PROSPEK DAN KENDALA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERNAK KAMBING DAN DOMBA DI INDONESIA Prospect and Constraint of Sheep and Goat Agribusiness Development in Indonesia Bambang Winarso Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161
ABSTRACT Goat and sheep are categorized as small livestock, which are commonly grown in rural society and primarily for economic purposes that are to support and also secure of livestock household economic well-being. Although these livestock are commonly grown by in many rural areas, the fact shows that the growth of goat and sheep business is stagnant. Meanwhile, at the national scale level, the population of goat and sheep tend to increase, but the average size of business is still in small-scale and a part-time activity and apparently not quite attractive for the new investors with a large capital investment. The purpose of this paper is to evaluate real potentials and constraints of development of goat and sheep business. The paper shows that goat and sheep agribusiness is consisted of several subsystems that are interlinked together and in each subsystem there are some constraints, even though there are also some unexploited strengths and opportunities in various goat and sheep agribusiness region. Key words : prospect, livestock agribusiness, goat, sheep
ABSTRAK: Kambing dan domba (kado) merupakan ternak kecil yang banyak dikembangkan di masyarakat, terutama bertujuan untuk menopang sekaligus pengaman ekonomi keluarga peternak. Walaupun ternak tersebut banyak dikembangkan di masyarakat perdesaan, kenyataan menunjukkan bahwa perkembangannya sangat lambat. Sementara secara nasional populasi ternak tersebut cenderung terus meningkat jumlahnya, tetapi pelaku budi daya sepenuhnya masih dalam skala kecil dan sambilan dan tampaknya belum diminati pengusaha modal besar. Makalah ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi dan kendala nyata pengembangan usaha budi daya ternak kado. Hasil análisis menunjukkan bahwa sistem usaha tani kambing dan domba terdiri dari beberapa subsistem yang saling berkaitan dan di setiap simpul subsistem banyak ditemui kendala, meskipun sebenarnya di simpul subsistem tersebut terdapat kekuatan dan peluang yang belum tergali sepenuhnya, di beberape agribisnis wilayah sentra produksi kado mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki kekuatan dan peluang, tetapi kekuatan ini masih relatif rendah. Kata kunci : prospek, agribisnis ternak, kambing, domba
Prospek dan Kendala Pengembangan Agribisnis Ternak Kambing dan Domba di Indonesia
PENDAHULUAN
Kambing dan domba (kado) merupakan hewan ternak kecil yang memiliki banyak kegunaan dan manfaat, disamping dapat menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Kado, baik jenis lokal maupun bukan lokal, merupakan sumber plasma nutfah hewani ternak, modal usaha dan tabungan bagi peternak yang membudi dayakan ternak tersebut, sehingga keberadaan kado tidak saja dapat menciptakan lapangan pekerjaan maupun lapangan usaha, namun juga mampu memberikan penghasilan dan pendapatan. Bahkan, bagi sebagian keluarga peternak komoditas ini merupakan katup pengaman ekonomi keluarga manakala saat kebutuhan mendesak muncul tiba-tiba, seperti kebutuhan biaya sekolah, perbaikan rumah, serta biaya-biaya rumah tangga yang bersifat “liquid” lainnya. Sebagai sumber daya, kado dapat menghasilkan beberapa macam komoditas diantaranya berupa ternak hidup dari hasil reproduksi, daging, susu, kulit, tulang, jeroan, darah, bulu, maupun limbah kotoran ternak. Ternak kado disamping dapat dipandang sebagai sumber daya sebagai penghasil beberapa jenis komoditas utama, produk-produk hasil ternak ini juga merupakan bahan baku dalam proses produksi selanjutnya, yakni sebagai bahan baku industri hilir selanjutnya. Pengembangan ternak kado dapat dilakukan pada semua agroekosistem baik di wilayah lahan dataran tinggi maupun wilayah lahan dataran rendah, baik dilahan sawah, lahan tegalan, lahan perkebunan, bahkan lahan disekitar hutan. Perkembangan populasi baik ternak kambing maupun domba di Indonesia terus mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata 2,54 persen pertahun, setidaknya kalau dilihat dari data selama empat dasa warsa (1969–2008), khusus pada periode lima tahun terakhir (2004–2008) pertumbuhan rata-rata mengalami peningkatan yaitu 4,90 persen pertahun (Tabel 1). Secara absolut, pertumbuhan populasi ternak kado pada lima tahun terakhir justru menunjukkan peningkatan yang semakin tajam dari rata-rata populasi 21,47 juta ekor per tahun antara periode 1999–2008 menjadi 23,10 juta rata-rata per tahun antara periode 20042008. Pertambahan populasi yang tinggi tersebut tampaknya juga diikuti dengan peningkatan angka pemotongan ternak. Data menunjukkan bahwa secara absolut selama lima tahun terakhir (2004-2008) pemotongan kado berkisar 4.69 juta ekor, dimana pemotongan ternak kambing berkisar 3,07 juta ekor dan ternak domba berkisar 1,61 juta ekor per tahun (Tabel 1). Data statistik pemotongan ternak kado lima tahun terakhir adalah sebesar 4,61 juta ekor (2004) dan meningkat menjadi 5,59 juta ekor (2008). Hal ini mengindikasikan bahwa permintaan konsumsi atas daging kambing dan domba terus mengalami pertumbuhan. Produk ternak kado sebenarnya telah mendapatkan posisi pasar yang mantap, apabila ditinjau dari berbagai aspek. Namun dalam kenyataan kegiatan bisnis budi daya ternak tersebut belum banyak berkembang. Dalam skala nasional, pengusaha yang ingin terjun ke bisnis ternak kado, apalagi pemodal besar masih
247
Bambang Winarso
