Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK KAMBING LOKAL DALAM MENDUKUNG USAHA AGRIBISNIS TERNAK DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR D. KANA HAU DAN A. POHAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur
ABSTRAK Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu propinsi yang terdiri dari 566 pulau dengan tiga pulau besar Flores, Sumba dan Timor. Memiliki iklim yang paling kering di Indonesia dengan musim kemarau yang berlangsung panjang antara 8–9 bulan per tahun dan jumlah curah hujan kurang dari 1500 mm selama musim hujan. Akibat musim kemarau yang panjang terdapat banyak lahan marginal yang hanya cocok untuk tanaman semusim dan tahunan dengan rataan produksi yang relatif rendah. Oleh karena itu peternakan berperan penting sebagai sumber pendapatan petani terutama dalam mengantisipasi kegagalan panen tanaman pangan. Ternak kambing merupakan sumber pendapatan penting bagi petani kecil di semua kabupaten di NTT terutama di daerah kering kabupaten di Timor Barat, Sumba bagian timur dan sebagian di daerah kering bagian utara Flores, karena ternak kambing lebih sesuai dengan lingkungan tersebut dibandingkan ternak lainnya. Pengelolaan ternak kambing masih sangat sederhana, tanpa adanya usaha untuk penggemukan di kandang. Pada akhir musim kering penyediaan air merupakan masalah yang berat. Daerah NTT yang tergolong semiarid dan marginal terdapat potensi yang cukup untuk meningkatkan jumlah dan produktivitas kambing. Untuk keperluan ini diperlukan pelatihan mengenai manajemen pakan, dan kesehatan ternak bagi petani, dan perlu disediahkan air minum ternak (dapat berupa embung-embung) dan perbanyakan tanaman pakan ternak kambing. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya demonstrasi pembuatan kandang dengan bahan lokal untuk pemeliharaan dan penggemukan ternak, termasuk mendemonstrasikan penanaman jenis tanaman pakan ternak yang lebih baik. Kata kunci: Potensi, Kambing lokal, agribisnis, Nusa Tenggara Timur
PENDAHULUAN Pada masa mendatang, daging asal sapi nampaknya tidak akan mampu memenuhi permintaan yang terus meningkat. Meningkatnya permintaan produk peternakan secara cepat yang diikuti dengan menurunnya populasi dan mutu genetik ternak serta terbatasnya pakan merupakan kendala sekaligus peluang melakukan upaya peningkatan produksi peternakan. Interval kelahiran yang panjang dan tingkat kematian anak yang tinggi pada ternak besar (sapi dan kerbau) menyebabkan pelipat-gandaan jumlah ternak dan perbaikan produktivitas secara genetik membutuhkan waktu yang relatif lama (ASNATH et al., 1993). Selanjutnya ternak kecil seperti kambing merupakan alternatif yang perlu mendapat perhatian, karena terdapat potensi yang cukup besar untuk dikembangkan. Populasi kambing di Indonesia mencapai 12.456.402 ekor dengan kecendrungan
penurunan populasi sebesar 0,86% dibandingkan tahun sebelumnya (STATISTIK PETERNAKAN, 2002). Populasi tersebut terkonsentrasi di Pulau Jawa yang mencapai 6.802.631 ekor (54,61%) dari populasi nasional, yang meningkat 2% dibandingkan tahun sebelumnya. Ekspor kambing tahun 2000 mencapai 497.900 ekor di mana 359.032 ekor (72,11%) berasal dari Pulau Jawa (PRIYANTO et al., 2002). Kondisi demikian menunjukkan bahwa ternak kambing memberikan prospek yang baik sebagai komoditas ekspor. Produk ternak kambing yang utama adalah daging, susu, dan kulit/kulit bulu. Berdasarkan tipenya, ternak kambing dapat dikelompokkan menjadi tipe potong, tipe perah, dan tipe dwiguna. Dari berbagai rumpun/galur/ kelompok kambing di Indonesia, hampir seluruhnya dapat dikelompokkan menjadi tipe potong (daging), dan sebagian kecil dari “galur/kelompok” kambing Peranakan Etawah termasuk tipe perah/dwiguna. Dari total
227
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
