PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN
AGRIBISNIS CENGKEH Edisi Kedua
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian 2007
A GRO INOVAS I
BH
IN E
K A TUN GG A L I
KA
SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho Allah subhanahuwata’ala, seri buku tentang prospek dan arah kebijakan pengembangan komoditas pertanian edisi kedua dapat diterbitkan. Buku-buku ini disusun sebagai tindak lanjut dan merupakan bagian dari upaya mengisi “Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan” (RPPK) yang telah dicanangkan Presiden RI Bapak Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 11 Juni 2005 di Bendungan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat. Penerbitan buku edisi kedua ini sebagai tindak lanjut atas saran, masukan, dan tanggapan yang positif dari masyarakat/pembaca terhadap edisi sebelumnya yang diterbitkan pada tahun 2005. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih. Keseluruhan buku yang disusun ada 21 buah, 17 diantaranya menyajikan prospek dan arah pengembangan komoditas, dan empat lainnya membahas mengenai bidang masalah yaitu tentang investasi, lahan, pasca panen, dan mekanisasi pertanian. Sementara 17 komoditas yang disajikan meliputi: tanaman pangan (padi/beras, jagung, kedelai); hortikultura (pisang, jeruk, bawang merah, anggrek); tanaman perkebunan (kelapa sawit, karet, tebu/gula, kakao, tanaman obat, kelapa, dan cengkeh); dan peternakan (unggas, kambing/domba, dan sapi). Sesuai dengan rancangan dalam RPPK, pengembangan produk pertanian dapat dikategorikan dan berfungsi dalam: (a) membangun ketahanan pangan, yang terkait dengan aspek pasokan produk, aspek pendapatan dan keterjangkauan, dan aspek kemandirian; (b) sumber perolehan devisa, terutama terkait dengan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif di pasar internasional; (c) penciptaan lapangan usaha dan pertumbuhan baru, terutama terkait dengan peluang i
pengembangan kegiatan usaha baru dan pemanfaatan pasar domestik; dan (d) pengembangan produk-produk baru, yang terkait dengan berbagai isu global dan kecenderungan perkembangan masa depan. Sebagai suatu arahan umum, kami harapkan seri buku tersebut dapat memberikan informasi mengenai arah dan prospek pengembangan agribisnis komoditas tersebut bagi instansi terkait lingkup pemerintah pusat, instansi pemerintah propinsi dan kabupaten/kota, dan sektor swasta serta masyarakat agribisnis pada umumnya. Perlu kami ingatkan, buku ini adalah suatu dokumen yang menyajikan informasi umum, sehingga dalam menelaahnya perlu disertai dengan ketajaman analisis dan pendalaman lanjutan atas aspek-aspek bisnis yang sifatnya dinamis. Semoga buku-buku tersebut bermanfaat bagi upaya kita mendorong peningkatan investasi pertanian, khususnya dalam pengembangan agribisnis komoditas pertanian.
Jakarta, Juli 2007 Menteri Pertanian
Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS
ii
KATA PENGANTAR Bersama tembakau, cengkeh merupakan komponen utama bahan baku rokok kretek. Sumbangannya yang besar terhadap penerimaan negara melalui cukai dan kemampuannya menyediakan lapangan kerja berskala besar menempatkan industri ini pada posisi penting dan strategis dalam perekonomian Indonesia. Namun demikian, tercapainya swasembada, dan munculnya masalah baru kelebihan produksi cengkeh, mengakibatkan peran komoditas dan nasib petani cengkeh seolah terabaikan selama dekade 90-an. Akibat lebih jauhnya adalah produksi terus-menerus menunjukkan penurunan sejak tahun 2000, sehingga dikhawatirkan dalam waktu dekat Indonesia akan kembali menghadapi kekurangan produksi cengkeh. Diperkirakan pada tahun 2009, jika tidak ada langkah dan upaya yang tepat, Indonesia hanya akan mampu menyediakan separuh dari kebutuhan industri rokok kretek. Saat ini, Indonesia masih merupakan negara penghasil, sekaligus konsumen terbesar cengkeh dunia. Dari segi agribisnis kondisi tersebut seyogyanya menempatkan Indonesia untuk memiliki keuntungan komparatif dan kompetitif dibidang percengkehan. Dengan mengingat peluang yang besar untuk mengembangkan industri hilir, pemanfaatan hasil samping dan diversifikasi hasil cengkeh maka peluang investasinya menjadi sangat menarik dan menjanjikan keuntungan yang besar. Semoga apa yang dipaparkan dalam buku ini dapat ditangkap para investor sebagai suatu peluang bisnis yang besar dan menjanjikan, dalam rangka revitalisasi pertanian. Kepada penanggung jawab dan para peneliti yang telah menyiapkan tulisan ini saya sampaikan terima kasih.
