KAJIAN EMPIRIS TENTANG TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI JAWA TIMUR (STUDI PADA 8 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR) JURNAL ILMIAH
Disusun Oleh :
David Albarqi 115020407111038 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
KAJIAN EMPIRIS TENTANG TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI JAWA TIMUR (STUDI PADA 8 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR) David Albarqi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email :
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk, upah minimum, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan tingkat pendidikan terhadap tingkat pengangguran terbuka di 8 Kabupaten/Kota di Jawa Timur dengan menggunakan metode data panel. Penelitian ini menggunakan software Eviews untuk menguji data penelitian. Hasil analisis untuk model ini menunjukkan variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh signifikan positif terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Variabel upah minimum dan tingkat pendidikan berpengaruh signifikan negatif terhadap TPT. Variabel pertumbuhan penduduk tidak memiliki pengaruh terhadap TPT. Kata Kunci : Pengangguran, Penduduk, Upah minimum, PDRB, Pendidikan A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan serangkaian usaha kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan mengarahkan pembagian pendapatan secara merata. Untuk memenuhi hal tersebut maka dibutuhkan suatu pekerjaan, terlebih pula dalam pembangunan ekonomi Indonesia kesempatan untuk mendapatkan suatu pekerjaan masih menjadi masalah utama. Kondisi seperti itu timbul karena adanya kesenjangan atau ketimpangan untuk mendapatkannya. Keterbatasan lapangan pekerjaan yang tersedia menjadi salah satu hambatan untuk mewujudkannya, sehingga terciptalah pengangguran. Indonesia juga masih dihadapkan pada dilema kondisi ekonomi yang mengalami ketidakseimbangan internal dan ketidakseimbangan eksternal. Ketidakseimbangan internal terjadi dengan indikator bahwa tingkat output nasional maupun tingkat kesempatan kerja di Indonesia tidak mencapai kesempatan kerja penuh (pengangguran) sedangkan ketidaksembangan eksternal terjadi dengan indikator bahwa tingkat output nasional hanya menunjukkan tingkat PDB yang meningkat tetapi tidak diikuti dengan kesejahteraan masyarakatnya. Di sisi lain, dilampirkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam delapan tahun terakhir menunjukkan rata-rata 5,9 persen per tahun menurut data BPS Nasional 2014 yang merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi selama mengalami krisis ekonomi 16 tahun lalu. Rata - rata pertumbuhan ekonomi tersebut didapat dari kontribusi berbagai daerah yang ada di Indonesia. Pulau Jawa yang merupakan salah satu dari berbagai daerah yang dimaksud mendominasi dalam pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 58,15 persen dari total pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,81 persen. Kontribusi kedua terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia disumbang Pulau Sumatera sebesar 23,9 persen, kemudian sisanya disumbangkan oleh pulau-pulau lainnya. Berdasarkan dari data pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa kontribusi Jawa Timur dalam PDRB terhadap GDP sebesar