produksi daging pada tahun 2003 sekitar 1.908.800 ton, sumbangan produksi dari daging kambing sekitar 3.21% (61.305 ton). Apabila rataan bobot karkas kambing sekitar 10 kg, telah dipotong sebanyak 5.108.750 ekor (dibandingkan dengan pemotongan tercatat sebesar 3.298.036 ekor) atau sekitar 38.48% dari populasi. Dari gambaran tersebut, diperlukan upaya untuk meningkatkan produktivitas usaha ternak kambing agar tidak terjadi penurunan populasi akibat tingginya pemotongan. Di daerah pedesaan di Nusa Tenggara Timur (NTT) ternak kambing merupakan komoditas yang sudah lazim dipelihara dalam skala kecil untuk menunjang ekonomi keluarga dan konsumsi protein hewani. Data mengenai pengembangan ternak kambing di NTT masih sangat terbatas terutama menyangkut sistem pemeliharaan, daya produksi, dan masalah yang berpengaruh terhadap sistem produksi masih langka. Menyadari pentingnya data tersebut, makalah pengembangan ternak kambing di NTT ini, ingin menggarisbawahi beberapa dalam hal sistem produksi yang meliputi peranan, dan potensi, dan prospeknya sebagai masukan dalam penyusunan program/ kebijakan pengembangan usaha ternak kambing di Nusa Tenggara Timur. EKSISTING USAHA TERNAK KAMBING DI NTT Sistem usaha ternak dan profil peternak Ternak kambing merupakan bagian yang integral dalam usahatani terpadu petani di NTT. Sistem usaha skala kecil yang masih bersifat sambilan dengan ternak dilepas mencari makan sendiri pada siang hari merupakan pola beternak umum yang dianut oleh petani di NTT. Lama ternak dilepas bervariasi antara 7 – 9 jam/hari dengan jarak kurang lebih 2 km dari rumah (ASNATH et al., 1990). Kepemilikan ternak kambing umumnya berkisar 3 sampai 5 ekor dan hanya sebagian kecil yang memiliki ternak kambing lebih dari 10 ekor. Ketersediaan pakan berupa hijauan asal rumput-rumputan untuk kambing pada musim hujan cukup tersedia, sebaliknya pada musim kemarau ketika sumber hijauan berkurang, pakan alternatif adalah daun kapuk
228
(Ceiba petandra), daun turi (Sesbania grandiflora), lamtoro (Leucaena leucocephala), daun kabesak (Acacia leucophloea) dan putak (Coryph gebanga). Usaha ternak kambing berpotensi dikelola secara komersial karena umur kedewasaan dan umur kebuntingan yang lebih pendek serta memiliki sifat beranak dua atau lebih. Dari segi ekonomi karkas kambing yang kecil akan lebih mudah dijual ataupun untuk memenuhi keperluan tertentu dalam keluarga seperti pesta dan acara adat atau keperluan lainnya. Gambaran ini dapat dilihat dari data konsumsi lokal di NTT. Pada umumnya petani memiliki tempat beternak berupa kandang sederhana dengan ukuran 4 x 6 m2 untuk ternak kambing. Namun hanya sedikit petani menyediakan kandang yang cukup baik karena sebagian besar masih beternak secara tradisional. Bahan kandang umumnya menggunakan bahan lokal yang didapatkan di padang sekitarnya seperti bahanbahan asal pohon lontar dan gewang (batang, pelepah dan daun) atau batang turi dan lamtoro maupun pohon-pohon lokal lainnya. Kandang umumnya dibangun tidak jauh dari tempat pemukiman dengan tujuan untuk memudahkan pengawasan. Pengawasan kesehatan kurang mendapat perhatian, namun penyakit belum merupakan kendala yang serius kecuali kasus diare dan infeksi pusar pada anak kambing yang lahir pada musim hujan. Kematian kebanyakan pada anak kambing karena manajemen yang kurang baik. Populasi dan penyebaran ternak kambing Populasi dan penyebaran ternak di NTT erat hubungannya dengan tersedianya lahan penggembalaan, kegiatan pertanian dan penyebaran penduduk dan iklim. Daerah-daerah yang iklim dan tanahnya kurang subur untuk usaha pertanian (biasanya padang rumput) sangat baik untuk usaha peternakan. Seperti Pulau Sumba bagian Timur dan Pulau Timor bagian Barat. Iklim berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi ternak, karena ternak kambing dapat beradaptasi dengan cukup baik pada iklim dan keadaan tempat yang sedikit curah hujannya.
