Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
RESISTENSI ANTELMINTIK GOLONGAN BENZIMIDAZOLE PADA DOMBA DAN KAMBING DI INDONESIA (Antelminthic Resistance Against Benzimidazole Group on Sheep and Goats) DYAH HARYUNINGTYAS1, BERIAJAYA1 dan G. D. GRAY2 1 Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114, Indonesia International Livestock Research Institute, Los Banos, Laguna, Philippines
2
ABSTRACT Gastrointestinal nematodiasis is mostly found in sheep and goat, with the effect on inhibition of productivity and increasing of mortality mainly in young animals. Control of nematodiasis is usually by drenching with anthelmintic at regular basis. Regular treatments with same group of anthelmintics in sheep and goats cause strain of nematodes that resist to those anthelmintics. The aim of this study was to determine the preliminary status of anthelmintic resistance among sheep and goats whether anthelmintic has been used for years or anthelmintic never been used. The fecal samples were collected directly from rectum of individual animal or fresh feces from floor of pens in government farms, university farms and farmer flocks in the villages. Fifteen samples from several areas in West Java, Central Java and Daerah Istimewa Yogyakarta were collected for examination. Fecal samples were then processed for fecal egg counts reduction test (FECRT) and larval development assay (LDA). The results showed that resistance to anthelmintic (70 to 90%) was shown in two government farms (Kendal and IPB Darmaga) and one village farm (Ciomas). Further surveys were needed to study distribution of anthelmintic resistance in areas for development of sheep and goats inIndonesia. Key words: Sheep, goats, LDA, anthelmintic resistance ABSTRAK Infeksi cacing nematoda saluran pencernaan banyak menyerang domba dan kambing, serta merupakan salah satu faktor penghambat peningkatan produktivitas ternak yang sering menimbulkan kematian terutama pada ternak muda. Penanggulangan yang saat ini banyak dilakukan adalah dengan pemberian antelmintik dari golongan benzimidazole. Akibat pemberian antelmintik dari golongan yang sama secara terus menerus akan menimbulkan galur cacing yang tahan/resistensi terhadap antelmintik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kejadian resisten terhadap antelmintik pada domba dan kambing, baik yang sering diberi atau belum pernah diberi antelmintik. Untuk itu sampel tinja dikumpulkan langsung dari rektum hewan atau tinja segar dari lantai kandang. Lima belas contoh tinja dikoleksi dari ternak-ternak kepunyaan Dinas Peternakan, Perguruan Tinggi dan masyarakat di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sampel tinja tersebut diproses menggunakan metode Fecal Egg Count Reduction Test (FECRT) dan Larval Development Assay (LDA). Hasil pengujian menunjukkan bahwa resistensi antelmintik (70%-90%) ditunjukkan dari dua peternakan milik pemerintah (Kendal dan IPB Darmaga) dan satu peternakan milik masyarakat (Ciomas). Survei lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui penyebaran resistensi antelmintik di daerahdaerah pengembangan ternak domba dan kambing di Indonesia guna pengobatan cacing yang efektif dengan antelmintik dapat tercapai. Kata kunci: Domba, kambing, LDA, resistensi antelmintik
509
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
PENDAHULUAN Domba dan kambing merupakan ternak yang mempunyai nilai ekonomi cukup penting terutama bagi petani kecil di desa. Ternak ini dipelihara secara tradisional dan berfungsi sebagai tabungan, penghasil daging dan pupuk serta untuk mengisi pekerjaan bagi anggota keluarga. Diperkirakan populasi domba dan kambing (ruminansia kecil) di Indonesia adalah 7,5 juta ekor domba dan 14,1 juta ekor kambing (ANONIM, 1999). Nematoda saluran pencernaan merupakan parasit cacing yang paling banyak ditemukan pada ruminansia kecil dengan efek menghambat produktivitas ternak dan menyebabkan kematian pada ternak muda. Dari hasil penelitian sebelumnya dilaporkan angka pertumbuhan di hambat 30% pada domba yang dipelihara di desa (BERIAJAYA dan STEVENSON, 1985; 1986) dan mortalitas meningkat sampai 28% (HANDAYANI dan GATENBY, 1988). Oleh karena itu dapatlah diperkirakan berapa kerugian yang diakibatkan oleh