Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
ANALISIS KELAYAKAN SISTEM INTEGRASI TERNAK KAMBING DENGAN TANAMAN JERUK DI KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA (Feasibility Study on the Integrated System of Goat and Citrus in Karo District of North Sumatra) MORAL ABADI GIRSANG dan T.M. IBRAHIM Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, Jl. Jend. A.H. Nasution No.1B Medan 20143 Sumatera Utara
ABSTRACT This research aimed to identify the feasibility of goat and citrus integrated system in Karo District, North Sumatra. Survey method was used in this research, involving 20 respondents of citrus farmers that also raised goat’s farm. Research was conducted in Sukanalu village, Barus Jahe sub district, Karo District, North Sumatra, from May to July 2009. Results showed that the integration system of goat and citrus was feasible to be applied. Techniquely, some citrus farmers were familiar with goat farming using a quite good practice, and seemed to be enthusiastic in receiving new technology that would improve their goat farm performance. Socially, raising goat in citrus ecosystem was accepted by local people and even became popular in the society. Economically, this integration of goat in citrus ecosystem was beneficial. The profit of citrus farming was calculated of Rp. 32.560.000/ha/year, the profit increased to Rp 43.758.000/ha/year when 9 does and 1 buck were also raised, or able to give an additional profit of 34%. Key Words: Integration, Goat, Citrus, Feasibility ABSTRAK Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan tingkat kelayakan usaha integrasi ternak kambing dengan tanaman jeruk spesifik lokasi di Kabupaten Karo. Penelitian menggunakan metode survey dengan 20 responden petani jeruk yang juga memelihara ternak, di desa Sukanalu, Kec. Barus Jahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, dari bulan Mei sampai dengan Juli 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan ternak kambing di lahan tanaman jeruk layak dilakukan. Secara teknis peternak telah melakukan kegiatan pemeliharaan ternak dengan teknologi yang cukup baik dan antusias menerima teknologi baru dalam rangka peningkatan usaha ternaknya. Secara sosial beternak kambing di lahan jeruk dapat diterima dan sudah merupakan kegiatan yang populer di tengah masyarakat Desa Sukanalu. Dari aspek ekonomi usaha ternak kambing di lahan jeruk lebih menguntungkan. Jika dilihat dari hasil analisis usaha tani maka pendapatan petani/peternak jika hanya menanam jeruk saja maka keuntungannya adalah Rp. 32.560.000/ha/tahun, sedangkan jika memelihara kambing sebanyak 9 ekor betina dan 1 ekor jantan di lahan jeruknya maka keuntungannya adalah Rp. 43.758.000. Peningkatan pendapatan sejumlah Rp. 11,198,000/tahun atau sekitar 34%. Kata Kunci: Integrasi, Kambing, Jeruk, Kelayakan Usaha
PENDAHULUAN Subsektor peternakan sangat besar sumbangannya untuk memenuhi kebutuhan penduduk terhadap protein hewani dan sekaligus sebagai sumber mata pencaharian dan pendapatan masyarakat, dan biasanya dipadukan dengan sistem usahatani yang ada, terutama di pedesaan. Salah satu jenis ternak
638
yang banyak dipelihara adalah ternak kambing, populasinya di Sumatera Utara pada tahun 2007 mencapai 759.965 ekor (ANONIMUS, 2008a), namun pada tahun 2008 turun menjadi 618.194 ekor (ANONIMUS, 2009). Ternak kambing merupakan komoditas ekonomi yang cukup penting, ditandai dengan tingginya permintaan yaitu peluang pasar ekspor yang besar bagi ternak kambing
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