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
Penyebaran ternak kambing di wilayah Nusa Tenggara Timur cukup bervariasi. Tercatat 37% dari seluruh ternak kambing menyebar di daratan Timor dan Rote Ndao, 53% di daratan Flores dan Alor dan 10% di daratan Sumba (DINAS PETERNAKAN PROPINSI NTT, 2005). Kabupaten yang terbanyak memiliki ternak kambing pada tahun 2001 adalah Kabupaten Kupang 16,5% (76.253
ekor), Flores Timur 11,4% (52.795 ekor), Ngada 9,04% (41.776 ekor), Manggarai 8,87% (41,008 ekor), Sumba Timur 8,03% (37.125 ekor), dan Sikka 7,52% (34.742 ekor) (Tabel 1). Sedangkan Kabupaten Sumba Barat, Timor Tengah Utara, Ende, TTS, Lembata dan Belu merupakan Kabupaten yang memiliki persentase kecil yaitu kurang dari 6%.
Tabel 1. Populasi ternak ruminansia menurut Kabupaten tahun 2004 No Kabupaten 1. Kota Kupang 2. Kupang 3. Rote Ndao 4. T.T.S 5. T.T.U 6. Belu 7. Alor 8. Lembata 9. Flores Timur 10. Sikka 11. Ende 12. Ngada 13. Manggarai 14. Sumba Timur 15. Sumba Barat Nusa Tenggara Timur
Sapi 3.301 133.920 14.191 116.169 57.003 92.586 1.243 1.381 1.528 4.711 6.517 33.505 10.225 40.325 14.191 522.930
Kerbau 33 7.051 10.054 515 706 2.513 – 5 33 495 2.515 11.923 34.733 33.603 10.054 136.968
Kambing 3.942 76.253 29.682 33.668 15.621 11.664 24.379 29.586 52.795 34.742 19.694 41.776 41.008 37.125 29.682 461.992
Domba 34 29.984 19.560 – 35 23 6 459 2.105 201 48 3.064 93 891 19.560 56.502
Sumber: STATISTIK PETERNAKAN (2005)
Pemotongan ternak Penyediaan konsumsi daging kambing di NTT berasal dari ternak yang dipotong baik pemotongan resmi di Rumah Potong Hewan (RPH) maupun pemotongan di luar RPH yang dilaporkan melalui petugas di masing-masing kecamatan. Sedangkan pemotongan gelap (tidak dicatat), yang dilakukan oleh rumah tangga dan sebagainya tidak dicakup dalam makalah, karena datanya tidak tersedia. Tabel 2 terlihat bahwa pada tahun 2004, ternak terbanyak yang dipotong untuk konsumsi lokal adalah ternak kambing yaitu sebanyak 142.328 ekor diikuti oleh ternak sapi 40.111 ekor. Pengeluaran ternak kambing Pengeluaran ternak dari NTT disajikan pada Tabel 4. Data pengeluaran ternak kambing relatif terbatas, dan pengeluaran yang
tercatat pun relatfi sedikit yaitu dari tahun 1994–1998. Pengeluaran ternak tersebut dengan tujuan Propinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Perkembangan pengeluaran ternak kambing yang tercatat sesungguhnya relatif sedikit dibandingkan dengan jenis ternak sapi dan kerbau. Informasi pengeluaran ternak kambing dari tahun 1999 hingga 2003 tidak terdata. Pengeluaran yang masih sedikit, kemungkinan karena informasi pasar yang belum jelas dan fasilitas untuk pengeluaran ternak kambing dari NTT yang belum memadai. Namun juga kemungkinan karena ketersediaan ternak kambing saat ini hanya mampu untuk memenuhi permintaan lokal. Konsumsi lokal yang tinggi untuk ternak kambing berkaitan dengan berbagai hal antara lain ukuran ternak dengan jumlah daging yang dihasilkan per ekor cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga jika ada acara-acara yang memerlukan daging, namun tidak dalam jumlah besar (tidak harus menyembelih seekor sapi).
