ADOPSI TEKNOLOGI POLA INTEGRASI TERNAK KAMBING DAN TANAMAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR D. Kana Hau, D. Priyanto , dan H. Luntungan BPTP NTT, Puslitbang Peternakan Bogor dan Puslitbang Perkebunan Bogor ABSTRAK Pola integrasi antara ternak dan tanaman sudah banyak dilakukan mampu tercipta konsep Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), dimana limbah perkebunan mampu sebagai pendukung pakan ternak, sebaliknya kotoran ternak berpotensi dalam efisiensi penggunaan pupuk pada sistem usahatani. Pengkajian pola integrasi anatara ternak kambing di lahan perkebunan dilakukan pada kondisi lahan kering (3 lokasi) yakni di Desa Nualise, Kecamatan Walowaru, Desa Hobatuwa, Kecamatan Lio Timur, dan Desa Tou, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Ende. Pengembangan ternak kambing dilakukan pada petani kooperator masing-masing 15, 10 dan 18 petani di masing-masing desa. Dalam mendukung konsep integrasi sekaligus dilakukan pendampingan teknologi (sistem budidaya, prosesing kompos, serta teknologi lainnya) spesifik lokasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa konsep integrasi tersebut mampu diadopsi oleh petani di dua desa (Nualise dan Bopa Tua), sebaliknya banyak mengalami hambatan di lokasi Desa Tou. Perkembangan populasi ternak kambing kurang berkembang baik di dua lokasi (Nualise dan Bopa Tua), bahkan di Desa Tou banyak dilakukan penjualan karena kondisi ekonomi penduduk yang hanya bertumpu pada perkebunan jambu mente, dimana tahun lalu mengalami gagal panen. Tingkat mortalitas ternak cukup tinggi (sekitar 17.02 persen) khususnya pada anak baru lahir dan induk sehabis melahirkan, karena faktor kekurangan nutrisi. 100 persen peternak di Desa Nualise dan Bopa Tua telah mengadopsi penggunaan kotoran ternak sebagai pupuk tanaman, tetapi di Desa Tou tidak terjadi karena ternak cenderung digembalakan atau diikat pindahkan kelokasi yang dekat dengan sumber air. Pola integrasi telah banyak dirasakan membantu petani dalam meningkatkan produktivitas usahatani baik tanaman perkebunan, tanaman pangan dan hortikultura, sebagai akibat penggunaan pupuk kompos hasil usahaternak kambing. Kata kunci : Usahatani, Integrasi, Adopsi teknologi. PENDAHULUAN Faktor lahan dalam asset usahatani dari tahun ketahun cenderung mengalami keterbatasan, akibat perubahan fungsi lahan disamping perkembangan populasi penduduk. Kondisi demikian secara langsung akan berdampak terhadap semakin sempitnya lahan budidaya yang tersedia, dan mempengaruhi sistem produksi yang ditunjukkan rendahnya pendapatan usahatani. Langkah yang harus ditempuh dalam antisipasi sistem usahatani berkelanjutan adalah melakukan usahatani diversifikasi (multi komoditas), salah satunya adalah pola integrasi tanaman dan ternak, yang merupakan salah satu alternatif dalam melakukan efisiensi usaha pada areal lahan yang relatif tetap, tetapi mampu meningkatkan produktivitas sehingga terjadi nilai tambah (added value) dari berbagai sektor usaha yang saling mendukung. Pola integrasi antara tanaman dan ternak sudah lama dilakukan petani, tetapi mulai dikembangkan sejak adanya program Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T), yang tujuan utama adalah upaya rehabilitasi lahan pertanian yang mengalami degradasi akibat eksploitasi pemupukan, dan merupakan program utama Badan Litbang Pertanian (Zaini et al., 2002). Pola usaha integrasi padi-ternak yang merupakan salah satu komponen dalam mendukung perbaikan lahan pertanian pada kondisi agro-ekosistem lahan sawah intensif (Haryanto et al., 2002), yang didukung pengembangan kelembagaan Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu (Soentoro et al., 2002). Kegiatan tersebut cukup memiliki prospek dalam mendukung konsep “Low External Input Sustainable Agriculture” (LEISA) sebagai langkah efisiensi usahatani. Pola integrasi tersebut berkembang ke arah komoditas tanaman perkebunan
