TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Domba Menurut Blakely dan Bade (1991) domba sudah sejak lama diternakkan orang, tetapi hanya sedikit saja yang mengetahui asal mula dilakukannya seleksi dan domestikasi domba. Domba dianggap keturunan dari jenis liar seperti Mouflon, yaitu sejenis domba yang berekor pendek. Varietas-varietas yang terdapat di Eropa dan Asia adalah merupakan stok dasar untuk menghasilkan wool, daging, kulit dan susu. Nampaknya jelas bahwa praktek-praktek seleksi tidak hanya menyingkirkan instink liarnya serta membiarkannya semakin tergantung pada manusia dalam hal tatalaksana dan produksi, tetapi juga ekor domba itu menjadi lebih panjang. Hampir semua bangsa domba yang sekarang mempunyai ekor yang panjang. Domba adalah suatu spesies hewan yang hampir tidak memiliki instink untuk mempertahankan diri serta begitu besar ketergantungannya pada manusia. Tidak seperti hewan-hewan yang lain, domba mempunyai kecenderungan untuk cepat menyerah terhadap tekanan yang dialaminya. Domba menghasilkan dua produk utama yaitu daging dan wool. Cara seleksi untuk domba bervariasi, tergantung pada tujuan pemanfaatan domba itu. Pada kelas-kelas untuk tujuan dipotong, domba jantan dewasa (jantan kastrasi sebelum mencapai masa kelamin) adalah yang paling umum diperbandingkan, meski yang betinapun dapat pula diperbandingkan (Blakely dan Bade, 1991). Domba termasuk golongan hewan-hewan bertulang belakang. Klasifikasi domba menurut Blakely dan Bade (1991) adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Klass
: Mammalia
Ordo
: Artiodactyla
Familia
: Bovidae
Genus
: Ovis
Species
: Ovis aries
Domba Ekor Tipis Menurut Subandriyo dan Djajanegara (1996) domba lokal terdiri atas dua bangsa yaitu domba ekor tipis dan domba ekor gemuk. Asal-usul domba ini tidak diketahui dengan pasti. Namun diduga berasal dari India dan domba ekor Gemuk berasal dari Asia Barat. Domba ekor tipis mempunyai karakteristik reproduksi yang spesifik, yang dipengaruhi oleh gen Prolifikasi dan dapat beranak sepanjang tahun (Subandriyo dan Djajanegara, 1996). Tetapi domba ini kurang produktif jika diusahakan secara komersial karena karkas yang dihasilkan sangat rendah (45-55% dari bobot hidup) dan pertumbuhannya lambat (Mulliadi, 1996). Domba ekor tipis ini memiliki tubuh yang kecil, untuk domba jantan dewasa 15-20 kg, biasanya berwarna putih disertai belang hitam di sekitar mata dan hidung. Domba jantan memiliki tanduk sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk. Sebagian besar domba ekor tipis ditemukan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan sedikit di Jawa Timur. Domba ekor tipis memiliki tubuh ramping, bercak hitam pada sekitar mata atau hidung, pola warna tubuh sangat beragam, kualitas wol yang rendah (kasar), serta ekor tipis, pendek dan tidak tampak timbunan lemak (Mulliadi, 1996). Bobot Potong Bobot potong adalah bobot tubuh ternak sebelum dipotong. Sedangkan bobot tubuh kosong adalah bobot potong setelah dikurangi dengan bobot isi saluran pencernaan dan empedu. Bobot potong yang semakin meningkat menghasilkan karkas yang semakin meningkat pula, sehingga dapat diharapkan bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar (Soeparno, 2005). Menurut Sunarlim dan Setiyanto (2005), bobot potong ternak domba lokal jantan pada umur dua tahun adalah 25,8 kg sedangkan bobot potong betina adalah 25,13 kg. Bobot dan Persentase Karkas Bobot karkas adalah bobot bagian tubuh setelah dikurangi bobot darah, kepala, kaki, kulit, saluran pencernaan, intestin, kantong urin, jantung, trakea, paruparu, ginjal, limpa, hati, dan jaringan lemak yang melekat pada bagian tubuh tersebut (Lawrie, 2003). Devendra dan McLeroy (1982) menyatakan bahwa karkas domba dapat dibedakan berdasarkan berat, umur domba, jenis kelamin dan tingkat perlemakan. Sebagai satuan produksi dinyatakan dalam bobot dan persentase karkas.
