HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sekolah SMA Negeri contoh terletak di Jalan Pinang Raya, Perumahan Yasmin Sektor VI, Curug Mekar, Bogor Barat. Sekolah ini berdiri dan diresmikan pada tahun 2001. Sekolah ini telah mendapatkan akreditasi A pada tahun 2005. Saat ini SMA tersebut dipimpin oleh kepala sekolah yang bernama Drs. H. Mansyur, M.Si. Visi dari SMA tersebut adalah terwujudnya generasi cerdas yang berakhlak mulia berlandaskan iman dan taqwa menuju Sekolah Berstandar Nasional 2013. Sedangkan misi yang diemban oleh sekolah ini diantaranya adalah (1) membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas; (2) mengembangkan profesionalisme dalan proses belajar mengajar agar tercipta iklim yang kondusif bagi terwujudnya kualitas hasil belajar; (3) Mewujudkan budaya disiplin dan bersih lingkungan bagi warga sekolah dalam melaksanakan tugas; (4) meningkatkan prestasi dan menbangkan inovasi dalam bidang akademis dan non-akademis; (5) menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam proses pembelajaran; (6) memanfaatkan perpustakaan dan laboratorium sebagai saran peningkatan kualitas pembelajaran. Kondisi siswa pada tahun pelajaran 2011/2012 adalah terdiri dari 345 orang siswa yang berada pada kelas X, kemudian kelas XI IPA yang terdiri dari 220 orang, dilanjutkan dengan kelas XI IPS yang terdiri dari 111 orang, selanjutnya, terdapat 193 orang siswa kelas XII IPA dan 69 orang siswa kelas XII IPS. Jumlah total siswa pada tahun ajaran tersebut adalah sebanyak 938 orang. Rata-rata staf pengajar berpendidikan S1 dan D3. SMA Swasta contoh berada di Jalan Raya Pajajaran No. 73, Kompleks Pulo Armen, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor. Sekolah tersebut didirikan pada tanggal 2 Agustus 1965. Dengan surat Kepala Inspeksi Daerah Pendidikan SMA. Djabar No. 167/D2a/k’ 68 pada tanggal 14 Mei 1968, status SMA tersebut telah diakui secara sah. Saat ini, SMA tersebut memiliki akreditasi dengan peringkat A dan menjadi Rintisan Sekolah Standar Nasional (RSSN) pada tahun pelajaran 2008-2009. Pada
40
tahun 2007 hingga sekarang sekolah tersebut dipimpin oleh kepala sekolah yang bernama Ir. Wiwik Apriyani. Sekolah ini memiliki visi untuk menjadikan sekolah sebagai lembaga pendidikan terpercaya yang mengutamakan profesionalisme, kualitas dan selalu bertumbuh. Misi dari sekolah ini antara lain (1) menyelenggrakan pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pelatihan serta pengabdian secara profesional untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral; (2) berorientasi kepada keputusan keluarga besar kesatuan dan masyarakat luas melalui perbaikan dan peningkatan secara berkesinambungan; (3) mencerdaskan kehidupan bangsa. Gedung sekolah ini tidak hanya berupa gedung SMA saja, tetapi terdiri dari gedung yang dimulai dari tingkat TK hingga gedung akademi (STIE). Fasilitas gedung sekolah swasta ini cukup memadai, yang terdiri dari ruang kelas, kantin, laboratorium, perpustakaan, tempat parkir, ruang guru, lapangan, gedung serba guna, dan taman. Laboratorium yang tersedia hingga saat ini adalah laboratorium bahasa, komputer, dan IPA. Selain itu, sekolah ini dilengkapi dengan tempat pelayanan kesehatan berupa balai pengobatan yang di dalamnya terdapat jasa dokter umum dan dokter gigi. Karakteristik Remaja Umur. Pada Tabel 4 menunjukan bahwa usia contoh terbanyak yang berasal dari SMA negeri adalah siswa yang lahir pada tahun 1995 sebesar 64 persen, sedangkan sisanya dengan jumlah yang sama masingmasing sebesar (18%) lahir pada tahun 1994 dan 1996. Sebanyak (80%) siswa dari SMA swasta lahir pada tahun 1995 pada Tabel 4. Siswa yang lahir pada tahun 1994 sebanyak 20 persen dan tidak ada contoh yang lahir pada tahun 1996 dari SMA tersebut. Berdasarkan Tabel 4 tidak terdapat hubungan yang signifikan uji beda t-test (p>0,1) terhadap umur remaja di kedua sekolah.Rata-rata tahun lahir remaja laki-laki dan remaja perempuan di kedua sekolah pada tahun 1995 dengan nilai sebesar (72%). Remaja yang lahir selain pada tahun 1995 adalah sebesar (28%) bagi remaja laki-laki dan remaja perempuan.
41
Tidak terdapat hubungan yang nyata pada uji beda t-test (p>0,1) pada umur siswa di kedua SMA tersebut. Tabel 4 Sebaran remaja berdasarkan umur (tahun), jenis kelamin dan asal SMA Umur (Tahun)
Laki-Laki n
Perempuan
%
n
%
SMA Negeri n
SMA Swasta
%
n
%
16
11
22
8
16
9
18
10
20
17
36
72
36
72
32
64
40
80
18
3
6
6
12
9
18
0
0
Total
50
100
50
100
50
100
50
100
Rata-Rata±Sd
17,16±0,51
17,04±0,53
p-value t-test
17±0,61
17,20±0,40
0,428
0,603
Tunjangan Orang Tua. Berdasarkan Tabel 5 telah menunjukan bahwa tunjangan total rata-rata yang diberikan oleh orang tua kepada anak untuk mencukupi kebutuhan anak selama di sekolah adalah sekitar Rp.101.000 hingga Rp.400.000,00 menurut data anak laki-laki (42%), anak perempuan (30%), serta anak yang bersekolah di SMA negeri (58%). Tunjangan total tersebut terdiri dari uang saku, uang transportasi, uang ekstrakurikuler dan uang SPP yang dihitung pada setiap bulannya. Tabel 5 Sebaran remaja berdasarkan jumlah tunjangan orang tua, jenis kelamin, asal SMA Tunjangan Orang Tua (Rupiah)
Laki-Laki
Perempuan
SMA Negeri
SMA Swasta
n
%
n
%
n
%
n
%
21.000-100.000
1
2
1
2
1
2
0
0
101.000-400.000
21
42
15
30
28
58
8
16
401.000-600.000
7
14
14
28
15
30
6
12
601.000-800.000
8
16
12
24
3
6
17
34
> 800.000
13
26
8
16
2
4
19
38
Total
50
100
50
100
49
100
50
100
Rata-rata (Rp)
5,62x10
p-value t-test Keterangan
5
5
5,75x10
5
3,89x10
0,062
7,48x105
0,002**
: ** signifikan pada selang kepercayaan 95%
Meskipun rata-rata tunjangan orang tua anak adalah berkisar antara Rp.101.000,00 hingga Rp. 400.000,00, hal ini tidak terlihat di SMA swasta. Jumlah rata-rata tunjangan orang tua setiap bulan yang diberikan oleh mereka adalah lebih dari RP.600.000,00 dengan prosentase sebesar
42
(72%). Dengan prosentase tersebut telah membuktikan bahwa anak yang bersekolah di SMA swasta adalah anak yang berada pada keluarga golongan menengah ke atas. Terdapat perbedaan yang signifikan dalam uji beda antara tunjangan orang tua yang dilihat berdasarkan asal sekolah anak (P<0,05). Anak yang bersekolah di SMA negeri dapat disimpulkan berada dalam keluarga menengah karena besar tunjangan yang diberikan oleh orang tua kepada mereka adalah lebih dari Rp.100.000,00 hingga mencapai Rp.600.000,00 saja apabila dibandingkan dengan anak yang bersekolah di SMA swasta. Hobi Seni. Berdasarkan data pada Tabel 6 hobi seni yang paling banyak diminati baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan adalah menyanyi dengan masing-masing prosentase sebesar (34%) bagi anak laki-laki dan (54%) bagi anak perempuan. Apabila dibandingkan setengah dari anak perempuan memang lebih banyak memilih hobi seninya dalam bernyanyi jika dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal ini terjadi karena sebagian anak laki-laki lebih memilih hobi seninya untuk bermain musik dengan prosentase yang tidak jauh berbeda dengan anak laki-laki yang memiliki hobi menyanyi yaitu sebesar (30%). Tabel 6 Sebaran remaja berdasarkan hobi seni, jenis kelamin, dan asal SMA Hobi Seni
Laki-Laki
Perempuan
SMA Negeri
SMA Swasta
n
%
n
%
n
%
n
%
Tidak Ada
12
24
7
14
16
32
4
8
Menari
2
4
4
8
1
2
5
10
Mendengarkan Musik
1
2
3
6
1
2
1
2
Menggambar
2
4
4
8
3
6
3
6
Menulis
0
0
1
2
1
2
0
0
Menyanyi
17
34
27
54
15
30
29
58
Bermain Musik
15
30
3
6
13
26
6
12
Membaca
1
2
1
2
0
0
2
4
Total
50
100
50
100
50
100
50
100