yang salah satunya adalah prospek tanaman kakao sebagai pola integrasi dengan ternak kambing di Propinsi Lampung yang dilaporkan (Priyanto et al. 2004). Pola usaha terintegrasi antara usaha perkebunan kakao dan usahaternak kambing di Propinsi Lampung cukup memberikan dampak positif bagi petani di pedesaan khususnya petani perkebunan kakao rakyat (Priyanto, 2005). Pola tersebut dilaporkan memberikan peluang dalam pengembangan pola integrated farming system seperti Integrasi tanaman dan ternak, dimana kedua sektor usaha tersebut akan tercipta pola usaha yang sinergis yakni tercipta pola efisiensi usaha (perkebunan kakao dan usahaternak kambing). Hal demikian sekaligus berdampak mampu memberikan nilai tambah pendapatan rumah tangga petani di pedesaan. Pola integrasi usaha ternak kambing pada kondisi perkebunan rakyat yang sudah dirintis perlu dikaji prospeknya dalam mendukung pengembangan wilayah melalui konsep yang terintegrasi yang tepat sehingga mampu tercipta pola usaha yang berkelanjutan. METODOLOGI Penelitian sistem usahatani integrasi antara tanaman perkebunan dan ternak kambing dilakukan di 3 desa (Desa Nualise,Kecamatan Wolowaru, Desa Hoba Tuwa Kecamatan Lio Timur dan Desa Tou Kecamatan Kota Baru), Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Pemilihan lokasi pengamatan dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa desa-desa tersebut adalah termasuk desa miskin, dan potensial sebagai basis usaha perkebunan rakyat. Penelitian dilakukan melalui kegiatan “ex-ante” dan “ex-post” analisis untuk mengetahui dampak kegiatan program integrasi tanaman perkebunan dengan ternak kambing secara partisipatif yang diharapkan memilliki dampak ekonomi usaha rumah tangga dan mampu diadopsi petani. Tahap awal penelitian dilakukan survei berstruktur terhadap sekirat 20 peternak di masing-masing desa pengamatan, untuk mengetahui kondisi awal sistem managemen usahatani (kondisi aksisting) petani sebelum dilakukan program tersebut, kemudian ditentukan peternak kooperator sekitar 10-18 petani dengan mempertimbangkan aspek kemampuan bekerjasama (kooperatif) khususnya pada petani yang terlibat aktivitas usahatani perkebunan. Langkah-langkah dalam proses penelitian tersebut meliputi langkah-langkah : 1. Seleksi responden sebagai peternak kooperator. Pemilihan kooperator didasarkan atas skala pemilikan lahan perkebunan, disamping memiliki respon kerjasama yang baik dalam jangka panjang (kooperatif), dengan harapan peternak mampu berusaha secara partisipatif dan berkelanjutan 2. Pelatihan petani. Pelatihan diberikan meliputi managemen budidaya usaha perkebunan, usahaternak kambing, kelembagaan, pembuatan kompos, pembuatan dan lainnya. 4. Introduksikan ternak kambing kepada petani kooperator sebagai pendukung program integrasi sesuai dengan perencanaan untuk membentu pola usaha diversifikasi. 3. Melakukan kegiatan monitoring bulanan terhadap petani kooperator tentang adopsi teknologi, perkembangan sistem usahatani, dan usahaternak kambing. Hasil monitoring tersebut dilakukan analisis tentang tingkat adopsi teknologi petani terhadap program integrasi serta evaluasi perkembangan sistem usahaternak yang dilakukan petani selama pengamatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Pengamatan Pada awalnya pengkajian pola integrasi tanaman perkebunan dan kambing dilakukan di dua desa (Desa Nualise dan Tou), sedangkan Desa Hobatuwa adalah merupakan desa pengembangan yang merupakan lokasi binaan baru. Desa Nualise merupakan wilayah dengan kondisi agro-ekosistem lahan kering dengan topografi wilayah perbukitan terjal, serta memiliki kelerengan yang cukup besar (>70 persen), sehingga sistem usahatani yang umumnya dilakukan penduduk adalah pada lahan perbukitan