Jakarta, Juli 2007 Kepala Badan Litbang Pertanian
Dr. Ir. Achmad Suryana
iii
TIM PENYUSUN Penanggung Jawab
:
Dr. Ir. Achmad Suryana Kepala Badan Litbang Pertanian
Ketua
:
Dr. Bambang Prastowo Kepala Pusat Litbang Perkebunan
Anggota
:
Ir. Nurheru, M.S Dr. Ir. Pasril Wahid Dr. Ir. Dyah Manohara Ir. E. Rini Pribadi, MSc. Ir. Chandra Indrawanto, MSc. Ir. Sumaryanto, MS.
Badan Litbang Pertanian Jl. Ragunan No. 29 Pasar Minggu Jakarta Selatan Telp. : (021) 7806202 Faks. : (021) 7800644 Em@il :
[email protected] Lembaga Riset Perkebunan Indonesia Jl. Tentara Pelajar No. 1 Cimanggu Bogor Telp. : (0251) 313083, 329305 Faks. : (0251) 336194 Em@il :
[email protected]
iv
RINGKASAN EKSEKUTIF Cengkeh merupakan tanaman asli Indonesia, yang pada awalnya merupakan komoditas ekspor posisinya telah berubah menjadi komoditas yang harus diimpor karena pesatnya perkembangan industri rokok kretek. Industri rokok kretek sendiri, berkembang sejak akhir abad ke-19. Tingginya kebutuhan devisa untuk memenuhi kebutuhan mengakibatkan ditetapkannya program swasembada cengkeh pada tahun 1970, antara lain melalui perluasan areal. Selama pelaksanaan program swasembada, terjadi perkembangan luas areal yang sangat mencolok dari 82.387 ha tahun 1970, menjadi 724.986 ha tahun 1990. Swasembada dinyatakan tercapai pada tahun 1991, bahkan terlampaui dengan akibat turunnya harga. Untuk membantu petani pemerintah campur tangan dengan: (1) mengatur tataniaga melalui pembentukan Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC), (2) mendiversifikasi hasil, dan (3) mengkonversi sebagian areal. Tetapi harga tetap tidak membaik, sehingga petani menelantarkan pertanamannya. Karena diterlantarkan petani, areal cengkeh berkurang drastis. Pada tahun 2000, luas areal cengkeh hanya tersisa 428.000 ha dan tahun 2003 hanya 228.000 ha. Perkiraan untuk 2005 areal tanaman menghasilkan (TM) tinggal 213.182 ha. Produksi juga turun sejak tahun 2000, sehingga diperkirakan tanpa upaya penyelamatan tahun 2009 produksi cengkeh Indonesia hanya akan mampu menyediakan sekitar 50% dari kebutuhan pabrik rokok kretek yang rata-rata pada empat tahun terakhir mencapai 92.133 ton. Untuk mengantisipasinya perlu dilakukan program intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan tanaman cengkeh secara terukur. Total areal TM diupayakan terjaga 220.000 – 230.000 ha di sepuluh propinsi sentra produksi cengkeh PRK (pabrik rokok kretek), dengan maksimum total areal 250.000 ha, termasuk diluar propinsi PRK. Semuanya itu diarahkan untuk keseimbangan pasokan dan permintaan, guna memenuhi kebutuhan 92.133 ton untuk rokok kretek (GAPPRI, 2005), serta harga yang tetap menguntungkan petani. Untuk itu lima tahun kedepan dilaksanakan program intensifikasi dan rehabilitasi seluas 70.000 ha serta replanting (peremajaan) seluas 35.000 ha. Pelaksanaannya dibatasi di sepuluh propinsi PRK dengan v
kualifikasi daerah sangat sesuai (C1). Adanya kemungkinan peningkatan kebutuhan sesuai prediksi GAPPRI sebesar 5 %/tahun diharapkan dapat terpenuhi oleh kelebihan areal dari 230.000 ha yang ada diluar ke-10 propinsi PRK. Kelebihan tersebut termasuk untuk kemungkinan ekspor dan diversifikasi hasil untuk keperluan industri makanan, farmasi dan pestisida nabati. Total biaya yang diperlukan untuk itu adalah Rp 1,037 triliun yang terdiri dari investasi masyarakat Rp 767.532 miliar, investasi swasta Rp 184.020 miliar investasi pemerintah untuk fasilitasi pengadaan infra struktur serta dukungan penelitian pengadaan benih unggul dan sebagainya sebesar Rp 85,5 miliar. Pada dasarnya agribisnis cengkeh sangat menguntungkan. Apalagi dengan adanya peluang pengembangan industri hilir untuk