Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
KARAKTERISTIK MORFOLOGIK KAMBING SPESIFIK LOKAL DI KABUPATEN SAMOSIR SUMATERA UTARA (Characteristic Morfologi of Local Specific Goat in Samosir Districts North Sumatra) MERUWALD DOLOKSARIBU, ARON BATUBARA dan SIMON ELIESER Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih PO Box 1, Galang 20585
ABSTRACT Research to local specific goat was conducted in District Samosir North Sumatra to know body measurements and characteristic. This perception was directly field body measurement and characteristic. Data was analyzed descriptively. Result of adult goat body measurement and characteristic were as follows body weight 26.23 ± 5.27 kg; long of body 57.61 ± 5.33 cm; high of shoulder 50.65 ± 5.28 cm; high of hip 53.22 ± 5.43 cm; in chest 28.67 ± 4.21 cm and is wide of chest 17.72 + 2.13 cm. Pursuant to body measurement size showed that local specific goat of Samosir much the same to with Kacang goat exist in North Sumatra, The different with Kacang goat was that dominant body color white phenotype result of observation were 39.18% white body color and 60.82% piebald body color black. Than piebald color white and black of color dispersion showed that body 92.68 ± 4.23% white and 7.32 ± 4.11% black color. The Billygoat chromatic type generally was used most for the ritual event and local culture custom (called parmalim). Samosir goat at the moment is local name still and recognized as " White Goat" or " Batak Goat" Key Words: Body Measurements, Local Specific of Samosir ABSTRAK Penelitian terhadap kambing spesifik lokal yang ada di Kabupaten Samosir Sumatera Utara dilakukan untuk mengetahui karakteristik morfologik tubuh. Pengamatan ini dilakukan secara langsung dilapangan melalui pengukuran morfologik tubuh. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif. Dari hasil yang diperoleh karakteristik morfologik tubuh kambing dewasa yaitu rataan bobot badan betina 26,23 ± 5,27 kg; panjang badan 57,61 ± 5,33 cm; tinggi pundak 50,65 ± 5,28 cm; tinggi pinggul 53,22 ± 5,43 cm; dalam dada 28,67 ± 4,21 cm dan lebar dada 17,72 ± 2,13 cm. Berdasarkan ukuran morfologik tubuh, bahwa kambing spesifik lokal Samosir ini hampir sama dengan kambing Kacang yang ada di Sumatera Utara, yang membedakannya terhadap kambing Kacang yaitu penotipe warna tubuh yang dominan putih dengan hasil observasi 39,18% warna tubuh putih dan 60,82% warna tubuh belang putih hitam. Dari warna belang putih hitam didapatkan rataan sebaran warna berdasarkan luasan permukaan tubuh 92,68% ± 4,23% warna putih dan 7,32 ± 4,11% warna hitam. Jenis kambing jantan berwarna putih sangat diperlukan untuk acara ritual dan adat kebudayaan setempat (parmalim). Pemberian nama kambing Samosir pada saat ini masih secara lokal dan dikenal dengan nama “Kambing Putih” atau “Kambing Batak”. Kata Kunci: Morfologik Tubuh, Spesifik Lokal Samosir
PENDAHULUAN Populasi kambing nasional sekitar 13,2 juta ekor, yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia (DITJEN PETERNAKAN, 2005), dan hampir seluruhnya berupa peternakan rakyat. Dari populasi yang ada, di Kabupaten Samosir Sumatera Utara dijumpai sebanyak 5.626 ekor (DISTAN SAMOSIR, 2005). Pada kambing Samosir tingkat penyebarannya hampir merata
544