Apabila dilihat dari Tabel 6 hobi seni yang paling banyak dilakukan oleh anak SMA negeri maupun SMA swasta adalah menyanyi dengan prosentase sebesar (30%) anak SMA negeri dan (58%) anak SMA swasta. Jika disimpulkan maka anak SMA swasta lebih memiliki minat terhadap
43
bidang seni apabila dibandingkan dengan anak SMA negeri. Hampir mencapai setengah anak dari keseluruhan anak SMA negeri memilih hobi selain di bidang seni, tepatnya sebesar (32%). Karakteristik Keluarga Pendidikan Orang Tua. Tingkat pendidikan ayah yang paling banyak diselesaikan terakhir menurut Tabel 7 baik pada anak laki-laki maupun perempuan adalah pada tingkat SMA dan S1 dengan masingmasing total prosentase sebesar (68%) bagi anak laki-laki dan (72%) bagi anak perempuan. Apabila dibandingkan, tingkat pendidikan terakhir ayah dari anak perempuan lebih tinggi apabila dibandingkan dengan ayah dari anak
laki-laki
karena
(38%)
ayah
dari
anak
perempuan
telah
menyelesaikan pendidikan S1 sedangkan bagi ayah dari anak laki-laki hanya sebesar (26%) saja. Apabila dibandingkan berdasarkan asal SMA anak, menurut Tabel 7 pendidikan terakhir ayah dari anak SMA negeri lebih baik apabila dibandingkan dengan ayah dari anak SMA swasta karena (38%) ayah dari anak SMA tersebut menyelesaikan pendidikan S1. Pendidikan terakhir yang paling banyak diselesaikan oleh ayah dari anak SMA swasta adalah pada tingkat SMA (44%). Dari hasil yang telah dijelaskan terbukti tidak ada satupun ayah baik berdasarkan jenis kelamin anak maupun asal SMA anak yang tidak menyelesaikan pendidikan pada tingkat SD. Tabel 7 Sebaran remaja berdasarkan tingkat pendidikan ayah, tingkat pendidikan jenis kelamin, dan asal SMA Pendidikan
Tidak Tamat SD SD SMP SMA D3 S1 S2 S3 Total (%)
Laki-Laki n 0 1 5 21 2 13 7 1 5
% 0 2 10 42 4 26 14 2 100
Perempuan
SMA Negeri
SMA Swasta
n 0 0 8 16 2 19 5 0 50
n 0 0 8 16 2 19 5 0 50
n 0 1 7 17 3 19 3 0 50
% 0 0 16 32 4 38 10 0 100
% 0 0 16 32 4 38 10 0 100
% 0 2 14 34 6 38 6 0 100
Berdasarkan Tabel 8 rata-rata tingkat pendidikan terakhir ibu berada pada tingkat SMA baik bagi anak laki-laki (34%), anak perempuan
44
(32%), anak SMA negeri (34%) dan anak SMA swasta (32%). Selanjutnya, hanya terdapat satu ibu dari anak yang bersekolah di SMA negeri (2%) yang merupakan ibu dari anak perempuan di SMA tersebut tidak menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SD. Tingkat pendidikan terakhir kedua tertinggi setelah tingkat SMA baik berdasarkan jenis kelamin anak maupun asal SMA anak adalah pada tingkat S1. Hal ini sama dengan tingkat pendidikan terakhir pada ayah. Tabel 8 Sebaran remaja berdasarkan tingkat pendidikan ibu, jenis kelamin dan asal SMA Pendidikan
Laki-Laki n 0 5 8 16 3 9 7 2 5
Tidak Tamat SD SD SMP SMA D3 S1 S2 S3
Total
% 0 10 16 32 6 18 14 4 100
Perempuan
SMA Negeri
SMA Swasta
n 1 6 6 16 5 12 4 0 50
n 0 6 4 16 4 14 4 2 50
n 1 5 10 17 4 7 6 0 50
% 2 12 12 32 10 24 8 0 100
% 0 12 8 32 8 28 8 4 100
% 2 10 20 34 8 14 12 0 100
Penghasilan Orang Tua. Menurut data pada Tabel 9 rata-rata penghasilan orang tua terbanyak dari anak laki-laki (26%) dan anak perempuan
(36%)
adalah
sebesar
Rp.3.000.000,00
hingga
Rp.5.000.000,00. Hal tersebut telah membuktikan bahwa hanya (44%) penghasilan orang tua anak laki-laki dan (38%) penghasilan orang tua anak perempuan yang kurang dari RP.3.000.000,00. Tidak terjadi perbedaan yang signifikan (P>0,1) antara penghasilan orangtua anak laki-laki dan anak perempuan. Terdapat perbedaan yang signifikan (P<0,05) antara penghasilan orang tua dari anak SMA negeri maupun SMA swasta. Rata-rata penghasilan
orang
tua
anak
SMA
negeri
(32%)
hanya
berkisar
Rp.1.000.000,00 hingga Rp2.000.000,00 apabila dibandingkan dengan penghasilan orang tua anak SMA swasta (32%), yang besarnya antara Rp.3.000.000,00 hingga Rp.5.000.000,00. Hal tersebut telah membuktikan bahwa anak dari SMA swasta rata-rata merupakan keluarga golongan menengah ke atas.
45
Tabel 9 Sebaran remaja berdasarkan penghasilan orang tua, jenis kelamin, dan asal SMA Penghasilan Orang Tua (Rupiah)
Laki-Laki
Perempuan
SMA Negeri
SMA Swasta
n
%
n
%
n
%
n
%
<1.000.000
4
8
4
8
13
26
3
6
1.000.000 – 2.000.000
11
22
7
14
16
32
4
8
2.000.000 – 3.000.000
9
14
13
26
14
28
6
12
3.000.000 – 5.000.000
13
26
18
36
2
4
16
32
5.000.000 – 7.000.000
10
20
6
12
5
10
15
30
7.000.000 – 10.000.000
2
4
1
2
0
0
4
8
>10.000.000
1
2
1
2
0
0
2
4
Total
50
100
50
100
50
100
50
100
Rata-rata (Rp)
3,92x10
6
3,78x10
p-value t-test
Keterangan
6
2,86x106
0,386
4,84x106 0,002**
** signifikan pada selang kepercayaan 95 %
Besar Keluarga. Menurut BKKBN dalam Karina (2012) keluarga dikategorikan menjadi keluarga kecil (jumlah anggota keluarga kurang dari empat orang), keluarga sedang (lima hingga tujuh orang) dan keluarga besar (lebih dari 7 orang). Rata-rata besar keluarga baik keluarga dari anak laki-laki (64%) maupun perempuan (76%) berada pada keluarga kecil. Hal yang sama juga terjadi apabila dilihat berdasarkan asal SMA anak pada Tabel 9. Besar keluarga anak SMA negeri (72%) dan anak SMA swasta (68%) adalah kurang dari sama dengan empat orang yang merupakan keluarga kecil. Berdasarkan uji beda t-test, tidak terdapat perbedaan yang signifikan (P>0,1) antara besar keluarga anak baik berdasarkan jenis kelamin maupun asal SMA anak tersebut. Tabel 10 Sebaran remaja berdasarkan besar keluarga, jenis kelamin dan asal SMA Besar Keluarga (Orang)
Laki-Laki n
Perempuan
%
n
%
SMA Negeri n
SMA Swasta
%
n
%
Kecil (≤ 4)
32
64
38
76
36
72
34
68
Sedang (5-7)
13
26
11
22
11
22
13
26
Besar (≥ 8)
5
10
1
2
3
6
3
6
Total
50
100
50
100
50
100
50
100
Rata-rata±Sd (orang) p-value t-test
4,74±1,40
4,28±1,10 0,102
4,56±1,36
4,46±1,16 0,294
46
Hobi Seni Musik Orang Tua. Hanya terdapat (24%) ayah dari anak SMA negeri yang memusatkan hobinya pada seni musik apabila ditinjau dari Tabel 11. Dengan hobi seni musik yang dimiliki, tentunya seni musik yang dikuasai pun hanya memiliki besar yang sama sesuai dengan hobi seni yang dimiliki tersebut (24%). Hal yang disayangkan dari ayah anak SMA tersebut adalah hanya satu orang saja ya memiliki prestasi musik. Terdapat perbedaan yang besarnya hampir setengah kali lipat jumlah prosentase ayah dari anak SMA negeri, di mana hobi seni ayah dari anak SMA swasta sebesar (46%). Jumlah prosentase tersebut juga terdapat pada seni musik yang dikuasai oleh ayah tersebut. Akan tetapi, hanya terdapat lima orang saja yang memiliki prestasi dari hobi seni yang dimiliki oleh ayah tersebut. Jumlah ibu dari anak SMA negeri justru lebih sedikit yang memiliki hobi seni musik apabila dibandingkan dengan ayah dari anak tersebut (6%) pada Tabel 11. Selain itu, tidak ada satupun dari ibu yang memiliki hobi seni tersebut yang memiliki prestasi di bidang seni musik, dengan kata lain ibu dari anak tersebut hanya lebih suka memanfaatkan bakat seni musiknya untuk mengisi waktu luang saja, tidak untuk berprestasi lebih. Hal tersebut sangat berbeda hasilnya apabila dibandingkan dengan ibu dari anak SMA swasta. Terdapat (46%) ibu dari anak tersebut yang memiliki hobi seni dan menguasai seni musik yang sesuai dengan hobinya. Sedangkan prestasi yang diraih hanya sebesar (10%) dari keseluruhan ibu dari anak SMA swasta tersebut. Kebetulan jumlah ayah dan ibu pada SMA swasta yang memiliki hobi seni sama. Hal tersebut terjadi karena jumlah remaja yang diteliti memberikan jawaban mengenai orang tua yang memang berdasarkan pendapat mereka sama-sama memiliki hobi seni terutama seni musik. Apabila dilihat berdasarkan total sebaran siswa SMA di Kota Bogor, masih sedikit baik ayah maupun ibu siswa yang memiliki hobi seni. Hal ini dapat terjadi karena contoh sebaran yang terdiri dari anak remaja secara keseluruhan diambil secara acak.