keperluan makanan, farmasi dan pestisida nabati, termasuk ekspor. Pihak swasta diharapkan dapat ikut investasi dalam agribisnis cengkeh yang meliputi agribisnis hulu dalam penangkaran benih, sektor on farm pendirian perkebunan besar (PBS) dalam rangka peremajaan (replanting) serta agribisnis hilir dibidang industri penyulingan minyak, industri makanan dan farmasi serta pengolahan pestisida nabati cengkeh. Kegiatan on farm dalam bentuk pendirian perkebunan besar cengkeh dalam rangka peremajaan mengganti tanaman tua mampu memberikan B/C sebesar 1.54 dengan IRR 21.20%. Sedangkan untuk usaha industri penyulingan minyak pada tingkat bunga modal 18% mampu memberikan B/C 1.26 dengan IRR 23%. Dukungan kebijakan pemerintah yang diperlukan adalah pemberdayaan penyuluhan dan organisasi kelompok tani untuk memprioritaskan pengembangan cengkeh hanya di daerah sentra produksi cengkeh untuk PRK. Pengembangan diluar 10 propinsi PRK diserahkan pada swadaya masyarakat dan dapat digunakan untuk mengantisipasi (bumper) kenaikan permintaan sesuai perkiraan GAPPRI, memenuhi kebutuhan ekspor dan diversifikasi untuk produksi minyak cengkeh, eugenol dan pestisida nabati. Dukungan pemerintah juga diperlukan untuk akses pembiayaan bagi UKM, stabilisasi harga dan kemudahan bagi swasta untuk ikut berinvestasi.
vi
DAFTAR ISI Sambutan Menteri Pertanian .........................................................................
i
Kata Pengantar .................................................................................................
iii
Tim Penyusun ....................................................................................................
iv
Ringkasan Eksekutif .........................................................................................
v
Daftar Isi .............................................................................................................
vii
I.
PENDAHULUAN...................................................................................
1
II.
STATUS PERKEMBANGAN KOMODITAS ..........................................
3
A. Usaha Pertanian Primer ..............................................................
3
B. Usaha Agribisnis Hulu .................................................................
4
C. Usaha Agribisnis Hilir ...................................................................
5
D. Perkembangan Konsumsi, Impor, Ekspor, dan Harga .........
5
E. Infrastruktur dan Kelembagaan .................................................
6
PROSPEK, POTENSI, DAN ARAH PENGEMBANGAN ......................
8
A. Usaha Pertanian Primer ..............................................................
8
B. Usaha Agribisnis Hulu .................................................................
10
C. Usaha Agribisnis Hilir ...................................................................
10
IV.
TUJUAN DAN SASARAN ......................................................................
14
V.
KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN ..........
15
VI.
KEBUTUHAN INVESTASI ....................................................................
22
A. Agribisnis Hulu (Usaha Pembibitan) ..........................................
22
B. Usaha Pertanian Primer ..............................................................
23
C. Agribisnis Hilir (Usaha Pengolahan) ...........................................
24
D. Agribisnis Hilir Lainnya ................................................................
26
E. Investasi Pemerintah ...................................................................
27
DUKUNGAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN ..............................
