PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KELAPA DI NUSA TENGGARA TIMUR H.T. Luntungan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan ABSTRAK Pertanaman kelapa di Indonesia merupakan yang terluas di dunia dengan pangsa 31,2 % total luas areal kelapa dunia. Peringkat kedua ditempati Philipina 25,8 %, disusul India 16,0 %, Srilangka 3,7 % dan Thailand 3,1 %. Namun demikian, dari segi produksi ternyata Indonesia hanya menduduki posisi kedua setelah Philipina. Ragam produk dan devisa dari komoditas ini juga masih rendah dari Philipina, India dan Srilangka. Perolehan devisa dari produk kelapa mencapai 396 juta US $ atau 18,3 % dari ekspor produk kelapa dunia tahun 2010. Khusus untuk Nusa Tenggra Timur ( NTT ) luas pertanaman kelapa sebesar 163.590 ha terluas dibandingkan luas komoditas perkebunan lainnya seperti : Jambu mente 125.470 ha, kemiri 81.562 ha, kopi robusta 60.164 ha, dan lain lain. Bagi masyarakat NTT, kelapa merupakan bagian dari kehidupannya karena semua bagian tanaman dapat di manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya. Pengusahaan kelapa juga menambah kesempatan kerja dari kegiatan pengolahan produk tanaman dan hasil samping yang sangat beragam. Dilihat dari peluang pengembangan agribisnis kelapa, produk bernilai ekonomi dapat dihasilkan dari tanaman ini. Alternatif produk yang dapat dikembangkan antara lain Virgin Coconut Oil ( VCO ), Oleochemical (OC), desiccated coconut (DC), brown sugar (BS), coconut fiber (CF), dan coconut wood (CW), yang diusahakan secara parsial maupun terpadu. Dalam konteks ketahanan pangan, kontribusi kelapa tercermin dari besarnya persentasi konsumsi domestik yang mencapai 60 % dari produksi dalam bentuk konsumsi kelapa segar dan goreng. Selain itu ditingkat rumah tangga usahatani kelapa berperan meningkatkan daya beli terhadap pangan. Berdasarkan kenyataan luasnya potensi pengembangan produk, kemajuan ekonomi ditingkat makro dan mikro menuntut pengembangan industri kelapa secara kluster. Informasi prospek dan arah pengembangan agribisnis kelapa ini akan memberikan peluang investasi bagi swasta, masyarakat, dan pemerintah dibidang perkelapaan bila mendapat dukungan kebijakan yang dituangkan dalam strategi pembangunan agribisnis kelapa dalam bentuk program-program. Kata Kunci : Prospek, Pengembangan, Agribisnis, Cocos nucifera.
PENDAHULUAN Pertanaman kelapa di Indonesia merupakan yang terluas di dunia dengan pangsa 31,2 % total luas areal kelapa dunia. Peringkat kedua ditempati Philipina 25,8 %, disusul India 16,0 %, Srilangka 3,7 % dan Thailand 3,1 %. Namun demikian, dari segi produksi ternyata Indonesia hanya menduduki posisi kedua setelah Philipina. Ragam produk dan devisa dari komoditas ini juga masih rendah dari Philipina, India dan Srilangka (David Allorerung dan Zainal Mahmud, 2003). Perolehan devisa dari produk kelapa mencapai 229 juta US $ atau 11 % dari ekspor produk kelapa dunia pada tahun 2003. Bagi masyarakat Indonesia, kelapa merupakan bagia dari kehidupannya karena semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, social dan budaya. Di samping itu, arti penting kelapa bagi masyarakat juga tercermin dari luasnya areal perkebunan rakyat yang mencapai 97 % dari 3,7 juta ha dan melibatkan lebih dari 3 juta rumah tangga petani. Pengusahaan kelapa juga membuka tambahan kesempatan kerja dari kegiatan pengolahan produk turunan dan hasil samping yang sangat beragam. Perolehan devisa dari produk kelapa
