Potensi dan Prospek Domba di Indonesia MAKALAH PRODUKSI DOMBA DAN KAMBING
Disusun Oleh : Kelompok I Kelas C Ismail Firdaus
200110100105
Lukman Sughiri
200110100106
Tegar Rezzi Zaniadwiffa Putri
200110100107
Eliza Octaviyani Perwata
200110100108
Agyl Tri Sutomi
200110100109
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG 2012
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Di Indonesia, domba dan kambing telah lama dipelihara di pedesaan. Akan tetapi peranan domba dan kambing sampai saat ini belum banyak berarti, baik sebagai sumber daging maupun sumber air susu. Hal ini terjadi karena usaha peternakan domba dan kambing masih sederhana dengan jumlah pemilikan sedikit dan masih merupakan usaha sampingan dan sebagai tabungan. Sebenarnya ternak domba dan kambing mempunyai potensi dan prospek yang cukup besar untuk berkembang, karena termasuk ternak yang mempunyai adaptasi cukup tinggi, disamping modal yang diperlukan relatif sedikit. Pengembangan
peternakan
berkaitan
dengan
peningkatan
pendapatan. Pendapatan yang meningkat dari suatu usaha peternakan akan memberikan motivasi untuk berusaha lebih baik. Sukses dan gagalnya suatu usaha peternakan sangat dipengaruhi oleh kemampuan ternaknya berproduksi dan harga input produksi serta output yang dihasilkan. Keadaan tersebut erat kaitannya dengan kemampuan peternak dalam mengelola usahanya dan tingkat keuntungan maksimum yang dicapainya. Peternak dengan jumlah ternak pemilikan yang banyak, mempunyai kesempatan untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi. Jumlah pemilikan ternak yang lebih banyak umumnya akan lebih efisien dalam hal tenaga kerja dan biaya produksi.
1.2 Identifikasi Masalah 1. Bagaimanakah potensi domba di Indonesia? 2. Bagaimanakah prospek pengembangan domba di Indonesia?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Untuk mengetahui potensi domba di Indonesia.
Untuk mengetahui prospek pengembangan domba di Indonesia.
II PEMBAHASAN
2.1 Potensi dan Prospek Domba di Indonesia Dalam perkembangan peternakan rakyat di Indonesia, domba memiliki berbagai kegunaan dan keunggulan yang beragam, yaitu : a. Domba memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan (termasuk pakan yang kurang baik) sehingga domba disukai untuk dipelihara oleh para petani. b. Domba menyukai hidup berkoloni (berkelompok) sehingga memudahkan dalam pengawasan. c. Domba betina memiliki kemampuan reproduksi yang relative tinggi. Keistimewaan domba di Indonesia adalah memiliki kecenderungan beranak kembar, yakni 2-5 ekor per kelahiran. d. Produk utama berupa daging yang mengandung nilai gizi tinggi. e. Produk sampingan berupa kulit, bulu, tulang, kotoran ternak dan lain-lain bisa digunakan sebagai bahan baku industri. f.
Kebutuhan hijauan relative lebih sedikit bila dibandingkan dengan sapi. Saat ini populasi domba di Indonesia sudah mencapai 7,4 juta ekor.
Keseluruhan laju populasi didukung oleh ketersediaan sumber bibit domba yang berasal dari Jawa Barat. Dalam struktur populasi berdasarkan provinsi, Jawa Barat merupakan wilayah dengan populasi domba terbanyak dengan persentase mencapai 46%. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang secara geografis
berdekatan dengan Jawa Barat populasinya mencapai 27% dan 18%. Dengan demikian 90% konsentrasi domba berada di Jawa Barat. Walaupun domba-domba di Indonesia tidak dipelihara dengan tujuan untuk menjadi penghasil wool, kulit domba garut merupakan salah satu kulit domba yang memiliki kualitas terbaik di dunia. Umumnya kebanyakan usaha peternakan domba di Indonesia merupakan usaha peternakan rakyat dengan skala pemilikan 2-5 ekor. Pada masa mendatang diharapkan terjadi pergeseran skala dan tipe usaha peternakan rakyat ke arah industri peternakan. Berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternak, usaha peternakan diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Peternakan sebagai usaha sambilan Tingkat pendapatan petani dari usaha ternaknya tidak lebih tinggi dari 30% total pendapatannya. Usaha ternak dilakukan sambil lalu di samping usaha pokok pertanian bahan pangan. Tujuan pemeliharaan adalah untuk mencukupi kebutuhan sendiri (subsistence). Usaha sambiolan inilah yang menjadi
tulang
punggung
penyediaan
domba
di
tanah
air
yang
persentasenya mencapai 90%. 2. Peternakan sebagai cabang usaha Pada klasifikasi ini petani mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) dengan usaha ternak sebagai cabang usaha taninya. Pendapatan petani berkisar 30%-70% dari total pendapatan usaha tani secara keseluruhan.