31
Lampiran.....................................................................................................
33
III.
VII.
vii
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Cengkeh
A GRO INOVAS I
I. PENDAHULUAN Cengkeh merupakan salah satu bahan baku utama rokok kretek yang mencakup 80% produksi rokok nasional. Di samping pengaruh negatif rokok terhadap kesehatan, peranan rokok kretek dalam perekonomian nasional sangat nyata, antara lain menyumbang sekitar Rp 23,2 triliun dari perkiraan Rp 29 triliun penerimaan cukai rokok. Tenaga kerja yang terkait baik langsung maupun tidak langsung dengan industri rokok kretek, yaitu di sektor pertanian, industri rokok, dan perdagangan, serta sektor informal sekitar 6 juta tenaga kerja. Sejak tahun 1996 produksi cengkeh Indonesia mengalami penurunan drastis akibat ketidakpastian harga. Dampak dari harga jual yang tidak menentu menyebabkan keengganan petani untuk memelihara tanamannya sehingga pertanaman menjadi rentan terhadap serangan hama dan penyakit seperti Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC), Cacar Daun Cengkeh (CDC), Gugur Daun Cengkeh (GDC) dan penggerek batang cengkeh. Pada tahun 1995 produksi cengkeh nasional mencapai 90.007 ton, kemudian turun menjadi 52.903 ton pada saat panen kecil tahun 1999 dan hanya mencapai 79.009 ton pada saat panen besar tahun 2002 (Ditjenbun, 2004). Di lain pihak kebutuhan cengkeh untuk rokok kretek naik menjadi rata-rata 92.133 ton/tahun (GAPPRI, 2005). Terjadinya kekurangan pasokan tersebut merupakan tantangan bagi petani dan pengusaha untuk dapat memenuhinya. Keseimbangan pasokan terhadap permintaan dapat dilakukan melalui intensifikasi, rehabilitasi, dan peremajaan tanaman, didukung dengan harga beli yang layak oleh pabrik rokok. Selain ketidakpastian harga jual, masalah yang dihadapi petani cengkeh adalah : (1) masa awal produksi cengkeh yang cukup lama, yaitu setelah umur 5 - 7 tahun, dan (2) fluktuasi hasil yang cukup tinggi yang dikenal dengan siklus 2 - 4 tahun, produksi yang tinggi pada satu tahun tertentu diikuti dengan penurunan produksi 1 - 2 tahun berikutnya. Prioritas Pembangunan Pertanian Nasional Tahun 2004 – 2009 adalah “Revitalisasi Pertanian” yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan meletakkan landasan yang kokoh bagi pembangunan ekonomi nasional. Salah satu tujuan revitalisasi pertanian adalah meningkatkan pemanfaatan sumber daya pertanian secara berkelanjutan dan meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk 1
A GRO INOVAS I
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Cengkeh
pertanian. Berkaitan dengan itu sudah selayaknya revitalisasi tersebut juga dilakukan dalam agribisnis cengkeh. Hal ini penting, mengingat sumbangannya yang besar terhadap pendapatan negara dan penyedia lapangan kerja. Di lain pihak pasokan cengkeh sebagai bahan baku rokok kretek semakin mengkhawatirkan. Revitalisasi dalam agribisnis cengkeh diarahkan pada : (1) pengamanan penyediaan cengkeh untuk industri rokok, dan (2) pengamanan pendapatan petani sebagai produsen cengkeh.