sangat terbatas. Data Statistik menunjukkan bahwa selama periode tujuh tahun terakhir (2000–2007) jumlah perusahaan yang bergerak dibidang budi daya ternak kambing maupun domba cenderung menurun (Ditjen Peternakan, 2008). Pada tahun 2000 terdapat 11 (sebelas) perusahaan budi daya ternak kado dan pada tahun 2007 turun drastis menjadi 5 (lima) perusahaan, dimana dari jumlah tersebut dua perusahaan budi daya ternak kambing dan tiga perusahaan budi daya ternak domba. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha bisnis budi daya ternak kado belum diminati pemilik modal besar. Tujuan makalah adalah melakukan evaluasi potensi dan kendala nyata pengembangan usaha bisnis budi daya ternak kado di masyarakat. Evluasi ini menyangkut permasalahan hambatan sekaligus mengkaji upaya pemecahannya, serta mengidentifikasi prospek dan peluang pengembangan tersebut di masyarakat. Tabel 1. Populasi dan Pemotongan Ternak Kambing dan Domba di Indonesia Populasi Kambing Domba Total Rata-rata kenaikan populasi/thn (%) : 1969 - 2008 2,25 3,45 2,54 1989 - 2008 2,10 3,03 2,44 1999 - 2008 0,21 0,30 0,24 2004 - 2008 4,90 7,37 5,83 Jumlah rata-rata populasi pertahun (000 ekor) : 1969 - 2008 10.551 5.823 16.375 1989 - 2008 12.888 7.440 20.328 1999 - 2008 13.289 8.182 21.472 2004 - 2008 14.051 9.058 23.109
Kambing
Pemotongan Domba Total
6,82 6,34 0,63 5,02
9,71 10,04 1,00 -0,26
7,11 7,07 0,71 2,85
1.596 2.298 2.984 3.078
818 1.266 1.828 1.615
2.414 3.564 4.812 4.692
METODOLOGI Upaya pengembangan agribisnis ternak kado merupakan suatu sistem budi daya yang terdiri atas beberapa subsistem yang harus bersinergi satu sama lain. Secara ringkas sistem ini dapat dilukiskan seperti pada Gambar 1. Secara konseptual sistem agribisnis merupakan kesatuan sinergi antara beberapa subsistem yang terkandung didalamnya, yakni (1) subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi, dan pengembangan sumber daya pertanian; (2) subsistem budi daya, produksi atau usaha tani; (3) subsistem industri pengolahan hasil (agroindustri); dan (4) subsistem pemasaran hasil pertanian dan (5) subsistem pembinaan, pelayanan seperti perbankan, transportasi, asuransi, penyimpanan (Badan Agribisnis, 1995; Sudaryanto dan Pasandaran, 1993; Hadi, 1992). Demikian pula dalam sistem agribisnis ternak kado, didalamnya juga terdapat jejaring subsistem seperti diatas, dimana subsistem yang satu dengan subsistem lainnya juga saling kait mengkait. Illustrasi keterkaitan antarsubsitem tersebut ditampilkan dalam Gambar 1.
248
Prospek dan Kendala Pengembangan Agribisnis Ternak Kambing dan Domba di Indonesia
SUBSISTEM PEMASARAN
JASA LAIN
SUBSISTEM AGROINDUSTRI
PERBANKAN PENYIMPANAN ASURANSI ANGKUTAN JASA LAINNYA
SUBSISTEM PELAYANAN PEMERINTAH: a. PENELITIAN b. PENYULUHAN c.PENGATURAN DAN KEBIJAKSANAAN PERTANIAN
SUBSISTEM PRODUKSI
SUBSISTEM PENGADAAN DAN PENYALURAN SARANA PRODUKSI
Gambar 1. Keterkaitan Antarsubsistem dalam Agribisnis
Dalam penelitiannya, Sudaryanto et al., (1993) juga mengemukakan bahwa suatu komoditas yang dikonsumsi atau diproduksi dalam negeri dapat dibagi dalam empat kelompok komoditas yaitu (1) komoditas yang dikonsumsi dalam negeri namun seluruhnya dipasok dari impor, (2) komoditas yang dikonsumsi dalam negeri pasokannya berasal dari dalam dan luar negeri, (3) komoditas yang diproduksi untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun ekspor dan (4) komoditas yang seluruhnya berorientasi ekspor. Sementara komoditas hasil ternak kado dapat dikategorikan komoditas antara golongan (2) dan golongan (3). Artinya komoditas yang umumnya dikonsumsi dalam negeri dan pasokannya sebagian besar berasal dari dalam negeri, disamping itu komoditas komoditas ini diproduksi untuk memenuhi kebutuhan domestik dan sebagian juga untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Makalah ini dihasilkan dari penelitian yang dilakukan melalui análisis deskriptif dan tabulasi silang data yang dikumpulkan di daerah penelitian. Metode yang digunakan adalah SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threaths) . Faktor Kekuatan (Strengths) dan Kelemahan (Weaknesses) mempunyai variabel yang sama. Jika satu variabel dianggap merupakan S maka praktis faktor itu bukan W. Jika suatu variabel bukan merupakan S maka ia masuk ke dalam variabel W. Justifikasi ini tentu ditentukan oleh dua hal yakni keadaan data di lapang dan pertimbangan ahli. Variabel Kekuatan (Strengths) dan Kelemahan (Weaknesses) terdiri atas 5 kunci utama yakni (1) SDA (sumber daya alam), (2) SDM (sumber daya manusia), (3) BB (ketersediaan bahan baku), (4) MT
249
Bambang Winarso
(manajemen dan teknologi), dan (5) profitabilitas finansial dan sosial. Sementara Faktor peluang (Opportunities) dan ancaman (Threaths) mempunyai variabel penjelas yang sama. Jika satu variabel ditetapkan O maka variabel tersebut bukan T demikian jika sebaliknya. Variabel O dan T terdiri atas 5 kunci juga, yaitu (1) MD (permintaan pasar pangan), (2) permintaan pasar industri (3) ALF, (akses terhadap lembaga finansial), (4) persaingan, dan (5) PP (Peraturan Pemerintah). Análisis SWOT adalah membandingkan antara faktor eksternal yaitu adanya peluang (Opportunities), dan ancaman (Threaths) dengan faktor internal yang terdiri dari kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weaknesses). Setelah kedua faktor utama tersebut dapat diketahui, maka solusi kebijakan akhir dapat ditentukan berdasarkan hasil análisis tersebut diatas dan secara sederhana illustrasi análisis SWOT dapat dilihat dalam diagram Gambar 2. BERBAGAI PELUANG
Growth 3. Mendukung strategi Turn a round
1. Mendukung strategi agresif
KELEMAHAN INTERNAL
4. Mendukung strategi defensif
KEKUATAN INTERNAL
2. Mendukung strategi diversifikasi
Survival
BERBAGAI ANCAMAN
Gambar 2. Diagram Análisis SWOT
