Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
I. PENDAHULUAN Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah. Selama periode 1989-2004, pertumbuhan produksi rata-rata bawang merah adalah sebesar 5,4% per tahun, dengan kecenderungan (trend) pola pertumbuhan yang konstan. Komponen pertumbuhan areal panen (4,3%) ternyata lebih banyak memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan produksi bawang merah dibandingkan dengan komponen produktivitas (1,1%). Konsumsi rata-rata bawang merah untuk tahun 2004 adalah 4,56 kg/kapita/tahun atau 0,38 kg/kapita/bulan (Ditjen Hortikultura, 2004). Estimasi permintaan domestik untuk tahun 2010 mencapai 976.284 ton, dimana 824.284 ton diantaranya untuk konsumsi, 97.000 ton untuk benih, 20.000 ton untuk industri, dan 35.000 ton diekspor. Analisis data ekspor-impor 1983-2003 mengindikasikan bahwa selama periode tersebut Indonesia adalah net importer bawang merah, karena volume ekspor untuk komoditas tersebut secara konsisten selalu lebih rendah dibandingkan volume impornya. Berbagai indikator menyangkut status, potensi dan prospek pengembangan komoditas bawang merah di atas secara implisit tidak saja menunjukkan sisi positif perkembangan bawang merah, tetapi juga celah dan kesenjangan (sumber pertumbuhan produksi bawang merah yang lebih didominasi oleh pertumbuhan areal serta peningkatan impor yang semakin mengancam daya saing bawang merah domestik) yang perlu mendapat perhatian lebih serius untuk segera ditangani. Penulisan buku ini diarahkan untuk memperoleh gambaran mengenai prospek dan arah pengembangan agribisnis bawang merah dalam rangka mendukung upaya revitalisasi sektor pertanian.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
II. STATUS KONDISI SAAT INI Bawang merah dihasilkan di 24 dari 33 propinsi di Indonesia. Propinsi penghasil utama bawang merah, yang ditandai dengan luas areal panen di atas 1.000 hektar per tahun adalah Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Sembilan propinsi ini menyumbang 96,5% (Jawa = 79%) dari produksi total bawang merah di Indonesia pada tahun 2004. Tabel 1. Areal panen dan produksi bawang merah di Indonesia, 2001-2004 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
Propinsi Nangroe Aceh D Sum. Utara Sum. Barat Ria u Jambi Sum. Selatan Bengkulu Lampun g Bangka Belitung Sum atera DKI Jakarta Jabar Jateng D.I. Jogya Jatim Banten Jawa Bali N.T.B N.T.T Ba li & N.T Ka l. Barat Ka l. Tengah Ka l. Selatan Ka l. Timur Kalim antan Sul. Utara Sul. Te nga h Sul. Sela tan Sul. Te ngg ara Goro ntalo Sulawesi Maluku Maluku Utara Papua M aluku & Papua Luar Jawa Indonesia
200 2 Areal Produksi (ha) (ton) 528 3.995 2.706 25.144 1.358 10.736 228 1.780 3 26 81 652 176 1.364 5.080 43.69 7 10.483 96.619 24.408 215 .60 1 2.220 27.038 21.201 223 .14 7 82 357 58.39 4 562.762 1.072. 12.502 8.818 91.151 733 6.524 10.62 3 110.177 16 120 25 114 41 234 191 1.506 647 4.911 4.176 41.053 131 972 21 147 5.166 48.58 9 68 272 65 117 430 724 563 1.113 21.473 203 .81 0 79.86 7 766.572
200 3 Areal Produksi (ha) (ton) 854 6.325 3.391 25.431 1.238 8.157 179 1.466 2 18 205 2.089 86 715 5.955 44.20 1 13.353 120 .21 9 27.457 231 .05 2 2.383 24.810 23.394 213 .81 8 39 211 66.62 6 590.110 1.199 12.614 8.801 82.838 796 5.367 10.79 6 100.819 35 208 35 208 296 2.243 699 4.430 2.949 18.304 63 159 198 332 4.205 25.46 7 133 524 126 630 153 836 412 1.990 21.403 172 .68 5 88.02 9 762.795
200 4 Areal Produksi (ha) (ton) 1.064 7.884 2.628 19.710 1.757 13.873 189 1.180 16 82 54 352 75 610 5.783 43.69 1 12.170 121 .19 4 27.958 230 .97 6 2.006 18.818 25.068 224 .97 1 48 222 67.25 0 596.181 1.319 12.697 8.956 77.237 1.084 5.739 11.35 9 95.67 3 47 223 47 223 299 2.332 715 5.041 2.338 11.056 100 309 82 192 3.534 18.93 0 253 1.093 103 198 378 1.410 734 2.701 21.457 161 .21 8 88.70 7 757.399
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
Selama periode 1989-2004, tingkat pertumbuhan rata-rata produksi bawang merah di Indonesia adalah sebesar 5,4% (areal panen 4,3% dan produktivitas 1,1%) per tahun. Besaran pertumbuhan menunjukkan bahwa sumber dominan peningkatan produksi bawang merah selama periode 1989-2004 adalah peningkatan areal. Hal ini menandakan bahwa peranan inovasi teknologi dalam memacu pertumbuhan produksi selama periode analisis ternyata relatif kecil. A. Usaha Pertanian Primer Periode panen di empat propinsi penghasil utama bawang merah (Jatim, Jateng, Jabar dan Sulsel) menunjukkan bahwa bulan panen cukup bervariasi. Tidak saja antar propinsi, tetapi juga dari tahun ke tahun. Pengamatan lebih lanjut memberikan gambaran bahwa puncak panen terjadi hampir selama 6-7 bulan setiap tahun, dan terkonsentrasi antara bulan Juni-Desember-Januari. Sedangkan bulan kosong panen terjadi pada bulan Pebruari sampai Mei dan Nopember. Berdasarkan pengamatan tersebut, musim tanam puncak diperkirakan terjadi pada bulan April sampai Oktober. Survei di salah satu sentra produksi utama, Brebes-Jawa Tengah (2005), mengindikasikan bahwa lebih dari 90% responden adalah petani kecil dengan luas lahan usaha di bawah 0,5 ha. Sementara itu, petani kategori sedang dengan luas lahan antara 0,50 ha hingga di bawah 1 ha berjumlah 8%, sedangkan petani besar (1 ha – 4 ha) ada sekitar 2%. Ditinjau dari luas penguasaan lahan, petani besar ternyata menguasai sekitar 35% luas lahan usahatani bawang merah, dibandingkan dengan petani gurem/kecil yang hanya menguasai sekitar 48% lahan usaha tani. Varietas bawang merah yang ditanam di sentra produksi Jawa Tengah dan Jawa Barat (Brebes dan Cirebon) diantaranya adalah Kuning (Rimpeg, Berawa, Sidapurna, dan Tablet), Bangkok Warso, Bima Timor, Bima Sawo, Bima Brebes, Engkel, Bangkok, Philippines dan Thailand. Pada musim kemarau sebagian besar petani (90%) di Jawa Tengah menanam varietas Filipina. Komponen biaya produksi bawang merah tertinggi di Brebes, Cirebon dan Nganjuk secara berturut-turut adalah biaya tenaga kerja (32%-46%), bibit (22%-37%) dan pupuk buatan (8%-11%). Biaya komponen pestisida juga cukup tinggi, yaitu berkisar antara 5%-16%. Rasio penerimaan-biaya usahatani bawang merah di ketiga lokasi tersebut lebih besar dari satu, yang berarti menguntungkan.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah Tabel 2. Biaya dan keuntungan usahatani bawang merah per hektar varietas lokal dan impor, 2003 dan rata-rata 2006. Brebes
Cirebon
Philippines
Timur
Rata-rata
Nganjuk
Philippines
Bauji
Philippines
2006
BIAYA (Rp/ha)
24. 386. 130
20. 250. 990 21. 433. 690
27. 230. 300
24. 067. 800
29. 006. 525
PENERIMAAN (Rp/ha)
26. 841. 516
21. 016. 940 26 .98.0 000
45. 124. 335
35. 531. 760
38. 691. 565
UNIT BIAYA (Rp/kg) KEUNTUNGAN (Rp/ha) R/C
2. 587
2 .580
1 .986
1 .789
1 .748
2. 876
2 .455. 386
234. 050
5. 546. 310
17. 894. 035
11 .463. 960
9. 685. 040
1,10
1,04
1,26
1,66
1,48
1,33
Sumber: Data primer, 2003, 2006
B. Usaha Agribisnis Hulu Salah satu faktor utama yang dapat menentukan keberhasilan usaha peningkatan produksi bawang merah adalah ketersediaan benih/bibit bermutu. Produsen benih bawang merah di sentra-sentra produksi biasanya adalah petani yang memiliki skala usaha relatif luas atau petani individual yang menyisihkan sebagian hasil panen untuk digunakan sebagai benih musim tanam berikutnya. Beragamnya pengetahuan serta teknologi perbenihan yang berkembang dalam sistem tersebut menyebabkan terjadinya variasi mutu benih yang tinggi. Secara umum, variasi mutu benih/bibit dapat mengarah pada pencapaian produktivitas yang cenderung dibawah potensi hasil. Observasi lapangan juga mengindikasikan bahwa sistem ini secara tidak langsung memungkinkan terjadinya fluktuasi harga benih yang sangat tajam. Sistem produksi benih non-formal dikenal sebagai jaringan arus benih antar lapangan dan musim. Sistem ini menghasilkan benih tidak bersertifikat. Benih yang diproduksi melalui sistem non-formal ditujukan untuk memenuhi kebutuhan petani dengan orientasi pasar tradisional yang belum menuntut persyaratan mutu. Menyadari kenyataan tersebut, alternatif pemecahan masalah benih yang dapat ditempuh adalah memperbaiki kinerja sistem perbenihan informal atau di tingkat petani (informal or farmer-based seed system).
