Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
Vol.18 No. 2
KAJIAN EKONOMIS USAHATANI TERPADU TANAMAN PANGAN DENGAN TERNAK KAMBING PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN SUMBAWA ECONOMIC ASSESSMENT OF INTEGRATED FARMING LIVESTOCK CROPS WITH GOAT ON DRY LAND IN THE DISTRICT SUMBAWA 1)
2)
Broto Handoko , Ibrahim , dan Suhaema
3)
Fakultas Pertanian Universitas Mataram Jln. Majapahait No.62 Mataram ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengetahui biaya dan pendapatan dalam usahatani terpadu pada lahan kering, 2) mengetahui kelayakan usahatani terpadu pada lahan kering, dan 3) mengetahui kendala yang dihadapi petani dalam melakukan kegiatan usahatani terpadu pada lahan kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan usahatani terpadu pada lahan kering terdiri atas 3 pola usahatani yaitu pola 1 (Padi, Kacang Hijau dan ternak kambing), pola 2 (padi dan ternak kambing) dan pola 3 (padi, jagung dan ternak kambing). Besarnya biaya yang digunakan dalam usahatani terpadu pada lahan kering untuk pola 1 sebesar Rp. 14.146.639, pola 2 sebesar Rp. 8.134.319 dan pola 3 sebesar Rp. 16.230.362. Pendapatan pola 1 sebesar Rp. 18.283.465, pola 2 sebesar Rp. 14.228.181 dan pola 3 sebesar Rp. 20.974.835. Usahatani terpadu pada lahan kering layak untuk diusahakan karena nilai R/C > 1, besarnya penerimaan, produksi, serta harga produksi lebih besar dari BEP penerimaan, BEP produksi, dan BEP harga. Kendala yang dihadapi petani yaitu curah hujan yang tidak menentu, tingginya upah buruh dan bunga modal serta penyakit diare pada ternak kambing. Kata kunci : Usahatani Terpadu, Lahan Kering. ABSTRACT This study aims to: 1) determine the costs and revenues in the integrated farming on dry land, 2) determine the feasibility of integrated farming on dry land, and 3) know the constraints faced by farmers in integrated farming activities on dry land. The results showed that the integrated farming activities on dry land farming consists of 3 pattern is a pattern of 1 (rice, green beans and goats), pattern 2 (rice and goats) and pattern 3 (rice, corn and goats) so that the cost used in integrated farming on dry land for the first pattern of Rp. 14.146.639, 2 patterns of Rp. 8.134.319 and Rp 3 pattern. 16.230.362. Income pattern of Rp. 18.283.465, 2 patterns of Rp. 14.228.181 and Rp 3 pattern. 20.974.835. Integrated farming viable on dry land to be developed for the R/C >1 and BEP acceptance, production and greater production rates of acceptance BEP, BEP production and prices. Constraints faced by farmers is erratic rainfall, high labor costs and capital interest and diarrheal disease in goats. Keywords : Integrated Farming, Dry Land.
PENDAHULUAN Pembangunan sektor pertanian bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha serta menunjang pembangunan industri. Hal ini dapat dilakukan dengan
pemanfaatan sumberdaya pertanian secara optimal (Deptan, 2009). Dalam pembangunan pertanian, tanah merupakan salah satu unsur alam yang berpengaruh terhadap corak pertanian sebab tanah merupakan unsur utama untuk meningkatkan hasil-hasil pertanian. Tetapi semakin majunya pembangunan di 19
Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
semua sektor, maka kebutuhan akan tanah untuk pembangunan semakin meningkat. Sebagai akibatnya banyak lahan pertanian yang subur untuk keperluan pertanian banyak beralih fungsi atau dikonversikan menjadi pemanfaatan lahan non pertanian. Sensus Pertanian 1983 dan 1993 mengungkapkan bahwa pada periode tersebut telah terjadi konversi lahan pertanian seluas 2,47 juta hektar sedangkan perluasan lahan hanya mencapai 1,19 juta hektar (Saragih, 2002). Akibat pengurangan areal pertanian, maka untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin meningkat lahan yang ada harus diusahakan seoptimal mungkin untuk meningkatkan produksi