parasit ini. Saat ini penanggulangan terhadap parasit cacing dilakukan dengan pemberian obat cacing yang dosisnya sesuai dengan dosis rekomendasi. Antelmintik yang sering digunakan secara luas adalah golongan benzimidazole. Pada peternakan milik pemerintah, setiap 3 bulan sekali ternak diberi antelmintik golongan benzimidazole tanpa didiagnosa terlebih dahulu apakah ternak tersebut terinfeksi cacing dalam jumlah besar atau tidak. Pada ternak milik masyarakat, antelmintik diberikan hanya untuk pengobatan pada ternak yang menunjukkan gejala cacingan. Pengobatan secara rutin dengan antelmintik mempunyai resiko terjadinya resistensi. Pada kondisi tersebut kemungkinan kecil antelmintik akan memberikan efikasi 100% terhadap semua jenis parasit dan 100% efektif sepanjang waktu. Hal tersebut karena, ketika antelmintik digunakan, beberapa parasit yang tahan terhadap antelmintik akan membawa gen resisten (WALLER, 1993). Situasi ini menyebabkan perlunya strategi yang berbeda saat pemberian antelmintik pada daerah yang tidak mempunyai kejadian resisten. Bagaimanapun juga frekuensi pemberian antelmintik memicu perkembangan resistensi antelmintik, meningkatkan residu obat pada produk hewan dan mempunyai efek negatif pada lingkungan. Pertimbangan yang perlu dipikirkan bahwa antelmintik mempunyai aktivitas yang tidak sama terhadap spesies dan stadium perkembangan cacing. Faktor lain yang mempengaruhi pengendalian parasit adalah adanya resistensi antelmintik yang bervariasi pada setiap daerah. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan perbedaan mendasar untuk memberikan rekomendasi yang berbeda dari satu daerah terhadap daerah yang lain. Kejadian resistensi antelmintik telah dilaporkan di seluruh dunia (PRICHARD, 1990; WALLER, 1993; WALLER et al., 1995 dan 1996). Di Asia Tenggara resistensi antelmintik telah dilaporkan di Malaysia (DORNY et al., 1993; SIVARAJ et al., 1994; RAHMAN, 1993), Thailand (KOCHAPAKDEE et al., 1995) dan Philipina (MARBELLA, 1991; ANCHETA and DUMILON, 2000). Pada beberapa daerah antelmintik telah digunakan secara meluas terutama di peternakan milik pemerintah. Laporan terakhir telah ditemukan adanya resistensi terhadap albendazole pada peternakan domba di Bogor (RIDWAN et al., 2000). Metode untuk mendeteksi antelmintik resisten yang umum digunakan adalah Fecal Egg Count Reduction Test (FECRT). Metode ini memberikan estimasi efektivitas antelmentik dengan membandingkan jumlah telur cacing per gram tinja sebelum dan sesudah pengobatan. Metode ini mempunyai kelemahan antara lain koleksi sampel harus dilakukan dari setiap hewan sehingga menyulitkan bila harus mendeteksi sampel dari sekelompok hewan dalam jumlah besar. Selain itu metode ini memerlukan dua kali kunjungan ke peternakan. Oleh karena itu dapatlah dimengerti 510
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
mengapa laporan tentang resisten antelmintik sangat jarang dilaporkan. Karena memang metode FECRT kurang praktis dan mahal. Uji secara in vitro yang dibuat atas dasar efek antelmintik pada perkembangan larva nematoda sampai dengan stadium ketiga telah dikembangkan sebagai metode diagnosa (LACEY et al., 1990) dan dikomersialisasi di Australia dengan nama paten Larval Development Assay (LDA) DrenchRite. Salah satu keuntungan uji ini adalah dapat digunakan untuk ternak yang dimiliki beberapa peternak kecil dimana tidak mungkin digunakan metode FECRT. Kesulitan untuk melakukan FECRT pada peternakan besar dengan jumlah hewan yang banyak dicerminkan dari laporan resistensi antelmintik di daerah tropik (GILL, 1996; WANYANGU et al., 1996; BOERSEMA and PANDEY, 1997; CHANDRAWATHANI et al., 1999). LDA Drenchrite (1996) digunakan untuk mendeteksi resistensi terhadap antelmintik golongan benzimidazole, levamizole, kombinasi benzimidazole dan levamizole serta ivermectin secara in vitro terhadap sebagian besar spesies cacing nematoda saluran pencernaan pada domba dan kambing, yaitu Haemonchus contortus, Trichostrongylus colubriformis dan Ostertagia circumcincta. LDA DrenchRite yang dipakai pada penelitian ini hanya berisi antelmintik golongan benzimidazole dan levamizole. Cara kerja dari LDA ini adalah telur cacing nematoda ditempatkan pada sumuran mikroplate yang telah berisi antelmintik, selanjutnya