TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Menurut Tomaszewska et al. (1993) domba berasal dari Asia, yang terdiri atas 40 varietas. Domba-domba tersebut menyebar hampir di setiap negara. Ternak domba merupakan hasil domestikasi domba Argali (Ovis ammon), domba Urial (Ovis vignei) yang berasal dari Asia Tengah dan domba Moufflon (Ovis muimon) yang berasal dari Asia kecil dan Eropa. Blakely dan Bade (1985) menyatakan bahwa semua domba mempunyai karakteristik yang sama sehingga diklasifikasikan sebagai kingdom Animalia, phylum Chordata atau hewan bertulang belakang, class Mammalia atau hewan menyusui, ordo Artiodactyla atau hewan berkuku genap, family Bovidae atau hewan memamah biak, genus Ovis, spesies Ovis aries. Domba sejak zaman dulu sudah mulai diternakkan orang. Menurut Tomaszewska et al. (1993) hewan yang didomestikasi terlebih dahulu adalah kambing kemudian baru domba. Dijelaskan lebih lanjut bahwa ternak domba merupakan hasil seleksi berpuluh-puluh tahun, yang diperkirakan didomestikasi di areal yang dekat dengan laut Kaspia di daerah Stepa Aralo-Caspian sejak jaman neolitik. Domba kemudian menyebar ke arah timur yaitu sub-kontinen India dan Asia tenggara; ke barat yaitu ke arah Asia Barat, Eropa dan Afrika; kemudian ke Amerika, Australia dan Kepulauan Tropic Oceania. Ensminger (1991) menyatakan bahwa, awal domba didomestikasi di kawasan Asia dan Eropa. Ciri khas pada domba domestikasi adalah tanduk yang berpenampang segitiga dan tanduk yang melilit seperti spiral yang pada umumnya ditemukan pada jantan. Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis Einstiana (2006) menyatakan bahwa jenis domba ekor tipis memiliki tubuh yang kecil, sehingga disebut domba kacang atau biasa dikenal sebagai domba Jawa. Ekor relatif kecil dan tipis, bulu badan berwarna putih, kadang-kadang berwarna lain, belang-belang hitam di sekitar mata, hidung atau bagian tubuh lain. Domba betina umumnya tidak memiliki tanduk, sedangkan pada jantan memiliki tanduk kecil dan melingkar. Rataan bobot badan domba ekor tipis Jonggol jantan dan betina pada umur 2-3 tahun masing-masing 34,90±6,96 kg dan 26,11±4,12 kg. Devendra dan 3
McLeroy (1982) menyatakan bahwa domba jantan ekor tipis memiliki tanduk dengan bentuk melingkar, sedangkan betina tidak bertanduk. Bulu berupa wol kasar, berwarna putih dengan bercak hitam ditemukan di sekeliling mata dan hidung. Daerah penyebaran jenis domba ini adalah di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Domba Ekor Gemuk Einstiana (2006) menyatakan bahwa domba Ekor Gemuk banyak ditemukan di daerah Jawa Timur dan Madura serta pulau-pulau di Nusa Tenggara. Malewa (2007) menyatakan bahwa jenis domba ini di Sulawesi Tengah dikenal sebagai domba Donggala. Karakteristik domba Ekor Gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal ekor yang membesar merupakan timbunan lemak, sedangkan begian ujung ekor kecil tidak berlemak. Warna bulu putih, tidak bertanduk, bulu wol kasar. Ukuran tubuh domba ekor gemuk lebih besar daripada domba ekor tipis Bobot badan domba Ekor Gemuk Indramayu jantan dan betina pada umur 2-3 tahun masing-masing 46,08±8,33 kg dan 23,52±5,30 kg. Tebal pangkal ekor pada domba ekor gemuk jantan dan betina masing-masing 12,20±3,50 cm dan 5,26±1,61 cm (Einstiana, 2006). Domba Garut Devendra dan Mc. Leroy (1982) menyatakan bahwa domba Priangan merupakan domba hasil persilangan antara domba asli Indonesia, Merino dan domba ekor gemuk dari Afrika. Domba Garut dibagi ke dalam dua tipe, yakni domba tipe tangkas (aduan) dan domba tipe pedaging. Domba jantan memiliki tanduk yang cukup besar, melengkung ke arah belakang dengan ujung tanduk mengarah ke depan membentuk spiral. Hardjosubroto (1994) menyatakan bahwa domba Garut mempunyai ciri-ciri bertubuh besar, dahi konveks (cembung), tanduk pada jantan besar dan kuat yang melingkar seperti spiral. Pada domba Garut ditemukan kelompok domba yang mempunyai tipe telinga panjang, pendek dan rumpung. Bobot badan pada domba jantan 60-80 kg, sedangkan pada domba betina 30-40 kg, jumlah anak sekelahiran adalah 1,7 ekor per induk per kelahiran. Mulliadi (1996) menyatakan bahwa bobot badan domba Garut jantan dan betina pada umur 1-2 tahun di daerah Pandeglang dan Garut masing-masing 42,08-52,26 kg dan 28,70-32,35 kg. Domba Garut memiliki 4
