Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
PROFIL PETERNAK DAN KARAKTERISTIK TERNAK KERBAU RAWA LOKAL YANG JADI PILIHAN PETERNAK DI KABUPATEN SAMOSIR SUMATERA UTARA (Breeder Profiles and Exterior Characteristics of Swamp Buffalo in Samosir, North Sumatera) H.I.M. SITANGGANG, T.W. MURTI dan T. HARTATIK Bagian Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada Jl. Agro Karang Malang Bulaksumur, Yogyakarta
ABSTRACT The purpose of this study is to investigate the appearances of breeder and the characteristics of swamp buffalo bred and chosen by the farmers in Samosir, North Sumatera. The study was undertaken by field survey and direct measurement to collect data. The data were analysed both qualitatively and quantitatively. The qualitative data (skin collour and uniformity of body) were obtained by observation and interview with the breeders. The quantitative data were obtained according to statistical data of swamp buffalo exteriors. The qualitative data were analysed by employing Chi-square method, while the quantitative data were analysed using an One way ANOVA method. Result show that the average age of breeders was between 46 to 56 years old and mostly elementary graduated (47,75%). Daily income is mainly came from farming activity (79,28%). The preferences of farmer for exterior characteristic were oval shape of body, large horns and convex ribs. While skin color, head and ear size, hornshape, back, femine, tail base, tail and udder size and nipple position are not regarded as the preference standard of farmers. Acceptence of farmers for the exterior characteristics was 23,08% but 79,92% of the observed exterior characteristics appeared to be different between the available exterior and the selected exterior characteristics. High deviation between field condition and farmers preference was due to education and knowledge of farmers on exterior characteristics that has not been socialized properly. Key Words: Breeder Profiles, Swamp Buffalo, Exterior Characteristics, Breeder Choised, Samosir North Sumatera ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil peternak serta ciri eksterior ternak kerbau rawa lokal yang dipelihara peternak dan pilihan peternak di kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan dengan cara survey dan pengukuran langsung. Data yang diambil berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif (warna kulit dan kesesuaian bentuk bagian-bagian tubuh kerbau) diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara dengan peternak. Data kuantitatif diperoleh berdasarkan hasil pengukuran data vital statistik ternak kerbau. Kesesuaian data kualitatif ternak yang diperoleh dari pengamatan di lapangan dengan harapan/pilihan peternak dianalisis dengan perhitungan khi-kwadrat dan data kuantitatif dianalisis dengan metode One Way Anova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peternak rata-rata berumur 46 sampai 56 tahun dengan tingkat pendidikan mayoritas SD (47,75%) dan mata pencaharian utama petani (79,28%). Ciri eksterior yang dapat dianggap sama dengan keinginan peternak adalah bentuk badan lonjong, ukuran tanduk besar dan rusuk cembung. Ciri eksterior yang tidak memenuhi keinginan peternak adalah warna kulit, bentuk kepala, panjang telinga, bentuk tanduk, punggung, sifat kebetinaan, pangkal ekor, panjang ekor, ukuran ambing dan letak puting. Persentase ciri eksterior yang memenuhi keinginan peternak adalah 23,08% sementara 76,92% dari ciri eksterior yang diamati menunjukkan adanya perbedaan antara eksterior ternak yang ada dengan eksterior ternak yang dipilih peternak untuk dipelihara. Besarnya penyimpangan antara kondisi nyata di lapangan dan keinginan peternak ini disebabkan faktor pendidikan dan pengetahuan peternak mengenai ciri-ciri ternak yang baik belum tersosialisasikan dengan baik. Kata Kunci: Profil Peternak, Kerbau Rawa, Karakteristik Eksterior, Pilihan Peternak, Samosir Sumatera Utara
333
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