mencapai 229 juta US $ atau 11 % dari ekspor produk kelapa dunia pada tahun 2003. ( Joko Budianto dan David Allorerung. 2003 ). Peluang pengembangan agribisnis kelapa dengan produk bernilai ekonomi tinggi sangat besar. Pada umumnya teknologi yang digunakan cukup sederhana dengan skala industri kecil, seperti : pengolahan santan, nata de coco, gula kelapa, arang tempurung dan perabotan rumah tangga. Sedangkan minyak kelapa kualitas tinggi, oleokimia, dan minuman ringan belum dapat dilaksanakan oleh industri kecil tetapi dilaksanakan oleh industri kecil tetapi dilaksanakan oleh industri menengah/besar (Suyata dan Yaman.1998). Berangkat dari kenyataan luasnya potensi pengembangan produk, kemajuan ekonomi perkelapaan di tingkat makro (daya saing di pasar global ) maupun mikro (pendapatan petani, nilai tambah dalam negeri dan substitusi impor ) tampaknya akan semakin menuntut dukungan pengembangan industri kelapa secara kluster sebagai prasyarat,( Zainal. et al 2005 ). Penyusunan informasi prospek dan arah pengembangan agribisnis kelapa ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai peluang investasi bagi swasta, masyarakat, dan pemerintah di bidang perkelapaan terutama di Daerah Nusa Tenggara Timur yang memiliki luas areal lebih dari 163.590 ha dengan produksi equal kopra sebanyak 55.306 ton ( Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004 ). KONDISI SAAT INI Data pada tahun 2002 menunjukkan luas kelapa yang ada di propinsi ini seluas 169.045 ha yang terdiri atas: tanaman belum menghasilkan seluas 62.143 ha, tanaman menghasilkan 92.191 ha dan tanaman tidak menghasilkan atau rusak seluas 9.111 ha. ( Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2004 ). Dilihat dari segi persentasi tanaman tua/rusak sebesar 5,4 %, maka program peremajaan/rehabilitasi perlu segera dijalankan agar areal tersebut dapat dioptimalkan untuk menambah produktivitas lahan. Dari segi produksi kopra per hektar ternyata rerata produksi perhektar hanya 664,43 kg/tahun, dengan kisaran per kabupaten yang terendah Kabupaten Ngada 264,22 kg/ha/tahun dan tertinggi Kabupaten Flores Timur 1.128 kg/ha/tahun. Dilihat dari produktivitas yang masih rendah keadaan ini dapat ditingkatkan melalui program intensifikasi seperti: pemeliharaan tanaman, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit. Berdasarkan produktivitas kopra dari lahan yang ada dengan harga Rp. 2.000/kg tingkat pendapatan petani masih jauh dari batas pendapatan normal perkapita karena termasuk kategori petani miskin dengan pendapatan perkapita kurang dari Rp. 100.000,-. Untuk meningkatkan pendapatan petani dan pemasukan pendapatan daerah maka agribisnis hilir seperti : nata de coco, kelapa parut kering, serat sabut, karbon aktif, arang tempurung, gula kelapa dan minyak murni sudah waktunya ditingkatkan sesuai dengan kluster industri berdasarkan kelayakan tersedianya bahan baku, dari segi geografis Kabupaten Sumba Barat dengan luas 28.293 ha, Kabupaten Kupang 16.187 ha, Kabupaten Sikka 22.307 ha, Kabupaten Ende 12.127 ha, dan Kabupaten Ngada 17.399 ha, cukup berpotensi untuk memilih salah satu bisnis diversifikasi hasil kelapa yang layak. Sebagai gambaran beberapa bisnis di bidang perkelapaan yang berprospek yaitu penggunaan tepung kelapa yang meningkat dengan laju pertumbuhan 21,9 %, kebutuhan arang aktif dan tempurung untuk memenuhi pasar luar negeri. Selain itu untuk kebutuhan minyak murni saat ini banyak diminati konsumen karena dapat berfungsi sebagai minyak makan dan untuk kesehatan manusia. Beberapa permintaan yang sedang berkembang saat ini yaitu : penggunaan serat sabut didalam negeri , begitu juga materi kayu dari pohon kelapa untuk bahan rumah, mebel, handycraft dll. Pada tabel 1 disajikan beberapa produk kelapa yang sudah mulai berkembang dengan kelayakan usaha yang tinggi. Tabel 1. Profil usaha beberapa produk akhir kelapa. Produk akhir Nata de coco Coconut fiber Activated Carbon Brown Sugar
Skala Kecil Menengah Menengah Kecil
NPV ( Rp juta ) 953 2.462 2.924 1.396
B/C 1,32 2,30 1,12 2,45
IRR % 32 52,4 21 23
PBP ( Tahun ) 1 2 4 1
Desicated coconut
Besar
8.670
1.54
22
4
Sumber : Zainal Mahmud et.al.2005.