dan berlereng. Basis komoditas unggulan penyumbang ekonomi rumah tangga masyarakat didiminasi oleh tanaman kemiri. Komoditas pendukung adalah perkebunan kakao, tetapi kondisi pola tanam relatif tidak beraturan dan umumnya tanpa adanya perawatan produksi (pemupukan dan pemangkasan). Kondisi tanaman kakao masih dalam spot-spot kecil dan tidak merupakan hamparan yang tertata rapi dengan jarak tanam tidak beraturan. Teknologi pemupukan dan pemangkasan masih perlu dilakukan dalam pengawalan teknologi dalam mendukung produksi tanaman kakao yang optimal. Dilihat dari kondisi sosial ekonomi petani di Desa Nualise tersebut masih cukup memprihatinkan. Dalam mencukupi kebutuhan konsumsi keluarga hanya terpenuhi dari komoditas tanaman jagung dan umbi umbian. Kebutuhan akan beras dan bahan pangan lain masih belum terpenuhi sehingga petani masih harus beli untuk memenuhi konsumsi sepanjang tahun dari hasil penjualan kemiri dan kakao. Desa Hobatuwa adalah merupakan wilayah pengembangan karena minat petani di lokasi cukup tinggi dalam pengembagan usahatani pola integrasi (melihat kasus Desa Nualise). Topografi wilayah cenderung datar dan sedikit lahan usahatani yang memiliki kemiringan tinggi. Komoditas unggulan masyarakat adalah perkebunan kakao dan kelapa dimana komoditas tersebut mampu menyumbangkan penghasilan tertinggi bagi petani. Tanaman kakao dan tanaman pangan cukup membantu dalam mendukung ekonomi rumah tangga petani Desa Hobatuwa. Tanaman kakao sudah lebih tertata karena mayoritas diusahakan pada kondisi lahan datar dengan jarak tanam yang lebih teratur. Kondisi sosial ekonomi masyarakat sudah lebih baik dibanding lokasi sebelumnya. Hal tersebut salah satunya karena kondisi sumber daya lahan yang lebih baik dan kesuburan tanah lebih bagus sehingga lebih berpotensi dalam mendukung sistem usahatani tanaman pangan yakni komoditas padi sawah, palawija sampai pada usaha tanaman hortikultura (cabe dan sayuran). Kekompakan petani untuk berkelompok cukup bagus, sehingga oleh pemerintah daerah melalui proyek Asian Development Bank (ADB) telah dibantu mesin traktor yang diharapkan mampu memperlancar kegiatan usahatani di lokasi. Desa Tou, Kecamatan Kota Baru memiliki agro-ekosistem lahan kering perbukitan yang dapat dinyatakan memiliki potensi sumberdaya lahan marginal. Penguasaan lahan oleh petani sangat rendah dalam pemanfaatan sistem usahatani, khususnya tanaman pangan. Curah hujan yang rendah dengan bulan hujan yang relatif pendek berakibat produktivitas usahatani baik tanaman pangan maupun perkebunan masih sangat rendah. Faktor sumber air yang sulit juga berpengaruh terhadap pola tanam pertanian yang ada, bahkan pada saat musim kemarau kebutuhan air minumpun sangat sulit, yang berakibat perekonomian masyarakat sangat memprihatinkan (miskin). Lokasi Desa Tou sendiri sudah menjadikan issue di tingkat Pemda bahwa semua program yang di alokasikan di desa tersebut banyak mengalami hambatan sampai pada mengalami kegagalan. Hal demikian menjadikan wilayah tersebut sangat terisolir oleh aktivitas kegiatan pengembangan termasuk pengembangan sektor pertanian. Aparat ditingkat Pemda sebagai penentu kebijakan pembangunan cenderung “pesimis” dalam membangun wilayah dengan kondisi sosial ekonomi demikian. Perkembangan Populasi Ternak Kambing Introduksi. Pada awal pengkajian, petani diberikan paket bantuan ternak kambing, dengan tujuan untuk dikembangkan secara terintegrasi dengan usaha perkebunan dan mampu tercipta pola usaha yang saling mendukung (diversifikasi), yang akhirnya mampu meningkatkan pendapatan petani. Target bantuan ternak tersebut dipertimbangkan berdasarkan ketersediaan dana yakni 3 ekor kambing pada setiap petani kooperator (1 jantan dan 2 induk). Bantuan ternak tersebut diharapkan mampu terkumpul kotoran ternak yang nantinya akan dilakukan prosesing kompos sebagai bahan baku pupuk tanaman baik tanaman perkebunan, tanaman pangan dan tanaman lainnya yang diusahakan petani. Disisi lain ternak kambing tersebut diharapkan mampu berkembang dengan memanfaatkan pakan lokal yang ada di lokasi, yang sekaligus mampu mendukung pendapatan hasil produksi usahaternak. Sebagai gambaran perkembangan populasi dibahas tentang perkembangan ternak hanya di lokasi Desa Nualise (merupakan awal pengambangan) yang saat pengamatan sudah menginjak tahun ketiga. Desa Hobatuwa ternak kambing baru didistribusikan sekitar setahun sehingga belum berkembang, dan Desa Tou perkembangan tidak ada rekording karena banyak mengalami kegagalan, karena faktor kemiskinan petani (Tabel 1).
