Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
AGRIBISNIS TERNAK KAMBING BERBASIS TANAMAN JERUK DI KABUPATEN KARO-SUMUT (Agribussiness in Goat-Orange Integration System in North Sumatera) SETEL KAROKARO Loka Penelitian Kambing Potong, Sungei Putih PO Box 1, Galang 20585
ABSTRACT This research initially was started with a preliminary study on the characteristic of goat farmers typically on the goat-orange integration system. This research was a collaborative research between the government of Karo District (Dinas Pertanian) and Indonesia Research Institute for Goat Production at Sei Putih (Lolit Kambing Potong). Preliminary studies showed that Karo District has a potential for a goat agribusiness. Four farmers, who has an approximately goat 20 males, were selected as cooperators to begin the agribusiness in goat-orange integration system. Agribusiness in goat-orange agribusiness was developed through utilization of Passiflora edulis Sims, Edulis Deg (By-product of Markisah industry) as a feed supplement and development of Paspalum guenarium and Bracharia humidicola which could supply 22.100 kg grass 22.100. After one year of experiment the results showed that productivity of first generation (F1) increased as 24 goats (12 ♀and 12 ♂) or increasing the farmer income by Rp. 4.200.000 and supplying a manure by 8.89 ton (17.78% of the yearly manure requirement for a hectare of orange plantation). Income analysis between non cooperator and with cooperator showed that B/C ratio of non cooperator(without integration system) and cooperator (with integration system were respectively 2.06 and 2.26. However, due to a limited samples of F1 after two year of experiment, this cooperative research needs to be continued to attain the proper recommendation model in goat-orange integration system. Key Words: Agribusiness, Goat-Orange Integration System ABSTRAK Penelitian diawali melalui kegiatan Studi Profil Usaha Ternak Kambing Potong Berbasis Tanaman Jeruk dan dilanjutkan dengan penetapan 4 kooperator dengan skala pemilikan ternak (20 ekor induk dan 1 pejantan Boerka)/petani. Data analisis karakteristik usahatani jeruk dan ternak kambing, terutama faktor ketersediaan tenaga kerja dan pengalaman managemen pemeliharaan, menunjukkan bahwa pengembangan usaha ternak kambing memiliki potensi yang besar. Pola pengembangan agribisnis ternak kambing berbasis tanaman jeruk dengan memanfaatkan lahan sela dan pinggiran tanaman jeruk yang ditanam dengan rumput Paspalum guenarum dan Brachiaria humidicola dapat menyediakan pakan rumput 22.100 kg yang mencukupi pakan utama ternak. Sebagai bahan pakan tambahan, yaitu dengan pemanfaatan limbah industri pabrik buah markisah yang sudah diolah dalam bentuk konsentrat merupakan faktor pendukung dalam peningkatan produksi tanaman jeruk yang merupakan usaha utama masyarakat. Pengembangan usaha ternak kambing berbasis tanaman jeruk dengan pemanfaatan limbah pertanian (limbah pabrik markisah) tampak bahwa pada tahun pertama dapat meningkatkan produktivitas ternak kambing sebanyak 24 ekor (12 betina, 12 jantan). Jika hasil ternak jantan dijual maka dapat menambah pendapatan petani sebesar Rp. 4.200.000. Juga dapat mensuplai kebutuhan pupuk kandang sebanyak 8,89 ton (17,78% dari kebutuhan tanaman Jeruk/tahun). Teknologi persilangan kambing lokal dengan pejantan Boerka cocok untuk di kembangkan di Kabupaten Karo dengan model sistem integrasi dengan perkebunan jeruk. Analisis usahatani koperator menunjukkan bahwa B/C ratio jeruk siem madu tanpa dan dengan sistem integrasi ternak kambing pada tahun pertama berturut-turut adalah 2,06 dan 2,26. Peningkatan hasil setelah model integrasi dengan ternak kambing diterapkan akan lebih tampak pada periode tahun berikutnya. Untuk itu diperlukan penelitian lanjutan untuk melengkapi rekomendasi model integrasi ternak kambing dengan perkebunan jeruk. Kata Kunci: Agribisnis, Integrasi Kambing-Tanaman Jeruk