larva akan menetas sampai stadium ketiga. Konsentrasi bertingkat dari antelmintik diperlukan untuk memblokir stadium perkembangan larva yang telah disetarakan dengan efikasi secara in vivo. Uji DrenchRite mikroplat yang terdiri dari 8 baris dan 12 kolom sumuran, dimana kolom satu merupakan sumuran kontrol (tanpa warna) dan kolom 2 sampai 12 berisi obat cacing dari masingmasing golongan dengan konsentrasi bertingkat. Mikroplat DrenchRite ini diberi kode warna yaitu kuning untuk yang peka, hijau untuk yang resisten rendah sampai dengan menengah dan merah untuk yang resisten tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kejadian resistensi terhadap antelmintik golongan benzimidazole pada ternak domba dan kambing yang sering mendapat antelmintik sebagai metoda penanggulangan infeksi cacing. Diharapkan dengan diketahuinya kasus awal resistensi antelmintik, maka dapat disusun program penanggulangan yang lebih rasional. MATERI DAN METODE Sampel tinja Sampel tinja dikoleksi secara langsung dari rektum ternak atau tinja segar dari lantai kandang berasal dari ternak-ternak yang rutin menggunakan obat cacing. Sampel tinja dimasukkan dalam kantong plastik dan diikat sedemikian rupa sehingga tidak mengandung udara. Sampel ini tidak dimasukkan dalam thermos es untuk menjaga supaya daya tetas telur cacing tidak terganggu. Untuk proses LDA, tinja dari satu lokasi atau satu peternakan dicampur dari setiap individu ternak untuk mendapatkan 200 gr tinja. Mulai sejak koleksi sampel tinja sampai dengan prosesing di laboratorium diusahakan waktunya tidak lebih dari 5 hari. Sampel tinja diproses dengan metode FECRT dan LDA. FECRT digunakan sebagai metode pembanding dari LDA yang baru diperkenalkan. Pada penelitian ini FECRT hanya dilakukan pada lokasi yang memungkinkan untuk diuji dengan metode ini. Untuk mengetahui status resistensi, 511
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
sampel diambil dari ternak yang sering menggunakan obat cacing dan yang tidak pernah diberi obat cacing sebagai kontrol (apabila di lokasi tersebut ada). Pada uji pendahuluan ini sampel tinja yang diproses berasal dari peternakan pemerintah (stasiun pembibitan), peternakan milik universitas dan peternakan milik masyarakat yang berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Table 1. Lokasi pengambilan sampel tinja domba dan kambing untuk uji FECRT and LDA Lokasi
Jenis ternak
Antelmintik yang digunakan
Frekuensi pemberian
Babajurang, Jatitujuh, Kab. Majalengka, Jabar
Domba
Albendazole
Jarang
Ciomas, Kab. Bogor, Jabar
Domba
Oxfendazole
Sering
Dsn Kalisidi, Ungaran, Jateng
Kambing
Piperazine
Kadang-kadang
UPT Sumber Rejo, Kendal, Jateng
Kambing
Albendazole
Sering
Dsn Nangring, Turi, Kab. Sleman, DIY
Kambing PE
Albendazole
Kadang-kadang
Dsn Ngleri, Playen, Kab. Gunung Kidul, DIY
Domba dan kambing
Albendazole
Kadang-kadang
Darmaga IPB, Kab. Bogor, Jabar
Domba
Albendazole
Sering
FKH, Lama, Bogor, Jabar
Domba
Albendazole
Sering
FKH, Baru, Bogor, Jabar
Domba
Albendazole
Sering
BPTMargawati, 3 tahun, Kab.Garut, Jabar
Domba Garut
Albendazole
Sering
BPT Margawati, 1 tahun, Kab.Garut, Jabar
Domba Garut
Albendazole
Sering
Dsn Sukamaju, Kab.Garut, Jabar
Domba Garut
Albendazole
Kadang-kadang
Dsn Cihareday Atas, Sukatani, Garut, Jabar
Domba Garut
Albendazole
Kadang-kadang
Dsn Cihareday Bawah, Sukatani, Kab. Garut, Jabar
Domba Garut
Albendazole
Kadang-kadang
Dsn Cisaat, Sukatani, Kab. Garut, Jabar
Domba Garut
Albendazole
Kadang-kadang
Pada Tabel 1 dipaparkan lokasi dimana sampel tinja dikoleksi, jenis ruminansia kecil yang ada dan obat cacing yang biasa digunakan di lokasi yang bersangkutan. Pada survai ini tidak ditujukan pada peternakan yang tidak pernah diberi antelmintik, tetapi pada lokasi dimana ada peternakan yang sering memakai antelmintik, ada sebagian juga peternak yang ternaknya belum pernah diberi antelmintik yang ikut diambil sampelnya. Status pemakaian antelmintik Pada saat koleksi sampel, beberapa pertanyaan diajukan ke peternak mengenai ras, populasi, asal dan managemen ternak serta sejarah pemakaian antelmintik, selang pemberian dan jenis antelmintik yang digunakan. Dari data yang diperoleh hanya ada satu peternakan yang menggunakan antelmintik dari golongan piperazine.