pangan dan non pangan. Tetapi karena keterbatasan tanah-tanah yang subur, sehingga menyebabkan perlunya pertanian diarahkan pada pertanian lahan kering (Kristanto et al., 1985). Kenyataan menunjukkan pula bahwa pertumbuhan penduduk yang disertai dengan perkembangan kota dan desa menyebabkan seluruh penggunaan lahan dan tanah menjadi lebih bersaing secara ketat. Lahan pertanian yang subur dan beririgasi baik, akan mendapat ancaman dan tekanan yang lebih besar dari pertumbuhan perkotaan dan sarana untuk keperluan umum (Baharuddin, 1991). Menurut Adiwilaga (1982) usahatani adalah kegiatan manusia mengusahakan tanah dengan maksud memperoleh hasil tanaman ataupun hewan tanpa menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan untuk menghasilkan kembali. Adapun usahatani terpadu merupakan suatu kegiatan di bidang pertanian yang direncanakan sesuai dengan kondisi wilayah dan keluarga tani yang bersangkutan, dengan mengupayakan hubungan yang saling menunjang dari beberapa komoditi yang diusahakan sehingga dapat dicapai hasil usahatani yang optimal (BPTP Kaltim, 2001). Usahatani lahan kering adalah suatu organisasi produksi, dimana petani sebagai pengelola usahatani mengorganisasikan faktor produksi (alam, tenaga kerja, modal, teknologi, dan managemen) yang ditujukan pada perolehan produksi pertanian, baik yang didasarkan pada pencapaian laba maupun yang bukan pencapaian laba (Balitbang Pertanian, 1989)
Vol.18 No. 2
Usahatani terpadu pada Lahan kering merupakan wahana untuk menerapkan usahatani pada komoditi peternakan kambing pasca musim penanaman tanaman pangan kepada masyarakat setempat sehingga mampu meningkatkan pendapatan dan sekaligus untuk pelestarian lingkungan. Kabupaten Sumbawa pada tahun 2011 tercatat memiliki lahan kering paling luas dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu seluas 664.398 hektar dan dari luas tersebut tercatat seluas 20.049 hektar berada di Kecamatan Lape yang penggunaannya baik untuk lahan pertanian maupun untuk lahan non pertanian. Tinggi rendahnya produktivitas pertanian sering terjadi pada lahan kering yang disebabkan oleh hujan rendah, tofografi bergelombang dan berbukit dan lahan yang kurang subur sehingga petani hanya mampu melakukan kegiatan usahatani sebanyak 1-2 kali musim tanam dalam setahun karena petani sangat bergantung dengan suplai air hujan sebagai sumber air utama sehingga kinerja petani menjadi kurang optimal, tidak tercapainya efiensi input dan terjadinya kemunduran kesuburan lahan yang berdampak pada pendapatan usahatani yang rendah. Oleh karena itu maka diperlukan adanya penerapan pola usahatani baru yaitu usahatani terpadu. Usahatani terpadu ini untuk mengoptimalkan penggunaan sumberdaya pertanian dalam rangka peningkatan pendapatan petani. Dengan demikian perlu untuk dilakukan penelitian tentang “Kajian Ekonomis Usahatani Terpadu Tanaman Pangan dengan Ternak Kambing pada Lahan Kering di Kabupaten Sumbawa”. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : Untuk mengetahui biaya dan pendapatan yang dikeluarkan dalam usahatani terpadu pada lahan kering di Kabupaten Sumbawa, untuk mengetahui kelayakan usahatani terpadu pada lahan kering, dan untuk mengetahui kendala atau hambatan yang dihadapi petani pada usahatani terpadu pada lahan kering di Kabupaten Sumbawa. Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi bagi pemerintah atau instansi terkait yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan daerah lahan kering, sebagai bahan informasi dan 20
Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