229
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
Tabel 2. Banyaknya ternak tuminansia yang dipotong di Nusa Tenggara Timur tahun 2004 Jenis ternak
Kabupaten Sapi Kota Kupang Kupang Rote Ndao TTS TTU Belu Alor Lembata Flores Timur Sikka Ende Ngada Manggarai Sumba Timur Sumba Barat Total
Kerbau 253 10.272 1.089 8.911 4.372 7.102 95 106 117 361 500 2.570 784 3.093 485 40.111
Kambing
1 299 428 22 30 107 – – 1 21 107 506 1.473 1.425 1.389 5.807
Domba
1.214 23.495 142.328 10.370 4.811 3.593 7.509 9.112 16.261 10.701 6.066 12.655 12.655 11.434 3.098 142.328
9 8.313 15,664 – 10 6 2 127 584 56 13 26 26 247 – 15.664
Sumber: STATISTIK PETERNAKAN (2005) Tabel 3. Pemotongan ternak di Nusa Tenggara Timur tahun 1995-2004 No.
Tahun
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Jumlah ternak (Ekor) Sapi 21.198 22.692 23.774 13.848 25.425 26.261 27.228 30.692 31.293 40.111
Kerbau 1.911 2.363 2.398 2.434 3.295 3.459 3.481 4.372 4.856 5.807
Kuda 853 733 818 826 909 922 964 2.049 2.082 -
Kambing
Domba
153.057 150.282 154.632 159.117 163.731 120.788 127.539 134.668 139.249 142.328
11.150 13.805 14.234 14.675 15.130 19.108 20.413 – 20.305 15.664
Babi 307.596 406.867 436.268 446.739 457.460 308.319 405.219 – 490.016 -
Sumber: DINAS PETERNAKAN PROPINSI NTT, PUSAT DATA PERENCANAAN dan PENGENDALIAN PEMBANGUNAN DAERAH (2002), STATISTIK PETERNAKAN (2002, 2003 dan 2005)
Harga ternak kambing mengalami lonjakan yang cukup tinggi. Sayangnya pengamatan terhadap harga ternak kambing tidak dapat dilakukan secara terus menerus karena tidak tersedia data terutama untuk tahun 1994-1997. Sebagai pembanding terhadap ternak kecil seperti ternak babi, pada tahun 1994 rata-rata harga perdagangan besar untuk seekor babi baru sebesar Rp. 90.700, tetapi telah menjadi Rp. 516.100 pada tahun 2000. Untuk ternak kambing juga menunjukkan kecenderungan
230
yang sama. Rata-rata harga perdagangan kambing pada tahun 1994 baru Rp. 44.300 per ekor, tetapi pada tahun 1999 telah menjadi Rp. 135.200. Sementara harga pada tingkat produsen ternak kambing juga mengalami perubahan yang cukup besar pada tahun 2001. Rata-rata harga pada tingkat produsen seekor kambing mengalami perubahan sebesar 20,17% yaitu dari Rp. 142.000 per ekor pada tahun 2000 menjadi Rp. 170.000 pada tahun 2001 (Tabel 5).
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
Ternak kambing umumnya lebih banyak terjual di pasar lokal (domestik NTT) untuk kebutuhan mendesak keluarga atau acara
keagamaan pada hari-hari besar seperti Idul Korban dan lain sebagainya.
Tabel 4. Pengeluaran ternak dari Nusa Tenggara Timur tahun 1995–2004 No.