Dapat dijelaskan bahwa kwadran 1 merupakan situasi yang sangat menguntungkan karena suatu usaha telah didukung oleh adanya peluang dan kekuatan. Dalam memanfaatkan peluang dan kekuatan yang ada maka strategi yang perlu ditempuh adalah mendukung adanya kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy). Kwadran 2, Meskipun menghadapi berbagai ancaman, akan tetapi dalam usaha ini masih meiliki kekuatan internal, sehingga strategi yang tepat adalah memanfaatkan segala kekuatan yang ada untuk menjangkau tujuan jangka panjang. Kwadran3, adanya peluang usaha yang sangat besar, dilain fihak menghadapi kendala kelemahan internal, sehingga solusi yang tepat adalah meminimalkan kelemahan-kelemahan internal tersebut, sehingga dapat merebut peluang usaha yang ada. Kwadran 4, ini merupakan gambaran situasi yang sangat tidak menguntungkan karena adanya banyak
250
Prospek dan Kendala Pengembangan Agribisnis Ternak Kambing dan Domba di Indonesia
kelemahan internal maupun ancaman dari luar, strategi yang tepat adalah melakukan defensif dalam usahanya. Dalam melakukan analisis dibuat pembobotan berdasarkan kondisi yang telah ditentukan dalam setiap faktornya, baik yang menyangkut faktor-faktor internal maupun faktor-faktor eksternalnya. Dalam menentukan pembobotan (%) didasarkan pada urgensi dari faktor-faktor tersebut terhadap usaha budi daya ternak kado. Sementara aspek-aspek yang dinilai masuk dalam faktor-faktor internal maupun eksternal didasarkan pada keadaan dilapang. Angka skor mencerminkan keadaan baik-buruk suatu aspek yang bergerak dari 0 (buruk) sampai dengan 10 (sempurna). Hasil akhir dari penilaian faktor internal merupakan selisih penilaian akhir dari hasil analisis kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weaknesses), sedangkan hasil akhir dari faktor ekternal merupakan selisih hasil akhir analisis peluang (Opportunities) dan ancaman (Threaths). Dari kalkulasi faktor internal dan eksternal tersebut dibuat suatu kebijakan akhir berdasarkan ringkasan hasil analisis tersebut. Penelitian dilakukan dibeberapa sentra pengembangan ternak kado khususnya di P. Jawa terutama di wilayah Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Barat. Di wilayah Provinsi Jawa Timur diambil dua lokasi sentra pengembangan ternak kambing yaitu wilayah Kabupaten Blitar dan wilayah Kabupaten Jombang, sementara di wilayah Provinsi Jawa Barat diambil dua lokasi sentra pengembangan ternak domba yaitu wilayah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Ciamis. Perlu diketahui bahwa dalam analisis yang dilakukan lebih banyak melihat bagaimana agribisnis kado berlangsung di dalam satu kawasan yang diperlakukan sebagai suatu kluster kesatuan bisnis berbasis ternak kado. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kepada peternak kado dan informan kunci serta pemimpin formal dan informal di lokasi penelitian melalui kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Hal ini berlangsung dari bulan Maret sampai dengan bulan September tahun 2006.
Subsistem Pengadaan Sarana Produksi Budi daya ternak kado sangat membutuhkan sarana penunjang terutama bibit, pakan, obat-obatan dan peralatan. Oleh karena itu, masalah utama yang muncul adalah masalah kwantitas yang dibutuhkan, kualitas barang, dan kontinuitas ketersediaan. Disamping itu juga bagaimana cara mendapatkan sarana produksi tersebut, berapa harganya, jenis bibit yang dibutuhkan, dan masalahmasalah lainnya yang berkaitan dengan sarana produksi.
Subsistem Produksi Dalam uraian ini diasumsikan bahwa hasil produksi budi daya ternak kado disamping berupa ternak hidup, baik berupa ternak ternak siap potong, ternak bibit, ternak bakalan, juga berupa kotoran ternak. Dari beberapa jenis produk utama tersebut sebagian dapat dimanfatkan/dikonsumsi langsung, namun sebagian dapat merupakan bahan baku untuk diproses lebih lanjut. Seperti diketahui bahwa
251
Bambang Winarso
produk turunan dari ternak kado dapat berupa daging segar, kulit, tulang, bulu, jeroan, darah, dan produk lainnya yang dapat diolah lebih lanjut.
Subsistem Agroindustri Agroindustri secara umum merupakan suatu proses industrialisasi yang memanfaatkan sumber bahan baku dari hasil-hasil pertanian dimana sasaran pengembangan agro industri tersebut adalah (1) menciptakan nilai tambah dari bahan baku yang diolah, (2) menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, (3) meningkatkan penerimaan devisa, (4) memperbaiki pembagian pendapatan dan meningkatkan pembangunan sektor pertanian (Simatupang, 1990). Salah satu kegiatan utama agro industri peternakan adalah kegiatan pascapanen. Produk yang dihasilkan dari ternak ini disamping berupa ternak hidup, maka hasil utama lainnya adalah daging, susu, tulang, kulit, darah serta “By Product” lainnya. Yang mana produk-produk tersebut bisa merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi, tetapi juga dapat berupa produk antara yang merupakan bahan baku untuk produksi turunan selanjutnya. Tabel 2.
Peran Pemerintah dalam Melakukan Pembinaan dan Program Pengembangan Ternak Kado di Empat Lokasi Contoh, Tahun 2006 Kabupaten Sukabumi (%)
Ciamis (%)
Malang (%)
Jombang (%)
Ratarata (%)
Adanya pembinaan terhadap peternak a. Pembinaan kesehatan ternak b. Pembinaan pakan ternak c. Pembinaan usaha budi daya trnk d. Pembinaan reproduksi / IB
50,00 50,00 50,00 50,00
0,00 0,00 0,00 0,00
100,00 100,00 100,00 100,00
80,00 90,00 90,00 90,00
57,50 60,00 60,00 60,00
Kendala dalam usaha pengembangan ternak a. Tidak ada modal b. Tidak ada waktu c. Tidak ada lokasi
70,00 20,00 0,00
80,00 20,00 0,00
70,00 20,00 0,00
90,00 10,00 0,00
77,50 17,50 0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
No.
Uraian
1.
2.
3.
Adanya program pengembangan ternak yang dilakukan oleh pemerintah Sumber : Yusdja et al.; 2006.