pertimbangan bagi petani agar usahatani yang dikembangkan lebih menguntungkan, serta sebagai bahan informasi kepada peneliti lain yang membutuhkannya. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan unit analisis yaitu petani yang melakukan usahatani terpadu pada lahan kering (Natsir, 1988). Penelitian ini dilaksanakan di Desa Labuan Kuris, Desa Lape dan Desa Hijrah Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja atau “purposive sampling”. Penentuan responden di tetapkan sebanyak 30 orang dengan cara acidental sampling karena data petani yang melakukan usahatani tanaman pangan dan ternak kambing pada lahan kering tidak terdata pada dinas terkait di Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa. Jenis data adalah data kuantitatif dan kualitatif. Sumber data yaitu data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden dan data sekunder dari Instansi atau Kantor Dinas terkait. Variabel dan cara pengukuran dalam penelitian ini meliputi (Mubyarto, 1979) : a. Biaya produksi yaitu terdiri dari biaya tetap (biaya penyusutan alat, pajak, bunga modal, sewa alat dan perawatan alat) dan biaya variabel (biaya benih/bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja) dengan satuan (Rp). b. Produksi yaitu semua hasil panen yang diperoleh baik yang dikonsumsi maupun yang dijual dengan satuan (Kg). c. Harga yaitu nilai jual produk di tingkat petani dengan satuan (Rp/Kg). d. Nilai produksi yaitu hasil dari produksi dikalikan dengan harga. e. Pendapatan yaitu penerimaan bersih yang diperoleh petani dengan satuan (Rp). f. Break Even Point (BEP) yaitu titik pulang pokok. Diukur dengan BEP penerimaan, BEP produksi dan BEP harga. g. Revenue Cost Ratio (R/C) yaitu kemampuan usaha dalam memperoleh hasil penerimaan dari biaya total yang dikeluarkan. h. Kendala atau hambatan yaitu hal-hal yang menghambat proses usahatani
Vol.18 No. 2
terpadu dalam pencapaian peningkatan pendapatan. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik survey yaitu dengan melakukan wawancara yaitu bertanya langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner dan pengamatan secara langsung di daerah penelitian. Analisis data yang digunakan yaitu : a. Total biaya dengan rumus TR= TR-TC b. Penerimaan dengan rumus TR=Y x Py c. Pendapatan dengan rumus Pd = TRTC d. Analisis Break Even Point (BEP) terdiri dari : - BEP penerimaan = TFC/(1(TVC/TR)) - BEP produksi = TFC/(P-(TVC/Q)) - BEP harga = TC/Q e. Analisis Revenue Cost Ratio (R/C) = TR/TC f. Analisis faktor penghambat secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Umum Usahatani Terpadu pada Lahan Kering Kegiatan usahatani terpadu pada lahan kering merupakan usahatani yang mengusahakan lahan kering untuk kegiatan usahatani dengan mengembangkan pola usahatani yang terdiri dari tanaman pertanian dan peternakan dalam satu lahan yang sama. Berdasarkan penelitian pola usahatani yang dikembangkan antara tanaman pertanian dengan peternakan meliputi beberapa pola tanam yang terdiri dari pola 1 yang mengusahakan tanaman pertanian berupa tanaman pangan yaitu padi, kacang hijau dan ternak kambing, pada pola 2 yaitu padi dan ternak kambing, sedangkan pola 3 yaitu padi, jagung dan ternak kambing. Dalam usahatani terpadu ini pada usahatani padi, kacang hijau dan jagung yang dikembangkan oleh petani baik pada pola 1, pola 2 dan pola 3 biasanya dilakukan hanya dalam 1 – 2 kali musim tanam per tahun. Sektor peternakan yang diusahakan adalah dengan cara memelihara ternak kambing pada lahan kering pada waktu musim penghujan maupun musim kemarau. Konsep dalam melakukan usahatani terpadu yaitu pada lahan kering pertanian petani dapat melakukan 21
Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
usahatani tanaman pangan dan peternakan secara bersamaan dalam satu tahun. Dalam usahatani tanaman pangan dan ternak kambing harus saling memberikan keuntungan satu sama lainnya. Tanaman pangan memberikan keuntungan berupa jerami dan sisa tanaman kepada ternak kambing sedangkan ternak kambing memberikan keuntungan berupa kotoran yang dapat dijadikan pupuk organik oleh petani sebagai pupuk untuk kesuburan pada tanah dan tanamannya. 2.