47
Tabel 11 Sebaran remaja berdasarkan hobi seni musik ayah, jenis kelamin dan asal SMA Hobi Seni Ayah
Hobi seni musik Seni Musik yang dikuasai Prestasi Seni Musik Orang tua
Laki-Laki
Perempuan
SMA Negeri
SMA Swasta
(%)
(%) 24
Ada (n) 23
(%)
30
Ada (n) 12
Ada (n) 13
(%) 26
Ada (n) 15
14
28
23
46
12
24
23
46
1
2
5
10
1
2
5
10
46
Menurut Tabel 11 jumlah ayah dari anak laki-laki (26%) dan anak perempuan (35%) yang memiliki hobi seni musik tidak jauh berbeda. Hal yang sama juga dapat dilihat pada kemampuan ayah dalam menguasai seni musik tersebut baik bagi anak laki-laki (28%) maupun anak perempuan (27%). Akan tetapi, jumlah jumlah ayah yang berprestasi dalam bidang seni musik tersebut masih kurang sama halnya dengan jumlah prestasi seni musik ayah apabila dilihat berdasarkan asal SMA. Tabel 12 Sebaran remaja berdasarkan hobi seni musik ibu, jenis kelamin dan asal SMA Hobi Seni Ibu
Hobi seni musik Seni Musik yang dikuasai Prestasi Seni Musik Orang tua
Laki-Laki Ada (%) (n) 11 22
Perempuan Ada (%) (n) 15 30
SMA negeri Ada (%) (n) 3 6
SMA swasta Ada (%) (n) 23 46
11
22
15
30
3
6
23
46
1
2
4
8
0
0
5
10
Meskipun sangat tipis perbedaannya, ibu dari anak perempuan (30%) lebih banyak yang memiliki hobi dalam bersmusik dibandingkan ibu dari anak laki-laki (22%). Apabila dilihat dari segi prestasi dalam Tabel 12 Ayah yang berprestasi di bidang seni musik (12%) lebih banyak jika dibandingkan dengan ibu yang memiliki prestasi di bidang seni musik (10%).
48
Berikut ini adalah beberapa contoh pernyataan anak terkait hobi seni musik dan prestasi seni musik orang tua. Anak dengan nomor responden 010 adalah anak perempuan dari SMA negeri memiliki ayah yang gemar bermain gitar, serta memiliki prestasi dalam lomba band pelajar saat masih muda. Kemudian, anak dengan nomor responden 032 adalah anak laki-laki dari SMA negeri yang memiliki ayah yang gemar bermain gitar dan ibu yang gemar bermain keyboard. Selanjutnya, anak dengan nomor responden 055 adalah anak perempuan dari SMA swasta yang memiliki ayah yang gemar menyanyi, serta memiliki prestasi dalam lomba menyanyi di Rawangmangun saat masih muda. Contoh terakhir adalah anak dengan nomor responden 076 yang merupakan anak laki-laki dari SMA swasta yang memiliki ayah dan ibu yang gemar dalam bernyanyi. Alokasi Waktu Orang Tua. Banyaknya waktu yang digunakan oleh ayah untuk mendalami seni musik bagi siswa SMA negeri (16%) adalah selama dua jam, sedangkan untuk ayah dari anak SMA swasta (24%) pada Tabel 13 adalah sebanyak satu jam setiap latihannya. Apabila dihitung berdasarkan jenis kelamin anak, ayah dari anak laki-laki (14%) banyak menghabiskan waktu untuk bermusik selama satu jam saja, sedangkan ayah dari anak perempuan (22%) menghabiskan waktunya dalam bermusik selama dua jam.Hanya sedikit saja (4%) jumlah ayah baik dari anak lakilaki maupun anak perempuan yang menghabiskan waktunya selama lebih dari dua jam dalam bermusik. Tabel 13 Sebaran remaja berdasarkan alokasi waktu ayah dalam mendalami seni musik, jenis kelamin dan asal SMA Alokasi Waktu Ayah (Jam/ Latihan) Tidak Ada 1 2 >2 Total (%) Ratarata±Sd p-value ttest (Ayah) Keterangan
Laki-Laki
Perempuan
(n)
(n)
(%)
37 74 7 14 4 8 2 4 50 100 0,42±0,81
(%)
28 56 9 18 11 22 2 4 50 100 0,74±0,94
0,032* *signifikan pada selang 95 %
SMA Negeri (n)
SMA Swasta
(%)
(n)
38 76 4 8 8 16 0 0 50 100 0,40 ± 0,76 0,030*
(%)
27 54 12 24 7 14 4 8 50 100 0,74 ± 0,98
49
Ibu dari anak yang berada di SMA swasta jauh lebih banyak menggunakan waktunya untuk bermusik apabila dibandingkan dengan ibu dari anak SMA negeri berdasarkan data pada Tabel 14. Terdapat (20%) ibu dari anak SMA swasta yang menghabiskan waktu untuk bermusik selama satu jam, selanjutnya terdapat (26%) ibu dari anak SMA swasta yang menghabiskan waktu dalam bermusik lebih dari satu jam. Terjadi keseimbangan waktu ibu dari anak laki-laki dan anak perempuan dalam mengahbiskan waktu untuk bermusik. Total ibu dari anak laki-laki yang mengabiskan waktu dalam bermusik adalah sebanyak (22%) dan bagi anak perempuan adalah sebanyak (20%). Tabel 14 Sebaran remaja berdasarkan alokasi waktu ibu, asal SMA dan jenis kelamin Alokasi Waktu Ibu (Jam/ Latihan) Tidak Ada 1 2 >2 Total (%) Ratarata±Sd p-value ttest (Ibu) Keterangan
Laki-Laki
Perempuan
(n)
(n)
(%)
39 78 5 10 5 10 1 2 50 100 0,36±0,75
(%)
35 70 7 14 8 16 0 0 50 100 0,46±0,76
SMA Negeri
(n)
SMA Swasta
(%)
(n)
47 94 2 4 1 2 0 0 50 100 0,08 ± 0,34
0,357
(%)
27 54 10 20 12 24 1 2 50 100 0,72 ± 0,90
0,000**
** signifikan pada selang 95 %
Menurut uji beda t-test terdapat perbedaan yang signifikan (P<0,05) antara alokasi waktu ayah berdasarkan asal SMA anak dan jenis kelamin anak. Ayah dari anak yang bersekolah di SMA swasta memiliki waktu yang lebih banyak dalam bermusik. Kemudian, ayah dari anak perempuan juga jauh
lebih
banyak
memanfaatkan
waktunya
dalam
bermusik
jika
dibandingkan dengan anak laki-laki. Untuk ibu, hanya terdapat perbedaan yang signifikan (P<0,05) antara ibu dari anak SMA negeri dengan ibu dari anak SMA swasta, sedangkan ibu dari anak laki-laki dan anak perempuan tidak terjadi perbedaan yang signifikan (P>0,1) dalam memanfaatkan waktu dalam bermusik.
50
Pengorganisasian Waktu Remaja Pengorganisasian Waktu. Untuk membentuk tingkat kecerdasan musikal yang baik perlu adanya kemampuan mengorganisasi antara kemampuan akademik dengan kegiatan lain seperti bermain dan kegiatan lainnya dengan baik oleh anak. Pengorganisasian waktu anak dapat dikatakan kurang apabila secara normatif jumlah skor kurang dari 12, sedang apabila berada pada kisaran 12 hingga 14, dan baik apabila lebih dari sama dengan 15. Rata-rata dengan
standar
pengorganisasian waktu anak laki-laki adalah 14,67 deviasi
sebesar
1,57.
Kemudian
rata-rata
pengorganisasian waktu anak perempuan adalah 14,86 dengan standar deviasi sebesar 1,71. Berdasarkan asal SMA pengorganisasian waktu anak SMA swasta lebih baik sedikit daripada anak SMA negeri dengan rata-rata sebesar 14,72 dan standar deviasi sebesar 1,73. Tabel 15 Sebaran remaja berdasarkan pengorganisasian waktu, jenis kelamin dan asal SMA Pengorganisasian
Laki-Laki
Perempuan
SMA Negeri
SMA Swasta
n
%
n
%
n
%
n
%
Kurang (<12)
1
2
0
0
0
0
1
2
Sedang (12-14)
22
44
17
34
19
38
20
40
Baik (≥15)
27
54
33
66
31
62
29
58
Total
50
100
50
100
50
100
50
100
Rata-rata±Sd (orang)
14,67±1,57
Waktu
p-value t-test
14,86±1,71 0,254
14,84±1,58
14,72±1,73
0,507
Hanya terdapat (2%) sebaran anak remaja berdasarkan jenis kelamin yang berada pada tingkat kurang dalam mengorganisasi pada Tabel 15. Kemudian, sebaran berdasarkan asal SMA rata-rata nilai anak yang termasuk kurang dalam mengorganisasi waktu juga sebesar (2%). Berdasarkan hasil uji beda t-test tidak terdapat hubungan yang signifikan (P>0,1) dalam pemgorganisasian anak berdasarkan jenis kalamin dan asal SMA. Stimulasi Musikal Cara Diri Memperoleh Stimuli. Berdasarkan data pada Tabel 16 cara diri pada anak laki-laki tidak terlalu berbeda dengan cara diri anak
51