Subsistem Pemasaran Budi daya ternak kado pada dasarnya merupakan kegiatan dimana hasil/produknya sepenuhnya diarahkan kepasar. Jarang sekali ditemui bahwa peternak langsung mengkonsumsi sendiri ternak yang dibudi dayakannya. Dilihat dari produk utama yang dihasilkan (daging), maka untuk menghadapi pasar, peran peternak sebagai suplier dihadapkan dengan produk ternak lainnya sebagai
252
Prospek dan Kendala Pengembangan Agribisnis Ternak Kambing dan Domba di Indonesia
pesaing seperti daging sapi, kerbau, babi, dan daging ternak unggas yang kesemuanya merupakan komoditas yang sejenis yang utamanya dibutuhkan adalah dagingnya.
Subsistem Pelayanan Dalam usaha budi daya ternak kado, peran pelayanan terutama yang dilakukan oleh pemerintah maupun fihak lainnya mutlak diperlukan. Pelayanan yang dapat menunjang keberhasilan usaha seperti kemudahan untuk mendapatkan bantuan modal usaha, teknologi, penyuluhan maupun adanya peraturan-peraturan pemerintah daerah/pusat yang dapat mendukung kinerja usaha budi daya ternak kado tentu sangat diperlukan. Dalam upaya meningkatkan pengembangan ternak kado, pelayanan kelembagaan terhadap peternak sangatlah diutamakan. Keberadaan penyuluh di lapangan yang dapat diakses oleh peternak dalam upaya mendapatkan informasi teknologi, keberadaan lembaga finansial yang dapat membantu kebutuhan modal peternak serta lembaga pelayanan lainnya keberadaannya sangat penting.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seperti dijelaskan bahwa agribisnis merupakan kesatuan sinergi antara beberapa subsistem yang terkandung didalamnya diantaranya adalah subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi dan pengembangan sumber daya pertanian, subsistem budi daya, produksi atau usaha tani, subsistem industri pengolahan hasil (agroindustri) dan subsistem pemasaran hasil pertanian dan subsistem pembinaan, pelayanan (seperti perbankan, transportasi, asuransi, penyimpanan dan pelayanan lainnya) (lihat Gambar 1). Hasil pengamatan di lapangan yang berkaitan dengan prospek dan kendala serta tantangannya dalam budi daya ternak kado di beberapa lokasi penelitian di Jawa menunjukkan sebagai berikut:
Penilaian Faktor Internal Seluruh data informasi yang digunakan dalam analisis SWOT adalah hasilhasil yang diperoleh dari AW dan Industri, dimana hasil penilaian faktor internal dijelaskan sebagai berikut:
Penilaian SDA (Sumber Daya Alam) Sumber daya alam merupakan factor kekuatan eksternal yang sangat menentukan keberhasilan usaha budi daya ternak kado. Ada 3 (tiga) faktor utama sumber daya alam yang secara langsung dapat mendukung keberhasilan pengembangan budi daya ternak kado yaitu (a) kesesuaian lingkungan seperti iklim, curah hujan, alam, dan jenis lingkungan lainnya; (b) lahan, seperti lahan
253
Bambang Winarso
sawah, perkebunan, lading, dan sejenisnya; dan (c) ketersediaan air, seperti ketersediaan air dari sungai, mata air, sumur, dan sumber air lainnya. Dengan demikian, penilaian SDA dilakukan pada tiga hal tersebut yakni (a) kesesuaian lingkungan, (b) ketersediaan lahan, dan (c) ketersediaan air. Penilaian setiap unsur menggunakan sistem skor 1 sampai 10. Dari hasil pengamatan lapang dapat di tentukan besaran penilaian sebagai berikut: a.
Kesesuaian Lingkungan. Keseuaian lingkungan merupakan salah satu faktor kekuatan eksternal (S) penting, Karena keberhasilan usaha budi daya ternak kambing juga ditentukan kecocokan iklim maupun curah hujan yang memungkinkan hijauan makanan ternak seperti rumput maupun limbah pertnian dapat tumbuh dengan baik. Dari hasil pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa lokasi dimana budi daya ternak kado dilakukan umumnya beriklim baik dalam arti ketersediaan pakan hijauan ternak cukup tersedia, sehingga dapat diberikan score 10.
b.
Ketersediaan Lahan. Ketersediaan lahan merupakan faktor S (Strength), karena lokasi kegiatan dengan sengaja telah dipilih pada suatu wilayah pengembangan yang mempunyai lahan pertanian yang padat kegiatan budi daya ternak kado. Dan dari hasil pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa Score kesesuaian lingkungan dan ketersediaan lahan masing-masing mendapat nilai tertinggi yakni 10.
c.
Ketersediaan Air. Ketersediaan air juga telah merupakan unsur S karena lokasi proyek yang dipilih mempunyai kecukupan air. Namun demikian, tidak ada jaminan air dapat tersedia sepanjang tahun. Pada musim hujan persediaan air cukup diberi score 5, sedangkan pada musim kering diberi score 2, sehingga score unsur ketersediaan air adalah 7 pada sisi S.
Dari hasil penilaian maka didapatkan rata-rata score SDA adalah (10+10+7)/3 = 9. Sehingga nilai audit SDA = 25% x 9= 2.25 pada sisi S. Penilaian SDM (Sumber Daya Manusia) Ada 3 unsur SDM yang dinilai yakni pendidikan peternak, pengalaman peternak, dan kemampuan peternak melakukan hubungan dengan pasar. Kesimpulan penilaian adalah sebagai berikut. a.
Pendidikan Peternak pada umumnya relatif rendah karena mengikuti pendidikan formal kurang dari 10 tahun. Pendidikan merupakan faktor kelemahan pengembangan wilayah dengan nilai 10 pada sisi W (Weakness).
b.
Pengalaman peternak, sebaliknya dengan pendidikan, peternak kado pada umumnya telah memiliki pengalaman yang relatif lama dalam memelihara kado, dengan kata lain para peternak sudah terbiasa beternak kado. Atas dasar itu, pengalaman peternak merupakan faktor S dengan nilai 10.
c.
Hubungan dengan pasar, unsur ini merupakan kelemahan, karena peternak pada umumnya tidak mempunyai kemampuan melakukan hubungan dengan pasar ternak dan pasar konsumsi secara langsung. Mereka sangat tergantung dengan para pedagang. Unsur ini diberi nilai 10 pada sisi W.
254
Prospek dan Kendala Pengembangan Agribisnis Ternak Kambing dan Domba di Indonesia
d.
Kesimpulan dari penilaian diatas menunjukan bahwa faktor SDM sebagian merupakan S dengan nilai 0.7 dan sebagian merupakan W dengan nilai 1.3. Nilai W>K, dengan demikian audit SDM nemberikan kesimpulan berada pada sisi W.