Tabel 1. Perkembangan populasi ternak kambing di lokasi pengamatan Desa Nualise (2 tahun). Petani Populasi awal Mortalitas Kondisi sekarang Kooperator Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina 1 1 2 1 1 4 2 2 1 2 1 4 3 1 2 1 1 3 4 1 2 1 1 3 5 1 2 1 2 4 6 1 2 1 2 2 4 7 1 2 1 3 2 8 1 2 2 1 3 3 9 1 2 1 2 1 10 1 2 1 1 4 11 1 2 1 1 3 12 1 2 1 2 1 13 1 2 1 1 2 14 1 2 1 1 2 15 1 2 1 3 2 SubTotal 15 30 11 8 27 41 Total 45 19 (17.92 persen) 68 Dari hasil rekording perkembangan ternak menunjukkan bahwa populasi ternak kambing mengalami peningkatan populasi yakni dari populasi awal pengembangan tercatat sebanyak 45 ekor, dan pada akhir pengamatan (sekitar 2 tahun), ternak kambing berjumlah . Harapan dari pengkajian ini adalah terjadinya peningkatran populasi, yang didukung peningkatan skala usaha ditingkat petani sehingga akan terkumpul hasil kompos yang semakin banyak untuk persiapan pendukung pupuk organik tanaman (perkebunan, tanaman pangan dan lainnya) yang diusahakan petani. Salah satu faktor tidak berkembangnya populasi adalah karena kematian ternak yang cukup tinggi yakni mencapai 19 ekor (17.92 persen), disamping karena peternak sudah banyak melakukan penjualan ternak karena himpitan kebutuhan ekonomi. Kasus kematian ternak dilaporkan terjadi pada anak baru lahir karena faktor menajemen (minimnya pengetahuan) petani. Ternak kambing adalah merupakan asset petani yang paling mudah dan cepat untuk dilakukan penjualan dalam memenuhi kebutuhan yang sifatnya mendadak dibanding asset lainnya yang dililiki petani, sehingga tidak mampu berkembang. Tabel 2. Perkembangan ternak kambing di desa Tou Petani Kooperator 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Populasi awal Jantan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Betina 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Mortalitas Jantan 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 -
Betina 1 1 1 2 1 1 1 1
Kondisi sekarang Jantan Betina 4 2 1 4 3 1 3 2 4 2 4 3 2 3 3 2 1 1 4 1 3 2 1 1 2 1 2 3 2
16 17 18 SubTotal Total
1 1 1 18
2 2 2 36 45
11 8 19 (17.92 persen)
27
41 68
Kontribusi Sumber Pendapatan Petani dari Usaha Perkebunan dan Ternak Kambing. Hasil pengamatan sumber pendapatan petani kooperator di 2 desa menunjukkan bahwa, secara umum rataan pendapatan tertinggi adalah dari komoditas perkebunan jambu mente yakni mencapai Rp.828.428,-/peternak/tahun yakni (90.62 persen) total pendapatan (Rp.915.624,-/peternak/tahun) (Tabel 3). Posisi kedua adalah komoditas kelapa, dan kemudian kakao masing-masing mencapai 4.99 vs 3.53 persen. Kontribusi pendapatan dibedakan antar 2 lokasi pengamatan tampak berbeda, dimana di Desa Nualise rataan pendapatan pola integrasi perkebunan dan ternak cukup tinggi yakni mencapai Rp.1.563.987,-, sedangkan sebaliknya di Desa Hobatuwa masih sangat rendah yang hanya mencapai Rp.180.800,-/petani/tahun, karena ternak belum menunjukkan perkembangan usaha. Dukungan usaha tanaman pangan dan luar usaha pertanian (non farm) cukup tinggi karena letak lokasi yang dekat dengan lokasi keramaian. Kontribusi pendapatan tertinggi di Desa Nualise adalah bersumber dari usaha perkebunan jambu mente (81.16 persen) total pendapatan, sedangkan di Desa Hobatuwa sumber pendapatan tertinggi terjadi pada usaha perkebunan kakao yang mencapai 48.25 persen, dan hampir seimbang dengan sumber pendapatan dari perkebunan kelapa (32.91 persen. Kontribusi ternak kambing yang terintegrasi dengan tanaman perkebunan cukup berpotensi mendukung pendapatan petani setelah 2 tahun pengamatan yang mencapai 16.30 persen dari total usaha integrasi. Hal