PENDAHULUAN Sebagian besar penduduk Indonesia hidup di pedesaan dan bermata pencaharian pokok sebagai petani dengan lahan garapan yang relatif sempit, sehingga pendapatannya pun rendah. Pendapatan yang relatif rendah mendorong para petani mulai melirik usahausaha lain yang dapat dijadikan usaha sambilan. Usaha yang paling banyak dilirik petani adalah pemeliharaan ternak khususnya ruminansia besar. Ruminansia besar dipilih karena mendukung produktivitas kegiatan pertanian yakni untuk mengolah tanah (membajak sawah). Ruminansia besar yang paling banyak disoroti adalah ternak sapi (potong dan perah) sedangkan ternak kerbau cenderung terlupakan. Salah satu penyebabnya adalah pertumbuhan kerbau yang lebih lambat dibandingkan dengan sapi. Ternak kerbau dimanfaatkan sebagai ternak dual purpose dan bahkan multi purpose yakni untuk daging, susu dan tenaga kerja. Salah satu wilayah distribusi kerbau terbesar di Indonesia adalah Sumatera Utara. Di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Samosir, ternak kerbau ini memiliki fungsi yang sangat sakral dalam budaya yang dianut oleh masyarakat suku Batak. Dalam budaya Batak ternak kerbau sangat dibutuhkan dalam upacara adat besar sehingga kepemilikan akan ternak ini dapat menaikkan kedudukan status sosial seseorang dalam komunitas. Pada penelitian ini yang disoroti adalah eksterior ternak kerbau yang diinginkan peternak untuk dipelihara di Kabupaten Samosir. Karakteristik eksterior ternak kerbau memiliki peranan penting dalam pemilihan ternak kerbau. Walau bagaimanapun, jika ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu maka yang pertama kita lihat adalah bagian luar yaitu eksteriornya. Demikian halnya dengan ternak kerbau, jika kita ingin mengetahui lebih spesifik ternak kerbau maka yang pertama kita lihat adalah eksteriornya. Hal tersebut didukung oleh pernyataan SOSROAMIDJOJO (1984) yang menyatakan bahwa eksterior merupakan petunjuk atau sarana permulaan untuk menilai seekor ternak yang akan dipilih. Lebih lanjut dikatakan untuk pembuktian perlu adanya penelitian-penelitian dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi ternak yang dinilai. ASORI (2004) juga mengemukakan
334
penentuan prestasi dari suatu ternak harus memperhatikan konsititusi tubuh dengan cara membandingkan bentuk maupun letak bagian tubuh tersebut dengan bagian tubuh lainnya. Karakteristik eksterior ternak kerbau yang disoroti adalah karakteristik eksterior ternak kerbau dari sudut pandang peternak rakyat, dengan kata lain peneliti ingin mengetahui profil kerbau yang jadi pilihan petani rakyat untuk dipelihara atau dikembangkan. Mengapa petani rakyat? Karena kerbau terdistribusi rata di peternak yang kurang berkembang, namun cara penanganannya sudah lebih baik karena langsung teraplikasi dan dialami sendiri oleh petani ternak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui profil peternak kerbau serta karakteristik eksterior ternak kerbau rawa lokal yang dipelihara peternak dan yang jadi pilihan peternak rakyat di kabupaten Samosir, Sumatera Utara, juga untuk mengetahui apakah pilihan peternak sudah terpenuhi atau sesuai dengan ternak yang dimiliki. MATERI DAN METODE Pada penelitian ini materi yang digunakan adalah 111 ekor ternak kerbau betina lokal umur empat sampai 15 tahun dan peternak sebagai responden untuk mendapatkan data primer. Alat yang akan digunakan adalah kuisioner untuk diisi oleh pemilik ternak, dan alat ukur berupa tongkat ukur dan pita ukur untuk mengukur ukuran vital tubuh ternak. Data dari peternak diperoleh dari hasil wawancara dengan bantuan kuisioner. Kuisioner dibacakan di depan peternak dan ditulis pendapat/pilihan dari peternak. Data ukuran luar tubuh diperoleh dari hasil pengukuran ternak secara langsung. Pada penelitian diperoleh data yaitu data yang diperoleh langsung dari peternak dan juga data hasil pengukuran tubuh ternak. Pada penelitian ini diambil tiga titik yakni tiga kecamatan (Ronggurnihuta, Pangururan dan Simanindo). Pada masing-masing kecamatan diambil tiga desa yang memiliki populasi kerbau. Selanjutnya dari masing-masing desa tersebut diambil sampel/peternak dengan ternaknya (Lokasi I 35 sampel, lokasi II 40 sampel dan lokasi III 36 sampel) sehingga diperoleh 111 buah data.