Penilaian BB (Ketersediaan Bahan Baku) Unsur ketersediaan bahan baku pakan ternak terdiri atas ketersediaan pada musim hujan, ketersediaan pada musim kemarau dan bagaimana akses peternak terhadap bahan baku dari luar wilayah. Hasil penilaian adalah sebagai berikut: a.
Ketersediaan bahan baku di musim hujan dinilai cukup, karena banyaknya hijauan yang tersedia baik kualitas maupun kuantitias. Namun demikian, tidak mudah bagi peternak memperolehnya karena dibatasi oleh status pemilikan lahan, dengan kondisi yang demikian maka nilai yang diberikan adalah 7 pada sisi S (Strength).
b.
Ketersediaan bahan baku pada musim kemarau relatif sulit, apalagi peternak sangat tergantung pada hijauan makanan ternak di luar lahannya sendiri. Karena itu unsur ketersediaan bahan baku pakan ternak dimusim kemarau yang merupakan unsur W dapat dinilai dengan nilai 5.
c.
Akses peternak terhadap bahan baku pakan dari luar wilayah, seperti diketahui bahwa peternak tidak mempunyai organisasi yang dapat memberikan pelayanan penyediaan hmt dari luar wilayah. Pada sisi lain belum ada organisasi yang mengatur penawaran hmt. Para peternak secara individu, mempunyai kelemahan dalam penyediaan tenaga kerja keluarga dan modal untuk mendapatkan hmt dari luar wilayah. Atas dasar itu, unsur akses bahan baku pakan di luar wilayah merupakan faktor W dengan nilai 10.
d.
Kesimpulan dari penilaian ini memperlihatkan bahwa faktor BB merupakan sisi W, karena nilai BB pada sisi W =1 lebih besar dari nilai faktor BB pada sisi S=0.7
Penilaian MT (Manajemen dan Teknologi) MT yang dinilai mencakup 3 unsur yakni skala usaha, pola budi daya, dan sifat ekonomi bibit ternak. Hasil penilaian adalah sebagai berikut. a. Skala usaha relatif kecil antara 1-5 ekor, karena ukurannya sangat ditentukan oleh ketersediaan tanaga kerja keluarga. Hubungan antara skala usaha dengan jumlah tenaga keluarga adalah semakin tinggi jumlah tenaga kerja keluarga semakin besar skala usaha. Kondisi riil dilapangan menunjukkan bahwa faktor tersebut dapat diberikan besaran nilai 8 pada sisi W. b. Pola budi daya. Pemeliharaan kado pada umumnya adalah antara intensif dan ektensif. Artinya, ternak dipeliharan dalam kandang yang sederhana, kadangkadang kado dilepas mencari makan sendiri dan ada saatnya diberikan dalam
255
Bambang Winarso
kandang. Pola pemeliharan seperti ini sulit mencapai produktivitas yang lebih baik. Nilai yang layak untuk diberikan adalah 5 pada sisi W c.
Sifat ekonomi bibit ternak. Untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi diperlukan ternak dengan bibit yang baik. Pada kenyataannya peternak tidak melakukan seleksi bibit. Peternak juga mengabaikan kenyataan bahwa, bibit yang buruk tidak perlu digemukkan karena tidak memberikan hasil yang menguntungkan. Untuk hal yang demikian maka diberikan nilai 5 pada sisi W.
d. Kesimpulan penilaian memperlihatkan nilai S= 0 dan W= 0.6 dengan nilai faktor MT = 0.6 pada sisi w. Tabel 3. Hasil Penilaian terhadap Faktor Internal Pengembangan Wilayah Ternak Kado Strength Uraian SDA (Sumber daya alam) Kesesuaian lingkungan Ketersediaan lahan Ketersediaan air
Bobot (%) 25
Weakness
Score
Nilai
9 10 10 7
2,25
Bobot (%) 25
Score
Nilai
0 0 0 0
0
SDM (Sumber daya manusia) Pendidikan peternak Pengalaman peternak Hubungan dengan pasar
20
3 0 10 0
0,7
20
7 10 0 10
1,3
BB (Ketersediaan bahan baku) BB Musim hujan BB Musim kering Akses bahan baku dari luar wilayah
20
2,3 7 0 0
0,5
20
5 0 5 10
1
MT (Manajemen dan teknologi) Skala usaha Pola budi daya (intensif dan ektensif) Sifat ekonomi bibit ternak
10
0 0 0 0
0
10
6 8 5 5
0,6
Profitabiltas (PR) Finansial (B/C rasio, NPV, IRR) Ekonomi (kesempatan kerja) Peraturan pemerintah daerah Jumlah
25
7 10 10 0
1,7
25
2 0 0 7
0,6
Nilai Akhir
100
5,05
100
2,92
2,13
Penilaian Profitabilitas Profitabilitas yang dinilai adalah adalah keuntungan finansial, kesempatan kerja dan peraturan pemerintah daerah. Hasil penilaian adalah sebagai berikut. a. Keuntungan finansial. Berdasarkan B/C rasio usaha ternak kado antara 1,3 sampai 1,7 memperlihatkan suatu usaha yang menguntungkan. Nilai unsur profitabilitas adalah 10 pada sisi S.
256
Prospek dan Kendala Pengembangan Agribisnis Ternak Kambing dan Domba di Indonesia
b. Kesempatan kerja. Karena skala usaha peternak pada umumnya relatif kecil, sehingga peternakan kado dalam wilayah pengembangan merupakan padat karya. Atas dasar itu unsur kesempatan kerja diberi nilai 10. c.
Peraturan pemerintah daerah. Peraturan pemerintah daerah pada umumnya lebih banyak bersifat menghambat seperti pajak dan retribusi budi daya dan peraturan perdagangan. Peraturan pemerintah yang mendorong atau memberikan fasilitas pengembangan ternak hampir tidak ada. Nilai 7 pada sisi W.
d. Kesimpulan penilaian faktor profitabilitas memberikan hasil nilai 1,7 pada sisi S dan 0,6 pada sisi W, berarti profitabilitas merupakan unsur S.
Hasil Akhir Penilaian Faktor Internal Secara keseluruhan, diperoleh nilai total S = 5,05 dan W = 2,92 sehingga titik axis berada pada sumbu vertikal pada titik sebelah atas dari titik origin yakni pada titik axis 2,13.