Jumlah ternak (Ekor)
Tahun Sapi
Kerbau
1.
1994
70.905
12.841
2.
1995
58.735
13.268
3.
1996
54.835
9.897
4.
1997
49.990
7.371
5.
1998
119.699
22.242
6.
1999
65.005
7.
2000
52.022
8.
2001
9. 10. 11
Kuda
Kambing
7.509
Domba
Babi
203
–
–
6.445
30
15
5.647
5.946
193
7
8.265
6.146
100
10
1.091
7.295
365
8
2.411
10.985
5.715
–
–
–
13.896
5.716
–
–
–
55.680
9.528
4.588
–
–
–
2002
42.410
6.319
2.670
–
–
–
2003
35.061
3.566
2.868
–
–
–
2004
61.211
7.501
–
9,139
–
–
Sumber: DINAS PETERNAKAN PROPINSI NTT, PUSAT DATA PERENCANAAN dan PENGENDALIAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA), 2002 dan STATISTIK PETERNAKAN (2002, 2003 dan 2005)
Tabel 5. Rata-rata harga dan perubahan harga produsen ternak di Nusa Tenggara Timur tahun 2000 dan 2001 Komoditas
Satuan
Rata-rata harga (rupiah)
Kualitas
2000
2001
Perubahan harga (%)
Sapi potong
1 ekor
200 kg
1.294.363
1.680.358
29,83
Kerbau
1 ekor
200 kg
1.364.033
1.658.116
21,56
Kuda
1 ekor
–
762.150
975.564
28,00
Kambing
1 ekor
Sedang
141.537
170.235
20,28
Babi
1 ekor
70 kg
491.120
649.129
32,17
Sumber: BADAN PUSAT STATISTIK (2001a dan 2001b)
Eksisting teknologi usaha ternak kambing Lebih dari 90% ternak di NTT dipelihara secara ekstensif tradisional pada padang penggembalaan umum. Hal ini diperburuk lagi dengan rendahnya kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan pada ternak kambing, terutama selama musim kemarau. Minimnya masukan (input) yang ditanam oleh pemilik ternak dan rendahnya biaya produksi merupakan alasan utama mengapa cara ini diterapkan secara luas. Oleh karena itu sangat penting untuk memanfaatkan hijauan yang berasal dari pohon-pohonan. Walaupun produktivitasnya relatif rendah, ternyata pertumbuhan populasi
ternak kambing relatif meningkat beberapa tahun belakangan ini. Ternak kambing adalah salah satu ternak ruminansia yang memanfaatkan rumput lapangan sebagai makanan utamanya disamping hijauan lain yang ada dalam suatu padang rumput. Kualitas dan kuantitas rumput pada musim kemarau di NTT adalah rendah. Keadaan ini menyebabkan pertumbuhan ternak kambing selalu berfluktuasi sesuai dengan musim dan ketersediaan hijauan. Masalah kesehatan yang penting adalah kudis (gatal-gatal), menceret, kebung perut, penyakit cacar mulut dan penyakit busuk kuku serta parasit internal, yang terakhir ini
231
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
merupakan masalah khusus di daerah yang relatif basah. Kematian anak kambing di daratan Timor dilaporkan (GATENBY, 1985) berkisar antara 11 – 36% dipengaruhi oleh manajemen. Kematian tertinggi terjadi pada kondisi pemeliharaan ternak yang dilepaskan bebas untuk merumput sendiri sedangkan yang terendah bila digembalakan dengan pengawasan petani. Gamal (Gliricidia sepium), kayu ende (Lannea sp), turi (Sesbania grandiflora) dan daun lamtoro (Leucaena leucocepala) disamping rumput alam dan hijauan leguminosa maupun non-leguminosa lainnya cukup potensial di NTT, namun petani umumnya belum banyak memanfaatkan pakan tersebut secara optimal untuk ternak kambing.
Pembibitan ternak Populasi dan produktivitas ternak kambing belum optimal, karena itu pemeliharaan yang intensif serta mengefektifkan seleksi dan penyingkiran ternak yang kurang baik, pengaturan musim kawin dan meningkatkan manajemen pemeliharaan. Pakan ternak 1.
