri. Tingginya tingkat kemiskinan masyarakat wilayah pesisir, khususnya di Kabupaten Bantul mengindikasikan bahwa berbagai macam pola usahatani yang telah 2
dilaksanakan oleh petani ternyata belum cukup berhasil memberikan tingkat pendapatan yang tinggi. Rendahnya pendapatan dari usahatani tersebut menjelaskan bahwa belum optimalnya penggunaan sarana produksi atau sumber daya yang ada (lahan, modal, tenaga kerja). Kaitannya dengan hal tersebut maka perlu adanya perencanaan yang matang tentang pemilihan kombinasi sumberdaya yang ada dan kombinasi usaha untuk tiap pola usahatani. Penelitian kajian usahatani lahan pantai ini bertujuan untuk menganalisis pola usahatani, keuntungan usahatani serta mencari kombinasi optimal penggunaan sarana produksi guna mendapatkan keuntungan maksimal dalam usahatani lahan pantai di Kabupaten Bantul. Analsis pola usahatani lahan pantai bermanfaat untuk mengetahui sumber-sumber penerimaan petani dan hubungan antar aktivitas usahatani. Diketahuinya pola usahatani akan bermanfaat bagi stakeholder terkait dalam menyusun pola pembangunan dan pemberdayaan masyarakat petani sesuai dengan pola yang ada dengan mendasarkan pada konsep ekologi. Berdasarkan analisis ekonomi dan kombinasi optimal dari berbagai pola usahatani akan diketahui keuntungan maksimal usahatani. Hasil penelitian ini pada akhirnya akan bermanfaat bagi petani dalam usahanya untuk meningkatkan pendapatannya dengan memperbaiki atau memodifikasi kombinasi aktivitas dan sarana produksi yang digunakan untuk mendapatkan keuntungan maksimal dalam berusahatani dengan memanfaatkan sumberdaya yang terbatas.
METODE PENELITIAN
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yang dilaksanakan dengan survei lapangan dan fokus masalah pada peningkatan pendapatan petani dengan memperbaiki kombinasi aktivitas dalam pola usahatani. Sampel penelitian diambil secara bertahap mulai dari penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive, yaitu kecamatan Sanden, Srandakan dan Kretek. Pengambilan sampel kelompok tani dilakukan dengan tiga tahapan yaitu: identifikasi kelompok tani yang mayoritas melakukan usahatani lahan pantai, menentukan jumlah kelompok tani untuk masing-masing kecamatan secara proporsional dan secara acak sederhana dipilih nama kelompok taninya. Dari sejumlah kelompok tani terpilih, maka diambil petani sampel secara random dari tiap kelompok tani dengan target sampel adalah 60 petani. Penelitian dilakukan selama satu periode pola pergiliran tanaman dari bulan Agustus 2007 sampai Agustus 2008. Analisis linier programming (LP) dengan 3
model multi period dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan model kombinasi optimal pola usahatani lahan pantai.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pola Usahatani. Berdasarkan observasi dilapangan dapat disimpulkan bahwa secara umum petani lahan pantai di Kabupaten Bantul mengusahakan tanaman pangan yaitu padi, tanaman hortikultura dan ternak (sapi). Gambaran pola usahatani dapat dilihat pada gambar 1:
Sarana Produksi
Sapi
Pupuk Kandang
Usahatani: Padi, Bawang merah dan Cabai Merah
Pakan Ternak
Limbah Tanaman
Keuntungan Usahatani
Gambar 1. Pola usahatani lahan pantai di Kabupaten Bantul. 2008.