terutama ke negara Brunei Darusalam, Malaysia dan Arab Saudi yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Pasar dalam negeri juga cukup besar, dibutuhkan ternak kambing sekitar 5,6 juta ekor per tahun untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri (KAROKARO et al., 1995; MAKKA, 2004). Namun demikian, perkembangan populasi kambing di Indonesia kurang menggembirakan, yaitu pada tahun 2004 mencapai 12,5 juta ekor (MAKKA, 2004), ternyata hanya meningkat sebesar 4,53% dalam beberapa tahun terakhir (1997 – 2003). Tingkat perkembangan populasi yang relatif stagnan ini dapat disebabkan oleh kendala teknis seperti angka kematian anak kambing yang relatif tinggi (25 – 35%), pemotongan betina yang masih produktif, dan besarnya keragaman mutu genetik. Kemungkinan penyebab penting lain adalah tipe usaha yang bersifat sambilan dengan skala usaha kecil, akibat keterbatasan modal maupun lahan untuk pengembangan usaha. Kendala keterbatasan lahan tersebut dapat diatasi melalui pengembangan ternak kambing secara terintegrasi dengan tanaman jeruk. Model ini mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan dalam hubungan saling menguntungkan. Tanaman jeruk membutuhkan pupuk organik untuk menyuburkan tanah sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman jeruk akan meningkat. Demikian halnya, untuk ternak kambing, hijauan di antara tanaman jeruk dan di lingkungan sekitarnya sangat bermanfaat sebagai sumber pakan ternak kambing, namun perlu pengelolaan secara baik, agar tidak saling merugikan. Sementara itu, peluang pengembangan kambing cukup tinggi, karena terdapat beberapa indikator baik teknis, biologis, sosial maupun ekonomis yang kondusif bagi usaha produksi. Teknologi budidaya kambing secara umum mudah diadopsi, dan secara biologis kambing memiliki bebarapa keunggulan komparatif dibandingkan dengan ruminansia lain, seperti kemampuan untuk beradaptasi terhadap kondisi nutrisi dan klimat yang kurang menguntungkan (GINTING, 2006). Integrasi ternak kecil dengan perkebunan telah terbukti cukup menguntungkan (KARTAMULIA et al., 1993).
Luas areal tanaman jeruk di Kabupaten Karo sekitar 17.000 ha (ANONIMUS, 2008b) dan penerapan sistem integrasi kambing dan jeruk akan meningkatkan populasi kambing dan nilai tambah lahan secara nyata. Namun demikian, sampai saat ini kajian tentang sistem integrasi antara kambing dan jeruk belum dilakukan secara komprehensif. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan sistem integrasi antara ternak kambing dengan kebun jeruk, untuk dapat digunakan sebagai rujukan dalam pengembangan kambing di lahan jeruk. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan dalam bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2009 di Desa Sukanalu, Kecamatan Barus Jahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Kelayakan usaha integrasi kambing dan kebun jeruk diketahui menggunakan data kelayakan dalam aspek teknis, sosial dan ekonomi. Analisis kelayakan teknis dilakukan dengan melihat a) daya adaptasi ternak kambing dalam ekosistem perkebunan jeruk, b) ketersediaan pakan dan, c) dampak terhadap tanaman jeruk. Sementara itu, analisis kelayakan sosial dilaksanakan dengan melihat preferensi masyarakat setempat terhadap introduksi usaha ternak kambing di perkebunan jeruk. Analisis kelayakan ekonomi dilakukan dengan menggunakan parameter keuntungan usaha baik dari usaha ternak kambing maupun usaha kebun jeruk. Data primer dikumpulkan melalui metode survei yang dilakukan terhadap 20 orang responden, sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran data dan informasi dari laporan resmi instansi terkait, analisis data dilakukan secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Kelayakan teknis Hasil wawancara menunjukkan bahwa mayoritas pekebun jeruk telah melakukan usaha integrasi ternak kambing dengan kebun jeruk rata - rata lebih dari 3 tahun, sehingga
639
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
pakan bagi 35 ekor kambing dewasa/ha, sehingga secara keseluruhan memberikan potensi pengembangan 77.000 ekor. Dibandingkan dengan populasi saat ini yang berjumlah 500 ekor, realisasi potensi merupakan lompatan yang cukup signifikan.