banyaknya pada 9 kecamatan dengan tingkat pemilikan kambing 3 – 12 ekor induk. Kondisi Kabupaten Samosir dikelilingi oleh perairan Danau Toba yang umumnya lahan berbukit dataran tinggi dengan iklim kering dan berada pada 1200 – 1500 meter diatas permukaan laut. Berdasarkan keragaman genotype kambing lokal Indonesia yang telah ter identifikasi adalah kambing Kacang, Gembrong, Kosta, Marica dan Bligon serta Peranakan Etawah
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
dan Saanen. Menurut SETIADI et al. (2001) secara umum kambing lokal yang ada di Indonesia disebut juga dengan kambing Kacang, bahwa keragaman karakteristiknya bervariasi antar daerah. MARTAWIDJAYA et al. (1985) melaporkan bahwa iklim daerah yang ditentukan oleh ketinggian tempat akan dapat mempengaruhi penampilan kambing. Pada daerah yang lebih tinggi diatas permukaan laut, tentu suhu udaranya akan semakin rendah dan produktivitas kambing akan semakin baik bila dibandingkan dengan di daerah pantai. Lebih lanjut SITEPU. (1985) menyatakan bahwa kambing lokal berdasarkan pola warna tubuh penyebarannya sangat beragam yaitu putih, coklat, hitam dan perpaduan dari ketiganya. Kabupaten Samosir memiliki jenis kambing yang sangat spesifik berbeda dengan kambing local yang ada di Indonesia. Secara penampilan karakteristik terhadap penotipe warna dominan putih. Kambing ini termasuk salah satu jenis ternak yang disenangi masyarakat Samosir, disamping ternak kerbau, sapi dan babi. Kambing memiliki peranan yang penting bagi masyarakat Samosir, khususnya untuk keperluan kebudayaan adat setempat terutama kambing jantan yang berwarna putih mulus mulai dari badan, kepala, tanduk dan kuku. Untuk saat ini jenis kambing yang ada di Kabupaten Samosir masih dinamakan kambing “Putih” atau kambing “Batak”. Keberadaan kambing lokal Samosir secara data untuk saat ini berdasarkan karakteristik morfologi yang belum pernah dijamah sesuai dengan penelitian, sehingga melalui penggalian ini, kambing lokal Samosir diharapkan menjadi salah satu jenis kambing alternatif yang merupakan kekayaan hayati dan spesifik lokal Indonesia. MATERI DAN METODE Penelitian terhadap karakteristik morfologi dan performans kambing spesifik lokal Samosir telah dilakukan secara langsung dilapangan pada petani ternak kambing. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, jumlah sampel pengamatan sebanyak 4 dari 9 kecamatan yang ada, dan setiap kecamatan jumlah peternak yang diwawancari sebanyak 6 peternak dari berbagai desa dengan skala pemeliharaan 4 – 12 ekor induk. Dari 9 kecamatan yang ada di Kabupaten
Samosir tingkat penyebaran populasi ternak dan jenis/phenotipe kambing yang merata. Demikian juga terhadap jenis kambing tersebut untuk saat ini masih dinamakan kambing Putih atau kambing Batak. Parameter yang diamati meliputi karakteristik morfologi kambing menurut MUKHREJEE et al. (1979) seperti ukuran permukaan tubuh yaitu: panjang badan, tinggi pundak, tinggi pinggul, lebar dada, dalam dada dan lingkar dada. Data karakteristik morfologi yang dikumpulkan dikelompokkan berdasarkan umur/pasangan gigi seri tetap. Data produktivitas biologik didapatkan melalui penimbangan bobot badan kambing. Sedangkan data reproduksi didapatkan melalui wawancara langsung terhadap petani kambing dilapangan pada saat pengukuran morfologi tubuh. Seluruh data yang dikumpulkan dianalisis secara uji ratarata. Data karakteristik morfologik yang dianalisis akan dibandingkan terhadap kambing kambing lokal hasil penelitian yang ada di Indonesia. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi umum Kabupaten Samosir Kondisi Kabupaten Samosir, Sumatera Utara adalah iklim kering dataran tinggi berbukit. Tata guna lahan terdiri dari dua yaitu lahan persawahan/holtikultura dan lahan tanaman tahunan/perkebunan rakyat. Pada lahan persawahan dimanfaatkan untuk penanaman padi (panen sekali setahun), sewaktu lahan tidak musim padi lahan tersebut di gunakan untuk penanaman holtikultura (cabai, bawang, tomat, wortel, kacang tanah) dan sebagian lahan penggembalaan ternak ruminansia. Untuk lahan tanaman tahunan (daerah berbukitan) cenderung ditanami pohon mangga, kopi dan cengkeh (tanaman produktif) termasuk pohon perdu. Diantara tanaman tahunan pada umumnya adalah lahan penggembalaan ternak ruminansia seperti kambing, sapi dan kerbau. Keberadaan kambing di Samosir berdasarkan hasil wawancara langsung dilapangan terhadap permilhara kambing dan pemuka adat telah ada semenjak dahulu (sebelum abab ke 18). Asal usul kambing tersebut tidak dapat diketahui secara pasti,
545
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
namun secara histroris pada masa itu, kambing yang ada di Samosir mempunyai peranan yang sangat penting untuk keperluan upacara adat setempat, seperti perencanaan pembangunan rumah, pernikahan, pembangunan tugu/makam dan acara ritual tolak bala, dengan tujuan mendatangkan rejeki. Jenis kambing yang di perlukan untuk acara tersebut adalah kambing jantan putih mulai dari tubuh, kepala, kaki, tanduk dan kuku harus berwarna putih (BATARA SANGTI., 1978). Kegiatan acara adat ini disebagian tempat di Kabupaten Samosir masih sering dilakukan terutama anutan aliran kepercayaan (Parmalim). Morfologik kambing spesifik lokal Samosir Dari 97 ekor kambing yang diobsevasi didapatkan rataan dan simpangan baku dari morfologik tubuh berdasarkan fisiologi tubuh (Tabel 1). Terbatasnya jumlah sampel kambing yang diamati bila dibandingkan dengan total populasi yang ada di Kabupaten Samosir, menunjukkan tingkat keseragaman kambing
yang ada pada setiap peternak hampir tidak dapat dibedakan, baik dari segi morfologi tubuh pada kisaran umur yang sama maupun dari penampilan penotipe warna tubuh. Populasi kambing jantan yang relatif sedikit ditemui disebabkan tingkat permintaan anakan jantan yang berwarna putih sangat tinggi untuk acara tertentu tanpa memandang umur baik muda maupun tua. Jantan pada saat observasi masih dalam kelompok muda (umur < 2 tahun = 1 pasang gigi seri tetap). Panjang badan. Rataan panjang badan betina dewasa adalah 57,61 ± 5,33 cm dan jantan dewasa 52,41 ± 5,61 cm. Angka ini bila dibandingkan terhadap kambing Kacang lebih rendah dari yang didapat SITEPU (1985) di Kecamatan Galang Sumatera Utara yakni untuk betina dewasa yaitu sebesar 61,1 ± 4 cm, dan lebih panjang dari yang didapat SETIADI et al. (1997) yaitu sebesar 50,33 ± 6,72 cm. Akan tetapi bila dibandingkan dengan kambing Gembrong betina dewasa lebih panjang dari hasil penelitian SETIADI et al. (1999), yaitu sebesar 50,02 ± 6,34 cm.
Tabel 1. Karakteristik morfologi tubuh kambing lokal Samosir dan kambing Kacang Kambing Samosir (umur)
Parameter
Kambing Kacang betina dewasa*)
± 1 tahun (gigi susu)
Betina dewasa
Jantan dewasa
20
64
13
Panjang badan
46,61 ± 4,16
57,61 ± 5,33
52,41 ± 5,61
56,64 ± 4,67
Tg pundak
43,27 ± 4,45
50,65 ± 5,28
48,30 ± 6,37
52,45 ± 2,91
