HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Peternak Responden pada penelitian ini adalah peternak yang berdiam di Desa Dompu, Moyo Mekar dan Desa Sepakat Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat dengan karakteristik peternak yang tersaji pada Tabel 3 yang meliputi umur, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, rata-rata penghasilan/bulan, luas lahan, jumlah ternak sapi potong dan jumlah ternak lain yang dimiliki. Umur Sebanyak 75,86% peternak berada di usia antara 25-45 tahun dan peternak dengan usia di antara 46-65 tahun memiliki persentase 24,14% dari seluruh responden yang diambil. Hal ini memperlihatkan bahwa pekerjaan beternak banyak dilakukan oleh peternak–peternak yang berusia muda , kondisi tubuh yang masih kuat memudahkan responden untuk melakukan aktivitas-aktivitas beternak sapi potong seperti mengambil pakan rumput, merawat dan menjaga kebutuhan harian ternak. Berdasarkan Data Statistik Indonesia yang mengkategorikan bahwa usia kerja atau produktif adalah usia 15-64 tahun, maka dapat dilihat bahwa usaha beternak di wilayah Kabupaten Sumbawa menyerap sebagian besar tenaga kerja di usia produktif yaitu pekerja dengan usia antara 25-45 tahun. Pendidikan Pendidikan merupakan usaha untuk merubah kelakuan manusia. Atau sebagai keseluruhan pengalaman seseorang. Proses pendidikan seseorang harus belajar dan berusaha mencari pengalaman sendiri maupun dari pengalaman orang lain, merupakan proses belajar (Samsudin 1977). Pendidikan peternak pada penelitian ini dibagi kedalam empat kategori jenjang pendidikan formal yaitu SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi, peternak yang menempuh pendidikan SD sebanyak 10 orang (34,48%), SLTP sebanyak 11 orang atau sekitar 37,93%
dan 2 orang dari keseluruhan peternak menempuh
pendidikan hingga Perguruan Tinggi. Rata-rata peternak memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
26
Tabel 3. Karakteristik Internal Peternak Karakteristik Peternak Umur Muda (25-45 tahun) Tua (46-65 tahun) Pendidikan SD/Sederajat SLTP/Sederajat SLTA/Sederajat Perguruan Tinggi Jumlah Tanggungan Keluarga Kecil (1-4 jiwa) Besar (5-8 jiwa) Rata-rata Penghasilan/bulan Kecil (Rp.100.000-Rp.400.000) Sedang (Rp.500.000-Rp.800.000) Besar (Rp.900.000-1.200.000) Luas Lahan (Ha) Sempit (1-10 Ha) Luas (11-20 Ha) Jumlah Ternak Sapi Potong (ST) Sedikit (1-13,75 ST) Banyak (14-27,5 ST) Jumlah Ternak Lain (ekor) Ayam Sedikit (1-6 ekor) Banyak (7-12 ekor) Kerbau Sedikit (1-138 ekor) Banyak (139-275 ekor) Bebek Sedikit (1-5 ekor) Banyak (6-10 ekor) Kuda Sedikit (1-8 ekor) Banyak (9-16 ekor) Kambing Sedikit (1-5 ekor) Banyak (6-10 ekor)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
22 7
75,86 24,14
10 11 6 2
34,48 37,93 20,69 6,90
19 10
65,51 34,49
18 8 3
62,07 27,59 10,34
27 2
93,10 6,90
27 2
93,10 6,90
23 6
79,31 20,69
28 1
96,55 3,45
28 1
96,55 3,45
27 2
93,10 6,90
28 1
96,55 34,55
27
Rendahnya tingkat pendidikan peternak merupakan permasalahan besar bagi para penyuluh dalam menanamkan suatu inovasi baru, karena dengan pendidikan yang rendah akan mempengaruhi kecepatan dalam menerima materi yang disuluhkan (Mosher, 1977 dalam Winaryanto, 1990). Keadaan tersebut juga erat kaitannya dengan keberhasilan penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong. Walaupun keadaan pendidikan peternak masih rendah, tetapi bagi usaha pengembangan ternak sapi potong sudah merupakan syarat yang dapat dipenuhi, karena orang yang berpendidikan rendah pada umumnya tidak terlalu memilih-milih suatu pekerjaan dan mau melakukan pekerjaan kasar. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga peternak termasuk di dalamnya istri, anak kandung atau saudara lainnya yang yang biaya hidupnya masih menjadi tanggungjawab peternak. Sebanyak 65,52% peternak memiliki jumlah tanggungan keluarga yang relatif sedikit yaitu berkisar antara 0-4 jiwa dan 34,48% responden peternak mempunyai jumlah tanggungan keluarga antara antara 5-8 jiwa. Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa rata-rata peternak mempunyai jumlah tanggungan keluarga yang sedikit. Jumlah anggota keluarga yang sedikit berpengaruh terhadap pengeluaran keluarga peternak, karena dengan jumlah tanggungan keluarga yang sedikit maka pengeluaran peternak juga sedikit sehingga peternak dapat mengalokasikan pendapatan yang diterima tiap bulannya untuk keperluan usahaternak sapi potong. Anggota keluarga yang sedikit juga juga menyebabkan peternak mempunyai waktu luang yang lebih sedikit untuk mengerjakan usaha sampingan selain usahaternak sapi potong sebagai usaha pokoknya. Rata-rata Penghasilan per Bulan Rata-rata penghasilan yang dihitung adalah rata-rata penghasilan peternak setiap bulannya yang tidak hanya dari usaha pokok yaitu usahaternak sapi potong. Penghasilan ini juga dihitung dari pendapatan dari sektor pertanian seperti padi, sayuran dan tanaman tahunan dan juga pendapatan dari sektor non pertanian seperti kerajinan dan industri rumah tangga. Tingkat pendapatan peternak dari hasil penjualan ternak, sektor pertanian maupun sektor non pertanian bervariasi pada masing-masing peternak. Sebagian besar peternak mempunyai penghasilan antara
28
Rp.100.000-Rp.400.000/bulan yaitu sebanyak 18 orang (62,07%) dan 3 orang (10,34) dari total peternak memiliki rata-rata penghasilan per bulan antara Rp.900.000-1.200.000/bulan. Luas Lahan Luas
lahan
yang
dimiliki
peternak
sangat
berpengaruh
terhadap
pengembangan usahaternak sapi potong yang mereka lakukan. Dengan pengelolaan yang optimal mereka dapat meningkatkan pengembangan peternakanya. Sebanyak 27 orang peternak mempunyai luas lahan yang relatif sempit yaitu antara 0-10 Ha (93,10%) dan sebanyak 6,90% memiliki luas lahan antara 11-20 Ha. Rata-rata peternak memiliki luas lahan yang relatif sempit karena sebagian besar peternak kecil di Sumbawa biasanya menggembalakan ternaknya di LAR (Padang Pengembalaan Umum). LAR merupakan padang penggembalaan umum yang dimanfaatkan secara bersama-sama dan merupakan wahana milik bersama masyarakat sekitar. Selain efisien penggembalaan sistem LAR ini juga akan memberikan ruang gerak kepada peternak untuk mengerjakan usahatani yang lain. Jumlah Ternak Sapi Potong Jumlah ternak sapi potong yang dimiliki peternak dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan Satuan ternak (ST). Ternak sapi jantan dewasa dihitung dengan jumlah 1 ST, induk bunting 1 ST, sapi dara 0,5 ST dan pedet 0,25 ST. Berdasarkan hasil pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebagian besar peternak memiliki jumlah ternak sapi dengan kategori sedikit. Sebanyak 27 orang atau 93,10% dari keseluruhan peternak (29) orang peternak memiliki ternak sebanyak 0-13,75 ST dan sebanyak 6,90% peternak memiliki ternak sebanyak 14,5-27,5 ST. Jumlah Ternak Lain Ternak lain selain sapi potong yang dimiliki peternak di Kabupaten Sumbawa diantaranya adalah ayam, kerbau, bebek, kuda dan kambing. Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa masing-masing sebanyak 23 orang peternak memiliki ternak ayam antara 0-6 ekor, 28 orang peternak memiliki ternak kerbau antara 0-138 ekor, 28 orang peternak memilki ternak bebek antara 0-5 ekor, 27 orang peternak memiliki ternak kuda antara 0-8 ekor dan 28 orang peternak memiliki ternak kambing antara 0-5 ekor. Dari data juga terlihat bahwa rata-rata dari keseluruhan peternak (29 orang) memiliki ternak dengan kategori sedikit. Berdasarkan penelitian Kasup (1998)
29
