AGRIBISNIS JERUK DI JAWA TIMUR Q. D. Ernawanto dan Sugiono Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Korespondensi : Jl. Raya Karangploso Km.4 Malang, Tlp.(0341) 494052, Fax (0341) 471255, email :
[email protected]
ABSTRACT
The success of citrus agribusiness should refer to the Integrated Management of Citrus, known as Integrated Management of Citrus Gardens Healthy. Objective of the assessment was to obtain profiles include citrus agribusiness issues, alternative solutions to problems of citrus farming in East Java, especially in Jember district as the center of citrus production siem. Assessment is done through Participatory Rural Appraissal (PRA). Assessment conducted in March-December 2008. The results of the assessment indicate that until 2005, Jember district is one of the largest citrus production center in East Java, but now the population declined dramatically during the data year 2008 total citrus crop in Jember reached 2,094,485 trees, with productivity levels ranging from 40-60 kg/tree. Most of the citrus was developed in the fields of technical irrigated rice. Problems especially in the citrus agribusiness production centers in the district Umbulsari, Semboro, and Gumukmas is the low quality of seeds (seeds are not labeled), lack of knowledge and skills of farmers about the cultivation of citrus correctly reflected in the planting hole is made sober, fertilizing and Phonska ZA limited to, dominant disease that attacks citrus growers base of the stem and root rot (Phytophthora), CVPD (Liberobacter asiaticum). The dominant role middlemen determine the price. Average prices range from Rp 2,000 - Rp 3500/kg. The problem of farmers sell their harvest on their own not through the group, need strengthening farmers' groups. Keywords: Agribusiness Citrus, East Java PENDAHULUAN Permasalahan riel dalam pengembangan agribisnis jeruk di Jawa Timur adalah petani masih trauma dengan kehancuran usahatani jeruknya, karena pada umumnya tanaman jeruk hanya dapat berbuah (panen) tiga atau empat kali kemudian mati, padahal untuk menanti tanaman berbuah pertama mencapai waktu 3 tahun. Kondisi demikian salah satunya disebabkan oleh serangan penyakit jeruk yang mematikan (CVPD), sedang versi peneliti selain karena terkontaminasi penyakit adalah kurangnya pengelolaan secara memadai. Situasi di lapang yang demikian mempunyai dampak terhadap perilaku petani jeruk, diantaranya petani berusaha memacu pertumbuhan secepat mungkin semenjak tanam dan berusaha membuahkan sebanyak mungkin untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan asumsi tanaman berbuah 2 atau 3 kali kemudian matipun sudah untung. Kondisi petani jeruk dapat terjadi seperti diuraikan diatas, karena umumnya petani berjalan sendirisendiri dan banyak diantaranya yang hanya ikut-ikutan kepada keberhasilan orang lain. Hal tersebut melemahkan posisi petani dalam banyak hal, diantaranya bagaimana mengatasi permasalahan teknis maupun non teknis yang timbul. Untuk itu perlu keterpaduan dan peningkatan kemampuan semua pelaku dan mitra tani yang terkait dengan rantai perjerukan, antara lain petani dan kelompoknya, pedagang, pengawal teknologi dan pemodal serta yang lain dalam rangka untuk memperbaiki dan memperkokoh sistem yang telah berjalan selama ini, menuju agribisnis jeruk yang tangguh dan berkelanjutan. Sementara itu bibit jeruk bebas penyakit telah dihasilkan, teknologi budidaya jeruk telah diperoleh dan Pengkajian masih terus berjalan dan dilakukan untuk menuju penyempurnaan sejalan dengan perkembangan teknologi modern. Selain itu telah dicanangkan adanya dukungan kebijakan Pemerintah Daerah seperti “Teknologi Masuk Desa”. Sehingga yang diperlukan adalah bagaimana meramu dan memberdayakan semua komponen agribisnis seperti: perencanaan jangka panjang yang 1 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