bobot badan yang besar dibandingkan dengan bobot badan domba lokal lain. Suswati (2010) menyatakan bahwa rataan bobot badan domba keturunan Garut pada grade yang berbeda memiliki rataan bobot badan sebesar 30,28±3,40 kg lebih besar dibandingkan dengan domba lokal ekor tipis yang memiliki bobot badan sebesar 29,60±2,88 kg. Mansjoer et al. (2007) menyatakan bahwa masyarakat sudah dapat memisahkan antara tipe domba Garut tangkas dan pedaging. Dijelaskan lebih lanjut bahwa persilangan antara domba Garut tangkas dengan domba Garut pedaging dapat meningkatkan performa domba Garut pedaging yang semula berbobot badan lebih rendah. Ukuran-ukuran Tubuh Mulliadi (1996) menyatakan bahwa ukuran tubuh dengan komponenkomponen tubuh lain merupakan keseimbangan biologi sehingga dapat dimanfaatkan untuk menduga gambaran bentuk tubuh sebagai penciri khas suatu bangsa ternak tertentu. Penampilan seekor hewan merupakan hasil proses pertumbuhan yang berkesinambungan selama hewan hidup. Setiap bagian tubuh tersebut mempunyai kecepatan pertumbuhan atau perkembangan yang berbeda-beda. Menurut Diwyanto (1982) untuk mengetahui dan menentukan domba yang mempunyai produktivitas tinggi, ukuran tubuh berperanan penting. Muzani et al.(2005) dan Capote et al. (1998) menyatakan bahwa untuk menggetahui pendugaan jarak genetik dapat dilakukan pengukuran-pengukuran pada tulang ternak. Penggunaan ukuran tubuh yang meliputi tinggi pundak, tinggi panggul, panjang badan, lingkar dada, dalam dada, lebar panggul dan lingkar kanon pada domba Priangan; dilakukan oleh Diwyanto (1982) untuk menaksir bobot badan yang merupakan gambaran eksterior hewan sebagai ciri khas suatu bangsa. Ensminger (1991) menyatakan bahwa bobot badan domba jantan lebih tinggi dibandingkan betina. Doho (1994) menyatakan bahwa korelasi yang erat ditemukan antara bobot badan dan setiap ukuran tubuh yang merupakan perwujudan dari proses pertumbuhan yang terjadi pada hewan tersebut, untuk menjaga keseimbangan biologis. Setiap pertumbuhan komponen-komponen tubuh akan diikuti dengan peningkatan ukuranukuran tubuh. Panjang badan merupakan parameter yang digunakan oleh Doho (1994) untuk menduga bobot badan ternak. Doho (1994) menyatakan bahwa panjang badan, 5
tinggi pundak dan lingkar dada adalah ukuran tubuh yang paling berkorelasi erat dengan bobot badan ternak. Hal tersebut berarti ternak yang mempunyai tubuh besar akan mempunyai tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada yang lebih besar; sehingga dapat dinyatakan bahwa ukuran-ukuran tubuh dan berat badan merupakan ukuran penting dalam menilai sifat kuantitatif ternak yang akan digunakan pada program seleksi. Sumantri et al. (2008) menyatakan bahwa keragaman DNA mikrosatelit yang berhubungan dengan bobot badan pada domba lokal telah dilakukan sebagai informasi dari perkembangan dan perbaikan mutu genetik domba lokal di Indonesia. Hanibal (2008) menyatakan bahwa secara umum penciri bentuk domba silangan lokal dengan Garut jantan adalah panjang badan. Nurhayati (2004) menyatakan bahwa bobot badan dan panjang badan memiliki korelasi yang positif dalam penelitian ternak domba Priangan di Kabupaten Garut; masing-masing 0,97 dan 0,87. Muliadi (1996) menyatakan bahwa peubah lingkar dada dapat dijadikan patokan penciri ukuran. Nurhayati (2004) menyatakan bahwa lingkar dada mempunyai hubungan yang erat terhadap bobot badan domba Priangan di Kabupaten Garut. Hanibal (2008) juga menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara skor ukuran dengan lingkar dada. Dijelaskan lebih lanjut bahwa skor ukuran yang tinggi akan meningkatkan peubah lingkar dada yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Hafiz (2009) melakukan pengukuran ukuran tubuh ternak domba pada peubah panjang badan, tinggi badan,lingkar dada, dalam dada, lebar dada, panjang pinggul dan lebar pinggul untuk menduga bobot badan dan tipe ternak melalui indeks morfologi. Herrera et al. (1996) menyatakan bahwa panjang panggul, panjang kepala, dan lingkar kanon merupakan peubah penciri pada pengamatan ukuran-ukuran tubuh kambing yang diamati melalui analisis diskriminan. Sumantri et al. (2007) menyatakan bahwa ukuran fenotipik domba yang memberikan pengaruh kuat terhadap peubah pembeda pada kelompok domba lokal adalah peubah panjang badan, panjang tengkorak dan panjang ekor. Suryana (2008) menyatakan bahwa peubah lingkar dada dan panjang badan dapat dijadikan faktor sebagai penentu klasifikasi produktivitas domba melalui analisis faktor. Mulliadi dan Arifin (2008) menyatakan bahwa karakteristik ukuran tubuh dapat digunakan untuk mengetahui