15,0% yang merupakan terbesar kedua setelah DKI Jakarta yang berkontribusi sebesar 16,6%. Provinsi Jawa Timur sendiri terbagi menjadi 38 Kabupaten/Kota, 29 Kabupaten dan 9 Kota. Dimana percepatan pertumbuhan daerah bisa dicapai dengan memicu pusat - pusat pertumbuhan (growth poles) yang akan mendorong pertumbuhan daerah-daerah sekitarnya. Pusat pertumbuhan diperlukan sebagai perangsang bagi pertumbuhan daerah disekitarnya. Untuk menentukan daerah – daerah mana saja yang menjadi daerah pusat pertumbuhan di Provinsi Jawa Timur maka dilakukan analisis Tipologi Klassen. Alat analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan perkapita daerah. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menentukan daerah Provinsi Jawa Timur manakah yang termasuk dalam kategori daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah berkembang cepat (high growth but low income), dan daerah relatif tertinggal (low growth and low income) (Syafrizal, 1997). Dari semua daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur kemudian dikelompokkan dalam kuadran I hingga kuadran IV, dimana berdasarkan hasil dari analisis tipologi klassen, Kota Surabaya, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu, Kota Madiun, Kota Probolingo, dan Kabupaten Bojonegoro termasuk dalam kuadran I. Kuadran tersebut lalu dijadikan sebagai studi kasus dalam penelitian ini. Tahun 2010 hingga 2014 rata–rata tingkat pengangguran terbuka di delapan kabupaten/kota terkait lebih tinggi dibandingkan dengan rata–rata tingkat pengangguran terbuka Jawa Timur. Hal tersebut tentu menjadi permasalah dimana masing – masing dari kedelapan wilayah tersebut diketahui telah menjadi kontributor tertinggi dalam perolehan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Sedangkan pertumbuhan penduduk setiap tahunnya diduga menjadi salah satu faktor penentu dalam mempengaruhi tinggi rendahnya angka pengangguran di suatu wilayah. Dalam teori Deviden Demografi atau bonus demografi suatu wilayah harusnya akan menjadikan besarnya populasi penduduk sebagai kekuatan dari wilayahnya ketika rata-rata populasi penduduk tersebut berada pada usia produktif 15-64 tahun. Karena pada usia produktif populasi penduduk dalam jumlah yang besar dapat meningkatkan output produksi atau dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayahnya. Namun menurut Nachrowi (2004) mengatakan bahwa bertambahnya jumlah penduduk secara absolut tentunya akan berdampak pada jumlah angkatan kerja di Indonesia. Juga tingginya populasi penduduk bahkan dapat menjadikan beban tersendiri bagi masing-masing daerah karena lapangan pekerjaan yang semakin terbatas dan tidak diimbangi dengan banyaknya penduduk yang kemudian akan berdampak pada tingkat pengangguran. Selain itu, tingkat upah juga diduga mempunyai pengaruh yang cukup kuat terhadap tingkat pengangguran, terutama di ranah Jawa Timur. Menurut Sholeh (2007) menyatakan bahwa upah minimum adalah sebuah kontroversi, bahwa upah minimum diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pekerja agar sampai pada tingkat pendapatan "living wage", yang berarti bahwa orang yang bekerja akan mendapatkan pendapatan yang layak untuk hidupnya. Upah minimum dapat mencegah pekerja dalam pasar monopsoni dari eksploitasi tenaga kerja terutama yang low skilled. Upah minimum dapat meningkatkan produktifitas tenaga kerja dan
mengurangi konsekuensi pengangguran seperti yang diperkirakan teori ekonomi konvensional. Pada realitanya menurut Alghofari (2010) setiap kenaikan tingkat upah akan diikuti oleh turunnya tenaga kerja yang diminta, yang berarti akan menyebabkan bertambahnya pengangguran. Upah mempunyai pengaruh terhadap jumlah angkatan kerja yang bekerja. Jika semakin tinggi tingkat upah yang ditetapkan, maka berpengaruh pada meningkatnya biaya produksi, akibatnya untuk melakukan efisiensi, perusahaan terpaksa melakukan pengurangan tenaga kerja, yang berakibat pada tingginya pengangguran Rata-rata tingkat upah minimum di delapan wilayah tersebut mengalami perkembangan yang pesat di tiga tahun terakhir. Hal tersebut disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang mengalami peningkatan tiap tahun dan juga tuntutan dari pihak buruh supaya upah mereka harus di sesuaikan dengan UU. No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Disisi lain