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Bagian luar tubuh (eksterior) yang diukur pada penelitian ini diantaranya; panjang kepala dan lebar kepala untuk mengetahui indeks kepala. Indeks kepala diperoleh dari hasil bagi lebar kepala dengan panjang kepala. Eksterior lain yang diukur adalah panjang dan lebar telinga; tebal dan panjang leher;panjang badan; tinggi gumba; lebar dan tinggi pinggul; lingkar perut; dalam, lebar dan lingkar dada, panjang, lebar, diameter dan tinggi ambing; serta panjang kaki depan dan belakang. Metode pengukuran untuk masing-masing karakter eksterior tersebut adalah: 1. Panjang kepala, diukur mulai bagian atas paling tengah kepala hingga moncong ternak 2. Lebar kepala diukur dari pertengahan panjang kepala bagian kiri hingga bagian kanan 3. Indeks kepala adalah besarnya perbandingan antara lebar dan panjang kepala ternak 4. Panjang Telinga diukur dimulai dari pangkal telinga hingga ujung daun telinga 5. Lebar telinga diukur dari bagian tengah telinga dimulai dari kiri hingga ke kanan 6. Ketebalan leher diukur dari bagian kiri leher hingga ke bagian kanan 7. Panjang leher diukur mulai perbatasan bahu ke leher hingga perbatasan leher ke kepala 8. Panjang badan absolut ialah jarak antara ujung samping tulang bahu sampai ujung tulang duduk ternak (panjang badan relatif ialah proyeksi (garis datar) dari pada panjang badan absolut) 9. Tinggi gumba adalah jarak lurus dari titik tertinggi tulang gumba sampai ke tanah datar 10. Lebar pinggul diukur dari bagian kiri hingga bagian kanan pinggul dengan menggunakan tongkat ukur 11. Tinggi pinggul diukur dengan tongkat ukur dengan meletakkan tongkat ukur secara vertikal mulai dari tanah hingga bagian pinggul paling atas 12. Lingkar perut diukur dengan melingkarkan pita ukur pada bagian perut ternak 13. Kedalaman dada ialah jarak antara titik tertinggi tulang gumba sampai dengan bagian tepi bawah tulang dada 14. Lebar dada ialah jarak antara kedua bagian samping (lateral) kanan-kiri tulang bahu
15. Lingkar dada merupakan panjang melingkar (keliling) yang diukur pada bagian dada tepat di bagian belakang tulang gumba pada tulang rusuk (rib) ke-3 – 4 16. Lebar ambing diukur mulai dari sisi kanan hingga sisi kiri 17. Panjang ambing diukur mulai dari ambing bagian belakang hingga bagian depan 18. Tinggi ambing diukur dengan menggunakan mistar ukur kecil, dimulai dari bagian bawah (tempat puting menempel) hingga bagian perlekatan ambing dengan perut 19. Diameter ambing diukur dengan melilitkan pita ukur pada bagian ambing 20. Panjang vena mamaria diukur dengan menggunakan pita ukur mulai ujung bagian belakang (yang melekat pada ambing) hingga ujung bagian depan (dekat dada) 21. Panjang kaki (depan dan belakang) diukur mulai dari pangkal paha hingga bagian yang menyentuh tanah (teracak) ANALISIS DATA Data kualitatif yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini berupa pengamatan ciri eksterior kerbau berupa ciri umum dan juga ciri khusus diolah dengan menggunakan perhitungan khi-kwadrat. Data kuantitatif (hasil pengukuran) diproses dengan menggunakan program SPSS dengan metode analisis One Way Anova untuk mengetahui rata-rata dan standar deviasinya serta untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata antar lokasi yang diamati. HASIL DAN PEMBAHASAN Data responden Penelitian yang berjudul Karakteristik Eksterior Ternak Kerbau Rawa Lokal Yang Jadi Pilihan Peternak di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara ini memiliki 111 orang responden. Menurut WATTS (1989), jika responden merupakan responden tidak terlatih dari beragam kepentingan yang sangat berbeda satu sama lain, maka dibutuhkan 100 sampai 500 orang.