Penilaian Faktor Eksternal OT Penilaian eksternal dilakukan terhadap 5 faktor yakni PP (permintaan pasar) , ALF (akses peternak terhadap lembaga finansial), PD (persaingan pasar domestik), PI (permintan industri) dan PP (peraturan pemerintah pusat). Kelima faktor ini mempunyai peran dan kepentingan yang berbeda, oleh karena itu dalam penilaian perlu diberi bobot. Pemberian bobot berdasarkan justifikasi ahli tetapi ditunjang oleh data dan informasi yang ada. Hasil penilaian disampaikan ada Tabel 4. Berikut adalah rincian dan penjelasan pemberian besaran nilai untuk setiap faktor dan unsur OT.
PP (Pasar dan Permintaan) Penilaian pasar permintaan ditentukan oleh dua unsur yakni permintaan pasar domestik dan permintaan pasar dunia. Kesimpulan penilaian adalah sebagai berikut. a. Permintaan Pasar Domestik. Permintaan dalam negeri relatif lebih besar namun selalu dapat dipenuhi karena stok populasi yang cukup. Setiap saat kekurangan suplai segera dapat diisi sekalipun terjadi pengurasan. Masalah kedua adalah sekalipun daging kado bukan makanan pokok bahkan termasuk barang mewah, namun merupakan kebutuhan pokok dalam acara agama Islam, sehingga meningkatkan peluang pasar. Atas dasar itu, unsur permintaan dalam negeri merupakan peluang yang sangat kuat dengan nilai 10 pada sisi O. b. Permintaan Pasar Dunia. Permintaan pasar dunia terhadap kado Indonesia, terus tumbuh sepanjang tahun. Peternakan kado di Indonesia yang bebas dari penyakit mulut dan kuku, merupakan salah satu keunggulan komparatif dalam
257
Bambang Winarso
merebut pasar dunia. Selain itu, Indonesia, sebagai negara dengan penduduk sebagian besar beragama Islam, merupakan keunggulan komparatif lainnya dalam menyaingi negara-negara non-Islam dalam merebut pasar daging berstatus halal bagi negara Islam. Atas dasar itu, unsur pasar ekspor merupakan peluang pengembangan ternak kado dengan score 10 pada sisi O. c.
Kesimpulan nilai yang diperoleh untuk sisi O = 0,8 dan nilai yang diperoleh untuk T= 0,3. Dengan demikian penilaian faktor PP memberikan posisi O.
ALF (Akses Lembaga Keuangan) Ada tiga unsur yang dinilai dalam hal akses peternak terhadap lembaga keuangan yakni akses pada bank, dana sendiri dan kerja sama kemitraan. Rincian penilaian adalah sebagai berikut. a. Akses Pada Bank. Peternak pada umumnya tidak memiliki akses kepada bank dalam arti mereka tidak mengetahui, tidak merasa perlu berhubungan dan tidak berani melakukan akses kepada bank. Namun demikian pemerintah telah menyediakan dana yang relatif cukup bagi pengembangan suatu wilayah agribisnis ternak kado. Sehingga masalah akses pada bank hanya masalah waktu, tergantung pada penyuluhan kepada mereka. Nilai akses kepada bank 5 pada sisi O. b. Dana Sendiri. Peternak pada umumnya tidak atau kekurangan modal. Mereka tidak mempunyai peluang mengembangkan usaha. Kemampuan dana sendiri merupakan T dengan nilai 5. c.
Kerja Sama Kemitraan. Kerja sama kemitraan dalam usaha penggemukkan kado potong mengalami perkembangan positif. Perkembangan memperlihatkan bahwa semakin banyak pemilik modal menggunakan uangnya untuk bermitra dengan peternak dalam penggemukan kado. Kemitraan suatu hal yang positif bagi pengembangan usaha rakyat, masalahnya adalah apakah kemitraan itu berlaku adil bagi peternak. Pada umumnya, kemitraan yang telah berlangsung menempatkan peternak sebagai penanggung risiko. Sehingga kerja sama ini hanya membutuhkan suatu aturan yang lebih baik, tetapi pada batas-batas pemilik modal tetap bersedia melakukan kemitraan. Score unsur kerja sama kemitraan adalah 7 pada sisi O.
d. Kesimpulan nilai yang diperoleh untuk sisi O= 0,8 dan nilai yang diperoleh untuk T= 0,3. Dengan demikian, penilaian faktor ALF memberikan posisi O. Penilaian PD (Persaingan Pasar Domestik) Penilaian faktor PD dilakukan pada dua unsur yakni bentuk pasar pada pusat konsumsi dan jumlah wilayah agribisnis penghasil. Hasil penilaian adalah sebagai berikut: a. Bentuk Pasar Pada Pusat Konsumsi. Bentuk pasar pusat konsumsi cenderung berbentuk monopsoni, sehingga peternak menerima harga yang sangat rendah, pada hal peternak menjual ternak hidup. Nilai 7 pada sisi T.
258
Prospek dan Kendala Pengembangan Agribisnis Ternak Kambing dan Domba di Indonesia
b. Jumlah Wilayah Agribinis Penghasil. Wilayah penghasil ternak kado sangat banyak, hampir terdapat di seluruh wilayah, sehingga peternak mempunyai pasar yang sempit. Nilai 7 pada sisi T. c.
Kesimpulannya adalah PD merupakan faktor ancaman bagi suksesnya pengembangan wilayah agribisnis ternak.
Tabel 4. Hasil Penilaian Faktor Eksternal OT Pengembangan Wilayah Ternak Kado
Uraian 1. PP (market demand) Permintaan pasar domestik Permintaan pasar dunia 2. ALF (akses lembaga keuangan) Akses pada bank Dana sendiri Kerja sama/kemitraan 3. PD (persaingan pasar domestik) Bentuk pasar pada pusat konsumsi Jumlah wilayah agribisnis penghasil 4. PI (permintaan industri) Permintaan pasar domestik Permintaan pasar dunia 5. PP (peraturan pemerintah) Undang-undang dan peraturan Kebijakan tarif impor dan ekspor
Oppurtunities Bobot Score Nilai (%) 30 10 3 10 10 20 4 0,8
15
25
10
Pengawasan penyakit hewan nasional Jumlah Nilai akhir
5 0 7 0 0 0 7 7 7 3,3 0 0
0
1,75
Threat Bobot (%) 30
Score
Nilai 0
20
0 0 0 1,7
0,3
15
0 5 0 7
1,05
10
0,3
20
5,86
100
10 100
7 7 0 0 0 4 7 5
0
0,8
0 2,15
3,7
Penilaian PI (Permintaan Industri) Penilaian faktor PI terdiri atas 2 unsur yakni permintaan bahan baku industri dalam negeri dan permintaan bahan baku untuk industri ekspor. Permintaan industri yang dimaksud adalah bahan baku kulit ternak. a. Permintaan Pasar Domestik. Permintaan kulit dalam negeri relatif tinggi tidak dapat dipenuhi dari dalam negeri dan perlu impor. Permintaan kulit ternak kado dalam negeri terus meningkat sementara impor dibatasi oleh kebijakan non tarif yakni pencegahan penularan penyakit. Nilai 7 pada sisi O. b. Permintaan Pasar Dunia. Identik dengan pasar dalam negeri. Nilai 7 pada sisi O. c.