512
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
Fecal Egg Count Reduction Test (FECRT) Tinja dari masing-masing ternak sebanyak 3 gram dilarutkan dengan air sebanyak 17 ml selama beberapa menit, setelah lunak lalu dihancurkan dan kemudian ditambah larutan garam jenuh sebanyak 40 ml untuk mengapungkan telur nematoda. Setelah itu sebagian larutan tinja tersebut diambil dengan pipet yang bagian atasnya ditutup dengan saringan dengan maksud agar endapan tinja tidak ikut terambil. Kemudian larutan tersebut diletakkan pada kamar hitung Whitlock (WHITLOCK, 1948). Telur nematoda dihitung kemudian (dalam kamar hitung) dan jumlahnya dikalikan 40. Penghitungan telur nematoda menggunakan metode ini dilakukan dari tinja hewan yang belum diberi antelmintik dan dua minggu setelah diberi antelmintik. Dari hasil penghitungan telur cacing tersebut dapat dilihat apakah ada penurunan jumlah telur cacing sebelum dan sesudah pengobatan. Efikasi obat cacing diperhitungkan dengan presentase jumlah telur cacing sebelum diberi obat cacing dan jumlah telur cacing 14 hari setelah diberi obat cacing (KOCHAPAKDEE et al., 1995). Apabila efikasi yang didapat 95% atau lebih berarti obat cacing yang digunakan masih efektif. Larval Development Assay (LDA) Sampel tinja sebanyak 100-200 gram dibuat larutan dengan menambah air 3 ml/gram tinja. Larutan tinja dihitung telur cacingnya (epg) dengan metode Mc Master (MANUAL of VETERINARY PARASITOLOGICAL LABORATORY TECHNIQUES, 1971). Sampel tinja harus mengandung epg lebih dari 100 untuk proses LDA lebih lanjut. Pada waktu yang bersamaan sampel tinja dipersiapkan untuk membuat pupukan larva. Tahap selanjutnya larutan tinja disaring secara bertingkat menggunakan saringan 250 µm, 180 µm, 75 µm sampai didapatkan filtrat kental dari saringan 25 µm. Filtrat selanjutnya ditempatkan di lapisan atas larutan gula bertingkat didalam tabung sentrifuse (10 ml 10% berwarna kuning untuk lapisan atas, 10 ml 25% berwarna biru untuk lapisan tengah dan 15 ml 40% berwarna merah untuk lapisan bawah) dan kemudian disentrifus pada 2200 rpm menggunakan bench top sentrifus selama 10 menit. Setelah disentrifus, telur nematoda akan terletak diantara lapisan kuning dan biru. Dengan menggunakan pipet pastur telur dikoleksi dan ditempatkan pada saringan 25µm. Telur dibersihkan dari larutan gula dengan cara mengalirkan air secara perlahan-lahan. Telur kemudian dikumpulkan pada tabung sentrifus 15 ml ditambah dengan aquades sehingga dalam 10 µl suspensi mengandung 20-40 butir telur. Satu plat dapat digunakan untuk tiga sampel dan diperlukan kira-kira 1ml suspensi tiap sampelnya. Selanjutnya 90 µl fungizone ditambahkan untuk tiap ml suspensi. Pada setiap sumuran mikroplat ditempatkan 20 µl suspensi telur cacing. Diperkirakan dalam satu sumuran terdapat 50-80 telur nematoda. Mikroplat diinkubasikan pada suhu 25oC selama 7 hari untuk memberikan kesempatan bagi telur untuk bekembang menjadi larva. Plat diperiksa setelah 16 jam terhadap ada tidaknya lapisan air pada permukaan sumuran. Jika air terabsorpsi dalam agar maka perlu ditambahkan aquades sebanyak +20 µl. Pada hari ke-7, telur yang telah berkembang menjadi larva dibunuh dengan larutan iodine sebanyak 20 µl dan selanjutnya jumlah larva dihitung. Penghitungan dilakukan di bawah mikroskop stereo dengan perbesaran 25x dan hanya dilakukan pada larva yang berkembang menjadi stadium 3. Pada saat ini pula pupukan larva dipanen dan diidentifikasi. Hasil yang diperoleh kemudian diinterpretasikan menggunakan Tabel baku yang telah disediakan oleh CSIRO Horizon Technology (DRENCHRITE, 1996). Efikasi dari antelmintik dihitung dari jumlah telur dalam sumuran dimana 50% dihambat pertumbuhannya.