Gambar 1 diatas menjelaskan bahwa kebutuhan pupuk kandang disuplai dari ternak sapi, hanya saja petani belum melakukan pengolahan pupuk kandang menjadi pupuk organic melalui proses fermentasi. Rata-rata kepemilikan ternak sapi tiap keluarga adalah 2 ekor. Pemenuhan pakan ternak didapatkan dari limbah tanaman seperti daun, dan jerami padi. Sarana produksi yang meliputi pupuk an organic, pestisida dan lainnya didapat petani dari luar system, sehingga pola usahatani tersebut baru menerapkan pertanian terpadu belum pertanian organic. Pola tanam menunjukan bahwa ada empat musim tanam dalam satu tahun yang dimulai dengan tanaman padi pada bulan November bersamaan dengan musim hujan. Kemudian disusul dengan tanaman hortikultura yaitu bawang merah dan cabai merah baik secara monokultur maupun tumpang sari. Gambar 2 menjelaskan pola pergiliran tanaman lahan pantai Kab. Bantul. Musim Tanam Bulan Jenis Tanaman
MT 1 Nov - Februari Padi
MT 2 MT 3 MT 4 Feb - Mei Mei - Agustus Agustus - Nov Cabe Merah Bawang Merah + Bawang Cabe Merah Merah Gambar 2. Pola pergiliran tanaman lahan pantai Kabupaten Bantul.
4
Tanaman padi sampai saat ini masih menjadi makanan pokok penduduk Kabupaten Bantul, sehingga kecukupan kebutuhan pangan keluarga masih menjadi prioritas pertama dalam usahatani. Kondisi tersebut menjadikan tanaman padi merupakan alternative pertama untuk diusahakan pada musim hujan. Pada saat memasuki musim kemarau sekitar bulan Februari sampai Mei, petani mengusahakan tanaman bawang merah secara monokultur. Ada beberapa varietas bawang merah yang diusahakan oleh petani seperti: Philip, Tiron, Biru dan crok kuning (local), namun varietas Tiron merupakan varietas yang paling populer dikalangan petani. Varietas Tiron awalnya merupakan bawang merah local asal Kabupaten Bantul yang telah diresmikan menjadi varietas nasional sebagai varietas unggul oleh Menteri Pertanian sejak 21 Agustus 2003. Varietas ini dimasukkan dalam varietas unggul karena memiliki beberapa keunggulan yang diantaranya kemampuan berproduksi yang tinggi dengan produksi per hektar per tahun ± 13 ton/Ha/Tahun, memiliki umur yang pendek / genjah ( 55 hari ) untuk bawang merah konsumsi dan 60-80 hari untuk dijadikan benih. Tahan terhadap penyakit busuk ujung daun (Phytophthora porii ) dan busuk umbi (Botrytis allii), cukup tahan di musim penghujan, berkembang baik pada ketinggian 0100m dari permukaan laut, di musim kemarau maupun musim penghujan produksi bawang merah Tiron Bantul tetap tinggi, ukuran umbi relatif lebih kecil dibanding jenis lainnya sehingga menghemat penggunaan benih per satuan luas. Dan harga jual bawang ini relatif stabil baik untuk konsumsi maupun benih (www.warintek.bantulkab.go.id). Musim tanam ketiga yaitu sekitar bulan Mei sampai Agustus, petani sering mengusahakan tanaman cabai merah. Sama halnya tanaman bawang merah, cabai merah ini diusahakan karena memiliki kecocokan agroklimat dengan daerah lahan pantai. Varietas yang sering diusahakan oleh petani adalah TM 99, dengan kebutuhan benih per hektar adalah 3000 batang. Keunggulan varietas TM 99 adalah lebih tahan terhadap serangan hama penyakit, daunnya lebat, buahnya besar-besar, tidak gampang busuk, rasanya pedas dan lentur/ tidak mudah patah. Ketika akan memasuki musim hujan yaitu akhir bulan Agustus sampai dengan November, petani mengusahakan tumpangsari antara tanaman bawang merah dengan cabai merah. Perlu diketahui bahwa tanaman bawang merah ataupun cabai merah kurang sesuai ditanam pada musim hujan walaupun bawang merah varietas Tiron lebih mampu ditanam pada musim hujan. Pola tanam tumpang sari tersebut dimaksudkan apabila salah satu tanaman mati atau rusak karena pengaruh curah hujan maka petani masih bisa berharap dapat panen jenis tanaman yang ditumpangsarikan. 5
Petani mengusahakan tanaman hortikultura dikarenakan tanaman tersebut memiliki prospek yang lebih bagus dibandingkan tanaman pangan. Petani juga menyadari akan tingginya faktor resiko kegagalan dan fluktuasi harga. Petani juga menyadari sebenarnya pada musim tanam satu, dua dan tiga memiliki potensi untuk ditanami jenis tanaman hortikultura yang sama.