matang, memperkuat permodalan, diseminasi dan implementasi teknologi, pemberdayaan petani/kelompok serta mitra tani, Pengkajian-Pengkajian untuk mendukung pengembangan lebih lanjut, pengawalan teknologi serta membangun pemasaran baik olahan maupun produk segar yang tangguh. Masalah utama dalam upaya rehabilitasi jeruk adalah bagaimana petani dapat mempertahankan dan mengelola kebun jeruk dari bibit bebas penyakit agar tidak terinfeksi oleh penyakit seperti Diplodia, Corticium, Tristeza, CVPD, serta kekahatan unsur hara. Pemecahannya adalah dengan penerapan PTKJS secara utuh dan benar. Masalahnya adalah keberadaan pengembangan kebun jeruk terpencar pada lahan petani yang sempit dan latar belakang sosial dan ekonomi petani yang beragam. Untuk mendukung hal tersebut seharusnya budidaya jeruk mengacu pada Pengelolaan Terpadu Tanaman Jeruk – PTT Jeruk, Supriyanto et al. (2000) mempopulerkan dengan istilah “Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat–PTKJS ”. PTKJS pada dasarnya terdiri dari beberapa komponen teknologi yaitu penggunaan bibit bebas penyakit (Supriyanto et al., 1994; 1995), pengendalian vektor tular penyakit (Nurhadi dan Istianto, 1992; Setyobudi et al., 1995), dan pemeliharaan yang optimal serta keterpaduan penerapan teknologi (Supriyanto et al., 1996). Penerapan PTKJS secara utuh dan benar menuntut kebersamaan dan keserempakan petani dalam menerapkan komponen-komponen teknologi. Dalam hal ini sangat diperlukan motivasi melalui inovasi dan diseminasi teknologi kepada semua pelaku agribisnis jeruk baik kepada petani maupun pendamping ataupun penyuluh melalui pelatihan-pelatihan dan studi banding dan yang lain. Pengkajian dilakukan dengan tujuan memformulasikan permasalahan riel di lapang sistem agribisnis jeruk siem di Jawa Timur dan perencanaan pembangunan agribisnis jeruk yang berkelanjutan. METODOLOGI Pendekatan Pemahaman permasalahan riel dan keadaan secara menyeluruh situasi sistem agribisnis jeruk dilakukan melalui pendekatan pemahaman pedesaan secara partisipatif - Participatory Rural Appraissal (PRA). Perbaikan teknologi dan sistem agribisnis dilakukan melalui pendekatan partispatif bersama pihak-pihak terkait pelaku agribisnis jeruk. Pengkajian didukung kegiatan laboratorium untuk hal-hal atau komponen-komponen teknologi tertentu seperti analisa tanah, hama-penyakit dsb. Tempat dan Waktu Pengkajian : Pengkajian dilaksanakan di daerah sentra produksi jeruk siem di Jawa Timur, yaitu di kabupaten Jember. Dilaksanakan pada bulan Maret sampai Desember 2008. Bahan dan Alat Pertanaman jeruk yang sudah berproduksi dan belum berproduksi, pupuk, pestisida, bahan kimia, bahan penolong, transparansi. Sprayer, gunting, kertas, spidol, kamera, dll akan digunakan selama pengkajian berlangsung. Metode Analisis Analisis data yang terkumpul melalui PRA dilakukan dengan metode short system metodology. Peningkatan kemampuan petani dilakukan penilaian melalui kuisoner pada awal dan akhir tahun HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Permasalahan Agribisnis Jeruk Hasil survei lapangan di lokasi sentra produksi jeruk siem di Jawa Timur khususnya di Jember meliputi Kecamatan Kencong, Semboro, dan Umbulsari sebagai berikut : Keragaan Sistem Usahatani Jeruk Siem a. Pola Tanam Pola tanam yang diterapkan oleh petani yaitu:
1.