upah minimum yang tinggi dipandang sebagai beban oleh pengusaha karena akan berakibat semakin tingginya harga per unit barang, akibatnya banyak produksi barang yang tidak terjual, sehingga harus menurunkan jumlah produksinya. Untuk menutupinya produsen akan mengurangi tenaga kerjanya dengan alasan tidak tercapainya target produksi sehingga terjadilah pengangguran. Selain banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal, pengangguran juga dikaitkan dengan faktor internal seperti kualitas sumber daya manusia dari para pekerja, salah satunya tingkat pendidikan yang melatarbelakanginya. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pekerja di 8 kabupaten/kota tersebut masih tergolong rendah, dimana tingkat pendidikan pekerja sebagian besar masih banyak terdapat pada sekolah dasar. Hal itu menandakan jika kualitas sumber daya manusia melalui tingkat pendidikannya di 8 Kabupaten/Kota tersebut belum sebaik dengan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang diberikan terhadap Provinsi Jawa Timur, B. KAJIAN PUSTAKA Determinan Tingkat Pengangguran Terbuka Adapun variabel - variabel yang diduga dapat mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka yakni variabel pertumbuhan penduduk, upah minimum, PDRB, dan tingkat pendidikan sebagaimana berikut ini telah dikaji dalam hubungannya dengan tingkat pengangguran terbuka. Efek pertumbuhan penduduk terhadap tingkat pengangguran dari pasar tenaga kerja, menyimpulkan bahwa pertumbuhan penduduk mempunyai implikasi yang penting bagi kesempatan kerja. Menurut Oberai (dalam Ghofari, 2010) pertumbuhan penduduk yang cepat tanpa disertai dengan proporsi investasi yang lebih besar, mengakibatkan kurangnya lapangan pekerjaan, meningkatnya pengangguran dan menghalangi transformasi struktural dalam angkatan kerja. Permintaan dan penawaran tenaga kerja merupakan jumlah usaha atau jasa kerja yang tersedia dalam masyarakat untuk menghasilkan barang dan jasa. Dalam definisi mengandung pengertian jumlah penduduk yang sedang dan siap untuk bekerja dan pengertian kualitas usaha kerja yang diberikan. Jumlah dan kualitas tenaga kerja tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor seperti jumlah penduduk, struktur umur, tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja, tingkat partisipasi angkatan kerja, tingkat penghasilan, pendidikan, produktifitas, dan sebagainya.
Dalam konteks pasar tenaga kerja kompetitif atau persaingan sempurna, pengusaha dan tenaga kerja dapat dengan bebas masuk dan keluar dari pasar kerja, sehingga alokasi tenaga kerja dapat terjadi pada suatu ekuilibrium yang efisien. Dalam pasar ini, dengan menggunakan pendekatan maksimisasi profit, pengusaha akan mempekerjakan karyawannya sampai marginal cost mereka sama dengan marginal revenue product of labour. Sebagaimana dapat dijelaskan dalam kurva upah minimum di pasar kompetitif atau pasar persaingan sempurna pada gambar 2.2 berikut: Gambar 2.2 Kurva Upah Minimum di Pasar Kompetitif
Sumber: Pratomo dan Saputra (2011) Gambar 2.2 menunjukkan kondisi keseimbangan harga dan tenaga kerja dilihat dari model kompetitif. Kurva permintaan tenaga kerja digambarkan menurun (downward sloping) menunjukkan marginal revenue product of labour (MRP). MRP yang menurun ini menunjukkan bahwa kontribusi terhadap output (produktivitas) akan meningkat pada tingkat yang lambat laun menurun (diminishing rate) ketika tenaga kerja ditambah. Di sisi lain, kurva penawaran tenaga kerja adalah menaik (upward sloping) menggambarkan alternatif-alternatif penerimaan yang diterima oleh pekerja. Tingkat keseimbangan dari tingkat upah dan tenaga kerja ditunjukkan oleh pertemuan antara kurva permintaan (D) dan kurva penawaran (S). Seperti yang ditunjukkan oleh gambar 1, tingkat upah keseimbangan adalah W 0, sedangkan E0 