B. Analisis Usahatani Pada analisis usahatani ini difokuskan pada analisis usahatani tanaman pangan dan hortikultura karena memiliki pengaruh langsung terhadap tingkat pendapatan petani. Tabel 1, memperlihatkan kondisi penerimaan, biaya, pendapatan dan keuntungan usahatani lahan pantai. Satuan luas lahan yang dipergunakan adalah 0,25 ha. Tabel 1 menunjukan bahwa terdapat perbedaan penggunaan biaya produksi. Penggunaan tenaga kerja tertinggi adalah pada usahatani secara tumpangsari antara bawang merah dengan cabe dan terendah adalah usahatani cabe. Kondisi tersebut menjelaskan bahwa tanaman cabe merah dilahan pantai tidak memerlukan banyak tenaga kerja untuk perawatan. Penyusutan alat yang berupa cangkul, sabit, alat semprot, dll adalah sebesar Rp 38,843.2 per musim tanam. Sarana produksi yang digunakan berupa benih, pupuk kandang, pupuk anorganik dan pestisida. Diantara empat usahatani tersebut, hanya tanaman bawang merah yang tidak menggunakan pupuk kandang. Petani beranggapan bahwa jumlah pupuk kandang yang tersedia dalam tanah pada musim tanam tersebut masih mencukupi karena sebelumnya mereka telah memberikan dalam jumlah yang cukup pada usahatani sebelumnya. Penggunaan pestisida sebagai pengendali hama penyakit digunakan dihampir semua usahatani kecuali tanaman padi. Petani hanya akan menggunakan pestisida pada tanaman padi apabila terlihat ada serangan hama penyakit. Berbeda dengan tanaman hortikultura, penggunaan pestisida bersifat preventif atau dilakukan sebelum terserang hama penyakit. Biaya pengairan merupakan biaya pembelian bahan bakar (solar) mesin pompa air yang digunakan untuk mengairi lahan. Sistem pengairan dilakukan dengan sistem sumur renteng yaitu petani telah mempersiapkan bak-bak penampungan air tiap 10 meter dan tiap bak dihubungkan dengan bak yang lain menggunakan pipa atau paralon. Bak-bak penampungan air inilah yang akan disuplai air menggunakan pompa air. Tabel 1 memperlihatkan bahwa pada usahatani dengan sistem tumpang sari antara bawang merah dan cabe merah tidak memerlukan bantuan pompa air untuk mensuplai air. 6
Tabel 1. Analisis Usahatani Lahan Pantai Di Kabupaten Bantul, 2008. Keuntungan R/C
Variabel
4,766,670.1 Padi (0.25 ha) 3,3 Harga Satuan Jumlah (Rp)
Penerimaan Bawang Merah (Kg)
16,560,909.9 Bawang Merah (0.25 ha) 4,2 Harga Satuan Jumlah (Rp) 7,000.0
3,108.5
21,759,500.0
Cabai Merah (Kg) Padi (Kg)
3,379,957.2 Cabe (0.25 ha) 3,9 Jumlah Harga Satuan (Rp)
8,000.0 4,200.0
1,629.0
Total Penerimaan
570.0
4,560,000.0
15,968,284.8 Tumpangsari BM + CM (0.25 ha) 3,7 Harga
Satuan
Jumlah (Rp)
8,000.0
2,098.7
16,789,600.0
5,765.0
879.0
5,067,262.1
6,841,800.0 6,841,800.0
21,759,500.0
4,560,000.0
21,856,862.1
38,843.2
38,843.2
38,843.2
38,843.2
Biaya Penyusutan Alat Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HKO)
25,000.0
Luar Keluarga(HKO)
23.0
575,000.0
32.9
823,409.8
26,000.0
8.2
212,680.0
57.3
1,490,645.0
178.6
2,679,562.5
26,000.0
5.9
153,250.0
7.5
195,000.0
26,000.0
25.4
659,870.9
58.7
1,525,061.8
15,000.0
176.5
2,647,500.0