2
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Cengkeh
A GRO INOVAS I
II. STATUS PERKEMBANGAN KOMODITAS A. Usaha Pertanian Primer Sejarah penggunaan cengkeh untuk rokok diawali pada akhir abad ke-19 di Kudus dan berkembang pesat di awal abad ke-20 dengan berkembangnya industri rokok kretek. Perkembangan itu sekaligus merubah posisi Indonesia dari negara asal dan pengekspor terbesar menjadi produsen dan pengguna cengkeh terbesar. Bahkan pada tahun 1958, Indonesia harus mengimpor cengkeh sebanyak 8.520 ton dan terus meningkat menjadi 29.000 ton pada tahun 1982. Impor tersebut sangat menguras devisa negara, sehingga pada tahun 1970 pemerintah menetapkan program untuk mencapai swasembada melalui perluasan areal cengkeh yang mencapai puncaknya pada tahun 1987/1988 (Gambar 1). 800000 700000
Areal (ha)
600000 500000
400000 300000 200000 100000 0 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 00 01 02 03
Tahun Data Ditjenbun
Data Balittro-Sampoerna
Data BPS
Gambar 1.Perkembangan areal cengkeh Indonesia tahun 1970-2003
Pada awal tahun 1990-an, total areal cengkeh mencapai sekitar 700.000 ha dengan produksi sekitar 120.000 ton/tahun. Produksi tersebut sudah melampaui kebutuhan cengkeh dalam negeri yang waktu itu hanya sekitar 100.000 ton/tahun, sehingga terjadi kelebihan pasokan sebesar 20.000 ton/tahun. Untuk mengurangi kelebihan produksi, pemerintah menetapkan berbagai kebijakan seperti : (1) Pendirian Badan Penyangga Pemasaran Cengkeh (BPPC); (2) Keppres RI No. 20 tahun 1992 yang menetapkan sepuluh propinsi pemasok utama cengkeh untuk pabrik rokok (areal PRK), yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Lampung, Jawa Barat (termasuk Banten), Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, 3
A GRO INOVAS I
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Cengkeh
Sulawesi Utara (termasuk Gorontalo), dan Maluku; dan (3) Inpres No. 14 tahun 1996, untuk mengkonversi tanaman cengkeh dengan tanaman lain. Akibat kelebihan produksi, penurunan harga dan tidak dipeliharanya tanaman, areal turun dari sekitar 700.000 ha pada tahun 1990, menjadi hanya 428.000 ha tahun 2000 (Ditjenbun, 2003) dan turun lagi menjadi 228.000 ha pada tahun 2003 (BPS). Hasil penelitian Balittro dan PT. Sampoerna menunjukkan selama kurun waktu 2001-2005 (Tabel 1) terjadi penurunan areal cengkeh nasional untuk TBM dan TM masing-masing 39,57% dan 7,91%, sedangkan untuk areal TT/TR bertambah 12,15%. Secara keseluruhan areal cengkeh nasional berkurang 4,17%. Sedangkan di luar Indonesia, peran negara-negara produsen selain Zanzibar dan Madagaskar pada pasar dunia sangat kecil (Lampiran 1). Tabel 1.
Luas areal, produksi, dan produktivitas cengkeh tahun 2000 – 2006
Tahun
Areal (ha)
Produksi (ton)
TBM
TM
TR
2000
1.110
298.400
65.205
364.715
142.059
2001
834
290.123
68.287
359.244
97.717
2002
692
282.210
71.242
354.144
125.064
2003
589
275.527
73.531
349.646
113.260
2004
504
267.164
76.587
344.256
35.525
213.182
88.089
329.624
52.696
-
24.880
2005
28.353
2006*
-
-
-
Total
Sumber : Balittro dan PT. Sampoerna (2000, 2004,2006). *) angka dugaan
B. Usaha Agribisnis Hulu Dengan membaiknya harga pada tahun 2000, di beberapa daerah telah terlihat usaha untuk melakukan peremajaan tanaman yang rusak/mati. Kegiatan tersebut mendorong beberapa petani untuk melakukan usaha pembibitan meskipun dalam skala kecil terutama di P. Jawa, Bali dan Sulawesi Utara. Pembibitan oleh petani dilakukan dengan cara menyemaikan benih dalam polibag dengan menggunakan biji asalan sebagai sumber benih. Setelah berumur 1 – 2 tahun, bibit dipasarkan ke petani sekitar atau digunakan sendiri untuk rehabilitasi/menyulam kebunnya. 4