keseimbangan tenaga kerja (Pratomo dan Saputra, 2011). Di daerah atau negara yang mana kebijakan upah minimum diterapkan secara penuh, maka kelebihan penawaran ini bisa digambarkan dengan meningkatnya tingkat pengangguran. Tetapi untuk negara yang sedang berkembang, dimana tidak tersedianya social benefit bagi penganggur dan juga cukup besarnya sektor informal maka kondisi kelebihan penawaran tenaga kerja ini tidak selalu menunjukkan pengangguran yang meningkat, tetapi berpindahnya pekerja dari sektor formal (yang tercover oleh kebijakan upah minimum) ke sektor informal (yang tidak tercover oleh kebijakan upah minimum). Kondisi tersebut terdapat pada teori model dual sektor (Pratomo dan Saputra, 2011). Menurut Kurniawan (2013) yang melakukan penelitian tentang “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja pada Kabupaten/Kota Di Propinsi Sumatera Utara” yang menjadi rujukan dan persamaan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat adanya pengaruh PDRB dan jumlah pengangguran
yang bersifat positif dalam Teori Pertumbuhan Ekonomi. Dikatakan berpengaruh positif sebab pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi oleh peningkatan kapasitas produksi, sehingga jumlah pengangguran tetap meningkat seiring pertumbuhan ekonomi yang berlangsung. Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi yang meningkat tersebut berorientasi pada padat modal, dimana kegiatan produksi untuk memacu output dan menghasilkan pendapatan yang meningkat lebih diutamakan ketimbang pertumbuhan ekonomi yang berorientasi pada padat karya. Penelitian Okun (1980) dalam Dornbusch (1992) di Amerika Serikat yang dilatarbelakangi anggapan bahwa dari waktu ke waktu angkatan kerja mengalami pertumbuhan sehingga pengangguran akan naik kecuali jika output riil maupun kesempatan kerja mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Dalam bentuk pertumbuhan, Okun membuktikan bahwa tingkat pengangguran akan turun sebesar 0,4 persen setiap laju pertumbuhan PDB riil sebesar 1 persen per tahun. Hukum Okun ini merupakan hasil dari penelitian empiris sehingga hukum tersebut bukan merupakan hukum yang tetap, karena angka estimasi atas hubungan antara trend laju pertumbuhan output dan tingkat pengangguran akan berubah dari waktu ke waktu. Pengangguran juga berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia melalui tingkat pendidikan yang melatarbelakangi akan tinggi rendahnya kualitas pendidikan tenaga kerja. Jumlah pengangguran yang tinggi akan mengakibatkan kemakmuran kehidupan masyarakat berkurang. Pengangguran juga mengakibatkan pendapatan mereka berkurang. Pendapatan dalam hal ini merupakan faktor yang dominan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia yang nantinya faktor pendidikan akan menjadi faktor penting guna mendapatkan pendapatan yang layak. Todaro (1994) menyatakan bahwa selama beberapa tahun, sebagian besar penelitian dibidang ilmu ekonomi, baik di negara-negara maju maupun di negaranegara sedang berkembang, menitik beratkan pada keterkaitan antara pendidikan, produktifitas tenaga kerja, dan tingkat output. Hal ini tidak mengherankan karena, sasaran utama pembangunan di tahun 1950-an dan 1960-an adalah mamaksimumkan tingkat pertumbuhan output total. Akibatnya, dampak pendidikan atas distribusi pendapatan dan usaha menghilangkan kemiskinan absolut sebagian besar telah dilupakan. Pendidikan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar. Yang mana pendidikan mamainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara dalam menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Hipotesis H1 : Pertumbuhan penduduk berpengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran terbuka H2 : Upah minimum berpengaruh positif terhadap tingkat pengangguran terbuka H3 : PDRB berpengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran terbuka H4 : Tingkat Pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran terbuka C. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan 8 Kabupaten/Kota di Jawa Timur berdasarkan alat Tipologi Klasen periode 2002-2014. Penelitian ini menggunakan metode data panel. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari beberapa sumber yaitu,