52,000.0
0.8
Sarana Produksi Benih Bawang Merah (Kg) Benih Padi
15,000.0 7,000.0
4.0
28,000.0
Benih Cabai Merah (Kg)
37.5
Pupuk Anorganik (Kg) Pupuk kandang (Kg)
77,872.2 100.0
4,623.2
462,320.9
Pestisida (Kg/ltr)
3,000.0
299,853.6
112,500.0 172,822.1
100.0
600.0
60,000.0
39,568.0 485,034.3
100.0
127.5
12,750.0
256,503.3
267,500.0
304,196.8
21,877.5
21,877.5
Biaya Lain-Lain Pajak Lahan
21,877.5
21,877.5
Sewa Lahan (Pinjam)
43,342.6
153,875.0
4,463.9
44,750.0
158,250.0
Total biaya eksplisit
998,965.9
4,947,067.0
927,949.6
Total biaya implisit
1,076,164.0
251,523.2
252,093.2
711,464.0
Total biaya
2,075,129.9
5,198,590.1
1,180,042.8
5,888,577.3
Pendapatan
5,842,834.1
16,812,433.0
3,632,050.4
16,679,748.8
Pengairan (solar)
153,875.0 5,177,113.3
7
Petani menjelaskan bahwa tanaman bawang merah dan cabe merah pada musim tersebut masih mendapatkan siraman dari air hujan. Total biaya tertinggi yang dikeluarkan oleh petani adalah pada usahatani sistem tumpang sari bawang merah dan cabe merah sebesar Rp 5,888,577.3. Disusul oleh monokultur bawang merah, padi dan cabe merah. Besarnya biaya produksi berpengaruh pada besarnya pendapatan dan keuntungan yang diperoleh petani. Besarnya pendapatan dan keuntungan tertinggi yang diterima petani secara berurutan adalah usahatani bawang merah, tumpang sari bawang merah dan cabe merah, padi dan terendah adalah cabe merah. Namun demikian walaupun keuntungan pada usahatani cabe merah paling kecil namun memiliki tingkat R/C yang tinggi yaitu 3,9. Angka tersebut mengindikasikan bahwa usahatani cabe merah memiliki tingkat kelayakan yang tinggi. Berdasarkan Tabel 1, dapat didimpulkan bahwa secara umum usahatani bawang merah sistem monokultur pada musim kemarau menghasilkan keuntungan dan tingkat kelayakan usahatani paling tinggi.
C. Optimalisasi Kombinasi Usahatani Lahan Pantai di Kabupaten Bantul. Hazell and Norton (1986) menjelaskan bahwa LP adalah metode tepat yang bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan dengan mengkombinasikan berbagai usaha didalam sektor pertanian dan menetapkan alokasi sarana produksi yang terbatas. Hasil analisis menunjukan bahwa keuntungan maksimal adalah sebesar Rp 61,227,215,a. Musim Tanam Pertama Tabel 4, menunjukan bahwa dalam usahatani tersebut petani memerlukan 0.25 Ha lahan atau menggunakan semua lahan. Pada aktivitas sapi nilai optimal inputnya adalah 2 atau petani diharapkan menggunakan semuanya. Fungsi ternak sapi adalah sebagai pensuplai pupuk kandang, sehingga aktivitas sapi dalam model LP ini bersaing dengan aktivitas Bkompos dan model LP memilih menggunakan ternak sapi untuk mensuplai pupuk dan apabila kurang maka petani akan membeli. Pada aktivitas buruh, nilai optimal input adalah 0 yang berarti dalam usahatani tersebut tidak diperlukan penambahan tenaga kerja dari luar. Aktivitas BS1 (membeli jerami) mempunyai nilai optimal 79,5, berarti petani perlu membeli jerami untuk pakan ternak. Hal ini sesuai dengan hasil analisis yang menunjukan nilai 2 pada aktivitas sapi, sehingga diperlukan jerami yang berfungsi sebagai pakan sapi. Nilai aktivitas Bcmps1 (membeli pupuk kandang) menyarankan petani agar membeli pupuk kandang sejumlah 3723,2 kg untuk memenuhi kebutuhan pupuk kandang. Scmps1 bernilai 0, sesuai dengan kondisi 8