1065
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
PENDAHULUAN Budidaya jeruk di lahan kering mempunyai beberapa masalah antara lain produksi dan mutu jeruk yang rendah (kurang produktif) karena terbatasnya ketersediaan pupuk norganik, pemasaran buah jeruk tidak terjamin atau harga jual jeruk di tingkat petani rendah. Selain itu masa berbuah jeruk cukup lama, sehingga petani perlu diversifikasi system usaha tani yang mampu mengatasi masalah tersebut diatas. Pengembangan SUT ternak kambing berbasis jeruk di lahan kering dipandang suatu sistem diversifikasi yang bersifat Mutual Benefit. Usaha ternak kambing akan mampu sebagai suplai pupuk untuk tanaman jeruk yang pada akhirnya dapat meningkatkan produksi jeruk. Disamping itu introduksi kambing di lahan ini akan memberikan beberapa keuntungan lain kepada petani seperti konservasi lahan melalui cover crop berupa hijauan makanan ternak yang tahan naungan. Analisis suplai dan deman daging kambing di Sumatera Utara menunjukkan bahwa Sumatera Utara masih relatif belum mampu untuk memproduksi daging kambing dengan tujuan export ke luar negeri. Produksi kambing di Sumut (KAROKARO et al., 1995) hanya mampu memenuhi 45% kebutuhan lokal saja. LEVINE et al. (1991) menyebutkan bahwa Indonesia kekurangan daging kambing dikarenakan pertumbuhan populasi tidak sejalan dengan pertumbuhan permintaan. KARTAMULIA (1993) menyebutkan bahwa secara macro penyebab utamanya bahwa pertumbuhan populasi kambing/domba per tahun dibawah 9% sedangkan peningkatan permintaan berkisar antara 3 – 6%. Upaya pengembangan ternak kambing secara terpadu dengan tanaman jeruk terkendala oleh terbatasnya lahan tersedia untuk memproduksi hijauan pakan ternak dalam mendukung populasi kambing dalam jumlah besar. Ketersediaan hijauan pakan yang relatif terbatas mengarahkan pendekatan pengembangan sistem pakan kepada upaya mengoptimalkan pemanfaatan hijauan pakan dan memaksimalkan penggunaan bahan pakan alternatif yang tersedia secara lokal. Oleh karena itu terdapat empat aspek yang tercakup dalam sistem pakan tersebut yaitu 1) optimalisasi produksi dan kualitas hijauan
1066
pakan dari lahan tersedia dan 2) maksimalisasi pemanfaatan sumber pakan alternatif yang dapat mensubstitusi hijauan sebagai pakan dasar (basal), 3) optimalisasi pemanfaatan sumber pakan alternatif sebagai bahan pakan suplemen dengan konsentrasi nutrisi tinggi dan 4) sinkronisasi sepanjang tahun antara ketersediaan pakan baik jumlah dan mutu dengan kebutuhan produksi sesuai dengan status fisiologi kambing. Upaya mengoptimalkan produksi hijauan dilakukan dengan memilih spesies /jenis hijauan pakan yang paling sesuai dengan kondisi agroklimat dan yang bersifat komplementer dengan tanaman jeruk. Jenis hijauan dapat berupa rumput, legum herba maupun legum pohon. Pemilihan jenis hijauan yang paling sesuai dapat dilakukan terhadap koleksi plasma nutfah yang tersedia. Upaya memaksimalkan penggunaan bahan alternatif pakan sebagai substistusi rumput merupakan fokus utama, karena bahan pakan tersebut akan berperan sebagai pakan utama (dasar) dalam menyusun ransum kambing. Berbagai bahan pakan inkonvensional berupa limbah atau hasil sisa pertanian dan industri pengolahan produk pertanian telah diteliti dan beberapa diantaranya memiliki kapasitas untuk mensubstitusi rumput sebagai sumber serat. Pemilihan bahan alternatif ini harus dititk beratkan kepada bahan-bahan yang tersedia secara lokal sehingga lebih ekonomis. Dari berbagai jenis bahan yang telah diteliti, maka kulit buah markisa merupakan salah satu pilihan. Hasil penelitian GINTING et al. (2003) dan SIMANIHURUK dan GINTING (2004), KRISNAN dan GINTING (2004) menunjukkan bahwa kulit buah markisa dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan kambing pengganti rumput sampai 100%, walaupun tingkat substitusi optimal diperoleh pada 66%. Produk limbah pengolahan buah markisa relatif tersedia secara lokal mengingat produsen limbah tersebut juga berada di sentra produksi jeruk. Oleh karena itu, formulasi ransum berdasarkan kulit buah markisa perlu dikembangkan sebagai alternatif bahan pakan pada sistem integrasi kambing jeruk. Total output dari sistem ini sangat ditentukan oleh kemampaun sistem pakan dalam menciptakan harmoni antara ketersediaan pakan dalam jumlah, mutu dan waktu yang tepat dengan kebutuhan produksi
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
kambing. Oleh karena itu, sinkronisasi ketersediaan pakan dengan tingkat produksi memiliki arti strategis dalam kelangsungan sistem integrasi jeruk dengan kambing. Untuk menciptakan kondisi ini, perlu dipertimbangkan alternatif sistem pakan yang mampu mengantisipasi kendala musim (kering dan basah), fluktuasi ketersediaan bahan pakan alternatif maupun hijauan pakan serta dinamika populasi kambing untuk mencapai skala usaha optimal sesuai dengan daya dukung sistem. Melalui usaha diversifikasi ini akan mampu mengurangi masalah di atas dimana produksi daging di Pemda Karo khususnya dan Sumatera Utara secara umum akan meningkat. Namun demikian SUT ini akan memerlukan tenaga kerja ekstra terutama pada awal tanam dan memerlukan teknologi pemangkasan tunas air dan model arsitektur tanaman jeruk non monokultur agar tanaman sela dapat tumbuh baik. Agar SUT ini diterima oleh petani, perlu pembenahan kelembagaan tata niaga masa mendatang agar produksi jeruk dan produktivitas kambing yang dihasilkan mempunyai kestabilan dan kepastian harga. Kambing Kacang adalah salah satu kambing lokal di Indonesia disamping telah beradaptasi dengan lingkungan setempat juga memiliki keunggulan pada tingkat kelahiran anak sekelahiran yang cukup tinggi (OBST et al., 1980; SAKUL et al., 1994). Namun demikian kambing Kacang ini juga memiliki keterbatasan dengan rataan bobot badan dewasa yang cukup rendah yaitu sekitar 22 kg. Tingkat kepemilikan kambing yang secara rata-rata hanya berkisar antara 2 – 7 ekor menunjukkan bahwa penyebaran ternak ini cukup luas dan melibatkan petani/peternak dalam jumlah yang tinggi diantaranya pada areal perkebunan berbasis jeruk. Kambing Boer adalah kambing tipe pedaging yang baik karena mempunyai konfirmasi tubuh yang baik, yaitu mempunyai tulang rusuk yang lentur, panjang badan dan perototan yang baik pula. Kambing Boer merupakan keturunan kambing Hottentot yang hidup di daerah beriklim setengah kering di sebelah utara semenanjung Kaap, Afrika Selatan (DEVENDRA dan BURNS, 1994). Pemuliabiakan kambing Boer telah dilakukan lebih dari 50 tahun, sehingga kambing tersebut telah dianggap superior diantara kambing tipe pedaging lainnya. Kambing Boer betina dapat