Badan Pusat Statistik Daerah Jawa Timur dan Disnakertrans Jawa Timur. Berikut Merupakan model dari penelitian ini :
Dimana TPT PP UM PDRB PDD it β
=
+
+
+
+
: Tingkat Pengangguran Terbuka (Y) : Pertumbuhan Penduduk (X1) : Upah Minimum (X2) : Produk Domestik Regional Bruto (X3) : Tingkat Pendidikan (X4) : Subjek (Kabupaten/Kota) dan Periode waktu : Koefisien
+
Varibel Dependen Penelitian ini menggunakan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebagai variabel dependennya. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. Variabel Independen Pertumbuhan penduduk dalam penelitian ini merupakan data yang tersedia di website dan dokumentasi cetak BPS Jawa Timur. Upah minimum yang dipakai menggunakan data logaritma Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), dimana data berasal dari Disnakertrans Jawa Timur. PDRB yang dipakai menggunakan logaritma dari PDRB harga konstan, data diambil dari dokumentasi cetak BPS Jawa Timur. Tingkat pendidikan diukur dari pendidikan terakhir, data diambil dari laporan tahunan BPS Jawa Timur. D. HASIL DAN PEMBAHASAN Variabel C Pertumbuhan Penduduk
Koefisien -0.866462
t-statistik -0.042590
Probablilitas 0.9661
0.041166
1.003649
0.3182
Upah minimum -8.330095 -5.245038 PDRB 4.890027 2.548184 Pendidikan -0.068047 -2.474401 R-squared 0.667133 Adjusted R-squared 0.627334 F-statistik 16.76246 Prob (F-statistic) 0.00000 Sumber : hasil output eviews 2016 (diolah)
0.0000 0.0125 0.0152
Keputusan Tidak signifikan Signifikan Signifikan Signifikan
Model regresi data panel untuk tingkat pengangguran terbuka periode 20022014 berdasarkan perhitungan estimasi adalah sebagai berikut : TPT = -0.866462 + 0.041166 (pertumbuhan penduduk) – 8.330095 (upah minimum) + 4.890027 (PDRB) – 0.068047 (pendidikan) + E Hasil pengujian secara simultan menghasilkan F hitung sebesar 9.12 (Sig F = 0.0000). Jadi F hitung lebih besar dari F tabel (16.76 > 9.12) dan Sig F lebih kecil dari α 5%(0.0000<0.05). dengan demikian H1 diterima dan H0 ditolak yang berarti
bahwa secara bersama-sama (simultan) variabel pertumbuhan penduduk, upah minimum, PDRB, dan tingkat pendidikan mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel tingkat pengangguran terbuka (TPT). Maka model regresi bisa dipakai untuk memprediksi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam penelitian ini. Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menaerangkan variasi variabel dependen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai Adjusted R-square (R2) memiliki nilai yang cukup tinggi sebesar 0.627334 mencerminkan bahwa variabel independen dalam model mampu memberikan lebih dari separuh informasi yang dibutuhkan dalam menjelaskan perubahan variabel dependen. Uji Autokorelasi Autokorelasi menunjukkan korelasi diantara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi perlu dilakukannya uji uji Durbin-Watson (DW-test). Hasil uji uji Durbin-Watson (DW-test) Autokorelasi Positif
Tidak Dapat Diputuskan
Bebas Autokorelasi
Tidak Dapat Diputuskan
Autokorelasi Negatif
1,925821
1,6016
1,7610
2,1832
2,2911