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
C. Usaha Agribisnis Hilir Khusus untuk sentra produksi Brebes, saat panen raya terjadi, pemerintah daerah akan mengalokasikan dana talangan untuk menyerap sebagian produk bawang merah yang tidak terserap pasar dan diolah menjadi bawang goreng yang mempunyai nilai jual lebih tinggi/stabil. Upaya ini ditempuh agar surplus produksi bawang merah dapat terserap, sehingga harga bawang merah menjadi relatif stabil, serta masyarakat dapat meningkatkan pendapatannya dari hasil penjualan bawang goreng. Selain itu, upaya ini dilakukan untuk menghindari kerugian finansial yang besar sebagai akibat dari rendahnya harga bawang merah, khususnya pada saat panen raya. Kelompok pengrajin bawang goreng telah terbentuk dan sudah operasional berjumlah 18 kelompok. Pemda juga telah memberikan bantuan berkenaan dengan pengadaan alat penggorengan untuk setiap kelompok. D. Pasar dan Harga Pola harga musiman bawang merah di tingkat sentra produksi dan tingkat grosir dalam periode waktu 2000-2003 diperlihatkan pada Tabel 3. Pada tingkat sentra produksi, harga bawang merah terendah terjadi pada bulan Januari, sedangkan harga tertinggi terjadi pada bulan Juli. Pada tingkat grosir, harga bawang merah terendah terjadi pada bulan Januari, sedangkan harga bawang merah tertinggi tercapai pada bulan Pebruari/Nopember. Table 3. Pola musiman harga bawang merah di tingkat sentra produksi (Brebes-Jawa Tengah) dan tingkat grosir (PIKJ), 2000-2003 Tingkat
Bulan J
P
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
Rata-rata harga bulanan (Rp/kg) Sentra Grosir
2165 3257
3412 5536
3553 5186
Sentra Grosir
0,62 0,71
0,98 1,21
1,02 1,13
3544 5282
4062 5186
4059 4329
4078 4017
3013 3357
2951 3550
3813 4618
3874 5508
3101 5263
1,10 1,01
1,12 1,20
0,89 1,15
Rata-rata bulanan sebagai % dari rata-rata total 1,02 1,15
1,17 1,13
1,17 0,94
1,18 0,87
0,87 0,73
0,85 0,77
Dihitung dengan membagi setiap harga rata-rata bulanan dengan harga rata-rata bulanan total selama periode 2000-2003 (Rp. 3.469 pada tingkat sentra produksi dan Rp. 4.591 pada tingkat grosir)
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
Dalam empat tahun terakhir, terdapat indikasi kuat bahwa daya saing bawang merah nasional terus menurun dibandingkan dengan bawang merah impor. Hal ini tercermin dari semakin tingginya selisih harga satuan bawang merah ekspor dan impor sejak tahun 1998. Pada tahun 2003, harga bawang merah nasional yang diekspor adalah US$ 448 per ton atau sekitar Rp. 4.034 per kg (1 US$ = Rp. 9.000), sedangkan harga bawang impor adalah US$ 295 per ton atau Rp. 2.651 per kg (Tabel 4). Jika kondisi perbedaan harga ini semakin menajam, maka diperkirakan pada tahun-tahun mendatang impor bawang merah akan terus meningkat. Pada akhirnya, hal ini dapat mengancam keberadaan dan kebersaingan bawang merah nasional, sekaligus meningkatkan ketergantungan terhadap bawang impor. Tabel 4. Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Harga bawang merah ekspor dan impor, 1993 – 2003 Ekspor = E Ton 5336.5 6843.3 4158.5 7171.0 3189.0 176.3 8602.7 6753.3 5991.5 6816.2 5402.1
US$ 1541403 1775171 1071889 1620627 778008 47306 2770566 1835233 1670775 2188967 2421134
Impor = I US$/ton 288.8 259.4 257.8 226.0 244.0 268.3 322.1 271.8 278.9 321.1 448.2
Ton
US$
22252.9 15213.3 31616.2 42057.4 43083.6 43016.8 35775.3 56710.8 47946.3 32928.8 42007.9
9154800 5963869 11662148 15646850 14380674 11499515 9067750 12913800 12475026 9069031 12369945
US$/t 411.4 392.0 368.9 372.0 333.8 267.3 253.5 227.7 260.2 275.4 294.5
Selisih harga (E-I) -122.6 -132.6 -111.1 -146.0 -89.8 1.0 68.6 44.0 18.7 45.7 153.7
Sumber: Ditjen Hortikultura (2004)
Selama periode 1989-2003, rata-rata pertumbuhan penggunaan domestik bawang merah adalah sebesar 3,9% per tahun, dengan kecenderungan (trend) pola pertumbuhan yang bersifat konstan seperti terlihat pada Gambar 1.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
1000000 900000 800000 700000 600000 500000 400000 300000 200000 100000
03
02
20
01
20
00
20
99
20
98
19
97
19
96
19
95
19
94
19
93
19
92
19
91
19
90
19
19
19
89
0
Selama periode 1993-2003, Indonesia adalah net importer bawang merah dimana volume impor lebih besar dari volume ekspor. Ekspor dan impor selama periode tersebut secara berturut-turut mengalami penurunan rata-rata 9% dan 5% per tahun. Namun demikian, penurunan ekspor dari tahun ke tahun terjadi lebih cepat dibandingkan dengan penurunan impor. Impor bawang merah pada tahun 2010 diproyeksikan mencapai 78.618,56 ton, dengan nilai US$ 23.071.042,03. Tabel 5. Volume (ton) dan nilai (US$) ekspor-impor bawang merah, 1993-2003. Tahun
Ekspor
Volume (ton) Impor
1993
5336.5
22252.9
1994
6843.3
1995
4158.5
1996 1997
Net
Ekspor
Nilai (US$) Impor 9154800
Net
-16916.4
1541403
-7613397
15213.3
-8370.0
1775171
5963869
-4188698
31616.2
-27457.7
1071889
11662148
-10590259
7171.0
42057.4
-34886.4
1620627
15646850
-14026223
3189.0
43083.6
-39894.6
778008
14380674
-13602666
1998
176.3
43016.8
-42840.5
47306
11499515
-11452209
1999
8602.7
35775.3
-35689.03
2770566
9067750
-6297184
2000
6753.3
56710.8
-49957.5
1835233
12913800
-11078567
2001
5991.5
47946.3
-41954.8
1670775
12475026
-10804251
2002
6816.2
32928.8
-26112.6
2188967
9069031
-6880064
2003
5402.1
42007.9
-36605.8
2421134
12369945
-10180978
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
Gambar 2 menunjukkan pasokan bulanan bawang merah lokal yang masuk ke Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) dan pasokan bawang merah yang berasal dari impor. Pasokan bawang merah impor mencapai puncak pada bulan April-Juni, bersamaan dengan rendahnya pasokan bawang merah domestik ke PIKJ. Hal ini memberikan indikasi bahwa bawang impor masuk sebagai respon dari berkurangnya pasokan domestik. Perlu pula dicatat bahwa bulan April-Oktober merupakan bulan-bulan puncak tanam untuk beberapa sentra produksi utama bawang merah di Indonesia.
