ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI DAN KELAYAKAN USAHATANI VANILI PADA KETINGGIAN LAHAN 350-800 M DPL DI KABUPATEN TASIKMALAYA (Studi Kasus: Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya)
Disusun oleh :
Avenia Nur Aulia A14304041
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
AVENIA NUR AULIA. Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Kelayakan Usahatani Vanili Pada Ketinggian Lahan 350-800 mdpl di Kabupaten Tasikmalaya (Studi Kasus: Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya). Dibimbing oleh YAYAH K. WAGIONO. Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat berperan dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal tersebut bisa dilihat dari kontribusinya terhadap PDB (produk domestik bruto), penyerapan tenaga kerja, penghasil devisa. PDB sektor pertanian, termasuk pula kehutanan dan perikanan, adalah sebesar Rp 63,8 triliun, nilai ini terus meningkat menjadi Rp 66,4 triliun pada tahun 2000. Besarnya PDB pertanian tersebut memberikan kontribusi sekitar 17 persen terhadap PDB nasional. Sektor pertanian tidak akan pernah lepas dari fungsinya sebagai sumber utama untuk penyediaan bahan pangan. Dalam meningkatkan ketahanan pangan, tantangan besar saat ini adalah konsumsi masih bertumpu pada beras. Segala upaya telah dilakukan dalam rangka peningkatan produksi pangan terutama beras yang masih terus menjadi masalah utama. Meskipun revolusi hijau yang diiringi social engineering di bidang produksi telah berhasil mengejar tingginya pertumbuhan penduduk, namun masih belum dapat mengubah ketergantungan masyarakat terhadap beras. Dewasa ini masalah yang timbul terkait dengan peran pertanian sebagai sektor penghasil bahan pangan utama adalah terancamnya kestabilan pangan yang diakibatkan oleh adanya krisis pangan dimana produktivitas produk pertanian semakin berkurang. Ada dua faktor yang menjadi penyebab dari adanya pengurangan produktivitas pertanian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu adanya pengaruh dari buruknya sistem ketahanan, sedangkan faktor eksternal yang merupakan fenomena yang telah melanda sejumlah negara yakni pemanasan global. Keterkaitan antara efek rumah kaca, pemanasan global dan perubahan iklim digambarkan oleh hubungan sebab akibat dimana efek rumah kaca menyebabkan terjadinya akumulasi panas di atmosfer bumi. Dengan adanya akumulasi yang berlebihan tersebut, iklim global melakukan penyesuaian. Penyesuaian yang dimaksud adalah salah satunya peningkatan temperatur bumi, kemudian disebut pemanasan global dan berubahnya iklim regional, seperti perubahan pola curah hujan, penguapan, pembentukan awan. Salah satu gejala pemanasan global seperti naiknya permukaan laut menjadi masalah dasar yang dapat menggangu stabilitas lahan pertanian yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan di negara Indonesia. Mekanisme peningkatan permukaan air laut menyebabkan terjadinya pergeseran lahan tanam pertanian dari lahan dataran rendah dialihkan ke dataran tinggi. Akibat adanya pergeseran lahan pertanian dari dataran rendah ke dataran tinggi menyebabkan persaingan antara tanaman untuk lahan dataran rendah dan tanaman lahan dataran tinggi. Hal ini tentu saja dapat menjadi masalah bagi para petani dalam memanfaatkan lahan mereka yang terbatas, sementara lahan pertanian mereka harus dimanfaatkan agar dapat memberikan keuntungan yang optimal, baik secara finansial maupun sosial.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendapatan usahatani padi dan kelayakan finansial usahatani vanili di Kabupaten Tasikmalaya dilihat dari aspek finansial dan lingkungan serta membandingkan keuntungan usahatani padi dan usahatani vanili di Kabupaten Tasikmalaya dilihat dari aspek finansial dan lingkungan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pencatatan dan wawancara langsung dengan para petani padi maupun vanili menggunakan kuesioner yaitu kuesioner yang meminta jawaban rinci dan lengkap dari responden tentang kegiatan usahatani yang mereka lakukan. Data sekunder berupa literatur yang dibutuhkan yang berkaitan dengan penelitian. Sebagai data penunjang digunakan data dari media massa, internet, artikel dan data statistik dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian. Metode yang digunakan yaitu analisis pendapatan usahatani dan analisis kelayakan usaha. Analisis pendapatan usahatani menunjukan bahwa usahatani padi di Desa Cibongas menguntungkan secara finansial dengan R/C ratio lebih besar dari satu yaitu 2,86 atas pendapatan tunai dan 1,62 untuk pendapatan total. Analisis kelayakan usahatani vanili di Desa Cibongas juga bersifat layak dan menguntungkan secara finansial terlihat dari nilai NPV yang positif yaitu Rp 8.593.840,85 IRR lebih besar dari tingkat suku bunga (30,56>16), nilai gross B/C lebih besar dari satu (2,1>1) serta payback period yang lebih kecil dari umur proyek (5,71<10) Lain halnya apabila dilihat dari aspek lingkungan, komoditi vanili lebih bersifat ramah lingkungan sehingga dapat dikatakan lebih menguntungkan karena menggunakan bahan kimia yang lebih sedikit dibandingkan dengan usahatani padi yang boros unsur hara dan merupakan tanaman yang menghantarkan metana ke atmosfer dengan baik. Sehingga apabila dilihat dari aspek lingkungan usahatani vanili lebih menguntungkan dibandingkan dengan usahatani padi. Oleh karena itu, tanaman vanili djadikan sebagai rekomendasi terhadap para petani dan pihak terkait karena selain masih bersifat menguntungkan, usahatani vanili juga lebih bersifat ramah lingkungan.
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI DAN KELAYAKAN USAHATANI VANILI PADA KETINGGIAN LAHAN 350-800 M DPL DI KABUPATEN TASIKMALAYA (Studi Kasus: Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya)
Oleh : Avenia Nur Aulia A14304041
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
Nama NRP
: Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Kelayakan Usahatani Vanili Pada Ketinggian Lahan 350-800 m dpl di Kabupaten Tasikmalaya (Studi Kasus Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah, kabupaten Tasikmalaya) : Avenia Nur Aulia : A14304041
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Yayah K Wagiono, MEc NIP. 130 350 044
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian IPB
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS
PENDAPATAN
USAHATANI
PADI
DAN
KELAYAKAN
USAHATANI VANILI PADA KETINGGIAN LAHAN
350-800 M DPL DI
KABUPATEN
DESA
TASIKMALAYA
(STUDI
KASUS
CIBONGAS,
KECAMATAN PANCATENGAH, KABUPATEN TASIKMALAYA)” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.
Bogor, Juli 2008
Avenia Nur Aulia A14304041
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, pada tanggal 2 Maret 1987 sebagai anak pertama dari pasangan Endang Hermawan dan Yustiraty Rahayu. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Mandalahayu pada tahun 1998. Tahun 1998, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri I Salopa di Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya dan lulus pada tahun 2001. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri I Cikatomas, Kabupaten Tasikamalaya dan lulus pada tahun 2004. Penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Ekonomi Pertanian Sumberdaya (EPS), Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam kegiatan organisasi MISETA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian) pada periode 2005/2006.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat serta Ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Kelayakan Usahatani Vanili Pada Ketinggian Lahan 350-800 m dpl di Kabupaten Tasikmalaya” (Studi kasus Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya) ini disusun untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Adapun topik dan judul penelitian ini berdasarkan pada minat yang tinggi dari penulis terhadap bidang Studi kelayakan proyek serta usahatani. Pengaruh adanya pemanasan global terhadap sektor pertanian terlihat dari adanya kecenderungan pergeseran tempat tanam dari dataran rendah ke dataran yang lebih tinggi, sehingga diperlukan analisis agar diketahui tanaman yang dapat memberikan keuntungan yang lebih tinggi baik secara finansial maupun sosial sehingga dapat direkomendasikan kepada pihak-pihak terkait yang berkepentingan.
Penulis
menyadari
sepenuhnya
bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan skripsi ini. Harapan penulis, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Bogor,
Juni 2008
Avenia Nur Aulia A14304041
UCAPAN TERIMAKASIH
Segala Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Seiring dengan berakhirnya satu tahap pendidikan di Institut Pertanian Bogor, maka penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu terutama dalam penulisan skripsi ini. Pihak-pihak yang telah membantu penulis diantaranya: 1. Kedua orang tua (Papap dan Mamah) Endang Hermawan, BA dan
Ny.
Yusty Raty Rahayu serta kedua adik tercinta (Wemphy Primadhyta dan Nizar Luthfy Pauzy), terimakasih atas cinta dan kasih sayang, suri tauladan, nasihat serta semangat, kesabaran, serta berbagai dukungan baik moril maupun materi yang telah diberikan kepada penulis. 2. Ir. Yayah K Wagino, M.Ec. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran selalu bersedia membimbing, membantu, mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi serta terimakasih atas ilmu, nasihat dan kepercayaan yang telah diberikan untuk penulis. 3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr selaku dosen penguji utama. Terimakasih atas segala kebaikan hati, bimbingan masukan, kritik serta saran dalam penulisan skripsi ini. 4. A. Faroby Falatehan SP, M.E selaku dosen penguji wakil departemen. Terimakasih atas segala masukan, kritik dan saran yang dapat bermanfaat bagi penulisan skripsi ini. 5. Muhammad Asyhar Agmalaro, terimakasih atas kesabaran, semangat, serta dukungannya. 6. Teman-teman satu perjuangan Idhoet, Rissa, Irna, Uci, Wulan, Vina, Cita, Teteh Fitri, Emil, Juventy N, Jimmy, Merika, Mail, Kevin, Yudi, Devi, Lingga, Deli, Nana, Pipih, serta teman-teman kelas semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 7. Ua Gandha, Ua Cayur, Teh Yani, Tante muda Reni, Rizwan, Naufal, de’Rizky, Riska, Gian, Bayu, Zam-zam, Cu-am, dan keluarga besar papap dan mamah lainnya.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………… ix DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….… x DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….. xi BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……………………………………………… 1 1.2 Perumusan Masalah................................................................ 10 1.3 Tujuan Penelitian.................................................................... 14 1.4 Manfaat Penelitian………………………………………….. 14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vanili dan Budidaya Vanili..................................................... 15 2.2 Padi dan Budidaya padi .......................................................... 18 2.3 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu............................................. 19 2.3.1. Penelitian Usahatani...................................................... 19 2.3.2. Penelitian Analisis Kelayakan Usahatani ..................... 21
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................... 24 3.1.1 Pendapatan Usahatani ............................................. 24 3.1.2 Konsep Usahatani .................................................. .. 24 3.1.3 Studi Kelayakan Proyek ........................................... .. 27 3.2 Kerangka Berpikir Operasional ………………………….. .. 40
BAB IV
METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. 4.2 Jenis dan Sumber Data .......................................................... 4.3 Teknik Pengambilan sampling.............................................. 4.4 Metode Analisis Data............................................................ 4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani .................................. 4.4.2 Analisis Kriteria Kelayakan Usaha..............................
44 44 44 45 45 46
GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi geografis ………………………………………… 5.1.1 Letak Geografis dan Wilayah……………………….. 5.1.2 Topografi …………………………………………... 5.1.3. Hidrologi dan Klimatologi…………………………. 5.2 Penggunaan Lahan dan Kawasan Budidaya........................... 5.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur Ekonomi............. 5.3.1 Pertumbuhan Ekonomi…………………………….. 5.3.2 Struktur Ekonomi ………………………………... 5.4 Kependudukan……………………………………………...
51 51 51 53 54 54 54 56 58
BAB V
BAB VI
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI DAN KELAYAKAN USAHATANI VANILI 6.1 Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah …….….. 64 6.1.1 Penerimaan Usahatani ……………. 65 6.1.2 Biaya Usahatani………………………………. 67 6.1.3 Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi……. 69 6.2 Analisis Kelayakan Usahatani Vanili………………….. 73 6.2.1 Nilai Arus Tunai Usaha………………………… 73 6.2.2 Analisis Kelayakan Finansial …………………….... 74 6.2.3 Analisis Sensitivitas ……..………………………… 75 6.2.4 Analisis Nilai Pengganti……………………….… 77
BAB VII
PERBANDINGAN KEUNTUNGAN USAHATANI PADI DAN VANILI 7.1 Aspek Finansial……………………………………….. 79 7.1.1 Pendapatan Usahatani Padi …………………... 79 7.1.2 Pendapatan Usahatani Vanili…………..………. 79 7.2 Aspek Lingkungan …………………………………… 80 7.2.1 Aspek Lingkungan Usahatani Padi ………….. 80 7.2.2 Aspek Lingkungan Usahatani Vanili………….. 83 7.3 Dampak Isu Pemanasan Global …………………….... 86
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ………………………………………… 88 8.2 Saran ………………………………………………….. 89
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 90 LAMPIRAN ............................................................................................... 92
DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perkembangan Ekspor Vanili Indonesia Tahun 2002-2006............... 7 2.
Luas Lahan Tanam, Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2002-2006………………………… 9
3.
Produksi Vanili Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2002 – 2006........... 9
4
Luas Areal dan Produksi Perkebunan Vanili Rakyat Kabupaten Tasikmalaya Tahun 200................................................... 10
5.
Rekapitulasi Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Perkebunan Rakyat Tanaman Perkebunan Kabupaten Tasikmalaya Menurut Keadaan Tanam Tahun 2002-2006………………………. 12
6.
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dan Propinsi Jawa Barat Tahun 2001-2005 (dalam persen)…………..……......... 54
7.
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya per sektor Usaha Tahun 2004-2005 (dalam persen)........................................... 55
8.
Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Tasikmalaya dan Propinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005 (dalam persen) ........................................................ 57
9.
Penduduk Kabupaten Tasikmalaya Menurut Jenis Kelamin Tahun 2001-2005………..…………………………………….….... 58
10.
Karakteristik Responden Petani Padi dan Petani Vanili di Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya…….. 60
11. Rata-rata Pendapatan Petani Responden Per Hektar di Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya .......... 66 12
Hasil Perbandingan antara Usahatani Permusim dengan Perubahan Output maupun Input........................................................ 70
13.
Emisi Metana dan Hasil Gabah Beberapa Varietas Padi yang Ditanam……………………………………….. 82
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Cashflow Usahatani Vanili per Hektar…………………................. 93
2. Analisis Sensitivitas Usaha Vanili (Kenaikkan Harga Pupuk Sebesar 10 Persen)..................................
94
3. Analisis Sensitivitas Usaha Vanili (Kenaikkan Harga Upah Tenaga Kerja sebesar 10 persen)……......
94
4. Analisis Sensitivitas Usaha Vanili (Penurunan Harga Jual sebesar 10 persen)……………………..….
95
5. Analisis Sensitivitas Usaha Vanili (Penurunan Volume Produksi sebesar 5 persen)…………………..
94
6. Nilai Pengganti (switching Value) Usaha Vanili dengan Kenaikkan Biaya ………………………………………….
96
7. Nilai pengganti (switching Value) Usaha Vanili dengan Penurunan Penerimaan …………………............................
97
8. Tabel Rata-rata Produksi Vanili Responden ……………………....
98
9. Tabel Rata-rata Biaya Usahatani Vanili Responden..........................
99
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat berperan dalam pembangunan
ekonomi nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusinya terhadap PDB (Produk Domestik Bruto), penyerapan tenaga kerja, dan penghasil devisa. PDB sektor pertanian termasuk pula kehutanan dan perikanan adalah sebesar Rp 63,8 triliun pada tahun 1996, nilai ini terus meningkat menjadi Rp 66,4 triliun pada tahun 2000. Besarnya PDB pertanian tersebut memberikan kontribusi sekitar 17 persen terhadap PDB nasional. 1 Sektor pertanian berikut sistem agribisnisnya sangat dominan perannya dalam penyerapan tenaga kerja. Sektor tersebut mampu menyerap 45 persen dari total penyerapan tenaga kerja nasional atau menempati urutan pertama dalam penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2005 struktur kesempatan kerja pedesaan secara agregat menunjukkan bahwa 59 persen dari total kesempatan kerja pedesaan berasal dari sektor pertanian, yang secara absolut besarnya 58 juta orang. Peran sektor pertanian di luar Jawa juga lebih besar yaitu sebesar 67 persen dibandingkan dengan di Jawa yang besarnya 51 persen. Sebaliknya, sektor non-pertanian di Jawa hanya menyumbang 49 persen dan di luar Jawa menyumbang 33 persen kesempatan kerja, yang pada umumnya berupa jasa perdagangan, jasa kemasyarakatan, bangunan, dan jasa pengangkutan.
Keadaan ini
menunjukkan masih tetap dominannya peran sektor pertanian dalam perekonomian rumah tangga pedesaan, baik di Jawa maupun di luar Jawa. 1
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Nasional:Sektor Pertanian Sebagai “Prime Mover”Pembangunan
Ekonomi Nasional (kwik kian gie) www.bappenas.go.id, diakses 15 Mei 2008
Sektor pertanian tidak akan pernah lepas dari fungsinya sebagai sumber utama untuk penyediaan bahan pangan. Dalam meningkatkan ketahanan pangan, tantangan besar saat ini adalah konsumsi masih bertumpu pada beras. Segala upaya telah dilakukan dalam rangka peningkatan produksi pangan terutama beras yang masih terus menjadi masalah utama. Meskipun revolusi hijau di bidang produksi telah berhasil mengejar tingginya pertumbuhan penduduk, namun masih belum dapat mengubah ketergantungan masyarakat terhadap beras. Dewasa ini masalah yang timbul terkait dengan peran pertanian sebagai sektor penghasil bahan pangan utama adalah terancamnya kestabilan pangan yang diakibatkan oleh adanya krisis pangan dimana produktivitas produk pertanian semakin berkurang. Ada dua faktor yang menjadi penyebab dari adanya pengurangan produktivitas pertanian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu adanya pengaruh dari buruknya sistem ketahanan pangan, sedangkan faktor eksternal yang merupakan fenomena yang telah melanda sejumlah negara yakni pemanasan global.2 Pemanasan global adalah meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi akibat peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer. Pemanasan akan diikuti dengan perubahan iklim, seperti meningkatnya curah hujan di beberapa belahan dunia sehingga menimbulkan banjir dan erosi sedangkan di belahan bumi lain akan mengalami musim kering yang berkepanjangan disebabkan kenaikkan suhu.
Pemanasan global dan
perubahan iklim terjadi akibat aktivitas manusia, terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahan bakar fosil dan pertanian. Kegiatan-kegiatan tersebut secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan perubahan komposisi alami atmosfer, yaitu peningkatan jumlah gas rumah kaca secara global. 2
Pemanasan Global Pertanian padi harus dikaji ulang,www.mediatani.wordpress.com diakses 15 Mei 2008
Keterkaitan antara efek rumah kaca, pemanasan global dan perubahan iklim digambarkan oleh hubungan sebab akibat dimana efek rumah kaca menyebabkan terjadinya akumulasi panas di atmosfer bumi.
Adanya akumulasi yang berlebihan
tersebut, iklim global melakukan penyesuaian. Penyesuaian yang dimaksud adalah salah satunya peningkatan temperatur bumi, kemudian disebut pemanasan global dan berubahnya iklim regional, seperti perubahan pola curah hujan, penguapan, pembentukan awan. Dampak-dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim terutama bagi sektor pertanian diantaranya adalah meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana, kenaikkan permukaan laut, permukaan tanah turun dan kesuburan tanah pertanian berkurang. Dampak-dampak tersebut berpengaruh terhadap produktivitas produk pertanian termasuk tanaman pangan dalam hal ini adalah padi. Sebagai gambaran, dalam rentang tahun 1995 sampai 2005 total padi yang terendam banjir seluas 1.926.636 ha, dari jumlah tersebut sebagian diantaranya puso yaitu sebesar 471.711 ha, sedangkan untuk lahan yang kekeringan seluas 2.131.579 ha serta sebagian diantaranya mengalami gagal panen yaitu seluas 328.447 ha. Pada tahun 2005 luas padi yang mengalami gagal panen akibat kekeringan dan banjir mencapai 189.773 ha dari total luas lahan 577.046 ha. Pada tahun 2006 gabah yang hilang mencapai 872.955 ton dengan rata-rata produksi 4,6 ton per ha. Adapun tahun 2007, luas lahan yang mengalami gagal panen adalah 189.773 ha, dari luas total 577.046 ha, dengan rata-rata produksi 5 ton gabah per ha, dan gabah yang terbuang mencapai 948.865 ton. 3 Penurunan produktivitas yang terjadi akibat pengaruh pemanasan global tidak hanya terjadi di negara kita, tetapi juga menimpa sejumlah negara termasuk Cina yang 3
Stok Beras Dunia Menipis. www.prakarsa-rakyat.org diakses tanggal 7 Juni 2008.
mengalami banjir dan Filipina yang mengalami perubahan iklim.
Hal ini semakin
menyebabkan persediaan beras dunia semakin berkurang, karena harus diperebutkan oleh negara-negara konsumen lainnya.
Berdasarkan data produksi beras Departemen
Pertanian Amerika Serikat, persediaan akhir beras dunia per juli 2007 diproyeksikan sebesar 71,99 juta ton, lebih rendah dibandingkan dengan pada tahun 2006/2007, serta tahun 2005/2006 sebesar 77,26 juta ton.
Meskipun produksi beras dunia per juli
2007/2008 sebesar 420,81 juta ton lebih tinggi sebesar 4,44 juta ton dari tahun sebelumnya, akan tetapi kebutuhan dunia pun ikut meningkat 6,36 juta ton dibandingkan periode sebelumnya. 4 Penurunan persediaan beras dunia yang terjadi menyebabkan harga beras di pasar Internasional meningkat, harga beras di pasar Internasional kini berada diatas 300 dollar AS per ton, sebelumnya harga rata-rata beras dunia tersebut hanya 220 dollar AS per ton. Peningkatan harga beras ini mempunyai dampak positif maupun negatif yang akan ditimbulkan, dampak positif peningkatan harga akibat pengurangan persediaan beras tersebut akan memacu para petani untuk meningkatkan produksinya demi memenuhi kebutuhan mereka sendiri maupun untuk kebutuhan komersil yang pada akhirnya akan dapat memenuhi persediaan beras nasional, sehingga negara kita tidak terlalu terpengaruh dengan adanya pembatasan kuota ekspor oleh negara-negara produsen beras. Selain itu, dengan adanya pengadaan persediaan beras dalam negeri yang terus meningkat akan mampu mengurangi angka ketergantungan beras dari luar negeri sehingga dapat mendukung kebijakan pengurangan kuota impor. Kuota impor yang diizinkan pada tahun 2007 yang sesuai dengan izin Menteri Perindustrian dan Perdagangan adalah sebesar 1,5 juta ton dan baru terealisasi 700 ribu ton. 4
Ibid
Selain dampak positif kenaikkan harga beras dunia juga menimbulkan dampak negatif terkait dengan upaya pengadaan persediaan beras dalam negeri dengan meningkatkan produktivitas padi tentu memerlukan adanya perluasan lahan sawah, oleh karena itu dilakukan pembukaan lahan sawah yang baru. Lahan dataran rendah yang biasanya digunakan sebagai lahan sawah sudah berkurang akibat naiknya permukaan laut yang dapat menenggelamkan lahan pertanian produktif serta berkurangnya tingkat kesuburan lahan dataran rendah, oleh karena itu para petani akan memutuskan untuk mengalihkan tempat olahannya ke dataran yang lebih tinggi. Hal ini menyebabkan terancamnya mutu serta jumlah suplai air. 5 Selain itu lahan perkebunan yang biasanya terdapat di dataran tinggi akan terdesak, sehingga menyebabkan adanya persaingan tempat tanam antara tanaman dataran rendah dan tanaman dataran tinggi. Adanya persaingan lahan antara tanaman dataran rendah dan dataran tinggi tersebut dapat menjadi masalah baru bagi para petani dalam menentukan keputusan penggunaan lahannya. Para petani cenderung lebih mengutamakan keuntungan finansial dalam menggunakan lahan pertaniannya dengan melihat komoditi yang lebih besar memberikan keuntungan tunai. Disamping pertimbangan melalui aspek finansial, aspek lain yang lebih penting untuk diperhatikan adalah aspek lingkungan yang merupakan faktor penting dalam mewujudkan pertanian yang berkelanjutan yang mampu menjaga kesinambungan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Komoditi yang akan ditinjau dalam hal ini adalah komoditi padi dan komoditi vanili. Komoditi padi dipilih karena komoditi ini merupakan sumber makanan pokok paling utama bagi penduduk negara kita sehingga terkait dengan kepentingan sebagian besar penduduk Indonesia, terlihat dari banyaknya petani Indonesia yang sebagian besar 5
Dampak Pemanasan Global dan Perubahan Iklim.www.ecoton.or.id diakses tanggal 23 Mei 2008.
merupakan petani padi.
Selain itu, sifatnya yang rentan terhadap adanya pengaruh
pemanasan global sehingga menyebabkan adanya kecenderungan perubahan tempat tanam dari dataran rendah ke dataran tinggi yang sengaja dilakukan oleh para petani untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi akibat adanya pengaruh pemanasan global tersebut, seperti banjir, kekeringan ataupun lahan yang kurang subur. Vanili dipilih sebagai pembanding karena merupakan tanaman perkebunan yang masih mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan, melihat kebutuhan vanili dunia diperkirakan mencapai 2.000-2.500 ton per tahun, sementara produksi nasional baru mencapai 1.300 ton per tahun, dengan demikian masih kurang 700-1.200 ton per tahun. Vanili juga merupakan komoditi ekspor andalan Indonesia terutama pada tahun 20022004 dimana harga vanili basah pada tahun 2002 mencapai rata-rata Rp 250.000 per kg, bahkan pada tahun 2003 mencapai Rp 400.000 per kg kemudian pada tahun 2004 harga vanili basah mulai mengalami penurunan mencapai rata-rata Rp 50.000 per kg hingga tiga tahun terakhir terus mengalami penurunan bahkan mencapai Rp 6.500 per kg hingga Rp 9.000 per kg. Berikut ini adalah Tabel perkembangan ekspor vanili Indonesia tahun 2002 sampai 2006. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Vanili Indonesia Tahun 2002-2006 Kuantitas (kg) Tahun Nilai ($) 2002 38.320.725 7.196.882 2003 38.529.337 12.724.840 2004 33.003.382 1.481.918 2005 10.693.224 555.300 2006 11.783.396 998.076 Sumber : United Nations Commodity Trade (COMTRADE) Statistic Database, 2007 (diolah) 6 6
http ://unstats.un.org/unsd/comtrade, diakses pada 30 maret 2008
Alasan lain pemilihan vanili sebagai tanaman pembanding karena vanili merupakan komoditi perkebunan yang secara tidak langsung akan terpengaruh oleh adanya pemanasan global. Pengaruhnya pemanasan global tersebut dikhawatirkan akan menyebabkan tanaman-tanaman dataran tinggi dalam hal ini tanaman perkebunan yaitu tanaman vanili akan terdesak oleh tanaman dataran rendah yang telah beralih tempat tanam ke dataran yang lebih tinggi sehingga tersaingi oleh adanya tanaman dataran rendah dalam hal ini adalah padi. Penelitian ini akan menganalisis perbandingan pendapatan antara komoditi padi dan komoditi vanili dengan melihat dua aspek yang dipertimbangan, yaitu aspek finansial yang akan membandingkan jumlah pendapatan yang diterima petani dari kedua komoditi tersebut, sedangkan aspek lain yang akan dijadikan bahan pertimbangan adalah aspek lingkungan yang akan membandingkan kemampuan dari kedua komoditi tersebut dalam mendukung program pertanian yang ramah lingkungan, sehingga dapat mengurangi pengaruh adanya pemanasan global. Kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu wilayah dengan struktur ekonomi masih didominasi sektor pertanian sebesar 34,91 persen, dengan karakteristik petani pada umumnya menjadikan usahatani padi sebagai usahatani utama sebagai pemenuhan kebutuhan pokok, luas lahan yang digunakan untuk sawah mencapai 18,12 persen yaitu seluas 49.658 ha (BPS Tasikmalaya, 2007). Selain usahatani padi, sebagian petani di Kabupaten Tasikmalaya juga menanam tanaman investasi yang diharapkan dapat memberikan keuntungan yang lebih besar untuk penghasilan mereka, tanaman investasi yang ditanam oleh para petani di Kabupaten Tasikmalaya adalah tanaman perkebunan, sebagian diantaranya memilih vanili sebagai tanaman investasinya.