513
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
Kriteria resistensi Resistensi mulai ditandai bila antelmintik yang digunakan tidak 100% efektif, artinya antelmintik tersebut tidak dapat membunuh semua jenis cacing yang ada. Bila efikasi berkisar antara 90-100% maka antelmintik tersebut masih dapat digunakan, tetapi bila efikasi mencapai <80% maka antelmintik harus segera diganti dengan golongan yang berbeda, sedangkan bila efikasi antara 8090% antelmintik harus digunakan dengan hati-hati, artinya strain cacing yang sudah resisten tidak boleh menyebar ketempat lain dan kemungkinan dosis antelmintik harus ditingkatkan atau mengurangi pemakaian obat cacing. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil wawancara dengan beberapa petugas dari Dinas Peternakan, Balai Penyidikan Penyakit Hewan dan Universitas/Institut serta informasi dari beberapa peternak pada lokasi survai menunjukkan bahwa antelmintik yang sering digunakan secara luas pada domba dan kambing adalah golongan benzimidazole. Kemungkinan besar antelmintik dari golongan ini telah digunakan dalam beberapa tahun, oleh karena itu studi kasus untuk mengetahui efektivitas antelmintik difokuskan pada antelmintik golongan benzimidazole. Selain itu ada sebagian kecil peternak yang menggunakan levamizole dan piperazine untuk penanggulangan parasit cacing. Hasil Fecal Egg Count Reduction Test dan Larval Development Assay disajikan pada Tabel 2. Tiga lokasi survai (Ciomas, Kendal and Darmaga) menunjukkan adanya resistensi baik menggunakan metode FECRT maupun LDA, karena efektivitasnya kurang dari 100%. Hasil dari FECRT efektivitas obat cacing hanya berkisar antara 67%-77% dan berdasar LDA efektivitas berkisar antara 71%-89%. Di daerah Ciomas, semua ternak dipelihara untuk tujuan penggemukan dan antelmintik digunakan secara rutin setiap tiga bulan sekali selama 2-3 tahun. Di daerah Kendal, ternak yang diperiksa adalah milik pemerintah untuk pembibitan, sedangkan di Darmaga merupakan ternak milik Fakultas Peternakan IPB untuk praktikum mahasiswa. Keduanya secara rutin mendapat pengobatan dengan antelmintik yang berisi albendazole (Valbazen) setiap tiga bulan sekali. Di daerah Kendal adanya antelmintik resisten harus segera ditangani mengingat ternak tersebut akan disebar ke daerah lain, sehingga penyebaran galur cacing yang resisten terhadap antelmintik dapat dicegah sedini mungkin. Di daerah Ciomas, kemungkinan tidak terlalu menjadi masalah karena ternak yang dipelihara hanya untuk penggemukan dan selanjutnya dipotong, sehingga walaupun terjadi kasus resistensi, populasi cacing yang sudah resisten tidak menyebar ke daerah lain., sedangkan di Kendal, maka ternak yang akan keluar harus bebas dari cacing. Menurut BORGSTEEDE et al. (1986) kejadian resistensi antelmintik ini mungkin merupakan hasil dari seleksi cacing yang resisten karena pengobatan pada ternak di peternakan, masuknya ternak yang membawa galur yang resisten ke dalam peternakan atau sebab lain seperti kontaminasi partikel tinja yang mengandung galur cacing yang resisten pada sepatu, mobil dan burung. Cara menangani ternak yang resisten terhadap obat cacing adalah dengan mengganti jenis obat cacing dari golongan yang berbeda, mengurangi pemakaian obat cacing atau campuran antara benzimidazole, levamisole dan naphthalophos (SANGSTER, 2001) serta membatasi lalu lintas ternak agar galur cacing ini tidak menyebar ketempat lain atau bila ternak akan dikeluarkan harus benar-benar bebas cacing.