dapat diasumsikan bahwa ternak kambing telah dapat beradaptasi dengan lingkungan tanaman jeruk. Teknis pemeliharaan kambing yang telah dilakukan oleh petani/peternak cukup sesuai dengan kaidah-kaidah pemeliharaan yang benar, walaupun masih perlu adanya pendalaman pemahaman tentang berbagai teknik pemeliharaan utamanya dalam aspek penyakit, kandang, pembibitan, dan pakan. Dari data pengamatan di Desa Sukanalu telah terdapat populasi kambing yang dipelihara secara terintegrasi dengan tanaman jeruk sebanyak 500 ekor (Tabel 1). Skala usaha pemeliharaan kambing berkisar antara 5 – 7 ekor yang umumnya merupakan milik petani pemelihara. Jenis bangsa kambing yang dimiliki umumnya adalah ”Kacang”, namun demikian kambing unggul ternyata juga sudah mulai berkembang utamanya jenis Peranakan Ettawa (PE). Kapasitas tampung lahan jeruk bagi ternak kambing yang diukur melalui estimasi produksi pastura dibawah jeruk diperkirakan cukup besar (Tabel 2). Produksi hijauan tertinggi terdapat di desa Sukanalu (13,4 t/ha) yang mampu mendukung
Kelayakan sosial Saat ini budidaya ternak kambing semi intensif dilakukan oleh peternak yang juga pekebun jeruk, yaitu dengan dikandangkan secara terus menerus, dan hijauan pakan ternak diberikan di kandang. Hijauan pakan ternak (HPT) disediakan dalam sistem potong angkut, dan umumnya bersumber dari bawah tanaman jeruk, pinggir jalan, dan tempat lainnya. Umumnya kegiatan mencari HPT dilakukan oleh peternak sendiri, umumnya pada siang hari dengan jumlah bervariasi menurut jumlah ternak yang dipelihara. Sebelumnya kegiatan potong angkut HPT untuk memberi pakan ternak ruminansia yang memerlukan waktu cukup banyak kurang populer bagi masyarakat etnis Karo karena sudah terbiasa dengan tradisi
Tabel 1. Potret ternak kambing di Desa Sukanalu, Suka dan Ketaren Uraian
Desa Sukanalu
Desa Suka
Desa Ketaren
Jumlah ternak kambing
500 ekor
400 ekor
350 ekor
Skala usaha
7 ekor
6 ekor
5 ekor
Jumlah peternak kambing
66 orang
52 orang
16 orang
Status kepemilikan ternak
95% milik, 5% gaduhan
90% milik, 10% gaduhan
80% milik, 20% gaduhan
Jenis bibit ternak
60% Kacang, 30% Madras, 10% PE
65% Kacang, 10% Madras, 25% PE
70% Kacang, 20% Madras, 10% PE
Asal bibit
Karo
Karo
Karo
Cara pemeliharaan
Dikandangkan
Dikandangkan
Dikandangkan
Sistem perkawinan
Alami
Alami
Alami
Sumber hijauan
Lahan sendiri, luar lahan
Lahan sendiri, luar lahan
Lahan sendiri, luar lahan
Tabel 2. Perkiraan kapasitas tampung lahan jeruk bagi ternak kambing Uraian Produksi hijauan (kg BK/ha) Kapasitas tampung (ekor/ha/tahun)
Desa Sukanalu
Desa Suka
Desa Ketaren
13.400
7.560
10.800
35
20
28
Luas lahan jeruk (ha)
2.200
1.650
450
Potensi pengembangan (ekor)
77.000
33.000
12.600
640
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
penggunaan tenaga upah harian lepas. Namun demikian, sejalan dengan waktu maka masyarakat etnis Karo di desa ini sudah terbiasa dengan sistem pengadaan HPT secara potong angkut yang dikerjakan oleh peternak dan anggota keluarga lainnya. Hal ini mungkin berkaitan dengan fakta bahwa ternak kambing sangat membantu kebutuhan sosial mereka, yaitu mereka dapat menjual beberapa ekor kambing untuk keperluan sosial setempat. Sementara itu, dalam waktu yang relatif singkat, ternak kambing mereka mampu berkembang dengan relatif cepat. Selain uang kontan hasil penjualan ternak kambing, pupuk kandang yang diproduksi ternak kambing sangat bermanfaat bagi tanaman jeruk. Para peternak dapat mengambil HPT di kebun jeruk petani lainnya dengan aman, karena setiap petani jeruk yang baru habis menyemprot pestisida memberikan tanda