dikawinkan pada umur 10 bulan dengan jumlah anak sekelahiran dari satu sampai tiga ekor. Rata-rata pertambahan bobot badan harian sampai umur 12 bulan adalah 200 – 250 g/hari. Bobot badan dewasa adalah 110 – 135 kg untuk jantan dan 90 – 100 kg untuk betina (American Boer Goat Association, 2002). Persilangan Kambing Kacang dengan Kambing Boer adalah salah satu cara untuk mendapatkan kambing hasil persilangan yang selain memiliki produktivitas lebih tinggi dibandingkan Kambing Kacang juga mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi lingkungan Indonesia. Mengingat hal tersebut diatas maka introduksi kambing persilangan Boer dengan Kacang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu genetik kambing lokal terutama yang berada di areal perkebunan berbasis tanaman jeruk. Disisi lain, areal perkebunan berbasis tanaman jeruk memberi peluang kepada petani untuk dapat memanfaatkan areal yang ada sebagai sumber pendapatan tambahan dengan memasukkan komoditi ternak kambing sebagai komponen usaha tani, sehingga integrasi usaha peternakan di bawah tanaman jeruk memberikan dampak yang sangat besar artinya dalam meningkatkan pendapatan petani. Tujuan kegiatan Untuk mengembangkan alternatif sistem produksi terpadu antara tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing serta pemanfaatan hasil olahan limbah markisah yang ada di kawasan Agribisnis secara berkelanjutan dalam rangka mendukung Agribisnis Usaha Ternak Kambing berbasis Tanaman Jeruk dengan pemanfaatan limbah pertanian. MATERI DAN METODE Penelitian ini diawali dengan kegiatan Studi Profil Usaha Ternak Kambing Potong Berbasis Tanaman Jeruk. Data base ini akan digunakan sebagai pembanding data akhir setelah data performance ternak diperoleh, untuk menggambarkan dampak penerapan paket teknologi dan tingkat adopsinya. Observasi dan informasi prosesing markisa akan memberikan informasi perihal potensi
1067
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
produksi dan persen komposisi fisik limbah. Analisis kimia sample limbah dilakukan untuk mengetahui kandungan nutrisi limbah yang berguna untuk penyusunan pakan tambahan berbasis limbah yang lebih murah dibandingkan dengan pakan konvensional. Selanjutnya melalui tingkat penggunaan limbah dalam susunan ransum akan dilakukan estimasi potensi produksi fisik limbah menurut petunjuk WIDODO (1986) dalam bentuk optimum kapasitas tampung ternak kambing untuk memberikan gambaran kemampuan limbah tersebut untuk mendukung ternak kambing skala pengembangan agribisnis. Konversi produksi limbah dalam bentuk nilai estimasi ekonomi produksi ternak kambing, akan diestimasi melalui penggunaan input output sesuai referensi pertambahan bobot badan rata-rata ternak kambing dengan pakan limbah (GINTING, 2004) yang akan direkomendasikan dalam pengkajian ini. Secara tabulasi ruang lingkup evaluasi potensi ekonomi produksi limbah yang dikaji dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 1. Selanjutnya data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam dan koefisien regresi dan analisis ekonomi dilakukan dengan analisis fungsi keuntungan yang menggunakan faktor input – output. Tabel 1. Komposisi penggunaan bahan limbah pertanian dalam konsentrat yang diberikan kepada ternak kambing Bahan Bungkil inti sawit Kulit buah Markisa Kulit buah kopi Molases Tepung ikan Dedak Jagung Tepung tulang Ultra mineral Garam Protein (%) Energi (DE; Kkal/kg)
Proporsi (%) 40,31 13,82 5,62 11,54 4,62 15,08 4,62 1,08 1,0 2,31 16% 2600