Wilayah Kabupaten Tasikmalaya dikatakan cocok untuk budidaya komoditi padi. Indikator yang dapat dilihat diantaranya adalah produktivitas, luasan lahan tanam, serta produksi dari komoditi tersebut. Produktivitas padi di Kabupaten Tasikmalaya selalu mengalami peningkatan, begitu pula dengan produksi dan luas lahan tanam yang samasama meningkat dari tahun ke tahun seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas Lahan Tanam, Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2002-2006 Tahun 1.
Tanam (Ha)
Panen (Ha)
Produktivitas (Kw/ha)
Produksi (Ton)
Padi Sawah 2002 2003 2004 2005 2006
106.790 106.881 120.861 125.078 106.453
102.981 93.017 113.404 120.201 101.516
50,12 52,32 52,22 53,97 56,67
516.141 486.666 592.167 648.725 575.291
2002 2003 2004 2005 2006
9.061 7.529 6.602 6.448 2.578
8.274 9.046 7.309 6.912 6.319
20,58 24,56 24,60 25,19 25,17
17.028 22.217 17.980 17.412 15.905
2. Padi Ladang
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya, 2007 Lain halnya dengan produktivitas padi yang senderung terus meningkat, produktivitas komoditi vanili di Kabupaten Tasikmalaya cenderung lebih fluktuatif. Produksi mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2004, walaupun mulai mengalami penurunan pada tahun 2005 dan 2006, namun meskipun mengalami penurunan produksi vanili tahun 2005 dan 2006 masih lebih besar dibandingkan dengan tahun 2002.
Produktivitas komoditi vanili Kabupaten Tasikmalaya tahun 2002 sampai
tahun 2006 dapat dilihat dari Tabel 3 dibawah ini. Tabel 3. Produksi Vanili Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2002 – 2006
Tahun
Produksi (Ton) 66 66 101 281 147
2002 2003 2004 2005 2006 Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Barat 7
Selain produktivitas indikator lain yang dapat dilihat adalah luas lahan yang ditempati, dan rata-rata produksi. Data yang digunakan untuk melihat keseluruhan indikator tersebut digunakan data tahun terakhir yaitu data untuk tahun 2007 seperti ditunjukkan oleh Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Vanili Rakyat Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2007 Variabel Jumlah Luas areal tanam (ha) 204,58 Produksi (ton) 142,39 Produktivitas (Kw/ha) 6,96 Jumlah petani pemilik 981 Jumlah kelompok tani 14 Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Tasikmalaya, 2007 Desa Cibongas yang terletak di Kecamatan Pancatengah merupakan salah satu desa yang terdapat di Kabupaten Tasikmalaya. Kondisi topografi di daerah penelitian cocok untuk masing-masing komoditi, selain itu desa ini merupakan desa yang mempunyai tren pertanian komoditi padi dan vanili dengan ketinggian lahan rata-rata 370 m dpl, serta karakteristik pertanian yang masih menjadikan padi sebagai tanaman utama dengan vanili sebagai tanaman investasinya. 1.2.
Perumusan Masalah Dalam kurun waktu
beberapa tahun terakhir laju pertumbuhan penduduk
meningkat pesat. Seiring dengan adanya peningkatan penduduk, terjadi pula peningkatan 7
www.disbun.jabar.go.id
aktivitas manusia yang dapat menjadi faktor penyebab timbulnya pemanasan global. Gejala-gejala adanya pemanasan global dapat dilihat dari perubahan iklim yang tidak menentu, naiknya permukaan laut dan lain-lain. Salah satu gejala pemanasan global seperti naiknya permukaan laut menjadi masalah dasar yang dapat menggangu stabilitas lahan pertanian yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan di negara Indonesia. Mekanisme peningkatan permukaan air laut menyebabkan terjadinya pergeseran lahan tanam pertanian dari lahan dataran rendah dialihkan ke dataran tinggi. Akibat adanya pergeseran lahan pertanian dari dataran rendah ke dataran tinggi menyebabkan persaingan antara tanaman untuk lahan dataran rendah dan tanaman lahan dataran tinggi. Hal ini tentu saja dapat menjadi masalah bagi para petani dalam memanfaatkan lahan mereka yang terbatas, sementara lahan pertanian mereka harus dimanfaatkan agar dapat memberikan keuntungan yang optimal, baik secara finansial maupun sosial. Komoditi yang akan ditinjau dalam masalah diatas untuk penelitian ini adalah komoditi padi sebagai tanaman yang mempunyai kecenderungan di tanam di dataran rendah dan vanili sebagai tanaman dataran tinggi. Sebagai tanaman yang pada umumnya ditanam di dataran rendah, komoditi ini akan rentan terhadap adanya kenaikan permukaan laut yang diakibatkan oleh buruknya tata ruang, daerah resapan air dan juga buruknya sistem irigasi yang telah memicu banjir termasuk di daerah sawah. Keadaan ini akan membuat lahan dataran rendah yang potensial semakin berkurang, sehingga mengakibatkan adanya pengalihan tempat tanam yang dilakukan petani padi yang biasanya menanam padi di dataran rendah menjadi cenderung menanam di dataran tinggi. Hal tersebut akan menyebabkan tanaman dataran tinggi dalam hal ini vanili akan terdesak karena terjadi persaingan dalam penggunaan lahan antara komoditi padi dan vanili.
Kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu wilayah yang memiliki tren pertanian dengan dua komoditas padi dan vanili. Komoditi padi merupakan tanaman pokok bagi masyarakat Kabupaten Tasikmalaya, sehingga tanaman ini tetap dipertahankan karena selain dijual, dapat juga mereka gunakan untuk pemenuhan kebutuhan pokok mereka sehari-hari (subsisten).
Dilain hal, komoditi vanili tetap
dipertahankan para petani atas dasar spekulasi mereka sendiri yang masih berkeyakinan bahwa harga vanili yang fluktuatif sewaktu-waktu dapat kembali tinggi. Adanya pemanasan global tampaknya sudah mulai berpengaruh di wilayah Kabupaten Tasikmalaya, diperkirakan telah terjadi persaingan lahan antara komoditi padi dan vanili. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan produktivitas serta penggunaan lahan dari salah satu komoditi, yaitu padi sementara pada komoditi vanili cenderung menurun, seperti yang terlihat pada Tabel 5. Oleh karena itu, wilayah ini dipilih sebagai daerah penelitian karena dengan adanya persaingan penggunaan lahan tersebut semakin lama akan semakin membuat petani kesulitan dalam menentukan komoditi yang akan ditanam diantara kedua komoditi tersebut sehingga perlu perlu dianalisis komoditi mana yang lebih menguntungkan para petani baik secara finansial maupun lingkungan. Tabel 5. Rekapitulasi Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Padi dan Vanili Rakyat Kabupaten Tasikmalaya Menurut Keadaan Tanaman Tahun 20022006 Produktivitas Produksi Tahun Luas Areal (Ha) (Kw/ha) (Ton) Padi Vanili Padi Vanili Padi Vanili 2002 115.851 93 46,02 7,10 533.167 66 2003 114.410 93 44,48 7,10 508.872 66 2004 127.463 65 47,87 15,54 610.178 101 2005 131.526 131 50,65 21,45 666.152 281 2006 109.031 151 54,23 9,74 591.241 147 Sumber : 1. Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya, 2007
2. Dinas Perkebunan Jawa Barat 8
Analisis yang dilakukan untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh dari kedua komoditi tersebut adalah analisis pendapatan usahatani yang digunakan untuk menghitung tingkat pendapatan yang diperoleh para petani padi serta analisis kelayakan usahatani yang digunakan untuk menghitung tingkat kelayakan dari usahatani tersebut. Alat analisis yang digunakan berbeda antara komoditi padi dan vanili dikarenakan ada perbedaan jangka waktu dalam kemampuan produktivitasnya. Padi sebagai tanaman dengan umur panen lebih pendek dari vanili, sedangkan vanili mempunyai umur panen yang jauh lebih lama dari padi sehingga vanili dikatakan sebagai tanaman investasi. Hasil dari analisis diharapkan dapat dijadikan rekomendasi bagi pihak-pihak terkait terutama para petani itu sendiri sehingga dapat membantu mereka dalam menentukan komoditi yang akan mereka tanam agar mereka dapat mengusahakan lahan pertanian mereka secara efisien karena lahan yang mereka punya cenderung berskala kecil. Selain itu, pertimbangan lain yang harus diperhatikan terkait dengan lingkungan. Oleh karena itu, analisis perlu dilakukan untuk mengetahui komoditi yang memberikan keuntungan yang lebih besar bagi para petani di Kabupaten Tasikmalaya ditinjau dari aspek finansial maupun lingkungan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan finansial maupun sosial para petani itu sendiri. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pendapatan usahatani dari komoditi padi dan kelayakan finansial usahatani vanili di Kabupaten Tasikmalaya?
8
www.disbun.jabar.go.id
2. Bagaimana perbandingan keuntungan usahatani padi dan usahatani vanili dilihat dari aspek finansial dan lingkungan ? 1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Menganalisis pendapatan usahatani padi dan kelayakan finansial usahatani vanili di Kabupaten Tasikmalaya. 2. Membandingkan keuntungan usahatani padi dan usahatani vanili di Kabupaten Tasikmalaya dilihat dari aspek finansial dan lingkungan. 1.4.
Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai :
1. Salah satu pertimbangan bagi pemerintah dalam mengevaluasi kebijakan pada komoditi vanili dan padi 2. Masukan bagi para petani dalam mengambil keputusan. 3. Wacana bagi masyarakat serta dapat menjadi sumber literatur bagi siapapun yang akan melakukan penelitian lebih lanjut. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian 1.
Penelitian hanya dilakukan pada satu desa sehingga memiliki batasan hanya menganalisis pendapatan usahatani padi dan kelayakan usahatani vanili di satu desa saja
2.
Aspek lingkungan dianalisis tidak secara mendalam, hanya gambaran deskriptif mengenai dampak lingkungan secara sederhana baik itu aspek lingkungan pada usahatani padi maupun pada usahatani vanili.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Vanili dan Budidaya Vanili Vanili (Vanila planifolia andreas) Tanaman vanili termasuk famili orchidaceae (angrek-anggrekan), yang merupakan famili terbesar dalam tanaman bunga. Vanili mempunyai 700 genus dan 20.000 spesies (Purseglove et al,1981). Dari sekian banyak jenis, jenis yang mempunyai nilai ekonomi yaitu vanilla planifoka, v. pompana, dan v. tahinensis. diantara ketiga tersebut, v. planifoka atau dikenal pula dengan v. fragnans salisha. Mempunyai produksi yang lebih tinggi dan lebih bermutu karena kadar vanili yang lebih tinggi. V. planifola juga paling banyak dijumpai di Indonesia (Hadisutrisno, 2005). Kedudukan tanaman ini dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Subkelas
: Monocotyledoneae
Famili
: Orchydaceae
Genus
: Vanilla
Species
: Vanili sp
Tanaman vanili berbunga setelah 2 tahun, mulai berbuah setelah 3 tahun dan mencapai hasil maksimal dalam 10-12 tahun (Health dan Reinecaus, 1986). Buah vanili berbentuk kapsul (polong), bersudut tiga, bertangkai pendek, panjang 10-25 cm, diameter 5-15 mm, dan permukaan licin. Buah vanili akan cukup masak dalam waktu 8-9 bulan setelah pembuahan. Buah muda berwarna hijau, sedangkan bila sudah masak warnanya
menjadi kekuning-kuningan, biji buahnya banyak, berwarna hitam dan berukuran ratarata 0,2 mm (Rismunandar dan Sukma, 2003). Budidaya Vanili Keadaan iklim yang diperlukan oleh tanaman vanili adalah suhu udara 25-38ºC, kelembaban udara sekitar 80 persen dan intensitas hujan berulang – ulang tetapi tidak banyak. Keasaman (pH) tanah yang dikehendaki 6 – 7 dengan keadaan drainase yang baik. Di wilayah Indonesia dengan curah hujan antara 2000 – 3000 mm per tahun pada ketinggian 350 – 800 mdpl, tanaman vanili akan bisa tumbuh dan berproduksi dengan baik. Dalam menanam tanaman vanili yang perlu diperhatikan yaitu keadaan iklim, tipe tanah dan kesuburan tanah. Lahan datar yang memungkinkan air tergenang di sekitar perakaran vanili, dan lahan yang terlalu curam kurang baik untuk vanili. Perakaran vanili relatif dangkal, karena itu sebaiknya vanili ditanam di lahan yang lapisan humusnya tebal. Di lahan dengan kandungan humus tinggi, perkembangan akarnya 85 persen lebih baik daripada bila ditanam di daerah biasa dan mengakibatkan pertumbuhan batang barunya lebih baik. Tanaman vanili memerlukan tanah yang gembur, ringan, porous, sehingga mudah ditembus oleh akar. Unsur mineral dalam tanah dengan jumlah yang cukup dan imbangan yang sesuai sangat diperlukan oleh tanaman vanili. Tanaman vanili sangat memerlukan unsur Kalium (K) dan kalsium (Ca), karena unsur ini memegang peranan penting terhadap pertumbuhan tanaman vanili, dengan ditemukannya kedua unsur ini pada bagian vegetatifnya.