800 700 600 500 400
Bawang lokal
300
Bawang impor
200 100 0
Jan
Mar
Mei
Jul
Sep
Nop
Gambar 2. Bulan impor bawang merah di Indonesia
Tujuan ekspor bawang merah dalam bentuk konsumsi segar sebagian besar adalah ke Malaysia, Singapura dan Taiwan (Tabel 6). Sebagian kecil lainnya diekspor ke Filipina, Belanda, Hongkong, Vietnam dan Amerika Serikat. Impor bawang merah Indonesia terutama berasal dari Thailand, Filipina, Myanmar dan Malaysia. Negara penting lainnya adalah Vietnam, India, Singapura dan Cina (Tabel 7). Bawang merah yang diimpor selalu dalam bentuk konsumsi segar, namun di dalam negeri dijual baik untuk konsumsi maupun untuk bibit (40-50%).
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah Tabel 6. Volume, nilai dan negara tujuan ekspor bawang merah dari Indonesia, 1998-2000 Volume (ton) 1998 Australia Hong Kong Jepang Malaysia Netherlands Philippines Singapore Slovenia Taiwan Thailand Tunisia United States Vietnam
0 0 0 124.2 0 0 36.7 0 15.4 0 0 0 0
Nilai (ribu US$)
1999
2000
0 4.9 0 3405.2 52.0 80.0 2939.3 0 2097.2 0 0 0.2 24.0
0 4.9 0 2777.3 0 20 2534.5 7.3 1206.7 0 0 106.3 96.3
1998
1999
0 0 0 29.6 0 0 14.0 0 3.7 0 0 0 0
0 2.9 0 954.3 40.9 28.5 1274.5 0 434.2 0 0 0.4 4.8
2000 0 2.9 0 785.2 0 0.6 693.3 10.4 241.5 0 0 92.4 28.9
Sumber: Ditjen Bina Produksi Hortikultura (2001)
Tabel 7.
Volume, nilai dan negara asal impor bawang merah di Indonesia, 1997-2000 Volume (ton) 1998
China India Malaysia Myanmar Philippines Singapore Thailand Vietnam
2589.6 84.0 16137.6 7478.6 12951.6 398.0 1436.7 503.8
1999 346.7 1405.2 9738.9 908.2 6203.5 1170.4 6032.0 9362.5
Nilai (ribu US$) 2000 481.9 868.2 5013.5 13826.8 10409.1 308.0 23186.8 1589.2
1998
1999
2000
575.7 25.4 4526.2 2448.2 2961.5 114.1 276.9 125.5
84.7 382.3 2716.8 151.0 1129.5 315.2 1333.6 2464.1
138.7 229.9 1115.2 3413.8 2670.1 85.2 4545.9 437.1
Sumber: Ditjen Bina Produksi Hortikultura (2001)
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
E. Kebijakan harga, perdagangan dan informasi Dalam rangka mendorong berkembangnya industri benih di dalam negeri, dan menghindari pemasukan benih oleh importir yang tidak punya latar belakang di bidang hortikultura, maka pada awal 2005 diambil kebijakan bahwa importir pedagang harus menjadi importir produsen benih. Kebijakan tarif impor benih sebesar 0% ini diterapkan untuk memberikan kemudahan masuknya benih-benih dengan harga murah dan berkualitas. Penetapan Keputusan Menteri Keuangan No.96/KMK.01/2003 tentang penetapan sistem klasifikasi barang dan besarnya Tarif Bea Masuk atas barang impor ditujukan untuk melindungi produsen dalam negeri. Tarif yang berlaku bagi impor hortikultura dewasa ini hanya 5%. Hal ini sudah dianggap tidak relevan lagi dengan kondisi pasar kita maupun dibandingkan dengan tarif yang diberlakukan negara lainnya. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura mengusulkan kenaikan tarif impor untuk bawang merah menjadi 50% (tingkat tarif pada maximum boundary rate) F. Infrastruktur Dukungan infrastruktur fisik berupa irigasi dan jalan usahatani) di sentra produksi bawang merah yang dibudidayakan di lahan sawah secara umum cukup memadai. Namun untuk bawang merah yang diusahakan di lahan non-sawah, dukungan infrastruktur cenderung minimal. Petani secara swadaya harus membuat sumur di lahan garapannya untuk dapat memenuhi kebutuhan pengairan. Dukungan infrastruktur fisik minimal juga dihadapi oleh petani yang mengusahakan bawang merah di dataran tinggi. Keterbatasan dukungan infrastruktur fisik ini sangat berpengaruh terhadap biaya produksi per satuan bawang merah yang pada akhirnya juga akan menentukan tingkat keunggulan komparatifnya. Berbagai hasil penelitian telah dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian untuk mendukung pengembangan agribisnis bawang merah di Indonesia. Beberapa komponen teknologi budidaya tanaman bawang merah yang telah dihasilkan diantaranya adalah (a) varietas unggul: Kramat-1, Kramat-2 dan Kuning yang memiliki karakteristik potensi hasil 21-25 t/ha, cocok ditanam di dataran rendah, musim kemarau, toleran terhadap penyakit, serta cocok untuk prosesing; (b) teknik budidaya di lahan kering/tegalan, lahan sawah,
10
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
sistem pertanaman monokultur atau sistem pertanaman tumpang-gilir dengan cabai merah; (c) komponen PHT: budidaya tanaman sehat, pengendalian secara fisik/ mekanik, pemasangan perangkap, pengamatan secara rutin, penggunaan biopestisida, dan penggunaan pestisida berdasarkan ambang pengendalian; serta (d) teknologi pasca panen: pemanfaatan bawang merah dalam bentuk olahan tepung/bubuk. Dukungan infrastruktur kelembagaan, berkaitan dengan transfer teknologi cenderung masih minimal. Sampai saat ini, pemberdayaan fungsi petugas penyuluh pertanian yang memiliki kualifikasi spesifik (sayuran atau bawang merah) masih belum jelas. Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan Iptek serta dana operasional petugas penyuluh lapang menjadi salah salah satu penyebab tidak optimalnya diseminasi teknologi budidaya bawang merah.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
11
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
III. PROSPEK, POTENSI DAN ARAH PENGEMBANGAN A. Prospek 1. Prospek bisnis untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri Umbi bawang merah, khususnya yang memiliki karakteristik kualitas seperti bawang impor (super), yaitu: umbi besar (diameter 2,5 – 3 cm), bentuk bulat dan warna merah, mempunyai prospek pasar yang sangat baik di pasar domestik maupun diekspor. Permintaan pasar di dalam negeri terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, diperkirakan permintaan bawang merah mencapai 976.284 ton. Jika produktivitas bawang merah diproyeksikan mencapai 10,22 ton/ha, maka dibutuhkan sekitar 95.527 hektar areal panen. Mengacu pada areal panen tahun 2003, yaitu sebesar 88.029 hektar, maka pemenuhan kebutuhan bawang merah tahun 2010 memerlukan perluasan areal sekitar 7.500 hektar atau sekitar 1.000 hektar per tahun. Sasaran produksi sebesar 976.284 ton pada tahun 2010 membutuhkan pasokan benih bawang merah sekitar 80.000 – 90.000 ton. Tabel 8.