2.
Kendala teknis dalam usaha ternak kambing Beberapa kendala teknis dalam pengembangan ternak kambing di NTT diidentifikasikan dengan berbagai upaya pemecahan masalah sebagai berikut: Perencanaan program Data dan informasi ternak kambing yang akurat relatif masih kurang, karena itu perlu dilakukan reguler sampling setiap tahun untuk menyediakan data dasar dengan membangun kerjasama yang baik antar sektor seperti profil desa. Penyuluhan 1.
2.
232
Belum optimalnya pemanfaatan penyuluh di lapangan, terutama setelah berlakunya Otonomi Daerah, karena itu perlu manajemen sumberdaya manusia yang ada secara lebih efisien dan efektif terutama pada saat pendampingan kelompok petani peternak. Kelompok petani peternak kurang aktif dan kreatif dalam membuat rencana kerja tertulis sehingga perlu pembinaan yang lebih intensif oleh penyuluh dan lembaga lainnya seperti LSM.
3.
4.
Belum seriusnya petani mengembangkan tanaman pakan sehingga perlu upaya pemberdayaan petani lewat kegiatan diseminasi dan pemberian insentif melalui lomba. Padang penggembalaan sebagai lahan peternakan makin sempit karena berbagai kebutuhan pembangunan kecuali pekarangan, sehingga usaha pemanfaatan lahan-lahan terabaikan perlu ditingkatkan (batas-batas lahan dengan pagar hidup, lahan kritis dan lahan tidur). Kurangnya sumber air di lahan, sehingga pengadaan sumber air sangat perlu, misalnya dengan membangun embung mikro. Pakan tambahan (suplemen), relatif terbatasnya pemahaman peternak akan pentingnya penggunaan pakan tambahan bagi ternak baik selama musim hujan maupun kemarau perlu didiseminasikan dengan baik.
Pasar dan produk ternak 1.
2.
Permintaan akan ternak dan produksi ternak belum berimbang dengan upaya peningkatan produksi baik jumlah maupun kualitas, sehingga perlu pengaturan/ pengendalian agar keberlanjutan produksi terjamin. Kekurangan sarana dan prasarana, seperti pasar hewan, rumah potong hewan dan kelengkapan lainnya menyebabkan kesulitan dalam pengawasan mutu produk, sehingga perlu dilengkapi sarana dan prasarana.
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
HARAPAN DAN IMPLIKASI PENGEMBANGAN TERNAK KAMBING
Pengendalian penyakit Pemeliharaan kesehatan ternak kambing di NTT, ada beberapa penyakit penting yang perlu mendapat perhatian. Penyakit yang sering ditemui tersebut adalah: kudis (gatal-gatal), menceret, kebung perut, penyakit cacar mulut dan penyakit busuk kuku.
Perkiraan total penggunaan lahan untuk peternakan dan kapasitas tampung pulau-pulau besar di NTT ditampilkan pada (Tabel 6). Tabel tersebut menunjukkan bahwa kapasitas tampung di Timor Barat secara teori telah mencapai titik maksimum.