kebutuhan pupuk kandang yang sangat tinggi dan tidak mampu dipenuhi oleh ternak sapi. Penerimaan pada musim tanam 1 yaitu usahatani padi diharapkan dapat berproduksi 1629 kg/ 0,25 ha. Walaupun petani tidak dianjurkan memelihara sapi namun harus tetap melakukan pengolahan kompos dari kotoran kambing dan ayam. Hal tersebut dijelaskan dengan nilai optimal input pada aktivitas Pkompos sebesar 975 kg. Pada aktivitas Skompos nilai optimal inputnya adalah 0, nilai tersebut menerangkan bahwa tidak adanya kelebihan kompos yang bisa dijual atau pupuk organik yang berasal dari kotoran kambing dan ayam telah habis terpakai. Tabel 4. Kombinasi Optimal Sarana Produksi dalam Usahatani lahan pantai No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Aktivitas Padi1 Cow1 HL1 BS1 BCmps1 SCmps1 Selpadi1 Bwng2 Cabe2 Cow2 HL2 BS2 BCmps2 SCmps2 Selbwg2 Selcabe2 Bwg3 Cabe3 Cow3 HL3 BS3 BCmps3 SCmps3 Selbwg3 Selcabe3 Bwgcabe4 Cow4 HL4 BS4 BCmps4 SCmps4 Selbwg4 Selcabe4 Maximum Profit (**-*)
Optimal Inputs 1 2 0 79,5 3723,2 0 1629 1 0 2 0 956 0 902 3108,5 0 1 0 2 0 956 0 902 3108,5 0 1 2 0 954 0 774,5 2098,7 878,97
Koefisien (Rp) -214399 -73381 -25000 -71.4 -100 100 4200 -3238761.82 -771792.81 -73381 -26000 -71.4 -100 100 7000 8000 -3238761.82 -771792.81 -73381 -26000 -71.4 -100 100 7000 8000 -3386698 -73381 -26000 -71,4 -100 100 8000 5765 :
Nilai -214399 -146762 0 -5676.3 -372320 0 6841800 -3238761.82 0 -146762 0 -68258.4 0 90200 21759500 0 -3238761.82 0 -146762 0 -68258.4 0 90200 21759500 0 -3386698 -146762 0 -68115.6 0 77450 16789600 5067262.05 61,227,214.71
9
Penerimaan dalam usahatani padi organik ini pada akhirnya bertumpu pada hasil produksi padi berupa gabah sebesar 1055.14 kg dan hasil sampingan berupa jerami sebesar 1220.08kg. Kedua produk ini oleh petani harus dijual untuk memperoleh keuntungan sebesar Rp Rp 1,103,285.65. Proses perolehan keuntungan maksimal dari kombinasi optimal dapat dijelaskan pada Tabel 3, baris 10 dan 11. b. Musim Tanam Kedua dan Ketiga Hasil kombinasi optimal pada musim kedua dan ketiga memiliki kesamaan hasil karena aktivitas bawang merah dan cabe merah memiliki potensi yang sama untuk ditanam pada kedua musim tersebut. Musim tanam kedua dimulai dari aktivitas Bwng2 sampai dengan selcabe2. Hasil analisis dengan LP menghasilkan nilai aktivitas Bwng2 sebesar 1 dan aktivitas cabe2 sebesar 0, yang berarti petani disarankan menggunakan semua sumberdaya lahan untuk usahatani bawang merah. Pada aktivitas ternak sapi (cow2, cow3 dan cow4) bersifat konsisten dengan nilai 2 yang berarti bahwa kondisi optimal terjadi apabila petani mengusahakan 2 ternak sapi. Seperti kita ketahui bersama bahwa pada musim tanam kedua dan ketiga tidak ada aktivitas padi sehingga tidak ada suplai pakan sapi (jerami) sehingga terjadi kenaikan