Secara tradisional penggunaan produk kelapa hanya untuk konsumsi segar atau dibuat kopra atau minyak kelapa, tetapi seiring dengan dukungan tehnologi permintaan dalam bentuk tepung kelapa meningkat begitu juga serat sabut, arang tempurung dan arang aktif.Penggunaan minyak kelapa didalam negeri semakin berkurang karena konsumen mulai menyukai minyak kelapa sawit karena harganya murah. Menurut APCC ( Asean Pasific Coconut Community ), Indonesia merupakan Negara produsen kelapa terbesar di dunia dengan jumlah produksi pada tahun 2001 mencapai 3,0 juta MT ton setara kopra. Pesaing utama adalah Philipina dan India dengan produksi masing-masing 2,8 juta ton dan 1,8 juta ton. Selama periode tahun 1993-2002, ekspor berbagai produk kelapa Indonesia cenderung meningkat kecuali untuk kelapa butir dan serat sabut ( Tabel 2 ). Tabel. 2 Volume ekspor beberapa produk kelapa ( ribuan ton ). Tahun 1993 1996 1999 2000 2001 2002 Laju ( %/thn )
Kopra 8,74 0 42,62 34,50 23,88 40,05 12,11
CCO 258,4 378,8 349,6 734,6 39,51 446,3 6,29
DC 19,6 24,15 23,53 31,37 34,82 48,55 7,76
Butir 19522 2264 38136 5.334 507 8.694 -11,34
CF 0,8 0,87 0,06 0,10 0,19 0,19 -10,23
AT 12,36 15,86 17,74 26,74 23,45 29,49 8,95
AC 7,16 12,33 11,28 10,21 12,10 11,55 4,72
Sumber : Zainal et. al 2005.
CCO = Crude Coconut Oil. DC = Desiceated Coconut. CF = Coconut Fiber
AT = Arang Tempurung. AC = Activated Carbon.
PROSPEK, POTENSI DAN ARAH PENGEMBANGAN Selama ini produk kelapa terbatas baik dalam jumlah dan jenisnya, umumnya yang dikenal konsumen hanya minyak kelapa, santan, arang dan sebagian dijadikan sapu atau jok mebel / kendaraan. Padahal setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan (Gambar 1).
NATA
VINEGAR AIR KECAP MINUMAN
VCO DC
PARUT
CONCENTR
SKIM MILK
SKIM MILK
COCO SHAKE
COCOMIX
KULIT DAGING
SEMI VCO COCO CAKE M. GORENG CCO
BUAH
OLEOKIMIA
KOPRA BUNGKIL
TEMPURUNG
SABUT
BATANG
TEPUNG
TEPUNG
ARANG
AKTIF
SERAT
BERKARET
COCOPEAT
GEOTEXTILE
PAKAN
FURNITURE
KAYU
BANGUNAN LIDI
KERAJINAN
Gambar 1. Pohon industri kelapa Prospek Pasar. Produk kelapa nasional sebagian besar merupakan produk ekspor, dengan pangsa pasar sekitar 75 % sisanya dikonsumsi oleh pasar domestik. Pada Tabel 3 terlihat produk yang diekspor terdiri atas produk yang belum diolah (kelapa segar, kopra ), produk olahan primer ( minyak kelapa kasar, dessicated coconut, coconut milk/cream,arang, tempurung dan serat sabut ), dan produk sekunder (arang aktif) serta satu produk sampingan (bungkil ). Ekspor masih didominasi oleh produk kelapa kasar dan bungkil mencapai 86,35 %. Tabel 3. Jenis-jenis produk kelapa yang diekspor Indonesia tahun 2000. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Jenis produk Kelapa segar Kopra Minyak kelapa kasar Bungkil Kopra Dessicated coconut Coconut milk/cream Arang tempurung Karbon aktif Tempurung kelapa Serat sabut
Volume (ton )
US $ 100
Nilai (%)
5.334 34.579 734.500 408.431 31.373 9.234 26.735 10.205 354 102
734 10.273 319.669 22.471 21.952 8.534 4.677 7.581 145 112
0,19 2,61 80.68 5,67 5,54 2,16 1,18 1,91 0,04 0,02
Sumber : Joko Budianto dan David Allorerung, 2003.