Observations : 104 k :4 Dl : 1,6016 dU : 1,7610 Durbin-Watson stat : 1,925821 Sumber : hasil output eviews (2016) Dari tabel di atas dapat terlihat nilai dari Durbin Watson sebesar 1.925821 yang terletak diantara DL dan DU. Dengan angka tersebut mengindikasikan bahwa tidak terdapat autokorelasi telah terpenuhi atau bebas dari autokorelasi Uji Heterokedastisitas Heteroskedastisitas merupakan keadaan dimana semua gangguan yang muncul dalam fungsi regresi populasi tidak memiliki varians yang sama. Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan cara uji white heteroscedasticity yang tersedia dalam program eviews. Pengujian hipotesis heteroskedastisitas dengan Ho berarti tidak ada masalah heteroskedastisitas dan H1 berarti ada masalah heteroskedastisitas dalam model regresi. Jika p-value Obs*R-squared > a, maka H0 diterima. Hasil Uji White F-statistic Obs*R-squared
3.123107 11.65292
Prob. F(4,99) Prob. Chi-Square(4)
0.0183 0.0201
Scaled explained SS 9.644974 Sumber : hasil output eviews (2016)
Prob. Chi-Square(4)
0.0469
Tabel di atas menunjukkan hasil dari uji white heterocedastisity dengan nilai p-value Obs*R-square sebesar 0.0201, maka dapat dikatakan bahwa H0 diterima atau dalam uji tersebut tidak terdapat heterokedastisitas dalam model karena pvalue Obs*R-square > α (0.01). Jadi pada persamaan regresi data panel pada penelitian ini menggunakan Cross section weight untuk memperbaiki hasil output sehingga dapat terhindar dari adanya autorelasi dan heterokedastisitas. Pertumbuhan penduduk berpengaruh positif terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka Hasil analisa tersebut mendukung penelitian yang dilakukan oleh Alghofari (2010) yang berpendapat bahwa jumlah penduduk berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat pengangguran di Indonesia. Dengan pertumbuhan penduduk yang terus menerus meningkat ini akan menimbulkan suatu masalah dalam kependudukan, termasuk ketenagakerjaan, dan seperti yang diungkapkan Nachrowi (2004) bahwa bertambahnya jumlah penduduk secara absolut tentunya akan berdampak pada jumlah angkatan kerja di Indonesia. Juga tingginya populasi penduduk bahkan dapat menjadikan beban tersendiri bagi masing-masing daerah karena lapangan pekerjaan yang semakin terbatas dan tidak diimbangi dengan banyaknya penduduk yang kemudian akan berdampak pada tingkat pengangguran. Upah minimum berpengaruh negatif terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka Hal tersebut mendukung beberapa penelitian terdahulu seperti pada penelitian Pratomo dan Saputra (2011) yang mengatakan di daerah atau negara yang mana kebijakan upah minimum diterapkan secara penuh, maka kelebihan penawaran tingkat upah bisa digambarkan dengan meningkatnya tingkat pengangguran. Tetapi untuk negara yang sedang berkembang, dimana tidak tersedianya social benefit bagi penganggur dan juga cukup besarnya sektor informal maka kondisi kelebihan penawaran tenaga kerja ini tidak selalu menunjukkan pengangguran yang meningkat, tetapi berpindahnya pekerja dari sektor formal (yang tercover oleh kebijakan upah minimum) ke sektor informal (yang tidak tercover oleh kebijakan upah minimum). Kondisi tersebut terdapat pada teori model dual sektor. Hal tersebut didukung dengan statistik tenaga kerja yang terserap di sektor informal di 8 Kabupaten/Kota Jawa Timur rata-rata sekitar 70%, sedangkan sektor formal hanya menyerap tenaga kerja rata-rata sekitar 30%.
PDRB berpengaruh positif terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka Didukung oleh hasil analisa penelitian ini mendukung penelitian terdahulu oleh Nainggolan (2009) juga dari Teori Pertumbuhan Ekonomi yang menjadi rujukan dan persamaan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat adanya pengaruh PDRB dan jumlah pengangguran yang bersifat positif. Terjadinya hubungan yang positif antara PDRB dengan tingkat pengangguran ini banyak disebabkan oleh meninkatnya PDRB di 8 Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang hanya didominasii oleh sektor - sektor padat modal saja, bukan di sektor-sektor padat karya yang notabenenya lebih membutuhkan banyak tenaga kerja.