dengan menggantungkan kemasan pestisida di kebunnya. Dengan tanda ini maka peternak dapat memilih rumput mana yang layak diambil dan tidak berbahaya bagi ternak kambing mereka. Satu-satunya masalah sosial yang dihadapi peternak adalah adanya beberapa kali pencurian ternak kambing, sehingga beberapa peternak memindahkan kegiatan usaha ternaknya ke dekat rumah tempat tinggal mereka. Sebagian lainnya tetap melakukan kegiatan pemeliharaan kambing di kebun jeruk dengan melakukan penjagaan pada malam hari. Berdasarkan banyak manfaat yang diterima dari ternak kambing ini, dan kenyataan bahwa ternak dapat dipelihara dengan baik oleh para peternak/pekebun, maka dapat disimpulkan bahwa integrasi ternak kambing dan kebun jeruk saat ini secara sosial layak diterima. Kelayakan ekonomi Komoditas jeruk merupakan komoditas pertanian unggulan di Kabupaten Karo. Komoditas ini secara tradisional telah lama dikembangkan di daerah ini dan telah menjadi mata pencaharian utama bagi petani. Kegiatan usaha tani jeruk secara umum telah meningkatkan kesejahteraan petani di Kabupaten ini. Salah satu desa penghasil jeruk di Kabupaten Karo adalah Desa Sukanalu, dan di desa ini hampir semua masyarakatnya
merupakan petani jeruk. Dari hasil pengamatan di lapangan umur jeruk di desa ini bervariasi mulai umur 1 tahun sampai 20 tahun, namun secara umum rata - rata umur jeruk adalah di atas 5 tahun atau sebagian besar tanaman jeruk di desa ini adalah tanaman yang telah berproduksi. Tanaman jeruk mulai menghasilkan setelah tahun ketiga dari awal penanaman. Hasil wawancara menunjukkan bahwa hasil bersih panen dalam luasan lahan 1 hektar pada umur 3 tahun adalah 6 ton/ha, dan tahun berikutnya menjadi sebesar 14 ton/ha. Pada umur 5 tahun rata - rata hasil adalah 24 ton/ha, naik menjadi 32 ton/ha pada umur 6 tahun, dan mencapai puncaknya pada umur 7 tahun yaitu 36 ton/ha. Tingkat hasil ini umumnya dapat dipertahankan sampai pada umur 12 tahun. Selanjutnya, pada umur 13 tahun hasil jeruk mulai menurun yaitu 28 ton/ha, dan pada umur 14 tahun rata-rata hasil menurun lagi menjadi 24 ton/ha. Hasil analisis usaha tani pada usaha kebun jeruk dengan rata-rata umur di atas 5 tahun, jumlah tanaman jeruk setiap hektar sebanyak 400 batang dan produksi per tahun adalah 20 ton, menunjukkan bahwa pendapatan petani dari usaha tanaman jeruk ini adalah Rp. 32.560.000 per tahun (Tabel 3). Tingkat keuntungan usaha jeruk tersebut masih jauh di bawah hasil penelitian NURASA dan HIDAYAT (2006) di Desa Surbakti, Kabupaten Karo, dimana keuntungan petani mencapai Rp. 48.602.484/ha dengan R/C rasio sebesar 2,97. Perbedaan ini mungkin berkaitan dengan harga jeruk yang lebih baik di tahun 2005. Dari hasil wawancara dengan petani terungkap bahwa tingkat hasil tanaman jeruk tersebut masih dapat ditingkatkan dengan menambah atau memberikan input yang lebih optimal, baik modal maupun teknologi. Namun menurut petani mereka mengalami kendala dalam permodalan dan masih kurangnya pengetahuan petani mengenai teknologi budidaya jeruk yang lebih baik. Diharapkan dengan adanya penambahan pengetahuan tentang teknologi budidaya jeruk maka produksi dan pendapatan mereka dapat meningkat. Namun demikian, semua petani berpendapat bahwa usaha tanaman jeruk memiliki cukup banyak resiko, utamanya dari aspek harga jual
641
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 3. Hasil analisis usahatani jeruk umur > 5 tahun (1 ha @ 400 batang) Parameter
Biaya (Rp)
Perbaikan drainase, penyiangan, pembumbunan, pemangkasan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, pemanenan (HOK)