Kecuali arang aktif, semua produk kelapa tergolong produk primer bernilai tambah rendah. Sebagai gambaran perbedaan antar setiap tahap pendalaman produk, dapat dilihat pada
perbedaan harga arang tempurung meningkat dari US $ 179 menjadi US $ 942/ton setelah diproses menjadi arang aktif. Ini berarti peningkatan nilai sebesar US $ 567/ton atau 324 % Potensi sumberdaya kelapa sebenarnya sangat besar yang memungkinkan mengembangkan suatu agribisnis yang kuat dengan struktur industri yang saling terkait dari hulu hingga hilir. Permintaan produk-produk hilir kelapa akan semakin meningkat sebagai konsekuensi meningkatnya kesadaran lingkungan oleh masyarakat internasional. Menurut hasil penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Departemen Perindustrian dan Perdagangan dari hasil buah kelapa yang ada di Indonesia dapat dijadikan bahan baku untuk industri: sabut kelapa 1.0611.417 ton, tempurung kelapa 363.914 ton, daging buah 849.134 ton dan air buah 758.155 ton (Zaenal Arifin.2003). Industri kelapa nasional saat ini secara umum belum banyak berubah, meskipun dalam dua dekade telah berdiri beberapa industri dengan produk non minyak, industri minyak kelapa masih dominan. Bahkan industri pengolahan kelapa sekarang lebih mundur karena dulu semua CCO di proses menjadi minyak goreng, sabun dan margarine, tetapi sekarang seluruhnya di ekspor dalam bentuk CCO dan bungkil. Produk yang dihasilkan dari pengolahan tempurung adalah arang aktif, tepung tempurung dan barang kerajinan. Arang aktif memiliki daya saing yang kuat karena bermutu tinggi dan sumberdaya yang dapat diperbaharui. Indonesia hanya mengekspor arang rendah ( 72 % ) pada tahun 2000, sedang negara lain dalam bentuk arang aktif. Industri yang jauh berkembang saat ini yaitu industri oleokimia. Turunan dari olekimia dapat menghasilkan 12 macam produk seperti biodesel, kosmetik, shampo, pasta gigi, obatobatan ,detergen bahan perekat,emulsifier,pelicin/pelembut dan pengawet buah2an. Pemasaran produk kelapa secara lokal tidak berkembang karena yang dipasarkan masih dalam bentuk kelapa segar dan kopra, padahal potensi produk lain sangat besar dipasar lokal. Jika 20-25 % kelapa dapat diolah menjadi minyak dan pengolahan lanjutan dari minyak yang lebih bersih dilakukan secara lokal maka petani akan sangat tertolong karena harga kelapa segar dan kopra seringkali turun. Potensi Kelapa. Berdasarkan data tahun 2002, NTT per tahun menghasilkan 53.306 ton kopra equal dengan 276,5 juta butir pertahun, total bahan ikutan yang dapat diperoleh 66.600 ton air, 13.200 ton arang tempurung, 31.680 ton serat sabut, dan 57.024 ton debu sabut. Industri tradisionil komponen buah kelapa yang ada umumnya hanya berupa industri tradisionil dengan kapasitas industri yang masih sangat kecil dibandingkan dengan potensi yang tersedia. Berdasarkan potensi produksi yang ada di Kabupaten Kupang, Kabupaten Belu, Kabupaten Flores Timur dan Kabupaten Ende berpotensi untuk dijadikan suatu kawasan kluster industri dengan bahan baku yang cukup tersedia. Luas areal dan produksi kelapa per Kabupaten tahun 2002 disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Luas areal dan produksi kelapa di Nusa Tenggara Timur. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Nama Kabupaten Sumba Barat Sumba Timur Kupang Timor Tengah Selatan Timor Tengah Utara Belu Alor Flores Timor Lembata Sikka Ende Ngada Manggarai Rote Ndao T o T al
TBM 17 671 990 6 160 8 239 2 407 1 157 182 2 260 1 841 3 875 2 501 4 951 4 351 500 57 085
TM 7 400 2 833 10 287 2 887 1 908 8 457 4 529 7 656 2 313 16 337 8 442 12 448 8 200 2 506 95 943
Luas Areal TTM/TR Jumlah 3 222 28 293 529 4 352 0 16 187 0 11 126 112 4 427 104 9 718 27 4 738 0 9 916 71 4 225 2 095 22 307 1 184 12 127 0 17 399 2 518 15 069 700 3 706 10 562 163 590
Prod (Ton) 3 234 2 124 7 489 897 897 9 428 1 039 8 748 1 951 4 202 7 386 3 289 2 412 2 210 55 306
Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia, 2002.