335
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel 1. Kisaran dan rata-rata umur peternak (responden) dan lama beternak Kecamatan
Umur responden
(tahun)
Lama beternak
(tahun)
Kisaran
Rata-rata
Kisaran
Rata-rata
Ronggurnihuta
26-71
46,20
2-51
14,37
Pangururan
37-71
54,10
5-45
20,40
Simanindo
36,76
56,58
6-52
24,75
Berdasarkan data yang diperoleh diketahui responden hampir selama hidupnya melakukan aktivitas beternak. Responden yang diwawancarai tidak pernah mendapat atau mengikuti kursus beternak, jadi para responden memiliki pandangan dan cara beternak berdasarkan pengalaman sesama peternak saja. Tujuan pemeliharaan ternak di kabupaten Samosir selain untuk status sosial, juga sebagai penghasil pupuk, tenaga kerja, tabungan, daging dan sebagai hobby. Cara pemeliharaannya adalah ternak pada pagi hari diantarkan ke padang penggembalaan dan dibiarkan hingga sore hari. Kondisi ini menyebabkan pakan yang dikonsumsi ternak hanyalah rumput lapangan dan rumput liar yang berkualitas rendah. Mata pencaharian utama responden, yang terbanyak adalah petani yakni sebesar 79,28%. Mata pencaharian lainnya adalah PNS (9,91%), wiraswasta (6,31%), lain-lain (2,70%), buruh dan pedagang (1,80%). Dari hasil wawancara diperoleh data pendidikan terakhir peternak yang terbanyak adalah sekolah dasar (SD) yakni 47,75% kemudian diikuti oleh SMP, SMA, tidak pernah sekolah dan Perguruan tinggi. Data kualitatif eksterior ternak Kerbau atau Bubalus bubalis adalah salah satu ternak yang potensinya belum banyak diketahui (HARDJOSUBROTO, 1994). Lebih jauh dijelaskan oleh WILLIAMSON-PAYNE (1993) ternak kerbau adalah binatang bertulang besar, agak kompak dengan badan tergantung rendah pada kaki-kaki yang kuat dengan kuku-kuku yang besar, tidak bergelambir atau punuk, bertanduk. ANONIMUS (2008) mengatakan, kerbau lumpur kulitnya berwarna hitam keabu-abuan,
336
tanduk panjang dan besar. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa kondisi ternak yang ada di kabupaten Samosir adalah warna kulit abu-abu, bentuk badan persegi panjang, bentuk kepala lonjong, ukuran telinga sedang, ukuran tanduk besar dan bulat seperti bulan sabit, punggung lurus dan kuat, rusuk cembung, sifat kebetinaan kasar dan mudah terpengaruh, ekor panjang dengan pangkal sejajar garis punggung, ukuran ambing kecil dan letak puting tidak seimbang. Karakteristik kerbau rawa di Kalimantan Selatan adalah badan persegi panjang, warna bulu coklat, kepala besar, daun telinga ada yang runcing dan ada yang tumpul pada bagian ujung, bentuk telinga ke samping mengarah ke atas, tanduk ada empat macam yakni kesamping naik ke atas; ke samping naik ke atas dan melengkung; ke samping melengkung ke belakang dan ke samping yang naik satu ke atas dan satu turun bawah/tidak simetris (semakin tua tanduk semakin panjang), teracak melebar keluar dan bagian atas (seperti jempol) bagian depan lebih panjang dan besar dari bagian belakang, pangkal ekor seperti cembung dan dalam keadaan bunting tua berubah menjadi sangat cekung, punggung ditumbuhi bulu yang lebat dan mengarahkan ke depan (ada tiga kriteria yakni gemuk : lurus, sedang: lurus tetapi melengkung di bagian depan, kurus: lurus tetapi di bagian depan dan belakang melengkung) serta ambing berwarna putih kemerahmudaan, tidak terlalu besar, letak di belakang dan simetris ukuran puting relatif panjang. Dan ukuran teracak lebar dan besar warna kehitaman (DINAS PERTANIAN KALIMANTAN SELATAN, 2007). Ciri-ciri eksterior ternak yang dipilih peternak diketahui dari hasil wawancara. Eksterior yang dipilih peternak adalah warna kulit putih (63%) diikuti warna abu-abu (34%), bentuk badan persegi panjang, (100%), bentuk kepala lonjong (100%), telinga panjang
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
(90,09%), ukuran tanduk besar (76,58%) dengan bentuk pipih melengkung ke atas (59,46%), punggung melengkung (84,68%), rusuk cembung (100%), sifat kebetinaan feminim, jinak dan tidak mudah terpengaruh (100%), ekor panjang (100%) dengan pangkal sejajar garis punggung (100%), ambing besar (74,77%), dan letak puting tidak seimbang (82,88%). Data kualitatif ternak dianalisis dengan perhitungan khi-kwadrat dan diperoleh kenyataan bahwa dari kondisi yang eksterior ternak yang ada hanya 23,08% yang memenuhi keinginan peternak sementara 76,92% dari ciri eksterior yang diamati menunjukkan adanya perbedaan anatara eketerior ternak yang ada dengan eksterior ternak yang dipilih peternak untuk dipelihara. Ciri eksterior yang dapat dianggap sama dengan keinginan peternak adalah bentuk badan lonjong, ukuran tanduk besar dan rusuk cembung. Ciri eksterior yang tidak memenuhi keinginan peternak adalah warna kulit, bentuk kepala, panjang telinga, bentuk tanduk, punggung, sifat kebetinaan, pangkal ekor, panjang ekor, ukuran ambing dan letak puting. Kondisi tersebut di atas belum tentu menunjukkan bahwa ternak kerbau di kabupaten Samosir tidak berproduksi baik tetapi besarnya persentase tersebut dikatakan sebagai indikasi kurangnya pengetahuan peternak dalam memilih performa ternak berproduksi baik. Hal ini didukung oleh tingkat pendidikan peternak yang kebanyakan adalah sekolah dasar (SD). Data lain yang mendukung adalah tidak adanya diantara peternak yang pernah mengikuti kursus beternak. Berkaitan dengan fungsinya sebagai ternak sosial, ciri eksterior yang paling diamati dalam memilih ternak yang digunakan untuk acara adat adalah kepala lonjong, telinga panjang, tanduk besar, ekor panjang dan teracak tebal. Data ukuran vital tubuh ternak Ternak yang diukur eksteriornya adalah ternak yang dimiliki oleh responden. Umur ternak yang diukur antara 4 sampai 15 tahun. Menurut peternak walaupun ternak sudah berumur di atas 10 tahun namun masih dapat berproduksi sehingga terus dipelihara hingga