perempuan untuk memperoleh stimuli musik. Cara diri dalam memperoleh stimuli dikatakan kurang apabila secara normatif skor kurang dari 12, 12 hingga 14 berada pada tingkat sedang, dan lebih dari sama dengan 15 merupakan nilai yang terbaik. Hasil tersebut dilihat berdasarkan jumlah total skor pada kuesioner. Sebesar (42%) anak laki-laki termasuk dalam kategori baik dalam memperoleh stimuli musik dan anak perempuan sebesar (44%) dari anak laki-laki. Jika dilihat pada Tabel 16 menurut asal SMA anak, anak SMA negeri masih banyak yang berada pada kategori sedang dalam memperoleh
stimuli
musik
(66%),
sedangkan
setengah
jumnlah
keseluruhan sebaran anak remaja di SMA swasta berada pada kategori baik dalam memperoleh stimuli musik tersebut (56%). Contoh dari stimuli musik yang diperoleh itu adalah meniru hobi seni orang tua, mendengarkan musik dari media elektronik, bersenandung sesuai dengan musik yang sedang didengar, dan lain sebagainya. Tabel 16 Sebaran remaja berdasarkan cara diri memperoleh stimuli, jenis kelamin dan asal SMA Cara Diri Memperoleh
Laki-Laki
Perempuan
SMA Negeri
SMA Swasta
n
%
n
%
n
%
n
%
Kurang (<12)
3
6
0
0
2
4
1
2
Sedang (12-14)
26
52
28
56
33
66
21
42
Baik (≥15)
21
42
22
44
15
30
28
56
Total
50
100
50
100
50
100
50
100
Rata-rata±Sd (orang)
14,28±1,97
Stimuli
p-value t-test Keterangan
14,6±1,70 0,760
13,94±1,53
14,88±1,94
0,019*
** signifikan pada selang 95 %
Cara Pemberian Stimuli Orang Tua. Maksud dari cara pemberian stimuli ini adalah ketika orang tua mengajari hobi seni yang dimilikinya kepada anak baik dari hobi seni yang dimiliki oleh ayah, ibu maupun keduanya. Kemudian hal tersebut dilakukan secara rutin oleh orang tua kepada anak. Ada baiknya apabila kedua orang tua mendiskusikan secara rutin segala sesuatu yang berhubungan dengan musik kepada anak dan membimbingnya saat belajar seni musik. Cara pemberian orang tua dikatakan kurang ketika berada pada total skor kurang dari 11, sedang
52
pada kisaran 11 hingga 13, dan tinggi lebih dari sama dengan 14 berdasarkan hasil jawaban kuesioner remaja di SMA Bogor. Cara pemberian stimuli seni musik orang tua kepada anak laki-laki masih kurang apabila dibandingkan cara pemberian stimuli seni musik yang dilakukan oleh orang tua anak perempuan pada Tabel 17. Sebesar (80%) anak laki-laki berada pada kategori kurang dalam cara pemberian stimuli seni musik orang tua kepada anak tersebut, sedangkan pada anak perempuan berada pada kategori yang lebih baik dari anak laki-laki dalam pemeberian stimuli musik dari orang tuanya yang berkategori baik (20%). Berdasarkan asal SMA, sebanyak lebih dari keseluruhan sebaran remaja SMA negeri berada pada kategori kurang dalam pemberian stimuli musik dari orang tua (76%). Kemudian untuk anak SMA swasta yang berada pada kategori baik terhadap stimuli musik yang diberikan oleh orang tua lebih besar sedikit dari anak SMA negeri (20%). Tabel 17 Sebaran remaja berdasarkan cara pemberian stimuli orang tua, jenis kelamin dan asal SMA Cara Pemberian
Laki-Laki
Perempuan
SMA Negeri
SMA Swasta
n
%
n
%
n
%
n
%
Kurang (<11)
40
80
30
60
38
76
32
64
Sedang (11-13)
5
10
10
20
5
10
8
16
Baik (≥14)
5
10
10
20
7
14
10
20
Total
50
100
50
100
50
100
50
100
Stimuli Orang Tua
Rata-rata±Sd (orang) p-value t-test
Keterangan
9,42±2,12
10,4±2,51 0,009**
9,52±2,19
10,26±2,51 0,141
** signifikan pada selang 95 %
Aktivitas Ekstrakurikuler Ekstrakurikuler yang Diikuti. Apabila ditinjau dari Tabel 16 siswa SMA negeri lebih banyak memilih kegiatan OSIS dibandingkan kegiatan ekstrakurikuler yang lain. Jumlah prosentase siswa yang mengikuti ekstrakuler tersebut adalah sebanyak (14%) dari keseluruhan siswa. Ekstrakurikuler kedua paling besar yang diikuti oleh siswa tersebut adalah kegiatan paduan suara dan kerohanian, dengan masing-masing kegiatan diikuti sebanyak lima orang dan dengan prosentase sebesar (10%). Dari keseluruhan hasil pada Tabel 18 jumlah siswa yang mengikuti ektrakurikuler di bidang seni adalah sebanyak 7 orang, tepatnya sebesar (14%) dari keseluruhan siswa. Sebanyak (28%) siswa SMA swasta memilih
53
kegiatan ekstrakurikuler paduan suara sebagai kegiatan ekstrakurikuler paling banyak
dipilih oleh siswa tersebut pada Tabel 18. Hal ini jauh
berbeda apabila dibandigkan dengan pilihan kegiatan ektrakurikuler yang dipilih oleh siswa SMA Negeri negeri. Selain itu, kegiatan ektrakurikuler seni yang diikuti oleh siswa SMA swasta jauh lebih beragam. Kegiatankegiatan ekstrakurikuler tersebut antara lain fotografi, gamelan, marching band, tari moderen, tari tradisional, teater, dan grup vokal. Tabel 18
Sebaran remaja berdasarkan ekstrakurikuler yang diikuti saat ini, jenis kelamin dan asal SMA
Ekstrakurikuler Musik Non- Musik Total
Laki-Laki (n) (%)
Perempuan (n) (%)
8 42 50
16 34 50
16 84 100
32 68 100
SMA Negeri (n) (%) 7 14 43 86 50 100
SMA Swasta (n) (%) 15 30 35 70 50 100
Apabila dilihat berdasarkan data pada Lampiran 14 paduan suara menjadi ekstrakurikuler yang paling digemari oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Anak laki-laki yang mengikuti ekstrakurikuler paduan suara ada sebanyak (12%) dan anak perempuan yang mengikuti ekstrakurikuler paduan suara adalah sebanyak (26%) dari seluruh sebaran anak remaja. Dari data tersebut juga dapat disimpulkan bahwa anak lakilaki lebih suka mengikuti ekstrakurikuler di bidang olah raga dan teknologi dibandingkan dengan anak perempuan seperti bulu tangkis,futsal, dan IT/ITK
(10%)
sedangkan
anak
perempuan
lebih
banyak
memilih
ekstrakurikuler seni seperti fotografi dan marching band (6%) Alokasi Waktu Les dan Frekuensi Waktu Les. Jumlah terbanyak alokasi waktu yang dilakukan anak untuk mengikuti ekstrakurikuler musik adalah dua jam dalam setiap pertemuan les. Hal ini dapat dilihat berdasarkan asal SMA anak dan jenis kelamin anak pada Tabel 19. Jumlah anak SMA negeri (22%) yang mengikuti ekstrakurikuler seni musik adalah sebanyak 11 orang dari keseluruhan siswa, sedangkan dari SMA swasta (34%) sebanyak 17 orang dari keseluruhan siswa. Untuk anak laki-laki, hanya terdapat tujuh orang saja yang mengalokasikan waktunya apabila dibandingkan dengan anak perempuan (40%) yang rata-rata sebanyak 20 orang mengalokasikan waktunya untuk seni musik dengan lebih mendalam.
54
Tabel 19 Sebaran remaja berdasarkan alokasi waktu les, jenis kelamin, dan asal SMA Alokasi Waktu Les Laki-Laki Perempuan (n) (%) (n) (%) (Jam) Tidak Ada 35 70 23 46 <1 0 0 2 4 1 5 10 2 4 2 7 14 20 40 >2 3 6 3 6 Total 50 100 50 100 Rata-rata±Sd 0,56±0,95 1,08±1,07 p-value t-test 0,014** Keterangan ** signifikan pada selang 95 %
SMA Negeri SMA Swasta (n) (%) (n) (%) 36 72 22 44 1 2 0 0 2 4 5 10 11 22 17 34 0 0 6 12 50 100 50 100 0,5 ± 0,84 1,14 ± 1,12 0,000**
Menurut Tabel 20 terdapat nilai uji beda yang signifikan (P<0,05) antara anak SMA negeri dengan anak SMA swasta. Kemudian, terdapat nilai uji beda yang signifikan (P<0,05) antara anak laki-laki dengan anak perempuan yang menghabiskan waktunya dalam bermusik. Berdasarkan rata-rata sebaran anak SMA swasta (1,14) lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata sebaran anak SMA negeri (0,5). Anak SMA swasta (44%) yang tidak memanfaatkan waktunya untuk bermusik lebih sedikit apabila dibandingkan dengan anak SMA negeri (72%). Rata-rata sebaran anak perempuan (1,08) lebih banyak apabila dibandingkan dengan rata-rata sebaaran
anak
laki-laki
(0,56).