Untuk melihat dampak dan tingkat adopsi teknologi yang di introduksikan serta tingkat
1068
peningkatan pendapatan peternak responden sebagai gambaran untuk bentuk model integrasi yang direkomendasikan untuk skala agribisnis maka dilakukan evaluasi diakhir kegiatan dengan menggunakan metode partial budget analysis. Lebih lanjut maka di introduksikan pakan suplemen berbasis limbah pertanian berupa pakan konsentrat dengan bahan utama limbah industri pertanian diberikan kepada ternak. Kulit buah markisa dikeringkan menggunakan sinar matahari, lalu digiling untuk menghasilkan tepung kulit buah markisa (TBM). Bungkil inti sawit diperoleh dari PT Socfindo secara komersial. Kulit buah kopi diperoleh dari produsen dalam bentuk kering, lalu digiling untuk mendapatkan tepung kulit kopi. Bahan pakan lain ditambahkan untuk mendapatkan komposisi suplemen dengan kandungan protein kasar 16% dan energi dapat dicerna sebesar 2500 Kkal/kg bahan kering pakan. Bahan pakan dicampur merata secara manual untuk mennghasilkan komposisi suplemen seperti disajikan pada Tabel 1, lalu dikemas dan diintroduksikan kepada koperator. Pakan suplemen diberikan kepada ternak sebanyak 200 – 500 g/ekor/hari, tergantung kepada kelompok ternak yang ada (anak, dewasa, laktasi atau bunting). Disamping pakan suplemen, kepada koperator diintroduksikan hijauan pakan ternak (Paspalum guenarum, Brachiaria humidicola) untuk dikembangkan sebagai sumber hijauan pakan. Bibit hijauan digunakan dalam bentuk pols dan ditanam dilahan petani koperator. Materi yang digunakan adalah kambing Kacang induk sebanyak 80 ekor milik 4 peternak yang berada di areal sentra tanaman jeruk dan disilangkan dengan pejantan Boerka (F1 dari persilangan induk Kacang dengan pejantan Boer). Data produktivitas ternak setelah uji coba persilangan tersebut menghasilkan keturunan dilaporkan pada makalah ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran profil peternak kambing yang juga merupakan petani jeruk di Kabupaten Karo (Tabel 2) menunjukkan bahwa kisaran usia peternak kambing adalah 35 – 61 tahun,
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
limbah industri buah markisa seyogianya di awali di lokasi tersebut untuk mencapai program recycle kedepan yang lebih baik. Sistem pemberian pakan (Tabel 3) menunjukkan bahwa peternak kambing belum memanfaatkan pakan konsentrat. Pakan utama ternak adalah rumput yang diperoleh dari kebun jeruk, pinggir jalan dan lapangan. Program kerjasama pengembangan agribisnis ternak kambing antara loka penelitian kambing dengan Pemda Kabupaten karo dengan
level pendidikan minimum SD dan beternak masih merupakan usaha sampingan majoritas petani. Ini menunjukkan bahwa dilihat dari ketersediaan tenaga kerja maka pengembangan usaha ternak kambing masih memiliki potensi yang besar di wilayah tersebut sekaligus mendukung peningkatan produksi tanaman jeruk yang merupakan usaha utama masyarakat. Data ini menunjukkan bahwa lokasi pengembangan agribisnis ternak kambing berbasis tanaman jeruk dengan pemanfaatan
Tabel 2. Identitas petani jeruk dan ternak kambing di daerah Kabupaten Karo Jumlah tanggungan
Jumlah TK
Sumber income
Ternak
2
1
Jeruk
kopi
Ternak
3
2
jeruk
kopi
Ternak
3
3
Jeruk
kopi, cengkeh
Ternak
4
4
Jeruk
SMA
kopi
Ternak
5
4
Jeruk
STM
Cabe, padi
Ternak
4
0
Jeruk
STM
kopi
Ternak
2
1
Jeruk
SD
Cabe, padi
Ternak
3
1
Jeruk
57
SD
coklat, cabe
Ternak
0
1
kopi
61
SMA
kopi, coklat
Ternak
5
3
Jeruk
50
SMP
Cabe, padi
Ternak
4
4
Jeruk
60
SMP
kopi
Ternak