6.400.000
Pupuk kimia
9.600.000
Pupuk organik
6.000.000
Pestisida
2.500.000
Bunga modal (12%)
2.940.000
Total biaya
27.440.000
Nilai hasil Produksi 20.000 kg @ Rp 3.000
60.000.000
Keuntungan usaha Keuntungan
32.560.000
R/C rasio
2,19
B/C rasio
1,19
buah jeruk. Harga buah jeruk sering berfluktuasi dan utamanya sangat menurun pada saat panen raya atau alternatif buah lainnya sedang melimpah. Pada kondisi demikian petani berpendapat bahwa menahan buah jeruk untuk tidak menjualnya (tidak dipanen) merupakan alternatif yang menguntungkan. Namun demikian. diperlukan modal yang cukup banyak untuk mendukung alternatif ini, utamanya saat keperluan rumah tangga mereka dalam keadaan mendesak. Oleh karena itu, mereka telah memilih ternak kambing sebagai usaha yang ke-2 dan terbukti mampu mengisi keperluan terhadap uang kontan saat diperlukan. Saat ini sebagian petani jeruk telah mengembangkan ternak kambing yang dibudidayakan secara terintegrasi dengan kebun jeruk. Disamping memproduksi kambing. usaha ternak ini juga menghasilkan pupuk kandang yang berguna bagi tanaman jeruk. Usaha ternak kambing di lahan jeruk ini telah berkembang dengan pesat, dimana ada sekitar 25 KK telah melakukan usaha ini. Skala usaha ternak mereka juga bervariasi. mulai dari 5 ekor sampai 30 ekor. Namun sebagian besar memiliki jumlah ternak 10 ekor yang terdiri dari 1 ekor induk jantan dan 9 ekor induk betina. Hasil wawancara menunjukkan bahwa setiap induk betina mampu melahirkan anak sebanyak 3 kali dalam 2 tahun dengan rata rata jumlah anak yang dilahirkan setiap induk
642
adalah 2 ekor. Jadi bila petani/peternak memiliki 9 ekor induk betina maka dalam 2 tahun akan melahirkan anak sebanyak 54 ekor setiap 2 tahun atau 27 ekor setiap tahun. Jika anak yang dihasilkan betina, sebagian peternak memelihara kembali anak kambing tersebut sehingga menjadi induk, sehingga induk betina mereka bertambah. Sebagian petani lain memelihara anak kambing tersebut sampai umur 6 bulan sehingga mencapai berat 15 – 20 kg/ekor kemudian di jual. Disamping pendapatan dari produksi anak kambing, petani/peternak juga mendapatkan hasil dari kotoran ternak sebagai pupuk kandang sebanyak 300 beko/tahun. Jika dijual hasil kotoran ternak ini dapat menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 4.500.000. Hasil analisis usahatani sistem integrasi kambing dengan tanaman jeruk menunjukkan bahwa total pendapatan petani adalah sebesar Rp. 43.758.000/tahun (Tabel 4). Dibandingkan dengan tingkat pendapatan usaha kebun jeruk secara mono kultur maka usaha integrasi kambing dengan jeruk memberikan peningkatan pendapatan sebesar Rp. 11.198.000/tahun, atau peningkatan sekitar 34,39%. Hasil analisis usahatani di atas juga menunjukkan bahwa R/C rasio usaha integrasi kambing dengan jeruk adalah 2,07 sedangkan B/C rasionya adalah 1.07. Angka tersebut menunjukkan bahwa usaha ternak kambing yang diintegrasikan dengan tanaman jeruk
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 4. Analisis usahatani integrasi jeruk dengan kambing* Parameter
Biaya (Rp)
Biaya produksi Jeruk Perbaikan drainase, penyiangan, pembumbunan, pemangkasan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, pemanenan untuk tanaman jeruk
6.400.000
Pupuk kimia
9.600.000
Pupuk organik
6.000.000
Pestisida
2.500.000
Biaya usaha jeruk
24.500.000
Ternak Induk betina 9 ekor @ 1.000.000
9.000.000
Induk Jantan 1 ekor @ 1.500.000
1.500.000
Pakan hijauan. pemberian pakan. pembersihan kandang
1.200.000
Pakan tambahan. mineral. alat bantu
150.000
Biaya susut kandang
250.000
Biaya usaha ternak
12.100.000
Bunga Modal (12%)