3. Peternakan sebagai usaha pokok Usaha ternak sudah menjadi usaha pokok, sedangkan usaha tani lainnya seperti tanaman pangan dan holtikultura hanya sebagai sambilan. Tingkat pendapatan petani 70%-100%. 4. Peternakan sebagai usaha industri Sebagai suatu industri dengan orientasi bisnis, usaha peternakan sudah menjadi suatu usaha pemeliharaan ternak dengan komoditas ternak terpilih (specialized farming) dan tingkat pendapatan mencapai 100%. Peranan pemerintah dalam pola pembinaan dan pengembangan usaha peternakan tergantung pada kondisi usaha peternakan suatu wilayah. Jika suatu usaha peternakan semakin menjurus pada usaha berskala industri peranan pemerintah akan semakin berkurang karena peternak sudah mampu mandiri. Usaha peternakan domba secara keseluruhan merupakan gabungan dari 4 subsistem usaha peternakan : 1. Subsistem agribisnis hulu (upstream off-farm agribusiness) Subsistem ini merupakan kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi
peternakan
dan
usaha
pembibitan
beserta
usaha
perdagangannya. 2. Subsistem budidaya agribisnis (on-farm agribusiness) Subsistem ini merupakan kegiatan ekonomi yang selama ini dikenal sebagai usaha penggemukan ternak domba. 3. Subsistem agribisnis hilir (downstream off-farm agribusiness) Subsistem ini merupakan kegiatan ekonomi yang mengolah dan memperdagangkan
hasil-hasil
ternak
domba
diantaranya
industri
pemotongan, pengalengan daging, penyamakan kulit, dan industri berbahan dasar kulit beserta kegiatan perdagangannya. 4. Subsistem jasa penunjang (supporting institution) Subsistem ini merupakan kegiatan yang berfungsi menunjang seluruh kegiatan subsistem lainnya, misalnya perbankan, asuransi, transportasi, jasa konsultasi, serta kegiatan penelitian dan pengembangan. Untuk meningkatkan daya saing produk peternakan domba dan hasilnya dalam menghadapi globalisasi yang sudah di depan mata, diperlukan upaya pengembangan secara simultan dari keempat komponen subsistem diatas. Pengutamaan satu subsistem tanpa memerhatikan subsistem lainnya dapat mengakibatkan daya saing kurang optimal. Misalnya bibit domba bermutu genetik tinggi akan berkurang mampu tumbuh dengan optimal tanpa perlakuan pemberian pakan yang baik pada proses penggemukannya. Peluang lain yang bisa dibidik dalam usaha peternakan domba adalah adanya kemungkinan keluarnya fatwa dari lembaga berwenang seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengizinkan pemotongan ternak seperti kambing, domba, dan sapi sebagai pembayar denda (dam) para jamaah haji, dapat dilakukan di Negara asalnya. 1. Permintaan dalam Negeri Kambing dan domba merupakan ternak yang memiliki sifat toleransi yang tinggi terhadap bermacam-macam pakan hijauan serta mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap berbagai keadaan lingkungan. Pengembangan kambing dan domba mempunyai prospek yang baik karena disamping untuk memenuhi kebutuhan daging di dalam negeri, kambing dan domba juga memiliki
peluang sebagai komoditas ekspor. Untuk itu bibit kambing dan domba merupakan salah satu faktor produksi yang menentukan dan mempunyai nilai strategis dalam upaya pengembangannya secara berkelanjutan. Masalah yang dihadapi selama ini untuk meningkatkan populasi kambing dan domba disebabkan populasi indukan yang kurang, sedangkan indukan yang telah ada memiliki produktivitas rendah terutama bila dibandingkan dengan ternak kambing yang berasal dari daerah subtropis. Selain itu, persoalan masalah penyediaan pakan juga menjadi