BS2 dan BS3 sesuai dengan kebutuhan pakan sapi. Adanya kebiasaan petani untuk tidak menggunakan pupuk kandang pada usahatani bawang merah di musim kemarau berakibat pada tingginya nilai aktivitas jual pupuk kandang (SCmps2 dan SCmps3), sehingga berfungsi sebagai penerimaan. Penerimaan pada musim tanam dua dan tiga tentunya berasal dari usahatani bawang merah yang diharapkan dapat berproduksi sebesar 3108,5 kg, dan dengan harga pasar Rp 7000 maka akan didapat penerimaan sebesar Rp 21,759,500. c. Musim Tanam Keempat Musim tanam keempat hanya memiliki satu pilihan usahatani yaitu tumpangsari bawang merah dengan cabe merah. Kondisi ini disesuaikan dengan potensi dan kebiasaan petani yang selalu mengusahakan tumpangsari bawang merah dengan cabe merah di musim hujan. Alasan petani mengusahakan tumpang sari tersebut adalah sebagai upaya untuk mengurangi resiko kegagalan, apabila salah satu tanaman tidak berhasil panen maka masih ada harapan untuk panen usahatani yang lain. Adanya penggunaan pupuk kandang pada usahatani ini berakibat pada menurunnya nilai SCmps4 (774,5 kg) dibandingkan dengan SCmps2 dan SCmps3. Nilai penerimaan pada musim tanam keempat berasal dari produksi dua tanaman yaitu bawang merah (2098.7 kg) dan cabe merah 878.97 kg. Berdasarkan kondisi rata-rata harga yang biasa didapatkan pada musim tanam
10
empat yaitu Rp 8000 untuk bawang merah dan Rp 5765 maka akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 16,789,600 dari bawang merah dan Rp 5,067,262 dari cabe merah.
D. Perbandingan Keuntungan Usahatani Lahan Pantai Dari Tabel 4, dapat diambil kesimpulan bahwa berdasarkan kombinasi optimal sarana produksi maka keuntungan maksimal petani adalah Rp 61,227,215,-. Berdasarkan Tabel 1, juga dapat diambil kesimpulan bahwa keuntungan yang didapatkan petani selama setahun adalah sebesar Rp 40,675,822,-. Kedua hasil analisis tersebut menjelaskan bahwa keuntungan usahatani lahan pantai pada kondisi kombinasi optimal dapat menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan keuntungan yang didapatkan dari pola usahatani yang biasa dilakukan.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Usahatani lahan pantai di Kabupaten Bantul merupakan usahatani yang terintegrasi antara tanaman dengan ternak. Terdiri dari empat musim tanam, yang dimulai pada bulan November dengan tanaman padi, dilanjutkan dengan bawang merah, cabe merah dan tumpang sari bawang merah dengan cabe merah. 2. Analisis keuntungan pada usahatani lahan pantai untuk tanaman padi, bawang merah, cabe merah dan tumpang sari bawang merah dengan cabe merah secara berurutan adalah sebesar Rp 4,766,670; Rp 16,560, 909; Rp 3,379,957 dan Rp 15,968,285. Total keuntungan selama satu tahun adalah Rp 40,675,822,-. 3. Analisis kombinasi optimal sarana produksi menggunakan LP menghasilkan keuntungan maksimal sebesar Rp 61,227,215,-. Keuntungan didapatkan dengan mengusahakan tanaman padi (MT1), bawang merah (MT2 dan MT3) dan tumpang sari bawang merah dengan cabe merah (MT4) serta ternak sapi 2 ekor.