Analisis Biaya dan Pendapatan dalam Usahatani Terpadu pada Lahan Kering antara Tanaman Pangan dengan Ternak Kambing di Kabupaten Sumbawa Untuk melihat aspek ekonomi dimulai dari melihat besarnnya biaya dan pendapatan dari usahatani tersebut. Dalam analisis biaya, yang dimaksud biaya produksi dalam penelitian ini adalah biaya yang dibutuhkan untuk usahatani terpadu yaitu usahatani tanaman pangan (padi, jagung, kacang hijau, dan lain-lain) dan ternak kambing. Secara umum terdapat
Vol.18 No. 2
tiga pola dalam usahatani tersebut, yaitu: pola 1, pola 2, dan pola 3, dan yang dimaksudkan dalam biaya tersebut adalah biaya baik yang dikeluarkan secara langsung maupun tidak langsung dalam satu tahun. Biaya produksi ini meliputi biaya variabel, yaitu biaya yang digunakan pembelian sarana produksi (biaya benih, pupuk dan obat-obatan) dan upah tenaga kerja, dan biaya tetap yang meliputi biayabiaya penyusutan alat, pajak, biaya modal, sewa alat, dan perawatan alat. Adapun pendapatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendapatan bersih yang diperoleh dari selisih nilai produksi (penerimaan) dengan total biaya produksi (pengeluaran) pada usahatani pola 1, pola 2 dan pola 3 dalam usahatani terpadu pada lahan kering. Secara lengkap mengenai jumlah biaya produksi dan pendapatan pada pola 1, pola 2, dan pola 3 berturut-turut disajikan dalam bentuk tabel. Rata-rata biaya produksi dan pendapatan pola 1 (Padi-Kacang Hijau,dan Ternak Kambing) ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata Biaya Produksi dan Pendapatan Usahatani Pola 1 (Padi-Kacang Hijau, dan Ternak Kambing) dalam Usahatani Terpadu pada Lahan Kering di Kabupaten Sumbawa Tahun 2011. Padi No
Kacang Hijau
Uraian
Per LLG (0,48 ha)
1
Produksi (Kg)
2.046,67
4.263,89
1075,33
1.528,91
275
2
Harga (Rp/Kg)
3.940
3.940
5.000
5.000
27.833
3
Penerimaan (Rp)
8.082.667
16.838.889
5.376.667
7.644.550
7.946.667
4
Biaya Produksi (Rp)
4.134.438
8.613.411
2.536.613
3.606.559
1.926.669
5
Pendapatan (Rp)
3.948.229
8.225.477
2.840.053
4.037.991
6.019.997
Per Ha (1,00 ha)
Per LLG (0,70 ha)
Per Ha (1,00 ha)
Ternak
Sumber: Data Primer Diolah. Selanjutnya rata-rata biaya produksi dan pendapatan pada pola 2 (Padi-dan Ternak Kambing) dalam
Usahatani Terpadu pada Lahan Kering di Kabupaten Sumbawa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Biaya Produksi dan Pendapatan Usahatani Pola 2 (Padi dan Ternak Kambing) dalam Usahatani Terpadu pada Lahan Kering di Kabupaten Sumbawa Tahun 2011. Padi No
1
Uraian
Produksi (Kg)
Per LLG (0,72 ha) 2.770,00
Per Hektar 3.847,22
Ternak 280
22
Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
2
Harga (Rp/Kg)
3
Penerimaan (Rp)
4 5
Vol.18 No. 2
3.830
3.830
26.250
10.413.000
14.462.500
7.900.000
Biaya Produksi (Rp)
4.754.764
6.603.838
1.530.481
Pendapatan (Rp)
5.658.236
7.858.662
6.369.519
Sumber : Data Primer Diolah Rata-rata biaya produksi dan pendapatan pada pola 3 (Padi-Jagung, dan Ternak Kambing) dalam Usahatani Terpadu pada Lahan Kering di Kabupaten Sumbawa dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan data pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3 menunjukkan bahwa total biaya yang dikeluarkan usahatani terpadu pada lahan kering di Kabupaten Sumbawa dengan perhitungan per hektar yaitu: Pola 1 adalah sebesar Rp. 14.146.639 dengan rincian usahatani padi sebesar Rp. 8.613.411/ha, usahatani
kacang hijau sebesar Rp. 3.606.559/ha dan usaha ternak kambing sebesar Rp. 1.926.669. Biaya produksi Pola 2 adalah sebesar Rp. 8.134.319 dengan rincian usahatani padi sebesar Rp. 6.603.838/ha, usaha ternak kambing sebesar Rp. 1.530.481. Adapun biaya produksi Pola 3 adalah sebesar Rp. 16.230.362 dengan rincian usahatani padi sebesar Rp. 8.293.685/ha, usahatani jagung sebesar Rp. 7.111.373/ha dan usaha ternak kambing sebesar Rp. 825.304.