demikian memberikan gambaran bahwa pola integrasi kambing dan perkebunan cukup layak di kembangkan. Prospek tersebut sebagai akibat dukungan tanaman pakan ternak (legume) yang berkembang sebagai tanaman pelindung atau pagar, sehingga petani tidak kesulitan mendapatkan pakan (hijauan). Pola integrasi terlihat sedikit sudah terbentuk yang dicerminkan adanya kontribusi pendapatan dari usahaternak (kasus Desa Nualise). Pola integrasi di Propinsi Lampung dilaporkan bahwa pakan ternak potensial adalah berupa limbah kulit kakao segar yang dikombinasikan dengan legum dan hijauan lain memberikan prospek yang bagus (Priyanto, 2005). Tabel 3. Rataan sumber pendapatan petani integrasi tanaman perkebunan dan ternak kambing di Desa Nualise dan Hobatuwa. Komoditas Kelapa Kakao Mente Ternak kambing Total
Desa Nualise (n=18) Rataan Persen (Rp) 38.155 2.43 1.777 0.11 1.269.333 81.16 254.722 16.30 1.563.987 100
Desa Hobatuwa (n=10) Rataan (Rp.) 59.500 87.300 34.000 180.800
Persen 32.91 48.25 18.84 0 100
Rataan (n=28) Rataan Persen (Rp.) 45.778 4.99 32.321 3.53 828.428 90.62 9.047 1.01 915.624 100
Adopsi Teknologi Petani Terhadap Sistem Integrasi. Konsep pengkajian sistem integrasi ternak kambing dengan perkebunan di lokasi Desa Nualise sudah berjalan cukup baik, yang ditunjukkan pembuatan kompos sudah diadopsi oleh petani secara kelompok melalui proses pembelajaran secara bertahap dan sudah 7 kali dilakukan pembuatan kompos percontohan karena sistem pemeliharaan dilakukan secara individual di masing-masing rumah petani. Seluruh petani (100 persen) kooperator telah memanfaatkan kompos tersebut untuk tanaman perkebunan (khususnya kakao) dan tanaman pangan yang umumnya belum dilakukan pemupukan, (Tabel 4). Petani telah mengakui bahwa tanaman yang sudah dilakukan pemupukan dengan kompos menghasilkan buah yang lebih banyak dibandingkan tanpa dukungan pemupukan.
Tabel 4. Proses pembelajaran pembuatan kompos di Desa Nualise dan Hobatuwa. Periode Proses pembelajaran pembuatan kompos Desa Nualise (kg) Desa Hobatuwa 1 25 2 91 4 kali secara berkelompok karena 3 30 usahaternak kambing dilakukan di 4 16 kandang kelompok 5 15 6 12 7 12 Di Desa Hobatuwa ternak kambing di pelihara secara kandang kelompok yakni masingmasing petani memiliki 1 bilik kandang, sehingga mudah dalam sistem pengontrolan maupun pencatatan perkembangan (mutasi ternak). Pupuk kandang secara berkelompok sudah dikumpulkan dalam lubang yang disediakan (pit), sehingga mudah untuk dilakukan prosesing. Prosesing kompos sudah pernah diajarkan kepada kelompok di 2 lokasi dengan menggunakan Rumino Bacillus (RB) yang disediakan oleh BPTP, tetapi tingkat keberlanjutan secara partisipatif belum dilakukan karena ketergantungan akan produk tersebut. Disarankan pada kondisi kotoran kambing yang sudah tersimpan lama (sudah terurai) tersebut dapat langsung dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman. Pengkajian di Desa Tou dengan kondisi masyarakat yang kurang responsif dalam mendukung aktivitas program (malas), di dukung kondisi sumberdaya lahan yang marginal, serta kondisi agroklimat yang kurang mendukung, upaya pembinaan petani banyak mengalami hambatan yang cukup serius. Tumpuhan komoditas unggulan di lokasi adalah tanaman jambu mente yang diharapkan mampu mendukung ekonomi rumah tangga. Dalam program pemberdayaan masyarakat melalui pengkajian pola integrasi mengalami kegagalan khususnya dalam program pengembangan usahaternak kambing. Kegagalan panen jambu mente unggulan pendapatan masyarakat pada tahun pengamatan,berdampak terhadap menurunnya daya beli penduduk. Petani mendapatkan