Sebelum vanili ditanam perlu disiapkan tanaman penegak atau pelindung terlebih dahulu. Penanaman tanaman penegak atau pelindung ini dilakukan 6 – 12 bulan sebelum stek vanili ditanam karena tanaman penegak berfungsi sebagai penunjang (panjatan) dan juga sebagai naungan. Tanaman penegak atau pelindung memiliki lingkar batang yang tidak besar, kuat sebagai penyangga, mudah diperbanyak dengan stek, tidak mengalami pengguguran daun, daunnya relatif kecil, dan pertumbuhannya cepat. Percabangannya hendaknya diatur pada ketinggian 1,5 – 2 m, sehingga sulur vanili mudah menggantung, dan mudah dicapai oleh pekerja pada waktu mengawinkan bunga. Jarak tanam yang digunakan untuk tanaman penegak atau pelindung adalah 1,5 × 1,25 m × 2 × 1 m (jarak 1,5 m dan 2 m adalah jarak antar barisan). Banyaknya naungan yang diperlukan tergantung pada tinggi tempat/lokasi penanaman dari permukaan laut. Semakin tinggi tempat maka akan semakin sedikit diperlukan naungan. Jenis tanaman yang baik untuk digunakan sebagai penegak atau pelindung adalah tanaman leguminosa (bunga kupu – kupu), karena tanaman tersebut dapat memperbaiki kesuburan tanah melaui peningkatan N dari udara. Tanaman penegak atau pelindung sebaiknya dijaga agar pada ketinggian 1,5 × 2 m sudah bercabang. 2.2. Padi dan Budidaya Padi Padi (Oryza sativa L.) Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno ini berasal dari dua benua, yaitu asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zheziang (China) sudah dimulai pada 3000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesa India sekitar 100-800 SM (Purnamawati & Purwono, 2002).
Batang padi berbuku dan berongga, dari buku batang ini tumbuh anakan dan daun, bunga atau malai muncul dari buku terakhir pada tiap anakan . Akar padi adalah akar serabut yang sangat efektif dalam penyerapan hara, tetapi peka terhadap kekeringan. Akar padi terkonsentrasi pada kedalaman antara 10-20 cm. Budidaya Padi 1. Padi Sawah Ciri khusus padi sawah adalah adanya penggenangan selama pertumbuhan tanaman. Budidaya padi sawah dilakukan pada tanah yang berstruktur lumpur. Oleh sebab itu, tanah yang ideal untuk sawah harus memiliki kandungan liat minimal 20 persen.
Waktu pengolahan tanah yang baik tidak kurang dari 4 minggu sebelum
penanaman. Pengolahan tanah terdiri dari pembajakan, garu, dan perataan. Sebelum diolah lahan digenangi air terlebih dahulu sekitar 7 hari. Kemudian untuk benih disarankan menggunakan benih bersertifikat atau berlabel biru dan pada setiap musim tanam perlu adanya pergiliran varietas benih yang digunakan memperhatikan ketahanan terhadap serangan wereng dan tungro. 2. Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering, sumber air seluruhnya tergantung pada curah hujan. Oleh karena itu, untuk pertumbuhan yang baik, tanaman padi gogo membutuhkan curah hujan lebih dari 200 mm per bulan selama tidak kurang dari 3 bulan. Lahan kering yang digunakan untuk padi gogo di Indonesia umumnya adalah lahan marjinal yang sebenarnya kurang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman. Pemberian bahan organik pada lahan kering sebanyak 2-20 ton per ha sangat disarankan karena dapat memperbaiki struktur fisik, kimia, dan biologi tanah. Pada lahan masam
sebaiknya dilakukan pengapuran dengan kapur pertanian atau dolomit untuk menaikkan pH dan memperbaiki kesuburan tanah Kebutuhan benih untuk padi gogo lebih banyak daripada padi sawah, yaitu sekitar 50 kg per ha. Hal ini disebabkan karena persentase pertumbuhan padi gogo lebih kecil. Meskipun demikian, padi gogo memiliki kalebihan yaitu tidak perlu disemai terlebih dahulu, benih dapat langsung ditanam dalam lubang atau diperlakukan seperti pada padi sawah. 2.3. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu 2.3.1 Penelitian Usahatani Penelitian mengenai pendapatan usahatani padi hibrida telah dilakukan oleh Basuki (2008). Kesimpulan yang dapat diperoleh dari analisis diatas yaitu usahatani padi hibrida yang dilaksanakan oleh petani padi, Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat pada musim rendeng 2006/2007 memberikan pendapatan yang lebih kecil dari usahatani padi hibrida pada waktu dan tempat yang sama. Pendapatan atas biaya yang dibayarkan usahatani padi inbrida dan padi hibrida adalah Rp 6.152.080,57 dan Rp 4.384.536,55. R/C usahatani padi inbrida lebih besar dari R/C usahatani padi hibrida menandakan bahwa usahatani padi inbrida lebih efisien daripada usahatani padi hibrida. R/C atas biaya tunai pada usahatani inbrida adalah 2,10 dan R/C atas biaya tunai pada usahatani padi hibrida adalah 1,62. Selain menganalisis efisiensi usahatani padi hibrida, Basuki juga menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi benih padi hibrida. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada empat variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerapan
benih padi hibrida di tempat penelitian, yaitu luas lahan, status lahan, rasio pendapatan usahatani terhadap pendapatan total, dan umur. Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani padi sawah juga dilakukan oleh Tiku (2008) dengan membedakan sistem usahatani padi menjadi dua yaitu sistem mina padi
dan non mina padi.
Pendapatan usahatani padi sawah dengan metode
minapadi di Desa Tapos I dan Tapos II secara umum hampir sama dengan sistem mina Padi di daerah lain, terutama di Jawa Barat, namun usahatani mina padi didaerah lain ini masih tergolong ke mina padi pembibitan karena usahatani mina padi ini cenderung dijadikan bibit bagi usaha perikanan lain di daerah penelitian.
Jika irigasi tersedia
melimpah, maka petani mengusahakan padi sawah minimal satu kali penanaman dalam setahun, selain menurut petani untuk kebutuhan konsumsi dan dinilai menguntungkan. Hal tersebut dapat menjaga keseimbangan dan kesuburan tanah dan jika air bukan hanya melimpah, namun stabil ketersediaannya. Maka petani akan berusaha memelihara ikan di sawah. Hasil analisis pendapatan usahatani dapat diketahui bahwa pada sistem mina padi pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya tidak tunainya lebih besar dari sistem non mina padi jika tidak terserang penyakit, sedangkan jika terserang penyakit yang terjadi justru sebaliknya. Dari hasil analisis dengan rata-rata lahan yang sama, sistem mina padi menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari sistem non mina padi. Pada saat tidak terserang penyakit, nilai R/C petani sistem mina padi atas biaya tunai dan biaya tidak tunai 3,64 dan 2,12 lebih besar dari nilai R/C sistem non mina padi atas biaya tunai dan tidak tunai yakni 3,19 dan 1,98. Namun, pada saat terserang penyakit nilai R/C atas biaya tunai dan tidak tunai sistem mina padi 1,94 dan 1,24. Nilai tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan non mina padi yaitu 2,18 dan 1,65. Dari penelitian ini dapat dikaji bahwa bertambahnya faktor resiko yang muncul harus ditanggung petani yang mengusahakan sistem mina padi, khususnya jika penyakit yang muncul tidak dapat diatasi oleh ikan. Jika ikan tidak dapat mengatasi hama dan penyakit di sawah, ikan-ikan menjadi penghalang petani untuk melakukan penyemprotan. Dalam kondisi tersebut, petani harus memilih lahan sawah alternatif usaha antara ikan atau padi. Penelitian mengenai usahatani vanili telah dilakukan oleh Salim (1993) dan menyatakan bahwa pendapatan dari usahatani vanili memang besar tetapi biaya yang diperlukan sebelum tanaman vanili berproduksi juga cukup besar. karena itu petani vanili pemula, diperlukan bantuan pembiayaan dari lembaga keuangan seperti Bank berupa kredit, untuk mengatasi permodalan awal 2.3.2. Penelitian Analisis Kelayakan Usahatani Studi kelayakan finansial dan pemasaran komoditi lada telah dilakukan oleh Wuriyanto (2002) dengan menggunakan metode studi kasus dengan melakukan metode survei dan observasi langsung. Data yang digunakan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis keragaan usahatani lada dan aspek pemasaran lada.
Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui kelayakan
usahatani lada dengan menggunakan kriteria NPV, Payback Period, Net B/C dan IRR, serta mengetahui keragaan pasar lada dengan menghitung marjin pemasaran dengan tingkat keterpaduan pasar menggunakan metode autoregresi. Hasil analisis kelayakan finansial menggunakan menunjukkan usahatani lada layak diusahakan pada tingkat diskonto 16 dan 18 persen.
Analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan
skenario kenaikkan biaya operasional sebesar
16 persen, penurunan produksi
sebesar 22 persen, penurunan harga jual sebesar
26 persen menyebabkan usahatani
tidak layak. Analisis switching value yang dilakukan didapat nilai toleransi penurunan harga dan produksi lada sebesar 15,22 persen dan 6,83 persen.
Kenaikan biaya
operasional yang dapat ditolerir adalah sebesar 19,93 persen dan dan 6,83 persen untuk tingkat diskonto 16 dan 18 persen. Aisyah (2002) menganalisis kelayakan usaha florist di pusat promosi dan pemasaran bunga/tanaman hias. Analisis switching value dilakukan untuk melihat sejauh mana perubahan yang terjadi dapat memenuhi tingkat minimum diterimanya proyek untuk usaha florist skala besar (lima unit florist), pada penurunan harga output 25 persen, dan kenaikan harga input 35 persen. Aspek finansial untuk usaha florist skala besar layak dan menguntungkan untuk dijalankan, sedangkan usaha florist kecil tidak.
Analisis
sensitivitas menunjukkan usaha florist skala besar sangat sensitif terhadap perubahan harga output dan input. Pada tahun 2003, Apriyadi melakukan penelitian tentang analisis kelayakan usaha dan nilai tambah pengolahan ikan pada industri kerupuk udang/ikan di Indramayu. Sistem produksi yang digunakan bukan berdasarkan skala ekonomi namun berdasarkan focused facilities, yang membuat kapasitas pabrik tidak digunakan seluruhnya. Total penerimaan produsen yang berproduksi dalam skala kecil pada industri ini adalah Rp 871.983.150 dengan total output yang dijual sebesar 113.900 Kg sehingga keuntungannya sebesar Rp108.623.250. Penerimaan produsen yang berproduksi pada skala besar adalah Rp 2.982.292.300 dengan total output sebesar 382.600 Kg. Nilai tambah pada produsen yang berproduksi pada skala kecil adalah Rp 5.055 dicapai pada tingkat 18,40 persen dari total inputnya dan keuntungan perusahaan sebesar 65,21 persen.
Produsen yang berproduksi dengan skala besar, nilai tambah ini diperoleh pada tingkat 21,21 persen dari total inputnya dan keuntungan perusahaan sebesar 71,95 persen. Hasil analisis terhadap nilai tambah ini menyimpulkan bahwa dengan semakin besar nilai tambah yang diperoleh dan semakin efisien produsen dalam usaha. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena penelitian ini berusaha menganalisis antara dua komoditi yaitu komoditi vanili dan komoditi padi dengan melihat besar pendapatan yang diperoleh dari masing-masing komoditi serta mengidentifikasi kelayakan usaha dari masing-masing komoditi menggunakan analisis pendapatan usahatani untuk komoditi padi dan analisis kelayakan usaha untuk komoditi vanili dalam rangka peningkatan kesejateraan petani dengan introduksi aspek lingkungan sebagai pertimbangan bagi para petani dan pihak terkait. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan untuk mengembangkan Kabupaten Tasikmalaya sebagai kabupaten dengan tingkat kesejahteraan tinggi di Jawa Barat.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pendapatan Usahatani Soehardjo dan Patong (1973) mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan mengurangkan biaya yang dikeluarkan selama proses
produksi dengan penerimaan.
Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah untuk
menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan dan tindakan. Bentuk dan jumlah pendapatan ini mempunyai fungsi yang sama, yaitu memenuhi keperluan seharihari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan kegiatannya. Pendapatan ini juga digunakan untuk mencapai keinginan-keinginan dan memenuhi kewajibankewajibannya. 3.1.2. Konsep Usahatani Menurut Tjakrawiralaksana dan Soeriatmadja dalam Hantari (2007), usahatani adalah suatu organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga tani, unsur modal yang beraneka ragam jenisnya dan unsur pengelolaan atau manajemen yang perannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan mencari keuntungan atau laba.