1
1
Jeruk
Umur
Pendidikan
Usaha sampingan
40
S1
kopi
43
SMP
45
SMA
43
SD
37 35 45 42
Tabel 3. Sistem pemberian pakan dan kandang kambing di Kabupaten Karo Jenis pakan diberikan
Sumber hijauan
Jumlah ternak (ekor)
Jumlah pemberian hijauan (kg)
Bentuk kandang
Rumput
a dan b
25
95
Panggung
Rumput
a,b,c
35
200
Panggung
Rumput
a,b,c
8
200
Panggung
Rumput
b,c
15
75
Panggung
Rumput
daun singkong
a dan b
27
140
Panggung
Rumput
Legume
a dan b
20
80
Panggung
Legume
C
28
80
Panggung
a,b,c
100
500
Lantai tanah
Legume
C
8
25
Legume
b,c
7
30
Panggung
Legume
a,b
30
300
Panggung
C
30
Rumput
Rumput Rumput
K = Kebun, PJ = Pingir jalan, LU (Lapangan umum)
1069
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
pemanfaatan sumber konsentrat dari limbah pertanian spesifik lokasi (limbah industri pabrik markisa) diperkirakan akan meningkatkan produktivitas ternak kambing di daerah tersebut mengingat peternak kambing dilokasi belum memanfaatkan konsentrat sebagai pakan penguat ternak. Teknologi pakan ternak disertai manajement usaha dan teknologi breeding akan membuahkan hasil yang lebih baik di daerah tersebut. Analisis usahatani koperator (Tabel 4) menunjukkan bahwa B/C ratio petani jeruk siem madu non kooperator di Kabupaten Karo adalah 2,06 dan petani jeruk kooperator adalah 2,26. Peningkatan hasil setelah model integrasi dengan ternak kambing diterapkan akan lebih tampak pada periode tahun berikutnya. Untuk itu diperlukan penelitian lanjutan untuk melengkapi rekomendasi model integrasi ternak kambing dengan perkebunan jeruk. Perkembangan produksi jeruk di Sumatera Utara selama tahun 2004 (Januari – Desember) meningkat terus, tapi harga rata-rata eceran jeruk mencapai puncaknya pada pertengahan April, kemudian menurun secara perlahan hingga pertengahan Agustus dan selanjutnya menurun tajam hingga bulan Desember. Data ini menunjukkan bahwa harga eceran jeruk yang meningkat dan mencapai puncaknya pada pertengahan April sesuai dengan siklus produksi jeruk di sentra jeruk di Sumatera Utara antara lain di Karo, dimana pada periode April – Mei memang produksi mencapai titik terendah (produksi sedikit). Penurunan harga
eceran jeruk yang menurun tajam mulai pertengahan bulan Agustus hingga Desember dikarenakan produksi sudah mulai memasuki tahap produksi menuju maksimum disamping itu produksi buah-buahan lainnya di Sumatera Utara dan Pulau Jawa telah memasuki musim buah (Gambar 1). Untuk mengatasi penurunan harga eceran jeruk pada saat produksi berjalan normal atau mencapai puncaknya maka pada periode tersebut perlu dilakukan terobosan pasar antara lain ekspor, maksimalisasi pemasaran dalam negeri seperti pasar swalayan dan efisiensi produksi dan tata niaga. Dilihat dari ketersediaan tenaga kerja maka pengembangan usaha ternak kambing masih memiliki potensi yang besar di wilayah tersebut sekaligus mendukung peningkatan produksi tanaman jeruk yang merupakan usaha utama masyarakat. Data analisis karakteristik usahatani jeruk dan ternak kambing dimana beternak kambing merupakan pekerjaan sampingan namun mereka memiliki pengalaman beternak yang cukup lama dengan rata-rata jumlah pemilikan ternak kambing 28 ekor (rataan induk dan dewasa 10 dan 17 ekor ber turut-turut). Data ini menunjukkan bahwa lokasi pengembangan agribisnis ternak kambing berbasis tanaman jeruk dengan pemanfaatan limbah industri buah markisa seyogianya di awali di lokasi tersebut untuk mencapai program recycle kedepan yang lebih baik. Peternak kambing belum memanfaatkan pakan konsentrat.