Sasaran produksi bawang merah untuk memenuhi konsumsi, benih, industri dan ekspor, 2005 - 2025
Tahun
K e b u t u h a n (Ton) Konsumsi
Benih
Industri
Ekspor
Total
2005
731,883
91,000
10,000
15,000
847,883
2010
824,284
97,000
20,000
35,000
976,284
2015
952,335
102,900
40,000
100,000
1,195,235
2020
1,067,527
107,900
50,000
110,000
1,335,427
2025
1,194,837
116,900
80,000
150,000
1,541,737
Sumber: Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2005
2. Prospek bisnis untuk memenuhi permintaan pasar ekspor Sampai saat ini, ekspor bawang merah dilakukan relatif terbatas mengingat kebutuhan dalam negeri yang begitu tinggi. Prospek untuk
12
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
peningkatan ekspor sebenarnya cukup tinggi, terutama jika dikaitkan dengan fakta-fakta sebagai berikut: (a) di pasar Taiwan, walaupun ada persaingan dari Thailand, Filipina dan Vietnam, bawang merah dari Indonesia mampu menguasai 86% dari kebutuhan pasar, (b) permintaan bawang merah di Hongkong diperkirakan sebesar 200 ribu ton per tahun dan dipasok oleh Filipina, Thailand, Vietnam, Taiwan, Malaysia dan Singapura, tidak termasuk Indonesia, dan (c) ekspor ke negara-negara pelanggan seperti Malaysia, Singapura, dan Taiwan masih terbuka untuk ditingkatkan, jika produksi bawang merah dapat ditingkatkan. 3. Prospek bisnis untuk memenuhi permintaan benih/bibit Permintaan benih/bibit bawang merah, khususnya yang setara kualitas impor menunjukkan peningkatan setiap tahun. Peningkatan permintaan benih/bibit tersebut terjadi sebagai akibat dari adanya permintaan konsumen dalam negeri terhadap bawang konsumsi kualitas impor yang meningkat tajam. Sementara itu, petani menyukai benih/bibit varietas impor karena selain kualitas produknya sesuai permintaan konsumen, daya hasilnya juga lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lokal. Tingginya permintaan benih/bibit bawang merah berkualitas super tersebut tercermin dari tingginya peningkatan impor bawang merah, yaitu dari sekitar 13,4 ribu ton pada tahun 1989 menjadi 56,7 ribu ton pada tahun 2000. Observasi lapang mengindikasikan bahwa 40% dari volume impor bawang merah dijual kembali sebagai benih/bibit. Pada tahun 2010 kebutuhan bibit bawang merah berkualitas setara impor diperkirakan mencapai 29 ribu ton. 4. Prospek bisnis pengembangan produk olahan bawang merah Pohon industri (Lampiran 1) memberikan gambaran bahwa produk olahan yang dapat dihasilkan dari bawang merah cukup bervariasi. Produk olahan bawang merah dalam bentuk kupasan utuh dan irisan bawang merah segar mampu menaikkan nilai tambah sekitar 150250%. Harga satu kilogram bawang segar di tingkat petani berkisar antara Rp. 1.000-Rp. 1.500 per kg, sedangkan harga produk olahan segar minimal dengan rendeman 80% mencapai Rp. 2.500-Rp. 5.500. Produk olahan bawang merah irisan kering, bawang goreng, pickles, bubuk bawang dan tepung memiliki rendeman bervariasi antara 10-80%, dengan nilai tambah berkisar antara 250-700%. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa prospek pengembangan produk olahan bawang merah masih sangat terbuka.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
13
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
B. Potensi Kondisi agroklimat yang cocok untuk bawang merah di dataran rendah adalah yang memiliki karakterisitik sebagai berikut: (a) ketinggian tempat < 300m, (b) jenis tanah alluvial dan regosol, dan (c) tipe iklim (klasifikasi Oldeman dan Irsal C3 = 5 – 6 bulan basah dan 4 – 6 bulan kering; atau D3 = 3 – 4 bulan basah dan 4 – 6 bulan kering; atau E3 = 3 bulan basah dan 4 – 6 bulan kering. Berdasarkan karakteristik kecocokan agroklimat tersebut, wilayah-wilayah yang disarankan untuk perluasan areal penanaman bawang merah (diperkirakan seluas 116.900 hektar) adalah sebagai berikut: Tabel 9. Lokasi pengembangan bawang merah tahun 2005 - 2025 No
Propinsi
Kabupaten
1
NAD
Pidie
2
Sumatera Utara
Tapanuli Utara, Tobasa dan Padang Sidempuan
3
Jawa Barat
Majalengka, Cirebon dan Bandung
4
Jawa Tengah
Kendal, Pemalang, Tegal dan Brebes
5
D.I. Yogyakarta
Kulon Progo dan Bantul
6
Jawa Timur
Probolinggo, Nganjuk, Pamekasan dan Kediri
7
NTB
Lombok Timur dan Lombok Barat
8
NTT
Rote Ndau
9
Sulawesi Tengah
Kota Palu dan Donggala
10
Sulawesi Utara
Sangihe Talaud
11
Sulawesi Selatan
Enrekang
Sumber: Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2005
C. Arah Pengembangan Pengembangan agribisnis bawang merah pada lima tahun mendatang diarahkan untuk: (a) pengembangan varietas bawang merah setara kualitas impor sebagai salah satu upaya substitusi (pengurangan ketergantungan terhadap pasokan impor), (b) pengembangan industri benih bawang merah dalam rangka menjaga kesinambungan pasokan benih bermutu, (c) perluasan areal tanam bawang merah sebagai upaya antisipasi peningkatan konsumsi, dan (d) pengembangan diversifikasi
14
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
produk bawang merah dalam upaya peningkatan nilai tambah. Berdasarkan prediksi peningkatan jumlah penduduk, konsumsi bawang merah per kapita, kebutuhan bawang merah konsumen dalam negeri, kebutuhan industri olahan dan ekspor serta dengan mempertimbangkan 10% kerusakan akibat penanganan pasca panen yang kurang optimal, maka Ditjen Bina Produksi Hortikultura (2005) telah menyusun sasaran produksi untuk tahun 2005 – 2010 secara agregat seperti telah disajikan pada Tabel 8. sebelumnya.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
15
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
IV. TUJUAN DAN SASARAN Program utama pembangunan pertanian tahun 2005-2010 terdiri dari: (1) Program peningkatan ketahanan pangan, (2) Program pengembangan agribisnis, dan (3) Program peningkatan kesejahteraan petani. Mengacu pada ketiga program utama tersebut serta mempertimbangkan kondisi agribisnis bawang merah saat ini, masalah dan tantangan yang dihadapi, prospek, potensi serta arah pengembangannya, maka tujuan dan sasaran program pengembangan pada dasarnya merupakan revitalisasi agribisnis bawang merah di Indonesia. Upaya-upaya yang diambil sebagai berikut: (a) menyediakan benih varietas unggul bawang merah kualitas impor sebagai salah satu upaya substitusi (pengurangan ketergantungan terhadap pasokan impor); (b) meningkatkan produksi bawang merah rata-rata 5,24% per tahun selama periode 2005 – 2010, (c) mengembangkan industri benih bawang merah dalam rangka menjaga kontinuitas pasokan benih bermutu; dan (d) mengembangkan diversifikasi produk bawang merah dalam upaya peningkatan nilai tambah. Sasaran program meliputi: (a) tersedianya benih varietas unggul bawang merah kualitas impor sebanyak 18.200 ton ini dapat digunakan untuk luas tanam 22.750 ha; (b) meningkatnya produksi bawang merah rata-rata 5,24% per tahun selama periode 2005 – 2010; (c) berkembangnya industri benih bawang merah dalam rangka menjaga kesinambungan pasokan benih bermutu; serta (d) berkembangnya diversifikasi produk bawang merah dalam upaya peningkatan nilai tambah.