Tg pinggul
45,42 ± 5,66
53,22 ± 5,43
50,62 ± 5,21
57,45 ± 3,83 54,09 ± 3,27
N
Lingkar dada
42,52 ± 4,26
57,23 ± 4,92
51 65 ± 4,37
Dalam dada
18,87 ± 3,73
28,67 ± 4,21
21,41 ± 4,12
27,37 ± 3,31
Lebar dada
12,68 ± 2,87
17,72 ± 2,13
14,87 ± 2,16
14,29 ± 2,49
Pjg tanduk
4,53 ± 2,38
7,61 ± 4,232
11,37 ± 2,11
9,59 ± 1,80
Pjg telinga
8,78 ± 1,22
9,48 ± 1,46
10,26 ± 1,68
15,77 ± 1,51
Lebar telinga
6,16 ± 1,10
7,53 ± 0,37
6,43 ± 0,83
-
Tipe telinga
Tegak
Tegak
Tegak
-
Panjang ekor
7,26 ± 0,93
10,21 ± 1,07
10,33 ± 1,26
11,14 ± 1,48
Lebar pkl ekor
5,32 ± 0,51
2,18 ± 0,33
3,72 ± 0,27
3,49 ± 0,48
Garis muka
Lurus
Lurus
Lurus
-
Bobot badan
14,33 ± 3,08
26,23 ± 5,27
20,13 ± 4,47
26,88 ± 3,99**)
*) FERA et al. (2004);**) SETIADI et al. (1997)
546
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tinggi pundak. Rataan tinggi pundak betina dewasa 50,65 ± 5,28 cm dan jantan dewasa 48,30 ± 6,37 cm. Bila dibandingkan terhadap kambing Kacang pada betina dewasa tinggi pundak lebih rendah dari hasil penelitian SETIADI et al. (1997) sebesar 52,00 ± 7,38 cm dan SITEPU (1985) sebesar 54,2 ± 3 cm. Demikian juga terhadap kambing Gembrong betina dan jantan dewasa yang didapat SETIADI et al. (1999) masing-masing 54,82 ± + 7,13 cm dan 65,59 ± 8,82 cm. Lingkar dada. Rataan lingkar dada betina dewasa sebesar 57,23 ± 5,43 cm dan jantan dewasa 51,65 ± 4,37 cm. bila dibandingkan dengan kambing Kacang, angka ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian SITEPU (1985) pada betina dewasa 64,4 ± 4 cm. Dalam dada. Rataan dalam dada betina dewasa sebesar 28,67 ± 4,21 cm dan jantan dewasa 21,41 ± 4,12 cm. Angka ini lebih besar bila dibandingkan terhadap kambing lokal Indonesia seperti Gembrong betina dewasa hasil penelitian SETIADI et al. (1999) sebesar 27,36 ± 2,94 cm dan lebih rendah dari kambing Kosta betina dewasa hasil penelitian SETIADI dan DIWYANTO (1999) sebesar 30,38 cm. Panjang telinga. Bentuk telinga dan panjang telinga seekor ternak dapat pula dijadikan tanda dari suatu jenis bangsa. Rataan panjang telinga betina dewasa 9,48 ± 1,46 cm dan jantan dewasa 10,26 ± 1,68 cm dan tipe telinga adalah tegak. Keadaan ini menunjukkan bahwa panjang telinga kambing spesifik lokal Samosir masih tergolong kelompok telinga yang relatif kecil, bila dibandingkan terhadap kambing lokal lainnya seperti kambing Kosta sekitar 13 – 14 cm (SETIADI et al., 2001). Panjang ekor. Rataan panjang ekor betina dewasa yaitu 10,21 ± 1,07 cm dan jantan dewasa 10,33 ± 1,26 cm. Angka ini masih lebih pendek dibandingkan dengan kambing Kacang hasil penelitian SETIADI et al. (1997) yaitu 11,90 ± 0,37 cm untuk betina dewasa dan 11,97 ± 0,57 cm untuk jantan. Menurut SITEPU (1985) panjang ekor kambing Kacang adalah 11,5 ± 1 cm. Garis muka. Garis muka kambing spesifik lokal Samosir seluruhnya lurus/datar, garis muka ini bila dibandingkan dengan kambing yang ada di Indonesia seperti yang dilaporkan SETIADI et al. (2001) hampir sama dengan kambing Kosta dan sangat berdeda dengan