bahwa jumlah kepemilikan ternak yang semakin banyak akan menyebabkan seorang peternak menyediakan waktunya lebih banyak untuk mengelola usahanya, sehingga lebih banyak pula kesempatan baginya untuk memperhatikan perkembangan ataupun kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam usaha peternakannya. Efektivitas Penyuluhan Efektivitas penyuluhan berkaitan dengan penerapan materi penyuluhan yang diberikan oleh penyuluh dan partisipasi peternak dalam kegiatan penyuluhan, karena efektivitas penyuluhan akan menunjukkan tingkat pencapaian dari program penyuluhan yang dilaksanakan. Masalah tingkat pendidikan yang relatif rendah dan tingkatan sosial ekonomi masyarakat desa yang masih belum memadai diduga merupakan permasalahan pokok yang menyebabkabkan sulitnya menentukan suatu media komunikasi yang akan mampu menjawab “felt need” dan “interest para petani akan tetapi dengan hadirnya berbagai macam komunikasi massa ke pedesaan seperti radio, TV dan surat kabar maka masalah komunikasi ke desa khususnya dalam rangka menaburkan inovasi dan meningkatkan intensitas informasi ke desa-desa dapat teratasi (Sasraatmadja, 1993). Tingkat pencapaian tujuan penyuluhan pada penelitian ini diukur melalui 5 aspek yang tersaji pada tabel 4 di bawah meliputi frekuensi bertemu dengan penyuluh, frekuensi mendengarkan radio, frekuensi menonton TV, frekuensi mendapat brosur/tulisan tentang peternakan dan frekuensi mengikuti pelatihan. Tabel 4. Rataan Skor Efektivitas Penyuluhan Terhadap Pengembangan Peternakan Sapi Potong Efektivitas Penyuluhan
Rataan Skor*
Frekuensi Bertemu dengan Penyuluh Frekuensi Mendengarkan Radio Frekuensi Menonton TV Ferkuensi Mendapat Brosur/Tulisan Tentang Peternakan Frekuensi Mengikuti Pelatihan Total Rataan Skor
2,03 1,21 1,10 1,41 1,72 1,49
Keterangan: *1,00-1,67 = sangat jarang, 1,68-2,35 = jarang, 2,36-3,00 = sering
Frekuensi Bertemu dengan Penyuluh Frekuensi bertemu dengan penyuluhan dalam penelitian ini adalah intensitas waktu yang digunakan peternak untuk bertemu atau bertatap muka secara langsung
30
dengan penyuluh untuk membicarakan masalah peternakan sapi potong mereka, rataan skor yang didapat adalah 2,03 yang termasuk dalam kategori jarang. Menurut Kartasapoetra (1991), sehubungan dengan perananya, maka seorang penyuluh harus berjiwa
sebagai
pendidik
yang
dapat
menimbulkan
perubahan-perubahan
pengetahuan, kecakapan, sikap dan keterampilan pada petani yang disuluhnya. Banyaknya intensitas waktu yang digunakan peternak untuk bertemu dengan penyuluh diharapkan dapat memberikan perubahan perilaku dan menambah pengetahuan peternak dalam mengembangkan usaha peternakannya. Banyaknya intensitas waktu yang digunakan peternak untuk bertemu dengan penyuluh peternak dapat mendiskusikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungan peternakan sapi potongnya sehingga peternak mampu mengatasi masalah yang dihadapi dan bisa mengembangkan usaha peternakannya dengan lebih baik. Frekuensi Menonton Tv Televisi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mempermudah penyuluh dalam penyampaian meteri penyuluhan. Berbeda dengan radio yang hanya dapat ditangkap melalui indera pendengaran saja. Televisi (TV) selain bisa ditangkap oleh indera pendengaran televisi juga melibatkan indera penglihatan. Kelebihan televisi adalah pesan atau objek yang disampaikan dapat ditampilkan dalam bentuk audio dan visual. Proses komunikasi yang melibatkan indera penglihatan dan pendengaran lebih memudahkan peternak dalam mencerna informasi atau yang disampaikan oleh penyuluh. Frekuensi menonton TV dalam penelitian ini adalah intensitas waktu (jam) yang digunakan oleh peternak untuk menyaksikan siaran-siaran tentang peternakan melalui televisi. Faktor frekuensi menonoton TV dalam penelitian ini mendapat skor 1,10 dengan kategori sangat jarang. Sama halnya dengan frekuensi mendengarkan radio, jarangnya intensitas waktu yang digunakan peternak untuk menonton TV di Kabupaten Sumbawa ini juga dikarenakan oleh tidak semua peternak memiliki TV. Frekuensi Mendengarkan Radio Untuk mempermudah pencapaian tujuan program penyuluhan diperlukan radio sebagai media komunikasi dalam kegiatan penyuluhan di lingkungan peternak. Penggunaan radio sebagai media penyuluhan diharapkan juga dapat mempermudah peternak dalam menerima materi-materi penyuluhan yang disampaikan oleh penyuluh. Komunikasi melalui radio dapat membantu peternak yang kurang dalam