16
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM A. Strategi Pengembangan agribisnis bawang merah pada lima tahun mendatang diarahkan untuk: (1) mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, (2) memenuhi kebutuhan bahan baku industri, (3) substitusi impor, dan (4) mengisi peluang pasar ekspor yang tahapan pencapaiannya dirangkum pada Roadmap Pengembangan Komoditas Bawang Merah (Lampiran 2). Strategi yang ditetapkan untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut meliputi on-farm, off-farm, kebijakan pemerintah, pemasaran dan perdagangan. Strategi pengembangan di lini on-farm mencakup: perakitan varietas unggul, penguatan sistem produksi benih sumber, pengelolaan hara dan air terpadu, pengendalian hama penyakit terpadu, serta perbaikan mutu dan daya simpan produk. Berdasarkan prioritas pengembangan yang menitikberatkan pada perbaikan varietas serta didukung oleh percepatan diseminasinya kepada pengguna, langkah-langkah strategis tersebut diarahkan untuk meningkatkan efisiensi usahatani bawang merah dan daya saing produk. Strategi pengembangan di lini off-farm diawali dengan perbaikan teknologi pengolahan untuk mendukung pengembangan industri hilir bawang merah (skala rumah tangga maupun industri), misalnya industri irisan kering, irisan basah/utuh, pickles/acar, bawang goreng, bubuk bawang merah, tepung bawang merah, oleoresin, minyak bawang merah, dan pasta. Pengembangan industri hilir diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pengolahan bawang merah. Strategi pengembangan di lini kebijakan pemerintah mencakup: (a) dukungan kebijakan perlindungan harga produsen termasuk proteksi bea masuk atas membanjirnya bawang merah dari luar negeri, (b) pengendalian harga untuk mengurangi fluktuasi harga, (c) permodalan skim kredit lunak dan mudah bagi petani, (d) pengawasan karantina atas lalu lintas komoditas antar negara, (e) penyediaan sarana pengairan/irigasi sederhana, (f) pengembangan sarana dan prasarana pendukung operasionalisasi kelembagaan usahatani dan pemasaran, serta (g) jaminan keamanan dan insentif bagi calon investor. Berbagai dukungan kebijakan tersebut terutama diarahkan untuk menciptakan lingkungan kondusif bagi peningkatan investasi dan perbaikan distribusi.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
17
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
Strategi pengembangan di lini pemasaran dan perdagangan mencakup pengembangan unit usaha bersama (koperasi atau usaha berbadan hukum lainnya) serta pengembangan sistem informasi (harga, penawaran dan permintaan produk) untuk mendukung upaya menangkap peluang pasar. Pengembangan pasar bawang merah harus dilakukan sejalan dengan perkembangan di sisi on-farm, sehingga manfaat penuh bagi produsen dan konsumen dapat tercapai. Langkah strategis pengembangan pasar yang didukung oleh kebijakan pemerintah, terutama menyangkut pemberian skim kredit usaha mikro, kecil dan menengah dapat mengarah pada peningkatan efisiensi pemasaran bawang merah. Langkah-langkah strategis di berbagai lini di atas, pada dasarnya diarahkan untuk meningkatkan efisiensi produksi, pengolahan, distribusi dan pemasaran bawang merah. Hal ini perlu ditempuh dalam upaya mencapai kondisi ideal profil agribisnis bawang merah masa depan yang memiliki karakteristik: (a) sebagai produsen dan eksportir terbesar di Asia Tenggara, (b) sebagai sumber pendapatan tinggi bagi semua partisipan di sepanjang rantai pasokan, (c) tingkat produktivitas tinggi, serta (d) daya saing produk tinggi. B. Kebijakan Kebijakan yang dibutuhkan untuk mendukung tujuan dan sasaran revitalisasi agribisnis bawang merah meliputi: (1) kebijakan pengembangan sarana dan prasarana fisik dan non-fisik, (2) kebijakan pengembangan sistem perbenihan, (3) kebijakan akselerasi peningkatan produktivitas, (4) kebijakan perluasan areal tanam, (5) kebijakan sistem perlindungan, (6) kebijakan pengolahan dan pemasaran hasil, dan (7) kebijakan pengembangan kelembagaan. C. Program Berdasarkan profil agribisnis bawang merah saat ini dan mengacu pada profil agribisnis bawang merah yang ingin diwujudkan pada tahun 2010, maka program revitalisasi agribisnis bawang merah dirancang mencakup beberapa kegiatan utama, yaitu: 1. Pengembangan sarana dan prasarana agribisnis bawang merah. Sarana dan prasarana yang perlu dikembangkan mencakup: pengadaan dan perbaikan jaringan irigasi, perbaikan dan penambahan jalan desa, penyediaan sarana produksi, pembangunan
18
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
gudang-gudang penyimpanan, perbaikan dan penyediaan fasilitas pasar, pembangunan jaringan informasi (periode panen, prediksi pasokan, kelas/varietas, dan harga), serta sarana diseminasi dan transfer teknologi (sumberdaya manusia dan fisik). 2. Pengembangan industri benih bawang merah. Pembenahan sistem perbenihan bawang merah perlu dimulai dari fase perakitan varietas. Pada saat ini, rangkaian kegiatan pemuliaan dilakukan berdasarkan pendekatan program pemuliaan yang disusun oleh lembaga penyelenggara pemuliaan. Di masa depan, semua tahapan tersebut di atas dilakukan dengan pendekatan industri, yang pelaksanaannya dapat distandarisasikan mengacu pada sistem mutu. Mekanisme baru ini membutuhkan transformasi sistem perakitan varietas dari pendekatan program pemuliaan ke industri pemuliaan. Transformasi ini membawa konsekuensi perubahan penyelenggaraan kegiatan pemuliaan yang semula didominasi oleh lembaga pemerintah selanjutnya secara bertahap diserahkan kepada pihak swasta. 3. Pemberdayaan sentra produksi bawang merah. Sentra produksi bawang merah secara bertahap direvitalisasi menjadi sentra agribisnis bawang merah yang dicirikan oleh: (a) pengusahaan bawang merah yang memiliki economies of scale melalui penerapan konsolidasi pengelolaan lahan usaha, (b) kelembagaan petani yang tangguh, tidak saja dalam menangani aspek produksi, tetapi juga aspek pemasaran hasil dan pendanaan usahatani, (c) penerapan SPO (Standar Prosedur Operasional) bawang merah spesifik lokasi yang berbasis GAP (Good Agricultural Practices), dan (d) terintegrasi dengan pelayanan pasar input serta industri pengolahan. 4. Penambahan sentra produksi baru bawang merah. Perluasan sentra produksi/agribisnis baru terutama ditempuh dengan mengacu pada kesesuaian agroklimat bawang merah, bukan pada pemanfaatan lahan marjinal. 5. Pembangunan pabrik pengolahan produk bawang merah. Pengolahan produk bawang merah harus dirancang tidak hanya untuk mengatasi masalah surplus produksi saja. Pengembangan pabrik pengolahan harus diarahkan sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah melalui diversifikasi produk, dengan menggunakan bahan baku berkualitas prima (sesuai persyaratan olah).
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
19
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
VI. KEBUTUHAN INVESTASI Implementasi membutuhkan:
program
revitalisasi
agribisnis
bawang
merah
A. Investasi Pengembangan Sentra Produksi dan Perluasan Areal Tanam Pengembangan sentra produksi dan penambahan luas areal bawang merah dilakukan di 11 propinsi. Pengembangan sentra produksi sampai tahun 2025 ditargetkan seluas 90.000 hektar. Sementara itu, penambahan areal baru sampai tahun 2025 diperkirakan mencapai 26.900 hektar. Perkiraan investasi yang dibutuhkan untuk mendanai program ini dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini. Tabel 10. Kebutuhan investasi untuk program serta produksi dan perluasan areal Tahun
2005 – 2009 2010 – 2014 2015 – 2019 2020 – 2025 Total
Biaya ( Rp. 000 ) 6.800.394.690 6.988.738.237 7.325.401.137 8.039.560.200 29.154.094.264
B. Investasi Perakitan Varietas Unggul Bawang Merah Perkiraan investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan varietas unggul baru dan memenuhi berbagai persyaratan pelepasan varietas dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini. Tabel.11 Perkiraan kebutuhan penelitian varietas unggul bawang merah
Perakitan varietas Pemenuhan persyaratan Uji Daya Hasil Pertama Uji Daya Hasil Lanjutan Pengusulan untuk pelepasan dan komersialisasi Estimasi investasi total selama 5 tahun Estimasi investasi total per tahun
20
Investasi (Rp. 000)
600 000 – 1 000 000 100 000 – 200 000 100 000 – 200 000 50 000 – 100 000 850 000 - 1 500 000 190 000 – 300 000
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
C. Investasi Pengembangan Industri Benih Bawang Merah Pengembangan industri benih dilaksanakan secara bertahap: (1) produksi TSS (true shallot seed) sebanyak 21 kg, (2) produksi benih umbi G0 sebanyak 42 ton, (3) produksi benih G1 sebanyak 910 ton, dan (4) produksi benih G2 (benih sebar) sebanyak 18.200 ton. Sampai tahun 2010, benih ini ditargetkan dapat digunakan untuk 20.000 hektar perluasan lahan. Perkiraan investasi yang dibutuhkan untuk mendanai program ini adalah sekitar Rp. 31.831.000.000,-. D. Investasi Pengembangan Produk Olahan Bawang Merah Untuk industri skala UKM produk irisan kering, bubuk dan tepung bawang merah diperlukan investasi senilai Rp. 1.100.000.000,- sampai Rp. 1.500.000.000,- selama tiga tahun. Investasi tersebut digunakan untuk penelitian dan pengembangan teknologi pengeringan dan pembuatan tepung, pengemasan dan penyimpanan, serta pengembangan model agroindustri di sentra produksi. Sedangkan untuk industri UKM bawang goreng, investasi yang dibutuhkan sekitar Rp. 1.000.000.000,- sampai Rp. 1.300.000.000,- (teknologi penggorengan vakum, pengemasan, penyimpanan serta pengembangan model agroindustrinya). Untuk industri UKM produk pickles memerlukan investasi teknologi pembuatan, pengemasan (bottling), penyimpanan (cool storage dan pendugaan umur simpan) sebesar Rp. 1.200.000.000,- sampai Rp. 1.700.000.000,-. Pihak swasta diharapkan juga ikut berperan serta dalam pembangunan outlet, penambahan modal usaha, penambahan peralatan pabrik, penyimpanan jangka pendek, menengah dan panjang (rantai dingin), transportasi dan distribusi, serta promosi.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
21
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
VII. DUKUNGAN KEBIJAKAN INVESTASI Dukungan kebijakan yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan agribisnis bawang merah:
22
Kebijakan perlindungan harga produsen termasuk proteksi bea masuk atas membanjirnya bawang merah dari luar negeri; Kebijakan pengendalian harga untuk mengurangi fluktuasi harga; Kebijakan permodalan skim kredit lunak dan mudah bagi petani; Kebijakan pengawasan karantina atas lalu lintas komoditas antar negara; Kebijakan dalam penyediaan sarana pengairan/irigasi sederhana; Kebijakan pengembangan sarana dan prasarana pendukung; operasionalisasi kelembagaan usahatani dan pemasaran; dan Kebijakan jaminan keamanan dan insentif bagi calon investor.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
VII. DUKUNGAN KEBIJAKAN INVESTASI Dukungan kebijakan yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan agribisnis bawang merah:
Kebijakan perlindungan harga produsen termasuk proteksi bea masuk atas membanjirnya bawang merah dari luar negeri; Kebijakan pengendalian harga untuk mengurangi fluktuasi harga; Kebijakan permodalan skim kredit lunak dan mudah bagi petani; Kebijakan pengawasan karantina atas lalu lintas komoditas antar negara; Kebijakan dalam penyediaan sarana pengairan/irigasi sederhana; Kebijakan pengembangan sarana dan prasarana pendukung; operasionalisasi kelembagaan usahatani dan pemasaran; dan Kebijakan jaminan keamanan dan insentif bagi calon investor.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
23
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
LAMPIRAN
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
25
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah Lampiran 1.