Tabel 6. Perkiraan luas lahan, kawasan peternakan, jumlah ternak, dan kapasitas tampung padang rumput di NTT Pulau
Luas Lahan (ha)
Kawasan peternakan (ha)
Jumlah ternak (UT)
Kapasitas tampung (ha/UT)
Sumba
1.085.440
770.600
145.960
5,3
Flores/Alor
1.909.500
406.170
129.630
3,1
Timor
1.699.060
705.040
537.110
1,3
NTT
4.694.000
1.475.680
812.700
1,8
Sumber: BAMUALIM dan SARAMONY (2001)
Oleh karena itu daerah ini membutuhkan perbaikan manajemen penggembalaan ternak terutama di wilayah-wilayah yang kritis. Selanjutnya sistem pemeliharaan intensif dengan persediaan cadangan makanan yang cukup perlu dikembangkan untuk menjamin ketersediaan pakan yang cukup, baik kualitasnya maupun kuantitasnya sepanjang tahun. Di lain pihak, jumlah ternak yang digembalakan di Pulau Sumba dan Flores masih dapat ditingkatkan melalui penggunaan padang penggembalaan secara tepat dan pembagian sumber air yang merata. Karena pengaruh iklim maka pada pemeliharaan ekstensif, pertambahan bobot badan ternak meningkat pesat pada musim hujan, dan sebaliknya pada musim kemarau mengalami kehilangan bobot badan yang tinggi. Oleh karena itu rataan produksi per tahun terbilang rendah. Dalam usaha untuk mengatasi kekurangan pakan ternak yang dapat mengakibatkan ternak mengalami kematian pada musim kemarau maka perlu diberikan pakan suplemen yang terdiri dari bahan-bahan lokal seperti putak (pohon gewang/Corypha gebanga), daun kedondong hutan, (Lannea grandis), turi (Sesbania grandiflora), rumput alam, gamal (G. sepium), lamtoro (L. leucocephala) dan Acasia villosa. Bahan pakan tersebut mempunyai nilai
gizi tinggi dan beberapa di antaranya merupakan sumber enersi tinggi yang disukai ternak seperti putak. Pakan tersebut cukup banyak ditanam di wilayah NTT, namun belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak. Gamal dan kedondong hutan pada umumnya digunakan sebagai pagar hidup karena tanaman tersebut bertumbuh dengan cepat apabila ditanam pada awal musim hujan. Tabel 7. Komposisi kandungan nilai gizi daun turi, daun kedondong hutan, dan putak (%) Bahan makanan Zat makanan Air Bahan kering
Kedondong hutan2
Daun turi2
Putak3
–
–
40–50
26,9
18,6
50
Protein
17,5
25,9
2,0–2,3
Serat kasar
12,5
13,5
15–18
BETN
36,0
47,2
60
Abu GE (Kkal/kg)
9,4
9,7
7–8
4317
4338
3480
Sumber: 2AL ATAS (1983) dan 3BAMUALIM dan MOMUAT (1991)
Hasil penelitian di Sub Balitnak Lili (SALEH et al., 1991) terjadi peningkatan
233
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
diusahakan dengan B/C ratio 1,31, selama pemeliharaan 6 bulan. Diperlukan seleksi yang lebih baik dalam program distribusi, pemeliharaan selama penyerahan dan monitoring yang lebih sering mengenai kesehatan dan kondisinya untuk beberapa minggu setelah diserahkan kepada penerima. Perlu diadakan demonstrasi untuk menunjukkan betapa sederhananya pembuatan kandang dengan bahan lokal untuk penggemukan dan untuk berlindung di waktu malam, dan untuk mendemosntrasikan penanaman jenis tanaman pakan ternak yang lebih baik.
konsumsi bahan kering pada ternak kambing yang mendapat suplemen Acasia villosa, putak, dan daun kapok. Hal ini diduga karena tersedianya enersi yang digunakan oleh mikroba untuk membentuk tubuh sehingga perkembangan dan efektivitas mikroba berjalan lancar. Terhadap pertambahan bobot badan ternak kambing yang mendapat suplemen menunjukkan berbeda sangat nyata. Hasil Gelar teknologi (KOTE et al., 2003) di Kabupaten Ende menunjukkan adanya keuntungan secara ekonomis dari pemeliharan ternak kambing selama 6 bulan di petani (Tabel 8). Terlihat bahwa pemeliharaan ternak kambing terdapat keuntungan dan layak untuk
Tabel 8. Analisis usahatani ternak kambing di Desa Tou, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Ende No. I.
Uraian
Jumlah
Harga (Rp)
Total (Rp)
6
121.500
729.000
1 unit
200.000
200.000
Pengeluaran : 1. Bibit kambing 2. Pembuatan kandang Bahan dan perawatan Total pengeluaran
II.
929.000
Penerimaan: Harga jual
6
202.500
1.215.000
III.