31
baca tulis karena radio lebih mengandalkan indera pendengaran saja. Frekuensi mendengarkan radio dalam penelitian ini adalah intensitas waktu (jam) yang digunakan peternak untuk mendengarkan siaran-siaran tentang peternakan melalui radio, faktor ini mendapat skor 1,21 dengan kategori sangat jarang. Jarangnya frekuensi peternak mendengarkan radio di Kabupaten Sumbawa disebabkan karena tidak semua peternak mempunyai radio. Frekuensi Mendapat Brosur/tulisan Tentang Peternakan Selain
dari
aspek
frekuensi
bertemu
dengan
penyuluh,
frekuensi
mendengarkan radio dan frekuensi menonton TV, efektivitas penyuluhan dalm penelitian ini juga dilihat dari aspek frekuensi peternak mendapatkan atau menerima brosur/tulisan tentang peternakan setiap bulannya. Brosur/tulisan yang berisikan informasi-informasi peternakan juga merupakan media komunikasi yang dapat mempermudah penyuluh dalam penyampaian informasi kepada peternak. Frekuensi mendapat brosur/tulisan tentang peternakan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah intensitas waktu peternak (bulan) untuk menerima tulisan-tulisan yang berisikan informasi-informasi tentang peternakan. Melalui brosur yang didapat peternak tiap bulan ini, peternak dapat mengetahui berita-berita yang sedang berkembang mengenai peternakan khususnya peternakan sapi potong. Faktor mendapat brosur/tulisan tentang peternakan di Kabupaten Sumbawa ini mendapat skor sebesar 1,41 dengan kategori sangat jarang. Frekuensi Mengikuti Pelatihan Intensitas peternak di Kabupaten Sumbawa mengikuti pelatihan peternakan masih kuarang karena frekuensi peternak mengikuti pelatihan dalam penelitian ini mendapat skor sebesar 1,72 yang terkategorikan jarang.
Hal ini juga menjadi
permasalahan yang harus diatasi oleh penyuluh. Tujuan dari pelatihan adalah meningkatkan pengetahuan, kecakapan dan keterampilan baik itu teori maupun praktek dan selain itu agar dapat memecahkan segala masalah yang ada atau yang timbul di lapangan (Kartasapoetra, 1991). Melalui pelatihan-pelatihan yang diikuti oleh peternak, peternak mampu menambah keterampilan dan pengetahuan dalam mengembangkan usahaternak sapi potong. Pelaksanaan pelatihan penyuluh dapat menyampaikan informasi melalui demonstrasi cara sehingga peternak akan lebih paham dengan materi yang disampaikan. Menurut Kartasapoetra (1991) teori atu
32
materi yang diberikan dalam pelatihan disamakan dengan keadaan yang terjadi di lapangan dan masalah-masalah utama di daerah. Hubungan Karakteristik Peternak dengan Efektivitas Penyuluhan Terhadap Pengembangan Peternakan Sapi Potong Tujuan peneltian adalah menganalisis hubungan antara karakteristik peternak dengan tingkat efektivitas penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Sumbawa. Karakteristik yang diamati adalah karakteristik individual yang meliputi usia, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, rata-rata penghasilan per bulan, jumlah ternak sapi dan jumlah ternak lain. Hubungan antara karakteristik peternak dengan efektivitas penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong diukur dengan uji korelasi rank spearman (rs) dan tingkat keeratan hubungan (KK) dari uji chi square (X2). Hasil dari pengujian tersaji pada tabel 5. Tabel 5. Hasil Analisis Hubungan Antara Karakteristik Peternak dan Efektivitas Penyuluhan
Uji Karakteristik Korelasi
Umur Pendidikan Jumlah Tanggungan Keluarga Rata-rata Penghasilan Per Bulan Luas Lahan Jumlah Ternak Sapi Jumlah Ternak Lain Keterangan :