Ilmu usahatani pada dasarnya
memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, tenaga kerja, modal, waktu, dan pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya (Soekartawi, 1986). Adapun tujuan usahatani menurut Soekartawi (1986) adalah memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya yaitu bagaimana menekan biaya sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Adapun ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah : (1) sempitnya lahan yang dimiliki petani,
(2) kurangnya modal, (3) pengetahuan petani yang masih terbatas serta kurang dinamis, dan (4) masih rendahnya tingkat pendapatan petani. Kegiatan usahatani berdasarkan coraknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu usahatani subsisten bertujuan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga, sedangkan usahatani komersil adalah usahatani dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Dari segi petani, pengelolaan usahatani pada dasarnya terdiri dari pemilihan antara berbagai alternatif penggunaan sumberdaya yang terbatas yang terdiri dari lahan, tenaga kerja, modal, waktu, dan pengelolaan. Hal ini dilakukan agar ia dapat mencapai tujuan sebaik-baiknya dalam lingkungan yang penuh resiko dan kesukarankesukaran lain yang dihadapi dalam melaksanakan usahataninya. Beberapa faktor kendala yang mempengaruhi produksi usahatani yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor kendala intern terdiri dari kualitas dan kuantitas unsurunsur produksi seperti lahan, tenaga kerja, dan modal. Faktor ekstern meliputi adanya pasar bagi produksi yang dihasilkan, tingkat harga sarana produksi dan hasil, termasuk tenaga kerja buruh dan sumber kredit, tersedianya informasi dan teknologi yang mutakhir dan kebijaksanaan yang menunjang (Tjakrawiralaksana dan Soeriatmadja, 1983 dalam Dewi, 2007). Tingkat produksi dan produktivitas usahatani dipengaruhi oleh teknik budidaya, yang meliputi
varietas yang digunakan, pola tanam, pemeliharaan dan
penyiangan. Pemupukan serta penanganan pasca panen. Ketersediaan berbagai macam sarana produksi di lingkungan petani mendukung teknik budidaya. Berbagai sarana produksi yang perlu diperhatikan yaitu bibit, pupuk, obat-obatan serta tenaga kerja. Brown (1979) mengemukakan bahwa setiap usahatani membutuhkan input untuk menghasilkan output, sehingga produksi yang dihasilkan akan dinilai secara ekonomi
berdasarkan biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Selisih keduanya merupakan pendapatan dari kegiatan usahatani. Pendapatan ini dianggap sebagai balas jasa untuk faktor-faktor produksi yang digunakan. Penerimaan usahatani merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan pengeluaran usahatani adalah nilai semua input yang habis terpakai dalam proses produksi tetapi tidak termasuk biaya tenaga kerja keluarga. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran yang harus dibayar dengan uang, seperti pembelian sarana produksi, biaya untuk membayar tenaga kerja.
Sedangkan pengeluaran yang
diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani apabila bunga modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Selisih antara penerimaan dan pengeluaran usahatani disebut pendapatan usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi.
Oleh karena itu pendapatan usahatani merupakan ukuran
keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan keragaan beberapa usahatani. 3.1.3 Studi Kelayakan Proyek Proyek mempunyai beberapa pengertian. Proyek menurut Kadariah et.al (1999) adalah
suatu
keseluruhan
aktivitas
yang
menggunakan
sumber-sumber
untuk
mendapatkan kemanfaatan (benefit) atau suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (returns) diwaktu yang akan datang dapat direncanakan, dibiayai, dan dilaksanakan sebagai suatu unit. Sedangkan menurut Gittinger (1986) proyek didefinisikan sebagai suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan
keuntungan atau manfaat setelah beberapa periode waktu. Pengertian lainnya yang diungkapkan oleh Husnan & Suwarsono (2004), proyek ialah suatu usaha yang direncanakan sebelumnya dan memerlukan sejumlah pembiayaan serta penggunaan masukan lain yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu dan dilaksanakan dalam waktu yang tertentu pula, atau suatu pendirian usaha baru kedalam suatu bauran produk yang sudah ada dengan menginvestasikan sumberdaya yang dapat dinilai secara independen. Analisis kelayakan usaha atau juga dapat disebut studi kelayakan proyek perlu dilakukan untuk melihat apakah suatu proyek dapat memberikan manfaat atas invetasi yang telah ditanamkan. Definisi studi kelayakan proyek menurut Husnan dan Suwarsono (2000) studi kelayakan proyek adalah suatu penelitian tentang dapat atau tidaknya suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil. Proyek yang dimaksudkan disini biasanya merupakan proyek investasi. Analisis kelayakan proyek memiliki tujuan antara lain untuk memperbaiki pemilihan investasi. Pemilihan antara berbagai proyek perlu dilakukan mengingat sumber-sumber daya yang tersedia terbatas. Kesalahan pemilihan proyek dapat mengakibatkan pengorbanan terhadap sumber-sumberdaya yang langka (Kadariah et. al, 1999). Selain untuk memperbaiki pemilihan investasi, analisis kelayakan proyek juga bertujuan menghindari ketelanjuran penanaman modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan (Husnan dan Suwarsano, 2000). Suatu proyek investasi umumnya memerlukan dana yang cukup besar dan mempengaruhi perusahaan dalam jangka panjang, karena itu perlu dilakukan analisis untuk menghindari kesalahan dan menginvestasikan dana.
Dalam studi kelayakan hal-hal yang perlu diketahui adalah : a. Ruang lingkup kegiatan proyek, untuk menentukan pada bidang-bidang apa proyek akan beroperasi. b. Cara kegiatan proyek dilakukan, untuk menentukan apakah proyek akan ditangani sendiri atau diserahkan pada pihak lain. c. Evaluasi terhadap aspek-aspek yang menentukan berhasilnya seluruh proyek, untuk mengidentifikasi faktor-faktor kunci keberhasilan usaha. d. Sarana yang diperlukan oleh proyek, menyangkut kebutuhan proyek dan fasilitasfasilitas pendukung. e. Hasil kegiatan proyek serta biaya-biaya yang harus ditanggung untuk memperoleh hasil tersebut. f. Akibat-akibat yang bermanfaat maupun tidak bermanfaat akibat dari adanya proyek tersebut (manfaat dan pengorbanan ekonomis dan sosial). g. Langkah-langkah rencana mendirikan proyek. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), lembaga-lembaga yang memerlukan studi kelayakan adalah : 1. Investor Pihak yang akan menanamkan modal dalam suatu usaha akan lebih memperhatikan proyek tersebut.
Prospek disini adalah tingkat keuntungan yang
diharapkan dari investasi tersebut beserta resikonya. Semakin tinggi resiko investasi, tingkat keuntungan yang diminta oleh investor tersebut juga tinggi. 2. Kreditur (Bank)
Para kreditur (Bank) akan lebih memperhatikan segi keamanan dana yang dipinjamkan mereka.
Dengan demiklian mereka mengharapkan agar bunga plus
angsuran pokok pinjaman bisa dilakukan tepat pada waktunya, dengan memperhatikan pola aliran kas selama jangka waktu pinjaman tersebut. 3. Pemerintah Pemerintah berkepentingan dengan manfaat proyek tersebut bagi perekonomian nasional. Manfaat ini terutama dikaitkan dengan penanggulangan masalah-masalah yang sering dihadapi oleh negara tersebut. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), tahap-tahap untuk melakukan proyek investasi adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi pengamatan dilakukan terhadap lingkungan untuk memperkirakan kesempatan dan ancaman dari usaha tersebut. 2. Perumusan merupakan tahap untuk menerjemahkan kesempatan investasi kedalam suatu rencana proyek yang kongkrit, dengan faktor-faktor yang penting dijelaskan secara garis besar. 3. Penilaian dilakukan dengan cara analisa dan menilai aspek pasar, teknik, keuangan dan perekonomian. 4. Pemilihan dilakukan dengan mengingat segala keterbatasan dan tujuan yang akan dicapai. 5. Implementasi yaitu menyelesaikan proyek tersebut dengan tetap berpegang pada anggaran. Aspek-Aspek Studi Kelayakan
Untuk menjalankan suatu proyek terlebih dahulu harus ditentukan aspek-aspek apa yang akan dipelajari. Aspek-aspek studi kelayakan usaha yang biasanya dianalisis antara lain menyangkut aspek pasar, teknis, keuangan, hukum dan ekonomi. Menurut kadariah et al (1978) menyatakan bahwa proyek dapat dievaluasi dari aspek teknis, aspek manajerial administratif, aspek organisasi, aspek komersil, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Dilain pihak, Gitingger (1986) menyebutkan proyek penelitian memiliki enam aspek yaitu aspek teknis, aspek institusional manajerial, aspek komersil, aspek sosial, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Aspek Pasar Menurut Husnan dan Suwarsuono (2000), aspek pasar dan pemasaran mempelajari tentang : 1. Permintaan, baik secara total maupun diperinci dan proyeksi permintaan dimasa mendatang 2. Penawaran, baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor. Perkembanganm di masa lalu dan yang akan datang, jenis barang yang menyaingi, dan sebagainya. 3. Harga, perbandingan dengan barang-barang impor dan produksi dalam negeri lainnya, serta pola perubahan harganya. 4. Program pemasaran, mencakup stategi pemasaran yang akan dipergunakan, marketing mix, identifikasi siklus kehidupan produk, dan pada tahap apa produk akan dibuat. 5. Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan, market share yang bisa dikuasai oleh perusahaan Pengkajian aspek pasar dilakukan karena tidak ada proyek yang berhasil tanpa adanya permintaan atas barang/jasa.
Pemasaran adalah kegiatan perusahaan yang
bertujuan menjual barang/jasa yang diproduksi perusahaan ke pasar. Oleh karena itu, aspek ini bertanggung jawab dalam menentukan ciri-ciri pasar yang akan dipilih. Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran, deskripsi produk atau diferensiasi produk, syaratsyarat masuk dan sebagainya. Kohls (1998) mengklasifikasikan pasar menjadi dua macam berdasar sifat bentuknya, yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar bersaing tidak sempurna. Asumsi yang harus dipenuhi pada pasar bersaing sempurna antara lain: (1) Banyak pembeli dan penjual, (2) pembeli dan penjual hanya menguasai sebagian kecil dari barang atau jasa yang dipasarkan (sebagai price taker), (3) barang dan jasa yang dipasarkan bersifat homogen (tidak ada diferensiasi produk), (4) pembeli maupun penjual bebas keluar masuk pasar, dan (5) informasi pasar yang sempurna. Struktur pasar yang kedua adalah pasar bersaing tidak sempurna yang dapat dilihat dari sisi pembeli dan penjual. Berdasarkan sisi pembeli terdapat pasar persaingan monopsonistik, oligopsoni ,dan monopsoni. Apabila dilihat dari sisi penjual terdiri dari pasar persaingan monopolistik, oligopoli, dan monopoli. Aspek Teknis Dalam
pemilihan
teknologi
yang
akan
dipergunakan
sebaiknya
tidak
dipergunakan teknologi yang telah usang, atau teknologi yang masih tahap coba-coba (Hasan dan Suwarsono, 2000) teknologi yang sudah usang akan mengakibatkan sebuah perusahaan sulit untuk bersaing dengan perusahaan yang lain, sedangkan teknologi yang masih dicoba-coba mengakibatkan kesulitan dalam perawatan fasilitas
Kuntjoro (2002) menyebutkan bahwa aspek teknis menyangkut berbagai hal berkaitan dengan proses produksi yasng dijalankan, seperti teknologi yang digunakan dan skala produksi yang dipilih, fasilitas lokasi dan produksi, dan pemilihan proses produksi mencakup teknologi, perlengkapan dan alat-alat, bahan, tenaga kerja dan pengawasan kualitas. Aspek Manajemen Aspek manajemen menurut Gittinger (1986) berkisar diantara penetapan institusi, organisasi dan manajerial yang tepat dan tidak tumpang tindih, yang secara jelas memiliki pengaruh yang penting terhadap pelaksanaan proyek. Kuntjoro (2002) menyatakan bahwa aspek manajemen merupakan manajemen dalam pelaksanaan proyek, penjadwalan penyelesaian proyek, serta struktur organisasi dalam manajemen operasional, seperti deskripsi jabatan. Aspek Ekonomi dan Sosial Kuntjoro (2002) menyatakan adanya keterkaitan aspek ekonomi dan sosial, sehingga dalam pelaksanaan suatu proyek, harus memperhatikan manfaat proyek tersebut bagi masyarakat, penambahan atau pengurangan devisa, penambahan kesempatan kerja, dan pengaruh terhadap perkembangan industri lain. Aspek sosial dapat dilihat manfaatnya pada lingkungan sekitar, dapat berupa manfaat maupun pengorbanan yang dirasakan. Menurut Gittinger (1986) analisis ekonomi dilakukan dengan mempertimbangkan apakah suatu proyek bisa memberikan sumbangan atau peranan nyata terhadap perekonomian secara keseluruhan dan apakah sumbangan tersebut cukup besar dalam menentukan
penggunaan
sumberdaya
yang
diperlukan.