514
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
Table 2. Persentase efektifitas Fecal Egg Counts Reduction Test and Larval Development Assay dari sampel tinja yang berasal dari domba dan kambing di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta Lokasi
Jenis ternak
Dsn.Babajurang, Jatitujuh, Kab.Majalengka, Jabar
Domba
100
100
95
Ciomas, Kabupaten. Bogor, Jabar
Domba
96.6
89
TA
Dsn. Kalisidi, Ungaran, Jateng
Kambing
100
100
TA
BPT Sumber Rejo, Kendal,Jateng
Goat
77.1
89
TA
LDA
FECRT BZ
LEV
Dsn.Nangring, Turi, Kab. Sleman, DIY
Goat
100
TA
TA
Dsn. Ngleri, Playen, Kab.Gunung Kidul, DIY
Domba dan kambing
100
100
TA
Darmaga IPB, Kab.Bogor, Jabar
Domba
67.1
71
94
FKH-IPB Lama, Bogor, Jabar
Domba
TA
99
100
FKH-IPB, Baru, Bogor, Jabar
Domba
TA
100
97
BPTMargawati, 3 tahun, Kab.Garut, Jabar
Domba
TA
97
97
BPT Margawati, 1 tahun, Kab.Garut, Jabar
Domba
TA
99
99
Dsn.Sukamaju, Kab.Garut, Jabar
Domba
100
100
94
Dsn. Cihareday Atas, Sukatani, Garut, Jabar
Domba
TA
100
97
Dsn. Cihareday Bawah, Sukatani, Kab.Garut, Jabar
Domba
97.8
100
94
Dsn. Cisaat, Sukatani, Kab. Garut, Jabar
Domba
TA
100
100
Keterangan: ANT CTL BZ LEV TA
= antelmintik = kontrol = benzimidazole = levamisole = tidak ada (Sampel tidak dapat diperoleh karena semua hewan dalam satu lokasi telah diobat cacing atau pada FECRT karena jumlah hewan terlalu besar dan mobilitas hewan yang tinggi yang tidak memungkinkan untuk diuji dengan metode ini)
Dari Tabel di atas juga diketahui bahwa di beberapa daerah yang diperiksa dimana domba dan kambing yang ada belum pernah diberi obat cacing tetapi tidak menunjukkan adanya resistensi. Hal ini menunjukkan bahwa populasi cacing yang ada masih sensitif terhadap antelmintik. Persentase populasi nematoda yang resisten dihitung dari rata-rata jumlah larva yang berkembang pada sumuran yang dianggap resisten dibagi jumlah larva yang berkembang pada sumuran kontrol, hasilnya dikali 100%; sedangkan efikasi keseluruhan dihitung dari 100% dikurangi persentase populasi nematoda yang resisten dan kemudian dikali peresentase efikasi berdasarkan LDA. Hasil identifikasi larva dari pupukan larva berdasarkan karakteristik morfologi larva stadium ketiga diketahui bahwa hampir semua lokasi didominasi oleh Haemonchus contortus (63%-96%), kecuali sampel yang dikoleksi dari Garut di dominasi oleh Cooperia sp (44%-90%) dan sampel dari FKH-IPB lama di dominasi Trichostrongylus sp (46%). Dari Tabel 3 diketahui bahwa dari ketiga lokasi yang telah terjadi resistensi, spesies yang dominan adalah Haemonchus contortus.