Tanaman jeruk umur 0-3 tahun ditumpangsarikan dengan padi sawah. Pola tanam ini bertujuan memanfaatkan lahan sawah selama tanaman jeruk belum berproduksi, sebagai tambahan penghasilan selama tanaman jeruk belum berproduksi. 2. Pada tanaman jeruk 3 tahun digunakan pola tanam monokultur, karena pada umur tersebut tanaman jeruk sudah berproduksi sehingga dikhawatirkan terjadi kompetisi antara tanaman jeruk dengan tanaman padi sehinggga akan mengganggu pertumbuhan dan produksi tanaman jeruk. b. Teknologi Budidaya Secara umum dari hasil pengamatan di lapang keragaan teknologi budidaya jeruk yang dilakukan petani adalah sebagai berikut: 1. Bibit Sebagian besar keprok Siem dari hasil perbanyakan secara okulasi yang berasal dari kabupaten Tulungagung dan kabupaten Purworejo dalam bentuk cabutan dengan harga berkisar antara Rp 1.500 – Rp 3.000 per bibit, yang dibeli dengan cara pembayaran kontan (cash) dan cara hutang. 2. Penanaman Berhubung jeruk di tanam di lahan sawah, petani menanam jeruk pada “kenongan”-tanah yang ditumpuk membentuk gunungan, dengan jarak tanam 4 m x 5 m. 3. Pemeliharaan tanaman Pengairan Tanaman jeruk yang ditanam di tegal kebutuhan airnya bergantung pada air hujan, sedangkan di sawah pengairannya dapat diatur sesuai dengan keinginan petani. Pemupukan Takaran dan jenis pupuk anorganik yang diberikan sangat bervariasi antar petani. Pupuk anorganik (100 kg Urea + 50 kg SP36 + 100 kg ZK). Pemberian pupuk anorganik dilakukan sebanyak 2 kali yaitu saat awal musim penghujan dan 2 bulan kemudian saat buah jeruk berukuran sebesar kelereng. Cara pemberiannya disebar di bawah tajuk pohon kemudian ditutup tanah atau ada yang menggunakan cara dibuat 4 lubang di bawah tajuk pohon (empat arah mata angin). Pupuk organik berasal dari kotoran sapi atau kambing diberikan dengan dosis seadanya. Pupuk ini diberikan pada akhir musim kemarau sebelum turun hujan. Penyiangan Penyiangan pada tanaman yang belum berproduksi biasanya dilakukan bersamaan dengan penyiangan gulma tanaman sela. Sedangkan penyiangan gulma pada tanaman yang telah berproduksi biasanya dilakukan 2 kali, yaitu menjelang pemupukan anorganik I (awal hujan) dan pada saat pemupukan II. Penyiangan dilakukan dengan cangkul dan diupayakan tidak sampai mengenai akar tanaman jeruk. Pemangkasan Umumnya petani tidak melakukan pemangkasan pada tanaman muda, mereka beranggapan bahwa semakin banyak cabang/ranting akan menghasilkan buah yang lebih baik. Namun demikian dijumpai pula petani yang melakukan pemangkasan ranting terutama dilakukan setelah panen buah/menjelang tanaman jeruk dibungakan, dilakukan seperlunya dan kurang sempurna. Secara umum pemangkasan ranting tanaman jeruk hanya dilakukan pada cabang/ranting yang kering atau terserang penyakit, bukan untuk pembentukan arsitektur tanaman jeruk. Pembuahan Pada lahan-lahan yang dapat diairi (terutama lahan-lahan sawah), petani dapat melakukan pengaturan pembungaan tanaman jeruk (umum berbunga lebih awal +1 bulan), Penjarangan buah dilakukan seperlunya terbatas pada buah seukuran bola tenis dengan harapan hasil penjarangan buah masih laku dijual. Namun dijumpai pula petani tidak melakukan penjarangan buah sama sekali, akibatnya saat panen ukuran buah tidak seragam bahkan banyak yang berukuran kecil. Produktivitas tanaman jeruk berumur 4 tahun berkisar antara 6-15 kg/pohon, sedangkan tanaman berumur 5-6 tahun berkisar antara 25-30 kg/pohon.
4. Panen dan Pasca Panen Panen dilakukan apabila buah telah berumur 8-9 bulan setelah bunga mekar. Pemanenan dilakukan secara manual cukup dipluntir tanpa menggunting tangkai buahnya. Pada sistem penjualan dengan cara tebasan, pemanenan dilakukan oleh pembeli. Sedangkan apabila dijual berdasarkan bobot 3 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
buah, pemanenan dilakukan petani dan dilakukan grading berdasarkan ukuran besar buah yaitu kelas A (6-8 buah/kg), kelas B (8-12 buah/kg), sedangkan kelas C (13-16 buah /kg).
5. Cara Pemasaran Penjualan buah hasil panen dilakukan dengan cara tebasan (borongan) atau dipasarkan sendiri ke pasar lokal. Sebagian besar petani memilih menjual panenan dengan sistim borongan dengan alasan tidak perlu repot-repot. Sedangkan apabila pemasaran dilakukan berdasarkan bobot buah, maka harga jual buah dilakukan sesuai dengan grade buah, yaitu klas A seharga Rp 3 500,-/kg, klas B seharga Rp 2500,-/kg dan C seharga Rp 2.000,-/kg.