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Cengkeh
A GRO INOVAS I
C. Usaha Agribisnis Hilir Selain digunakan sebagai bahan baku rokok, bunga, gagang dan daun cengkeh dapat disuling menghasilkan minyak cengkeh yang mengandung eugenol. Pasokan minyak cengkeh Indonesia ke pasar dunia cukup besar yaitu lebih dari 60% kebutuhan dunia. Tahun 2000, dari 2.080 ton minyak cengkeh yang dipasarkan, Indonesia memasok 1.317 ton. Saat ini usaha penyulingan dilakukan oleh rakyat dengan alat yang masih sederhana di sentra-sentra produksi cengkeh seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Utara. Pada saat harga cengkeh membaik pada kurun waktu 2000 - 2001 petani tidak melakukan penyulingan bunga cengkeh, akan tetapi yang disuling adalah daun-daun yang gugur. Rendemen minyak daun cengkeh yang dapat dicapai pada penyulingan rakyat hanya 1,5–2% sedangkan hasil penelitian Balittro dapat mencapai lebih dari 2%. D. Perkembangan Konsumsi, Impor, Ekpsor dan Harga Cengkeh yang dihasilkan Indonesia hampir seluruhnya untuk industri rokok di dalam negeri. Menurut data GAPPRI (2005) penggunaan cengkeh tahun 2000 – 2004 berkisar antara 85.000 sampai 96.000 ton, dengan rata-rata 92.133 ton/tahun (Tabel 2). Trend kebutuhan (konsumsi) cengkeh untuk rokok kretek tahun 1983 – 2004 meningkat sebesar 1,90% (Lampiran 2). Sedangkan proyeksi produksi rokok kretek dan kebutuhan cengkeh sampai tahun 2010 disajikan pada Lampiran 3. Lebih jauh, data BPS menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1998o2004 harga cengkeh berfluktuasi sangat tajam, mencapai Rp 123.460,pada saat panen kecil (tahun 1999) dan anjlok menjadi Rp 12.500,- pada saat panen besar (tahun 2003). Berdasarkan biaya produksi, harga yang layak menurut petani adalah Rp 30.000,- s/d Rp 40.000,-/kg cengkeh kering. Dengan tingkat harga tersebut petani memperoleh 1/3 bagian keuntungan dari usahataninya, biaya panen mencapai Rp 10.000,-/kg cengkeh kering dan biaya pemeliharaan hampir setara dengan biaya panen (Balittro, 2004). Harga minyak cengkeh di pasar dunia sangat ditentukan oleh harga bunga cengkeh di dalam negeri. Pada saat harga bunga cengkeh rendah yaitu tahun 2000 dan 2003, harga minyak cengkeh di pasaran dunia turun drastis (Tabel 2). Ekspor dan impor cengkeh selalu berfluktuasi setiap tahunnya. Pada saat panen besar di dalam negeri, ekspor cengkeh meningkat seperti yang terjadi pada tahun 1998 dan 2003. Sebaliknya pada saat panen kecil 5
A GRO INOVAS I
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Cengkeh
Tabel 2. Kebutuhan domestik, perkembangan harga, ekspor, impor dan harga minyak cengkeh tahun 1998 – 2004
Tahun
Harga Kebutuhan cengkeh domestik untuk dalam negeri rokok (ton) Rp./Kg)
Ekspor
Impor
Vol (ton)
Nilai (1000 US$)
Vol (ton)
Nilai (1000 US$)
Harga minyak cengkeh CIF London (US $/kg)
1998
112.033
58.680
20.157
14.115
1
1
1,37
1999
115.212
123.460
1.776
1.636
22.610
40.067
2,98
2000
96.818
32.950
4.655
8.281
20.873
52.90
0,77
2001
96.106
57.700
6.324
10.670
16.899
17.365
7,11
2002
86.823
64.320
9.399
25.973
796
653
5,42
2003
85.146
12.500
15.687
24.929
172
151
1,85
2004
95.670
35.000
td
td
td
td
td
Sumber : *) GAPPRI
**) BPS
td = tidak ada data