kesulitan dalam mencukupi kebutuhan pangan, sehingga untuk menutupi ekonomi banyak menjual kambing bantuan khusunya ternak jantan (dipersiapkan sebagai pemacek). Dengan tidak adanya pejantan maka induk yang ada tidak ada yang mengawini sehingga ada keluhan bahwa kambing yang di sebarkan oleh petani dinyatakan majir (tidak bisa beranak), yang hal tersebut karena terganggunya sistem perkawinan karena tidak adanya pejantan di lokasi. Konsep pola integrasi tanaman perkebunan dan ternak yang dilakukan masih hanya terbatas pada siklus penyediaan pupuk organik sebagai pendukung usaha perkebunan dan tanaman pangan. Kondisi demikian menunjukkan belum terintegrasi penuh, dimana potensi pakan ternak dari limbah perkebunan (kulit kakao segar) belum banyak diadopsi petani. Diperlukan pembinaan adopsi teknologi dari adopsi teknologi yang sifatnya sederhana, secara bertahap kearah pada teklnologi tinggi (melalui fermentasi limbah kulit kakao). KESIMPULAN Dari hasil pengamatan pola integrasi di kabupaten Ende dapat disimpulkan bahwa : 1. Pola pengembangan ternak kambing integrasi di lahan perkebunan kurang dapat berkembang, dan tercatat mortalitas masih tinggi (17.92 persen), sehingga target terjadi peningkatan skala usaha tidak tercapai, karena petani banyak melakukan penjualan karena himpitan ekonomi rumah tangga.. 2. Kontribusi sumber pendapatan tanaman perkebunan terdapat perbedaan di 2 lokasi, terlihat bahwa di Desa Nualise kontribusi tertinggi adalah bersumber dari tanaman perkebunan jambu mete, tetapi sebaliknya di Desa Hobatuwa adalah dari kontribusi kakao dan kelapa. Usaha diversifikasi ternak kambing mampu berkontribusi sebesar 16.30 persen. 3. Adopsi teknologi pola integrasi sudah diterapkan oleh petani masih terbatas pada prosesing dan pemanfaatan pupuk organik hasil kotoran ternak kambing, dan petani telah merasakan manfaat kompos dalam mendukung tanaman perkebunan, tanaman pangan dan lainnya yang diusahakan melalui proses pembelajaran secara bertahap. Pemanfaatn limbah perkebunan sebagai pakan ternak belum dilakukan. 4. Konsep integrasi antara ternak kambing dilahan perkebunan rakyat diperoleh hasil yang bervariasi. Dimana terdapat 2 lokasi yang mampu menerapkan pola integrasi (Desa Nualise
dan Desa Hobatuwa), sedangkan di Desa Tou banyak mengalami kegagalan karena faktor ekonomi rumah tangga yang masih tertinggal. DAFTAR PUSTAKA Haryanto, B., I. Inounu, B. Arsana dan K. Diwyanto. 2002. Panduan Teknis Sistem Integrasi PadiTernak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Priyanto, D., A. Priyanti dan I. Inounu. 2004. Potensi dan peluang Pola Integrasi Ternak Kambing dan Perkebunan Kakao Rakyat di Propinsi Lampung. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman – Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Propinsi Bali, dan Crop Animal System Research Network (CASREN). Bali. Priyanto 2005 Potensi limbah kulit kakao sebagai peluang integrasi dengan usahaternak kambing di Propinsi Lampung. Prosiding Seminar Nasional. Teknologi Inovatif Pascapanen Untuk pengembangan Berbasis Pertanin. Balai besar Penelitian dan pengembangan Pascapanen Pertanian. Dengan. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soentoro, M. Syukur, Sugiarto, Hendiarto dan H. Supriyadi, 2002. Panduan Teknis. Pengembangan Usaha Agribisnis Terpadu. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta. Zaini, Z., I. Las, Suwarno, B. Haryanto, Suntoro, dan E. Ananto. 2002. Pedoman Umum. Kagiatan Percontohan Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu 2002. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.