Apabila
dibandingkan
berdasarkan
prosesntase jumlah anak perempuan (46%) yang tidak mengalokasikan waktunya untuk bersmusik lebih sedikit apabila dibandingkan dengan anak laki-laki (70%). Berdasarkan data pada Tabel 19 Terjadi hasil yang signifikan (P<0,05) pada uji beda antara anak SMA negeri dengan anak SMA swasta, di mana anak SMA swasta lebih banyak yang mengalokasikan waktunya untuk bermusik dibandingkan dengan anak SMA negeri. Hal tersebut dapat ditinjau berdasarkan rata-rata sebaran remaja SMA swasta (0,92) yang lebih besar daripada rata-rata sebaran remaja SMA negeri (0,39). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan (P>0,1) antara frekuensi waktu les anak laki-laki dengan anak perempuan. Frekuensi waktu les anak SMA swasta lebih banyak apabila dibandingkan dengan ferkuensi waktu les anak SMA negeri. Anak SMA swasta yang les hingga satu jam sebesar
55
(26%), kemudian yang les hingga dua jam sebesar (24%) dan yang menghabiskan waktu hingga lebih dari dari dua jam sebesar (6%). Tabel 20 Sebaran remaja berdasarkan frekuensi waktu les, jenis kelamin dan asal SMA Frekuensi Waktu Les Laki-Laki Perempuan (n) (%) (n) (%) (Hari/Pekan) Tidak Ada 35 70 23 46 1 7 14 14 28 2 7 14 11 22 >2 1 2 2 4 Total 50 100 50 100 Rata-rata±Sd 0,48±0,81 0,84±0,91 p-value t-test 0,276 Keterangan ** signifikan pada selang 95 %
SMA Negeri SMA Swasta (n) (%) (n) (%) 36 72 22 44 9 18 13 26 5 10 12 24 0 0 3 6 50 100 50 100 0,39 ± 0,67 0,92 ± 0,98 0,002**
Banyaknya Instrumen yang Dipelajari. Instrumen musik yang dipelajari oleh anak antara lain alat musik tiup seperti terompet, alat musik pukul seperti drum, alat musik petik seperti gitar, alat musik gesek seperti biola, dan olah vokal. Berdasarkan data pada Tabel 21 rata-rata terbanyak dari remaja yang berasal dari SMA negeri (22%) maupun SMA swasta (44%) serta yang berjenis kelamin perempuan (46%) maupun laki-laki (28%) hanya menguasai satu instrumen saja. Hanya anak SMA negeri (2%) dan anak perempuan (2%) yang mempelajari instrumen musik lebih dari dua instrumen. Tabel 21 Sebaran remaja berdasarkan banyaknya instrumen yang dipelajari, jenis kelamin, dan asal SMA Banyaknya Instrumen n Tidak Ada 1 instrumen 2 instrumen > 2 instrumen Total
Laki-Laki %
35 14 1 0 50
70 28 2 0 100
Perempuan n % 23 21 5 1 50
46 42 10 2 100
SMA Negeri n % 36 72 11 22 2 4 1 2 50 100
SMA Swasta n % 22 44 24 48 4 8 0 0 50 100
Jenis Musik yang Dipelajari. Dalam hal ini musik yang dipelajari adalah musik klasik, populer atau keduanya. Menurut Safrina (2002) musik klasik disebut juga sebagai musik sastra karena biasanya bersifat lirih dan megah, sedangkan musik populer adalah musik yang terbentuk sesuai dengan perkembangan zaman dan tidak terikat oleh aturan-aturan seperti musik klasik. Contoh musik klasik adalah seriosa sedangkan musik populer adalah pop, jazz, blouse,dan jenis musik yang lain. Apabila dilihat menurut
56
asal SMA anak pada Tabel 21 (12%) anak SMA negeri memilih jenis musik populer dan hanya (6%) saja yang memilih jenis musik klasik untuk dipelajari. Anak SMA swasta lebih bervariasi dalam mempelajari seni musik, terlihat dari jumlah anak yang mendalami jenis musik kalsik dan populer sebanyak (32%). Kemudian, terdapat jumlah yang hampir sama dari anak SMA swasta yang mempelajari anatara jenis musik klasik saja (10%) dan jenis musik populer saja (14%). Menurut Tabel 22 terjadi keseimbangan pada anak laki-laki dalam pemilihan jenis musik yang dipelajari ketika mereka mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seni musik. Sebanyak (10%) anak laki-laki memilih jenis musik klasik, (16%) memilih jenis musik populer dan (18%) memilih kedua jenis musik tersebut. Meskipun demikian, jumlah anak perempuan yang memilih jenis musik populer (26%) dan yang memilih kedua jenis musik tersebut (22%) lebih banyak daripada anak laki-laki. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan berdasarkan asal SMA dan jenis kelamin anak bahwa masih sedikit anak-anak yang serius dalam mendalami musik klasik saja jika dibandingkan dengan jenis musik yang lain. Biasanya adank yang mempelajari kedua jenis musik baik klasik maupun populer adalah anak yang mengikuti ekstrakurikuler paduan suara. Tabel 22 Sebaran remaja berdasarkan jenis musik yang dipelajari, jenis kelamin dan asal SMA Jenis Musik Tidak Ada Klasik Populer Klasik dan Populer Total
Laki-Laki n % 28 5 8 9 50
56 10 16 18 100
Perempuan n % 22 4 13 11 50
44 8 26 22 100
SMA Negeri n % 36 72 3 6 6 12 5 10 50 100
SMA Swasta n % 22 44 5 10 7 14 16 32 50 100
Waktu Memulai Ekstrakurikuler Seni Musik. Menurut Tabel 23 sebanyak (8%) anak baru mengikuti ekstrakurikuler seni musik pada saat tingkat SD. Jumlah terbanyak anak yang mengikuti ekstrakurikuler seni musik adalah saat mereka berada pada tingkat SMP, meskipun hanya sebanyak (12%) saja. Terdapat perbedaan antara waktu mulai anak SMA swasta terhadap SMA negeri dalam bermusik. Ada satu orang anak (2%) SMA swasta yang sudah mengikuti ekstrakurikuler seni musik sebelum
57
mereka memasuki tingkat SD. Selanjutnya, rata-rata anak SMA tersebut mendalami seni musik di waktu luang saat mereka berada pada tingkat SD. Berdasarkan jenis kelamin anak, jumlah anak perempuan yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seni musik sejak dini lebih banyak apabila dibandingkan dengan anak laki-laki. Tidak ada anak laki-laki yang mendalami seni musik sebelum memasuki tingkat SD. Kebanyakan dari mereka mulai berminat lebih mendalam terhadap seni musik saat SMA (14%). Anak perempuan yang mengikuti ekstrakurikuler seni musik sebelum memasuki tingkat SD adalah sebanyak (2%). Dengan jumlah yang sama banyak, anak perempuan mulai banyak mendalami seni musik saat berada pada tingkat SD (20%) hingga usia remaja awal (20%). Tabel 23 Sebaran remaja berdasarkan waktu mulai mengikuti ekstrakurikuler/ les seni musik, jenis kelamin, dan asal SMA Waktu Mulai
Laki-Laki (n) (%)
Perempuan (n) (%)
SMA Negeri (n) (%)
SMA Swasta (n) (%)
Tidak Ada Pra-SD SD SMP SMA
35 0 4 4 7
23 1 10 10 6
46 2 20 20 12
36 0 4 6 4
72 0 8 12 8
22 1 10 8 9
44 2 20 16 18
50
100
50
100
50
100
Total
50
70 0 8 8 14 100
Stimuli dalam Kegiatan Ekstrakurikuler. Stimuli ini ditinjau berdasarkan aktivitas – aktivitas yang dilakukan oleh anak selama belajar dalam kegiatan di luar jam pelajaran di sekolahnya. Kegiatan tersebut antara lain adalah saat anak berhubungan langsung dengan pelatih musik di tempat lesnya. Dalam melaksanakan kegiatan les apakah pelatih membimbing anak secara rutin, kemudian proses pengajaran dilakukan dengan jelas dan tidak pasif serta bagaimana tingkat kedisiplinan pelatih dalam mengajarkan seni musik kepada anak. Skor total stimuli tersebut dikatakan kurang ketika berada kurang dari 12 secara normatif, sedang ketika berada pada kisaran 12 hingga 14, dan baik saat lebih dari sama dengan 15 berdasarkan hasil dari kuesioner penelitian. Menurut Tabel 24 stimuli yang diperoleh anak laki-laki dari tempat ekstrakurikuler terbanyak berada pada kategori kurang (68%). Bagi anak perempuan yang memperoleh stimuli musik dari tempat ekstrakurikulernya yang berkategorri baik adalah sebesa (24%). Dengan demikian proses
58
penerimaan stimuli dari kegiatan ekstrakurikuler musik tersebut pada anak perempuan lebih baik dibandingkan dengan anak laki-laki. Selanjutnya, proses penerimaan stimuli dari kegiatan ekstrakurikuler pada anak SMA swasta juga lebih baik daripada anak SMA negeri karena (28%) anak SMA swasta berada pada kategori baik, sedangkan lebih dari setengah sebaran anak SMA negeri berada pada kategori kurang (72%). Tabel 24 Sebaran remaja berdasarkan stimuli dalam kegiatan ekstrakurikuler, jenis kelamin, dan asal SMA Stimuli dari
Laki-Laki
Perempuan
SMA Negeri
SMA Swasta
n
%
n
%
n
%
n
%
Kurang (<12)
34
68
25
50
36
72
23
46
Sedang (12-14)
9
18
13
26
9
18
13
26
Ekstrakurikuler
Baik (≥15)
7
14
12
24
5
10
14
28
Total
50
100
50
100
50
100
50
100
Rata-rata±Sd (orang)
11,44±2,21
p-value t-test
Keterangan
12,32±2,46
0,043*
11,18±1,97
12,58±2,55
0,000**
* signifikan pada selang 95 % ** signifikan pada selang 95 %
Karakteristik Peer-Group Karakteristik peer-group terdiri dari frekuensi pertemuan dengan teman, loyalitas terhadap teman, dan jenis aktivitas di lingkungan sekolah. Frekuensi pertemuan dengan teman adalah jumlah seringnya anak bekumpul bersama teman yang lain dan dilihat berdasarkan banyaknya masalah anak yang didiskusikan kepada anak yang lain serta berapa banyak waktu yang digunakan oleh anak untuk bermain bersama peergroup saat berada di luar lingkungan keluarga. Loyalitas terhadap teman diukur berdasarkan kepercayaan temanteman anak remaja untuk dipercaya oleh teman-temannya dalam menyelesaikan suatu masalah. Kemudian selalu mendiskusikan masalah bersama teman-teman yang sama dan merasa nyaman antara yang satu dengan yang lain saat bekomunikasi bersama. Aktivitas yang diikuti oleh anak di sekolah sangat beragam baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Aktivitas itu dapat berupa suatu organisasi maupun suatu kegiatan seperti latihan band atau paduan suara.
59
Karakteristik peer-group secara keseluruhan dikatakan berada pada kategori kurang apabila berada pada total skor kurang dari 16, dan dikatakan sedang apabila berada pada kisaran 16 hingga 20, dan baik apabila berada pada jumlah skor yang lebih dari 20 Tabel 25 Sebaran remaja berdasarkan karakteristik peer-group, jenis kelamin dan asal SMA Karaktristik Peer-
Laki-Laki
Perempuan
SMA Negeri
SMA Swasta
n
%
n
%
n
%
n
%
Kurang (<16)
8
16
8
16
10
20
6
12
Sedang (16-20)
17
34
20
40
17
34
20
40
Group
Baik (>20)
25
50
22
44
23
46
24
48
Total
50
100
50
100
50
100
50
100
Rata-rata±Sd (orang)
20,36±2,01
p-value t-test
20,18±1,76 0,191
20,10±1,90
20,44±1,86
0,962
Jika dilihat berdasarkan asal SMA pada Tabel 25, karakteristik peer-group anak laki-laki (50%) lebih baik apabila dibandingkan dengan anak perempuan (44%) meskipun tidak memiliki perbedaan yang jauh. Hal tersebut tidak jauh berbeda apabila dilihat berdasarkan asal SMA remaja di mana (48%) karakteristik peer-group siswa SMA swasta lebih baik apabila dibandingkan siswa SMA negeri yang sebesar (46%). Secara keseluruhan karakteristik peer-group siswa SMA di Kota Bogor berada pada kategori baik. Tidak terdapt hasil uji beda yang signifikan terhadap karakteristik peer-group antara anak laki-laki dengan perempuan (P>0,1) dan pada anak SMA negeri dan SMA swasta (P>0,1). Kecerdasan Musikal Kecerdasan Musikal. Kecerdasan musikal dihitung berdasarkan jumlah skor dari kemampuan anak dalam menguasai instrumen musik yang dipelajari, serta seberapa besar pengetahuan anak terhadap seni musik. Menurut data pada Tabel 26 baik berdasarkan jenis kelamin dan asal SMA, jumlah sebaran remaja yang berada pada kategori baik hampir mencapai setegah dari jumlah keseluruhan anak. Kecerdasan musikal anak dikatakan rendah apabila total skor kurang dari 12, sedang saat berada pada kisaran 12 hingga 16%, dan tinggi saat berada lebih dari sama dengan 17 berdasarkan jumlah total skor jawaban kuesioner anak SMA di Kota Bogor.