26
Pohon industri bawang merah
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
27
PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI
PENGEMBANGAN UNIT USAHA BERSAMA
KREDIT USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH
PERBAIKAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN
Akselerasi diseminasi teknologi
Perbaikan teknologi panen dan penangan-an segar
Perbaikan teknologi produksi yang berkelanjutan
PENGEMBANGAN PASAR
KERJASAMA INTERNATIONAL
PENGEMBANGAN INFRA STRUKTUR
Pengembangan Industri Hilir
Perluasan areal tanam
Perbaikan mutu dan daya simpan produk
Pengel nutrisi dan air Pengel hama penyakit
Penguatan sistem produksi benih
Perakitan varietas
Peningkatan Efisiensi Pemasaran
Peningkatan investasi dan distribusi
Teknik Pengolahan yang Efisien
Meningkatkan efisiensi usaha tani dan daya saing produk
Varietas Ungul:
Produk (2005-2010)
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
PEMASARAN & PERDAGANGAN
KEBIJAKAN PEMERINTAH
PROFILE AGRIBISNIS SAAT INI Produktivitas subopt Mutu kurang
OFF-FARM
ON-FARM
Perbaikan varietas
Strategi Pengembangan
Roadmap pengembangan komoditas bawang merah
Sumber Daya & Infrastruktur
L Lampiran 2.
PRODUK TINGGI
• DAYA SAING
TINGGI
• PRODUKTIVITAS
TINGGI
• PENDAPATAN
PROFILE AGRIBISNIS 2010 Produktivitas tinggi Mutu sesuai pasar
PRODUSEN DAN EKSPORTIR BAWANG MERAH
Kondisi 2010
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah Lampiran 3.
Kelayakan (ex-ante) perakitan varietas unggul bawang merah
Analisis surplus ekonomi digunakan untuk memproyeksikan dampak ekonomis penggunaan atau adopsi varietas unggul bawang merah. Pendekatan ini telah sering dan biasa digunakan untuk menaksir atau mengestimasi dampak ekonomi penelitian pertanian (Alston, Norton, and Pardey 1995). Dalam analisis ini, data dasar yang diperlukan diantaranya adalah data produksi, harga, potensi peningkatan hasil (atau penurunan kehilangan hasil), perubahan biaya, serta tingkat adopsi teknologi. Biaya penelitian dan pengembangan dikurangkan dari manfaat (benefits) dan manfaat bersih (net benefits) didiskon berdasarkan waktu untuk menghasilkan tingkat pengembalian atau nilai bersih sekarang (a rate of return or a net present value) dari manfaat bersih yang terealisasi atau diproyeksikan. Lebih dari 95% bawang merah Indonesia pada dasarnya dikonsumsi oleh domestik. Sementara itu, dalam lima tahun terakhir terjadi kecenderungan ekspor secara terus menerus. Mengacu pada kondisi perdagangan bawang merah tersebut, maka model yang digunakan dalam analisis ex-ante ini diasumsikan mengikuti model ekonomi tertutup. Ringkasan asumsi dasar yang digunakan di dalam model ekonomi adalah sebagai berikut: No 1
Parameter Tahun
2
Elastisitas penawaran Elastisitas permintaan Perubahan hasil proporsional Perubahan biaya input proporsional per hektar dan per ton
3 4 5
6
28
Probabilitas keberhasilan penelitian
Deskripsi dan Nilai Manfaat tahunan (annual benefits) diproyeksikan selama 15 tahun, 2007-2021 (t = 1,2,……,15) Elastisitas penawaran, ε, ditetapkan sebesar 1.0 untuk bawang merah. Elastisitas permintaan, η, ditetapkan sebesar –0.5 untuk bawang merah. Persentase peningkatan hasil diasumsikan berturut-turut sebesar 0%, 2,5% dan 5%. Pengurangan biaya pestisida ditetapkan sebesar Rp. 1 085 145,5 (30%) dan Rp. 542 572,75 (15%). Harga premium benih/bibit ditetapkan sebesar Rp. 0 (0%) dan Rp. 441 975 (5%). Pengkombinasian besaran-besaran tersebut dengan perubahan hasil menghasilkan perubahan biaya input proporsional yang berkisar antara 0.00347 sampai 0.10153 per hektar, dan antara 0.00347 sampai 0.09670 per ton Probabilitas keberhasilan penelitian diasumsikan sebesar 50%.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah No 7
Parameter Tingkat adopsi
Deskripsi dan Nilai Untuk keperluan simulasi, tingkat adopsi maksimal diasumsikan berturut-turut sebesar 20, 40, and 60%. Pada studi ini, diasumsikan pula bahwa penelitian, pengujian multi-lokasi dan produksi benih penjenis dapat diselesaikan dalam lima tahun. Dengan demikian, adopsi teknologi baru akan dimulai pada tahun keenam dan seterusnya. Harga borongan di tingkat grosir bawang merah ditetapkan sebesar Rp. 4 000 000 per ton.
8
Harga
9
Kuantitas
Kuantitas sebelum penelitian ditetapkan sebesar 784 146,8 ton.
10
Biaya penelitian
Estimasi rata-rata biaya tahunan untuk penelitian, pengujian dan perbanyakan benih penjenis adalah sebesar Rp. 300 000 000 per tahun.