Keuntungan
–
–
286.000
IV.
B/C ratio
–
–
1,31
Sumber: KOTE et al. (2003)
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Sistem pemeliharaan usaha ternak kambing masih bersifat sambilan dengan memanfaatkan limbah pertanian dan padang pengembalaan yang ada. Meski demikian ternak kambing memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Rendahnya produktivitas ternak kambing serta kompleksnya masalah yang ditemui di dalam sistem usaha, membutuhkan pemikiran dan usaha yang serius dalam meningkatkan produktivitas ternak kambing. Mudah-mudah makalah ini dapat bermanfaat bagi kita, pembaca dan pengguna lainnya. Saran dan kritikan yang konstruktif kami ucapkan terima kasih
AL ATAS, F. 1983. Komposisi Kimia Beberapa Daun-daun Makanan Ternak Pada Musim Kemarau di Bali, Thesis Fakultas Peternakan Universitas Udaya Denpasar.
234
ASNATH, M.F., YUSUF, dan U. BAMUALIM. 1993. Survai Produksi Ternak Kecil di Desa Naibonat, Camplong I dan Camplong II Kabupaten Kupang. Publikasi Wilayah Kering Vol. 1 No. 1.1993. Badan Litbang Pertanian Deptan. Proyek P3NT/NTASP. BAMUALIM, A. dan E. O. MOMUAT. 1991. Pemanfaatan Batang Pohon Gewang Sebagai Pakan Ternak Sapi dan Kambing. Seri Pembangunan No. 13, Badan Litbang Pertanian.
Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing
BAMUALIM, A. dan UMBU P. SARAMONY. 2001. Produksi Peternakan di Wilayah Semiarid Nusa Tenggara Timur. Pembangunan Pertanian di Wilayah Kering Indonesia. Prosiding Konferensi Internasional Pembangunan Pertanian Semi Arid Nusa Tenggara Timur, Timor Timur dan Maluku Tenggara, tanggal 10–16 Desember 1995 di Kupang. BADAN PUSAT STATISTIK. 2001. Indikator Ekonomi Nusa Tenggara Timur. BPS Propinsi NTT. BADAN PUSAT STATISTIK. 2001. Statistik Harga Produsen Nusa Tenggara Timur 2001. BPS Propinsi NTT. DINAS PETERNAKAN PROPINSI NTT. 2001. Statistik Pertanian Nusa Tenggara Timur 2001. BPS Propinsi NTT. DINAS PETERNAKAN PROPINSI NTT. 2005. Statistik Pertanian Nusa Tenggara Timur 2005, BPS Propinsi NTT GATENBY, R. 1985. A Survey of Goat Husbandry in West Timor and Recommendation for Research at lili. Working Paper No. 68 Applied Agricultural Research Project and Research Institute for Animal Prodction, Bogor.
KOTE ,M. , S. RATNAWATY, P.Th. FERNANDEZ, D.A. BUDIANTO dan A. ILLA. 2003. Laporan hasil Gelar Teknologi Peternakan di Kabupaten Ende Tahun 2003. PRIYANTO, D., B. SETIADI, D.YULISTIANI, dan H. SETIYANTO. 2002. Performan Ekonomi Kambing Kaboer dan Kambing Kacang pada Kondisi Stasiun Penelitian Cilebut. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Badan Litbang Pertanian Deptan 2002. SALEH, A., S. RATNAWATI, H.H. MARAWALI dan A. BAMUALIM. 1991. Pengaruh Suplementasi Lamtoro Merah (Acacia villosa), Daun Kapok (Ceiba petandra) dan Putak (Corypha gebanga) serta Kombinasinya Terhadap Pertumbuhan Ternak Kambing Lokal yang Digembalakan. STATISTIK PETERNAKAN. 2002. Statistik Peternakan Propinsi Tahun 2002. Dinas Peternakan Propinsi NTT. STATISTIK PETERNAKAN. 2003. Statistik Peternakan Propinsi Tahun 2003. Dinas Peternakan Propinsi NTT.
235