B. Saran Dasar penelitian ini hanya pada aspek ekonomi, sehingga masih diperlukan penelitian lanjutan dari aspek teknis dan sosial. Aspek teknis menjelaskan apakah pola optimal dapat diterapkan atau tidak, sedangkan aspek sosial untuk mengetahui kendala sosial dalam usaha melakukan perubahan. Usahatani lahan pantai memerlukan tenaga kerja untuk pengawasan atau pemeliharaan yang lebih dibandingkan dengan usahatani dilahan sawah. Kondisi tersebut berakibat pada tingginya biaya usahatani, sehingga 11
penggunaan sarana produksi yang berasal dari dalam keluarga sangat disarankan untuk menekan biaya seperti: pupuk kandang, benih dan tenaga kerja dalam keluarga. Kebiasaan petani menggunakan pupuk kandang yang belum terolah perlu ditingkatkan dengan mengolahnya terlebih dahulu dengan sistem fermentasi. System usahatani ini perlu mendapat pendampingan dan informasi yang mendukung proses efisiensi produksi, baik dari pihak luar seperti LSM maupun pemerintah. Hasil kombinasi optimal input produksi merupakan salah satu informasi penting yang diperlukan petani untuk memperoleh keuntungan maksimal. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti lain yang tertarik dengan pengembangan usahatani lahan pantai.
DAFTAR PUSTAKA
Bappeda Kabupaten Bantul, 2007. Buku Perencanaan Pembangunan Kabupaten Bantul. Bantul. Daerah Istimewa Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul, 2007. Bantul Dalam Angka. Bantul. Yogyakarta. Beneke, R. and Winterboer, R., 1982. Linear programming to agriculture. The Lowa State University Press. USA. Bengen, D.G., 2002, Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. 66p. Bishop C.E. dan Toussant, 1979. Pengantar Analisa Ekonomi Pertanian. Mutiara, Jakarta. Constanza,R., R. d’Arge, R. de Groot, S. Farber, M.Grasso, B. Hannon, K. Limburg, S. Naeem, R.V. O’Neill, J. Paruelo, R.G. Raskin, P.Sutton and M.Van der Belt. 1997. The Value of The World’s Ecosystem Service and Natural Capital, Nature 387: 255-60. Departemen Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia, 2002. Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor: Kep.10/Men/2002 Tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu. 51 pp. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul. 2007. Data Pokok Tahun 2006. Yogyakarta. Frederick S.H dan Gerald J.L, 1995. Introduction To Operations Research, Sixth Edition. McGraw-Hill, Inc. New York. USA. Hanson, A. I. Augustine, C.A. Courtney, Akhmad Fauzi, Sarah Gammage, Koesoebiono. 2003. Proyek Pesisir: an assessment of the coastal resource management project (CRMP) in Indonesia. Coastal Resources Center, University of Rhode Island, Narragansett Rhode Island USA.
12
Hazell, P.B.R. and Norton, R.D., 1986. Mathematical Programming for Economic Analysis in Agriculture. Macmillan Publishing Company, New York, US. Heady, O.E. and W. Candler. 1973. Linear programming methods. The Lowa State University Press. USA. Idris, I., S. Putra, S. Diposaptono, Baddrudin, A. Nasution, M.E. Rudianto, M. Knight, J. Patlis, W.T.P. Siagian, D.G. Bengen, D. Silalahi, M.A. Santosa. 2001. Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir. Direktorat Jenderal Pesisir dan PulauPulau Kecil, Departemen Kelautan Dan Perikanan, Jakarta. Irawanto, A.B. 1997. Optimasi Usahatani Campuran Pada Petani Teh di Desa Ngadirejo, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang. Skripsi S1 Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta. Lestari R.W., 2001. Pola Tanam Optimal Pada Lahan Pantai di Kabupaten Kulon Progo. Jurnal: Agro ekonomi, Jurusan Sosial ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian UGM. Vol.: 8/No.2 Desember/2001. Hal: 40-50. Soekartawi, 2003. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Jakarta. Suardi, D & R. Damanhuri. 1993. Dalam Proceding Lokakarya Penelitian Komoditas dan Studi Khusus 1992. Deptan. Jakarta. Suparanto, Johannes. 1988. Riset Operasi untuk Pengambilan Keputusan. UI Press, Jakarta. Surakhmad, Winarno, 1985. Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metode dan Teknik. Tarsitu. Bandung. Thahir dan Hadmadi, 1992. Tumpang Gilir (Multiple Cropping). Yasaguna, Jakarta. Widodo, A.S. 2006. Management of Integrated Organic Farming System in Gunungkidul district, Indonesia. Thesis S2. Agriculture and Information System Department, Faculty of Agriculture, Universiti Putra Malaysia. Malaysia.
13