Kesimpulan menunjukan bahwa faktor PI merupakan peluang bagi wilayah pengembangan agribisnis.
259
Bambang Winarso
PP (Peraturan Pemerintah Pusat) Penilaian faktor PP dilakukan pada tiga unsur yakni unsur undang-undang dan peraturan pemerintah yang menyangkut kebijakan tarif impor dan ekspor dan pengawasan penyakit hewan nasional. Hasil penilaian adalah sebagai berikut. a. Undang-undang dan Peraturan. Di Indonesia, hampir sebagian besar undangundang-peraturan tidak merupakan faktor pelindung pada usaha ternak, bahkan banyak di antaranya justru menghambat. Undang-undang no 6 Tahun 1970 Peternakan sebagai contoh, tidak lagi sesuai bagi pengembangan peternakan. Peraturan pemerintah daerah pada umumnya bersifat menghambat seperti penarikan pajak dan retribusi. Score 7 pada sisi T. b. Kebijakan Tarif Impor dan Ekspor. Dalam era perdagangan bebas, sangat sulit mencari alasan untuk menghambat impor, kecuali jika negara pengimpor dinyatakan belum bebas terhadap penularan suatu jenis penyakit tertentu. Indonesia adalah negara yang bebas penyakit berbahaya seperti sapi gila, mulut dan kuku. Karena itu ada kemudahan untuk mengekspor. Namun Indonesia belum bisa mengekspor maka ancaman impor misalnya dari Australia sangat besar. Score 5 pada sisi T. c.
Pengawasan Penyakit Hewan Nasional. Pengawasan penyakit oleh pemerintah merupakan pendorong bagi usaha dalam negeri. Score 10 pada sisi O.
Kesimpulan akhir memperlihatkan bahwa faktor PP merupakan penghambat atau T.
Hasil Akhir Penilaian Faktor Eksternal Penilaian akhir faktor eksternal memberikan nilai total O = 5,86 dan T = 2,15. Dengan demikian hasil audit titik faktor eksternal memberikan nilai O= 3,7 pada pada axis O.
Hasil Analisis SWOT Internal dan Eksternal Hasil penilaian SWOT terhadap faktor internal dan ekternal memperlihatkan posisi AW (agribisnis wilayah) berada pada diagram I yakni daerah pertumbuhan dengan titik kordinat AW yakni titik S (2,1; 3,7) pada Gambar 3. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa AW ternak kado dalam kondisi sosial ekonomi dan teknis yang ada saat ini merupakan usaha yang mempunyai kekuatan dan peluang positip untuk tumbuh, walaupun berada pada posisi titik yang relatif jauh dari kesempurnaan yakni titik S1 (5; 5) dan sangat sempurna pada titik S2 (10, 10). Berdasarkan letak posisi S yang relatif jauh dibandingkan S1 dan apalagi S, maka perlu beberapa kebijakan untuk meningkatkan peluang keberhasilan jika pengembangan AW dilakukan. Beberapa kebijakan yang harus dilakukan adalah:
260
10 8
9
S2
G
ro
w
th
6
7
S = (S tre n g th )
Prospek dan Kendala Pengembangan Agribisnis Ternak Kambing dan Domba di Indonesia
4
5
S1
1
2
3
S
va
l
3
4
5
6
7
10 8 9 O = (O p p u r t u n it y )
-1
2
-2
vi
1
-3
S
ur
-1
W = (W E A K )
-2 -3 T = (T h re a t)
G a m b a r 4 .3 .1
Gambar 3. Hasil Analisis SWOT Internal dan Eksternal
Kebijakan Perbaikan Faktor Internal a.
Memperbaiki kelemahan SDM peternak melalui pendidikan dan pelatihan yang bertujuan meningkatkan kemampuan bisnis.
b.
Membentuk kelembagaan masyarakat yang melakukan fungsi mengumpulkan hmt dan memprosesnya serta melakukan penyimpanan dalam gudang penampungan. Usaha ini harus digerakan oleh aparat pemerintah baik dalam pelayanan tempat, kegiatan, pendanaan dan komunikasi. Kebijakan ini diharapkan memberikan dampak pada kecukupan ketersediaan hmt sepanjang tahun dan mengurangi tenaga kerja peternak mencari hmt yang selanjutnya akan meningkatkan skala usaha dan menigkatkan pemanfaatan ekosystem.
c.
Perlu dilakukan perbaikan budi daya terutama dalam cara memberikan hmt, perawatan kesehatan dan seleksi bibit.
Kebijakan Perbaikan Faktor Eksternal a.
Meningkatkan akses peternak sumber dana. Kebijakan jangka pendek untuk menjangkau hal ini, adalah mensosialisasikan kredit UKM (Usaha Kecil Mandiri) atau skim kredit bantuan yang lain. Sosialisasi kredit UKM melalui kelembagaan masyarakat yang disalurkan pada simpul-simpul penggerakan agribisnis kado dalam wilayah pengembangan. Simpul-simpul tersebut antara
261
Bambang Winarso
lain lembaga pengumpul dan penggudangan hmt, juragan kado, dan kelompok peternak. Kebijakan ini akan dapat mendorong peningkatan produksi tanpa harus mengubah paradigma yang sudah ada. b.
Peraturan Pemerintah hendaknya dibuat sedemikian rupa sehingga meningkatkan kreativitas dan daya kerja serta produktivitas peternak.