Areal Pengembangan. Data Asean Pasific Coconut Community (APCC) menunjukkan bahwa konsumsi kelapa segar penduduk Indonesia sekitar 36 butir 1 kapita /tahun. Bila produksi buah kelapa NTT serbanyak 276,5 juta butir/tahun, maka buah kelapa yang dapat diolah disekitar industri adalah 135,2 juta butir. Karena adanya konsep klester industri maka pengembangan hanya ditujukkan untuk industri kelapa berlokasi di Kabupaten Kupang, Belu, Flores Timur, dan Ende dengan masing-masing kabupaten dapat menyediakan 37,5 juta, 47,1 juta, 43,7 juta dan 36,9 juta butir/tahun. Bila sebagian dipakai untuk konsumsi segar maka ketersediaan buah kelapa tinggal setengahnya. Dari buah kelapa dapat dikembangkan berbagai industri yang menghasilkan pangan dan non pangan mulai dari produk primer yang masih menampakkan ciri-ciri kelapa hingga yang tidak. Dengan demikian nilai ekonomi tidak berbasis kopra lagi. Di Philipina hampir 49 % produk yang ada bukan CCO lagi. Terkait dengan hal tersebut perlu promosi nasional agar di pedesaan dihasilkan kelapa setengah jadi sehingga dapat diolah ke industri berteknologi tinggi. Produk yang sudah berkembang di dalam negeri adalah CCO dan turunannya, OC, VCO, CM,CF,AC dan CCL. Sekitar 90 % bahan baku daging digunakan untuk menghasilkan CCO dan turunannya dan sisanya untuk produksi lain. Sesuai dinamika pasar kecenderungan menghasilkan produk Oleokimia turunan dari CCO tampak semakin meninggi. Produk turunan daging yang sangat prospektif untuk berkembang adalah VCO, DC, CM dan CC. TUJUAN DAN SASARAN Tujuan yang ingin dicapai pengembangan kelapa di NTT agar investor menanamkan modalnya di bidang agribisnis kelapa, di hilir, on farm dan di hulu : 1. Dihilir adalah pengolahan kelapa terpadu menghasilkan crude coconut oil, activated carbon, coconut fiber, sedangkan secara parsial menghasilkan virgin coconut oil, oleo chemical, desiccated coconut, brown sugar dan coconut wood. 2. Kegiatan on farm berupa intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan. 3. Kegiatan di hulu berupa pembangunan infrastruktur, kelembagaan, dan dukungan kebijakan. Sasaran pengembangan komoditas yang ingin di capai pada periode 2006-2010 adalah : 1. Pembangunan industri pengolahan kelapa terpadu. • Kabupaten Kupang 1 unit dengan luas kebun 5000 ha dengan kapasitas per hari 62.000 butir. • Kabupaten Belu 1 unit dengan luas kebun 5.000 ha dengan kapasitas per hari 92.000 butir. • Kabupaten Flores Timur 1 unit dengan luas kebun 5.000 ha dengan kapasitas per hari 95.000 butir. • Kabupaten Ende 1 unit dengan luas kebun 5.000 ha dngan kapasitas per hari 72.000 butir.