Analisa
sosial
harus
mempertimbangkan pola dan kebiasaan dari pihak yang dilayani oleh proyek, karena pertimbangan ini berhubungan langsung dengan kelangsungan suatu proyek. Aspek Finansial Kadariah et, al. (1978) menyatakan bahwa analisis finansial dimulai dengan analisis biaya dan manfaat suatu proyek. Analisis finansial bertujuan untuk membandingkan pengeluaran uang dengan revenue earning dari suatu proyek, apakah proyek akan menjamin atas dana yang diperlukan, apakah proyek akan mampu membayar kembali dana tersebut, dan apakah proyek akan berkembang sedemikian rupa sehingga secara finansial dapat berdiri sendiri. Kuntjoro (2002) menyebutkan bahwa biaya yang diperlukan untuk proyek terdiri dari biaya modal, biaya operasional dan biaya lainnya yang terlibat dalam pendanaan suatu proyek. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaanya bersifat jangka panjang, contohnya tanah, bangunan dan perlengkapannya, pabrik dan mesin, biaya pendahuluan sebelum operasi seperti biaya penelitian. Biaya operasional disebut sebagai biaya modal kerja karena biaya ini dikeluarkan untuk menutupi kebutuhan dana yang diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan dan didasarkan pada situasi produksi, biasanya dibutuhkan sesuai dengan tahap operasi contohnya biaya bahan mentah, biaya tenaga kerja, biaya perlengkapan penunjang. Biaya lain yang dikeluarkan proyek diantaranya pajak, bunga pinjaman, dan asuransi. Gittinger (1986) menyebutkan beberapa biaya yang menyangkut proyek pertanian antara lain meliputi barang-barang fisik, tenaga kerja, tanah, cadangan-cadangan yang tidak terduga, pajak, jasa pinjaman dan biaya yang tidak diperhitungkan. Penambahan nilai suatu proyek bisa diketahui melalui peningkatan produksi, perbaikan kualitas,
perubahan dalam waktu penjualan. Perubahan dalam bentuk produksi, pengurangan biaya melalui mekanisasi, pengurangan biaya pengangkutan, penghindaran kerugian dan manfaat tidak langsung proyek. Kadariah et al (1978) mengungkapkan bahwa benefit dari proyek terbagi menjadi direct benefit, indirect benefit dan itangible benefit. Direct benefit disebutkan sebagai peningkatan output produksi
ataupun penurunan biaya. Indirect benefit merupakan
keuntungan sampingan akibat adanya proyek, sedangkan itangible benefit merupakan keuntungan yang tidak dapat diukur dengan uang seperti perbaikan lingkungan hidup dan sebagainya Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), dalam menganalisa suatu proyek investasi lebih relevan terhadap kas bukan terhadap laba, karena dengan kas seseorang bisa berinvestasi dan dengan kas pula seseorang membayar kewajibannya, sehingga untuk mengetahui sejauh mana keadaan finansial perusahaan maka perlu dilakukan analisa aliran kas (cashflow). Kuntjoro (2002) menyebutkan bahwa cashflow adalah susunan arus manfaat bersih tambahan sebagai hasil pengurangan arus biaya tambahan terhadap arus manfaat. Tambahan ini merupakan perbedaan antara kegiatan dengan proyek (with project) dan tanpa project (without project), arus tersebut menggambarkan keadaan dari tahun ketahun selama jangka hidup (life time period). Adapun yang termasuk kedalam komponen cashflow ini terdiri dari inflow dan outflow.
Inflow
biasanya terdiri dari nilai produksi total, penerimaan pinjaman, bantuan, nilai sewa dan nilai sisa (salvage value). Komponen outflow diantaranya biaya barang modal, bahanbahan tenaga kerja, tanah, pajak dan debt service (biaya bunga).
Nilai waktu uang adalah adalah suatu konsep dimana sejumlah uang tertentu pada masa yang akan datang memiliki manfaat yang lebih kecil jika dibandingkan pada waktu sekarang dengan nilai nominal yang sama, sehingga dalam penilaian kriteria investasi akan lebih baik jika digunakan konsep nilai waktu uang yang diwujudkan dengan perhitungan present value dari suatu anggaran tertentu. Kuntjoro (2002) menyebutkan alasan penggunaan present value yaitu karena adanya ketidakpastian dari hasil, harga dan biaya yang ditetapkan sepanjang proyek berjalan, serta jika dipikirkan secara logis, nilai uang yang sama jumlahnya yang diterima atau dikeluarkan sekarang, akan lebih berharga dari pada nilai uang itu pada masa yang akan datang. Menurut Kadariah et. al,1999 dalam menentukan umur suatu proyek terdapat beberapa pedoman yang dapat dijadikan sebagai acuan, antara lain: 1. Sebagai ukuran umum dapat diambil suatu periode yang kira-kira sama dengan umur proyek secara ekonomis yaitu umur ekonomis suatu aset berupa jumlah tahun selama pemakaian aset dapat meminimumkan biaya tahunnya. 2. Proyek-proyek dengan investasi modal yang sangat besar, umur proyek yang digunakan berdasarkan unsur-unsur pokok investasi adalah umur teknis yang lama dengan umur ekonomis yang dapat lebih pendek akibat obsolescence (ketinggalan zaman karena penemuan teknologi baru yang efisien menggantikan teknologi lama). 3. Proyek dengan umur diatas 25 tahun dapat diambil 25 tahun, karena nilai-nilai sesudah itu, jika di-discount dengan discount rate sebesar 10 persen keatas maka present value-nya sudah sangat kecil. Kuntjoro (2002) menyatakan bahwa aspek keuangan mempelajari beberapa faktor penting yang mempengaruhi kelancaran jalannya proyek, meliputi ketersedian dana, baik
modal tetap dan modal kerja, sumber dana, proyeksi keuangan dan besaran dana yang diperlukan dalam proyek, dan menghitung biaya dan manfaat finansial melalui analisis kelayakan investasi seperti Net Present Value, Payback Period, dan Internal Rate Return Metode penilaian yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi dan menganalisis kelayakan finansialnya, yaitu: Net Present Value Net Present Value yaitu selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang untuk menghitung nilai sekarang perlu ditentukan dengan tingkat bunga yang relevan. Sedangkan NPV dari suatu proyek merupakan nilai bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan pengeluaran awal. Suatu proyek dikatakan layak atau bermanfaat untuk dilaksanakan jika NPV proyek tersebut lebih besar atau sama dengan nol (NPV ≥ 0). Jika nilai NPV sama dengan nol, berarti proyek tidak untung tetapi juga tidak rugi (hanya mampu menutupi biaya yang dikeluarkan). Jika nilai NPV lebih kecil dari nol, maka proyek tidak layak untuk dijalankan karena tidak menghasilkan senilai biaya yang keluarkan. Oleh karena itu, sumberdaya yang digunakan dalam proyek tersebut sebaiknya dialokasikan pada kegiatan atau proyek lain yang lebih menguntungkan. Internal Rate of Return (IRR) Metode ini digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan dimasa mendatang atau penerimaan kas dengan pengeluaran investasi awal.
Suatu proyek dikatakan layak jika nilai IRR yang diperoleh oleh proyek tersebut lebih besar dari tingkat diskonto. Sedangkan jika nilai IRR yang diperoleh lebih kecil dari tingkat diskonto, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Penerapannya lebih sulit bila dibandingkan dengan
NPV, karena dalam hal tertentu terdapat
kemungkinan dihasilkannya nilai IRR yang lebih dari satu yang dapat membuat NPV sama dengan nol. Net B/C Ratio Net B/C Ratio merupakan angka perbandingan antara nilai kini dan arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Untuk pemilihan ukuran B/C Ratio dari manfaat proyek adalah memilih semua proyek yang nilai B/C Ratio sebesar satu atau lebih jika arus biaya dan manfaat didiskontokan pada tingkat biaya opportunitas kapital (Gittinger, 1986). Suatu proyek dinyatakan layak jika nilai Net B/C lebih besar atau sama dengan satu, hal ini berarti proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. Sedangkan jika nilai Net B/C lebih kecil dari satu, maka proyek menghasilkan manfaat lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan yang artinya tidak layak untuk dilaksanakan. Payback Period (PP) Payback period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas. Payback period dapat diartikan juga sebagai rasio antara nilai investasinya dengan kas masuk bersih, yang hasilnya merupakan satuan waktu. Kelemahan metode ini yaitu tidak memperhatikan aliran kas masuk setelah payback, sehingga metode ini pada umumnya digunakan sebagai pendukung metode lain yang lebih baik.
Analisis Switching Value Analisis switching value (nilai pengganti) digunakan dalam rangka menganalisis sampai pada tingkat mana perubahan-perubahan yang terjadi masih dapat ditolerir sehingga suatu proyek masih dapat dikatakan layak atau terus diusahakan. Dalam analisis ini dicoba melihat kondisi kelayakan yang terjadi apabila dilakukan perubahan-perubahan biaya dan manfaat. Pada analisis switching value dicari berapa nilai pengganti pada komponen biaya dan penurunan manfaat yang terjadi, yang masih memenuhi kriteria minimum kelayakan investasi atau masih mendapatkan keuntungan normal. Keuntungan normal terjadi apabila nilai NPV sama dengan nol, IRR sama dengan tingkat diskonto yang digunakan, dan nilai Net B/C sama dengan satu (cateris paribus). Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas merupakan suatu analisis kembali untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Dalam analisis sensitivitas perubahan nilai yang dipilih dianalisis terhadap masalah yang dianggap penting pada analisis proyek dan akan menentukan pengaruh perubahan tersebut terhadap daya tarik proyek. Proyek-proyek pertanian umumnya sensitif terhadap terhadap perubahanperubahan 4 variabel berkut ini: 1. Harga jual output yang akan berpengaruh terhadap manfaat, manfaat sekarang netto, dan tingkat pengembalian secara finansial maupun ekonomi 2. Keterlambatan pelaksanaan yang akan mempengaruhi biaya maupun manfaat dan akhirnya akan mempengaruhi manfaat netto
3. Kenaikan biaya 4. Produk yang dihasilkan
Adapun kelemahan yang dimiliki analisis sensitivitas, antara lain : 1. Analisis ini tidak dipakai dalam pemilihan proyek karena merupakan analisis parsial dan hanya mengubah satu parameter masa suatu saat tertentu 2. Analisis ini hanya mengidentifikasi apa yang akan terjadi bila terdapat perubahan biaya atau manfaat bukan menentukan kelayakan suatu proyek 3.2. Kerangka Berpikir Operasional Sektor pertanian merupakan sektor sentral yang mempunyai peran sangat penting bagi perekonomian suatu negara karena merupakan salah satu
yang memberikan
kontribusi cukup besar yaitu sekitar 17 persen terhadap PDB (produk domestik bruto) nasional, begitu pula di Kabupaten Tasikmalaya sektor pertanian memberikan kontribusi paling besar terhadap PDRB yaitu sekitar 34,91 persen pada akhir tahun 2005 (BPS, 2006). Oleh karena itu sektor pertanian haruslah mendapat perhatian yang lebih besar dan perlu terus dikembangkan. Dalam peranannya sebagai sektor sentral bagi pembangunan nasional, masih terdapat berbagai macam permasalahan yang hingga saat ini masih belum dapat teratasi, seperti penurunan produktivitas pertanian terutama bahan pangan utama yang dapat mengakibatnya terancamnya ketahanan pangan yang disebabkan oleh adanya krisis pangan. Salah satu faktor penyebab adanya penurunan produktivitas pertanian yaitu adanya ketidakpastian cuaca yang diakibatkan oleh perubahan iklim, sehingga petani sulit memperkirakan kegiatan dan hasil pertaniannya.
Pemanasan global merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Pemanasan global diakibatkan oleh adanya efek rumah kaca menyebabkan terjadinya akumulasi panas di atmosfer bumi. Dengan adanya akumulasi yang berlebihan tersebut, iklim global kemudian melakukan penyesuaian. Penyesuaian yang dimaksud salah satunya adalah peningkatan temperatur bumi, disebut pemanasan global dan berubahnya iklim regional, seperti perubahan pola curah hujan, penguapan, pembentukan awan. Dampak-dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim terutama bagi sektor pertanian diantaranya adalah meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana, kenaikkan permukaan laut, permukaan tanah turun dan kesuburan tanah pertanian berkurang. Akibat lain yang akan ditimbulkan dengan adanya pemanasan global tersebut terkait dengan perubahan tempat tanam dari tanaman dataran rendah ke tempat yang lebih tinggi sehingga tanaman dataran tinggi terdesak dan terjadi persaingan dalam penggunaan lahan antara tanaman dataran rendah dan tanaman dataran tinggi. Komoditi yang akan ditinjau kali ini adalah komoditi padi serta vanili. Padi sebagai tanaman yang mempunyai kecenderungan ditanam di dataran dataran rendah padi rentan terhadap adanya pengaruh pemanasan global, terlihat dengan adanya penurunan produktivitas yang terjadi beberapa tahun ini akibat adanya perubahan iklim tanaman padi pun akan berpindah tempat tanam ke permukaan yang lebih tinggi karena dari berkurangnya lahan dataran rendah yang potensial.
Sedangkan tanaman vanili
merupakan tanaman perkebunan yang masih mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan dikhawatirkan akan terganggu stabilitas tanamnya akibat adanya pergeseran tempat tanam yang terjadi dengan tanaman dataran rendah termasuk padi.