kambing Gembrong dan Peranakan Ettawah yaitu cembung. Analisis frekuensi penotipe warna pada kambing spesifik lokal Samosir (Tabel 2) menunjukkan bahwa dari 97 ekor kambing yang di observasi, warna permukaan tubuh yang ditemui yaitu putih seluruh tubuh dan belang putih hitam. Dari hasil tersebut didapatkan sebanyak 38 ekor (39,18%) berwarna putih seluruh tubuh dan 59 ekor (60,82%) berwarna campuran belang putih hitam. Berdasarkan penotipe warna tubuh kambing yang dilanjutkan terhadap analisis penyebaran warna pada masing masing bagian tubuh (Tabel 3) dari 97 ekor kambing yang di observasi, penyebaran warna yang didapat yaitu: Pada bagian badan 79 ekor (81,44%) berwarna putih dan 18 ekor (18,56%) berwarna belang putih hitam. Pada bagian leher 83 ekor(85,57%) berwarna putih dan 14 ekor (14,43%) berwarna belang putih hitam.Bagian kepala 56 ekor (60,82%) berwarna putih dan 41 ekor (39,18%) berwarna belang putih hitam. Bagian kaki 58 ekor (59,76%) warna putih dan 39 ekor (40,21%) berwarna belang putih hitam. Bagian ekor 86 ekor (88,66%) warna putih dan 11 ekor (11,34%) warna belang putih hitam. Dari bagian badan tersebut warna hitam mulus tidak dijumpai sama sekali, namun pada tanduk dan kuku warna hitam telah dijumpai, seperti warna tanduk 48 ekor (49,48%) berwarna putih, 22 ekor (22,68%) berwarna hitam dan 27 ekor (27,84%) berwarna belang putih hitam. Sementar itu, untuk kuku 42 ekor (43,30%) berwarna putih, 24 ekor (24,74%) berwarna hitam dan 31 ekor (31,96%) berwarna belang putih hitam. Dari uraian tersebut bahwa kambing spesifik lokal Samosir menunjukkan warna putih merupakan warna yang paling dominan, dan warna lain yang dijumpai adalah campuran belang putih hitam. Pada campuran belang putih hitam proporsi perbandingan antara putih dan hitam berdasarkan luasan permukaan tubuh dapat ditunjukkan pada Tabel 4. berikut Dari 59 ekor yang diobservasi pada kambing belang putih hitam, ternyata sebaran warna berdasarkan luasan permukaan tubuh, perbandingan sebaran warna antara putih dan hitam pada bagian tubuh adalah 92,68 ± 4,23% warna putih dan 7,32 ± 4,11% warna hitam.
547
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Dengan demikian kambing spesifik Samosir warna tubuh dominan adalah putih, dan warna hitam yang dijumpai pada bagian tubuh hanya dalam bercak yang berada di sekitar kepala (daerah kelopak mata) dan kaki. Dari sifat penyebaran warna bila dibandingkan dengan kambing Kacang hasil penelitian SITEPU (1985) dan DEVENDRA and BURNS (1983) sangat kontradiksi, dimana kambing Kacang warna yang paling dominan adalah hitam. Berdasarkan hasil pengamatan terhdap penempilan karakteristik morfologik tubuh, ada kecenderungan bahwa kambing yang
berkembang di Kabupaten Samosir Sumatera Utara merupakan salah satu genotip kambing yang masih tersenbunyi di Indonesia dan belum tergali hingga saat ini. Produktivitas biologik Penampilan produksi seperti bobot badan induk, bobot lahir anak, bobot sapih (± 3 bulan) dan jumlah anak sekelahiran antara kambing spesifik lokal Samosir dan kambing Kacang dapat ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 2. Frekuensi penotipe warna tubuh kambing spesifik lokal Samosir Penotipe
Jumlah observasi
Frekuensi (%)
38 59 97
39,18 60,82 100
Putih seluruh tubuh Campuran putih hitam (belang) Total
Tabel 3. Penyebaran warna pada tubuh kambing spesifik lokal Samosir Bagian tubuh Badan Leher Kepala Kaki Ekor Tanduk Kuku
Putih
Hitam
Belang putih hitam
n Frek.(%)
n Frek.(%)
n Frek.(%)
79 (81,44) 83 (85,57) 56 (60,82) 58 (59,79) 86 (88,66) 48 (49,48) 42 (43,30)
0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 22 (22,68) 24 (24,74)
18 (18,56) 14 (14,43) 41 (39,18) 39 (40,21) 11 (11,34) 27 (27,84) 31 (31,96)