Tingkat Pendidikan berpengaruh negatif terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka Hubungan antara tingkat pendidikan dan pengangguran juga bisa dijelaskan dalam teori signaling and screening. Secara sederhada, teori ini menjelaskan bahwa tingkat pendidikan bisa diasumsikan sebagai “kartu garansi” atau sebagai jaminan oleh seseorang ketika orang tersebut akan melamar pekerjaan. Lebih lanjut, teori ini memberikan asumsi dasar mengapa tingkat pendidikan mampu mempengaruhi tingkat pengangguran. Asumsi dasar yang dikemukakan adalah: (1) pendidikan yang lebih tinggi akan lebih baik apabila dibandingkan dengan pendidikan yang lebih rendah, dan (2) tingkat pendidikan, daerah asal, dan usia akan mempengaruhi tingkat kompetitif seseorang. Adapun hasil analisis dalam penelitian ini mendukung apa yang dihasilkan dalam penelitian Sirait (2013) yang menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap jumlah pengangguran di Provinsi Bali. Meskipun pengaruhnya kecil (-0.229), namun dalam setahun dapat mengurangi jumlah penganggur sebesar 229 jiwa. E. PENUTUP Kesimpulan Dari analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, 1. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang tinggi menurunkan angka pengangguran, hal itu dapat terjadi karena kelebihan penawaran tenaga kerja, sebagai akibat dari tingginya UMK, membuat permintaan tenaga kerja menjadi menurun di sektor formal, sehingga kelebihan penawaran tenaga kerja tersebut berpindah ke sektor informal. 2. Selanjutnya, dengan semakin tingginya UMK tiap tahunnya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi meningkatkan tingkat pengangguran terbuka, dimana hal tersebut terjadi karena pertumbuhan ekonomi lebih berorientasi pada padat modal daripada padat karya dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang maksimal. 3. Disamping itu, dengan semakin tingginya tingkat pendidikan seseorang maka nilai waktunya menjadi semakin mahal, semakin tinggi pula kualitas sumber daya yang diperoleh, sehingga mempermudah seoseorang tesebut dalam mencari suatu pekerjaan, kemudian secara tidak langsung hal tersebut dapat menekan angka pengangguran. 4. Sedangkan pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi, dimana diasumsikan jumlah angkatan kerja juga bertambah, akan meningkatkan tingkat pengangguran, hal tersebut dapat terjadi karena masih terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia sehingga tidak dapat menampung sebagian besar pertambahan penduduk tersebut. Saran Berdasarkan uraian yang sudah disampaikan pada bagian kesimpulan di atas, maka dapat diajukan saran sebagai berikut : 1. Seiring dengan semakin tingginya pertumbuhan penduduk setiap tahunnya, diharapkan bagi pemerintah daerah untuk lebih memberikan porsi lebih terhadap penyediaan lapangan pekerjaan sehingga kelebihan penduduk tersebut dapat banyak tersaring dalam dunia pekerjaan.
2. Pengembangan kualitas tenaga kerja juga perlu diperhatikan terutama yang berkaitan dengan pendidikan tenaga kerja, lebih memfasilitasi untuk pelatihan-pelatihan kerja agar nantinya mampu bersaing dalam dunia kerja. 3. Sedangkan untuk menunjang kesejahteraan masyarakat diharapkan juga agar upah minimum yang diterapkan tidak berdampak negatif, baik bagi perusahaan yang menerapkan upah minimum atau juga bagi kondisi kesejahteraan tenaga kerja di 8 Kabupaten/Kota terkait agar tetap terjaga. 4. Dengan tingginya juga pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur diharapkan untuk lebih mengalokasikan untuk perusahaan yang berorientasi pada padat karya, sehingga permintaan akan tenaga kerja tidak menurun juga bisa terus mendukung kesempatan untuk mendapatkan suatu pekerjaan, dengan begitu dapat menurunkan angka pengangguran. DAFTAR PUSTAKA Alghofari, Farid. 2010. Analisis Tingkat Pengangguran di Indonesia Tahun 19802007. Jurnal Ilmiah Pengangguran, Vol. 1 (No. 2). Semarang: Universitas Diponegoro Alim, M. Arum. 2007. Analisis Faktor Penentu Pengangguran Terbuka Di Indonesia Periode 1980-2007. Jurnal Ilmiah. Semarang: Universitas Negeri Semarang Amir,
Amri. 2007. Pengaruh inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran di Indonesia. Jurnal Inflasi dan Pengangguran, Vol. 1, (No.1) : 4-9
Arfida, BR. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Ghalia Indonesia: Jakarta Arifin, Zainal. 2010. Analisis Perbandingan Perekonomian Pada Empat Koridor Di Provinsi Jawa Timur. Humanity Journal, Vol. 5, (No. 2) : 161 - 167 Arsyad, Azhar. 1997. Media pengajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Atmanti, Dwi Hastarini. 2005. Investasi Sumber Daya Manusia Melalui Pendidikan. Dinamika Pembangunan (online), Vol. 2, (No.1). Diakses pada tanggal 13 Maret 2016 Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 2015. Analisa Penyusunan Kinerja Makro Ekonomi dan Sosial Jawa Timur. Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 2015. Analisis Indikator Makro Propinsi Jawa Timur. Badan Pusat Statistik Jawa Timur. 2015. Jawa Timur Dalam Angka Badan Pusat Statistik Jawa Timur. 2015. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur. jatim.bps.go.id. Diakses pada tanggal 10 Februari 2015 Borjas, George J. 2000. Labor Economics International Edition. Irwin McGraw – Hill, USA.