Tabel 3. Rata-rata Biaya Produksi dan Pendapatan Usahatani Pola 3 (Padi-Jagung, dan Ternak Kambing) dalam Usahatani Terpadu pada Lahan Kering di Kabupaten Sumbawa Tahun 2011. Padi No
Uraian
Per LLG (0,43 ha)
Jagung Per Ha (1,00 ha)
1.700,00
3.953,49
Per LLG (0,67 ha) 4.700,00
Per Ha (1,00 ha) 7.014,93
Ternak
1
Produksi (Kg)
184
2
Harga (Rp/Kg)
3.780
3.780
2.500
2.500
25.000
3
Penerimaan (Rp)
6336.000
14.734.884
11.750.000
17.537.313
4.960.000
4
Biaya Produksi (Rp)
3.566.285
8.293.685
4.764.620
7.111.373
852.304
5
Pendapatan (Rp)
2.769.715
6.441.199
6.985.380
10.425.940
4.107.696
Sumber : Data Primer Diolah Selanjutnya untuk pendapatan usahatani terpadu pada lahan kering di Kabupaten Sumbawa dengan perhitungan per hektar yaitu : Pola 1 adalah sebesar Rp. 18.283465 dengan rincian usahatani padi sebesar Rp. 8.225.477/ha, usahatani kacang hijau sebesar Rp. 4.037.991/ha dan usaha ternak kambing sebesar Rp. 6.019.997. Pola 2 sebesar Rp. 14.228.181 dengan rincian usahatani padi sebesar Rp. 7.858.662/ha dan pendapatan dari ternak kambing sebesar Rp. 6.369.519. untuk Pola 3 pendapatannya adalah sebesar Rp. 20.974.835 dengan rincian usahatani padi sebesar Rp. 6.441.199/ha, usahatani jagung sebesar Rp. 10.425.940/ha dan usaha ternak kambing sebesar Rp. 4.107.696. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa selisih antara pendapatan dengan total biaya bernilai
positif dan besar sehingga layak untuk diusahakan. Kajian lebih lanjut dalam melihat aspek ekonomi yaitu dengan melihat tingkat pulang pokok (Break Even Point=BEP), dimana BEP ini merupakan suatu konsep yang menjelaskan suatu usaha tidak padi sebesar Rp. 7.858.662/ha, dan usaha ternak kambing sebesar Rp. 6.369.519 memperoleh keuntungan dan tidak mengalami kerugian. Keadaan tersebut juga menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan, atau pada saat itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol (Suratiyah, 2009). Break Even Point (BEP) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah BEP penerimaan, BEP harga dan BEP produksi usahatani terpadu pada lahan kering. 23
Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
Usahatani terpadu dinyatakan layak jika nilai BEP penerimaan lebih kecil dari hasil penerimaan (Revenu) yang diterima. Kelayakan juga dapat dilihat dari nilai BEP produksinya, dimana usaha dikatakan layak jika BEP produksi lebih kecil dari jumlah produksi yang diperoleh, semakin besar selisih BEP produksi dengan produksi yang dihasilkan maka semakin layak usaha tersebut. Selain BEP penerimaan dan BEP produksi juga terdapat BEP harga, usaha dikatakan layak nilai BEP harga lebih kecil dari harga yang berlaku. Semakin besar selisih BEP harga dengan harga yang berlaku maka semakin layak usaha tersebut untuk dijalankan. Selain menggunakan konsep tentang BEP, untuk melihat kelayakan usaha dalam menjalankan usahatani terpadu ini dilakukan juga dengan menggunakan
Vol.18 No. 2
analisis Revenue Cost Ratio (R/C). Analisis Revenue Cost Ratio (R/C) adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui kelayakan usahatani dengan memperhatikan perbandingan antara penerimaan dan biaya produksi. Usahatani terpadu dinyatakan layak apabila Revenue Cost Ratio (R/C) lebih besar daripada satu (R/C > 1). Berikut hasil analisis Break Even Point (BEP) dan dan Revenue Cost Ratio (R/C) usahatani pola 1, pola 2, dan pola 3 dalam usahatani terpadu pada lahan kering di Kabupaten Sumbawa. Hasil analisis Break Even Point (BEP) dan dan Revenue Cost Ratio (R/C) usahatani pola 1 yaitu Padi-Kacang Hijau dan Ternak Kambing dalam Usahatani Terpadu pada Lahan Kering di Kabupaten Sumbawa, disajikan pada Tabel 4