* :
rs KK
Efektivitas Penyuluhan Frekuensi Frekuensi Frekuensi Menonton Bertemu Mendegarkan TV dengan Radio Penyuluh -0,078 -0,067 0,167 0,295 0,251 0,336
Frekuensi Mendapat Frekuensi Brosur/Tulisan Mengikuti Tentang Pelatihan Peternakan -0,120 -0,329*
0,241
0,484
KK 0,210
0,129
0,008
0,230
0,138
rs
-0,267
0,162
-0,055
-0,046
-0,005
KK rs
0,191
0,421
0,092
0,144
0,238
-0,280
0,415*
-0,135
0,100
-0,135
-0,253
-0,075
-0,064
-0,135
-0,163
rs
berhubungan nyata pada p (0,05)
33
Umur Berdasarkan hasil pengujian menggunakan rank Spearman (rs), umur peternak mempunyai hubungan nyata (p<0,05) negatif dengan efektivitas penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong frekuensi mengikuti pelatihan, dengan keeratan hubungan lemah. Tidak terdapat hubungan nyata (p<0,05) dan negatif terlihat pada hubungan antara umur dengan frekuensi bertemu dengan penyuluh, frekuensi mendengarkan radio dan frekuensi mendapat brosur/tulisan tentang peternakan dan keeratan hubungan pun sangat lemah dengan keeratan hubungan sangat lemah. Umur peternak dengan frekuensi menonton tv memiliki hubungan tidak nyata dan positif pada (p<0,005) dengan keeratan hubungan sangat lemah. Berdasarkan data-data di atas dapat dilihat bahwa semakin bertambah umur peternak maka akan semakin kurang baik efektivitas penyuluhan peternak terhadap pengembangan peternakan sapi potong pada aspek frekuensi mengikuti pelatihan. Peternak yang berumur dengan kategori muda dan sedang memiliki intensitas mengikuti pelatihan yang lebih sering daripada peternak yang berumur dengan kategori tua. Bertambahnya umur mempengaruhi motivasi peternak akan pentingnya mengikuti pelatihan untuk meningkatkan efektivitas penyuluhan . Sejalan dengan penelitian (Haryadi, 1997), bahwa kemampuan fisik seseorang sangat ditentukan oleh tingkatan umur, dimana pada batas umur tertentu dengan semakin bertambahnya umur maka kemampuan fisik juga melemah. Haryadi (1997) juga menyatakan bahwa dengan kondisi daya dukung wilayah untuk pengembangan peternakan sapi potong relatif cukup mendukung sehingga peternak akan lebih mempunyai kesempatan untuk belajar memanfaatkan potensi yang ada karena kapasitas belajar seseorang akan meningkat sesuai dengan perkembangan umur sejak seseorang tersebut mengenal lingkungan. Pendidikan Pendidikan peternak memiliki hubungan tidak nyata (p<0,05) dan memiliki keeratan hubungan yang lemah terhadap efektivitas penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong pada aspek frekuensi bertemu dengan penyuluh, frekuensi mendegarkan radio, frekuensi menonton tv dan frekuensi mendapat brosur/tulisan tentang peternakan. Hubungan tidak nyata dengan keeratan hubungan cukup kuat terjadi antara hubungan pendidikan dengan efektivitas aspek
34
frekuensi mengikuti pelatihan. Tingkat pendidikan yang rendah menghambat intensitas komunikasi peternak untuk berkomunikasi secara utuh dan objektif mengenai efektifitas penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong. Menurut penelitian Setyorini (2000), bahwa tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi tingkat pemahamanya terhadap sesuatu yang dipelajari.Tingkat pendidikan yang rendah menghambat intensitas peternak dalam menggali informasi peternakan melalui penyuluh maupun media penyuluhan. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga peternak memiliki mempunyai hubungan tidak nyata (p<0,05) positif pada semua aspek efektivitas penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong dengan keeratan hubungan sangat lemah pada frekuensi mendengarkan radio (0,129), frekuensi menonton tv (0,008) dan frekuensi mengikuti pelatihan (0,138). Jumlah tanggungan keluarga berhubungan positif dengan keeratan hubungan lemah pada aspek frekuensi bertemu dengan penyuluh (0,210) dan frekuensi mendapat brosur/tulisan tentang peternakan (0,230). Dengan banyaknya jumlah anggota keluarga peternak memiliki lebih banyak waktu untuk menggali informasi peternakan melalui media (radio,tv). Besarnya keluarga peternak akan memudahkan peternak dalam pembagian tugas pada usahaternak mereka sehingga akan tercapai efektivitas penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong. Rata-rata Penghasilan/Bulan Rata-rata penghasilan per bulan peternak tidak berhubungan nyata (p<0,05) negatif dengan efektivitas penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong pada aspek frekuensi bertemu dengan penyuluh (-0,267) dengan keeratan hubungan lemah dan memiliki hubungan tidak nyata (p<0,05) dengan keeratan hubungan sangat lemah pada aspek frekuensi menonton tv, frekuensi mendapat brosur/tulisan tentan peternakan dan frekuensi mengikuti pelatihan serta mempunyai hubungan tidak nyata (p<0,05) positif pada aspek frekuensi mendengarkan radio (0,162) dengan keeratan hubungan sangat lemah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar rata-rata penghasilan per bulan peternak maka semakin baik pula efektivitas penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong yang terlihat dari tingginya intensitas waktu yang digunakan peternak untuk mendengarkan radio.
35
Luas Lahan Luas lahan yang dimiliki peternak mempunyai hubungan tidak nyata (p<0,05) positif pada semua aspek efektivitas penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Sumbawa dengan keeratan hubungan sangat lemah pada hubungan luas lahan dengan frekuensi bertemu dengan penyuluh (0,191), frekuensi menonton TV dan frekuensi mendapat brosur/tulisan tentang peternakan. Luas lahan dengan frekuensi mengikuti pelatihan juga mempunyai hubungan tidak nyata (p<0,05) positif dengan tingkat keeratan hubungan lemah dan memiliki tingkat keeratan hubungan cukup kuat pada aspek frekuensi mendengarkan radio. Hal ini dikarenakan semakin luasnya lahan yang dimiliki peternak menyebabkan peternak menyediakan waktu yang lebih banyak untuk mengelola usahaternaknya dan melakukan aktivitas lain dalam upaya meningkatkan pengetahuan beternak sapi potong melalui mendengarkan radio, berdiskusi dengan penyuluh dan menonton tv. Jumlah Ternak Sapi Jumlah ternak sapi yang dimiliki peternak mempunyai hubungan nyata (p<0,05) positif dengan efektivitas penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong pada aspek frekuensi mendengarkan radio dengan tingkat keeratan hubungan cukup kuat. Hubungan tidak nyata (p<0,05) negatif terjadi antara hubungan jumlah ternak sapi dengan efektivitas penyuluhan pada aspek frekuensi bertemu dengan penyuluh dengan tingkat keeratan hubungan lemah, frekuensi menonton Tv dan frekuensi mengikuti pelatihan dengan keeratan hubungan sangat lemah serta mempunyai hubungan tidak nyata (p<0,05) positif pada aspek frekuensi mendapat brosur/tulisan tentang peternakan dengan keeratan hubungan sangat lemah. Jumlah Ternak Lain Jumlah ternak lain yang dimiliki peternak pada penelitian ini memiliki hubungan tidak nyata (p<0,05) negatif pada semua aspek efektivitas penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong dengan tingkat keeratan hubungan sangat lemah pada hubungan jumlah ternak lain dengan frekuensi mendengarkan radio (-0,075), frekuensi menonton Tv (-0,064), frekuensi mendapat brosur/tulisan tentang prternakan (-0,135), frekuensi mengikuti pelatihan (-0,163) dan mempunyai keeratan hubungan lemah pada aspek frekuensi bertemu dengan penyuluh (-0,253).
36
Secara keseluruhan, hanya terdapat dua hubungan nyata antara karakteristik peternak dengan efektivitas penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong sehingga H1 yang menyatakan bahwa ”terdapat hubungan nyata antara karakteristik peternak terhadap efektivitas penyuluhan terhadap pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Sumbawa” ditolak.
37