6. Hama dan Penyakit Jenis hama-penyakit yang ditemukan selama survai di lokasi tanaman jeruk sebagai berikut: Hama Jenis hama yang sering dijumpai menyerang tanaman jeruk ialah: a. Aphids Hama ini menyerang tunas-tunas muda terutama pada pupus tanaman, sehingga tunas/pupus yang diserang bentuknya mengeriting kebagian bawah, pertumbuhan vegetatif lambat dan ukuran daun kecil. b. Kutu Putih (Planococcus citri) Hama ini menyerang daun,cabang dan ranting, kadang-kadang terhadap buah. Sekresi hama ini mengandung zat gula yang manis sehingga menyebabkan timbulnya cendawan Jelaga yang mengakibatkan tanaman jeruk (daun dan ranting) berwarna hitam. Hama ini hidupnya menyenangi di bagian tanaman yang rimbun/teduh. Penyakit
Secara umum penyakit yang menyerang di kebun jeruk milik petani menyebabkan tingkat kerusakan lebih tinggi dibanding dengan serangan hama. Jenis-jenis penyakit yang dijumpai ialah: a. Blendok (Diplodia) Penyakit ini muncul di musim kemarau pada tanaman yang mengalami stress air, tingkat sanitasi yang rendah, terutama pada tanaman jeruk yang dibudidayakan di tegal/pekarangan. Tanaman jeruk yang terserang penyakit ini daun jeruk tampak menguning. Upaya pengendalian yang dilakukan petani dengan menyaputkan kapur ke batang tanaman dan ada juga yang menggunakan bubur Kalifornia. b. Jamur (Corticium) Jamur ini menyerang bagian batang, cabang dan ranting tanaman, pada musim hujan (kondisi lingkungan lembab). Penyakit ini cenderung dijumpai pada tanaman dengan kondisi tingkat sanitasi lingkungan kebun yang rendah. Gejala awal serangan jamur ini, sering tidak diketahui petani, sehingga akibatnya bagian tanaman yang terserang akan kering dan akhirnya mati. Pencegahan penyakit dilakukan dengan cara penyaputan batang dengan menggunakan kapur bangunan atau bubur Kalifornia dan memotong bagian ranting yang terserang. c. Busuk Pangkal Batang dan Akar (Phytophthora) Penyakit ini menyerang pada pangkal batang dan akar tanaman jeruk. Intensitas serangan terjadi pada saat musim hujan (kondisi tanah terlalu basah), namun dijumpai pula pada tanah yang diberi pupuk kandang. Tabel 1. Rangking permasalahan agribisnis jeruk di sentra-sentra produksi di Jawa Timur Masalah Rangking Pemasaran 1 Hama dan Penyakit 2 Modal 3 Bibit 4 Pemeliharaan 5 Dari hasil wawancara di lapang dengan beberapa petani responden, maka pengelolaan kebun dan beberapa simpul agribisnis lainnya mutlak untuk diperbaiki dan ditingkatkan karena: 1. Petani belum memahami kriteria bibit yang berkualitas baik. Bibit yang tersedia di pasaran sebagian besar adalah bibit ‘cabutan’ yang berasal dari luar daerah Jember (Tulungagung,
Purworejo, dan Kebumen) dan tidak diketahui kualitasnya. Umumnya petani memilih bibit hanya berdasarkan kenampakan fisik. 2. Teknologi budidaya tanaman yang diterapkan petani masih belum optimal, antara lain beragamnya pemupukan yang belum memenuhi kriteria tepat waktu, dosis, dan jenis. Sebagian besar petani belum dapat mengenali (mengidentifikasi) jenis hama dan penyakit maupun gejala kahat hara, serta cara mengatasinya. Demikian pula petani belum melakukan penjarangan buah, pemangkasan, dan pewiwilan. Panen sebagian besar dilakukan oleh penebas yang umumnya kurang menguntungkan petani, pasar jeruk masih dikuasai penebas/pedagang. 3. Lembaga Perkreditan belum banyak menyentuh masyarakat, padahal lembaga ini sangat dibutuhkan oleh petani untuk menunjang usahataninya. Untuk menentukan strategi yang akan dipakai dalam mengatasi permasalahan petani jeruk siem adalah analisis Strengh Weeknes Opportunity Treat (SWOT), sehingga kekuatan dan kelemahan dari petani jeruk dapat diidentifikasi untuk menghadapi ancaman dan menciptakan peluang. Adapun analisis SWOT yang akan dilakukan disajikan pada Tabel 2. Nampak pada Tabel 2, bahwa beberapa alternatif strategi yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan agribisnis adalah: a. Pengelolaan budidaya jeruk dengan penerapan PTKJS. b. Meminimasi ketergantungan petani jeruk pada tengkulak terutama masalah pasar. c. Memanfaatkan tokoh informal ataupun formal (Kades) sebagai penggerak petani jeruk. d. Mengembangkan usaha bersama terutama dalam hal pemasaran, pengadaan saprodi. e. Pelatihan ketrampilan dan pengetahuan