Tabel 4. Analisis Break Even Point (BEP) dan Revenue Cost Ratio (R/C) Pola 1 yaitu Padi-Kacang Hijau dan Ternak Kambing dalam Usahatani Terpadu pada Lahan Kering di Kabupaten Sumbawa Tahun 2011. Padi No
Uraian
1 2 3
BEP Harga (Rp/Kg)
4
R/C
Kacang Hijau Ternak
Per LLG (0,48 ha)
Per Hektar (1,00 ha)
Per LLG (0,70 ha)
Per Hektar (1,00 ha)
BEP Penerimaan (Rp)
502.175
1.046.197
630.564
896.536
2.353.280
BEP Produksi (Kg)
1.051,40
2.190,42
507,32
721,31
82,98
2.864
2.864
2.929
2.929
10.626
1,83
1,83
2,03
2,03
3,45
Sumber : Data Primer Diolah Pada Tabel 5.17. dapat dilihat bahwa hasil uji kelayakan dengan menggunakan analisis Break Even Point (BEP) dan Revenue Cost Ratio (R/C) dalam usahatani terpadu pada lahan kering dengan melihat juga sub hasil analisis biaya produksi dan pendapatan maka pada Pola 1, BEP usahatani padi menunjukkan bahwa penerimaan sebesar Rp. 16.838.889/ha > BEP penerimaan sebesar Rp. 1.046.197/ha, jumlah produksi sebanyak 4.263,89 Kg/ha > BEP produksi sebanyak 2.190,42 Kg/ha dan harga yang berlaku sebesar Rp. 3.940/Kg > BEP harga sebesar Rp. 2.864/Kg. BEP usahatani kacang hijau menunjukkan bahwa penerimaan sebesar Rp. 7.644.550/ha > BEP penerimaan sebesar Rp. 896.536/ha, jumlah produksi sebanyak 1.528,91 Kg/ha > BEP produksi sebanyak
721,31 Kg/ha dan harga yang berlaku sebesar Rp. 5.000/Kg > BEP harga sebesar Rp. 2.929/Kg. BEP usaha ternak kambing menunjukkan bahwa penerimaan sebesar Rp. 7.946.667 > BEP penerimaan sebesar Rp. 2.353.280, jumlah produksi sebanyak 275 Kg > BEP produksi sebanyak 82,98 Kg dan harga yang berlaku sebesar Rp. 27.833/Kg > BEP harga sebesar Rp. 10.626/Kg. Hasil analisis R/C pada usahatani terpadu yaitu pola 1, besar nilai R/C usahatani padi = 1,83, usahatani kacang hijau = 2,03 dan usaha ternak kambing = 3,45. Adapun hasil analisis Break Even Point (BEP) dan dan Revenue Cost Ratio (R/C) usahatani pola 2 yaitu Padi dan Ternak Kambing dalam Usahatani Terpadu pada Lahan Kering di Kabupaten Sumbawa, disajikan pada Tabel 5. 24
Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
Vol.18 No. 2
Pada Tabel 5. dapat dilihat bahwa unutk model usahatani dengan Pola 2 (Padi dan Ternak), BEP usahatani padi menunjukkan bahwa penerimaan petani sebesar Rp. 14.462.500/ha > BEP peneriman sebesar Rp. 857.172/ha, jumlah produksi sebanyak 3.847,22 Kg/ha > BEP produksi sebanyak 1.734,95 Kg/ha dan harga yang berlaku sebesar Rp. 3.830/Kg > BEP harga sebesar Rp.
2.280/Kg. BEP usaha ternak kambing menunjukkan bahwa penerimaan sebesar Rp. 7.900.000 > BEP penerimaan sebesar Rp. 2.488.796, jumlah produksi sebanyak 280 Kg > BEP produksi sebanyak 89,92 Kg dan harga yang berlaku sebesar Rp. 26.250/Kg > BEP harga sebesar Rp. 11.934/Kg. Pola 2, besar nilai R/C usahatani padi = 2,06 dan usaha ternak kambing = 2,97.
Tabel 5. Analisis Break Even Point (BEP) dan Revenue Cost Ratio (R/C) Pola 2 yaitu Padi dan Ternak dalam Usahatani Terpadu pada Lahan Kering di Kabupaten Sumbawa Tahun 2011. Padi No
Uraian
Per LLG (0,72 ha)
Ternak
Per Hektar (1,00 ha)
1
BEP Penerimaan (Rp)
617.164
857.172
2.488.796
2
BEP Produksi (Kg)
1.249,17
1.734,95
89,92
3
BEP Harga (Rp/Kg)
2.280
2.280
11.934
4
R/C
2,06
2,06
2,97
Sumber : Data Primer Diolah Selanjutnya untuk hasil analisis Break Even Point (BEP) dan Revenue Cost Ratio (R/C) pada pola 3 yaitu padi-jagung dan
ternak dalam usahatani terpadu pada lahan kering di Kabupaten Sumbawa, dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Analisis Break Even Point (BEP) dan Revenue Cost Ratio (R/C) Pola 3 yaitu Padi-Jagung dan Ternak dalam Usahatani Terpadu pada Lahan Kering di Kabupaten Sumbawa Tahun 2011. Padi No
Uraian
Jagung
Per LLG (0,43 ha)
Per Hektar (1,00 ha)
467.745
1.087.778
467.578
Per Hektar (1,00 ha) 697.877
1.784.237
Per LLG (0,67 ha)