515
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
Tabel 3. Rata-rata efikasi terhadap benzimidazole dari sampel yang resisten berdasar Larval Development Assay Efikasi keseluruhan dari benzimidazole
Populasi nematoda yang resisten (%)
Hae
Oes
Tric
Coo
Bun
Kendal
82%
8%
60
15
23
2
0
Ciomas
81%
9%
94
0
2
4
0
Darmaga
71%
17%
85
0
15
0
0
Lokasi pengambilan sampel
Spesies nematoda yang resisten (%)
Keterangan: Hae = Haemonchus contortus Oes = Oesophagostomum spp Tric = Trichostrongylus spp Coo = Cooperia sp Bun = Bunostomum sp
Pada dosis rekomendasi jika efikasi sama dengan atau lebih besar dari 95% (90%) berarti nematoda masih benar-benar peka terhadap antelmintik golongan benzimidazole. Jika efikasi di bawah 90% berarti telah terjadi resistensi dengan tingkat yang sesuai dengan persentase resistensinya. Dari hasil di atas diketahui bahwa pada beberapa peternakan telah terjadi resistensi. Walaupun persentase kejadian resistensi antelmintik masih kecil tetapi hal ini perlu diwaspadai mengingat cepat atau lambat kejadian resistensi antelmintik akan meluas.VAN AKEN et al. (1994) pertama kali melaporkan adanya benzimidazole resisten pada Haemonchus contortus dari domba di Mindanao yang diuji menggunakan FECRT, Egg Hatch Assay dan pupukan larva. Domba tersebut telah diberi albendazole selama lima tahun. Selain itu dilaporkan juga bahwa resistensi terhadap antelmintik golongan benzimidazole sudah terjadi dan mungkin akan terjadi pada antelmintik golongan yang lain (HALL et al., 1978). Untuk kasus tersebut maka penggunaan antelmintik golongan benzimidazole harus dihentikan. Antelmintik dari golongan yang lain yang mempunyai mekanisme kerja yang lain dapat digunakan untuk mengendalikan parasit apabila resistensi sudah terjadi (ANCHETA dan DUMILON, 2000). Oleh karena itu diperlukan strategi yang berbeda dalam rekomendasi pemberian antelmintik pada daerah yang telah terjadi resistensi dan daerah yang tidak ada kasus resistensi. KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian ini telah ditemukan adanya kejadian resisten di tiga lokasi survai yaitu Kendal (Jawa Tengah), Ciomas (Jawa Barat) dan Darmaga IPB (Jawa Barat). resistensi tersebut berkisar antara 70–90%. Penelitian sebaran lokasi resistensi pada beberapa daerah lain di Indonesia kiranya perlu dilakukan sehingga dapat diketahui daerah penyebaran resistensi antelmintik terutama di daerahdaerah pengembangan ternak domba dan kambing, sehingga dapat diambil tindakan yang tepat untuk penanggulangan infeksi cacing. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini merupakan kerjasama antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan dengan International Livestock Research Institute dan Australian Center for International
516
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
Agriculture Research. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuannya sehingga kegiatan penelitian berjalan dengan baik. DAFTAR PUSTAKA ANCHETA, P.B. and R.A. DUMILON. 2000. Benzimidazole Resistance of Some Nematodes In Small Ruminants. Phillipp. J. Vet. Anim. Sci. No.26:147-152. ANONYMOUS. 1995. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta. BERIAJAYA and P. STEVENSON.1985. The Effect of Anthelmintic Treatment on The Weight Gain of Village Sheep. Proceedings 3rd AAAP Animal Science Congress I: 519-521. BERIAJAYA and P. STEVENSON.1986. Reduced Productivity In Small Ruminant In Indonesia As A Result of Gastro Intestinal Nematode Infections. In Livestock Production and Diseases in the Tropics, (eds M R Jainudeen, M Mahyuddin and J E Huhn). Proceedings of 5th Conference Institute Tropical Veterinary Medicine, Kuala Lumpur, Malaysia. BOERSEMA, J.H. and V.S. PANDEY, 1997. Anthelmintic Resistance of Trichostrongylids Sheep In The High Veld Of Zimbabwe. Vet. Parasitol. 68(4): 383-388. BORGSTEEDE, F.H.M. 1986. Resistance of Cooperia Curticei Against Fenbendazole. Res. Vet. Sci. 41:423-424. CHANDRAWATHANI, P., M. ADNAN and P.J. WALLER. 