60
Tingkat kecerdasan musikal anak laki laki yang berkategori sedang (52%) hampir sama dengan jumlah anak perempuan yang juga berkategori sedang (48%). Begitu juga jumlah tingkat kecerdasan musikal pada anak SMA negeri (54%) memiliki jumlah yang hampir sama dengan anak SMA swasta (46%) yang berada pada kategori sedang. Selain itu, jumlah anak yang berada dalam kategori baik hampir sama banyaknya dengan anak jika diamati berdasarkan asal SMA maupun jenis kelamin anak. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan yang signifikan berdasarkan jenis kelamin (P>0,1) dan asal SMA (P>0,1). Tabel 26 Sebaran remaja berdasarkan kecerdasan musikal, jenis kelamin, dan asal SMA Kecerdasan Musikal
Laki-Laki
Perempuan
SMA Negeri
n
%
n
%
n
%
SMA Swasta n
%
Kurang (<12)
8
16
10
20
11
22
7
14
Sedang (12-16)
26
52
24
48
27
54
23
46
Baik (≥17)
16
32
16
32
12
24
20
40
Total
50
100
50
100
50
100
50
100
Rata-rata±Sd (orang)
14,88±3,22
p-value t-test
14,92±3,65 0,451
14,44±3,45
15,36±3,37
0,706
Prestasi Musik. Anak dapat dikatakan memiliki prestasi musik yang baik apabila pernah mengikuti kompetisi atau festival musik meskipun tidak menjadi pemenang dalam kegiatan tersebut. Selanjutnya, prestasi dari anak yang mengikuti lomba serta kemampuan anak dalam bersmusik juga diakui oleh orang tua. Dalam penelitian ini terdapat (26%) anak laki-laki dan (28%) anak perempuan yang memiliki prestasi musik yang baik. Jika dilihat berdasarkan asal SMA baik SMA negeri maupun SMA swasta di kota Bogor, sebanyak (26%) anak memiliki prestasi musik yang baik. Beberapa contoh anak yang memiliki prestasi musik tersebut antara lain adalah anak dengan nomor responden 021, adalah anak laki-laki dari SMA negeri Kota Bogor yang pernah mengikuti Festival Band SMA se-Kota Bogor
dan diakui prestasinya oleh orang tua. Kemudian anak dengan
nomor responden 022, adalah anak perempuan dari SMA negeri Kota Bogor yang pernah memperoleh juara kedua vokal grup di SMA-nya dan prestasi yang diperoleh diakui oleh orang tua anak tersebut. Selanjutnya,
61
anak dengan nomor responden 069, merupakan anak laki-laki dari SMA swasta yang pernah mengadakan konser recital terompet jazz di Yamaha Music Studio dan juara satu kompetisi terompet tingkat junior yang diadakan oleh sekolah musiknya, serta prestasi yang telah dicapai diakui oleh orang tua. Prestasi Akademik Nilai Rata-Rata Rapor Terakhir. Penghitungan nilai rata-rata rapor anak adalah dengan cara mencari nilai rata-rata rapor anak dari semester pertama hingga semester dua. Dari penghitungan tersebut, peneliti tidak menemukan nilai anak yang berada di bawah sama dengan 69 atau bernilai kurang dari rata-rata pada Tabel 27. Rata-rata sebaran dari nilai rata-rata rapor anak remaja terbanyak adalah pada tingkat baik yang berkisar antara 76 hingga 85, baik berdasarkan asal SMA (48%) maupun jenis kelamin anak (47%). Tidak terdapat hubungan uji beda yang signifikan antara nilai rata-rata rapot anak laki-laki dan perempuan (P>0,1) serta anak SMA negeri dan anak SMA swasta (P>0,1). Tabel 27 Sebaran remaja berdasarkan nilai rata-rata rapor, jenis kelamin dan asal SMA Nilai Rata-Rata Rapor
Laki-Laki
Perempuan
SMA Negeri
SMA Swasta
n
%
n
%
n
%
n
%
Sedang (70-75)
17
34
15
30
16
32
15
30
Baik (76-85)
22
44
25
50
25
50
23
46
Sangat Baik (≥86)
11
22
10
20
9
18
12
24
Total
50
100
50
100
50
100
50
100
Rata-rata±Sd (orang) p-value t-test
79,7±5,47
79±5,51 0,996
78,92±5,02
79,86±5,85
0,123
Hubungan Antar Variabel Menurut hasil pada Tabel 29 menunjukan bahwa semakin sedikit jumlah anggota keluarga dalam rumah maka semakin tinggi kecerdasan musikal remaja meskipun tidak signifikan (P>0,1). Kemudian semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin tinggi kecerdasan musikal anak SMA swasta (P<0,01). Pada anak laki-laki, apabila tunjangan yang diberikan oleh orang tua terhadap anak tinggi maka kecerdasan musikal anak juga akan semakin tinggi (P<0,05). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
62
karakteristik peer-group terhadap kecerdasan musikal pada remaja SMA di Kota bogor (P>0,1). Dari data tersebut juga dapat disimpulkan aktivitas ekstrakurikuler yang baik dari siswa SMA di kota Bogor akan menyebabkan kecerdasan
musikalnya
juga
semakin
baik
(P<0,05).
Aktivitas
ekstrakurikuler yang memiliki keeratan hubungan yang baik terhadap kecerdasan musikal antara lain adalah pemanfaatan alokasi waktu yang baik dalam bermusik, waktu memulai kegiatan musik pada tahapan usia perkembangan
yang
lebih
awal,
semakin
banyaknya
mempelajari
instrumen musik dan jenis musik, dan stimuli anak dalam kegiatan ekstrakurikulernya yang dilakukan dengan baik oleh pelatih musik maupun anak remaja tersebut. Yang terakhir adalah dengan semakin baik kecerdasan musikal pada siswa SMA maka nilai rata-rata rapornya juga akan semakin meningkat, meskipun dalam penelitian ini tidak signifikan (P>0,1). Tabel 28 Hasil uji korelasi spearman antara variabel yang diteliti terhadap kecerdasan musikal siswa SMA di Kota Bogor Variabel Penghasilan Orang Tua Besar Keluarga Pendidikan Ibu Umur Tunjangan Orang Tua Karakteristik Peer-Group Pengorganisasian Waktu Cara Diri Memperoleh Stimuli Cara Pemberian Stimuli Orang Tua Alokasi Waktu Waktu Mulai Les Banyaknya instrumen yang dipelajari Jenis Musik yang Dipelajari Stimuli Musikal dalam Ekstrakurikuler
Lki-Lki 0,265 0,003 0,195 -0,149 0,287* -0,177 0,116 0,511** 0,247 0,515** 0,503** 0,514**
Kecerdasan Musikal Prpuan SMAN SMAS 0,016 0,107 0,097 -0,012 0,113 -0,131 -0,024 -0,162 0,304* -0,126 -0,199 -0,108 -0,042 0,083 0,048 0,256 0,155 -0,129 0,257 0,305* 0,098 0,470** 0,350* 0,572** 0,186 0,243 0,090 0,210 0,358* 0,290* 0,230 0,349* 0,337* 0,308* 0,394** 0,305*
Total 0,139 -0,004 0,080 -0,129 0,136 0,025 0,190 0,496** 0,192 0,347** 0,362** 0,383**
0,501** 0,480**
0,279* 0,107
0,366** 0,270**
0,349* 0,328*
0,343* 0,165
Hubungan Kecerdasan Musikal terhadap Prestasi Akademik pada Siswa SMA di Kota Bogor. Prestasi akademik siswa SMA di Kota Bogor terdiri dari nilai rata-rata rapor terakhir yang dihitung berdasarkan jumlah rata-rata nilai yang dimulai dari semester satu hingga semester dua. Berdasarkan hasil korelasi spearman tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan musikal terhadap nilai rata-rata rapor terakhir yang menjadi acuan prestasi akademik remaja SMA tersebut (P>0,1).