Ternak
1
BEP Penerimaan (Rp)
2
BEP Produksi (Kg)
950,45
2.210,36
665,49
993,26
73,86
3
BEP Harga (Rp/Kg)
2.635
2.635
1.064
1.064
12.134
1,61
1,61
2,41
2,41
2,91
4 R/C Sumber : Data Primer Diolah
Pada Tabel 6. dapat diketahui bahwa model usahatani pada Pola 3, BEP usahatani padi menunjukkan bahwa penerimaan sebesar Rp. 14.734.884/ha > BEP penerimaan sebesar Rp. 1.087.778/ha, jumlah produksi sebanyak 3.953,49 Kg/ha > BEP produksi sebanyak 2.210,36Kg/ha dan harga yang berlaku sebesar Rp. 3.780/Kg > BEP harga sebesar Rp. 2.635/Kg. BEP usahatani jagung menunjukkan bahwa penerimaan sebesar Rp. 17.537.313/ha > BEP
penerimaan sebesar Rp. 697.877/ha, jumlah produksi sebanyak 7.014,93 Kg/ha > BEP produksi sebanyak 993,26 Kg/ha dan harga yang berlaku sebesar Rp. 2.500/Kg > BEP harga sebesar Rp. 1.064/Kg. BEP usaha ternak kambing menunjukkan bahwa penerimaan sebesar Rp. 4.960.000 > BEP penerimaan sebesar Rp. 1.784.237, jumlah produksi sebanyak 184 Kg > BEP produksi sebanyak 73,86 Kg dan harga yang berlaku sebesar Rp. 25.000/Kg > BEP harga sebesar Rp. 25
Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
12.134/Kg. Pada Pola 3 ini besarnya nilai R/C usahatani padi =1,61, usahatani jagung = 2,41 dan usaha ternak kambing = 2,91 sehingga rata-rata nilai R/C > 1. Hasil analisis Break Even Point (BEP) dan Revenue Cost Ratio (R/C) pada masing-masing pola tersebut, kesemuanya memberikan indikasi bahwa model usahatani terpadu tersebut layak. Dengan demikian usahatani terpadu pada lahan kering di Kabupaten Sumbawa adalah layak untuk dikembangkan. Selanjutnya untuk usaha ternak kambing yang dilakukan oleh petani di daerah penelitian, secara umum dapat diberikan gambaran umum sebagai berikut. Jumlah pemilikan ternak kambing oleh petani, dari petani yang memiliki ternak yang digunakan sebagai responden dalam penelitian ini, sangat bervariatif sekali, dari yang paling sedikit satu ekor dan yang terbanyak sejumlah 60 ekor kambing. Umumnya ternak yang dipelihara petani tersebut ditinjau dari umur ternaknya berkisar dari 6 bulan sampai 36 bulan, namun sebagian besar berumur di atas 18 bulan. Adapun cara pemeliharan kambing yang dilakukan oleh petani adalah dengan cara dikandangkan dan dilepas. Kandang yang digunakan sangat sederhana dan tidak permanen. Karena itu
Vol.18 No. 2
maka untuk keperluan pakan ternaknya tentunya juga sebagian dicarikan rumput dan sebagian kambing mencari sendiri karena kambing dilepas untuk mencari pakannya sendiri. Sehubungan dengan cara pemeliharan dengan cara dilepas ini, justru akan menyulitkan perkebangan kambing secara kuantitas, karena kambing yang dilepas tersebut kadang masuk ke perkampungan dan secara tidak langsung mengganggu perumahan warga, sehingga kambing-kambing tersebut sering dikejarkejar warga. 3. Kendala atau Hambatan yang dihadapi Petani dalam Usahatani Terpadu pada Lahan Kering Dalam pelaksanaan kegiatan usahatani terpadu tidak terlepas dari adanya kendala yang dihadapi oleh pihak-pihak yang terlibat secara langsung. Dari hasil penelitian diketahui beberapa kendala yang paling dominan dihadapi oleh petani dalam usahatani tanaman pangan adalah cuaca atau curah hujan yang tidak menentu, modal, dan upah buruh sedangkan pada usahatani ternak kambing adalah pakan dan penyakit diare pada kambing. Untuk lebih jelasnya kendala yang dihadapi oleh petani usahatani terpadu di Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 7. Kendala atau Hambatan yang Dihadapi Petani dalam Usahatani Terpadu pada Lahan Kering di Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa Tahun 2012-2013 No
Kendala
Persentase Responden (%)
1
Curah Hujan yang tidak menentu
100,00
2
Modal
63,33
3
Upah Buruh
76,67
4
Pakan
40,00