4.392.000
Total biaya produksi
40.992.000
Nilai hasil Produksi jeruk 20.000 kg @ Rp 3.000
60.000.000
Produksi kambing 27 ekor @ Rp 750.0000
20.250.000
Produksi pupuk kandang 300 beko @ Rp 15.000
4.500.000
Total nilai hasil
84.750.000
Keuntungan
43.758.000
R/C rasio
2,07
B/C rasio
1,07
* Luas lahan 1 ha. dengan populasi jeruk 400 batang. umur >5 tahun; Jumlah induk kambing jantan 1 ekor dan induk kambing betina 9 ekor
tergolong sangat layak diusahakan. Selain itu, pupuk kandang yang dihasilkan sendiri menjadi bahan yang sangat baik sebagai pupuk organik dengan proses yang sederhana yaitu dengan fermentasi menggunakan mikroba Trichoderma. Penggunaan pupuk organik seperti ini tentu akan meningkatkan efisiensi usaha tanaman jeruk. Keuntungan usaha ternak kambing dapat diperbaiki melalui peningkatan skala usaha, dan hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa dengan skala usaha 124 ekor dapat memberikan keuntungan sebesar
Rp. 23.673.887 dengan B/C rasio sebesar 1,39 (ANONIMUS, 2007). KESIMPULAN 1. Kegiatan usahatani sistem integrasi ternak kambing dengan tanaman jeruk di Desa Sukanalu sangat layak di lakukan. baik ditinjau dari aspek teknis, social, dan ekonomi.
643
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
2. Terjadi peningkatan pendapatan sekitar 34% dari usaha integrasi kambing dengan tanaman jeruk, dibandingkan dengan hanya menanam jeruk. 3. Sistem integrasi kambing dengan tanaman jeruk potensial dikembangkan di daerah lain yang merupakan penghasil jeruk. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Direkrorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, atas dukungan dana sehingga terlaksananya penelitian ini. Selain itu, ucapan yang sama juga disampaikan kepada Dr. Simon P. Ginting, Nasib, dan Misrok Aliandi, dari Loka Penelitian Kambing Potong atas bantuan teknisnya sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik. DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kambing - Domba. Edisi 2. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. ANONIMUS. 2008a. Sumatera Utara Dalam Angka tahun 2007. BPS Sumut dan Bappeda Sumut. ANONIMUS. 2008b. Laporan Tahunan Dinas Pertanian dan Hortikultura. Pemerintah Kabupaten Karo. ANONIMUS. 2009. Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2008. BPS Sumut dan Bappeda Sumut.
644
GINTING, S.P. 2006. Pengembangan sistem integrasi usaha ternak kambing dengan perkebunan kelapa sawit: Kajian berdasarkan ketersediaan pakan dan kebutuhan nutrisi. Wartazoa 16(2). hlm. 53 – 64. JASMAL, A.S., A. SOFYAN, K. MUDIKDJO dan E.G. SA'ID. 2003. Daya dukung limbah pertanian sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Indonesia. Wartazoa 13: 30 – 37. KAROKARO, S., H.W. SHWU-ENG and A. MULYADI. 1995. The export potential for North Sumatera’s small ruminants. Pros. Seminar Sehari Strategi dan Komunikasi Hasil Penelitian Peternakan. Medan 31 Januari 1995. Sub Balitnak Sei Putih dan SR-CRSP. KARTAMULIA, I.., S. KAROKARO and J. DE BOER. 1993. Economic analysis of sheep grazing in rubber plantations: A case study of OPMM. Proc. to Small Ruminant Workshop. 7 – 9 September 1993. San Juan, Puerto Rico. MAKKA. D. 2004. Tantangan dan peluang pengembangan agribisnis kambing ditinjau dari aspek pewilayahan sentra produksi ternak. Pros. Lokakarya Nasional Kambing Potong. Bogor, 6 Agustsus 2004. Puslitbang Peternakan dan Lolit Kambing Potong. hlm. 3 – 14. NURASA, T. dan D. HIDAYAT. 2006. Analisis Usahatani dan Keragaan Marjin Pemasaran Jeruk di Kabupaten Karo. Puslitbang Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.