63
Pembahasan Menurut AR (2009) dengan pendidikan orang tua yang baik akan menciptakan suasana keluarga yang harmonis dan selanjutnya akan memberikan dampak yang positif terhadap proses pembelajaran anak. Kurangnya perhatian atau dengan adanya sikap permissive dari orang tua dapat mengganggu proses pembelajaran pada anak sehingga tidak dapat mengembangkan potensi yang dimiliki dalam proses perkembangan anak tersebut (Biradar 2006). Menurut O’Bryan, dkk dalam Siregar (2009) peran ibu sangat dominan terhadap perkembangan anak, dengan kata lain dengan adanya figur dominan ibu dalam keluarga akan mengakibatkan hubungan yang baik antara anak dengan orang tua. Hal tersebut dibuktikan oleh Shahzada et al (2011) bahwa pendidikan orang tua berhubungan signifikan terhadap kecerdasan anak termasuk kecerdasan musikal anak tersebut (P<0,01). Menurut Suharsono (2002) dalam Tientje (2010) aspek kecerdasan, yaitu dimensi-dimensi minat dan rasa intelektual orang tua terutama ibu yang sangat menentukan bagi perkembangan kecerdasan anak. Selain itu, pendidikan ibu yang semakin lama pada akhirnya akan mempengaruhi
prestasi
akademik
remaja
menajdi
lebih
baik
(Suksmadi et al 2009). Namun, lingkungan keluarga tidak selamanya berpengaruh secara positif terhadap prestasi belajar (Bushtomi 2007). Dapat dikatakan demikian karena adanya kemajuan dari berbagai aspek kehidupan seperti banyaknya informasi dan proses komunikasi yang semakin kompleks, dan persaingan ekonomi yang semakin tinggi mengakibatkan mobilitas keluarga terutama orang tua menjadi semakin meningkat untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Hal tersebut perlu dilakukan dengan adanya kerjasama antara ayah maupun ibu. Ketika ayah dan ibu memiliki seorang anak, maka keprofesionalan sebagai sepasang orang tua harus dilakukan. Dari hal tersebut ayah dan ibu menjadi tempat pertumbuhan dan perkembangan anak sejak lahir hingga berguna bagi keluarga, bangsa dan agama suatu hari. Agar proses kemandirian dan tanggung jawab anak remaja semakin terbentuk, maka sejak dini orang tua perlu menggali, mengasah, dan mengembangkan potensi multipel intelegensi anak termasuk kecerdasan musikal (Tientje 2010).
64
Menurut Mahoney et al (2000) pengawasan orang tua berhubungan terbalik terhadap kegiatan tidak tersruktur dari seorang anak seperti kegiatan hobi seni musik anak. Salah satu hal yang menyebabkan tidak ada hubungan tersebut adalah orang tua yang tidak mengembangkan kemampuan bahasa dalam pertumbuhan dan perkembangan anak dengan baik
(Redding, 1986). Dengan tingkat mobilitas orang tua yang tinggi,
salah satu aspek penting bagi anak tersebut tidak dikembangkan dengan baik sehingga mempengaruhi kemampuan afektif anak. Semakin banyak stimuli yang diberikaan oleh orang tua akan mempengaruhi pemikiran anak dalam hal keyakinan untuk mendalami seni musik pada tingkat SMA. Hal tersebut dapat dilakukan orang tua dengan cara membimbing anak dalam belajar seni musik serta memberikan pengalaman orang tua dalam meningkatkan hobi seni serta memberikan penghargaan apabila berhasil dalam
bidang
musik
yang
dipelajari.
dikemukakan oleh Tennant (2006)
Pernyataan
tersebut
juga
yaitu dalam pandangan behaviorist
pengasuhan adalah upaya penjualan terhadap perilaku positif yang dilakukan anak melalui pemberian dukungan, pujian baik bersifat verbal maupun non-verbal. Hal ini justru akan berkebalikan apabila orang tua secara permisif mengasuh anak, bukan kecerdasan musikal yang baik diraih oleh anak remaja, tetapi justru permasalahan-permasalahan negatif yang muncul dalam diri remaja tersebut, seperti dengan gaya pengasuhan orang tua yang permisif maka 38,4% anak remaja bermasalah dalam hal merokok, pergaulan bebas (seks bebas), minuman keras, dan sebagainya (http://avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/perilakumerokok_avin.pdf). Apabila tidak ada cara pengasuhan yang baik dari orang tua terhadap anak maka konflik di dalam keluarga akan terjadi dan resistensi keluarga semakin terancam. Hal tersebut dapat berkisar mulai dari perbedaan pendapat yang kecil hingga menjadi pertengkaran yang serius (Gordon 1975). Agar permasalahan konflik hubungan antara anak dan orang tua tidak menjadi lebih parah maka musik adalah salah satu cara untuk mengatasinya. Dengan musik yang diajarkan sejak dini seperti bernyanyi atau mendengarkan musik, maka perasaan anak akan menjadi nyaman
dan
gembira.
Kemudian
dalam
bernyanyi
anak
dapat
mengungkapkan pikiran, perasaan, dan suasana hati. Selain itu, dengan
65
mendengarkan nyanyian seorang anak mendapatkan stimuli diri berupa penyaluran emosi positif berupa rasa terharu, kagum, damai, dan penuh kasih sayang sehingga perilaku positif anak juga semakin meningkat Satrianingsih (2006). Tidak ada pengaruh yang signifikan antara penghasilan orang tua dengan proses pembelajaran pada anak. Orang tua dengan penghasilan rendah mampu meningkatkan kompetensi anak dalam belajar dengan cara melakukan kegiatan keluarga di waktu luang seperti makan bersama, saling menunjukan hobi positif dalam keluarga serta menghargai masingmasing bakat anggota keluarga sehingga dapat merubah pola pikir anak dari keluarga miskin untuk hidup yang lebih baik di masa depan (Redding 1986). Menurut Morrison (1994) dalam Hallam (2010) siswa SMA yang berpartisipasi dalam bidang seni musik memiliki nilai yang tinggi dalam pelajaran bahasa inggris, matematika, sejarah dan pengetahuan alam apabila dibandingkan dengan siswa yang tidak berpartisipasi. Hal tersebut tentunya harus didukung dengan pola asuh belajar yang baik juga dari orang tua di rumah selain adanya stimuli belajar yang baik di sekolah. Menurut Naghavi (2010) menyatakan bahwa dengan jumlah anggota keluarga yang sedikit akan mengoptimalkan sistim pemeliharan yang ada di dalam keluarga dan akan mempengaruhi emosi anak secara positif. Dengan besar anggota keluarga yang optimal tersebut maka anak yang memiliki bakat musik dan ingin mendalaminya dalam kegiatan ekstrakurikuler musik tidak menjadi masalah bagi orang tua karena biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan anak tersebut tidak terlalu menjadi beban apabila dibandingkan dengan orang tua yang memiliki banyak anak. Menurut Broh (2002) dalam Hallam (2010) menyatakan bahwa hubungan sosial yang dilakukan oleh anak bukanlah hubungan dengan teman-teman semata, tetapi hubungan kedekatan anak terhadap orang tua dan pengajar di sekolah. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa anak yang jauh lebih banyak bertanya terhadap orang tua maupun pengajar musik dapat meningkatkan harga dirinya serta kejelasan dari apa yang dipelajari, dengan demikian menyebabkan motivasi anak semakin tinggi dalam mempelajari dan menguasai seni musik tersebut. Dengan adanya teman dengan hobi yang sama di bidang seni musik yang
66
partisipatif terhadap anak justru akan meningkatkan kemampuan dan prestasi anak di bidang seni musik, dengan kata lain bukan banyak teman yang beragam melainkan banyak teman yang memiliki minat yang sama dengan anak tersebut. Hal ini sama seperti pendapat Nurhuda (2008) dalam Karina (2012) bahwa faktor yang dapat mempengaruhi keterikatan kelompok adalah interaksi dan keakraban. Keakraban dan interaksi diantara sesama anggota kelompok, baik fisik maupun verbal, dapat meningkatkan pandangan positif diantara anggota kelompok. Dengan kata lain, adanya waktu yang dihabiskan anak remaja bersama peer-group untuk berinteraksi dan membangun keakraban. Semakin aktif anak dalam organisasi atau kegiatan di sekolah maupun di luar kegiatan sekolah seperti memegang jabatan tertentu dalam organisasi yang diikuti, akan mengakibatkan anak memiliki prestasi musik yang baik. Selain itu dari segi emosi anak juga semakin mampu mengendalikannya dengan lebih matang, karena adanya interaksi yang aktif terhadap orang-orang yang ada di sekitar mereka seperti keluarga, pelatih musik maupun teman dengan aktivitas yang sejenis (Hallam, 2010). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Papalia et al (2009), bahwa pertemanan anak laki-laki fokus terhadap aktivitas yang dilakukan bersama daripada hanya sekedar berkomunikasi dengan peer-group, biasanya berupa kegiatan olah raga dan lain sebagainya. Hal tersebut juga diperkuat oleh pendapat Peplau, Sears dan Taylor (2000) dalam Karina (2012), bahwa dibandingkan laki-laki, perempuan lebih sering untuk berkumpul dan berkomunikasi dengan teman-teman dekatnya, dan menunjukan bahwa dengan berkomunikasi dapat membantu membentuk dasar dari hubungan. Dari hal tersebut dapat dibuktikan bahwa anak laki-laki lebih senang dalam berorganisasi dalam kegiatan ekstrakurikuler seni musik sehingga dengan kebiasaan-kebiasaan tersebut dapat membuat mereka merasa nyaman terhadap kegiatan tersebut dan dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam menguasai instrumen musik yang telah dipelajari dengan baik. Agar terjadi peningkatan dalam proses berkomunikasi maka perlu respon yang bersifat fleksibel dan pandangan anak dalam masalahmasalah sosial, dengan kata lain agar kemampuan anak dalam suatu bidang dapat berkembang dengan baik perlu adanya pembelajaran yang
67
sesuai dengan minat anak. Dengan demikian, agar dapat memperkuat konsep
anak
dalam
berhubungan
sosial
yang
baik
maka
perlu
mengembangkan diskusi aktif dan positif antara anak dengan guru maupun peer-group (Wahyudi 2011). Dari keseluruhan penelitian ini hubungan karakteristik peer-group yang terdiri dari frekuensi pertemuan dengan teman, loyalitas terhadap teman, dan jenis aktivitas di lingkungan sekolah tidak terdapat hubungan yang signifikan dan tidak sesuai pada penjelasan sebelumnya karena keterbatasan dalam penelitian. Dalam
penelitian
ini
anak
laki-laki
yang
mulai
mengikuti
ekstrakurikuler di bidang seni musik pada saat sebelum mendalami pelajaran di tingkat SMA akan memiliki proses pengorganisasian waktu yang baik. Hal ini terbukti dari pernyataan menurut Harvey (1997) menjelaskan bahwa musisi yang belajar bermain instrumen biola atau keyboard sebelum masa remaja memiliki wilayah yang lebih luas pada sel sarafnya sebanyak (12%) untuk mempercepat proses pembelajaran anak, dengan kata lain anak mampu membagi waktu belajar dan kegiatan yang lain dengan baik. Terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara lama waktu anak mengikuti les musik dengan prestasi anak dalam bidang akademik berdasarkan hasil tes kelulusan SMA di Georgia (Perez 2009). Dalam hal tersebut terbukti 57 total skor tinggi dalam pelajaran bahasa dan 43 total skor tinggi dalam pelajaran berhitung dibandingkan dengan anak yang tidak mengikuti les musik. Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan antara ekstrakurikuler yang spesifik dari anak terhadap kecerdasan akademik, keadaan fisik yang baik serta hubungan sosial anak. Pernyataan tersebut diperkuat oleh pendapat Rombokas (1995)
dalam
Adeyemo
(2010)
bahwa
remaja
yang
mengikuti
ekstrakurikuler di sekolah justru dapat mengorganisasikan waktu antara kegiatan akademik dan non-akademik dengan baik apabila dibandingkan dengan remaja yang tidak mengikuti ekstrakurikuler apapun. Agar keseimbangan dalam pemanajemenan waktu tersebut dapat dilakukan dengan baik, maka perlu dilakukan penyeleksian yang baik terhadap ekstrakurikuler yang dipilih sehingga dapat mengembangkan mental dan fisik anak yang sehat sehingga dari hal tersebut kecerdasan akademik anak yang lebih baik dapat tercapai. Maksud dari penyeleksian
68
ekstrakurikuler tersebut adalah memilih ekstrakurikuler spesifik yang sesuai dengan bakat dan minat anak. Berdasarkan pendapat Suksmadi et al (2009) bahwa kualitas remaja yang terdiri dari aspek fisik dan non-fisik dari anak tersebut akan mempengaruhi prestasi anak tersebut. Dengan kata lain remaja yang berkualitas dalam membagi waktunya akan meningkatkan kecerdasan anak dalam berbagai bidang. Dalam melakukan kegiatan di dalam ekstrakurikuler peran pengajar sangat penting bagi anak yang sedang belajar dalam hal ini adalah ekstrakurikuler
musik.