5
Penyakit Diare
20,00
Sumber : Data Primer Diolah Berdasarkan Tabel 7. di atas, menunjukkan bahwa kendala utama yang dihadapi oleh petani dalam usahatani terpadu pada lahan kering di Kabupaten Sumbawa adalah kondisi curah hujan yang tidak menentu (100% responden), dimana usahatani terpadu yang dilakukan oleh petani yaitu pada lahan kering berupa lahan tadah hujan dan ladang sehingga menghambat proses kegiatan usahatani. Selain itu, kendala lain berupa tingginya upah buruh (76%) dan modal (63%) serta
penyakit diare pada ternak kambing ketika musim penghujan menjadi kendala dalam menjalankan usahatani terpadu. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: a. Total biaya yang dikeluarkan usahatani terpadu pada lahan kering di 26
Jurnal Penelitian UNRAM, Agustus 2014 ISSN 0854 - 0098
Kecamatana Lape Kabupaten Sumbawa yaitu: Pola 1 adalah sebesar Rp. 14.146.639, Pola 2 yang terdiri dari adalah sebesar Rp. 8.134.319 dan Pola 3 sebesar Rp. 16.230.362 b. Pendapatan usahatani terpadu pada lahan kering di Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa Pola 1 adalah sebesar Rp. 18.283465, pola 2 sebesar Rp. 14.228.181 dan Pola 3 sebesar Rp. 20.974.835. c. Usahatani terpadu pada lahan kering di Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa pola 1, pola 2 dan pola 3 adalah layak untuk diusahakan karena R/C lebih besar dari satu (R/C > 1) dan penerimaan, produksi, dan harga produksi lebih besar daripada BEP nya. d. Kendala utama yang dihadapi oleh petani dalam usahatani terpadu pada lahan kering di Kecamatan Lape Kabupaten Sumbawa yaitu curah hujan yang tidak menentu, tingginya upah buruh dan modal serta penyakit diare pada ternak kambing ketika musim penghujan. Saran a. Diharapkan kepada pemerintah terutama dari dinas pertanian dan peternakan untuk memberikan penyuluhan serta mengadakan pelatihan-pelatihan bagi para petani agar petani mampu menguasai teknik budidaya dalam berusahatani pada lahan kering sesuai dengan anjuran terutama dalam hal penggunaan sarana produksi. b. Diharapkan kepada petani agar memanfaatkan sebagian pendapatan yang diperoleh untuk ditabung atau diinvestasikan sebagai modal dalam menghadapi musim tanam untuk usahatani tahun selanjutnya.
Vol.18 No. 2
DAFTAR PUSTAKA Adiwilaga A. 1982. Ilmu Usahatani. Alumni. Bandung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kaltim. 2001. Pola Pengembangan Usahatani Terpadu. http://pustaka.litbang.deptan.go.id Kalimantan Timur. [diakses 17 Agustus 2013] Baharuddin, 1991. Pengelolaan dan Pendayagunaan Sumberdaya Tanah dan Air. Dalam Yasin, S. (Eds.). Sistem Pengelolaan Sumberdaya Pertanian Berwawasan Lingkungan. Akademika Prasindo. Jakarta. Balitbang Pertanian Depatemen Pertanian, 1989. Pertanian Lahan Kering dan Konservasi Tanah. Risalah Pembahasan Hasil Penelitian Hutan, Tanah, dan Air. Bogor. Broto H., 1997. Evaluasi Dampak Sosial Ekonomi Proyek Irigasi Mamak di Kecamatan Lape-Lopok Kabupaten Sumbawa. Fakultas Pertanian UNRAM. Mataram. Deptan. 2009. Visi Misi. http//:deptan.go.id. [diakses 20 Juli 2013] Kristanto K, Saleh, Paemboan. 1985. Peran Peternakan dan Pertanian Lahan Kering dalam Peningkatan Pendapatan Keluarga. Dalam Mubyarto: Peluang Kerja dan Berusaha di pedesaan. BPFE Yogyakarta. Mubyarto, 1979. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Nasir, M. 1988. Metode Penelitian. Cetakan ke-3. Ghalia Indonesia. Jakarta. Saragih, B. 2002. Kebijakan Pemberdayaan Lahan Kering Untuk Mendukung Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Makalah Disampaikan dalam Lokakarya Kurikulum Inti Fakultas Pertnaian se-Indonesia Tanggal 26-28 Mei 2002 di Mataram. NTB. Suratiyah K. 2009. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
27