Kebijakan internal dan eksternal dapat diterapkan secara intensif pada wilayah pengembangan sebagai langkah awal. Pada tahap awal perlu dibangun simpul-simpul kelembagaan yang dibutuhkan. Pemerintah mendorong sedemikian rupa supaya kelembagaan ini bergerak mandiri melalui informasi dan komunikasi yang luas dikalangan masyarakat.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Kesimpulan Analisis SWOT memperlihatkan bahwa kondisi Agribisnis Wilayah (AW) sentra produksi kado yang diteliti mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki kekuatan dan peluang pada diagram pertumbuhan. Ini berarti, Indonesia mempunyai peluang besar mengembangkan AW menjadi sebuah usaha skala besar dengan pola rakyat dengan efisiensi tinggi. Indonesia dengan pengembangan AW akan mempunyai kemampuan merebut sebagian pasar ekspor kado di negara-negara Islam. Namun demikian, hasil SWOT juga memperlihatkan bahwa kekuatan yang dimiliki AW relatif rendah sehingga jangkauan untuk meraih peluang juga relatif rendah. Faktor penyebabnya agribisnis peternakkan rakyat mempunyai kekuatan internal dan kemampuan mencapai peluang yang relatif rendah. Karena itu untuk meningkatkan kekuataan AW perlu dibangun lembaga-lembaga pelayanan yang menjadi simpul pengembangan AW menuju agribisnis terpadu dan maju.
Implikasi Kebijakan Pengembangan agribisnis wilayah dengan konsep terpadu dengan membangun berbagai usaha terintegrasi secara vertikal dapat dilakukan diberbagai wilayah yang ditunjuk sebagai pusat wilayah pengembangan. Wilayahwilayah pengembangan yang dimaksud adalah wilayah yang layak secara teknis dan sosial ekonomi. Kelayakan secara teknis dimaksudkan adalah wilayah itu adalah wilayah pertanian dan padat ternak kado. Layak secara ekonomi, berarti wilayah itu dapat dikembangkan dan mendatangkan keuntungan dan peningkatan pendapatan bagi petani dalam wilayah itu dan kelayakan sesara sosial adalah kearifan lokal di wilayah itu tidak bertentangan dengan introduksi usaha ternak kado. Pengembangan usaha diversifikasi vertikal dengan basis agribisnis ternak kado rakyat sebagai basis dimaksudkan pengelolaan manajemen pertanian dalam
262
Prospek dan Kendala Pengembangan Agribisnis Ternak Kambing dan Domba di Indonesia
wilayah tersebut dengan azas zero waste, semua produksi terpakai, tidak ada yang terbuang atau disebut berazaskan ekologi. Terpadu dengan vertikal ke arah atas adalah sebagian wilayah digunakan untuk pengembangan usaha-usaha produksi hmt dan biji-bijian dimana sebagian dari produksi digunakan untuk makanan ternak kado. Vertikal ke bawah, produksi pupuk asal kado dikembalikan kelahan-lahan pertanian dalam wilayah itu. Vertikal ke arah industri adalah pemanfaatan pemotongan hasil ternak yang tidak dikonsumsi seperti tulang, kulit, darah dan bulu kado yang digunakan sebagai bahan baku kerajinan rumah tangga yang jika mungkin dikembangkan dalam wilayah itu. Integrasi ini akan mendorong wilayah menghasilkan produk akhir dalam bentuk susu segar, susu olahan, daging, atau ternak hidup sebagai produk utama. Manajemen yang diterapkan dalam wilayah tersebut adalah manajemen terpadu sehingga keputusan pengalokasian dan pengoranisasian input berada dalam satu lembaga yang dibangun berdasarkan persetujuan masyarakat dalam wilayah tersebut. Dalam hal ini posisi petani adalah manajer dalam usahanya sendiri terutama dalam mengatur tujuan produksi ternak dan skala usaha yang dibutuhkan. Pengelolaan pakan, pengairan dan pemupukan berada dalam pengaturan bersama melalui lembaga bersama tersebut. Sehingga wilayah tersebut merupakan satu unit perusahaan berskala 10 sampai 15 ribu ekor kado mempunyai kekuatan dalam pasar, mempunyai kekuatan merebut peluangpeluang pasar lokal dan internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 1999. "SWOT Analysis- Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats. PMIPlus, Minus, Interesting. http://www.mindtools.com/swot.html. (5 Dec. 1999). Anonym. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kambing dan Domba. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Badan Agribisnis. 1995. Sistem, Strategi dan Program Pengembangan Agribisnis; Badan Agribisnis Departemen Pertanian, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2008. Perkembangan Jumlah Perusahaan Ternak Besar dan Ternak Kecil Menurut Kegiatan Utama. Ginting. S. P. 2004. Manfaat Limbah Industri Pengolahan Sayur Lobak. Prosiding; Teknologi Peternakan dan Veteriner; Puslitbangnak. Bogor. Karyanto. W. dan A. Priyanti. 1997. Kajian Ekonomi Usaha Peternakan Domba di Indonesia. Makalah dalam Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner di Bogor. Puslitbangnak. Bogor. Pasandaran, E. A. Djajanegara, K. Kartiyasa dan F. Kasryno. 2005. Kerangka Konseptual Integrasi Tanaman-Ternak di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Statistik Peternakan. 2008. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.
263
Bambang Winarso
Simatupang P. dan Purwoto A. 1990. Pengembangan Agroindustri Sebagai Penggerak Pembangunan Desa; Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Bogor. Soedjana. T. D. 1993. Economics of Raising Small Ruminants. Prosiding: Small Ruminant Production in the Humid Tropics. p336-387. Sebelas Maret University Press. Surakarta. Sudaryanto T. Dan E. Pasandaran. 1993. Agribisnis Dalam Perspektif, Konsepsi, Cakupan Analisis dan Rangkuman Hasil Pembahasan dalam Sudaryanto et al. (1993) Perspektif Pengembangan Agribisnis di Indonesia; Prosiding; Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Winarso B. Dan Sejati WK. 2009. Dampak Kegiatan Sistem Integrasi Padi-Ternak Terhadap Peserta dan Non Peserta Program; Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Likaji Sistem Integrasi Tanaman-Ternak dalam Rangka Menunjang Primatani; Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan; Badan Litbang Pertanian. Yusdja. Y. 2004. Prospek Usaha Peternakan Kambing Menuju 2020. Prosiding Lokakarya Nasional Kambing Potong. Puslitbangnak. Bogor. Yusdja. Y, R. Sayuti, B. Winarso dan I. Sodikin. 2006. Kebijakan Peningkatan Manfaat dan Nilai Tambah Sumber daya Ternak; Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.
264