Tabel 4. Analisa usahatani koperator jeruk siem madu/ha (500 pokok) Uraian
Jeruk petani non peternak Jumlah
Jeruk petani peternak tahun I
Rp
Rp
Perbaikan drainasePenyiangan/; Pembumbunan; Pemangkasan; Pemupukan; Pengendalian hama dan penyakit; Pemanenan (HOK)
6.500.000
6.500.000
Pupuk (kg)
10.450.090
8.672.000
Bunga modal (18%/thn)
3.051.016
3.051.016
-
20.001.106
18.223.016
Produksi (kg)
33.125
61.281.250
61.281.250
Keuntungan
-
Total biaya (Rp)
Biaya/Kg jeruk
41.280.144
41.280.144
Rp.603,807
Rp.603,807
B/C Ratio
2,06
2,26
R/C Ratio
3,06
3,36
1070
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Harga (Rp)
Data produktivitas hasil persilangan menunjukkan bahwa teknologi persilangan kambing lokal dengan pejantan Boerka cocok untuk dikembangkan di Kabupaten Karo dengan model sistem integrasi dengan perkebunan jeruk (Tabel 5). Namun demikian mengingat data masih sampai F1 maka kegiatan harus dilanjutkan untuk mengetahui tingkat produksi dan peningkatan pendapatan petani pada tahun-tahun selanjutnya. Dalam pola Agribisnis Ternak Kambing Berbasis Tanaman Jeruk dengan Pemanfaatan Limbah Pertanian dibutuhkan lahan Jeruk
produktif ataupun vegetatif seluas 1 ha yang dapat memuat 1.500 rumpun Rumput dan tanah bebas seluas 1.200 m2 yang dapat ditanami rumput agar memenuhi konsumsi pakan rumput untuk ternak 21 ekor, rumput yang dihasilkan/tahun adalah 22.100 Kg. Konsentrat sebagai pakan tambahan yaitu dari olahan limbah Markisa yang didapat dari kawasan usaha ternak tersebut. Konsentrat yang dibutuhkan sebanyak 117 Kg. Ternak yang dipelihara dapat menghasilkan 8,89 ton pupuk kandang yang dapat memenuhi 17,78 % dari kebutuhan pupuk kandang/tahun dari Tanaman Jeruk. Integrasi Ternak dan Jeruk tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan pendapatan Petani/Peternak.
2600
80000
2550
60000
2500
40000
2450
20000
2400 2350
Produksi (Kg)
Produktivitas kambing lokal dan hasil silang dengan kambing Boerka
Harga Produksi
0 1
2
3
4
Triwulan
Gambar 1. Produksi dan harga eceran rata-rata jeruk per triwulan di Sumut tahun 2004
Tabel 5. Data produktivitas kambing lokal dan hasil silang dengan kambing Boerka Uraian Jumlah ternak
Produktivitas Lokal
Persilangan
175 ekor
80 ekor
(12 peternak)
(4 peternak)
Mortalitas/kelahiran anak
37,22 %
32 %
Lama bunting
5 bulan
5 bulan
Periode laktasi/menyusui
3 bulan
3 bulan
Jarak antara kelahiran
8 bulan
8 bulan
Umur bunting pertama
9 bulan
9 bulan
1,2
1,57
Rata-rata berat lahir
3,64 ± 0,65
4,35 ± 0,52
Rata-rata berat sapih
9,45 ± 0.15
-
Litter size (jumlah anak sekelahiran)
1071
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
•
Pola Agribisnis Ternak Kambing Berbasis Tanaman Jeruk dengan Pemanfaatan Limbah Pertanian Tahun I Thn I PPk : 8,89 ton 1 Ha : 500 Batang Lahan Bebas 1.250 m² Bibit Rumput 6.500 Kg Hasil : Paspalum 22.100 Kg Kebutuhan Pupuk 50 ton/thn Thn I memenuhi 17,78 % PPk
117 Kg
20♀ x 1♂ Kebutuhan Rumput : 22.100 Kg Thn I : Pupuk Kandang dihasilkan 8,89 ton Ternak 24 ekor : - 12 ♀ (induk) - 12 ♂ x Rp 350.000 = Rp 4.200.000
Thn I : Rumput 22.100 Kg
Limbah Pabrik Markisah 117 Kg Konsentrat