tidak berproduksi lagi. Pada Tabel 2 ditunjukkan rata-rata dan standar deviasi ukuran vital yang diperoleh serta berbeda tidaknya rata-rata di ketiga lokasi yang diamati. Indeks kepala diperoleh dari hasil bagi ukuran lebar kepala dengan panjang kepala. Data vital lainnya diperoleh dari hasil pengukuran ternak secara langsung. Data diproses metode One Way Anova. MURTI (2004) mengatakan panjang badan, tinggi gumba dan lingkar dada kerbau rawa masing-masing adalah 121 sampai 157 cm, 120 sampai 137 cm dan 180 sampai 209 cm. Berdasarkan hasil pada tabel di atas ukuran panjang badan yang masih berada pada kisaran adalah rata-rata panjang badan di Lokasi III (Kecamatan Simanindo). Rata-rata tinggi gumba di ketiga Lokasi penelitian berada di bawah kisaran. Rata-rata lingkar dada pada Lokasi I (kecamatan Ronggurnihuta) masih berada dalam kisaran sedangkan Lokasi II (kecamatan Pangururan) dan Lokasi III (kecamatan Simanindo) berada di bawah kisaran. Rata-rata yang berada dibawah kisaran dianggap sebagai indikasi kurangnya pemeliharaan secara intensif terhadap ternak kerbau. Menurut ANONIMUS (2008) panjang badan kerbau lumpur rata-rata 130 cm dan lingkar dada 190 cm. Dari tabel diketahui rata-rata panjang badan dan lingkar dada di ketiga Lokasi berada di bawah kisaran yakni Lokasi I 118,17 cm dan 187,97 cm; Lokasi II 120,80 cm dan 172,98 cm; serta Lokasi III 126,31 cm dan 167,56 cm. Rata-rata data ukuran vital dengan angka terbesar di kecamatan Ronggurnihuta (lokasi I) adalah tinggi gumba, lebar pinggul, tinggi pinggul, dalam dada, lebar dada, lingkar dada, lebar ambing, diameter ambing dan panjang vena mamaria. Rata-rata data ukuran vital dengan angka terbesar di kecamatan Pangururan (lokasi II) adalah lebar telinga, lingkar perut, panjang ambing, panjang kaki depan dan panjang kaki belakang. Rata-rata data ukuran vital dengan angka terbesar di kecamatan Simanindo (lokasi III) adalah indeks kepala, panjang telinga, tebal leher, panjang leher, panjang badan dan tinggi ambing. Rata-rata ukuran dengan angka terbesar menunjukkan produksi yang lebih baik.
337
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel 2. Rata-rata dan standar deviasi eksterior ternak yang diukur X±SD
Data vital Ronggurnihuta
Pangururan
Simanindo
Indeks kepala
0,45 ± 0,07a
0,54 ± 0,04b
0,54 ± 0,05b
Panjang telinga (cm)
19,63 ± 4,26a
26,03 ± 4,81b
28,47 ± 4,64b
a
b
13,50 ± 1,75a
Lebar telinga (cm)
13,26 ± 3,00
15,53 ± 2,26
Tebal leher (cm)
19,40 ± 5,49a
18,90 ± 2,85a
22,81 ± 3,49b
Panjang leher (cm)
83,60 ± 8,53a
90,23 ± 5,72b
90,97 ± 5,59b
Panjang badan (cm)
118,17 ± 12.,59
Tinggi gumba (cm)
118,31 ± 4,89b
a
b
a
126,31 ± 3,49b
114,45 ± 3,20a
113,00 ± 3,74a
120,80 ± 9,24
a
48,94 ± 5,49a
Lebar pinggul (cm)
56,11 ± 6,90
47,03 ± 3,81
Tinggi pinggul (cm)
129,69 ± 4,14b
124,50 ± 3,24a
122,97 ± 3,66a
Lingkar perut (cm)
233,08 ± 12,18a
233,28 ± 8,47a
229,72 ± 9,04a
b
Dalam dada (cm)
69,20 ± 4,76
Lebar dada (cm)
39,29 ± 3,49b b
60,90 ± 4,26
a
59,89 ± 3,85a
36,53 ± 3,15a
37,64 ± 3,08a a
167,56 ± 8,11a
Lingkar dada (cm)
187,97 ± 8,63
172,98 ± 20,18
Panjang ambing (cm)
24,97 ± 2,82a
25,20 ± 2,99a
24,83 ± 3,23a
Lebar ambing (cm)
17,86 ± 4,53b
15,50 ± 3,58a
13,64 ± 3,15a
b
b
18,78 ± 3,29a
Diameter ambing (cm)
23,91 ± 3,71
Tinggi ambing (cm)
5,46 ± 1,52a
22,05 ± 4,01
6,03 ± 1,07a
a
6,28 ± 2,73a
b
54,00 ± 6,27c
Panjang vena mamaria (cm)
66,49 ± 3,63
59,48 ± 8,17
Panjang kaki depan (cm)
95,40 ± 3,84a
102,48 ± 3,57b
99,03 ± 2,99c