kendala. Selama ini pakan hijauan masih menjadi pilihan utama para peternak padahal untuk pengembangan skala besar tidak mungkin mengandalkan pakan hijauan. Pilihan satu-satunya adalah pengembangan kambing dan domba tanpa hijauan dengan memanfaatkan potensi limbah dan berbagai sumber pakan lainnya (Sinar Tani, 2008). Pembibitan kambing dan domba saat ini masih berbasis pada peternakan rakyat yang berciri skala usaha kecil, manajemen sederhana, pemanfaatan teknologi seadanya, lokasi tidak terkonsentrasi dan belum menerapkan sistem dan usaha agribisnis. Kebijakan pengembangan usaha pembibitan kambing dan domba diarahkan pada suatu kawasan, baik kawasan khusus maupun terintegrasi dengan komoditi lainnya serta terkonsentrasi di suatu wilayah untuk mempermudah pembinaan dan pengawasannya. Kebutuhan konsumsi daging kambing dan domba dalam negeri sekitar 5,6 juta ekor tiap tahunnya. Sementara data 2007 menunjukkan populasi ternak kambing nasional sebesar 14,9 juta ekor. Mengalami tren rata-rata pertumbuhan 4,02 % per-tahun sejak 2003 (12,7 juta ekor). Domba, tidak jauh berbeda, tren rata-rata pertumbuhannya 6,04 % sejak tahun 2003 (7,8 juta ekor) menjadi 9,9
juta ekor pada 2007. Yang menggembirakan, tingkat konsumsi lokal akan daging kambing dan domba dari tahun ke tahun meningkat. Ini terjadi di tengah catatan tingkat konsumsi daging secara total justru sedang menurun. Sumber data statistik Ditjennak 2007 mencatat konsumsi daging per-kapita per-tahun penduduk Indonesia pada 2006 menurun dari 5,18 kg pada 2005 menjadi 4,13 kg. Ditjennak mencatat, pada 2006 konsumsi daging kambing dan domba berkontribusi sebesar 41,93 % (0,26 kg) terhadap total konsumsi daging ruminansia yang nilainya 15,01 % dari konsumsi daging secara keseluruhan (0,62 kg). Angka ini mengalami kenaikan sebesar 160 % dibandingkan kontribusi pada 2005 yang nilainya hanya 17,54 % (0,1 kg).Itu artinya, kambing dan domba satu-satunya komoditas ternak dengan permintaan tinggi, di sisi lain diiringi pasokan yang cukup. Tidak ada impor seperti halnya daging sapi, susu, ataupun bahan baku pakan ternak (Lembah Gogoniti, 2008). Potensi pasar terbesar pertama adalah hewan ternak domba untuk memenuhi kebutuhan tahunan ibadah kurban. Kemudian menyusul kebutuhan konsumsi daging harian baik itu rumah tangga, restoran dan warung sate. Selanjutnya adalah kebutuhan aqiqah, dan terakhir adalah penghobi yang selalu mencari bibit Domba Garut jantan unggulan (Hakiki, 2010).
2. Produksi dalam Negeri Usaha ternak kambing dan domba sudah membudaya dan menjadi tradisi petani terutama yang memiliki lahan sempit termasuk buruh tani. Sumbangan produksi daging secara keseluruhan di Indonesia dari kambing dan domba mencapai 2-4%. Kontribusi terhadap PDB berkisar 2 hingga 3,5% selama 10
tahun terakhir. Keberadaan ternak kambing dan domba sangat berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan daging. Selain itu juga sangat erat dengan kegiatan sosial masyarakat Indonesia seperti ritual keagamaan dan sebagai unsur usaha untuk pendapatan rumah tangga petani. (Sinar Tani, 2008). Data sementara Direktorat Jenderal Peternakan yang dilansir BPS tahun 2010 menunjukan bahwa populasi kambing sebanyak 16.821.000 ekor dan Domba 10.932.000 ekor. Sementara itu dengan jumlah penduduk sebanyak 137,7 juta dengan kebutuhan konsumsi daging kambing dan domba dalam negeri sekitar 5,6 juta ekor tiap tahunnya berarti pasokan daging dalam negeri dari ternak kambing dan domba sekitar 4 %.