Persentase karkas merupakan perbandingan bobot karkas dan bobot potong. Menurut Sunarlim dan Setiyanto (2005), bobot karkas domba lokal jantan pada umur dua tahun adalah 12,53 kg dan persentase karkasnya adalah 44,18%, sedangkan ternak betina memiliki bobot karkas 11,7 kg dan persentase karkasnya 43,01%. Bobot Non Karkas Komponen non karkas menurut Lawrie (2003) adalah darah, kepala, kaki, kulit, saluran pencernaan, intestine, kantong urin, jantung, trakea, paru-paru, ginjal, limpa, hati dan jaringan lemak (yang melekat pada bagian tubuh tersebut). Persentase bobot organ internal (perut, usus, hati, paru-paru, jantung, pankreas, linmpa, ginjal, oesophagus dan kantong kemih) antara 32-33% dari bobot potong. Persentase bobot organ eksternal (kepala, empat kaki bagian bawah, ekor, kulit, kelenjar usus, penis, dan skrotum) adalah 20-24%, sedangkan persentase bobot darah lebih kurang 4%. Konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat hati, rumen, retikulum, omasum, usus besar, usus kecil, dan total alat pencernaan, tetapi menurunkan berat kepala, kaki dan limpa. Perlakuan nutrisional termasuk spesies pastura mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap berat non karkas internal seperti hati, paru-paru, jantung dan ginjal, sedangkan berat komponen non karkas eksternal, terutama kepala dan kaki, tidak terpengaruh (Soeparno, 2005). Potongan Komersial Karkas Pemasaran karkas biasanya dijual dalam bentuk potongan-potongan karkas yang disebut dengan potongan komersial karkas. Nilai komersial dari karkas pada umumnya tergantung pada ukuran, struktur dan komposisinya, dimana sifat-sifat struktural karkas yang utama untuk kepentingan komersisal tersebut meliputi bobot, proporsi jaringan-jaringan karkas, ketebalan lemak, dan penampilan luar dari jaringan tersebut serta kualitas dagingnya. Cara pemotongan karkas ditentukan oleh spesies ternak dan selera konsumen. Namun umumnya, setengah karkas dibagi menjadi dua potongan melalui tulang rusuk ke-10 dan ke-11 atau ke-12 dan ke-13 yaitu seperempat bagian depan (forequarter) dan seperempat bagian belakang (hindquarter). Karkas domba dibagi menjadi 7 potongan komersial yaitu kaki neck dan shoulder, rack, loin, leg, shank dan breast, flate serta flank (FAO, 1991).
Komponen Karkas Karkas dan potongan karkas dapat diuraikan secara fisik menjadi komponen jaringan daging tanpa lemak (lean), lemak, tulang dan jaringan ikat (fascia). Perubahan komponen karkas dengan meningkatnya berat karkas disebabkan pertumbuhan diferensial jaringan karkas. Perubahan komponen karkas sebanding dengan bertambahnya bobot karkas. Soeparno (2005) menyatakan tulang merupakan komponen yang tumbuh dan berkembang paling dini kemudian disusul oleh daging atau otot dan yang paling akhir jaringan lemak. Proporsi komponen karkas dan potongan karkas yang dikehendaki konsumen adalah karkas atau potongan karkas yang terdiri atas proporsi daging tanpa lemak yang tinggi, tulang yang rendah dan lemak yang optimal. Daging Menurut Soeparno (2005), daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan ganguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging adalah komponen utama karkas. Karkas juga tersusun dari lemak jaringan adipose, tulang, tulang rawan, jaringan ikat dan tendo. Komponen-komponen tersebut menentukan ciri-ciri kualitas dan kuantitas daging. Daging domba memiliki serat yang lebih halus dibandingkan dengan daging lainnya, jaringannya sangat padat, berwarna merah muda, konsistensinya cukup tinggi, lemaknya terdapat dibawah kulit yaitu antara otot dan kulit. Tulang Tulang adalah jaringan pembentuk kerangka tubuh, yang mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan ternak. Tulang sebagai kerangka tubuh, merupakan komponen karkas yang tumbuh dan berkembang paling dini, kemudian disusul oleh otot dan yang paling akhir oleh jaringan lemak. Selama pertumbuhan, tulang tumbuh secara kontinu dengan kadar laju pertumbuhan yang relatif lambat, sedangkan pertumbuhan otot relatif cepat, sehingga rasio tulang dengan otot menurun selama pertumbuhan (Soeparno, 2005).