Seorang
pengajar
diharapkan
mahir
dalam
menggunakan strategi pembelajaran, materi kurikulum, dan manajemen kelas (Tientje 2010). Kompetensi dalam manajamen kelas termasuk mampu membantu semua anak yang belajar untuk sukses terhadap bidang yang sedang didalami. Manajemen kelas tersebut meliputi pengetahuan tentang sasaran pembelajaran, pengetahuan tentang pengajar bagi anak didik, dan pengetahuan mengenai perencanaan kurikulum dalam bidang yang diajarkan. Seorang pengajar yang kompeten mampu memfasilitasi pembelajaran untuk siswa yang beragam. Pada dasarnya pengajar harus mampu membangkitkan motivasi anak dalam belajar. Menurut Stanley (1987) dalam Winner (1997) saat berkegiatan di sekolah, siswa yang berasal dari SMA swasta di Amerika tidak hanya meningkatkan kemampuan siswa hanya dari kecerdasan IQ saja, melainkan dalam bidang lain seperti matematika, pengetahuan alam, dan seni tentunya termasuk seni musik. Penyediaan fasilitas untuk kegiatan ekstrakurikuler anak SMA swasta tersebut sangat baik dan mendapat perhatian penuh dari pihak sekolah apabila dibandingkan dengan SMA negeri di Amerika. Pengajar untuk subjek tertentu di SMA swasta juga tersedia lebih lengkap dibandingkan di SMA negeri tersebut. Dan pengakuan terhadap kegiatan di luar jam pelajaran tersebut sangat tinggi di SMA swasta tersebut yang dibuktikan dengan pemanfaatan waktu dalam berkegiatan ekstrakurikuler yang lebih lama dibandingkan di SMA negeri. Dengan adanya pemenuhan kebutuhan siswa yang tepat tersebut maka akan mengakibatkan siswa mampu menggambarkan kebebasan diri serta meningkatkan prestasi akademiknya.
69
Menurut Suprapti (2006) musik dapat membuat anak menjadi pandai. Otak kanan berhubungan dengan kecerdasan musikal. Meskipun demikian musik juga dapat menyeimbangkan orak kiri dan otak kanan secara sekaligus sehingga dapat berinteraksi dengan pelajaran yang lain seperti menulis, membaca, dan berhitung. Berdasarkan 96 anak pada tahapan usia 4-6 tahun, 48 siswa yang mengikuti kegiatan bermusik seperti paduan suara memiliki kemampuan menulis, membaca, dan berhitung yang lebih baik dibandingkan 48 siswa lainnya yang tidak mengikuti kegiatan bermusik. Hal tersebut terjadi karena dengan bermusik, akan mempengaruhi otak, di mana musik menimbulkan gelombang vibrasi. Gelombang tersebut menimbulkan stimulasi pada gelombang pendengaran. Stimulasi tersebut ditransmisikan pada susunan saraf pusat (lymbic system) di sentral otak yang merupakan bagian ingatan seperti short-term memory dan long-therm memory. Kemudian hyphothalamus atau kelenjar sentral pada susunan saraf pusat akan mengatur segala sesuatu yang terkait antara musik dengan respon tertentu. Selain itu, dengan pemanfaatan waktu tambahan untuk bermusik juga dapat meningkatkan kecerdasan anak dalam bermusik (Suprapti 2006). Akan tetapi, perlu diketahui bahwa seseorang yang memiliki kualitas kecerdasan kognitif yang baik belum tentu memiliki kecerdasan kognitif yang baik sedangkan orang yang memiliki kecerdasan musikal yang baik harus memiliki kecerdasan kognitif yang baik pula. Menurut Widhianawati (2011) terdapat hubungan yang signifikan dan positif dari pembelajaran gerak dan lagu terhadap kecerdasan musikal anak, dengan kata lain perlu adanya stimuli dalam ekstrakurukuler anak yang baik sehingga dapat meningkatkan kecerdasan musikalnya. Menurut Suprapti (2006) salah satu hubungan kecerdasan musikal adalah kecerdasan bahasa. Dalam mata pelajaran bahasa tertentu biasanya program mendengarkan musik menjadi pedoman untuk belajar memahami bahasa yang sedang diperdengarkan. Sehingga pada dasarnya lirik musik merangsang individu untuk memahami kata dalam arti, tata bahasa, dan memahami berbagai ungkapan dalam arti seni sastra. Agar pemahaman anak dalam bermusik menjadi baik sebaiknya diperlukan tenaga ahli yang baik dalam merencanakan program belajar berupa
70
program tematik, sebab dengan penggunaan program tematik secara efektif
akan
meningkatkan
kecerdasan
majemuk
anak
termasuk
kecerdasan musikal. Kemudian anak menjadi tidak mudah jenuh dalam belajar baik secara berkemlompok maupun sendiri (Halimah et al 2007). Menurut Altherton (2002) dalam Wahyudi (2002) menyatakan bahwa
pembelajaran
berdasarkan
pengalaman
memanfaatkan
pengalaman baru dan reaksi pembelajar terhadap pengalamannya untuk membangun pemahaman dan transfer penegtahuan, keterampilan serta sikap. Dengan adanya pengalaman yang baik dalam bermusik, maka dapat mempengaruhi bagian-bagian multiple intelligences yang lain menurut Gardner. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan musik maka akan mempengaruhi kecerdasan dalam bidang lain seperti bahasa, matematika, dan emosi anak. Menurut Chan’s (2007) dalam Aldalalah (2010) musik memiliki hubungan yang positif terhadap perilaku anak. Musisi dari tingkat sekolah menengah di Texas memiliki emosi yang sehat dibandingkan dengan siswa yang tidak memiliki hobi dalam bermusik (Chronicle 1998). Uji hubungan tersebut diambil dari 362 siswa yang bersekolah di tempat tersebut. Dari hasil uji tersebut hanya sedikit siswa yang bermasalah dengan minuman beralkohol. Pernyataan tersebut dapat dikaitkan dalam penelitian ini, di mana semakin tinggi nilai rata-rata rapor siswa di SMA Kota Bogor maka semakin baik perilakunya. Sebelum mengetahui sikap yang baik dari remaja yang diteliti, kecerdasan musikal adalah salah satu faktor yang menyebabkan nilai rata-rata rapor anak remaja di Kota Bogor tersebut menjadi baik. Menurut pendapat Haanstra (2000) hal tersebut terjadi karena tidak terjadi perbedaan yang signifikan antara kaitan kecerdasan musikal dengan prestasi belajar anak baik yang mengikuti ekstrakurikuler musik maupun tidak. Dari pendapat tersebut membuktikan ada sebagian hasil dari penelitian pihak lain yang tidak membuktikan hubungan yang nyata antara ekstrakurikuler yang diikuti dengan prestasi akademik meskipun sebagian besar penelitian tersebut memiliki hasil yang signifikan. Di dalam penelitian ini masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam proses dan hasil karena keterbatasan tenaga dan waktu dalam melakukan penelitian. Selain itu masih banyak hasil yang tidak sesuai
71
dengan teori seperti pada hubungan antara kecerdasan musikal terhadap karakteristik peer-group dan terhadap prestasi akademik siswa SMA di Kota Bogor. Hal tersebut terjadi karena dalam penelitian ini menggunakan cara pembagian kuesioner secara langsung kepada contoh atau dapat disebut juga dengan penulisan hasil laporan langsung (self-report) dari contoh. Penggunaan cara tersebut memiliki kekurangan karena hasil yang diberikan kurang mendapatkan pengawasan yang ketat oleh peneliti mengingat jumlah contoh yang banyak yaitu 100 orang dan hal tersebut akan
menghabiskan
waktu
yang
lama
apabila
dilakukan
dengan
menggunakan sistim wawancara secara langsung kepada seluruh contoh.