3. Ekspor Ternak Kambing dan Domba Ternak kambing memiliki peluang yang tinggi sebagai komoditas ekspor, terutama ke Timur Tengah, sampai saat ini Indonesia belum mampu mengisi peluang ekspor kambing secara kontinu sebab populasinya masih sangat sedikit. Data tahun 2005 yang didapat dari website kabupaten Garut, industri jaket berbahan baku kulit Domba Garut dapat menyerap 2.656 tenaga kerja dengan nilai ekspor Rp. 84,7 milyar ke berbagai negara tujuan seperti Singapura, Malaysia, Taiwan dan Australia Tidaklah kecil tentunya pendapatan devisa negara yang dapat diperoleh dari pengelolaan usaha ternak Domba Garut intensif. Terlebih dengan potensi pasar kebutuhan daging domba di kawasan Timur Tengah sebanyak 30 ribu ekor tiap minggunya. Meski banyak alternatif kulit binatang dipasaran untuk dijadikan bahan baku produk, kulit kambing dan domba masih menduduki peringkat permintaan
tertinggi. Kualitas prima menjadi alasan utama kulit itu diminati. Tak hanya pasar dalam negeri, permintaan dari luar negeri terus berdatangan. Bahkan, dari negara-negara di Eropa dan Amerika (Hakiki, 2010). Kulit kambing dan domba bisa digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari busana hingga kerajinan tangan. Di dalam negeri, permintaan kulit-kulit ini lebih banyak untuk bahan baku kerajinan tangan dan perabotan. Sementara, pasar luar negeri lebih sering menggunakan kulit hewan ternak ini untuk berbagai produk garmen mewah. Misalnya jaket, sarung tangan, hingga tas golf eksklusif.
4. Alternatif Pengembangan Problem rendahnya mutu sehingga masih tertinggal untuk memenuhi pasar mancanegara, tidak bisa dilepaskan dari kenyataan dua komoditas ini sebagian besar masih diternakkan secara tradisional. Masyarakat Indonesia secara umum sangat familiar dengan ternak kambing dan domba. Mengingat dari aspek modal usaha ternak ini tidak terlalu besar sebagaimana sapi atau ternak besar lainnya. Cara memeliharanya mudah, bisa dilakukan oleh anggota keluarga, termasuk anak-anak. Selain itu, kambing dan domba mampu berkembang biak lebih cepat dibandingkan ternak besar karena sekali beranak bisa melahirkan 1 – 3 ekor. Sayangnya, kambing dan domba Indonesia identik dengan kandang samping rumah, dan kebanyakan diposisikan sebagai simpanan atau tabungan. Belum ada pendekatan ekonomi maupun sentuhan teknologi. Yang tradisional merakyat ini cenderung sulit dikembangkan ke skala usaha ekonomi. Karena pemilikan modal yang terbatas, pengelolaan tidak efisien akibat keterbatasan produksi dan pemasaran, teknologi hampir tak ada, serta kemampuan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang terbatas. Fenomena sistem ini sebagai salah satu alasan peternakan kado Indonesia tidak bisa seperti Malaysia atau Australia. Teknologi di Indonesia masih tahapan wacana, aplikasinya masih sulit. Banyak hasil riset tidak masuk ke peternak, atau banyak riset yang tidak aplikatif di lapangan. Alternatif
pengembangan
memperhatikan mengenai
kambing
peningkatan
dan
domba
ke
depan
skala pemeliharaan. Agar
perlu bernilai
ekonomis, jumlah minimal yang dipelihara adalah 8 ekor kambing dan domba perkeluarga. Mengingat jumlah populasi yang terhitung banyak. Sedangkan di daerah yang hampir tidak mempunyai padang gembalaan, dapat disinergikan dengan pemanfaatan lahan tidur, budidaya rumput di pekarangan rumah, dan hutan tanaman rakyat (huntara). Alternatif kedua yaitu setelah skala pemeliharaan ideal terpenuhi, secara paralel penting ditumbuhkembangkan entitas/lembaga yang menaungi peternak seperti kelompok, asosiasi, dsb. Kelembagaan peternak di negara lain begitu berkembang dan mempunyai bargaining position untuk menentukan kebijakan pengembangan peternakan. “Untuk mewujudkan entitas yang kuat, perlu adanya pendampingan yang intensif ketika menjalankan program. (Lembah Gogoniti. 2008). Alternatif ke tiga yaitu semua pihak terkait seperti balai embrio transfer, fakultas peternakan, kedokteran hewan, serta HPDKI perlu disinergikan untuk mengembangkan peternakan kambing dan domba kita (Trobos, 2008). Alternatif ke empat yaitu selain program pemuliaan galur murni untuk mengembalikan
kualitas
terbaik
hewan
ternak
Domba
Garut,
program
pengembangan domba komposit untuk dapat menghasilkan keturunan ataupun
bibit unggulan baru juga sedang giat dilakukan. Berbagai macam penemuan teknologi
terkait
reproduksi
ternak
domba
terus
dikembangkan
untuk
mempermudah upaya produksi dan perbanyakan domba berkualitas, sebagai contoh teknologi laserpuntur dan suntik hormonal yang akan sangat bermanfaat untuk sinkronisasi birahi dan perkawinan.