6
umur perkembangan optimal testis serta korelasi terhadap tinggi pundak dan bobot badan sebagai kriteria seleksi serta penduga kesuburan domba jantan. Analisis Komponen Utama Menurut Gaspersz (1992) Aanalisis Komponen Utama atau disingkat AKU berguna untuk menerangkan varian-kovarian melalui kombinasi linear dari peubahpeubah. Tujuan AKU adalah untuk mereduksi data dari peubah-peubah asal menjadi komponen-komponen utama, sehingga diperoleh informasi struktur varian-kovarian dari peubah asal dan kumpulan data asli dalam bentuk matriks. Hayashi et al. (1982) menyatakan bahwa AKU dapat diturunkan dari dua jenis matriks yaitu matriks kovarian dan korelasi. Hayashi et al. (1982) menyatakan bahwa matriks kovarian lebih akurat dibandingkan dengan matriks korelasi. Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa AKU dapat digunakan untuk penelitian terhadap keragaman ukuran-ukuran tubuh hewan. Analisis Komponen Utama telah dilakukan oleh Haryani (2005) dan Erfan (2004) untuk mengidentifikasi karakteristik ukuran dan bentuk tubuh ternak kambing dan domba. Dijelaskan lebih lanjut bahwa komponen utama ke satu di sepadankan sebagai ukuran, sedangkan komponen utama ke dua sebagai bentuk. Salako (2006) menyatakan bahwa untuk mengetahui dan mencari pengaruh terhadap konformasi bentuk tubuh dapat digunakan Analisis Komponen Utama Faktor. Koefisien Keragaman, Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi Syahid (2009) menjelaskan bahwa nilai koefisien keragaman yang dianggap baik sampai sekarang belum dapat dibakukan karena beberapa faktor yang dapat mempengaruhi. Dijelaskan lebih lanjut bahwa faktor yang mempengaruhi koefisien keragaman adalah heterogenitas bahan, alat, media dan lingkungan percobaan. Walpole (1992) menyatakan bahwa koefisien korelasi antara dua peubah adalah suatu ukuran yang memiliki hubungan linear diantara kedua peubah. Koefisien korelasi sebesar r = 0,3 dan r = 0,6 memiliki makna berkorelasi positif. Dijelaskan lebih lanjut bahwa Koefisien determinasi memiliki proporsi keragaman total nilainilai peubah Y yang dapat dijelaskan oleh nilai-nilai peubah X melalui hubungan yang linear. Koefisiensi determinasi R2 = 0,90 mengandung makna bahwa 90% diantara keragaman dalam nilai Y dapat dijelaskan hubungan linear dengan nilai X. Noor (2008) menyatakan bahwa untuk membandingkan diantara dua populasi, perlu 7
diketahui koefisien keragaman. Dijelaskan lebih lanjut bahwa koefisien keragaman diperoleh dengan jalan membagi simpangan baku dengan rataan populasi. Suatu Populasi dapat dinyatakan lebih beragam karena populasi tersebut memiliki nilai koefisien keragaman yang paling besar. Rahmat et al. (2006) menyatakan bahwa koefisien keragaman dapat digunakan untuk mengetahui keragaman terhadap bobot lahir dan bobot sapih pada domba persilangan Barbados dan Priangan. Analisis Regresi Komponen Utama Gaspersz (1992) menyatakan bahwa Analisis Regresi Komponen Utama merupakan kombinasi teknik Analisis Regresi dengan Analisis Komponen Utama, yang pada dasarnya merupakan teknik analisis regresi yang dikombinasikan dengan teknik analisis komponen utama. Komponen utama dijadikan sebagai tahap analisis antara untuk memperoleh hasil akhir dalam analisis regresi. Penggunaan analisis regresi komponen utama biasa dilakukan dalam studi penelitian yang melibatkan peubah bebas dan saling ketergantungan satu dengan yang lain. Dengan demikian analisis komponen utama merupakan analisis regresi dari peubah tak bebas terhadap komponen-komponen utama yang tidak berkorelasi. Analisis regresi komponen utama bertujuan untuk menyederhanakan peubah yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) demensinya.
8