impor cengkeh meningkat seperti yang terjadi pada tahun 1999 - 2001. Diduga cengkeh impor tersebut merupakan cengkeh Indonesia yang diekspor pada saat panen besar, karena Indonesia hanya sedikit produksi dan penggunaan bunga cengkeh oleh negara lain. E. Infrastruktur dan Kelembagaan Hampir semua daerah sentra produksi cengkeh kondisi infrastrukturnya kurang memadai, sehingga biaya usahatani menjadi tinggi dan harga jual menjadi kurang bersaing. Sebagai contoh, daerah sentra produksi cengkeh di Kep. Maluku dan Toli-toli yang hanya memiliki satu alternatif transportasi, yaitu transportasi air. Kondisi tersebut mengakibatkan kelembagaan penunjang cenderung menekan petani, seperti kelembagaan pemasaran yang cenderung monopsoni, kelembagaan keuangan didominasi sistim ijon yang cenderung merugikan petani. Meskipun telah terdapat Asosiasi Petani Cengkeh (APCI), akses petani terhadap informasi teknologi dan pasar belum berjalan dengan baik. Kebijakan yang ditempuh saat ini masih bersifat umum, tidak khusus untuk cengkeh saja. Sebagai contoh, kebijakan pemberian kredit KKPA berlaku untuk semua komoditas perkebunan, kebijakan pengembangan infrastruktur bersamaan dengan pengembangan wilayah, dan kebijakan pengembangan kelembagaan juga bersifat umum seperti pengembangan kelompok tani dan lembaga penyuluhan lainnya. Kebijakan yang bersifat 6
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Cengkeh
A GRO INOVAS I
spesifik hanya kebijakan untuk penelitian dan pengembangan yang dilaksanakan secara khusus oleh Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Akan tetapi sejak tahun 1990, yaitu saat swasembada cengkeh, dana untuk melakukan penelitian cengkeh tidak pernah ada.
7
A GRO INOVAS I
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Cengkeh
III. PROSPEK, POTENSI DAN ARAH PENGEMBANGAN A. Usaha Pertanian Primer Saat ini Indonesia merupakan negara produsen, sekaligus konsumen cengkeh terbesar di dunia. Dua negara lain yang cukup potensial sebagai penghasil cengkeh adalah Madagaskar dan Zanzibar (Tanzania) yang total produksinya sekitar 20.000 – 27.000 ton/tahun. Disamping itu ada enam negara sebagai produsen kecil yaitu Comoros, Srilanka, Malaysia, Cina, Grenada, Kenya dan Togo dengan total produksi sekitar 5.000 – 7.000 ton/tahun (Lampiran 1). Konsumsi cengkeh untuk bahan baku rokok kretek umumnya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1983 kebutuhan pabrik rokok kretek sebanyak 57.714 ton, dan rata-rata empat tahun terakhir ini menjadi menjadi 92.133 ton cengkeh (Lampiran 2). Hasil penelitian Balittro dan Sampoerna untuk 4 tahun mendatang (2005 – 2009), produksi cengkeh nasional akan terus menurun. Selain tahun 2006, produksi cengkeh nasional selalu berada di bawah kebutuhan pabrik rokok kretek. Prakiraan hasil tersebut selaras dengan prakiraan iklim terutama curah hujan yang didasarkan pada fenomena regional hasil kajian Badan Meteorologi dan Geofisika untuk tahun 2006 - 2009 (Lampiran 4). Curah hujan sangat berpengaruh terhadap produksi cengkeh. 250000 213.107
200000
STOK (TON)
185.093
150000
145.241
148.317
146.852
109.628
111.206
100000 83.052 57.828
50000
0
42.675
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
TAHUN STOK
KONSUMSI
PRODUKSI
Gambar 2. Neraca cengkeh nasional
8
2009
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Cengkeh
A GRO INOVAS I