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Pengembangan kambing dan domba mempunyai prospek yang baik karena disamping untuk memenuhi kebutuhan daging di dalam negeri, kambing dan domba juga memiliki peluang sebagai komoditas ekspor. Untuk itu bibit kambing dan domba merupakan salah satu faktor produksi yang menentukan dan mempunyai nilai strategis dalam upaya pengembangannya secara berkelanjutan. Ternak domba dan kambing sangat potensial dijadikan lahan usaha, hal ini disebabkan ternak kambing memiliki beberapa kelebihan dan potensi ekonomi antara lain : tubuhnya relatif kecil, cepat mencapai dewasa kelamin, pemeliharaannya relatif mudah, tidak membutuhkan lahan yang luas, investasi modal usaha relatif kecil, mudah dipasarkan sehingga modal usaha cepat berputar.
DAFTAR PUSTAKA
BPS 2010. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek =24¬ab=12. Diakses pada tanggal 25 Februari 2012. Pukul 13:00 PM
Domba Farm. 2011. Kulit Domba dan Kambing Masih Jadi Primadona di Luar Negeri.
http://dombafarm.wordpress.com/2011/02/01/kulit-domba-dan-
kambing-masih-jadi-primadona-di-luar-negeri/. Diakses pada tanggal 25 Februari 2012. Pukul 13:10 PM
Domba
Garut.
2009.
Batam
Basis
Ekspor
Kambing.
http://dombagarut.blogspot.com/2010_02_01_archive.html. Diakses pada tanggal 25 Februari 2012. Pukul 13:13 PM
Hakiki, R. 2010. Domba Garut Terlangka di Dunia. http://rahmakiki.blogspot.com/ 2010/01/karakteristik-kambing-dan-domba.html.
Diakses
pada
tanggal
25
Februari 2012. Pukul 13:20 PM
Lembah
Gogogniti.
Kapan
negeri
Kita
Ekspor
Kambing
Dombahttp://blog.lembahgogoniti.com/2008/02/kapan-negeri-kita-eksporkambing-domba.html. Diakses pada tanggal 25 Februari 2012. Pukul 13:23 PM
Sinar Tani. Ekspor Kambing. http://www.sinartani.com/kolom/ekspor-kambing1260761498.html. Diakses pada tanggal 25 Februari 2012. Pukul 13:24 PM
Sinar Tani. Pengembangan Ternak Kambing dan Domba Bertumpu pada Budaya Lokal.
http://www.sinartani.com/ternak/pengembangan-ternak-kambing-dan-
domba-bertumpu-pada-budaya-lokal-1294028534.htm. Diakses pada tanggal 25 Februari 2012. Pukul 13:26 PM
Sodiq, Akhmad dan Abidin, Zainal. 2010. Sukses Menggemukkan Domba. Agromedia : Jakarta.
Trobos.
Domba
Kambing
:
Melirik
Pasar
Timur
Tengah.http://www.trobos.com/show_article.php?rid=8&aid=2561 Diakses pada tanggal 25 Februari 2012. Pukul 13:30 PM
Wordpress.com.
Domba
Garut
Terlangka
di
Dunia.
http://kandangbambu.wordpress.com/2009/12/15/potensi-domba-garut-sebagaiternak-alternatif. Diakses pada tanggal 25 Februari 2012. Pukul 13:32 PM