2. Kegiatan on farm berupa intensifikasi tanaman menghasilkan seluas 95.943 ha dan tanaman muda 57.085 ha dilaksanakan setiap tahun 10 %. Rehabilitasi tanaman rusak sebesar 10.562 ha selama 5 tahun. 3. Pembangunan intrastruktur : (a) masing-masing kabupaten sepanjang 20 km, (b) peningkatan tata air sepanjang 100 km dengan lebar 2 m setiap kabupaten. 4. Dukungan kebijakan untuk usahatani, industri pengolahan, fiskal dan perdagangan. KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PROGRAM Kebijakan. Kebijakan Pemda Nusa Tenggara Timur merupakan proses yang dapat mempercepat agribisnis perkelapaan memberikan sumbangan yang berarti dalam pertumbuhan ekonomi, pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja di pedesaan, berkembangnya industri yang memberikan nilai tambah tinggi dengan menggunakan bahan baku lokal dan sekalian pelestarian lingkungan hidup. Dewasa ini Pemda belum memberikan wacana yang optimal untuk pengembangan kelapa. Karena kemungkinan kelapa belum merupakan prioritas di dalam pembangunan pertaniannya. Oleh karena itu perlu strategi dan kebijakan yang sesuai dengan kondisi saat ini yang bertumpu pada mekanisme pasar. Didalam mewujudkan sistem agribisnis saat ini diperlukan serangkaian kebijakan sebagai-berikut : a. Kebijakan makro ekonomi yang bersahabat. b. Kebijakan industri dengan prioritas pengembangan secara kluster. c. Kebijakan perdagangan yang berpihak pada kepentingan agribisnis dalam negeri. d. Pengembangan infrastuktur di daerah. e. Pengembangan kelembagaan keuangan, penelitian / pengembangan, pendidikan, penyuluhan dan kelembagaan petani. f. Pendayagunaan SDA dan lingkungan. g. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan agribisnis. h. Peningkatan kinerja ketahanan pangan. Strategi
a. b. c. d. e. f. g. h.
Kelapa dengan areal perkebunan petani yang ada sudah mencukupi pemasaran kebutuhan pengembangan agribisnis kelapa melalui intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan. Strategi yang harus di perhatikan saat ini : Inventarisasi dan konsolidasi areal ke dalam unit-unit manajemen. Penentuan dan penetapan lokasi-lokasi industri kelapa terpadu. Mengembangkan kelembagaan petani yang efisien, produktif, progesif, khususnya penerapan teknologi baru. Memfasilitasi dan merangsang inventasi baru dalam bentuk industri kelapa terpadu. Meningkatkan produktivitas melalui program intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan. Dimana diintegrasikan dengan pengembangan industri mebel, dll. Membangun kemitraan antara pengusaha dan petani. Mengembangkan networking antar asosiasi petani dengan perusahaan, dll. Membangun kelembagaan seperti ”coconut board” di daerah bagi pelaku usaha dan sistem agribisnis itu sendiri.
Program. Sesuai dengan permasalahan yang ada maka agribisnis perkelapaan perlu mengoptimalisasi areal tanaman kelapa melalui intensifikasi, peremajaan, rehabilitasi dan pengembangan industri pengolahan serta pemberdayaan petani dan kelembagaannya. a. Optimalisasi pemanfaatan aset pada sub sistem on farm. b. Pembangunan industri pengolahan untuk menambah peluang petani memperoleh tambahan pendapatan dari produk-produk olahannya. c. Pemberdayaan petani dan kelembagaan dalam bentuk individu atau kelompok dengan sasaran : meningkatkan kemampuan dalam mengembangkan usaha, akses sumber-sumber