Panjang kaki belakang (cm)
85,71 ± 4,68a
88,80 ± 3,14b
87,31 ± 2,79ab
a.b.c
superskrip yang beda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (< 0,05)
KESIMPULAN Responden penelitian merupakan responden tidak terlatih dan dari beragam kepentingan yang berbeda satu sama lain. Umur responden adalah antara 26 sampai 76 tahun dan hampir selama hidupnya telah melakukan aktivitas beternak, namun belum pernah mengikuti kursus beternak. Pendidikan terkahir responden terbanyak adalah sekolah dasar (SD) dan mata pencaharian sebagai petani. Ternak dipelihara secara tradisional dengan tujuan untuk tenaga kerja, penghasil pupuk dan ternak sosial. Ciri eksterior kerbau di kabupaten Samosir ialah warna kulit abu-abu, bentuk badan persegi panjang, bentuk kepala lonjong, ukuran telinga sedang, ukuran tanduk besar dan bulat seperti bulan sabit, punggung lurus dan kuat,
338
rusuk cembung, sifat kebetinaan kasar dan mudah terpengaruh, ekor panjang dengan pangkal sejajar garis punggung, ukuran ambing kecil dan letak puting tidak seimbang. Ciri eksterior yang dapat dianggap sama dengan keinginan peternak adalah bentuk badan lonjong, ukuran tanduk besar dan rusuk cembung. Persentase ciri eksterior yang memenuhi keinginan peternak adalah 23,08% sementara 76,92% dari ciri eksterior yang diamati menunjukkan adanya perbedaan antara eksterior ternak yang ada dengan eksterior ternak yang dipilih peternak. Besarnya penyimpangan antara kondisi nyata di lapangan dan keinginan peternak ini disebabkan faktor pendidikan dan pengetahuan peternak mengenai ciri-ciri ternak yang baik belum tersosialisasikan dengan baik.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
DAFTAR PUSTAKA
HARDJOSUBROTO, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Grasindo, Jakarta.
ANONIMUS. 2008. Kerbau Belang. Available at http://bk.menlh.go.id/?module=florafauna&op t=faunaktkab&id=28&PHPSESSID=dc05690 457716215bdcead68abf628f9. (1 Maret 2009).
MURTI, T.W. 2007. Beternak Kerbau. Cetak Aji Parama, Klaten.
ASORI. 2004. Tinjauan Eksterior Ternak Kerbau yang Disenangi Peternak di Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi. Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. DINAS PERTANIAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN. 2007. Inventarisasi dan Karakteristik Kerbau Rawa sebagai Ternak Plasma Nutfah di Kalimantan Selatan. Available at http://kalsel. litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_c ontent&task=view&id=23&Itemid=1. (3 March 2009).
SOSROAMIDJOJO, S dan SOERADJI. 1984. Peternakan Umum. Yasaguna, Jakarta. WATTS, B.M., G.L. YLIMAKI, L.E. JEFFERY dan L.G. ELIAS. 1989. Basic Sensory Methods For Food Evaluation. IDRC, Ontari-Canada. WILLIAMSON, G. dan W.J.A. PAYNE. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press., Yogyakarta.
DISKUSI Pertanyaan: Menurut penulis eskterior dan sifat kuantitaif kerbau sudah baik, tetapi menurut peternak masih jelek. Bagaimana pengembangannya? Jawab: Peternak senang kerbau dengan tampilan unik, sehingga perlu sosialisasi pengembangan kerbau yang baik bukan unik.
339