Table 4. Rataan proporsi perbandingan warna putih dan hitam pada campuran belang putih hitam berdasarkan luasan permukaan tubuh Jumlah pengamatan (ekor) 59
Putih (%)
Hitam (%)
92,68 ± 4,23
7,32 ± 4,11
Tabel 5. Penampilan produktivitas biologik kambing n
Kambing lokal Samosir
Kambing Kacang
Bobot badan induk dewasa ( kg)
Parameter
54
26,23 ± 5,27
26,88 ± 3,99 *)
Bobot badan umur ± 1 tahun (gigi susu)
30
12,33 ± 3,08
-
Bobot lahir anak (0 – 1 hari) (kg)
7
1,58 ± 0,31
1,78 ± 0,23 **)
Bobot anak sapih (umur ± 3 bulan) (kg)
8
6,37 ± 2,33
6,56 ± 1,37 **)
Jumlah anak sekelahiran (ekor) ***) 55 1,31 1,23 **) *) SETIADI et al. (1997); **) DOLOKSARIBU et al. (2005); ***) Dihitung dari induk yang di amati pada kelahiran terakhir
548
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
KESIMPULAN Kambing spesifik lokal Samisir merupakan salah satu jenis kambing lokal Indonesia yang penyebaran warna tubuh terdiri dari warna putih dan dan belang putih hitam, dan warna yang paling dominant adalah putih. Penamaan kambing tersebut masih secara lokal Samosir yang dikenal dengan nama kambing “Batak” atau kambing “Putih. SARAN Diperlukan penelitian labih lanjut terhadap test DNA darah untuk mengetahui dan memastikan jarak genotipenya terhadap kambing lokal lainnya. DAFTAR PUSTAKA BATARA SANGTI (OMPU BUNTILAN SIMANJUNTAK). 1978. Sejarah Batak. Karl Sianipar Company. Balige. Sumatera Utara. DEVENDRA, C. and M. BURNS 1983. Goat Production in the Tropics. Common Wealth Agricultural Bureau. United Kingdom. pp. 114 – 117. DINAS PERTANIAN SAMOSIR. 2005. Statistik Peternakan dan Perikanan. Laporan Tahunan (2005). Dinas Pertanian. Pemerintah Daerah Tk.II., Kabupaten Samosir. DIREKTORAT JENDERAL PERNAKAN. 2005. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta.
FERA, M. dan A.TARIGAN. 2004. Karakteristik morfologi dan ferformans kambing Kacang, kambing Boer dan persilangannya. Pros. Lokakarya Nasional Kambing Potong. Bogor, 6 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 209 – 212. MARTAWIDJAJA, M., R.M. GATENBY dan S.W. HANDAYANI. 1985. Hubungan antara iklim dengan produktivitas domba-kambing berdasarkan ketinggian tempat. Ilmu dan Peternakan. 2(1): 9 – 13. MUKHREJEE, D.K., S.P. SINGH and H.R. MISHRA. 1979. A note on some phenotypic parameters in Grey and Brown Bengal goats. Indian J. Anim. Scie. 49: 671 – 673. SETIADI, B. dan K. DIWYANTO. 1999. Karakteristik morfologis kambing Kosta. Bul. Plasma Nutfah. IV(1): 1 – 9. Komisi Nasional Plasma Nutfah. Departemen Pertanian. SETIADI, B., D. PRIYANTO dan M. MARTAWIDJAJA. 1997. Komparatif morfologik kambing. Laporan Hasil Penelitian APBN 1996/1997. Balai Penelitian ternak. SETIADI,B., I-W. MATHIUS dan I-K. SUTAMA. 1999. Karakterisasi sumberdaya kambing Gembrong dan altwernatif pola konservasinya. Pos. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18 – 19 September 1999. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 328 – 337. SITEPU, P. 1985. Produktivitas ternak kambing di Propinsi Sumatera Utara; B: Ukuran tubuh dan morfogenetik kambing lokal di Kecamatan Galang. Ilmu dan Peternakan 2(1): 5 – 8.
DOLOKSARIBU, M., S. ELIESER, F. MAHMILIA dan F. A. PAMUNGKAS. 2005. Produktivitas kambing Kacang pada kondisi dikandangkan: 1. Bobot lahir, Bobot sapih, Jumlah anak sekelahiran dan Daya hidup anak Pra-Sapih. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 – 13 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 581 – 585.
549