KESIMPULAN Dilihat dari ketersediaan tenaga kerja maka pengembangan usaha ternak kambing masih memiliki potensi yang besar di wilayah tersebut sekaligus mendukung peningkatan produksi tanaman jeruk yang merupakan usaha utama masyarakat. Program kerjasama pengembangan agribisnis ternak kambing antara loka penelitian kambing dengan Pemda Kabupaten Karo dengan pemanfaatan sumber konsentrat dari limbah pertanian spesifik lokasi (limbah industri pabrik markisah) diperkirakan akan meningkatkan produktivitas ternak kambing di daerah tersebut mengingat peternak kambing di lokasi belum memanfaatkan konsentrat sebagai pakan penguat. Teknologi pakan ternak disertai manajement usaha dan teknologi breeding akan membuahkan hasil yang yang lebih baik di daerah tersebut. Data produktivitas hasil persilangan menunjukkan bahwa teknologi persilangan kambing lokal dengan pejantan Boerka cocok untuk dikembangkan di Kabupaten Karo dengan model sistem integrasi dengan perkebunan jeruk. Pola integrasi yang diterapkan adalah Ternak Lokal (Kambing Kacang sebanyak 20 betina: Persilangan Kambing Boerka 1 jantan), dan lahan Jeruk (1 ha) yang ditanami dengan Rumput (tanaman pinggiran dan sela) dan
1072
Pemanfaatan pakan tambahan dari limbah Markisah. Pengembangan usaha ternak kambing berbasis Jeruk dan pemanfaatan limbah pertanian (Markisah) pada tahun I dapat meningkatkan produktivitas ternak kambing (24 ekor) dan juga dapat mensuplai kebutuhan pupuk kandang (memenuhi kebutuhan 17,78 %) untuk tanaman Jeruk sehingga Usaha Tani Jeruk pada tahun I dapat meningkatkan B/C dari 2,06 menjadi 2,26 atau R/C dari 3,06 menjadi 3,36 bagi Petani/Peternak. Pola Integrasi Ternak Kambing dan Jeruk masih sampai tahun I, akan dilanjutkan pada tahun II untuk dapat melihat peningkatan pendapatan petani/peternak. DAFTAR PUSTAKA AMERICAN BOER Brochure.
GOAT
ASSOCIATION.
2002.
BRADFORD, G.E. 1993. Small ruminant breeding strategies for Indonesia. Proc. Of workshop. Advances in Small Ruminant Research in Indonesia. Research Institute for Animal Production, Ciawi – Bogor, Indonesia. pp. 83 – 94 DE HAAS, H.J. 1978. Growth of the Boer goat crosses in comparison with indigenous Small East African goats in Kenya. Tropenlandwrit 79: 7 – 12 (ABA 47,1861).
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
DEVENDRA, C. dan M. BURNS. 1994. Produksi kambing di daerah tropis. Terjemahan Harya Putra. Penerbit ITB, Bandung. OBST, J.M., T. BOYER and T. CHANIAGO. 1980. Reproductive performances of Indonesian sheep and goats. Proc. Australian Society of Anim. Prod. 13: 321 – 324. KAROKARO, S., H.W. SHWU-ENG and M. AGUS. 1995. The export potential for North Sumatera’s small ruminants. Pros. seminar sehari strategi dan komunikasi hasil penelitian peternakan. Sub Balitnak Sei Putih dan SRCRSP, Medan 31 Januari 1995. KARTAMULIA, I., S. KAROKARO and J. DE BOER. 1993. Economic analysis of sheep grazing in rubber plantations: a case study of OPMM. Proc. to small ruminant workshop, 7 – 9 September 1993, San Juan, Puerto Rico.
KRISNAN, R. dan S.P. GINTING. 2004. Analisis Optimasi Penggunaan Kulit Buah Markisa yang Difermentasi dalam Pakan Komplit. Laporan Hasil Penelitian. Loka Penelitian Kambing Potong. LEVINE, J. and T. SOEDJANA. 1991. Methodology for establishing selection criteria, marketing and production aspects for sheep and goats in Indonesia and the Asean region. Proc. of a workshop on research methodologies. Medan, North Sumatera, September 9 – 14. SAKUL, H., G.E. BRADFORD and SUBANDRIYO. 1994. Prospects for genetic improvement of small ruminant in Asia. Proc. Strategic Development for Small Ruminant Production in Asia and the Pasific. SR-CRSP, Univ. of California, Davis. SIMANIHURUK, K. dan S.P. GINTING. 2004. Analisis Optimasi Penggunaan Kulit Buah Markisa dalam Pakan Komplit Pelet. Laporan Hasil Penelitian. Loka Penelitian Kambing Potong.
1073