Oleh karena itu, penelitian ini akan menganalisis keuntungan yang dihasilkan oleh kedua komoditi tersebut dilihat dari aspek finansial maupun lingkungan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan yang akan digunakan untuk menghitung pendapatan yang dihasilkan petani dari komoditi padi, sedangkan untuk menghitung pendapatan yang dihasilkan vanili digunakan analisis kelayakan usaha. Analisis yang digunakan untuk kedua komoditi tersebut berbeda karena adanya perbedaan sistem tanam, tanaman padi lebih pendek masa tanamnya sehingga dalam setahun tanaman ini sudah mengalami dua kali masa panen, sedangkan untuk komoditi vanili merupakan tanaman tahunan yang mempunyai umur proyek biasanya sepuluh tahun dan baru menghasilkan pada tahun tanam ke tiga. Selain itu, dilakukan juga identifikasi mengenai aspek lingkungan dari masing-masing komoditi untuk mengetahui komoditi yang lebih ramah lingkungan sehingga dapat mengurangi pengaruh pemanasan global. Penelitian dilakukan di Kabupaten Tasikmalaya, yaitu di Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya. Kondisi topografi di daerah penelitian cocok untuk masing-masing komoditi, selain itu desa ini merupakan desa yang mempunyai tren pertanian komoditi padi dan vanili. Hasil penelitian dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi petani maupun pemerintahan setempat untuk menanam komoditi yang tidak hanya menguntungkan tetapi juga bersifat ramah lingkungan sehingga dapat mendukung terwujudnya sistem pertanian yang berkelanjutan.
Adanya pemanasan global yang dapat menurunkan produktivitas pertanian Adanya persaingan antar tanaman dataran rendah dan tanaman dataran tinggi Produktivitas padi meningkat dan vanili di Tasikmalaya cenderung fluktuatif
Analisis untuk mengidentifikasi komoditi yang mempunyai tingkat keuntungan lebih tinggi
Tanaman dataran rendah PADI
Aspek lingkungan
Tanaman dataran tinggi VANILI
Aspek finansial
Analisis Pendapatan Usahatani
Aspek finansial
Analisis Kelayakan Usaha
REKOMENDASI
Aspek lingkungan
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir Operasional
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten
Tasikmalaya pada bulan Maret-April 2008. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan : 1) Kabupaten Tasikmalaya mempunyai letak topografi yang sesuai untuk penanaman padi dan vanili 2) Vanili merupakan komoditas tren di Desa Cibongas, Kecamatan pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya 4.2
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder.
Data primer yaitu data hasil wawancara dan panduan kuesioner terhadap petani mengenai data output dan input, Sedangkan data sekunder diperoleh dari beberapa instansi terkait yaitu Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian Kabupaten Tasikmalaya, Dinas Perkebunan Kabupaten Tasikmalaya . 4.3
Teknik Pengambilan Sampling Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini dilakukan dengan cara simple
random sampling atau pengambilan responden secara acak sederhana. Jumlah responden yang dipilih adalah 20 petani padi dan 20 petani vanili di Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya.
4.4
Metode Analisis Data Analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani dan analisis
kelayakan usahatani. Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk menghitung nilai kuantitatif suatu usaha berupa pendapatan, nilai R/C rasio. Dalam penggunaan analisis pendapatan usahatani, data yang dipakai adalah data dari komoditi padi karena merupakan komoditi pokok yang memiliki syarat kuantitatif untuk penghitungan nilai pendapatan dan nilai R/C rasio. Analisis kedua yaitu analisis kelayakan investasi untuk menghitung kriteria investasi seperti NPV, IRR, Net B/C, payback period dan analisis switching value. Data yang dipakai untuk analisis ini adalah data dari komoditi vanili yang memiliki kriteria sebagai suatu proyek atau usaha dengan sifat investasi atau memberi manfaat berjangka dalam suatu periode waktu tertentu. 4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan petani padi dalam penelitian ini dibedakan atas pendapatan biaya tunai, pendapatan biaya total dan pendapatan tunai. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan penerimaan total usaha tani dengan biaya tunai yang benar-benar dikeluarkan dalam bentuk uang tunai atau pendapatan atas biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani (explicit cost). Pendapatan atas biaya total adalah pendapatan yang diperoleh dengan memperhitungkan biaya input milik keluarga sebagai biaya (imputed cost). Pendapatan biaya total didapat dari penerimaan total petani setelah dikurangi oleh biaya tunai ditambah biaya yang diperhitungkan. Sedangkan pendapatan tunai adalah pendapatan dari hasil penerimaan tunai dalam bentuk uang tunai setelah dikurangi oleh biaya tunai. Penerimaan tunai didapat dari penerimaan total yang
dikurangi dengan penerimaan diperhitungkan yang merupakan penerimaan atas nilai produksi dari jumlah fisik produk yang dikonsumsi sendiri. Ketiga pendapatan tersebut dirumuskan sebagai berikut (Hantari, 2007):
π biaya tunai = Ptotal − B tunai π biaya total = Ptotal − Btunai − Bdiperhitungkan π tunai = Ptunai − B tunai − Bdiperhitungkan Dimana:
π biaya tunai
= pendapatan atas biaya tunai
Btunai π biaya total
= biaya tunai = pendapatan atas biaya total
Bdiperhitungkan
= biaya diperhitungkan
π tunai
= pendapatan dari penerimaan tunai = penerimaan tunai = penerimaan total
Ptunai Ptotal
4.4.2. Analisis Kriteria Kelayakan Usaha Kelayakan suatu usaha untuk terus dilakukan atau dikembangkan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa kriteria investasi antara lain : 1. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) ialah nilai bersih manfaat yang dihasilkan oleh suatu proyek selama umur proyek. Dengan kata lain Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara nilai sekarang dari penerimaan yang diperoleh dari penjualan yang dilakukan dengan nilai sekarang dari pengeluaran yang dilakukan untuk memproduksi produk yang dihasilkan pada tingkat bunga tertentu. Rumus untuk mendapatkan NPV ialah (Gittinger, 1986) : n
NPV= ∑ t=1
Bt-Ct (1+i) t
Dimana : Bt = manfaat yang diperoleh tiap tahun Ct = biaya yang dikeluarkan tiap tahun n = jumlah tahun i = tingkat bunga (diskonto) Penilaian kelayakan finansial berdasarkan NPV yaitu : a) NPV > 0, berarti manfaat yang dihasilkan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan, sehingga suatu proyek dapat dikatakan layak untuk dilanjutkan atau dikembangkan. b) NPV < 0, berarti manfaat yang diperoleh lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan, sehingga dapat dikatakan proyek tidak layak untuk dikembangkan atau dilanjutkan. c) NPV = 0, berarti suatu proyek sangat sulit untuk diteruskan atau dikembangkan karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan. 2. Internal Rate of Return (IRR) IRR merupakan tingkat pengembalian dari investasi yang dilakukan terhadap suatu proyek. IRR juga mengandung pengertian bahwa tingkat suku bunga (discount rate) yang membuat besarnya net present value (NPV) suatu usaha atau proyek sama dengan nol. Nilai Internal Rate of Return (IRR) diperoleh dengan menggunakan rumus (Kadariah et.al, 1999) sebagai berikut :
⎛ ⎞ NPV1 IRR=i1 + ⎜ ( i 2 -i1 ) ⎟ ⎝ NPV1 -NPV2 ⎠ Dimana : i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif i2 = discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV1 = NPV yang bernilai positif
NPV2 = NPV yang bernilai negatif Jika ternyata IRR suatu proyek sama dengan nilai i (tingkat suku bunga yang berlaku), maka NPV proyek itu adalah nol. Namun jika IRR kurang dari tingkat suku bunga yang berlaku, maka nilai NPV kurang dari nol. Maka suatu proyek akan layak untuk dilaksanakan apabila IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. 3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan manfaat yang akan diperoleh oleh suatu proyek dari investasi yang ditanamkan pada proyek tersebut. Perhitungan Net B/C dilakukan untuk melihat berapa manfaat yang diterima oleh proyek untuk setiap satu rupiah pengeluaran proyek. Net B/C merupakan angka perbandingan antara nilai kini (present value) dari net benefit yang positif dengan present value dari net benefit yang negatif (Kadariah et. al, 1999). Rumus yang digunakan untuk menghitung IRR adalah sebagai berikut : Bt-Ct
Net B/C =
∑ (1+i )
t
Bt-Ct
∑ (1+i )
t
(Bt - Ct > 0) (Bt – Ct < 0)
Dimana : Bt : penerimaan (benefit) pada tahun ke-t Ct : biaya (cost) pada tahun ke-t N : umur proyek I : tingkat suku bunga Penilaian nilai net B/C ratio adalah sebagai berikut : 1. Net B/C ratio ≥ 1, maka proyek dapat dikatakan layak 2. Net B/C ratio ≤ 1, maka proyek tidak layak 4. Discounted Payback Period
Discounted Payback Period (periode pengembalian kembali yang didiskontokan) atau tingkat pengembalian investasi merupakan metode yang mengukur periode jangka waktu atau jumlah tahun yang dibutuhkan untuk menutupi pengeluaran awal investasi. Dalam hal ini biasanya digunakan pedoman untuk menentukan suatu proyek yang akan dipilih adalah suatu proyek yang paling cepat mengembalikan biaya investasi tersebut. Rumus yang digunakan dalam perhitungan Payback Periode adalah sebagai berikut : Payback period = Dimana : I Ab
I Ab
= besarnya investasi yang diperlukan = manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya
Jika masa pengembalian investasi (payback periode) lebih kecil dari umur proyek yang ditentukan, maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan.
Pada dasarnya
semakin cepat discounted payback periode menunjukkan semakin kecil resiko yang dihadapi oleh investor (pengusaha). 5. Analisis Switching value Analisis switching value dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perubahan pada tingkat manfaat dan biaya yang terjadi, sehingga masih memenuhi kriteria minimum kelayakan investasi.
Analisis switching value dalam penelitian ini dilakukan
menggunakan parameter perubahan terhadap peningkatan harga input. Biaya tersebut merupakan biaya yang cukup penting dalam kegiatan produksi. Selain itu penurunan volume penjualan dengan menggunakan tingkat diskonto sebesar 16 persen sampai proyek tersebut masih layak untuk dilaksanakan.
Parameter-parameter tersebut
diperkirakan dapat mempengaruhi tingkat kelayakan dari usahatani vanili. Pengolahan
data dilakukan dengan menggunakan bantuan kalkulkator dan komputer dengan menggunakan program Microsoft Excel. 6. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat pengaruh yang akan terjadi apabila kedaan berubah-ubah. Dalam melakukan analisis sensitivitas, pemilihan perubahan nilai yang dipilih dianalisis terhadap nilai-nilai yang dianggap penting dalam analisis proyek dan akan menentukan pengaruh perubahan tersebut terhadap daya tarik proyek. Dalam analisis ini dilakukan analisis sensitivitas terhadap proyek usahatani vanili dengan perubahan nilai diantaranya kenaikkan biaya produksi seperti peningkatan harga bibit, harga pupuk serta biaya kerja. Selain kenaikkan biaya produksi dilakukan juga analisis sensitivitas dengan perubahan harga jual produk dan perubahan volume produksi. Tingkat diskonto yang digunakan yaitu 16 persen hingga proyek mencapai titik impas dengan nilai Net Present Value sama dengan nol.
BAB V GAMBARAN UMUM
5.1. Kondisi Geografis 5.1.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Secara geografis Kabupaten Tasikmalaya terletak di sebelah Tenggara Propinsi Jawa Barat, dan secara astronomis terletak antara 1070 56’ BT - 1080 8’ BT dan 70 10’ LS
- 70 49’ LS dengan jarak membentang Utara Selatan sepanjang 75 Km dan arah Barat Timur 56,25 Km. Luas keseluruhan sebesar 271.251,71 Km2 Secara administrasi Kabupaten Tasikmalaya terdiri dari 39 Kecamatan, yang meliputi 351 desa, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: -
Sebelah Utara
: Kab. Majalengka/Ciamis/Kota Tasikmalaya
-
Sebelah Barat
: Kab. Garut
-
Sebelah Timur
: Kab. Ciamis
-
Sebelah Selatan
: Samudera Indonesia
Kecamatan yang memiliki luas wilayah relatif besar yaitu: Kecamatan Cipatujah sebesar 24,465,45 ha, meliputi 15 Desa. Adapun kecamatan yang memiliki luas wilayah relatif kecil yaitu : Kecamatan Sukaresik sebesar 1.749,88 ha meliputi 8 desa, dan kecamatan yang memiliki jumlah desa paling sedikit yaitu: Kecamatan Karangjaya dengan luas wilayah sebesar 4.785,56 ha meliputi 4 desa. 5.1.2. Topografi Wilayah Kabupaten Tasikmalaya memiliki ketinggian berkisar antara 0 – 2.500 meter di atas permukaan laut (dpl). Secara umum wilayah tersebut dapat dibedakan menurut ketinggiannya, yaitu : bagian Utara merupakan wilayah dataran tinggi dan bagian Selatan merupakan wilayah dataran rendah dengan ketinggian beskisar antara 0 – 100 meter dpl. Dilihat dari ketinggiannya Kecamatan Leuwisari, Cigalontang, Sukaratu, Kadipaten, Pagerageung, dan Taraju merupakan kecamatan yang mempunyai ketinggian wilayah 1.000 meter diatas permukaan air laut (mdpl), dan kecamatan Cipatujah, Cikalong, dan Karangnunggal merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian
berkisar antara 0 – 100 m di atas permukaan air laut (dpl). Sedangkan kemiringan lereng di wilayah Kabupaten Tasikmalaya berkisar antara 0% - 8% sampai dengan kemiringan > 40 %, untuk kemiringan masing-masing kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya. Kondisi kemiringan lahan di Kabupaten Tasikmalaya berturut-turut yaitu : Sangat Curam (> 40 %) sebesar 33,39 persen dari luas Kabupaten Tasikmalaya, Agak Curam
(15 % - 25 %) sebesar 24,54 persen, Curam (25 % - 40 %) sebesar 20,54
persen, Landai (8 % - 15 %) sebesar 14,36 persen, dan Datar ( 0 % - 8 %) sebesar 7,17 persen dari luas Kabupaten Tasikmalaya.