Hasil Model Ekonomik Hasil simulasi dari berbagai skenario yang telah disusun diperlihatkan pada tabel di bawah ini (kolom 1,2,3 dan 4). Kolom pertama menunjukkan nomor skenario. Kolom kedua memperlihatkan tingkat pengurangan biaya pestisida. Kolom ketiga dan keempat secara berturut-turut menunjukkan tiga tingkat peningkatan hasil per hektar dan dua tingkat markup benih/bibit. Kolom kelima menunjukkan Net Present Value (NPV) dari perubahan surplus ekonomi total untuk setiap skenario selama 15 tahun. Oleh karena sebagian besar bawang merah Indonesia digunakan untuk konsumsi domestik, maka sekitar dua per tiga total surplus diperoleh konsumen (kolom keenam), sedangkan sepertiga sisanya diperoleh produsen (kolom ketujuh). Kolom terakhir menunjukkan NPV dari perubahan surplus ekonomi total setelah dikurangi biaya penelitian, multi-lokasi dan prosedur pelepasan varietas. NPV adalah nilai sekarang aliran pendapatan bersih yang dihasilkan atau diakibatkan oleh investasi penelitian dan regulasi. NPV tersebut dihitung dengan mendiskon perbedaan antara tambahan manfaat (benefits) dengan biaya (costs) dari teknologi baru dalam periode waktu 15 tahun. Duabelas skenario disusun karena sifat ketidak-pastian berbagai parameter yang kombinasinya dapat menghasilkan potensi manfaat (benefits) dengan kisaran yang cukup lebar (Rp. 5 milyar sampai Rp. 638 milyar). Bahkan dengan asumsi yang paling konservatif, manfaat ekonomik bersih (net economic benefits) yang dihasilkan ternyata cukup signifikan.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
29
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
Hasil analisis mengindikasikan bahwa inovasi varietas unggul baru ke dalam sub-sektor bawang merah Indonesia memiliki potensi dampak yang tinggi terhadap kesejahteraan ekonomi masyarakat. Semua skenario yang disimulasikan untuk varietas unggul bawang merah menghasilkam manfaat ekonomis tinggi (high economic benefits). Skenario terburuk (P8) menghasilkan manfaat nasional (national benefits) sebesar Rp. 4,9 milyar, sedangkan skenario terbaik (P5) menghasilkan manfaat nasional (national benefits) sebesar Rp. 637,9 milyar. Petani bawang merah masih tetap dapat memperoleh keuntungan walaupun harga satuan outputnya lebih rendah, karena teknologi baru (varietas unggul) akan meningkatkan produksi yang dapat dipasarkan (marketable yield) dan menurunkan biaya produksi. Tingkat adopsi varietas unggul baru bawang merah akan berpengaruh besar terhadap besaran manfaat (magnitude of the benefits) dan pada gilirannya akan bergantung pula kepada premium benih/bibit yang harus dibayar petani. Untuk petani atau perusahaan benih/bibit, keuntungan akan meningkat sejalan dengan semakin tingginya markups benih/bibit dalam kondisi tertentu, tetapi juga akan menurun jika tingkat adopsinya lebih rendah. Dengan demikian, ada semacam economic trade-off antara markup benih/bibit dengan tingkat adopsi. Hasil simulasi untuk perubahan manfaat ekonomi adopsi varietas unggul baru bawang merah (Rp.) Pest. Cost Reduct. (Rp./ ha)
Yield Increase (%)
Seed Markup (Rp./ ha)
NPV of change in total surplus (Rp.)
NPV of change in consumer surplus (Rp.)
NPV of change in producer surplus (Rp.)
NPV of total surplus minus R & D costs (Rp.)
P1
1 085 145,50
0%
0
107,902,631,844.56
71,935,087,896.37
P2
1 085 145,50
0%
441 975
31,949,058,043.16
21,299,372,028.77
P3
1 085 145,50
2.5%
0
402,542,430,031.86
268,361,620,021.24
P4
1 085 145,50
2.5%
441 975
224,994,507,863.30
149,996,338,575.53
74,998,169,287.77 223,695,664,862.11
P5
1 085 145,50
5%
0
637,938,411,092.79
425,292,274,061.86
212,646,137,030.93 636,639,568,091.60
P6
1 085 145,50
5%
441 975
574,510,777,689.75
383,007,185,126.50
191,503,592,563.25 573,211,934,688.57
P7
542 572,75
0%
0
26,961,558,052.04
17,974,372,034.69
8,987,186,017.35
25,662,715,050.85
P8
542 572,75
0%
441 975
4,999,279,605.33
3,332,853,070.22
1,666,426,535.11
3,700,436,604.14
P9
542 572,75
2.5%
0
215,198,387,116.54
143,465,591,411.03
P10
542 572,75
2.5%
441 975
86,026,009,338.35
57,350,672,892.23
P11
542 572,75
5%
0
560,070,191,761.92
373,380,127,841.28
186,690,063,920.64 558,771,348,760.73
P12
542 572,75
5%
441 975
330,599,191,557.36
220,399,461,038.24
110,199,730,519.12 329,300,348,556.17
30
35,967,543,948.19 106,603,788,843.37 10,649,686,014.39
30,650,215,041.97
134,180,810,010.62 401,243,587,030.68
71,732,795,705.51 213,899,544,115.36 28,675,336,446.12
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
84,727,166,337.16
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah Lampiran 4. Kelayakan proyek pengembangan varietas dan perbenihan untuk substitusi impor
A. Investasi dan Modal Kerja 1
Investasi
2
Gudang (m2) Peralatan kelengkapan gudang
2 x x 1.000 x Rp. 750.000 2 x Rp. 20.000.000
1.500.000.000 40.000.000
Sub total
1.540.000.000
1.215 x Rp. 2.000.000
2.430.000.000
Modal Kerja
Sewa tanah untuk produksi G1, G2 dan G3
Perlengkapan dan peralatan untuk produksi G1, G2 dan G3
Pengawasan
1 x Rp. 1.000.000.000
900.000.000
10 x 3 x 12 x Rp. 1.000.000 Sub total Total
360.000.000 3.690.000.000 5.230.000.000
B. Sumber Pendanaan 1
Kredit atau pinjaman dari Bank dengan tingkat bunga 10% per tahun
3.000.000.000
2
Pendanaan yang berasal dari pribadi
2.230.000.000 Total
5.230.000.000
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
31
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
C. Perencanaan produksi Tahun 1 Benih umbi G1 (kg) Harga jual (Rp./kg) Nilai (Rp.)
Tahun 2
Tahun 3
42.000 5.500 231.000.000
Benih umbi G2 (kg)
910.000 2.000 1.820.000.000
Harga jual (Rp./kg) Nilai (Rp.) Benih umbi G3 (kg) Harga jual (Rp./kg) Nilai (Rp.)
18.200.000 3.000 54.600.000.000
D. Biaya Produksi Biaya variabel Bibit (Rp.)
Tahun
Input lain (Rp.)
Tenaga kerja (Rp.)
Lain-lain (Rp.)
Sub total (Rp.)
1
105.000.000
105.000.000
35.000.000
5.000.000
250.000.000
2
231.000.000
1.050.000.000
350.000.000
50.000.000
1.681.000.000
3
1.820.000.000
17.062.500.000 5.687.500.000
100.000.000
24.670.000.000
Total
26.601.000.000
Biaya tetap Tahun
1–5
Pemeliharaan (fasilitas dan peralatan) (Rp.) 150.000.000
Lain-lain
Total
(Rp.)
(Rp.)
24.000.000
174.000.000
32 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
E. Analisis Finansial Anggaran implementasi Sumber Pendanaan
Pemanfaatan
1.
Pinjaman Rp. 3.000.000.000
Investasi Rp. 1.540.000.000 Gudang Peralatan gudang
2.
Sendiri
Rp. 2.230.000.000
Modal kerja Rp. 3.690.000.000 Sewa tanah Peralatan untuk produksi Pengawasan
Total
Rp. 5.230.000.000
Total
Rp.