teknologi, informasi, pembiayaan dan pasar. Selain itu meningkatkan posisi tawar terhadap mitra usaha. d. Kegiatan pendukung yang meliputi : sertifikasi lahan petani, fasilitas untuk sumber-sumber pembiayaan, dukungan sarana dan prasarana, kebijakan fiskal, terwujudnya networking antara sesama stakeholder, serta dukungan peraturan pada tingkat daerah untuk mengatur wilayah pengolahan, pengembangan, lalu lintas bahan baku dan produk olahan. KEBUTUHAN INVESTASI Berdasarkan sasaran yang telah ditetapkan untuk lima tahun diperlukan investasi yang meliputi : (1) biaya pengembangan industri pengolahan terpadu dan parsial, (2) intensifikasi, rehabilitasi, dan peremajaan, (3) peningkatan infrastuktur pendukung usahatani dan industri. Biaya-biaya tersebut belum memperhitungkan modal kerja dan fasilitas pendukung lain. Kegiatan skenario ini tidak saja melibatkan swasta, tetapi pemerintah dan petani. Disamping penanggung jawab investasi, peran pemerintah mencakup didalam penyediaan bahan baku melalui kegiatan intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan tanaman. DUKUNGAN KEBIJAKAN INVESTASI Investasi dalam pengembangan agribisnis kelapa di masa mendatang merupakan syarat mutlak, karena perolehan nilai tambah dari pengolahan kelapa di tentukan oleh kemampuan menghasilkan kreasi pengembangan produk tanamannya yang membutuhkan investasi tambahan. Guna mendukung minat investor dalam pengembangan produk kelapa, sangat diperlukan kebijakan pemerintah terutama dalam fungsi regulator dan fasilitator. 1. Dukungan kebijakan usahatani. Kebijakan yang diperlukan meliputi penyediaan kredit modal usaha bagi petani dengan tingkat buah yang ringan, pembinaan teknis dan kelembagaan semacam coconut board, penyediaan informasi teknologi dan pasar bagi petani, penjaminan berkelanjutan usahatani, dan pengembangan infrastruktur. 2. Dukungan kebijakan industri pengolahan. Kebijakan yang diperlukan meliputi : penyederhanaan birokrasi perijinan, pembukaan akses pembiayaan dan pemberian skim kredit, promosi pengembangan industri pengolahan hasil kelapa terpadu dan peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan komoditas kelapa dalam pengolahan dan pemasaran. 3. Dukungan kebijakan fiskal dan perdagangan. Untuk menjamin keberlangsungan agribisnis diperlukan iklim usaha yang kondusif dengan memberikan insentif kepada pelaku usaha melalui kebijakan sebagai berikut : pembebasan pajak pertambahan nilai, perlu kebijakan perlindungan terhadap industri pengolahan kelapa melalui penetapan tarif impor untuk mesin dll, peninjauan kembali peraturan-peraturan pemerintah tentang retribusi yang mengakibatkan distorsi pasar, stabilisasi nilai tukar pada tingkat yang wajar.
PENUTUP Luasnya potensi pengembangan produk kelapa ditingkat makro dan mikro tampaknya menuntut dukungan pengembangan industri kelapa secara kluster. Investasi dalam pengembangan agribisnis kelapa di masa mendatang merupakan syarat mutlak, karena perolehan nilai tambah dari pengolahan kelapa ditentukan oleh kemampuan menghasilkan kreasi pengembangan produk tanamannya yang membutuhkan investasi tambahan. Berdasarkan potensi produksi butiran kelapa yang ada, Kabupaten Kupang, Belu, Flores Timur dan Ende berpotensi untuk dijadikan kluster industri dengan bahan baku yang cukup tersedia. DAFTAR PUSTAKA
David Allorerung dan Zainal Mahmud. 2003. Dukungan Kebijakan Iptek dalam Pemberdayaan Komoditas Kelapa. Prosiding KNK V. Tembilahan 22-24 Oktober 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Hal. 70-82. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2004. Statistik Perkebunan Indonesia. Kelapa 2001 – 2003. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Jakarta. Hal 28. Joko Budianto dan David Allorerung. 2003. Kelembagaan Kelapa di Indonesia. Prosiding KNK V. Tembilahan, 22-24 Oktober.2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Hal. 1-9. Suyata dan Yaman. 1998. Peluang Pasar dan Diversifikasi Produk Kelapa. Prosiding KNK IV. Bandar Lampung, 21-23 April 1998. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Hal 47-56. Zaenal Arifin. 2003. Peluang Bisnis Perkelapaan di Indonesia. Hari Perkelapaan Keempat. Tahun 2002. Bandung 20-22 September, 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Hal 22-30. Zainal Mahmud., Agus Wahyudi., Gatoet Sroe Hardono., Hengky Novarianto., Henkie T.Luntungan., dan Dedi Soleh Effendi.,2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 27 Hal.