Dari data kemiringan lahan terlihat bahwa
sebagian besar bentang alam Kabupaten Tasikmalaya didominasi oleh bentuk permukaan bumi agak curam sampai dengan curam yaitu sebesar 78,47 persen kondisi kemiringan lahan tersebut kurang menguntungkan untuk pengembangan prasarana dan sarana wilayah. Sedangkan kemiringan lahan yang sangat menunjang untuk pengembangan permukiman perkotaan hanya sebesar 21,53 persen dari total luas kabupaten atau sebesar 58.388,89 ha, luasan tersebut umumnya terdistibusi di sekitar kota-kota kecamatan. 5.1.3. Hidrologi dan Klimatologi Kabupaten Tasikmalaya pada umumnya beriklim tropis, dengan temperatur normal rata-rata 20º - 34º C. Temperatur di dataran rendah pada umumnya 34º C dan kelembaban 50 persen, sedangkan pada daerah dataran tinggi mempunyai temperatur 18º - 22º C dengan kelembaban berkisar antara 61 % - 73 %. Curah hujan rata-rata per tahun 217,195 mm dengan jumlah hari hujan efektif selama satu tahun sebanyak 84 hari. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November, dengan musim hujan terjadi antara bulan Oktober-Mei dan musim kemarau terjadi antara bulan Juni-September.
Pengelompokkan daerah hujan berdasarkan ketinggian curah hujan pada masingmasing wilayah di Kabupaten Tasikmalaya adalah sebagai berikut: 1. Wilayah dengan curah hujan antara 2500-3000 mm per tahun meliputi Kecamatan Sukaraja, Cibalong, Salopa, Pagerageung, Ciawi, dan Jamanis. 2. Wilayah dengan curah hujan antara 3000-3500 mm per thn meliputi: Kecamatan Cipatujah, Bantarkalong, Karangnunggal, Salopa, Sodonghilir, Cineam, dan Manonjaya. 3. Wilayah dengan curah hujan antara 3500-4000 mm per thn meliputi Kecamatan Bojonggambir,
Sodonghilir,
Singaparna,
Cisayong,
Rajapolah,
Cikalong,
Pancatengah, Cikatomas, sebagian Pagerageung. 4. Wilayah dengan curah hujan di atas 4000 mm per thn meliputi Kecamatan Taraju, Salawu, Cigalontang, Leuwisari, dan Cisayong.
5.2. Penggunaan Lahan dan Kawasan Budidaya Secara garis besar penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Tasikmalaya meliputi : Sawah, Pekarangan (Permukiman), Tegalan (kebun), Ladang(Huma), Padang Rumput, Hutan, Perkebunan, Kolam (empang). Dari klasifikasi tersebut yang memiliki prosentase terbesar yaitu : Kawasan Hutan yang meliputi hutan rakyat dan hutan negara yaitu sebesar : 24,25 persen, Tegalan (kebun), campuran yaitu sebesar 23,53 persen, dan sawah yang meliputi sawah irigasi teknis, semi teknis, dan tadah hujan yaitu sebesar 18,12 persen, lahan Kolam (empang) memiliki persentase terkecil yaitu sebesar 1,75 persen. 5.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur Ekonomi
5.3.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan
Tahun
2000,
pertumbuhan
ekonomi
Kabupaten
Tasikmalaya
dan
perbandingannya dengan propinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dan Propinsi Jawa Barat Tahun 2001-2005 (%) Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi Elastisitas pertumbuan ekonomi Kab. Kabupaten Propinsi Jawa Tasikmalaya-Jawa Barat Tasikmalaya Barat (1) (2) (3) (4) 2001 2,95 3,84 0,77 2002 3,12 4,39 0,71 2003 3,23 4,92 0,66 2004 3,44 5,99 0,57 2005 3,83 5,00 0,77 Rata-rata elastisitas 0,70 Sumber : BPS Kab. Tasikmalaya Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, yaitu dari 2,95 persen pada tahun 2001 menjadi 3,44 persen pada tahun 2004. Tingkat elastisitas terhadap pertumbuhan propinsi rata-rata 0,70 persen, berarti untuk setiap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat 1 persen mengangkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tasikmalaya 0,70 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tasikmalaya masih dibawah pertumbuhan Jawa Barat dan belum berperanan penting dalam pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Kenaikan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tasikmalaya terutama disebabkan oleh naiknya produksi yang menyumbang cukup besar yaitu sektor pertanian terutama sub sektor Tanaman Bahan Makanan. Gambaran selengkapnya mengenai pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tasikmalaya per sektor dapat dilihat pada Tabel berikut ini Tabel 7. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya per sektor Usaha Tahun 2004-2005 (%)
Atas Dasar Harga Konstan Tahun No. Sektor 2000 2004 2005 1. Pertanian, Peternakan, Perkebunan, 2,97 4,01 Kehutanan, Perikanan 2. Pertambangan dam penggalian 2,27 2,14 3. Industri Pengolahan 4,17 4,00 4. Listrik, Gas dan Air Minum 5,18 6,90 5. Bangunan 4,18 3,74 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 4,54 2,89 7. Pengangkutan dan Komunikasi 4,55 5,00 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa 4,52 2,87 9. Jasa-jasa 2,32 4,49 Pertumbuhan PDRB 3,44 3,83 Sumber : BPS Kab. Tasikmalaya
Atas Dasar Harga Berlaku 2004 7,54
2005 20,83
6,78 11,35 12,63 12,43 10,81 13,34 11,08 7,65 9,29
20,57 26,82 29,61 69,35 24,23 29,78 24,54 24,56 26,25
Pertumbuhan sektoral di Kabupaten Tasikmalaya terutama pada sektor pertanian mengalami peningkatan cukup tajam terutama pada harga berlaku (hingga lebih dari 200 persen) walaupun pada pertumbuhan
menurut harga konstan, yang menunjukkan
peningkatan produksi peningkatannya lebih kecil. Hal ini menunjukkan peningkatan harga yang tajam dari komoditi pertanian melebihi peningatan produksi pertanian itu sendiri. Hanya masih harus diteliti kembali apakah peningkatan harga tersebut sampai pada tingkat petani, atau pada tingkat tengkulak yang tidak berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani. Secara umum masing-masing sektor usaha mengalami peningkatan harga cukup besar pada tahun 2005, hal ini dimungkinkan karena kenaikkan harga BBM yang mengakibatkan kenaikan harga pada hampir seluruh komoditi. 5.3.2. Struktur Ekonomi Struktur ekonomi secara kuantitatif digambarkan dengan menghitung besarnya persentase peranan nilai tambah bruto dari masing-masing sektor terhadap nilai total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dengan membandingkan struktur ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dengan propinsi Jawa Barat dapat diperoleh pula indicator LQ
(Location Quetient) yang menggambarkan kemampuan daerah dalam memberikan kontribusi perekonomian terhadap propinsi Jawa Barat. Jika suatu sektor memiliki LQ > 1 menunjukkan bahwa sektor daerah tersebut mampu menopang perekonomian propinsi, dan jika suatu sektor memiliki LQ < 1 menunjukkan bahwa sektor tersebut belum mampu menopang perekonomian propinsi Struktur ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dan perbandingannya dengan Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 8:
Tabel 8 . Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Tasikmalaya dan Propinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005 (%) Distribusi Persentase Location (%) No. Sektor Quetient Kab. Jawa (LQ) Tasikmalaya Barat 1. Pertanian, Peternakan, Perkebunan, 34,91 14,29 >1 Kehutanan, Perikanan 2. Pertambangan dam penggalian 0,16 0,20 <1 3. Industri Pengolahan 7,53 32,99 <1 4. Listrik, Gas dan Air Minum 1,00 3,59 <1 5. Bangunan 8,18 3,26 >1 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 24,87 15,55 >1 7. Pengangkutan dan Komunikasi 3,83 6,19 <1 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa 3,62 3,35 <1 9. Jasa-jasa 15,90 13,04 >1 Sumber : BPS Kab. Tasikmalaya Struktur ekonomi Kabupaten Tasikmalaya masih didominasi sektor pertanian sebesar 34,91 persen, sektor perdagangan hotel dan restoran sebesar 24,87 persen, dan sektor jasa sebesar 15,90 persen, dan bangunan sebesar 8,18 persen. Keempat sektor tersebut memiliki nilai LQ > 1, hal ini menunjukkan bahwa struktur ekonomi Kabupaten Tasikmalaya memiliki kemampuan untuk menopang perekonomian Jawa Barat. Struktur
ekonomi tradisional masih menjadi ciri perekonomian Kabupaten Tasikmalaya, perubahan struktur ekonomi sebagaimana diharapkan dari sector pertanian yang memiliki nilai tambah yang kecil kepada sektor industri pengolahan yang memiliki nilai tambah yang besar belum terjadi. Kondisi ini berbeda dengan propinsi Jawa Barat yang telah memiliki struktur ekonomi dengan kontribusi yang besar di sektor industri pengolahan.
5.4. Kependudukan Jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk, distribusi penduduk menurut umur dan jenis kelamin serta pengelompokan umur berdasarkan usia sekolah merupakan beberapa statistik penting yang diperlukan dalam perencanaan pembangunan. Secara umum hal ini berkaitan dengan kepentingan penyusunan perencanaan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat serta rencana intervensi program dalam berbagai sektor seperti perencanaan tingkat kebutuhan pangan, kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur wilayah. Penduduk Kabupaten Tasikmalaya rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1,01 persen dari 1.567.059 jiwa pada tahun 2001 menjadi 1.616.102 jiwa pada tahun 2004. Pertumbuhan penduduk sebesar 1,01 persen tersebut masih lebih kecil dari rata-rata pertumbuhan penduduk Propinsi Jawa Barat. Sejalan dengan percepatan pembangunan ibukota diperkirakan pertumbuhan penduduk Kabupaten Tasikmalaya akan lebih meningkat, sehubungan dengan pertumbuhan kawasan perkotaan yang menjadi daya tarik terjadinya urbanisasi. Selengkapnya jumlah penduduk Kabupaten Tasikmalaya menurut jenis kelamin disajikan pada Tabel 9 berikut ini :
Tabel 9. Penduduk Kabupaten Tasikmalaya Menurut Jenis Kelamin Tahun 20012005 Tahun (1) 2001 2002 2003 2004 2005
Jumlah Penduduk Laki-laki Perempuan (2) (3) 778.918 786.988 785.737 797.056 796.515 810.196 811.848 814.649 820.285 829.582
Total
Sex Ratio
LPP
(4) 1.565.906 1.582.793 1.606.711 1.626.497 1.649.867
(5) 98,98 98,58 98,31 99,66 98,88
(6) 1,30 1,35 1,42 1,23 1,30
Sumber : BPS Kab. Tasikmalaya Rata-rata lama sekolah merupakan salah satu komponen utama yang mempengaruhi indeks pendidikan suatu daerah yang besarannya tergantung pada tingkat partisipasi penduduk usia sekolah pada setiap jenjang baik partisipasi kasar maupun partisipasi murni menurut jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Dalam menyusun program dan tolok ukur kinerja sektor pendidikan memerlukan basis data penduduk menurut kelompok umur usia 0-24 tahun menurut jenis kelamin serta penduduk usia 7-24 tahun yang masih sekolah menurut jenis kelamin. Penduduk Kabupaten Tasikmalaya menurut kelompok umur, proporsi terbesar berada pada kelompok umur 7-12 tahun yaitu sebesar 213.848 orang, yang terdiri dari 104.130 laki-laki dan 109.718 perempuan. Kemudian kelompok umur 19-24 tahun sebesar 213.848 orang, yang terdiri dari 79.791 laki-laki dan 78.644 perempuan. Kondisi Umum Desa Cibongas Desa Cibongas terletak di wilayah Pembangunan Tasik Selatan dan merupakan salah satu desa di Kecamatan Cikatomas. Luas wilayah desa ini sekitar 1.215,4 ha yang digunakan untuk lahan sawah seluas 169 ha, sawah tadah hujan seluas 108 ha, pemukiman seluas 145 ha, perkebunan rakyat seluas 402 ha, dan hutan rakyat seluas 70 ha. Jumlah penduduk pada tahun 2006 adalah 4.013 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki
2.164 jiwa dan penduduk perempuan 1.939 jiwa dan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.039 orang. Karakteristik Responden di Desa Cibongas Karakteristik petani padi maupun vanili di Desa Cibongas, Kabupaten Tasikmalaya dapat diungkapkan bahwa para kepala keluarga petani responden masih dapat digolongkan usia kerja (berusia antara 27 –53 tahun), dengan rata-rata memiliki anak 4 orang, sementara itu tingkat pendidikan yang dimiliki masih relatif rendah. Ratarata setara sekolah
menengah pertama (SMP) walau terdapat juga
petani yang
berpendidikan perguruan tinggi, dengan pengalaman bertani yang relatip cukup lama yaitu antara 4 – 15 tahun. Berikut adalah tabel karakteristik penduduk Desa Cibongas Tabel 10. Karakteristik Responden Petani Padi dan Petani Vanili di Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya Kriteria Jenis Kelamin
Usia
Pendidikan Terakhir Pekerjaan diluar Usahatani
Tingkat Pendapatan Jumlah
Karakteristik Laki-laki Perempuan <30 tahun 30-40 tahun 41-50 tahun > 50 tahun SD SMP SMU Perguruan Tinggi PNS Wiraswasta Buruh Hanya bertani