Apabila tidak ada intervensi, kecenderungan ini akan berlanjut terus hingga setelah tahun 2009 sampai terjadi keseimbangan baru. Kecenderungan produksi cengkeh yang terus menurun ini akan mengurangi stok cengkeh di pabrikan (Gambar 2). Dengan asumsi stok cengkeh BPPC pada tahun 2000 hanya berkisar 100.000 ton, sedang stok di pabrik berkisar antara 80.000 – 120.000 ton, maka diperkirakan mulai tahun 2007 atau paling lambat 2008 akan terjadi pengurangan stok cengkeh yang cukup besar, dan pada tahun 2009 hanya akan mampu memenuhi 50% dari kebutuhan pabrik rokok kretek. Kondisi tersebut tentunya akan mengancam kelangsungan pabrik rokok kretek sekaligus akan mengancam kelangsungan penyediaan lapangan kerja. Untuk menjaga keseimbangan produksi dan konsumsi cengkeh maka perlu dilakukan intensifikasi, rehabilitasi, dan peremajaan tanaman cengkeh pada areal yang telah ditetapkan untuk PRK pada Keppres RI No. 20 tahuan 1992 serta dipilih hanya pada lokasi yang termasuk kriteria sangat sesuai (Tabel 3). Estimasi luas total tanaman menghasilkan (TM) pada tahun 2005, adalah 213.182 ha, dengan rata-rata populasi tanaman perhektar sebanyak 136 pohon. Luas optimal yang dapat mendukung pasokan untuk pabrik rokok kretek berkisar antara 220.000 – 230.000 ha, dengan populasi 200 tanaman/ha (jarak tanam 7 m x 7 m). Tabel 3. Kriteria tingkat kesesuaian iklim untuk pengembangan tanaman cengkeh Hari Simbol Curah Hujan BK* Elevasi (mm/tahun) hujan/tahun C1
1500 - 2500
<2
< 700
C2
2500 - 3500
<2
< 700
C3
1500 - 3500 3 - 4
< 700
C4
3500 - 4000
< 700
C 5.1
0
-
-
Kendala
90 -135
Tidak ada 120 - 175 Tidak ada 90 - 175 Kekeringan periodik surya 150 - 190 Radiasi agak rendah
Tingkat Kesesuaian Sangat sesuai Sesuai Agak sesuai Kurang sesuai
Tidak - Suhu rendah direkomendasikan
> 700
C 5.2
< 1500
-
-
-
C 5.3
< 4 000
-
-
-
C 5.4
-
>4
-
-
Kekeringan Radiasi surya rendah Kekeringan
Tidak sesuai Tidak sesuai Tidak sesuai
Keterangan: -: BK* : bulan kering (‹ 80 mm/bulan) Sumber : Wahid et al. (1989)
9
A GRO INOVAS I
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Cengkeh
B. Usaha Agribisnis Hulu Jumlah tanaman menghasilkan dan populasinya per hektar saat ini pada masing-masing propinsi penghasil cengkeh untuk rokok kretek (PRK) disajikan pada Tabel 4. Total areal intensifikasi dan rehabilitasi adalah 70.000 ha, sedang peremajaan 35.000 ha. Bibit yang diperlukan untuk kedua program tersebut sebanyak 14.280.000 bibit. Tabel 4.
Areal tanaman menghasilkan (TM), rata-rata populasi/ha dan kebutuhan bibit cengkeh di beberapa propinsi sentra produksi cengkeh
Propinsi
Areal TM (ha) tahun 2005*)
NAD Lampung Jabar dan Banten Jateng Jatim Bali Sulsel Sulut & Gorontalo Sulteng Maluku Total areal PRK Propinsi lain Indonesia
15.473**) 3.121**) 15.370 15.171 17.880 15.799 32.508 33.249 31.407 13.491 174.875 38.307 213.182
Populasi TM (ph/ha) tahun 2005*) 168 77 174 163 76 66 81 257 126 105
Kebutuhan bibit total (x1000) 1.225 585 1.510 1.050 1.765 885 3.400 285 2.025 1.550 14 280
Sumber : *) Balittro dan PT Sampoerna,2005. (Diolah) **) Ditjenbun, 2003
C . Usaha Agribisnis Hilir Kegunaan produk tanaman cengkeh selain untuk rokok kretek, belum banyak dimanfaatkan. Salah satu produk cengkeh yang banyak digunakan dalam industri adalah minyak cengkeh. Bahan baku minyak cengkeh dapat berasal dari bunga cengkeh, gagang/tangkai dan daun. Pada saat harga bunga cengkeh tinggi, bunga cengkeh yang digunakan sebaiknya bunga cengkeh dengan mutu rendah (hasil sortiran).
10