PTKJS bagi petani dan petugas penyuluh. f. Membentuk dan mengaktifkan peran kelompok tani. g. Merangkul tokoh yang berpengaruh. h. Tengkulak tetap dilibatkan. Tabel 2. Analisis SWOT agribisnis jeruk di Jawa timur KEKUATAN KELEMAHAN Adanya keinginan yang kuat Kelompok tani belum INTERNAL untuk membudidaya-kan jeruk terbentuk Adanya figur pemimpin Pola menabung / informal maupun formal managemen usaha lemah (Kades) Masa/petani banyak Pemasaran hasil panen dikuasai tengkulak Potensi sumberdaya alam Kualitas bibit rendah sesuai untuk jeruk Respon terhadap inovasi Kurangnya pengetahuan teknologi budidaya jeruk petani dan penyuluh tentang budidaya jeruk yang benar EKSTERNAL PELUANG
Strategi Maxi-Maxi
Selisih harga produk Aplikasi tinggi PTKJS
Strategi Maxi-Mini
teknologi Merubah wawasan petani jeruk untuk berorientasi ke masa depan Pasar terbuka Memanfaatkan tokoh informal Melatih kemampuan dan formal (Kades) managemen Sarana-Prasana belum Mengembangkan usaha Melatih untuk berfungsi bersama terutama pemasaran membiasakan menabung dan saprodi Membentuk dan mengaktifkan Melatih ketrampilan dan Kelompok tani pengetahuan budidaya jeruk paket
5 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
Strategi Mini-Maxi
ANCAMAN Keamanan (Pencurian di lokasi kebun)
Merangkul berpengaruh
tokoh
melalui PTKJS Strategi Mini-Mini yang
Tengkulak tetap dilibatkan
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Permasalahan utama pada agribisnis jeruk di Jawa Timur adalah rendahnya mutu bibit, serangan penyakit terutama CPVD, busuk pangkal batang (Phytopthora), Diplodia, hama kepik hijau, dan pemasaran hasil jeruk terutama pada saat panen raya, serta lemahnya kelembagaan. 2. Pertanaman jeruk di kabupaten Jember umumnya diusahakan dan tersebar pada lahan-lahan sawah, dan utamanya rendahnya kandungan bahan organik 3. Perbaikan pengelolaan kebun perlu ditingkatkan agar petani lebih bergairah dalam berusahatani jeruk. 4. Agribisnis jeruk akan terwujud apabila ada kerjasama yang baik antara petani, pemerintah daerah dan lembaga terkait lainnya. 5. Model pengembangan sistem integrasi ternak (sapi, kambing) dengan tanaman jeruk dapat diterapkan untuk lebih menggairahkan dan meningkatkan agribisnis jeruk DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2001. Rencana Strategis Badan Pengkajian dan Pengembangan Pertanian 2001-2004. Departemen Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. 2001. _______. 2003. Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat. Strategi Pengendalian Penyakit CVPD. Lokalit Jehortis. Puslitbanghorti. Aubert B. 1987. Lee greening, line malaide infectieuse des agrumes, d’origine bacterienne transmise par des Homopterous psyllides BPS Kabupaten Jember. 2007. Kabupaten Jember dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember Conway GR. 1986. Agroecosystem Analysis for Research and Development, Winrock International Institute for Agriculture Developmnet, Bangkok. Dwiastuti ME, M Sugiyarto dan Yunawan. 1996. Seleksi Jenis Jeruk Toleran Terhadap Penyakit CVPD Isolat Daun. Makalah Simposium Pemuliaan Tanaman IV. Faperta UPN Veteran Jawa Timur. 12 hal. Dinas Pertanian Kabupaten Jember. 2007. Laporan Tahunan. Dinas Pertanian Pemerintah Kabupaten Jember Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur. 2006. Kegiatan Pengembangan Jeruk. Propinsi Jawa Timur. Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur FAO. 1991. Sustainable crop production and protection. Background Document 2. FAO/Netherlands Conference on Agriculture and Environment’s. Hertogenbosh, the Netherlands, 15-19 April 1991. Pranadji, T. 1995. Wirausaha, Kemitraan, dan Pengembangan Agribisnis secara berkelanjutan. Analisis CSIS XIV (5) : 332-343. Center for Strategic and International Studies. Jakarta. Supriyanto, A., M.E. Dwiastuti, A. Triwiratno, O. Endarto, dan Sutopo. 2000. Pengendalian Penyakit CVPD dengan Penerapan Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat (PTKJS). Dalam: M. Sugiyarto dan E. Widayati (Eds.). Petunjuk Teknis Rakitan Teknologi Pertanian. BPTP Karangploso. Hal 23-30. Setyobudi L., O. Endarto, S. Wuryantini dan A. Andayani. 1995. Status resistensi Citricidus terhadap jenis insektisida. Jurnal Hort:Vol5(1):30-34