Dornbusch dan Fischer. 1992. Makroekonomi, Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS Edisi Ketiga. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Gujarati, DN & Dawn C. Porter. 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika Buku 2. 5th ed. Jakarta : Salemba Empat. Kaufman, Bruce E. dan Julie L. Hotchkiss. 1999. The Economics of Labour Markets, Fifth Edition. The Dryden Press. Kuncoro, Mudrajad. 2011. Metode Kuantitatif: Teori dan dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta : UPP STIM YKPN Kurniawan, Roby. 2013. Analisis Pengaruh PDRB, UMK, dan Inflasi Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota Malang Tahun 1980-2011. Jurnal Ilmiah. Malang Mankiw. 2003. Teori Makro Ekonomi Terjemahan. Edisi Keenam. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Oppier, Hermin. 2014. Analisis Pengaruh dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran di Kota Ambon. Jurnal Cita Ekonomika, Vol. 8, (No. 1) Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2012 Tentang Upah MinimumKabupaten/Kota di Jawa Timur. disnakertransduk.jatimprov.go.id. Diakses 1 Maret 2015 Nachrowi. 2004. Teknik Pengambilan Keputusan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Nainggolan, Indra Oloan. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara. Tesis Ketenagakerjaan (tidak dipublikasikan). http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/7180. Diakses pada 1 Maret 2015. Medan. Nanga, Muana, 2001. Makro Ekonomi, Masalah dan Kebijakan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Pratomo, Devanto Shasta dan Putu Mahardika Adi Saputra. 2011. Kebijakan Upah Minimum Untuk Perekonomian yang Berkeadilan Tinjauan UUD 1945, Journal of Indonesian Applied Economics, Vol. 5, (No. 2) : 269-285. Malang: Universitas Brawijaya Saputri, Oktiviana Dwi. 2011. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Di Kota Salatiga. Vol. 1, (No.2). Semarang Sholeh, Mimun. 2007. Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja Serta Upah: Teori Serta Beberapa Potretnya di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, Vol. 4 (No. 1). Yogyakarta
Simanjuntak, Payaman J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sirait, Novlin. 2013. Analisis Beberapa Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Jumlah Pengangguran Kabupaten/Kota Di Provinsi Bali. E-Jurnal EP Unud, Vol. 2, (No. 2) : 108-118 Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabet. Sukirno, Sadono. 2004. Makro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Sumarsono. 2003. Ekonomi Manajemen Sumber Ketenagakerjaan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Daya
Manusia
dan
Suparmoko, 1997. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE UGM Syafii, M. 2015. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi loan to deposit ratio (studi pada 10 bank terbesar di indonesia periode 2014). Jurnal Ilmiah. Malang Syafrizal, 1997, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat, Majalah Prisma . No.3 Maret 1997, hal 27-38, LP3ES. Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi Jilid 1. Edisi 9. Jakarta: Erlangga Wardhana, Dharendra. 2006. Pengangguran Struktural di Indonesia: Keterangan dari Analisis SVAR dalam Keranka Hysteresis. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 21, (No. 4) Widarjono, Agus. 2009. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. 3rd ed. Yogyakarta : EKONISIA. Wijaya, Radewa R.M. 2014. Pengaruh Upah Minimum, PDRB, dan Populasi Penduduk Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka (Studi Kasus Gerbangkertasusila Tahun 2007-2013). Jurnal Ilmiah. Malang