1999. Anthelmintic Resistance In Sheep and Goat Farms on Peninsular Malaysia. Vet. Parasitol. 82(4): 305-310. DORNY, P., E. CLAREBOUT, J. VERCRUYSSE, A. JALILA and R. SANI.1993. Benzimidazole Resistance of Haemonchus Contortus In Goats In Malaysia. Vet. Rec.133:423-424. DRENCHRITE. 1996. A Larval Development Assay for The Detection of Anthelmintic Resistance. Horizon Technology Pty Limited. Roseville, NSW, Australia. GILL, B.S. 1996. Anthelmintic Resistance in India. Vet.Parasitol. 63:173-176. HALL C.A, J.D. KELLY, N.J. CAMPBELL, H.V. WHITLOCK and I.C.A. MARTIN. 1978. The Dose Response of Several Benzimidazole Anthelmintics Against Resistant Strains of Haemonchus Contortus And Trichostrongylus Colubriformis Selected With Thiabendazole. Res. Vet. Sci. 25:364-367. HANDAYANI, S.W. and R.M. GATENBY. 1988. Effects of Management System, Legume Feeding and Anthelmintic Treatment on The Performance of Lambs in North Sumatra. Trop. Anim. Hlth and Prod. 20: 122-128. LACEY, E., J.M. REDWIN, J.H. GILL, V.M. DEMARGHERITI and P.J. WALLER. 1990. A Larval Development Assay for The Simoultaneus Detection of Broad Spectrum Abthelmintic Resistance. In: Boray J.C., Martin, P.J. and Roush R.T. (eds). Resistance of Parasites to antiparasitic drugs. MSD AGVET, Raway, NJ 177-184. MANUAL Of VETERINARY PARASITOLOGICAL LABORATORY TECHNIQUES. 1971. Technical Bulletin No 18, Her Majesty's Stationery Office. London MARBELLA, C.O. 1991. Prevention And Control of Gastrointestinal Parasites of Goats in The Bicol Region. Terminal Report, Regional Animal Disease Diagnostic and Research Laboratory, Departement of Agriculture, region V, Cabangan, Camalig, Albay. PRICHARD, R.K. 1990. Anthelmintic Resistance in Nematodes, Recent Understanding and Future Directions for Control and Research. Int. J. Parasitol. 20:515-523. RAHMAN, W.A. 1993. Resistance to Benzimidazole Anthelmintics by Haemonchus Contortus in Goats In Peninsular Malaysia. Vet Parasitol. 55:155-157.
517
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
RIDWAN, Y., F. SATRIJA, E.B. RETNANI and R. TIURIA. 2000. Haemonchus contortus Resistant to Albendazole on Sheep Farm in Bogor. Abstract in International Conference on Soil Transmitted Helminth Control and Workshop on Indonesian Association of Parasitic Disease Control. Bali, 21-24 February 2000. SANGSTER, N.C. 2001. Managing Paraticide Resistance. Vet. Parasitol. 98:89-109. SIVARAJ, S., P. DORNY, J. VERCRUYSSE and V.S. PANDEY. 1994. Multiple and Multigeneric Anthelmintic Resistance on a Sheep Farm in Malaysia. Vet. Parasitol. 55:159-165 KOCHAPAKDEE,S.,V.S. PANDEY, W. PRALOMKARN, S. CHOLDUMRONGKUL, W. NGAMPONGASI and A. LAWPETCHARA. 1995. Anthelmintic Resistance in Goats in Southern Thailand. Vet. Rec.137:124-125. Van Aken, D., J.T. Lagapa, A.P. Dargantes, M.A. Yebron and J. Vercruysse. 1994. Benzimidazole resistance in a field population of Haemonchus contortus from Sheep in the Philippines. Phil. J. Vet. Anim. Sci. 20(3&4): 73-78. WALLER, P.J. 1993. Control Strategies to Prevent Resistance. Vet. Parasitol. 46: 133-142. WALLER, P.J., K.M. DASH, I.A. BARGER, L.F. LE JAMBRE and J. PLANT. 1995. Anthelmintic resistance in nematode parasites of sheep: learning from the Australian experience. Vet. Rec. 136: 411-413. WALLER, P.J., F. ECHEVARRIA, C. EDDI, S. MACIEL, A. NARI and J.W. HANSEN. 1996. The Prevalence of Anthelmintic Resistance in Nematode Parasites of Sheep in Southern Latin America: General overview. Vet. Parasitol. 62:181-187. WANYANGU, S.W., R.K. BAIN, M.K. RUGUTT, J.M. NGINYI and J.M. MUGAMBI. 1996. Anthelmintic Resistance Amongst Sheep and Goats in Kenya. Prev. Vet. Med. 25: 285-290. WHITLOCK, H.V. 1948. Some Modification of the Mc Master Helminth Egg-Counting Technique and Apparatus. Journal of the Council for Scientific and Industrial Research 21: 117-118.
518