Lemak Lemak merupakan salah satu sumber energi yang memberikan kalori paling tinggi. Lemak mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda. Awalnya pertumbuhan lemak
sangat
lambat,
tetapi
pada
saat
memasuki
masa
penggemukan,
pertumbuhannya meningkat dan cepat. Perlemakan mula-mula terjadi disekitar organ-organ internal, ginjal dan alat pencernaan kemudian lemak disimpan pada jaringan ikat sekitar urat daging dibawah kulit sebelum urat daging dan antara urat daging. Jaringan lemak yang terdapat diantara serat-serat urat daging tidak hanya memperlunak daging, tetapi juga memperlezat rasa. Urut-urutan yang lebih lengkap tentang perkembangan kedewasaan lemak depot adalah intermuskular, perirenal atau canel, lemak ginjal, lemak subkutan dan omental atau caul (Soeparno, 2005). Keragaman Gen Calpastatin Gen calpastatin dengan simbol CAST terletak diantara dua penciri apit mikrosatelit MCM527 dan BMS1247 pada posisi lokus 5q15–q21 antara 96,05796,136 Mb. Hasil analisis Quantitative Traits Loci (QTL) menunjukkan bahwa gen calpastatin berasosiasi kuat dengan sifat pertumbuhan pada domba silang balik antara Domba Ekor Tipis dengan domba Merino (Margawati, 2005). Palmer et al. (1998) melaporkan bahwa terdapat keragaman gen calpastatin domba Dorset pada bagian ekson 1C, intron 1 dan ekson 1D (no.akses GenBank AF016006 dan AF016007). Hasil pemotongan produk PCR dengan enzim restriksi MspI dan NcoI menghasilkan dua alel, yaitu alel M dan N. Enzim restriksi MspI menghasilkan produk 336 dan 286 bp sedangkan NcoI menghasilkan potongan produk 374 dan 248 bp. Hubungan Antara Sistem Calpain-Calpastatin dengan Sifat Pertumbuhan Pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponenkomponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia, terutama air, lemak protein dan abu pada karkas. Pertumbuhan komponenkomponen tersebut berlangsung dengan kadar laju yang berbeda, sehingga perubahan ukuran komponen menghasilkan diferensiasi atau perbedaan karakteristik individual sel dan organ (Soeparno, 2005). Pada tingkat sel pertumbuhan hewan ternak dapat
didefinisikan sebagai hyperplasia yaitu pertambahan jumlah sel melalui proses mitosis, dan hypertropi yaitu bertambahnya ukuran atau volume sel-sel otot. Kejadian hypertropi ini erat kaitannya dengan sistem calpain-calpastatin yang terdapat dalam jaringan tubuh (Koohmaraie et al.,1995). Calpain merupakan sebuah enzim proteolytic terkait dengan ion kalsium (Ca2+), yang ada dalam dua bentuk, yaitu μ-calpain dan m-calpain. μ-calpain merupakan calpain yang memerlukan ion Ca2+ dalam konsentrasi rendah, sedangkan m-calpain merupakan calpain yang memerlukan ion Ca2+ dalam konsentrasi tinggi. Calpain berfungsi untuk mendegradasi protein sel-sel otot (myofibril) di dalam jaringan otot (Carlin et al., 2006). Aktivitas calpain dalam jaringan otot postmortem dapat menyebabkan struktur protein sel otot menjadi lemah. Hal ini berakibat pada kualitas daging yang menjadi lebih empuk. Selain μ-calpain dan m-calpain, dalam sistem calpain juga terdapat calpastatin. Calpastatin ini merupakan inhibitor terhadap fungsi μ-calpain dan m-calpain, ketika aktivitas degradasi protein pada jaringan otot hewan hidup menurun, maka aktivitas calpastatin meningkat (Morgan et al. 1993). Aktivitas calpastatin yang tinggi dapat ditemukan pada domba yang mempunyai fenotipe callipyge. Kejadian hipertropy ini disebabkan oleh kandungan DNA otot yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kapasitas sintesis protein otot. Kejadian hipertropy terjadi setelah hewan dilahirkan sehingga tidak menyebabkan kesulitan beranak (dystocia). Selain itu hipertropy pada domba callipyge juga disebabkan oleh menurunnya degradasi protein otot sebagai akibat meningkatnya aktivitas calpastatin (Koohmaraie et al., 1995).
dari