5.230.000.000
Pembayaran pinjaman dan bunga Bunga (10% per tahun)
Tahun
Pokok
Cicilan tahunan
1
3.000.000.000
1.000.000.000
300.000.000
2
2.000.000.000
1.000.000.000
200.000.000
3
1.000.000.000
1.000.000.000
100.000.000
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
33
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah Keragaan Laba/Rugi Tahun No 1 A
2
3
Penerimaan Benih umbi G1
231.000.000
Benih umbi G2
1.820.000.000
Benih umbi G3 Total penerimaan B
54.600.000.000 231.000.000
1.820.000.000
54.600.000.000
Biaya Operasional Biaya tetap
Supervisor Sewa tanah Peralatan Pemeliharaan Lain-lain
120.000.000 810.000.000 300.000.000 50.000.000 8.000.000
120.000.000 810.000.000 300.000.000 50.000.000 8.000.000
120.000.000 810.000.000 300.000.000 50.000.000 8.000.000
105.000.000 105.000.000 35.000.000 5.000.000 300.000.000
231.000.000 1.050.000.000 350.000.000 50.000.000 200.000.000
1.820.000.000 17.062.500.000 5.687.500.000 100.000.000 100.000.000
Biaya variabel
Benih/bibit Input lain Tenaga kerja Lain-lain Bunga (10%)
Total biaya operasional C
Benefit
D
Pajak (20%)
E
Net Benefit
34
1.838.000.000
3.169.000.000
26.058.000.000
-1.607.000.000
-1.349.000.000
28.542.000.000
0
0
5.708.400000
-1.607.000.000
-1.349.000.000
22.833.600000
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah Analisis Benefit/Cost
No A
Tahun 2
1
3
Penerimaan Benih umbi G1 Benih umbi G2 Benih umbi G3
231.000.000
Total penerimaan
231.000.000
Biaya Operasional Investasi Biaya tetap
1.540.000.000
1.820.000.000 54.600.000.000 1.820.000.000
54.600.000.000
120.000.000 810.000.000 300.000.000 50.000.000 8.000.000
120.000.000 810.000.000 300.000.000 50.000.000 8.000.000
120.000.000 810.000.000 300.000.000 50.000.000 8.000.000
105.000.000 105.000.000 35.000.000 5.000.000 300.000.000
231.000.000 1.050.000.000 350.000.000 50.000.000 200.000.000
1.820.000.000 17.062.500.000 5.687.500.000 100.000.000 100.000.000
Cicilan pokok
1.000.000.000
1.000.000.000
1.000.000.000
Total biaya operasional
4.378.000.000
4.169.000.000
27.058.000.000
C
Benefit
-4.147.000.000
-2.349.000.000
27.542.000.000
D
Pajak (20%)
0
0
5.508.400.000
E
Net Benefit
-4.147.000.000
-2.349.000.000
22.033.600.000
B
Supervisor Sewa tanah Peralatan Pemeliharaan Lain-lain
Biaya variabel
Benih/bibit Input lain Tenaga kerja Lain-lain Bunga (10%)
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
35
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
F. NPV at DF (10%), (40%) and (55%) Year
Revenue
Cost
Tax
Net Benefit
DF=10 %
NPV at DF=10%
(1)
(2)
(3)
(4) = (1)-(2)-(3)
(5)
(6) = (4) x (5)
1
231,000,000
4,378,000,000
0
-4,147,000,000
0.909
-3,769,623,000
2
1,820,000,000
4,169,000,000
0
-2,349,000,000
0.826
-1,940,274,000
3
54,600,000,000
27,058,000,000 5,508,400,000 22,033,600,000
0.751
16,547,233,60 0 10,837,336,60 0
Year
Disc. Benefit
Disc. Cost
DF=55%
NPV at DF=55%
(7) = (1) x (5)
(8) = (2+3)x(5)
(9)
(10) = (4) x (9)
1
209,979,000
3,979,602,000
0.645
-2,674,815,000
2
1,503,320,000
3,443,594,000
0.416
-977,184,000
3
41,004,600,000
24,457,366,400
0.268
5,905,004,800
42,717,899,000
31,880,562,400
2,253,005,800
Hasil analisis menunjukkan bahwa:
36
Metode penghitungan NPV menggunakan biaya oportunitas modal sebagai tingkat diskon. Oleh karena itu, aliran tunai operasional diasumsikan diinvestasikan kembali pada tingkat diskon yang sama dengan biaya modal (pre-specified). NPV biasa digunakan untuk menaksir kelayakan usaha. Suatu jenis usaha dinilai layak jika NPVnya sama dengan atau lebih besar dari nol. Namun demikian, besaran NPV ini harus didiskon pada tingkat biaya oportunitas modal yang layak. Dalam kasus ini, NPV pada DF(10%) sama dengan 10,837,336,600 (positif). Hal ini mengimplikasikan bahwa keuntungan bersih yang akan diterima pada lima tahun ke depan sebesar Rp. 15,537,600,000 nilainya sekarang adalah sebesar
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah
10,837,336,600 dengan mengasumsikan tingkat bunga sebesar 10% per tahun selama lima tahun. Oleh karena NPV lebih besar daripada nol, maka opsi proyek ini secara finansial dapat diterima atau layak.
Kelayakan suatu jenis usaha akan mengacu pada adanya insentif finansial atau motif keuntungan (penerimaan harus melebihi biaya). B/C ratio adalah perbandingan antara semua penambahan keuntungan dan biaya tahunan yang didiskon dari suatu jenis usaha. Besaran ini mengekspresikan keuntungan yang diperoleh dari suatu jenis usaha per unit biaya usaha tersebut dalam nilai sekarang. Suatu usaha yang tidak dapat membayar tingkat bunga, akan mendorong B/C ratio kurang dari satu, karena pengembalian (returns) yang dihasilkan tidak dapat menutupi biaya awal (nilai sekarang dari biaya akan melebihi nilai sekarang dari keuntungan). Hasil analisis menunjukkan bahwa B/C= 42,717,899,000/31,880,562,400 = 1.34 > 1. Hal ini mengimplikasikan bahwa opsi proyek ini dikategorikan layak dan direkomendasikan sebagai proyek “go”.
IRR (internal rate of return) adalah tingkat pinjaman maksimal atau tingkat bunga maksimal yang dapat dibayarkan oleh suatu jenis usaha untuk menutupi semua investasi dan biaya operasional. Titik impas pengembalian atau tingkat diskon yang membuat nilai sekarang dari aliran penerimaan atau keuntungan tepat sama dengan nilai sekarang dari aliran biaya (capital outlay). Dengan kata lain, IRR adalah tingkat dimana nilai sekarang dari semua aliran keuntungan dan biaya sama dengan nol (i.e., NPV=0). Hasil analisis menunjukkan bahwa NPV proyek ini sampai tingkat faktor diskon 55% masih bernilai positif. Hal ini berarti bahwa jika biaya modal dari usaha di atas dibiayai dari pinjaman dengan tingkat bunga sampai 55% (tingkat bunga aktual yang digunakan dalam analisis diasumsikan 10% per tahun), maka usaha ini masih dapat memperoleh cukup penerimaan untuk membayar pinjaman dan bunganya. Evaluasi finansial memberikan indikasi bahwa opsi proyek ini dapat dikategorikan layak dan direkomendasikan sebagai proyek “go”.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
37
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah Lampiran 5.
Kelayakan industri bawang merah goreng untuk kapasitas produksi sehari (600 kg)
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Biaya variabel Bahan baku (bawang merah) Minyak sayur Bahan campuran Bahan untuk kemasan Tenaga kerja
6. 7.
Biaya tetap Penyusutan alat Sewa gudang
8.
Bunga Bank
9. 10.
Produksi (rendemen 20%) Harga Nilai produksi
11.
Keuntungan (10-9)
12. 19.
R/C ratio B/C ratio
Unit 3000 kg x Rp. 4.000,20 lt x Rp. 6.000,-
Sub total
Rp. 12.000.000 120.000 1.000.000 5.000.000 700.000 18.820.000
2000 m2/hari Sub total
3.890.409 27.397 3.917.806
Biaya tetap + variabel
22.737.806
10% x Rp. 22.737.806
2.273.781
Biaya Total
25.011.587
600 kg/hari Rp.50.000/kg
30.000.000
30.000.000 - 25.011.587
4.988.413 1.2 0.2
Catatan: Jenis Alat Mesin Perajang Penggoreng Vacum Alat prosesing dan pengemas Centrifuge Sewa gudang Alat sortasi
38
Unit 1 unit 5 x Rp. 40.000.000 1 paket 5 unit 2000 m2/tahun 1 unit
Nilai 14.000.000 200.000.000 10.000.000 50.000.000 10.000.000 10.000.000 294.000.000
Biaya 191.780 2.739.726 136.986 684.931 27.397 136.986 3.917.806
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah Lampiran 6. Analisis kelayakan finansial industri bawang merah konsumsi (per ha) No.
Variable cost
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bibit Pupuk buatan Pupuk cair Fungisida Insektisida Perekat Tenaga Kerja Fixed cost Lahan (sewa) Peralatan (penyusutan 1 th) Gudang (Penyusutan 1 th) Total Cost Benefit Hasil - Dijual konsumsi - Dijual bibit - Total - Harga Benefit B/C ratio
8. 9. 10.
Unit 800 1227 0.50 8.7 7.65 5.30 60% TK Brebes
Rp. 8.000.000 2.044.150 14.270 424.080 546.830 85.460 5.525.508 4.000.000 1.000.000 21.640.298
10792 kg 10792 kg 2500
26.980.000 1,25
Catatan: Sumber benih : bibit impor turunan Brebes. Lokasi dataran Medium – Sulut, dll. Industri bawang merah konsumsi (1 th 1 x dijual habis)
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
39
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah Lampiran 7. Analisis kelayakan finansial industri bawang merah benih (per ha) No.
Variable cost
Unit
Rp.
1.
Bibit
800
8.000.000
2.
Pupuk buatan
1227
2.044.150
3.
Pupuk cair
0.50
14.270
4.
Fungisida
8.7
424.080
5.
Insektisida
7.65
546.830
6.
Perekat
5.30
85.460
7.
Tenaga Kerja
60% TK Brebes
5.525.508
Fixed cost 8.
Lahan (sewa)
4.000.000
9.
Peralatan (penyusutan 1 th)
1.000.000
10.
Gudang (Penyusutan 1 th)
220.000
Total Cost
21.860.298
Benefit Hasil
10792 kg
- Dijual konsumsi
6243 kg x Rp. 2500
15.607.500
- Dijual bibit
2698 kg x Rp. 10.000
21.584.000
- Total
10792 kg
37.191.500
Benefit B/C ratio
40
1,70
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com